Anda di halaman 1dari 21

Laporan Makalah Seminar Kelompok 2

”Teori Konservasi Levine”

Nama Anggota:

Ledy Hera Selva 18031002

Bahriatul Khoiriyah 18031005

Muhammad Mukhlis 18031011

Sari Fitri Wahyuni 18031014

Shella Noviawati 18031020

Syarifah Khairun 18031023

Nindia Trysia Roza 18031028

Novia Putri 18031031

Mella Mardison Putri 18031036

Arpida Ningsih 18031039

Murthada Habibi 18031044

Program Studi Ilmu Keperawatan

STIKes Hang Tuah Pekanbaru

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini kami buat
untuk memenuhi tugas dari dosen. Semoga dengan makalah yang kami susun ini, kita
sebagai mahasiswa dapat menambah dan memperluas pengetahuan.
Kami mengetahui makalah yang kami susun ini masih sangat jauh dari sempurna,
maka dari itu kami masih mengharapkan kritik dan saran dari ibu selaku dosen
pembimbing kami serta temen-temen sekalian, karena kritik dan saran itu dapat
membangun kami dari yang salah menjadi benar. Semoga makalah yang kami susun ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita, akhir kata kami mengucapkan terima kasih.

Pekanbaru, 25 Maret 2020

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 1

1.3 Manfaat 1

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Model Konservasi Levine 2

2.2 Tiga Konsep Utama Model Konservasi 2

2.3 Teori Levine berfokus pada interaksi manusia 5

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pengaplikasian model konservasi levine 6

3.2 Analisa Jurnal 17

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan 19

Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori keperawatan digunakan untuk menyusun suatu model konsep dalam
keperawatan, sehingga model keperawatan tersebut mengandung arti aplikasi dari struktur
keperawatan itu sendiri yang memungkinkan perawat untuk mengaplikasikan ilmu yang
pernah didapat di tempat mereka bekerja dalam batas kewenangan sebagai seorang
perawat. Model konsep keperawatan ini digunakan dalam menentukan model praktek
keperawatan yang akan diterapkan sesuai kondisi dan situasi tempat perawat tersebut
bekerja. Mengingat dalam model praktek keperawatan mengandung komponen dasar
seperti; adanya keyakinan dan nilai yang mendasari sebuah model, adanya tujuan praktek
yang ingin dicapai dalam memberikan pelayanan ataupun asuhan keperawatan terhadap
kebutuhan semua pasien, serta adanya pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh
perawat dalam mencapai tujuan yang ditetapkan sesuai kebutuhan pasien (Deswita, 2012).
Kualitas hidup anak akan baik apabila kesejahteraannya terjamin, termasuk
kesehatan yang baik. Pelayanan kesehatan yang diberikan bersifat holistik. Pelayanan
keperawatan yang diberikan meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Perawat harus mampu mempunyai peran strategis antara lain, sebagai pemberi asuhan atau
tindakan keperawatan, mendeteksi dan stimulasi tumbuh kembang, memfasilitasi anak
bermain, komunikator yang efektif dan asertif, pencegahan cedera untuk mewujudkan
patient safety, dan berperan sebagai kontributor berbagai program pemerintah terkait
pelayanan kesehatan anak (Deswita, 2012).
1.2 Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui apa itu model konservasi Levine
- Untuk mengetahui apa itu tiga konsep utama model konservasi Levine
- Untuk mengetahui apa itu Teori Levine berfokus pada interaksi manusia. Asumsi
dasar Teori Levine
1.3 Manfaat Penulisan
- Menambah wawasan mahasiswa tentang teori teori keperawatan
- Agar dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari

1
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Model Konservasi Levine

Model konservasi Levine bertujuan untuk meningkatkan adaptasi individu dan


mempertahankan keutuhan dengan menggunakan prinsip – prinsip konservasi. Model ini
membantu perawat untuk berfokus pada pengaruh dan respon konservasi pada tingkat
individu. Perawat dapat mencapai tujuan model ini dengan mempertahankan empat prinsip
konservasi yaitu konservasi energy, konservasi integritas struktur, konservasi integritas
personal, dan konservasi integritas sosial. Konservasi bertujuan agar individu dapat
mempertahankan kehidupan dan keutuhan melalui keseimbangan antara energy yang ada
dengan yang digunakan (Hermalinda, 2014).

1. Konservasi Energi
Individu memerlukan keseimbangan energi dan memperbaharui energi secara
konstan untuk mempertahankan aktivitas hidup. Konservasi energi dapat
digunakan dalam praktek keperawatan (Hermalinda, 2014).
2. Konservasi Integritas Struktur
Penyembuhan adalah suatu proses pergantian dari integritas struktur. Seorang
perawat harus membatasi jumlah jaringan yang terlibat dengan penyakit melalui
perubahan fungsi dan intervensi keperawatan (Hermalinda, 2014).
3. Konservasi Integritas Personal
Seorang perawat dapat menghargai klien ketika klien dipanggil dengan namanya.
Sikap menghargai tersebut terjadi karena adanya proses nilai personal yang
menyediakan privasi selama prosedur (Hermalinda, 2014).
4. Konservasi Integritas Sosial
Kehidupan berarti komunitas social dan kesehatan merupakan keadaan social yang
telah ditentukan. Oleh karena itu, perawat berperan menyediakan kebutuhan
terhadap keluarga, membantu kehidupan religius dan menggunakan hubungan
interpersonal untuk konservasi integritas social (Hermalinda,2014).

2.2 Tiga Konsep Utama Model Konservasi

1. Wholeness (Keutuhan)
Wholeness sebagai sebuah sistem terbuka, “wholeness emphasizes a sound,
organic, progressive mutuality between diversed functions and parts within an
2
entirely, the boundaries of which are open and fluent. (Keutuhan menekankan pada
suara, organik, mutualitas progresif antara fungsi yang beragam dan bagian-bagian
dalam keselruhan, batas-batas yang terbuka)”. Levine menyatakan bahwa
“interaksi terus menerus dari organisme individu dengan lingkungannya
merupakan sistem yang tebuka dan cair, dan kondisi kesehatan, keutuhan, terwujud
ketika interaksi atau adaptasi konstan lingkungan, memungkinkan kemudahan
(jaminan integritas) di semua dimensi kehidupan”. Kondisi dinamis dalam interaksi
terbuka antara lingkungan internal dan eksternal menyediakan dasar untuk berfikir
holistik, memandang secara keseluruhan seorang individu (Alligood, M. R. (2010).

2. Adaptasi
Adaptasi merupakan sebuah proses perubahan yang bertujuan
mempertahankan integritas individu dalam menghadapi realitas lingkungan
internal dan eksternal. Konervasi adalah hasil dari adaptasi. Beberapa adaptasi
dapat berhasil dan sebagian tak berhasil. Levine mengemukakan tiga karakter
adaptasi yaitu historis, spesifisiti dan redunancy. Levine menyatakan bahwa setiap
individu mempunyai pola respon tertentu untuk menjamin keberhasilan dalam
aktifitas kehidupannya yang menunjukan adaptasi historis dan spesifisiti.
Selanjutnya pola adaptasi dapat disembunyikan dalam kode genetik individu untuk
menjamin adaptasi. Kehilangan redunancy memilih apakah melalui trauma, umur,
penyakit, atau kondisi lingkungan yang membuat individu sulit mempertahankan
hidup (Alligood, M. R. (2010).

a. Lingkungan
Levine memandang setiap individu memiliki lingkungannya sendiri baik
lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Perawat dapat
menghubungkan lingkungan eksternal sebagai level persepsi, operasional dan
konseptual. Level perseptual melibatkan kemampuan menangkap dan
menginterpretasikan dunia dengan organ indera. Level operasional terdiri dari
segala sesuatu yang mempengaruhi individu secara fisiologis meskipun mereka
tidak dapat mempersesikannya secara langsung, seperti mikroorganisme. Pada
konseptual level, lingkungan dibentuk dari budaya, dikarakteristikan dengan

3
keberadaan spiritual, dan ditengah oleh simbol bahasa, pikiran dan
pengalaman.
b. Respon Organisme
Respon Organisme adalah kemampuan individu untuk beradaptasi dengan
lingkungannya, yang bisa dibagi menjadi flight atau fight, respon inflamasi,
respon terhadap stres dan kewaspadaan persepsi. Fight-flight merupakan
respon paling primitif dimana ancaman yang diterima individu auk secara nyata
ataupun tidak, merupakan merupakan respon terhadapa ketakutan melalui
menyerang atau menghindar hal ini bersifat reaksi yang tiba-tiba. Respon yang
disampaikan adalah kewaspadaan untuk mencari informasi untuk rasa aman
dan sejahtera. Respon peradangan atau inflamasi merupakan mekanisme
pertahanan yang melindungi diri dari lingkungan yang merusak, merupakan
cara untuk menyembuhkan diri, respon individu adalah menggunakan energi
sitemik yang ada dalam dirinya untuk membuang iritan atau patogen yang
merugikan, untuk al ini sangat dibutuhkan kontrol lingkungan. Respon
terhadap stres menghasilkan respon defensif dalam bentuk perubahan yang
tidak spesifik pada manusia, perubahan struktural dan kehilangan energi untuk
beradaptasi secara bertahap terjadi sampai rasa lelah terjadi, dikarakteristikan
dengan pengaruh yang menyebaban pesien atau individu berespn terhadap
pelayanan keperwatan. Kewaspadaan perseptual, respon sensori menghasilkan
kesadaran persepsi, informasi dan pengalaman dalam hidup hnya bermanfaat
ketika diterima secara utuh oleh individu, semua pertukaran energi terjadi dari
individu ke lingkungan dan sebaliknya. Hasilnya adalah aktifitas fisiologi atau
tingkah laku. Respon ini sangat tergantung kepada kewaspadaan perseptual
individu, hanya terjadi sat individu menghadapi dunia (lingkungan) baru
disekitarnya dengan cara mencari dan mengumpulkan informasi dimana hal ini
bertujuan untuk mempertahankan keamanan dirinya.

3. Trophicognosis
Levine merekomendasikan trophicognosis sebagai alternatif untuk diagnosa
keperawatan. Ini merupakan metode ilmiah untuk menentukan sebuah penentuan
rencana keperawatan. Konservasi Levine mengurikan model konservasi sebagai

4
inti atau dasar teorinya. Konservasi menjelaskan suatu sistem yang kompleks yang
mampu melanjutkan fungsi ketika terjadi tentangan yang buruk. Dalam pengertian
konservasi juga, bahwa individu mampu untuk berkonfrontasi dan beradaptasi
demi mempertahankan keunikan mereka (Alligood, M. R. (2010).

2.3 Teori Levine berfokus pada interaksi manusia

Asumsi dasar Teori Levine:

1. Pasien membutuhkan pelayanan keperawatan atau kesehatan jika mempunyai masalah


kesehatan.

2. Perawat bertanggung jawab untuk mengenali respon/reaksi dan perubahan tingkah laku
serta perubahan fungsi tubuh pasien. Respon pasien terjadi ketika ia mencoba
beradaptasi dengan perubahan lingkungan atau suatu penyakit. Bentuk respon tersebut
dapat berupa ketakutan, stress, inflamasi dan respons panca indra.

3. Fungsi perawat adalah melakukan intervensi keperawatan serta membina hubungan


terapeutik. Intervensi keperawatan bertujuan untuk membantu meningkatkan kesehatan
dan mencegah penyakit serta memperbaiki status kesehatan.

5
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengaplikasian model konservasi levine

APLIKASI MODEL KONSERVASI LEVINE PADA ANAK


KANKER DENGAN MASALAH NUTRISI

Lina Dewi Anggraeni*, Nani Nurhaeni**, Happy Hayati***

(*) Tim Keperawatan Anak Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus

(**) dan (***) Departemen Maternitas dan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

. email: linadewiam@yahoo.com

ABSTRAK
Masalah nutrisi merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh anak kanker. Tujuan penelitian ini
adalah memberikan gambaran tentang aplikasi Model Konservasi Levine pada anak dengan kanker yang
mengalami masalah nutrisi. Metode penelitian ini adalah studi kasus terhadap lima anak kanker yang
mengalami masalah nutrisi dengan pendekatan proses keperawatan. Proses keperawatan menurut Model
Konservasi Levine berfokus pada peningkatan kemampuan adaptasi tubuh melalui prinsip konservasi,
yakni konservasi energi, konservasi integritas struktural, konservasi integritas personal dan konservasi
integritas sosial. Aplikasi Model Konservasi Levine tertuang dalam lima kasus terpilih, dimana
trophicognosis umum yang ditemukan adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang atau lebih dari kebutuhan
tubuh. Adapun masalah keperawatan lainnya adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas, risiko
kekurangan volume cairan, ketidakseimbangan elektrolit, risiko cedera akibat profil darah abnormal,
risiko infeksi, kerusakan mukositis oral, risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan, dan
gangguan proses keluarga. Masalah-masalah tersebut dapat menghambat proses adaptasi anak kanker
terhadap tantangan penyakit dan efek samping pengobatan dalam mencapai integritas diri.

Kata kunci: Anak kanker; Model Konservasi Levine; Overweight/obesitas; Malnutrisi

PENDAHULUAN digunakan untuk menggambarkan


Kanker adalah suatu penyakit sistemik yang ketidakseimbangan nutrisi baik
secara langsung mempengaruhi sel dan undernutrition (underweight) maupun
dapat menyebar ke daerah lain. Hal ini overnutrition (overweight/obesitas). Pada
menyebabkan berbagai komplikasi dan pembahasan selanjutnya dalam penelitian
hilangnya fungsi organ secara progresif, ini, istilah malnutrisi dimaksudkan pada
yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan kurang gizi (underweight)
status gizi (van Bokhorst-de van der sedangkan untuk kelebihan nutrisi disebut
Schueren, 2005). Permasalahan umum yang gizi lebih yang meliputi overweight atau
sering terjadi pada pasien yang dirawat di obesitas.
rumah sakit adalah malnutrisi (Wiryana, Malnutrisi merupakan permasalahan yang
2007). Barker, Gout dan Crowe (2011) dan sering ditemukan pada anak dengan kanker,
Mehta et al (2013) mengungkapkan bahwa hal ini berkaitan erat dengan penyakit yang
malnutrisi adalah suatu istilah yang mendasarinya (kanker) dan efek samping

6
pengobatan (Yarbro, Wujcik, & Gobel, keperawatan. Salah satu teori keperawatan
2011). Permasalahan nutrisi pada anak yang berfokus pada keseimbangan energi
dengan kanker bukan hanya underweight adalah Levine’s Conservation Model
tetapi juga (Model Konservasi Levine) (Alligood,
overweight/obesity. 2010; Tomey & Alligood, 2010). Model
Permasalahan nutrisi baik underweight Konservasi Levine mendeskripsikan
maupun obesitas/overweight yang dialami tentang cara yang kompleks yang
oleh anak penderita kanker harus ditangani memungkinkan anak untuk melanjutkan
sejak dini oleh tim kesehatan termasuk fungsi meskipun dihadapkan pada
tenaga perawat. Perawat diharapkan mampu tantangan/hambatan yang sangat berat
memberikan asuhan keperawatan anak (Levine, 1990 dalam Parker, 2005).
dalam konteks keluarga secara holistik Perawat diharapkan mampu menyelesaikan
guna mencegah komplikasi. Nutrisi yang tujuan model melalui prinsip konservasi
adekuat sangat penting ketika seorang anak energi, konservasi integritas struktural,
menderita kanker. Sel kanker dan konservasi integritas personal dan
pengobatan yang diperoleh anak penderita konservasi integritas sosial (Levine, 1967
kanker dapat mempengaruhi nafsu makan, dalam Tomey & Alligood, 2010). Tujuan
toleransi terhadap makanan, dan penelitian ini adalah mengindentifikasi
kemampuan tubuh untuk menggunakan gambaran aplikasi Model Konservasi
nutrisi (American Cancer Society, 2012). Levine dalam asuhan keperawatan pada
Ketika seorang anak yang menderita kanker anak kanker yang mengalami masalah
tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat, nutrisi.
maka akan terjadi ketidakseimbangan
nutrisi/energi. METODE
Pemberian asuhan keperawatan yang Metode penelitian ini adalah studi kasus
dilakukan didasarkan pada teori dengan pendekatan asuhan keperawatan.
Asuhan keperawatan dilakukan dengan
mengaplikasikan teori Model Konservasi
Levine. Proses keperawatan dilakukan
dengan menggunakan pemikiran kritis,
diantaranya melakukan pengkajian,
menentukan trophicognosis, menyusun
hipotesis, melakukan intervensi dan
evaluasi keperawatan. Sampel penelitian
berjumlah lima anak kanker yang
mengalami masalah nutrisi.

HASIL
Kasus 1
An. M. S, usia 3 tahun, jenis kelamin laki-
laki, dengan diagnosis medis limfoma
burkitt. Pada saat dilakukan pengkajian,
klien tampak lemah, suhu 36,9oC dan
frekuensi pernafasan 42x/menit. Hasil
pemeriksaan darah: hemoglobin 10,9gr/dl,
hematokrit 33,3%, Klien terpasang
Nasogastric Tube/NGT. Berat badan 10,5
kg, tinggi badan 92 cm, lingkar lengan atas
10,5 cm, terdapat iga gambang, wasting,
dan baggy pants. Kebutuhan kalori klien
adalah 1625 kkal. Ibu mengatakan sesak

7
nafas, batuk, dan pilek, malas makan dan minum, terdapat kelemahan pada kedua
tangan dan kaki sebelah kiri, dan terjadi kanan, berukuran 12 x 13 x 10 cm, massa
penurunan nafsu makan sejak usia 1,5 teraba keras dan padat. Klien mengalami
tahun.

Kasus 2
An. S. N, usia 3 tahun 1 bulan, jenis
kelamin perempuan dengan diagnosis
medis Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
L1 B-lineage. Klien memiliki riwayat putus
berobat setelah kemoterapi yang pertama.
Pada saat pengkajian diperoleh Berat badan
14 kg, tinggi badan 82cm, lingkar perut
57cm, dan tampak moonface. Kebutuhan
kalori klien 1500 kkal. Hasil Pemeriksaan
laboratorium: hemoglobin 8,5 gr/dl,
hematokrit 25,5%, leukosit 880/µL,
trombosit: 40.000/µL, dan eritrosit: 2.97
juta/µL. Kadar absolute neutrofil count
(ANC) adalah 0 sel/mikroliter. Ibu
mengatakan anak banyak minum, banyak
kencing, dan sering mengalami mimisan
jika anak menangis. Anak jarang bermain
dengan teman sebayanya, klien lebih suka
menonton televisi dan bermain boneka
bersama ibu dan ayahnya.

Kasus 3
An. F. R, usia 3 tahun 5 bulan, jenis
kelamin laki-laki, dengan diagnosis medis
LLA. Pada saat pengkajian diperoleh
kesadaran apatis, suhu 36,7oC, frekuensi
nadi 104x/menit, frekuensi nafas 28x/menit,
tekanan darah 90/50 mmHg. Hasil
Pemeriksaan darah didapatkan hemoglobin
9,5g/dL, hematokrit 31,0%, dan kreatinin
darah 0.20mg/dL. Berat badan 11,3 kg,
tinggi badan 89 cm, terpasang NGT, bibir
tampak kering, pecah-pecah, dan terdapat
mukositis oral. Kebutuhan kalori klien
adalah 1200 kkal. Klien mengalami diare,
bab 5x/hari, konsistensi cair, warna kuning,
dan terdapat ampas.

Kasus 4
An. M. S. A, usia 5 tahun 6 bulan, jenis
kelamin laki-laki, dengan diagnosis medis
Tumor mandibula ec tersangka tumor
osteoid, anemia, dan gizi buruk marasmik.
Pada saat dilakukan pengkajian: tampak
benjolan di sub mandibula sinistra,
mendorong lidah ke bagian dalam sebelah
8
hipersalivasi bercampur dengan pus, dan Hasil Pemeriksaan darah: hemoglobin 10,4
berbau, didaerah sebelah kiri mulut tampak gr/dL, hematokrit 31,6%, leukosit 13440/µl.
kemerahan seperti inflamasi, dan terdapat
nyeri tekan (skala nyeri 3). Berat badan DISKUSI
klien 14,6 kg, tinggi badan 110 cm, dan Lima kasus yang diteliti adalah anak yang
lingkar lengan atas 11,2 cm, terdapat iga menderita kanker (darah dan tumor padat),
gambang dan wasting. Kebutuhan kalori dengan rentang usia bayi hingga pra
klien adalah 1400 kkal yang didapatkan sekolah. Kelima kasus terpilih tersebut
dari nutrisi enteral yaitu F100 8 x 175 ml. mengalami masalah pemenuhan nutrisi
Hasil pemeriksaan darah hemoglobin 11,5 yang dapat menghambat proses pengobatan,
gr/dl, hematokrit 37%, leukosit: 16320/µl, pemulihan, dan akhirnya dapat menurunkan
albumin: 3,31gr/dl. kualitas hidup anak.
Hasil pengkajian status nutrisi pada kelima
Kasus 5 kasus terpilih menunjukkan empat (4) kasus
An. D.P.A, usia 10 bulan, jenis kelamin mengalami malnutrisi dan satu (1) kasus
laki-laki, dengan diagnosis medis acute mengalami obesitas. Menurut World Health
limfoblastic leukemia-high risk (ALL-HR). Organization-Depkes (2009) penilaian
Hasil tanda vital: suhu 38oC, frekuensi nadi status nutrisi tidak hanya ditentukan oleh
88x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, dan pengukuran antropometrik (BB/TB) tetapi
tekanan darah 84/63 mmHg. Saat juga berdasarkan manifestasi klinis yang
pengkajian klien mengalami mual, batuk, terdapat pada klien.
pilek, terdapat sekret berwarna putih, dan Pada kasus 1 (An. M.S dengan Limfoma
demam. Berat badan 6,3 kg, panjang badan Burkitt) berdasarkan perhitungan BB/TB
68 cm. Kebutuhan kalori anak adalah 650 dan tanda klinis yang muncul seperti iga
kkal yang didapatkan dari makan lunak BS gambang, wasting, baggy pants, status
3x (450 kkal) dan SF 5x60 ml (200 kkal). nutrisi klien dikategorikan sebagai
malnutrisi berat marasmik. An. M.S
mengalami penurunan nafsu makan sejak imun dari sel host dapat menyebabkan
berusia 1,5 tahun. Hal ini bisa disebabkan penurunan nafsu makan (anoreksia).
karena dua hal, yaitu terkait dengan tumbuh Pada kasus 2 (An. S.N dengan LLA L1-B
kembang anak usia todler (Hockenberry & lineage) berdasarkan perhitungan IMT dan
Wilson, 2009) dan adanya respon tuan manifestasi klinis seperti moonface, status
rumah (host) terhadap sel kanker (Topkan, nutrisi klien dikategorikan sebagai obesitas.
Yavuz, & Ozyilkan, 2007). Menurut Klien mengalami relaps karena putus
Hockenberry dan Wilson (2009) pada usia berobat. Kondisi klien lebih buruk saat
12-18 bulan, kecepatan tumbuh melambat, mengalami relaps dibandingkan dengan
mengurangi kebutuhan anak akan kalori, kondisi anak sebelum relaps. Manifestasi
protein, dan cairan. Pada usia ini, sebagian klinis yang ditunjukkan oleh klien tampak
besar anak mengalami penurunan lebih berat seperti terjadi hiperleukositosis
kebutuhan nutrisi, yang ditandai dengan dan febrile neutropenia. Kondisi-kondisi ini
penurunan nafsu makan. Fenomena ini merupakan kegawatan onkologi yang
dikenal dengan anoreksia fisiologis. Hal ini membutuhkan perawatan intensif yang pada
juga dialami oleh An. M. S dimana pada akhirnya akan memperpanjang hari rawat.
usia 1,5 tahun, anak mengalami penurunan Pada kasus 4 (An. M.S.A dengan tumor
nafsu makan. Selain itu, penurunan nafsu mandibula ec tersangka tumor osteoid)
pada An. M.S kemungkinan juga berdasarkan perhitungan BB/TB termasuk
disebabkan karena adanya reaksi sel host kategori malnutrisi sedang. Namun,
terhadap sel kanker. Respon sel host berdasarkan hasil pemeriksaan fisik
terhadap sel kanker dapat menyebabkan (manifestasi klinis) ditemukan iga gambang
perubahan biokimia dalam tubuh. Tisdale dan wasting sehingga klien dikategorikan
(2009) mengungkapkan bahwa pelepasan sebagai malnutrisi berat marasmik. Berbeda
bahan kimia oleh sel kanker dan sistem dengan yang dialami
9
An. M.S (kasus 1), An.M.S.A mengalami dan sel kanker. Selain itu, penurunan nafsu
penurunan nafsu makan, hal ini lebih makan yang dialami An. M.S.A juga dapat
disebabkan karena adanya reaksi sel host disebabkan adanya obstruksi mekanis pada
sistem pencernaan. Pada klien tampak
benjolan di submandibula sinistra, yang
mendorong lidah ke bagian dalam sebelah
kanan, dengan ukuran massa tumor 12 x 13
x 10 cm. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Tomlison dan Kline
(2010), dimana anoreksia pada anak dengan
kanker juga dapat terjadi karena adanya
obstruksi mekanik di sepanjang traktus
gastrointestinal.
Pada kasus 3 (An. F. R dengan LLA)
berdasarkan perhitungan indeks BB/TB
termasuk kategori malnutrisi ringan. Klien
mengalami diare akut, dimana diare terjadi
beberapa jam setelah kemoterapi. Pada fase
konsolidasi minggu kedelapan, klien
mendapatkan agen kemoterapi
Methotrexate dosis tinggi. Hal ini sesuai
dengan literatur, dimana salah satu agen
kemoterapi yang dapat menyebabkan diare
adalah Methotrexate. Agen kemoterapi ini
menyebabkan epithelium intestinal,
inflamasi, dan nekrosis superficial pada
intestinal dan bowel. Proses inflamasi dan
nekrosis dapat menstimulasi sekresi cairan
yang kemudian dapat menyebabkan
peningkatan sekresi di lumen usus dan
kerusakan enzim (Cope, 2001 dalam
Tomlinson &Kline, 2010). Manutrisi juga
dapat disebabkan oleh penurunan asupan
nutrisi sebagai akibat dari gangguan
kesehatan mulut yaitu mukosistis. Pada
kasus pada kasus 3 (An. F. R) dan 4 (An.
M.S.A), kedua klien mengalami mukositis
oral. Berdasarkan skala oral assessment
guide (OAG), An. F. R mengalami
mukositis kategori sedang dengan skor 15
sedangkan pada An. M.S.A, skor mukositis
17, klien dikategorikan mengalami
mukosistis sedang. Menurut Bauer, Jurgen,
dan Fruhwald (2011) kedua klien memiliki
risiko tinggi mengalami gizi kurang.
Mukositis dapat terjadi pada mukosa oral,
faring, esophagus, dan traktus
gastrointestinal. Mukositis yang terjadi
pada An. F.R dan An. M.S.A adalah
mukositis oral. Mukositis oral merupakan
inflamasi dan ulserasi yang terjadi pada
membran mukosa oral yang biasanya
10
diakibatkan oleh efek samping dari
pengobatan kemoterapi dan radioterapi secara bertahap, diawali oleh fase stabilisasi,
(Sonis et al, 2004). Pada An. F.R, klien transisi, relabilitasi, dan tindak
mengalami mukositis setelah mendapatkan
agen kemoterapi Methotrexate. Kondisi
mukositis oral yang dialami oleh klien
diperberat karena kurangnya kebersihan
mulut. Mukositis oral juga dapat
disebabkan oleh infeksi, zat kimia, trauma
atau iritasi jaringan akibat gesekan dengan
benda mekanik (Qutob, Gue, Revesz,
Logan, & Keefe, 2012). Berbeda dengan
An. F.R, An. M.S.A, mengalami mukositis
bukan disebabkan karena efek samping
kemoterapi dan radioterapi. Mukositis yang
dialami An.M.S.A kemungkinan
disebabkan karena iritasi jaringan yang
pada akhirnya menyebabkan infeksi,
dimana terdapat massa yang mendorong
organ lain dalam mulut sehingga organ-
organ tersebut tidak menempati posisi yang
tepat.
Pada kasus 5 (An. D.P.A dengan LLA)
berdasarkan pengukuran antropometrik
BB/TB dikategorikan sebagai malnutrisi
sedang. Pada saat pengakajian, klien
mengalami mual dan muntah setiap kali
diberikan makan/minum. Manifestasi ini
disebabkan karena efek samping
kemoterapi) terhadap saluran pencernaan.
Jordan, Sippel, dan Schmoll (2007) dan
Schwartzberg (2006) mengkategorikan
mual dan muntah menjadi empat kategori,
yaitu akut, tertunda, antisipatif, dan
refraktory (sulit disembuhkan).
Berdasarkan hal ini, mual muntah yang
dialami oleh klien merupakan kategori akut,
dimana klien mengalami mual dan muntah
saat kemoterapi diberikan. Hal ini tentu saja
dapat menyebabkan asupan nutrisi menjadi
tidak adekuat, yang pada akhirnya juga
dapat menyebabkan malnutrisi yang lebih
berat.
Tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah pemenuhan nutrisi harus dilakukan
secara hati-hati teruatama pada klien yang
mengalami masalah malnutrisi berat
marasmik (gizi buruk) karena beresiko
mengalami refeeding sindrome. Pemberian
nutrisi gizi buruk diawali dengan pemberian
makanan secara teratur, bertahap, porsi
kecil, dan mudah diserap. Nutrisi diberikan
11
lanjut (Krisnansari, 2010). Pada kasus 1 trophicognosis ketidakefektifan bersihan
(An. M.S), klien mendapatkan nutrisi oral jalan nafas teratasi. Klien mulai mampu
(nasi tim 400kkal) dan enteral (F100 meningkatkan tolerasi asupan nutrisi/oral,
7x175) dan pada kasus 4 (An. M.S.A), berat badan meningkat 500 gram menjadi
klien mendapatkan nutrisi enteral (F100 11 kg. Peningkatan berat badan ini sesuai
8x175ml). Berdasarkan jenis formula yang target yang diharapkan, dimana terjadi
diberikan, klien berada pada fase transisi, kenaikan 500 gram dalam 15 hari
dimana pada fase ini anak mulai stabil dan perawatan. Hal ini sesuai dengan yang
memperbaiki jaringan tubuh yang rusak dijelaskan oleh Luxner (2005), dimana
(catch up). Tindakan yang yang dilakukan kenaikan berat badan berdasarkan usia
yaitu managemen nutrisi, monitoring (diatas satu tahun) adalah 30gram/hari.
nutrisi, terapi nutrisi, weight gain Pada trophicognosis keterbatasan aktivitas,
assitence, dan enteral tube feeding. klien mulai mampu menggerakkan tangan
Disamping melakukan intervensi kirinya, terdapat gerakan fleksor dan
keperawatan yang berfokus pada masalah ekstensor dari kedua ektremitas bawah.
nutrisi, peneliti juga melakukan berbagai Pada klien ditemukan kelemahan pada
intervensi keperawatan lain berdasarkan ekstremitas atas sebelah kiri dan kedua
kondisi klien. Peneliti juga memberikan ekstremitas bawah. Hal ini mendukung
intervensi berdasarkan prinsip konservasi, penelitian yang dilakukan oleh Baggot,
yaitu konservasi energi, integritas Kelly, Fochtman, dan Folley (2001), bahwa
struktural, integritas personal, dan telah terjadi metastasis ke sistem saraf
integritas sosial. pusat. Namun, klien mampu meningkatkan
Setelah dilakukan intervensi, pada kasus 1 kemampuan motoriknya secara perlahan.
(An. M.S), hasil evaluasi berdasarkan Kondisi ini menunujukkan bahwa klien
kemampuan mempertahankan konservasi mampu beradaptasi dan mampu
energi pada klien menunjukkan bahwa mempertahankan integritas strukturalnya.
Klien juga dapat mempertahankan dan
meningkatkan adaptasi integritas personal teratasi sebagian. Hasil evaluasi ini
dan sosial, yang ditandai dengan kecemasan didasarkan pada kondisi mukosistis oral
klien dan keluarga berkurang, dan yang makin membaik, orang tua klien
pertumbuhan dan perkembangan klien mampu menjaga kebersihan mulut anaknya.
dapat dipertahankan. Pada kasus 4 (An.M.S.A), hasil evaluasi
Pada kasus 2 (An. S. N), hasil evaluasi setelah dilakukan intervensi adalah masalah
setelah dilakukan intervensi menunjukkan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
bahwa klien mampu mempertahan kebutuhan tubuh teratasi yang ditandai
konservasi energinya. Pada trophicognosis dengan peningkatan kemampuan toleransi
ketidakseimbangan nutrisi: lebih dari makan per NGT dan terkadang klien makan
kebutuhan tubuh, menunjukkan klien masih biskuit yang dicelupkan dalam teh hangat
mengalami obesitas dan berat badan tidak melalui mulutnya, terjadi peningkatan berat
mengalami penurunan, namun orang tua badan 600 gram (berat badan 15,2 kg),
sudah mengerti mengenai obesitas pada keluhan nyeri berkurang, dan risiko infeksi
anaknya. tidak terjadi. Masalah kerusakan membran
Pada kasus 3 (An. F.R), hasil evaluasi mukosa mulut, cemas dan bersihan jalan
setelah dilakukan intervensi selama 9 hari, nafas teratasi.
terhadap trophicognosis ketidakseimbangan Pada kasus 5 (An. D.P.A), hasil evaluasi
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh setelah dilakukan intervensi terhadap
teratasi yang ditandai dengan klien telah trophicognosis ketidakseimbangan nutrisi:
mampu meningkatkan toleransi makan per kurang dari kebutuhan tubuh teratasi yang
oral, terjadi peningkatan berat badan 485 ditandai dengan klien telah mampu
gram (berat badan 11,8 kg). Evaluasi meningkatkan toleransi makan per oral dan
respon organismik terhadap trophicognosis tidak terdapat penurunan berat badan.
kerusakan membran mukosa oral telah
12
SIMPULAN dan pengobatan yang diperoleh anak
Nutrisi yang adekuat sangat penting ketika penderita kanker dapat mempengaruhi
seorang anak menderita kanker. Sel kanker nafsu makan, toleransi terhadap makanan,
dan kemampuan tubuh untuk menggunakan
nutrisi (American Cancer Society, 2012).
Ketika seorang anak yang menderita kanker
tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat,
maka akan terjadi ketidakseimbangan
nutrisi/energy. Model Konservasi Levine
dapat diterapkan pada anak dengan kanker
yang mengalami masalah nutrisi. Hasil
evaluasi pada masing-masing kasus
menunjukkan hasil yang bervariasi dan
memperlihatkan peningkatan kemampuan
adaptasi dalam mempertahankan prinsip
konservasi. Respon yang berbeda ini
dipengaruhi oleh aktivitas, jenis dan
beratnya penyakit yang mendasari dan
menyertai serta usia klien. Perawat anak
diharapkan mampu memberikan intervensi
nutrisi pada anak dengan kanker.

DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M. R. (2010). Nursing theory:
Utilization & application (4th ed).
St.Louis: Mosby Elsevier, Inc.

Alligood, M.R. & Tomey, A.M. (2010).


Nursing theorists and their works
(6th ed). St.Louis: Mosby Elsevier,
Inc.

American Cancer Society. (2012).


Cancer Facts & Figures 2012.
Atlanta: American Cancer Society

Baggot, R. B., Kelly, K.P., Fochtman, D.,


Folley, G. (2001). Nursing care of
children and adolescent with cancer
(3rd ed). Pennsylvania: W.B Saunders
Company.
Barker, Gout, & Crowe. (2011).
Hospital malnutrition: Prevalence,
identification and impact on
patients and the healthcare system.
Int. J. Environ. Res. Public Health,
8, 514-527.

13
Hockenberry, M.J. & Wilson, D.
(2009). Wong’s essentials of
pediatric nursing. St. Louis:
Mosby Elsevier.

Jordan, K., Sippel, C., & Schmoll, H.J.


(2007). Guidelines for antiemetic
treatment of chemotherapy-induced
nausea and vomiting: Past, present,
and future recommendations.
Oncologist, 12(9), 1143–1150.
Krisnansari, D. (2010). Nutrisi dan
gizi buruk. Mandala of
Health, 4 (1

14
Luxner, K.l. (2005). Delmar’s pediatric nursing care plans (3rd edition). Thomson: Delmar
Learning.

Mehta et al. (2013). Defining pediatric malnutrition: A paradigm shift toward etiology-related
definitions. JPEN J Parenter Enteral Nutr.20 (10), 1-22.
Parker, M. E. (2005). Nursing theories and nursing practice. F. A. Davis Company: Philadelphia, PA.
Qutob, A.F., Gue, S., Revesz, T., Logan, R.M., & Keefe, D. (2012). Prevention of oral mucositis in
children receiving cancer therapy: A systematic review and evidence-based analysis. Oral
Oncology.
Schwartzberg, L. (2006). Chemotherapy- induced nausea and vomiting: State of the art in
2006. Journal of Supportive Oncology, 4(2, Suppl. 1), 3–8.

Sonis, S. T., et al. (2004). Perspective on cancer therapy-induced mucosal injury: Pathogenesis,
measurement, epidemiology and consequences for patients. Supplement to Cancer American
Cancer Society, 100 (9), 95-
120.
Tomlinson, D., & Kline, N.E. (2010). Pediatric Oncology Nursing Advanced Clinical
Handbook. (2nd ed). London New York: Spinger.

Topkan, E., Yavuz, A.A & Ozyilkan,O. (2007).Cancer cachexia: Pathophysiologic aspects and
treatment options. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, 8, 445-

451.
Tisdale, M.J. (2009). Mechanisms of cancer cachexia Physiological Reviews, 89 (2), 381–410.

van Bokhorst-de van der Schueren MA. (2005). Nutritional support strategies for malnourished cancer
patients. Eur J Oncol Nurs. 9(2). S74–83.
World Health Organization-Depkes. (2009). Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah
sakit. Jakarta

: WHO Indonesia
Wiryana, M. (2007). Nutrition support in critically ill. Jurnal Penyakit Dalam, 8 (2), 176-186.
Denpasar: FK UNUD/RSUP Sanglah
Yabro, C. H., Wujcik, D., & Gobel, H. B . (2011). Cancer Nursing: Principles and practice.
(7th edition). Canada: Jones and Barlett Publisher.

3.2 Analisa Jurnal

Proses keperawatan menurut Model Konservasi Levine berfokus pada peningkatan


kemampuan adaptasi tubuh melalui prinsip konservasi, integritas sosial. Aplikasi Model
Konservasi Levine tertuang dalam lima kasus terpilih, dimana trophicognosis umum yang
ditemukan adalah ketidak seimbangan nutrisi kurang atau lebih dari kebutuhan tubuh. Lima
kasus yang di teliti adalah anak yang menderita kanker (darah dan tumor padat), dengan rentan

15
usia bayi hingga prasekolah. Hasil pengkajian status nutrisi pada kelima kasus terpilih
menunjukkan 4 kasus mengalami malnutrisi dan 1 kasus mengalami obesitas.

Ketika seorang anak yang menderita kanker tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat, maka
akan terjadi ketidakseimbangan nutrisi/ energy. Model Konservasi Levine dapat diterapkan pada
anak dengan kanker yang mengalami masalah nutrisi. Hasil evaluasi pada masing-masing kasus
menunjukkan hasil yang bervariasi dan memperlihatkan peningkatan kemampuan adaptasi dalam
mempertahankan prinsip konservasi. Karena nutrisi yang adekuat sangat penting ketika seorang
anak menderita kanker, dan pengobatan yang diperoleh anak juga dapat mempengaruhi nafsu
makan, perawat anak diharapkan mampu memberikan intervensi nutrisi pada anak yang
menderita kanker.

16
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Model konservasi Levine bertujuan untuk meningkatkan adaptasi individu dan
mempertahankan keutuhan dengan menggunakan prinsip – prinsip konservasi. Perawat dapat
mencapai tujuan model ini dengan mempertahankan empat prinsip konservasi yaitu konservasi
energy, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, dan konservasi integritas
sosial. Konservasi bertujuan agar individu dapat mempertahankan kehidupan dan keutuhan
melalui keseimbangan antara energy yang ada dengan yang digunakan. 3 konsep utama model
konservasi yaitu keutuhan, adaptasi, tropichognasis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. R. (2010). Nursing theory: Utilization & application (4th ed). St.Louis: Mosby
Elsevier, Inc.

Deswita. (2012). Aplikasi model konservasi Levine dalam asuhan keperawatan untuk
pemenuhan kebutuhan oksigen di rumah sakit. Ners jurnal keperawatan. Volume 2. No. 2.
Padang: universitas andalas

Hermalinda. (2014). Aplikasi model konservasi Levine pada anak dengan kanker yang
mengalami fatique diruang perawatan anak. Padang: universitas andalas

18

Anda mungkin juga menyukai