Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PEMICU 3 BLOK 13

“Aku Terkena Sakit Jantung”

DISUSUN OLEH:
TRYA FITRI AYUNI
190600063
KELAS B

DOSEN PEMBIMBING

drg. Sayuti Hasibuan, Sp. PM

Irma Ervina, drg., Sp. Perio (K)

Pocut Astari, drg., M. Biomed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ
tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung,
sehingga mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen dan nutrisi untuk menggerakkan jantung
secara optimal. Penyempitan pembuluh darah tersebut disebabkan oleh pengendapan kalsium
dan endapan lemak berwarna kuning yang dikenal dengan aterosklerosis

1.2 Deskripsi Topik


Nama Pemicu : Aku Terkena Sakit Jantung
Penyusun : drg. Sayuti Hasibuan, Sp. PM; Irma Ervina, drg., Sp. Perio (K); Pocut
Astari, drg., M. Biomed
Hari/Tanggal : Selasa/06 April 2021
Jam : 07.30 – 09.30 WIB

Kasus
Seorang pasien laki-laki usia 45 tahun dirujuk oleh dokter spesialis penyakit jantung ke
dokter gigi untuk dilakukan pencabutan gigi geraham atas kanan yang berlubang. Dari
anamnesis diperoleh bahwa gigi tersebut pernah sakit tetapi saat ini tidak sakit lagi. Selain itu
pasien juga mengatakan mulutnya agak terasa kering. Pasien mengatakan bahwa apabila naik
tangga terkadang mengalami sakit di dadanya, rasa sakit tersebut tidak lama, hanya sekitar 1
menit dan hilang kalau dia istirahat. Dari rekam medik diperoleh bahwa pasien menderita
penyakit jantung koroner sudah lebih kurang 2 tahun. Riwayat obat-obatan pasien rutin
mengonsumsi obat antihipertensi (norvasc) dan antiagregasi (plavix) sampai saat ini dibawah
pengawasan dokter spesialis jantung tersebut. Pemeriksaan tekanan darah adalah 140/90
mmHg. Pemeriksaan ekstra oral tidak dijumpai kelainan. Pemeriksaan intra oral terlihat gigi
17 karies profunda dengan pulpa terbuka. Mulut terlihat kering, saliva kental dan pada
pemeriksaan dengan cara menempelkan kaca mulut ke mukosa pipi kaca mulut terasa lengket
ketika ditarik. Terlihat pembesaran gingiva hampir seluruh gigi dengan konsistensi fibrous,
dengan warna gingiva pucat
BAB II
PEMBAHASAN

1. Jelaskan tentang penyakit sistemik pasien ditinjau dari pengertian dan etiologi!

Penyakit Jantung Koroner (PJK) merapakan salah satu penyakit degenerative yang
terjadi akibat penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot
jantung. Bila penyempitan semakin parah, maka dapat terjadi serangan jantung.1

Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau


kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut
dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam
kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak
sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan kematian (Hermawatirisa,
2014).1

2. Faktor-faktor apa saja yang dapat membuat seseorang beresiko terkena penyakit
sistemik yang diderita pasien ?

Identifikasi faktor risiko Penyakit jantung koroner (PJK) sangat bermanfaat untuk
perencanaan intervensi pencegahan. Berbagai penelitian telah berhasil mengidentifikasi faktor-
faktor risiko penyakit jantung koroner antara lain herediter, usia, jenis kelamin, sosioekonomi,
letak geografi, makanan tinggi lemak dan kalori, kurang makan sayur buah, merokok, alkohol,
aktifitas fisik kurang, hipertensi, obesitas, diabetes mellitus, aterosklerosis, penyakit arteri
perifer, stroke dan dislipidemia.2

Menurut jurnal Buletin Penelitian Kesehatan Tahun 2016, adanya hasil yang signifikan
antara obesitas dengan PJK adalah karena obesitas dapat meningkatkan tekanan darah, kadar
trigliserida, kolestrol, resistensi glukosa, serta gumpalan darah. Peningkatan tekanan darah
membuat pembuluh darah rentan untuk mengalami penebalan dan penyempitan. Hal tersebut
jika terjadi pada arteri koroner akan menimbulkan penyakit jantung koroner. Begitu pula, jika
terjadi peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol, hal ini akan memicu munculnya
thrombosis plak pada pembuluh darah. Hal ini juga dapat menimbulkan penyakit jantung
koroner.2
Menurut World Heart Federation tembakau yang dikandung dalam rokok dapat
menyebabkan penurunan kadar oksigen yang dialirkan oleh darah dan menyebabkan darah
cenderung mudah menggumpal. Gumpalan darah yang terbentuk di arteri ini dapat
menyebabkan penyakit jantung koroner dan juga stroke serta kematian mendadak. Literatur
lain dari Heart Foundation menyatakan bahwa tembakau memiliki efek patofisiologi terhadap
jantung, sistem pembekuan darah, dan metabolisme lipoprotein. Merokok meningkatkan
pembentukan plak koroner dan mendorong terjadinya thrombosis koroner. Merokok juga dapat
meningkatkan kebutuhan oksigen oleh otot jantung dan menurunkan kemampuan darah untuk
mengangkut oksigen.2

Menurut American Heart Association 2012, Orang dengan diabetes cenderung lebih
cepat mengalami degenerasi jaringan dan disfungsi dari endotel sehingga timbul proses
penebalan membrane basalis dari kapiler dan pembuluh darah arteri koronaria sehingga terjadi
penyempitan aliran darah ke jantung.2

Gangguan mental emosional di sini termasuk depresi dan stress. WHO memprediksi
pada tahun 2030, depresi akan mengakibatkan disabilitas pada penyakit kronis termasuk
penyakit jantung kronis. Depresi didentifikasi sebagai masalah utama yang berdiri sendiri dan
merupakan faktor risiko mayor penyebab disabilitas pada penyakit kronis. Depresi
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas penyakit seperti kanker, diabetes, penyakit
jantung, dan stroke. Juga termasuk faktor gaya hidup yang buruk seperti merokok, kurang
aktivitas fisik, diet yang salah dan mekanisme biologis.2

3. Jelaskan manifestasi klinis penyakit sistemik pasien tersebut dan pasien termasuk ke
dalam manifestasi yang mana?

Manifestasi klinis PJK bervariasi tergantung dari besarnya penurunan aliran darah ke
otot jantung melalui arteri koroner. Namun secara umum tanda dan gejalanya adalah nyeri dada
substernal, retrosternal, dan prekordial bentuk nyerinya seperti ditekan, ditindih, terbakar, yang
menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, gigi, skapula kiri, punggung dan dapat juga dirasakan di
epigastrium, namun pada beberapa pasien yaitu lanjut usia dan pasien diabetes mellitus kadang
tanpa gejala nyeri yang khas, mual dan muntah, kulit menjadi dingin, pucat,
diaforesis, xantelasma, sesak nafas, pada kasus yang serius dapat terjadi sincope
atau penurunan kesadaran ( Kumar & Clarks, 2012).3
Klasifikasi PJK menurut Kumar & Clarks (2012) adalah:3

a. Angina Pectoris Stable (APS) APS merupakan nyeri dada yang timbul saat melakukan
aktifitas, dan rasa sakitnya tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat atau
pemberian Nitrogliserin. Nyeri ini bisa terjadi pada orang normal, namun pada
kasus jantung APS diawali dengan adanya stenosis atherosklerosis dari pembuluh darah
koroner yang akan mengurangi suplai darah ke jantung. Gambaran EKG pada penderita ini
tidak khas dapat normal atau terjadi ST depresi yang mengindikasi adanya iskemik.
b. Acute Coronary Syndrome (ACS) Gejala utama yang muncul adalah ketidaknyamanan
pada dada (biasanya saat istirahat), serangan angina baru yang parah, atau angina yang
berlangsung paling cepat 20 menit. Ketidaknyamanan ini dapat menyebar ke bahu,
lengan kiri, ke belakang, lalu ke rahang. Gejala yang menyertai termasuk mual, muntah,
diaphoresis, dan sesak napas. Tidak ada fitur khusus yang menunjukkan ACS pada
pemeriksaan fisik. Namun, pasien dengan ACS dapat hadir dengan tanda-tanda gagal
jantung akut atau aritmia (Dipiro et al., 2015).
ACS dibagi menjadi 3 yaitu :
- Unstable Angina Pectoris (UAP) adalah sakit dada yang timbul saat istirahat lamanya
lebih dari 15 menit ada peningkatan dalam frekwensi sakitnya atau ada
gejala perburukan. Pada UAP secara patologi dapat terjadi karena ruptur
plag yang tidak stabil yang menyebabkan trombus mural, trombus yang
terbentuk menyebabkan oklusi subtotal dari pembuluh darah koroner yang sebelumnya
terjadi penyempitan yang minimal sehingga aliran darah tidak adekuat. Gambaran
EKG dapat menunjukkan adanya depresi segmen ST atau inversi gelombang T kadang
ditemukan ST elevasi saat nyeri. Tidak terjadi peningkatan enzim jantung.
- Acute non ST elevasi myocardial Infarction (AcuteNSTEMI) NSTEMI adalah nyeri
dada tipikal angina. NSTEMI terjadi dikarenakan trombosis akut koroner akibat parsial
trombus dimana menyebabkan oklusi pembuluh darah inkomplit. Oklusi pada coroner
masih memungkinkan darah untuk mentransportasi oksigen dan nutrisi ke
miocard namun dalam jumlah yang minimal yang memungkinkan kematian sel-
sel jantung. Gambaran EKG pada NSTEMI depresi segmen ST atau inversi gelomban
g T atau keduanya. Peningkatan dari enzim jantung CK, CK-MB dan Troponin T
- Acute ST elevasi myocardial Infarction (Acute STEMI) STEMI adalah kematian
jaringan otot jantung yang ditandai adanya sakit dada khas (lebih lama, lebih berat, dan
menjalar lebih luas), lama sakitnya lebih dari 30 menit tidak hilang dengan istirahat
atau pemberian anti angin namun nyeri akan membaik dengan pemberian analgesik
seperti Morfin atau Pethidin. STEMI disebabkan oleh trombus arteri koroner
yang menutupi pembuluh darah secara komplit atau total sehingga suplai
darah terhenti, keadaan ini menyebabkan kematian otot jantung. Gambaran EKG pada
STEMI adalah hiper akut T, elevasi segmen ST, gelombang Q dan inversi gelombang
T. peningkatan enzim jantung CK, CKMB dan Troponin T
c. Iskemik merupakan salah satu manifestasi klinis penyakit jantung koroner. Banyak gejala
merupakan iskemik asimtomatik (silent ischemia). Pasien sering memiliki pola nyeri yang
berulang atau gejala lain yang muncul setelah bekerja. Frekuensi, tingkat keparahan, atau
durasi yang meningkat, dan gejala pada saat istirahat menunjukkan pola yang tidak stabil
yang memerlukan evaluasi medis segera. Gejalanya meliputi sensasi seperti di tekan atau
terbakar di sekitar sternum, yang menjalar ke rahang sebelah kiri, bahu, dan lengan. Dada
terasa sesak dan sesak napas juga bisa terjadi. Sensasinya biasanya berlangsung sekitar 30
detik sampai 30 menit
d. Stroke merupakan manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner. Pasien mungkin tidak
dapat memberikan riwayat yang dapat dipastikan karena defisit neurologis. Anggota
keluarga atau saksi lainnya mungkin perlu memberikan informasi mengenai ini. Gejalanya
meliputi kelemahan pada sebagian anggota tubuh, ketidakmampuan berbicara, kehilangan
penglihatan, vertigo, atau terjatuh. Stroke iskemik biasanya tidak menyakitkan, tapi sakit
kepala bisa terjadi pada stroke hemoragik

Pada kasus manifestasi klinik yang diderita pasien diatas adalah Angina Pectoris Stable
(APS) APS yang merupakan nyeri dada yang timbul saat melakukan aktifitas, dan rasa sakitnya
tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat atau pemberian Nitrogliserin. Pasien diatas
menyebutkan bahwa apabila naik tangga terkadang mengalami sakit di dadanya, rasa sakit
tersebut tidak lama, hanya sekitar 1 menit dan hilang kalau dia istirahat.

4. Jelaskan tentang klasifikasi tekanan darah dan pasien termasuk ke dalam klasifikasi
yang mana?

Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 klasifikasi tekanan darah dibedakan menjadi 4 yaitu
normal, prehipertensi, hipertensi stadium I, dan hipertensi stadium II dengan rentang tekanan
sistolik dan diastolik sebagai berikut (Tabel 1).4
Tekanan darah pasien adalah 140/90 mmHg yang termasuk pada hipertensi derajat 1

Penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal dengan 2 tipe klasifikasi menurut etiologi,
yaitu:4

a. Hipertensi Primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai
akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola
makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas,
merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stress tinggi sangat mungkin terkena
penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa
mengalami tekanan darah yang tinggi.
b. Hipertensi Secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah
tinggi sebagai akibat seseorang mengalami atau menderita penyakit lainnya seperti gagal
jantung, gagal ginjal atau kerusakan sistem hormone tubuh.

Klasifikasi Hipertensi Lainnya:4

a. Krisis Hipertensi (Emergency Hypertension) merupakan keadaan peningkatan tekanan


darah sistolik > 180 mmHg dan tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Menurut klasifikasi
JNC 7, Krisis Hipertensi tidak ikut disertakan dalam 3 stadium klasifikasi Hipertensi. Akan
tetapi, Krisis Hipertensi merupakan keadaan yang khusus dan bersifat gawat darurat
sehingga memerlukan tatalaksana yang lebih agresif. Hal ini disebabkan karena Krisis
Hipertensi disertai dengan kerusakan organ target sehingga harus ditanggulangi segera
dalam waktu 1 jam. Kerusakan organ target meliputi ensefalopati, perdarahan intrakranial,
UAP (Unstable Angina Pectoris), infark miokard akut, gagal jantung kiri akut dengan atau
tanpa edema paru, diseksi atau aneurisma aorta, gagal ginjal, dan eklamsia (pada ibu hamil)
b. Hipertensi Urgensi (Urgency Hypertension) merupakan suatu keadaan yang mirip dengan
krisis hipertensi (tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan tekanan darah diastolik > 120
mmHg), akan tetapi tanpa disertai kerusakan organ target. Hipertensi Urgensi tidak
dimasukkan juga ke dalam klasifikasi JNC 7, akan tetapi juga merupakan suatu keadaan
yang khusus dimana tekanan darah ini harus diturunkan dalam waktu 24 jam dengan
pemberian obat antihipertensi

5. Jelaskan perawatan apa saja yang dapat dilakukan terhadap penyakit sistemik
pasien tersebut!

Perawatan untuk PJK Non farmakologi:3

a. Merubah gaya hidup, misalnya berhenti merokok.


b. Olahraga, dapat meningkatkan kadar HDL dan memperbaiki koroner pada penderita
jantung koroner, karena:
- Memperbaiki fungsi paru-paru dan memperbanyak O2 masuk ke dalam miokard.
- Menurunkan tekanan darah
- Menyehatkan jasmani
c. Diet dapat mengurangi kadar hiperglikemia (Tjay & Rahardja, 2007).

Perawatan untuk PJK farmakologi:3

a. Aspirin dosis rendah Dari berbagai studi telah jelas terbukti bahwa aspirin masih
merupakan obat utama untuk pencegahan trombosis. Meta-analisis menunjukkan, bahwa
dosis 75-150 mg sama efektivitasnya dibandingkan dengan dosis yang lebih besar. Karena
itu aspirin disarankan diberi pada semua pasien PJK kecuali bila ditemui kontraindikasi.
Selain itu aspirin juga disarankan diberi jangka lama namun perlu diperhatikan efek
samping iritasi gastrointestinal dan perdarahan, dan alergi. Cardioaspirin memberikan efek
samping yang lebih minimal dibandingkan aspirin lainnya.
b. Thienopyridine Clopidogrel dan Ticlopidine merupakan antagonis ADP dan menghambat
agregasi trombosit. Clopidogrel lebih diindikasikan pada penderita dengan resistensi atau
intoleransi terhadap aspirin. AHA/ACC guidelines update 2006 memasukkan kombinasi
aspirin dan clopidogrel harus diberikan pada pasien PCI dengan pemasangan stent, lebih 1
bulan untuk bare metal stent, lebih 3 bulan untuk sirolimus eluting stent, dan lebih 6 bulan
untuk paclitaxel-eluting stent.
c. Obat penurun kolesterol Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi risiko baik
pada prevensi primer maupun prevensi sekunder. Berbagai studi telah membuktikan bahwa
statin dapat menurunkan komplikasi sebesar 39% (Heart Protection Study), ASCOTT-
LLA atorvastatin untuk prevensi primer PJK pada pasca-hipertensi.

Statin selain sebagai penurun kolesterol, juga mempunyai mekanisme lain (pleiotropic
effect) yang dapat berperan sebagai anti inflamasi, anti trombotik dll. Pemberian
atorvastatin 40 mg satu minggu sebelum PCI dapat mengurangi kerusakan miokard akibat
tindakan.

Target penurunan LDL kolesterol adalah < 100 mg/dl dan pada pasien risiko tinggi, DM,
penderita PJK dianjurkan menurunkan LDL kolesterol < 70 mg/dl.

d. ACE-Inhibitor/ARB Peranan ACE-I sebagai kardioproteksi untuk prevensi sekunder pada


pasien dengan PJK telah dibuktikan dari berbagai studi a.l., HOPE study, EUROPA study
dll. Bila intoleransi terhadap ACE-I dapat diganti dengan ARB.
e. Nitrat pada umumnya disarankan, karena nitrat memiliki efek venodilator sehingga preload
miokard dan volume akhir bilik kiri dapat menurun sehingga dengan demikian konsumsi
oksigen miokard juga akan menurun. Nitrat juga melebarkan pembuluh darah normal dan
yang mengalami aterosklerotik. Menaikkan aliran darah kolateral, dan menghambat
agregasi trombosit. Bila serangan angina tidak respons dengan nitrat jangka pendek, maka
harus diwaspadai adanya infark miokard. Efek samping obat adalah sakit kepala, dan
flushing.
f. Penyekat β juga merupakan obat standar. Penyekat β menghambat efek katekolamin pada
sirkulasi dan reseptor β-1 yang dapat menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokard.
Pemberian penyekat β dilakukan dengan target denyut jantung 50-60 per menit.
Kontraindikasi terpenting pemberian penyekat β adalah riwayat asma bronkial, serta
disfungsi bilik kiri akut.
g. Antagonis kalsium mempunyai efek vasodilatasi. Antagonis kalsium dapat mengurangi
keluhan pada pasien yang telah mendapat nitrat atau penyekat β; selain itu berguna pula
pada pasien yang mempunyai kontraindikasi penggunaan penyekat β. Antagonis kalsium
tidak disarankan bila terdapat penurunan fungsi bilik kiri atau gangguan konduksi
atrioventrikel.
Rekomendasi obat untuk pasien sesuai manifestasi klinis yang dideritanya yaitu
Angina Pectoris Stable (APS) dapat diberikan:

a. Pemberian Aspirin 75 mg per hari pada semua pasien tanpa kontraindikasi yang spesifik
(cth. Perdarahan lambung yang aktif, alergi aspirin, atau riwayat intoleransi aspirin) (level
evidence A).
b. Pengobatan statin untuk semua pasien dengan penyakit jantung koroner (level evidence A).
c. Pemberian ACE inhibitor pada pasien dengan indikasi pemberian ACE inhibitor, seperti
hipertensi, disfungsi ventrikel kiri, riwayat miokard infark dengan disfungsi ventrikel kiri,
atau diabetes (level evidence A).
d. Pemberian Beta-blocker secara oral pada pasien gagal jantung atau yang pernah mendapat
infark miokard (level evidence A).

Perki merekomendasikan beberapa tindakan untuk menurunkan tekanan darah dan


risiko penyakit kardiovaskular sebagai berikut:5

1. Menurunkan berat badan bila kegemukan, dengan diet banyak sayuran dan buah,
mengkonsumsi makanan bebas lemak dan susu rendah lemak.
2. Tidak mengkonsumsi alkohol atau mengurangi alkohol tidak lebih dari 30 ml per hari pada
laki-laki dan tidak lebih dari 15 ml per hari pada wanita
3. Meningkatkan aktivitas aerobik, dilakukan selama 30-45 menit dalam sehari
4. Mengurangi konsumsi garam tidak lebih dari 2,4 grgaram
5. Konsumsi potasium 90 mmol/hari
6. Konsumsi kalsium dan magnesium untuk menjaga kesehatan secara umum
7. Berhenti merokok dan mengurangi diet lemak jenuh dan kolestrol untuk Kesehatan jantung.

6. Jelaskan hubungan antara penyakit sistemik yang diderita pasien dengan bidang
kedokteran gigi.

Banyak hal yang perlu diketahui oleh seorang dokter gigi mengenai penyakit jantung
coroner karena penyakit jantung coroner mempunyai implikasi dalam bidang kedokteran gigi.
Nyeri yang dirasakan pada pasien penyakit jantung coroner dapat menjalar ke atas
kerongkongan dan sering seperti merasa tercekik; penjalaran nyeri bisa juga ke lengan, lebih
sering ke lengan kiri, ke punggung pada beberapa kejadian dan ke mandibula dan wajah sebelah
bawah. Pada varian angina pernah terdapat nyeri pada muka dan mandibula saja. Dalam hal ini
pasien menyangka nyeri berasal dari gigi, dan melupakan provokasi (hal yang merangsang
nyeri), jika pasien datang ke dokter gigi maka dokter gigi dapat saja menemukan penyakit
sistemik pasien ini melalui anamneses yang baik dari riwayat penyakit pasien beserta keluhan-
keluhan yang pernah dialaminya.

Terdapat beberapa obat penyakit jantung coroner yang mempunyai manifestasi di


rongga mulut. Pertama, golongan beta bloker, pasien yang mengkonsumsi obat ini akan
mendapatkan efek samping di rongga mulut berupa reaksi likenoid dan mulut menjadi kering.
5 Kedua, nifedipine merupakan golongan oba kalsium antagonis yang terbanyak menyebabkan
hyperplasia gingival, kelainan ini dapat timbul setelah 2 minggu pemakaian, tetapi lebih sering
tampak setelah 1-3 bulan pemakaian.

Dalam bidang kedokteran gigi sendiri ada hal-hal penting yang mempunyai pengaruh
terhadap PJK. Periodontitis sebagai penyakit di rongga mulut dapat menjadi faktor risiko
terjadinya penyakit jantung coroner. Penyakit ini didukung oleh kondisi dalam rongga mulut
yang memudahkan terjadinya pembentukan plak dan kalkulus sebagai penyebab utama
periodontitis, seperti tambalan menggantung, susunan gigi yang tidak teratur (crowded), dan
lain-lain. Hal ini juga perlu menjadi perhatian bagi dokter gigi dalam memberikan edukasi pada
pasien.6

Sebagian perawatan dental dapat menimbulkan rasa sakit dan stress pada pasien PJK.
Perawatan dental yang menimbulkan rasa sakit dan stress akan meningkatkan jumlah
katekolamin dalam darah. Peningkatan katekolamin dalam darah akan meningkatkan laju
jantung yang akhirnya mengurangi keseimbangan kebutuhan dengan suplai oksigen. Hal ini
yang memicu terjadinya serangan angina dan miokardium infark. Selain itu peningkatan level
katekolamin dalam darah dapat menyebabkan agregasi platelet dan spasme coroner yang juga
dapat menyebabkan terjadinya serangan angina dan miokardium infark.7

7. Jelaskan diagnosis kelainan jaringan lunak pada kasus tersebut!

Pembesaran gingiva karena efek samping obat menjadi salah satu keluhan di rongga
mulut pada pasien dengan kondisi tertentu. Kelainan ini menyebabkan perubahan bentuk
gingiva yang secara klinis terlihat lebih besar dari normal. Terminologi untuk kondisi ini adalah
gingival enlargement atau gingival overgrowth. Faktor penyebab gingival enlargement dapat
berupa faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal berupa akumulasi plak disertai oral
hygiene yang buruk. Salah satu faktor sistemik yang memicu terjadinya pembesaran gingiva
adalah konsumsi obat-obat tertentu atau disebut sebagai drug-induced gingival enlargement.
Obat yang dapat menyebabkan pembesaran gingiva dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu obat
antikonvulsan, imunosupresan, dan calcium channel blocker (CCB). CCB merupakan obat
yang dikembangkan untuk perawatan kondisi kardiovaskuler seperti hipertensi, angina
pektoris, spasme arteri koroner, dan aritmia jantung. Obat ini memiliki mekanisme kerja
dengan menghambat ion kalsium di sepanjang membran sel jantung dan sel otot halus,
menghambat mobilisasi intraseluler kalsium. Akibatnya, terjadi pembesaran arteri koroner dan
arteriol secara langsung, memperbaiki suplai oksigen menuju otot jantung dan menurunkan
hipertensi dengan memperbesar vaskularisasi perifer. CCB dapat dibedakan atas struktur
kimianyamenjadi empat kelompok, yaitu dihydropyridines (nifedipine dan amlodipine),
diphenylalkylamines (verapamil), benzothiazipines (diltiazem), dan diphenylpiperazines
(flunarizine).8

Pembesaran gingiva pada kasus merupakan drug induced gingival enlargement yaitu
karena konsumsi obat-obatan. Pasien PJK diatas mengkonsumsi obat anti hipertensi (Norvasc)
yang merupakan jenis obat yang dikenal sebagai penghambat saluran kalsium (CCB).
Digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi) dan nyeri dada yang disebut
angina. Norvasc juga merupakan golongan amlodipine. Amlodipin, merupakan bagian dari
dihydropyridine, pertama kali dilaporkan oleh Seymour pada tahun 1994, yang menemukan
bahwa pembesaran gingiva yang terjadi karena efek samping penggunaan obat antihipertensi
tersebut. Pembesaran gingiva pada tahap awal ditandai dengan tonjolan sekitar papila dan
margin gingiva. Tonjolan tersebut dapat bertambah ukurannya sampai menutupi mahkota.

8. Jelaskan patogenesis terjadinya pembesaran gingiva dan mulut kering pada pasien
tersebut!

Pathogenesis pembesaran gingiva

Seymour dkk. memberikan tinjauan tentang patogenesis pertumbuhan berlebih gingiva


yang diinduksi obat di mana mereka menganggapnya sebagai model multifaktorial, yang
melibatkan interaksi beberapa faktor, yang memperluas interaksi antara obat dan metabolit
dengan fibroblas gingiva. Faktor predisposisi untuk perubahan ini adalah usia, predisposisi
genetik, variabel farmakokinetik, perubahan yang disebabkan obat dalam homeostasis jaringan
ikat gingiva, histopatologi, faktor ultrastruktural dan perubahan inflamasi, dan tindakan yang
diinduksi obat pada faktor pertumbuhan.9

Mekanisme yang mendasari di balik hiperplasia gingiva akibat obat melibatkan jalur
inflamasi dan noninflamasi. Mekanisme noninflamasi yang diusulkan termasuk aktivitas
kolagenase yang rusak karena penurunan penyerapan asam folat, penyumbatan sintesis
aldosteron di korteks adrenal, dan peningkatan umpan balik akibat peningkatan kadar hormon
adrenokortikotropik dan peningkatan regulasi faktor pertumbuhan keratinosit. Sebagai
alternatif, peradangan dapat berkembang sebagai akibat dari efek toksik langsung dari obat
pekat dalam cairan gingiva sulkus dan / atau wabah bakteri. Peradangan ini dapat menyebabkan
peningkatan regulasi beberapa faktor sitokin seperti mengubah faktor pertumbuhan-β1.9

Pathogenesis mulut kering

Penggunaan obat-obatan merupakan yang paling sering menyebabkan xerostomia.


Obat-obatan itu dapat berupa antidepresan, antikolinergik, antispasmodik, antihistamin,
antihipertensi, sedatif, diuretik, dan bronkodilator.3 Salah satu penyebab xerostomia adalah
penggunaan obat antihipertensi yaitu amlodipine, suatu golongan Calcium Channel Blockers
(CCBs).10

Mekanisme kerja amlodipine sehingga terjadinya xerostomia adalah menghambat


masuknya (influks) ion kalsium ke dalam sel otot jantung dan otot polos pembuluh darah.
Dengan demikian amlodipine memiliki efek relaksasi otot polos sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Pada kelenjar saliva, obat ini menekan sekresi air dengan menutup

channel Ca2+ sehingga pintu Cl- tidak dapat terbuka. Pintu Cl- yang tidak terbuka

menyebabkan Cl- dari intraseluler tidak dapat keluar melewati membran apikal sel asinar dan
air juga tidak dapat masuk menuju lumen asinar. Mekanisme tersebut mempengaruhi whole
saliva yang terdiri 99% air sehingga akhirnya menyebabkan xerostomia.10

9. Jelaskan rencana perawatan pada kasus rongga mulut pasien tersebut!

Untuk perawatan pembesaran gingiva:11

Perawatan non bedah : Perawatannya dimulai dengan scalling, curettage, root


planing, pasien diminta menggunakan obat kumur Chlorhexidine 0,2% dua kali sehari untuk
menjaga status kebersihan mulut. Pasien dikembalikan ke dokter umum untuk
mempertimbangkan penggantian obat antihipertensi amlodipine dengan obat antihipertensi
lainnya. Pasien diminta kembali setelah 2 minggu. Setelah kontrol 2 minggu, jika pembesaran
pada rahang bawah bagian anterior masih ada sehingga pasien disarankan menjalani perawatan
bedah periodontal, yaitu gingivektomi.

Sebelum dilakukan tindakan perawatan berupa gingivektomi, pasien dikonsul ke


bagian internis untuk mengontrol tekanan darah dan melakukan beberapa pemeriksaan
sehingga perawatan yang dilakukan aman untuk kondisi sistemik pasien.

Perawatan bedah : gingivektomi adalah pemotongan jaringan gingiva dengan


membuang dinding lateral poket yang bertujuan untuk menghilangkan poket dan keradangan
gingiva sehingga didapat gingiva yang fisiologis, fungsional dan estetik baik. Pemicu
terjadinya kekambuhan pada proses penyembuhan setelah dilakukan gingivektomi. Kontrol
plak yang tidak optimal menyebabkan terjadinya penumpukan bakteri plak supragingiva yang
menimbulkan keradangan pada gingiva didekatnya. Keradangan yang terjadi menyebabkan
terjadinya kekambuhan atau pembesaran gingiva, oleh karena itu selama masa penyembuhan
diperlukan oral hygiene yang baik.

Prosedur perawatan bedah, yaitu gingivektomi dimulai dengan bevel eksterna


gingivektomi pada anterior rahang bawah yang telah dianastesi. Secara bersamaan dilakukan
gingivoplasti untuk membentuk kembalikonturgingivadengan alasan estetik. Daerah bekas
luka operasi ditutup dengan periodontal pack. Dalam menentukan jenis perawatan yang tepat
pada kasus pembesaran gingiva, harus diperhatikan seberapa luas daerah yang mengalami
pembesaran, ada atau tidaknya periodontitis, adanya kerusakan tulang kombinasi dengan
pembesaran gingiva, dan letak dasar poket periodontal terhadap mucogingival junction. Jika
mucogingival junction terlalu dekat dengandasar poket,maka disarankan untukmelakukan
gingivektomi karena attached gingiva yang tersisa tidak adekuat dan kemungkinan terjadi
resesi setelah prosedur gingivektomi. Bevel eksterna gingivektomi lebih tepat pada kasus
pembesaran gingiva yang tidak disertai dengan kerusakan tulang. Sedangkan bevel interna
gingivektomi dipilih jika jumlah pembesaran gingiva sangat luas dan terjadi defek pada tulang.
Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara bevel eksterna dan bevel interna
gingivektomi. Penggantian obat perlu dipertimbangkan jika setelah dilakukan skeling dan root
planing pembesaran gingiva masih tetap ada.
Untuk perawatan xerostomia dapat diberikan:10

- Obat kumur chlorine dioxide lemon mint Obat kumur ini dapat meningkatkan oral
hygiene, mengandung Oxygen® untuk metabolisme sel serta dapat mencegah infeksi
pada luka. Kombinasi Oxygen ® dengan Zinc dapat mengangkat berbagai molekul yang
dapat menyebabkan bau mulut. Kandungan aloe bermanfaat untuk mengurangi iritasi,
nyeri, atau inflamasi pada mulut. Campuran ini dimasukkan rasa lemon- mint yang
berfungsi menstimulasi flow saliva dan membuat rongga mulut menjadi bersih dan
segar. Aroma lemon-mint dapat merangsang kelenjar saliva terstimulasi melalui
rangsangan kimiawi
- Dry mouth gel merupakan pengganti saliva sintetik yang berfungsi melindungi gigi
serta jaringan rongga mulut. Gel ini memiliki pH netral sehingga tidak menyebabkan
demineralisasi pada email dan dentin. Gel ini mengandung carboxymethyl cellulose
yang memiliki viskositas menyerupai saliva, mucopolysaccharide, base polimer gliseat
atau musin yang dapat menyebabkan mukosa menjadi lembab. Pada pasien ini juga
diresepkan dry mouth gel yang diaplikasikan pada saat rongga mulut terasa kering.
- Permen karet yang mengandung xilitol merupakan gula non fermentasi oleh sebab itu
tidak dapat dikonversi menjadi asam oleh bakteri mulut sehingga dapat membantu
mengembalikan keseimbangan asam/basa dalam mulut. Xilitol dapat menghambat
pembentukan plak dan juga memilki kemampuan untuk meningkatkan mineralisasi
email. Penelitian membuktikan bahwa xilitol dapat meningkatkan faktor proteksi pada
saliva, merangsang flow saliva melalui proses mastikasi dari mengunyah permen karet
tersebut serta aromanya yang segar merangsang kelenjar saliva terstimulasi secara
kimiawi, dan membantu menjaga mineral saliva. Pada pasien ini dianjurkan untuk
mengunyah permen karet mengandung xilitol yang bebas gula pada saat rongga mulut
terasa kering.

10. Jelaskan pertimbangan dental ketika akan melakukan pencabutan gigi 17.

Sebelum melakukan tindakan pada penderita jantung koroner, perlu dilakukan evaluasi
dan pemeriksaan EKG, enzim creatine kinase (CK), pemeriksaan darah lengkap termasuk masa
perdarahan dan pembekuan, prothrombin time (PT) dan partial thromboplastin time (PTT), foto
ronsen dada. Hasil pemeriksaan darah berupa PT harus selalu kurang dari 2 kali nilai kontrol.
Behrman dan Wright menganjurkan perawatan dilakukan dengan cara rawat inap di rumah
sakit, trauma seminimal mungkin, profilaktik antibiotik sebelum tindakan, menggunakan gel-
foam di soket bekas pencabutan gigi untuk mencegah terjadi perdarahan, melakukan
penjahitan, menggigit tampon selama 1-1 ½ jam, kompres dingin dengan menggunakan ice-
pack selama ½ jam selama 2 hari, diet lunak selama 48-72 jam, dan sebaiknya menggunakan
anestesi lokal tanpa menggunakan vasokonstriktor, sedangkan untuk pasien anak- anak atau
pasien yang tidak kooperatif dapat dilakukan anestesi umum di rumah sakit.12

Sebelum melakukan perawatan gigi, sebaiknya dokter gigi menjelaskan tindakan yang
akan dilakukan, serta kemungkinan komplikasi yang akan terjadi. Setiap pasien terutama yang
mempunyai riwayat hipertensi harus dilakukan pengukuran tekanan darah sebelum dilakukan
prosedur dental. Peninglatan tekanan darah pasien dental memerlukan pertimbangan secara
hati-hati di dalam hal rencana perawatan : seleksi anestesi, premedikasi untuk mengurangi
stress, interaksi obat-obatan dan penentuan waktu perawatan. Standard lidocain dengan
epinephrine 1:100.000 dapat meningkatkan konsentrasi epinephrine plasma arteri lebih dari
dua kali. Anestesi yang menggunakan epinephrine 1:50.000 dapat digunakan, tetapi pasien
dengan penyakit jantung harus dimonitori dengan hati-hati. Pencabutan gigi pasien hipertensi
yang tidak terkendali dapat menyebabkan pendarahan.13

Perawatan gigi dapat menimbulkan kecemasan pada pasien dan dapat meningkatkan
tekanan darah. Kecemasan pada pasien hipertensi dapat dikurangi dengan pemberian obat-
oatan seperti diazepam. Perawatan gigi sebaiknya dilakukan sesingkat mungkin dan pasien
harus selalu dimonitor. Apabila timbul kecemasan pada pasien maka perawatan dental segera
dihentikan dan pasien dibuatkan perjanjian perawatan yang baru. Bagi pasien yang mempunyai
riwayat hipertensi dan tekanan darahnya normal maka dapat dilakukan perawatan gigi
menggunakan prosedur normal dengan pengurangan stress. Apabila tekanan darahnya
melebihi normal haru sdi konsulkan ke dokter dahulu sebelum dilakukan perawatan giginya.2
Perawatan gigi pada pasien ini membutuhkan profilaksis antibiotic, diberikan amoksisilin
secara peroral sebanyak 3 gram 1 jam sebelum tindakan. Jika alergi terhadap penisilin, dapat
diberikan klindamisin peroral 600 mg 1 jam sebelum tindakan. Sedangkan jika menggunakan
anestesi umum, diberikan amoksisilin iv + amoksisilin peroral sebanyak 1 gram pada saat
induksi dan 0,5 gram 6 jam kemudian. Jika alergi terhadap penisilin dapat diberikan
vankomisin iv (1 gram 1 jam sebelum tindakan) + gentamisin iv (120 mg).12
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit Jantung Koroner (PJK) merapakan salah satu penyakit degenerative yang
terjadi akibat penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot
jantung. Bila penyempitan semakin parah, maka dapat terjadi serangan jantung. Etiologic PJK
adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Faktor
risiko penyakit jantung koroner antara lain herediter, usia, jenis kelamin, sosioekonomi, letak
geografi, makanan tinggi lemak dan kalori, kurang makan sayur buah, merokok, alkohol,
aktifitas fisik kurang, hipertensi, obesitas, diabetes mellitus, aterosklerosis, penyakit arteri
perifer, stroke dan dislipidemia.

Pada kasus manifestasi klinik yang diderita pasien diatas adalah Angina Pectoris Stable
(APS) APS yang merupakan nyeri dada yang timbul saat melakukan aktifitas, dan rasa sakitnya
tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat atau pemberian Nitrogliserin. Pasien diatas
menyebutkan bahwa apabila naik tangga terkadang mengalami sakit di dadanya, rasa sakit
tersebut tidak lama, hanya sekitar 1 menit dan hilang kalau dia istirahat.

Tekanan darah pasien adalah 140/90 mmHg yang termasuk pada hipertensi derajat 1.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sari D.M. dkk. Faktor Resiko Kolestrol Total Pasien Penyakit Jantung Koroner Di E-
Rumah Sakit Achmad Mochtar BukitTinggi. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2010; 4(2).
2. Ghani L. dkk. Faktor Risiko Dominan Penyakit Jantung Koroner di Indonesia. Jurnal
Buletin Penelitian Kesehatan 2016; 44(3): 153-164.
3. Firmansyah I. Farmakoterapi Terapan Penyakit Jantung Koroner. Universitas Padjajaran
Jatinangor 2017.
https://www.academia.edu/34526403/FARMAKOTERAPI_TERAPAN_PENYAKIT_JA
NTUNG_KORONER/ ( 4April 2021)
4. Fitri D.R Diagnose Enforcement And Treatment Of High Blood Pressure. Jurnal Majority;
4(3).
5. Prihandana S. dkk. Perilaku Perawatan Mandiri Pasien Dalam Mengontrol Hipertensi Di
Kota Tegal. Journal of Applied Health Management and Technology 2020; 2(3): 97-103.
6. Daliemunthe SH. Periodonsia. Medan : USU Press, 2001.
7. Rahayoe AU. Pemeriksaan penyakit jantung coroner pada wanita.
http://www.pjnhk.go.id/artikel120.htm (4 April 2021).
8. Satrio R. dkk. Laporan Kasus: Drug-Induced Gingival Enlargement Akibat Konsumsi
Amlodipin. JKG Unej 2020; 17(1): 1-3.
9. Joshi S. Bansal S. A Rare Case Report of Amlodipine-Induced Gingival Enlargement and
Review of Its Pathogenesis. NCBI 2013.
10. Usman N.A. dkk. Tata Laksana Xerostomia Oleh Karena Efek Penggunaan Amlodipine:
Laporan Kasus. Insisiva Dental Journal 2017; 6(2).
11. Utami S. Thahir H. Management Of Gingival Enlargment In Patient With Calcium Chanel
Blockers: case report. Makassar Dent J 2019; 8(2): 105-107.
12. Vitria, EE. Evaluasi dan penatalaksanaan pasien medically-compromised di tempat praktek
gigi. Dentofasial. 2011; 10(1): 47-54.
13. Sarsito, AS. Management of oral and dental diseases in medically compromises patients.
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 2000; 7: 224-229.

Anda mungkin juga menyukai