Disusun Oleh :
2018
PENDAHULUAN
Jantung sanggup berkontraksi tanpa henti berkat adanya suplai bahan bahan energi
secara terus menerus. Suplai bahan energi berupa oksigen dan nutrisi ini mengalir melalui suatu
pembuluh darah yang disebut pembuluh koroner. Apabila pembuluh darah menyempit atau
tersumbat proses transportasi bahan - bahan energi akan terganggu. Akibatnya sel-sel jantung
melemah dan bahkan bisa mati. Gangguan pada pembuluh koroner ini yang disebut penyakit
jantung koroner (Yahya, 2010).
Penyakit jantung sering kali terkait dengan substansi yang di kenal sebagai kolesterol
dan lemak yang merupakan penyebab utama dari penyempitan atau pengapuran pada pembuluh
darah dan arteri. Penyempitan atau pengapuran oleh timbunan lemak dan kolesterol
berlangsung secara perlahan lahan selama bertahun tahun dan mungkin berawal semenjak usia
remaja. Bila tidak mendapatkan perhatian dan perawatan yang benar, peristiwa di atas dapat
memuncak menjadi penyakit jantung Koroner dan serangan jantung.
Pada saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia.
Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30% kematian di seluruh dunia
disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), 60% dari seluruh
penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner (WHO,2001).
II. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung, disebabkan oleh 2 faktor :
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri
koroneria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan
lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif
mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi
terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium
(Brown,2006).
2. Trombosis
Endapan lemak dan pengerasan pembuluh darah terganggu dan lama-kelamaan
berakibat robek di dinding pembuluh darah. Pada mulanya, gumpalan darah
merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah pendarahan berlanjut pada
saat terjadinya luka. Berkumpulnya gumpalan darah dibagian yang robek tersebut,
kemudian bersatu dengan keping-keping darah menjadi trombus. Trombosis ini
menyebabkan serangan jantung mendadak, dan bila sumbatan terjadi di pembuluh
darah otak akan menyebabkan stroke (Kusrahayu, 2004).
III. Patofisiologis Penyakit Jantung
1. Angina Pectoris stabil
Angina Pectoris berdasarkan keluhan nyeri yang khas, yaitu rasa tertekan atau
berat didada yang sering kali menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada terutama saat
melakukan kegiatan fisik, terutama bekerja keras atau ada tekanan emosional dari luar
yang menyebabkan kurangnya oksigen ke otot. Biasanya serangan angina pectoris
berlangsung 1-5 menit, bila serangan lebih dari 20 menit, kemungkinan terjadi
serangan infark akut. Keluhan hilang setelah istirahat (Kusrahayu,2004).
.
2. Angina Pectoris tidak stabil
Pada Angina Pectoris tidak stabil serangan rasa sakit dapat timbul pada waktu
istirahat, waktu tidur, atau aktifitas yang ringan. Lama sakit dada lebih lama daripada
angina bias, bahkan sampai beberapa jam. Frekuensi serangan lebih sering dibanding
dengan Angina Pectoris biasa ((Kusrahayu,2004).
Keadaan akan yang lebih buruk jika Angina Pectoris tidak stabil disebabkan
oleh PJK. Sehingga harus ditangani secara serius. Pada Angina Pectoris tidak stabil,
kekurangan oksigen ke otot jantung meniadi acute atau parah, oleh karena itu akan
sangat berbahaya, karena resiko komplikasi terjadinya serangan jantung sangat besar.
b. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) berpotensi menjadi ancaman terhadap beberapa
organ dalam tubuh termasuk jantung. Keterkaitan diabetes mellitus dengan
penyakit jantung sangatlah erat. Resiko serangan jantung pada penderita DM
adalah 2-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan orang tanpa DM. Jika seorang
penderita DM pernah mengalami serangan jantung, resiko kematiannya menjadi
tiga kali lipat lebih tinggi. Peningkatan kadar gula darah dapat disebabkan oleh
kekurangan insulin dalam tubuh, insulin yang tidak cukup atau tidak bekerja
dengan baik (Yahya, 2010). Penderita diabetes cenderung memiliki pravalensi
prematuritas, dan keparahan arterosklerosis lebih tinggi.
Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan secara bermakna
meningkatkan kemungkinan timbulnya arterosklerosis. Diabetes mellitus juga
berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner,
sintesis kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid. Peningkatan kadar LDL dan
turunnya kadar HDL juga disebabkan oleh diabetes milletus. Biasanya penyakit
jantung koroner terjadi di usia muda pada penderita diabetes dibanding non
diabetes (Leatham, 2006).
c. Merokok
Sekitar 24% kematian akibat PJK padalaki-laki dan 11% pada perempuan
disebabkan kebiasaan merokok. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama
perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan resiko sebesar 20-30%. Resiko
terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana orang yang
merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki resiko sebesar dua
hingga tiga kali lebih tinggi menderita PJK dari pada yang tidak merokok
(Leatham, 2006).
Nikotin yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang katekolamin
dan bersama-sama zat kimia yang terkandung dalam rokok dapat merusak lapisan
dinding koroner. Nikotin berpengaruh pula terhadap syaraf simpatik sehingga
jantung berdenyut lebih cepat dan kebutuhan oksigen meninggi. Karbon
monooksida yang tersimpan dalam asap rokok akan menurunkan kapasitas
penggangkutan oksigen yang diperlukan jantung karena gas tersebut
menggantikan sebagian oksigen dalam hemoglobin. Perokok beresiko mengalami
seranggan jantung karena perubahan sifat keping darah yang cenderung menjadi
lengket sehingga memicu terbentuknya gumpalan darah ketika dinding koroner
terkoyak/robek (Yahya, 2010).
d. Hiperlipidemia
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak
bebas berasal eksogen dari makanan dan endogen dari sintesis lemak. Kolesterol
dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis yang
penting sehubungan dengan arteriogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma tetapi
terikat pada protein sebagai mekanisme transpor dalam serum.
Peningkatan kolesterol LDL, dihubungkan dengan meningkatnya resiko
terhadap koronaria, sementara kadar kolesterol HDL yang tinggi tampaknya
berperan sebagai faktor perlindung terhadap penyakit arteri koroneria (Muttaqin,
2009).
e. Obesitas
Kelebihan berat badan memaksa jantung bekerja lebih keras, adanya
beban ekstra bagi jantung. Berat badan yang berlebih menyebabkan
bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi sehingga berkolerasi
terhadap tekanan darah sistolik (Soeharto, 2001).
c. Usia
Kerentanan terhadap penyakit jantung koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Namun dengan demikian jarang timbul penyakit serius
sebelum usia 40 tahun, sedangkan dariusia 40 hingga 60 tahun, insiden
Miocardiac Infarktion meningkat lima kali lipat. Hal ini terjadi akibat adanya
pengendapan aterosklrerosis pada arteri koroner (Brown, 2006).
Berikut beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan resiko timbulnya gejala klinis :
Jenis Karakteristik
Resiko Rendah Paska bedah by pass atau infark myocardial tanpa komplikasi .
Kapasitas fungsional ≥ 8 METS pada exercise test selama 3 minggu.
Tidak adanya gejala klinis selama exercise testing setara pada aktivitas
vocational sehari-hari.
Tidak adanya iskemia, disfungsi ventricular kiri dan disatrimia
kompleks.
Resiko Sedang Kapasitas fungsional < 8 METS pada exercise test selama 3 minggu
Shock atau PJK selama infrak myocardial (< 6 bulan)
Ketidakmampuan untuk memonitor denyut jantung
Ketidakmampuan untuk melaksanakan program latihan
Terjadinya iskemia yang dipiju oleh latihan (ST< 2mm)
Resiko Tinggi Fungsi ventrikel kiri yang sangat rendah (fraksi ejeksi < 30 %)
Disritmia ventrikel pada saat istirahat
Hipotensi pada saat latihan (≥ 15 mmHg)
Infrak myocardial baru (< 6 bulan) dengan komplikasi distritmia
ventrikel
Terjadinya iskemia yang dipicu oleh latihan ( ST > 2mm)
Pernah mengelami serangan jantung
A. IDENTITAS PASIEN
Pasien berinisial Ny.SW berusia 45 tahun. Berjenis kelamin perempuan dan
status pasien sudah menikah. Beragama Islam dan pendidikan terakhir Diploma
III.Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan wiraswasta.Beralamat di jalan
Blulukan II RT 3 RW 6 Colomadu Karanganyar.
B. DIAGNOSIS PASIEN
Diagnosis medis pasien adalah Coronary Artery Disease (CAD), diagnosis
topisnya adalah Artery Coronaria, dan diagnosis Kausatifnya adalah Colestrol dan
Hypertensi.
C. DATA SUBJEKTIF
Initial Assessment :
- Interview (keluhan, riwayat kondisi pasien, harapan)
Berdasarkan hasil interview pada hari Rabu tanggal 3 Maret 2018. Posisi duduk
pasien tanpa tegak dan tidak bersandar pasien memiliki kemampuan coping skill yang
baik.Pasien pertama kali mengalami serangan jantung pada Juli 2014 tepatnya ketika
Pemilu Presiden. Saat itu pasien merasakan dada bagian kiri terasa nyeri, jantung
berdebar, keringat dingin serta sesak napas dan pusing. Kemudian pasien dilarikan ke
UGD RS Dr. Moewardi dan di diagnosis mengalami penyakit jantung koroner.
Berdasarkan observasi klinis pada hari rabu 3 Maret 2018, penampilan pasien
rapi, sopan, dan bersih. Pasien memiliki masalah pada penglihatan sehingga
mengharuskan pasien menggunakan kacamata. Pasien dapat kooperatif dan tidak
memiliki masalah kognitif, setiap pertanyaan yang kami ajukan bisa dijawab dengan
baik oleh pasien. Memori jangka panjang dan jangka pendek pasien baik, dan tidak
memiliki hambatan dalam berkomunikasi. Tidak adanya keterbatasan fisik yang di
alami oleh pasien sehingga mobilitas pasien dikatakan baik dan dapat mandiri tanpa
bantuan dari orang lain ataupun alat. Namun untuk dapat melakukan aktifitas sehari-
hari secara mandiri tapi tidak maksimal, perilaku pasien sangat baik, sopan, ramah,
bahkan pasien bersifat humoris.
Pasien dapat mandiri tanpa modifikasi pada kemampuan Self care, Kontrol
spincter dan Mobility. Locomotion, pasien mampu berjalan dan berpindah tanpa
adannya bantuan. Dalam berkomunikasi pasien mampu secara komprehensif ataupun
berekspresi. Pasien memiliki ingatan cukup baik dan dapat bersosialisai dengan
lingkungan sekitarnya.
Pada pasien dengan penyakit jantung koroner ini, kami menerapkan kerangka
acuan cardiac rehabilitation. Kami menggunakan kerangka acuan ini karena pada
kondisi yang dialami pasien menyebabkan pasien kurang maksimal dalam melakukan
aktivitas sehari-hari sehingga pasien cepat lelah.
Tujuan pemakaian kerangka acuan cardiac rehabilitation ini adalah agar pasien
dapat mempertahankan dan meningkatkan endurance dan dapat mereduksi faktor
resiko penyakit jantung koroner sehingga ketika melakukan aktivitas sehari-hari seperti
aktivitas menyapu, pasien tidak cepat lelah dan dapat melakukan aktivitas tersebut
secara mandiri.
D. DATA OBJEKTIF
Blanko pemeriksaan yang kami gunakan adalah :
1) Blanko screening kondisi dewasa
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada hari Sabtu, 2 Maret 2018, dengan
menggunakan blangko pemeriksaan LGS dan KO. Lingkup gerak sendi sisi kanan dan
kiri pasien pada ekstremitas atas dan bawah dapat full ROM. Kekuatan otot ekstremitas
bawah dan atas bernilai 5.
2) Blanko pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaan dilakukan tanggal 3 Maret 2018, pasien tidak ada masalah pada
proprioceptive, stereognosis, kinesthesis, sensory pain awareness yang bernilai 10/10.
Pemeriksaan graps pasien normal,.Pasien tidak mengalami gangguan sensori.
3) Blanko FIM
Pemeriksaan pertama dilakukan tanggal 3 maret 2018 pada area self care, kontrol
spingter, mobility, locomotion, komunikasi dan kognitif sosial pasien bernilai 7 yang
artinya mandiri tanpa modifikasi alat/bantu.
4) Blanko Interest Cheklist
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 3 maret 2018, pasien tidak mengalami
masalah dalam memanfaatkan waktu luangnya. Dari blanko ini pasien memiliki
ketertarikan pada aktivitas seperti menyulam, memasak, menyanyi serta mendengarkan
musik.
Aset :
Aset yang dimiliki pasien antara lain pasien tidak memliki keterbatasan fisik,
kekuatan otot pasien bernilai 5, LGS pasien mampu full ROM, tidak tergolong dalam
kelompok sedentary dan memiliki hobi berolahraga. Kognitif dan memori pasien baik,
tidak memiliki masalah pada sensori dan atensi, ambulansi dan mobilisasi yang baik,
dapat kooperatif, support penuh dari keluarga, dan memiliki motivasi untuk sembuh
yang tinggi serta pasien berada dalam ekonomi menengah keatas dan kemampuan
koping skill pasien baik.
Limitasi :
Limitasi yang dimiliki pasien antara lain memiliki kelemahan dalam melakukan
aktivitas fisik sehari-hari seperti menyapu dikarenakan endurance pasien yang lemah.
Selain itu pasien memiliki riwayat penyakit asma, kolesterol dan hipertensi.
Diagnosis OT :
F. PERENCANAAN TERAPI
Tujuan Jangka Panjang (ke arah occupation) :
1. Pasien mampu menyapu lantai ruang tengah rumah (ukuran x m2) dengan waktu
istirahat 2 menit secara mandiri dalam 3 kali sesi terapi.
2. Pasien mampu menyapu lantairuang tamu sampai teras rumah (ukuran 7x4 m2)
denganwaktu istirahat 2 menit secara mandiri dalam 3 kali sesi terapi (dengan sesi
terapi yang ke 2 dan 3 tanpa istirahat).
3. Pasien mampu menyapu halaman rumah (ukuran 8x10 m) tanpa istirahat
dengansupervisi minimal dalam 3 kali sesi terapi.
4. Pasien mampu melakukan aktivitas menyapu seluruh lantai rumah berukuran 20 x
20 m2 tanpa istirahat secara mandiri dalam 3 kali sesi terapi.
Strategi/Teknik :
Strategi yang dilakukan unuk tercapainya program terapi yaitu dengan
modifikasi lingkungan untuk keamanan pasien, modifikasi aktivitas dengan teknik
konservasi energi untuk mencegah timbulnya cepat lelah, memberikan program latihan
fisik untuk mempertahankan dan meningkatkan endurance.
Frekuensi :
Selama 4 minggu dengan jadwal 3 kali dalam seminggu.
Durasi :
Dilakukan selama 60 menit dalam 1 kali pertemuan
Media Terapi :
Sapu, serokan, laptop, tensimeter
HOME PROGRAM :
Pasien dianjurkan untuk rutin melakukan senam dalam seminggu sekali secara rutin
selama 20 menit dan jalan santai disekitar rumah dengan jarak maksimal 700 meter
dengan ditemani orang terdekat secara berkesinambungan untuk mempertahankan
dan meningkatkan endurance pada pasien.
Pasien diedukasi untuk menjaga pola makan benar dan menghindari makan-
makanan yang berlemak.
Pasien diedukasi untuk menerapkan pola hidup sehat.
G. Safety Precaution
H. Alat Ukur
Instrumen yang digunakan adalah six minutes walking test. Suatu instrumen
terstandar yang digunakan untuk mengukur jarak berjalan dalam 6 menit sebagai
submaksimal kapasitas aerobic atau ketahanan (Read et al., 2010).
Six minutes walking test dilakukan dengan protokol standard ruangan yang
lantainya diberi pita sepanjang kurang lebih 100 kaki. Hasil pemeriksaan dapat dilihat
dari pengkuran pre dan post jarak tempuh yang mampu ditempuh pasien. Yang
memiliki kebugaran jasmani yang lebih baik dapat melakukan aktifitas fisik secara terus
menerus dalam waktu yang lama tanpa mengalami kelelahan dan tubuh masih memiliki
energi melakukan aktifitas.
Tujuan :
Indikasi
- Orang normal
- Atlet
- Sedentary
- Geriatri
- Gangguan fungsi respirasi
- Gangguan kardiovaskular
- Sebelum peresapan latihan kebugaran pada orang difabel
Peralatan
1. Pengukur jarak
2. Penanda untuk berputar (2 buah )
3. Kursi
4. Stopwatch
5. Tensimeter,
6. Area cukup luas untuk jalan (min panjang 30 ).
Prosedur
Penilaian :
Penyakit jantung :
Pasien melakukan latihan dengan aktivitas jalan santai sejauh kurang lebih
700 m dengan frekuensi 4 kali dalam sebulan serta latihan senam dengan durasi
20 menit setiap latihannya dengan frekuensi 4 kali sebulan. Dengan jadwal, hari
Sabtu aktivitas jalan santai dan hari Minggu
K. Pelaksanaan Terapi
Terapi dilaksanakan di rumah Ny. SW. Sebelum terapi, kami mengetes endurance
pasien menggunakan instrumen
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada tugas ini pasien berinisial Ibu SW dengan diagnosis medis pasien adalah
Coronary Artery Disease (CAD), diagnosis topisnya adalah Artery Coronaria, dan
diagnosis Kausatifnya adalah Colestrol dan Hypertensi. Tujuan terapi pasien mampu
melakukan aktivitas menyapu seluruh lantai rumah berukuran 20 x 20 m2 selama 45
menit (2 kali istirahat) secara mandiridalam 12 kali sesi terapi.
B. Saran
1. Pasien
Pasien disarankan agar mau melakukan aktifitas olahraga secara rutin
minimal 2 kali dalam seminggu, pasien disarankan agar lebih mengkrontrol makanan
dan minuman yang di konsumsi supaya tidak terjadi kontraindikasi yang dapat
membahayakan pasien, dan disarankan untuk menjalankan terapi secara ruin supaya
bisa meningkatkan endurance dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari.
2. Keluarga
Keluarga diharapkan agar selalu memberikan dukungan kepada pasien
dalam melakukan aktifitas terapi dirumah, serta meningkatkan kemandirian pasien
dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
3. Okupasi Terapis
Terapis memberikan treatment yang sesuai dengan permasalahan dan
kesulitan yang dialami oleh pasien. Karena kebutuhan dan permasalahan pasien
satu dengan yang lain dapat berbeda sehingga diperlukan kecermatan dalam
melakukan pemeriksaan, dari anamnesis hingga evaluasi. Program terapi yang
dilakukan akan lebih efektif dan efisien jika terdapat kerjasama yang baik antara
pasien dan terapis.
DAFTAR PUSTAKA
Petrosky, J. S. (2005). Combined Diet and Low Impact Aerobic Exercise Programs Impact on
Weight, Girth and Muscular Strenght. The journal of applied research,journals of the
American Medical Association. Vol. 5(1):34-41.
Sukadarwanto. (2010). Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Daya Tahan Jantung Paru,
Fleksibilitas Punggung, Keseimbangan dan Kualitas Hidup Anggota Paguyuban Ngundi
Waras, Tohudan Kulon.
Kohrt, R.,Pantelic , S., Uzunovic, S., Djuraskovic, R.(2011). A Comparative Analysis of The
Indication of The Functional Fitness of The Elderly. FactaUnivSerPhys Edu Sport.Vol 9
(2):161-171.
LAMPIRAN BLANKO PEMERIKSAAN
LAMPIRAN FOTO