Anda di halaman 1dari 17

TUGAS INDIVIDUAL

PEMICU 3

BLOK 13

“Aku terkena sakit jantung”

Disusun Oleh:
ZAKIYAH SYABANIAH

190600200

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyebab utama kematian
hampir di seluruh dunia. Angka PJK semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Kesehatan merupakan salah satu unsur penunjang utama dalam mempertahankan usia
hidup seseorang dan merupakan tanggung jawab tenaga yang bergerak dalam bidang
kesehatan.

Rongga mulut adalah bagian dari tubuh yang merupakan pintu gerbang penyakit
menuju ke dalam tubuh. Beberapa penelitian terakhir membuktikan hubungan sebab
akibat antara infeksi rongga mulut, penyakit sistemik dan biomarker inflamasi dalam
PJK aterosklerosis.

Hubungan infeksi endodontik dalam rongga mulut dengan PJK pembuluh darah
merupakan kondisi yang dipicu oleh proses inflamasi dan berbagai patogen serta
interaksi molekuler.

B. DESKRIPSI TOPIK

Nama pemicu : Aku terkena sakit jantung

Penyusun : drg. Sayuti Hasibuan, Sp. PM; Irma Ervina, drg., Sp. Perio (K); Pocut
Astari, drg., M. Biomed

Hari/Tanggal Jam : Selasa/ 06 April 2021 07.30 – 09.30 WIB

Seorang pasien laki-laki usia 45 tahun dirujuk oleh dokter spesialis penyakit
jantung ke dokter gigi untuk dilakukan pencabutan gigi geraham atas kanan yang
berlubang. Dari anamnesis diperoleh bahwa gigi tersebut pernah sakit tetapi saat ini
tidak sakit lagi. Selain itu pasien juga mengatakan mulutnya agak terasa kering.
Pasien mengatakan bahwa apabila naik tangga terkadang mengalami sakit di dadanya,
rasa sakit tersebut tidak lama, hanya sekitar 1 menit dan hilang kalau dia istirahat.
Dari rekam medik diperoleh bahwa pasien menderita penyakit jantung koroner sudah
lebih kurang 2 tahun. Riwayat obat-obatan pasien rutin mengonsumsi obat
antihipertensi (norvasc) dan antiagregasi (plavix) sampai saat ini dibawah
pengawasan dokter spesialis jantung tersebut. Pemeriksaan tekanan darah adalah
140/90 mmHg. Pemeriksaan ekstra oral tidak dijumpai kelainan. Pemeriksaan intra
oral terlihat gigi 17 karies profunda dengan pulpa terbuka. Mulut terlihat kering,
saliva kental dan pada pemeriksaan dengan cara menempelkan kaca mulut ke mukosa
pipi kaca mulut terasa lengket ketika ditarik. Terlihat pembesaran gingiva hampir
seluruh gigi dengan konsistensi fibrous, dengan warna gingiva pucat .

Produk : Jawaban pemicu dikerjakan secara mandiri oleh masing-masing mahasiswa


dalam bentuk ms. word. Pada saat diskusi kelompok, fasilitator berhak meminta
mahasiswa untuk mempresentasikan jawabannya:

1. Jelaskan tentang penyakit sistemik pasien ditinjau dari pengertian dan etiologi!

2. Faktor-faktor apa saja yang dapat membuat seseorang beresiko terkena penyakit
sistemik yang diderita pasien ?

3. Jelaskan manifestasi klinis penyakit sistemik pasien tersebut dan pasien termasuk
ke dalam manifestasi yang mana?

4. Jelaskan tentang klasifikasi tekanan darah dan pasien termasuk ke dalam


klasifikasi yang mana?

5. Jelaskan perawatan apa saja yang dapat dilakukan terhadap penyakit sistemik
pasien tersebut!

6. Jelaskan hubungan antara penyakit sistemik yang diderita pasien dengan bidang
kedokteran gigi.

7. Jelaskan diagnosis kelainan jaringan lunak pada kasus tersebut!

8. Jelaskan patogenesis terjadinya pembesaran gingiva dan mulut kering pada pasien
tersebut!

9. Jelaskan rencana perawatan pada kasus rongga mulut pasien tersebut!

10. Jelaskan pertimbangan dental ketika akan melakukan pencabutan gigi 17.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Jelaskan tentang penyakit sistemik pasien ditinjau dari pengertian dan etiologi!
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung
kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah coroner sehingga
terjadi gangguan aliran darah ke otot jantung karena aterosklerosis. Pada waktu
jantung harus bekerja lebih keras terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
asupan oksigen, hal inilah yang menyebabkan nyeri dada. Kalau pembuluh darah
tersumbat sama sekali, pemasokan darah ke jantung akan terhenti dan kejadian inilah
yang disebut dengan serangan jantung. Adanyaketidakseimbangan antara ketersedian
oksigen dan kebutuhan jantung memicu timbulnya PJK.
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau
kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah
tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan
nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah dapat hilang.
Hal ini dapat merusak sistem pengontrol irama jantung
Sumber:
Hermawati, Risa, Asri Candra Dewi. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta:FMedia;
2014
2. Faktor-faktor apa saja yang dapat membuat seseorang beresiko terkena
penyakit sistemik yang diderita pasien ?
Faktor risiko PJK dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu faktor risiko
yang dapat dikurangi, diperbaiki atau dimodifikasi, dan faktor risiko yang
bersifat alami atau tidak dapat dicegah. Faktor risiko yang tak dapat diubah
adalah usia (lebih dari 40 tahun), jenis kelamin (pria lebih berisiko) serta
riwayat keluarga. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi, antara lain dislipidemia,
diabetes melitus, stres, infeksi, kebiasaan merokok, pola makan yang tidak baik,
kurang gerak, Obesitas, serta gangguan pada darah (fibrinogen, faktor
trombosis, dan sebagainya), hipertensi, Kadar Kolesterol Total dan LDL tinggi,dan
Kadar Kolesterol HDL rendah.
Sumber:
Zahrawardani D, Herlambang KS, Anggraheny HD. Analisis Faktor Risiko
Kejadian Penyakit Jantung Koroner di RSUP Dr.Kariadi Semarang. Jurnal
Kedokteran Muhammadiyah. 2013;1(2): 14-9.
3. Jelaskan manifestasi klinis penyakit sistemik pasien tersebut dan pasien
termasuk ke dalam manifestasi yang mana?

1. Asimtomatik (Silent Myocardial Ischemia)


Kelompok penderita ini tidak pernah mengeluh adanya nyeri dada baik pada
saat istirahat maupun pada saat melakukan aktifitas. Penderita menunjukkan adanya
iskemia pada saat dilakukan uji beban latihan. Hasil pemeriksaan fisik, foto dada dan
lainnya berada dalam batas normal. Mekanisme silent myocardial ischemia
disebabkan oleh ambang nyeri yang meningkat, neuropati otonomik (pada penderita
diabetes), meningkatnya produksi endomorfin, dan derajat stenosis yang ringan.
2. Angina Pektoris
Angina pektoris ini disebabkan karena hipoksemia pada otot jantung yang
diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara pengonsumsian oksigen dan suplai
oksigen pada otot jantung. Angina pektoris terbagi menjadi beberapa, yaitu:
a. Angina Pektoris Stabil (Stable Angina)
Penderita angina pektoris stabil ini mengalami nyeri dada yang timbul pada
saat melakukan aktifitas terutama dipaksa bekerja keras atau ada tekanan emosional
dari luar. dan bersifat kronis. Nyeri dada terutama di daerah retrosternal, terasa seperti
tertekan benda berat atau panas. Rasa nyeri sering mejalar ke lengan kiri atas atau
bawah bagian medial, ke leher, daerah rahang atas hingga ke dagu atau ke punggung,
tetapi jarang menjalar ke lengan kanan. Nyeri biasanya berlangsung singkat, sekitar 1-
5 menit dan rasa nyeri hilang bila penderita istirahat, bila serangan lebih dari 20
menit, kemungkinan terjadi serangan infark akut. Selama aktifitas fisik, nyeri dada
dapat dipicu oleh stres atau emosi, anemia, udara dingin, dan tirotoksikosis.
b. Angina Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina)
Unstable angina sering disebut sebagai pre-infarction. Pada unstable angina
ini, kualitas, lokasi, dan penjalaran nyeri dada sama dengan penderita angina stabil.
Hanya saja, serangan rasa sakit dapat timbul pada waktu istirahat, waktu tidur, atau
aktifitas yang ringan. Lama sakit dada lebih lama daripada angina biasa, bahkan
sampai beberapa jam. Frekuensi serangan lebih sering dibanding dengan angina
pektoris biasa.
c. Variant Angina (Prinzmental’s Angina)
Variant Angina sebagai akibat iskemia miokard yang hampir selalu terjadi saat
istirahat dan hampir tidak pernah dipresipitasi oleh stres maupun emosi. Mekanisme
iskemia pada Prinzmental’s angina terbukti disebabkan karena spasme arteri koroner.
Kejadiannya tidak didahului oleh meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Hal ini
dapat terjadi pada arteri koroner yang mengalami stenosis ataupun normal. Proses
spasme biasanya bersifat lokal, hanya melibatkan satu arteri koroner dan sering terjadi
pada daerah arteri koroner yang mengalami stenosis. Penderita dengan prinzmental’s
angina biasanya terjadi pada penderita yang lebih muda dibandingkan stable angina
dan unstable angina. Serangan nyeri biasanya terjadi antara tengah malam sampai jam
8 pagi dengan rasa nyeri sangat hebat. Pemeriksaan jantung biasanya tidak
menunjukkan kelainan.
3. Infark Miokard
Penderita infark miokard sering didahului oleh keluhan dada terasa tidak enak
(chest discomfort). Intensitas nyeri dada biasanya bervariasi, sering kali terasa sangat
berat sehingga banyak penderita tidak dapat menahan rasa nyeri tersebut. Nyeri dada
berlangsung lebih dari 30 menit bahkan bisa sampai berjam-jam. Kualitas nyerinya
sering dirasakan seperti tertekan, tercekik dan berat. Lokasi nyeri biasanya
retrosternal, menjalar ke kedua dinding dada terutama dada kiri, ke bawah ke bagian
medial lengan menimbulkan rasa pegal pada pergelangan, tangan dan jari. Kadang-
kadang nyeri dapat dirasakan pada daerah epigastrium hingga merasa perut tidak enak
(abdominal discomfort). Gejala lain yang sering menyertai adalah mual, muntah,
badan lemah, pusing, berdebar dan keringat dingin.
Berdasarkan hal-hal tersebut, jika dikaitkan pada kasus yang diketahui bahwa dari
anamnesis pasien apabila naik tangga terkadang mengalami sakit di dadanya, rasa
sakit tersebut tidak lama, hanya sekitar 1 menit dan hilang kalau dia istirahat. Maka,
manifestasi klinis yang dialami pasien tersebut termasuk angina pektoris stabil (stable
angina) yaitu nyeri dada yang timbul pada saat melakukan aktifitas, nyeri biasanya
berlangsung singkat, sekitar 1-5 menit dan rasa nyeri hilang bila penderita istirahat.
Sumber:
Birhasani, Lisyani, Ria. D-Dimer Penderita Sindrom Koroner Akut dan Stenosis.
Indonesian Journal Of Clinical Pathology And Medical Laboratory 2011; 17(3): 134-
138.
4. Jelaskan tentang klasifikasi tekanan darah dan pasien termasuk ke dalam
klasifikasi yang mana?

Normal
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tekanan darah normal menurut WHO
adalah kurang atau sama dengan 120/80 mmHg. Tekanan darah normal perlu dijaga
setiap harinya. Caranya adalah dengan menerapkan pola hidup sehat, mulai
dari mengonsumsi makanan sehat, menjaga berat badan ideal, hingga berolahraga
teratur.
Prahipertensi
Tekanan darah dapat mencapai prahipertensi jika angkanya di atas 120/80 mmHg
hingga 139/89 mmHg. Kondisi prahipertensi memiliki risiko yang lebih tinggi
terhadap kejadian penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner dan
stroke. Perubahan gaya hidup sehat dan resep obat penurun tekanan darah dari dokter
mungkin diperlukan pasien, agar tidak risiko terjadinya kondisi medis serius menurun.
Hipertensi
Tekanan darah dianggap hipertensi jika angkanya di atas 140/90 mmHg. Pada tahap
ini, biasanya dokter akan meresepkan beberapa kombinasi dari obat pengontrol
tekanan darah, seperti ACE inhibitor, alpha-blocker, beta-blocker, dan diuretik.
Sesuai kasus, pada pemeriksaan, tekanan darah pasien 140/90 mmHg. Maka dari itu,
pasien termasuk dalam klasifikasi hipertensi stadium 1. Tekanan darah sistolik 140–
159 mmHg atau tekanan darah diastolik 90–99 mmHg. Jika tekanan darah sistolik
atau diastolik sudah berada pada rentang ini, maka diperlukan pengobatan karena
risiko terjadinya kerusakan pada organ menjadi lebih tinggi.
Sumber:
Definition/ Classification of Hypertension Proposed by American Society of
Hypertention
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018). Klasifikasi Hipertensi
5. Jelaskan perawatan apa saja yang dapat dilakukan terhadap penyakit sistemik
pasien tersebut!
Dalam perawatan medis umum pasien penyakit jantung koroner (PJK) dapat
dilakukan dengan 3 cara, yaitu secara non farmakologi, farmakologi, dan bedah.
• Non Farmakologi : Edukasi kepada pasien untuk mengurangi faktor risiko. Seperti
tidak merokok, mengurangi/berhenti mengonsumsi alkohol, mengonsumsi makanan
gizi seimbang, mengurangi stress, menjaga berat badan ideal dan berolahraga teratur.
Edukasi obat yang digunakan pasien yang dilakukan setelah pasien mendapatkan obat
dari resep yang ditulis dokter, tindak lanjut edukasi efek samping obat, kepatuhan
pasien dalam minum obat, dan perubahan pola hidup.
• Farmakologi : Perawatan dilakukan dengan pemberian obat-obatan kepada pasien .
Seperti golongan nitrat,beta-bloker,antagonis kalsium, antikogulan / antitrombosit.
• Bedah : Perawatan yang biasa dilakukan adalah Percutaneous Transluminal
Coronary Angioplasty (PTCA) dan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG). Pada
pasien angina pektoris stabil, perawatan yang dapat dilakukan, yaitu :
• Menerima semua perawatan dental.
• Perawatan singkat.
• Membawa nitrogliserin.
• Pasien anti koagulan atau anti trombotik (pemeriksaan BT,TT,PT,aPTT)
Prosedur :
1. Pemeriksaan tanda-tanda vital
2. Posisi semi supine.
3. Kontrol stres dan cemas : sedatif
4. Kontrol rasa sakit : anestesi vasokonstriktor (dosis epineprin mak 0,036 mg,
levonordevrin 0,2 mg). PERKI (Perhimpunan Spesialis Kardiovaskuler
Indonesia). Panduan Tatalaksana Angina Pektoris Stabil. 2019. 23-36.

Obat-obatan yang biasa diberikan kepada penderita PJK adalah sebagai berikut:

1. Nitrat : memiliki efek venodilator sehingga preload miokard dan volume akhir bilik
kiri dapat menurun sehingga konsumsi oksigen miokard juga akan menurun.

2. Antiplatelet : obat utama untuk pencegahan trombosis. Antiplatelet dianjurkan


untuk diberikan sesegera mungkin karena terbukti dapat menurunkan angka kematian.

3. ACE Inhibitor : berperan sebagai kardioproteksi pada pasien dengan PJK.


Pemberian ACE inhibitor dapat diberikan pada pasien dengan hipertensi dan gagal
jantung.

4. Beta Adrenergic : untuk mengurangi kontraktilitas jantung sehingga akan


menurunkan kebutuhan oksigen miokard, memiliki efek anti aritmia.
5. Calcium Channel Blocker : memiliki efek vasodilatasi. Obat ini dapat mengurangi
keluhan pada pasien yang telah mendapat perawatan dengan nitrat atau Beta
Adrenergic Blocker. Namun tidak disarankan jika pasien memiliki penurunan fungsi
bilik kiri, atau ganguan konduksi atrioventrikel.

6. Statin : berperan sebagai penurun kolesterol, dan dapat digunakan sebagai


antiinflamasi dan antitrombotik.

Sumber:

Soeharto, I. (2000). Pencegahan & penyembuhan penyakit jantung koroner. Gramedia


Pustaka Utama.

6. Jelaskan hubungan antara penyakit sistemik yang diderita pasien dengan bidang
kedokteran gigi.
Penyakit kardiovaskuler dan periodontal merupakan suatu keadaan inflamasiyang
umum pada manusia. Dalam aterogenesis, inflamasi memainkan suatu peran terus
menerus terhadap munculnya sel endothelial pada molekul adhesi dalam
perkembangan lapisan lemak, pembentukan plak, dan terakhir robeknya plak.
Munculnya infeksi seperti penyakit periodontal dinyatakan mengekalkan terjadinya
inflamasi dalam aterosklerosis. Studi observasi terkini dan analisa meta terus
memperlihatkan suatu peningkatan resiko ringan tetapi signifikan pada penyakit
kardiovaskuler di antara orang yang tekena penyakit periodontal. Percobaan dengan
model binatang lebih jauh menunjukkan bahwa infeksi periodontal dapat
meningkatkan aterosklerosis dengan ada atau tidak adanya hiperskolesterolemia.
Dalam beberapa penelitian secara garis besar terdapat hubungan antara penyakit
periodontal dengan penyakit jantung koroner. Kesehatan rongga mulut yang buruk
menjadi salah satu faktor resiko penyakit kardiovaskular. Penyakit periodontal yang
umumnya merupakan penyakit inflamasi kronis telah menjadi pertimbangan sebagai
dasar mekanisme terjadinya aterosklerosis, inflamasi mempunyai peranan penting
dalam perkembangan aterosklerosis. Pada pemeriksaan pasien penyakit
kardiovaskular selain faktor resiko kebiasaan merokok, diabetes, hipertensi,
lemak,11hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan rongga mulut karena perannya
sebagai salah satu faktor resiko penyakit kardiovaskular.
Sumber:
Paquette DW, Nadine 7.Bradola, Timoyhy CN. Cardiovascular disease, inflammation
and periodontal infection. Periodontology 2000. 2007: 113-26.
7. Jelaskan diagnosis kelainan jaringan lunak pada kasus tersebut!

Hiperplasia Gingiva

Hiperplasi gingiva adalah suatu pembengkakan pada gingiva yang menyebabkan


gingiva menjadi terlihat tidak berkontur lagi. Pada keadaan ini, gingiva menjadi lebih
besar dan ukurannya bertambah dari normal pada tepi gingiva, papilla interdental,
ataupun pada gingiva cekat di bagian sisi vestibular dan sisi oral. Pembengkakan
dapat menutupi sebagian ataupun keseluruhan bagian mahkota gigi. Permukaannya
bisa halus maupun berlobus, bentuknya fibrous, dan biasanya ditemukan tanpa adanya
inflamasi.8

Klasifikasi pembesaran gingival menurut faktor etiologi yaitu:8

(1) inflamatory enlargement kronis dan akut;

(2) hiperplasia gingiva diinduksi obat- obatan, misalnya phenythoin, cyclosporine,


calcium chanel blokers;

(3) pembesaran pada kondisi tertentu, misalnya penyakit sistemik kehamilan,


pubertas;

(4) defisiensi vitamin C;

(5) non spesifik (pyogenik granuloma);

(6) penyakit sistemik, misalnya leukimia dan penyakit granulomatous;

(7) neoplasma enlargement berupa tumor benigna atau tumor maligna; dan

(8) false enlargement.

Pasien pada kasus tersebut didiagnosis menderita hiperplasia gingiva diinduksi obat-
obatan. Hal ini diperkuat oleh hasil pemeriksaan intra oral pasien yang menunjukkan
pembesaran gingiva hampir seluruh gigi dengan konsistensi fibrous, dengan warna
gingiva pucat dan pasien juga rutin mengonsumsi obat antihipertensi dan antiagregasi.

Sumber:
Usman NA, Hernawan I. Tata Laksana Xerostomia Oleh Karena Efek Penggunaan
Amlodipine: Laporan Kasus. Insisiva Dental Journal 2017; 6(2): 15 – 23.

8. Jelaskan patogenesis terjadinya pembesaran gingiva dan mulut kering pada


pasien tersebut!
Salah satu faktor sistemik yang memicu terjadinya pembesaran gingiva adalah
konsumsi obat-obat tertentu atau disebut sebagai drug-induced gingival enlargement.
Obat yang dapat menyebabkan pembesaran gingiva dibagi ke dalam tiga kelompok,
yaitu obat antikonvulsan, imunosupresan, dan calcium channel blocker (CCB). CCB
merupakan obat yang dikembangkan untuk perawatan kondisi kardiovaskuler seperti
hipertensi, angina pektoris, spasme arteri koroner, dan aritmia jantung. Obat Norvasc
yang dikonsumsi oleh pasien termasuk ke dalam CCB. Mekanisme drug-induced
gingival enlargement masih belum ditentukan secara pasti, namun dapat dijelaskan
melalui dua mekanisme berbeda yaitu akibat inflamasi dan noninflamasi. Mekanisme
gingival enlargement akibat noninflamasi disebabkan peningkatan matriks jaringan
ikat yang didominasi oleh serat kolagen. Sintesi kolagen dikendalikan oleh Matrix
Metalloproteinase (MMP) dan inhibitor MMP. Serat-serat kolagen terdegradasi
melalui jalur ekstraseluler dengan sekresi kolagenase dan intraseluler melalui
fagositosis fibroblas. Obat CCB mempengaruhi metabolism kalsium sehingga
penyerapan asam folat menjadi berkurang. Mekanisme tersebut mempengaruhi
terjadinya proliferasi fibroblas. Gingival enlargement akibat inflamasi disebabkan
oleh efek toksis secara langsung dari bakteri pada plak dan konsentrasi obat pada
Gingival Crevicular Fluid (GCF). Proses inflamasi dapat mempengaruhi regulasi
beberapa sitokin seperti Interleukin-6 (IL-6). IL-6 mempengaruhi peningkatan sintesis
kolagen melalui fagositosis fibroblas. Hal tersebut dapat meningkatkan terjadinya
proliferasi dan produksi kolagen.
Xerostomia
Pasien pada kasus tersebut diresepkan norvasc sebagai obat antihipertensi. Norvasc
merupakan obat golongan calcium channel blocker (CCB). Terdapat sejumlah laporan
mengenai obat antihipertensi golongan calcium channel blocker dapat menyebabkan
xerostomia. Mekanisme kerja calcium channel blocker adalah menghambat masuknya
(influks) ion kalsium ke dalam sel otot jantung dan otot polos pembuluh darah.
Dengan demikian, calcium channel blocker memiliki efek relaksasi otot polos
sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Pada kelenjar saliva, obat ini
menekan sekresi air dengan menutup channel Ca2+ sehingga pintu Cltidak dapat
terbuka. Pintu Clyang tidak terbuka menyebabkan Cldari intraseluler tidak dapat
keluar melewati membran apikal sel asinar dan air juga tidak dapat masuk menuju
lumen asinar. Mekanisme tersebut mempengaruhi whole saliva yang terdiri 99% air
sehingga akhirnya menyebabkan xerostomia.
Sumber:
Usman NA, Hernawan I. Tata Laksana Xerostomia Oleh Karena Efek Penggunaan
Amlodipine: Laporan Kasus. Insisiva Dental Journal 2017; 6(2): 15 – 23.
Satrio R. Ekawati EY. Laporan Kasus: Drug-Induced Gingival Enlargement Akibat
Konsumsi Amlodipin. Stomatognatic (JKG Unej) 2020; 17(1): 1 – 3.

9. Jelaskan rencana perawatan pada kasus rongga mulut pasien tersebut!

Pada skenario, rongga mulut pasien mengalami xerostomia yang ditandal dengan mulut
terlihat kering, saliva kental dan pada pemeriksaan dengan cara menempelkan kaca
mulut ke mukosa pipi kaca mulut terasa lengket ketika ditarik. Hal ini disebabkan oleh
obat antihipertensi yang dikonsumsi pasien. Tatalaksana untuk xerostomia ini dengan
menyuruh pasien menggunakan obat kumur chlorine dioxide lemon mint. Obat kumur
Int dapat meningkatkan oral hygiene. Campuran ini dimasukkan rasa lemon-mint yang
berfungsI menstimulasI flow saliva dan membuat rongga mulut menjadi bersih dan
segar. Aroma lemon-mint dapat merangsang kelenjar saliva terstimulasi melalui
rangsangan kimlawi, pasien juga diinstruksikan untuk menggunakan dry moth gel. Dry
mouth gel merupakan pengganti saliva sintetik yang berfungsl melindungi gigl serta
jaringan rongga mulut. Gel ini memiliki pH netral sehingga tidak menyebabkan
demineralisasI pada email dan dentin. Gel ini mengandung carboxymethyI cellulose
yang memilki viskositas menyerupal saliva, mucopolysaccharide, base polimer gliseat
atau musin yang dapat menyebabkan mukosa menjadi lembab, kemudian pasien
diinstruksikan untuk mengunyah permen xylitol bebas gula untuk merangsang laju
aliran saliva, minum air putih minimal 2 Liter dan menjaga oral hygiene.
Fase Satu
Tahap perawatan yang dilakukan pada fase pertama dibagi menjadi tiga sesi. Pada sesi
pertama dilakukkan tiga tahap. Tahap pertama dilakukan penjelasan kepada pasien telah
menderita penyakit gingiva dan faktor-faktor penyebabnya. Untuk itu ditunjukan ciri
klinis pada pasien. pada kasus di atas ciri klinis pada pasien terlihat pembesaran gingiva
hamper seluruh gigi dengan konsistensi fibrous, dengan warna gingiva pucat. Langkah
kedua, menjelaskan kepada pasien apa yang dapat dilakukan dokter gigi pada pasien
dan apa yang harus dilakukan pasien untuk menunjang keberhasilan perawatan.
Lanfkah ketiga adalah mengajari pasien cara-cara pembersihan mulut dengan alat
pembersih yang sesuai sehingga pasien yang termotivasi untuk memelihara kebersihan
mulutnya.
Sesi kedua pada sesi kedua kondisi gingiva pasien dan penumpukan plak. pada tahap ini
dilakukan penskeleran guna menyingkirkan semua deposit dan kemudian seluruh
permukaan gigi dipoles. Pemolesan ini dilakukan untuk melicinkan permukaan karena
plak mudah menumpuk ke permukaan kasar.
Sesi ketiga pada sesi ketiga kembali dievaluasi kondisi gingiva dan control plak. apabila
ada daerah dengan inflamasi yang menetap, perlu diperiksa apa faktor penyebabnya.
Fase dua
Pada fase dua dilakukan pembedahan dan peerawatan saluran akar. Pembedahan yang
dilakukkan adalah gingivektomi. Salah satu indikasi yang dilakukan untuk
gingiveektomi adalah penyingkiran saku supraboni tanpa melihat kedalamannya, bila
konsistensi dinding sakunya fibrous dan padat serta zona gingiva cekatnya adekuat.
Fase empat

Pada fase empat dilakukan evaluasi perawatan pada kalkulus, plak. pada fase ini juga
dilakukan rencana untuk kunjungan berkala. Ketika pembesaran tersebut dihilangkan
secara pembedahan, pembesaran akan kambuh kembali. Menghilangnya pembesaran
secara spontan terjadi dalam beberapa bulan setelah pemberhentian penggunaan obat.

Sumber:

Mitsyani RIC, Dewi NM. PERAWATAN HIPERPLASIA GINGIVA AKIBAT


PENGGUNAAN NIFEDIPIN. Laporan Kasus. IJD 2006, Edisi Xhtsss KPPIKG xlY
American Academy of Periodontology. Drug-associated gingival enlargement. J
Periodontol 2004; 75:1424-31.
10. Jelaskan pertimbangan dental ketika akan melakukan pencabutan gigi 17

1. Persiapan sebelum pencabutan


Yaitu evaluasi dan pemeriksaan EKG, enzim creatine kinase (CK), pemeriksaan
darah lengkap termasuk masa perdarahan dan pembekuan prothrombin time (PT) dan
partial thromboplastin time (PTT). Perawatan gigi pada pasien ini membutuhkan
profilaksis antibiotik, diberikan amoksisilin secara peroral sebanyak 3 gram 1 jam
sebelum tindakan. Tekanan darah harus diukur terlebih dahulu. Tekanan darah perlu
dikontrol sebelum melakukan pencabutan gigi untuk menghindari masalah sirkulasi yang
tidak terduga. Pasien dengan tekanan darah antara 140-160/90-95 mmHg memerlukan
perawatan tindakan bedah mulut dengan hati-hati sedangkan pasien dengan tekanan darah
antara 160-190/95-110 mmHg perlu diberikan premedikasi setengah sampai satu jam
sebelum melakukan pencabutan gigi dengan terlebih dahulu berkonsultasi.
2. Saat melakukan pencabutan
Kadar epineprin tertinggi pada waktu pagi hari dan penelitian menunjukkan
bahwa kebanyakan serangan jantung terjadi diantara jam 8-11 pagi, ini akan memberi
efek yang merugikan jika melakukan pencabutan gigi pada waktu pagi. Oleh karena itu,
waktu yang paling baik untuk melakukan perawatan bedah mulut adalah pada siang hari.
Pasien ditempatkan pada posisi semi-supine. Jangka waktu menerima perawatan bedah
mulut harus singkat (kurang dari 30 menit) pada pasien PJK agar mengurangi ketakutan
pasien. Selain itu, penggunaan sedasi nitrous oxide dalam keadaan sadar akan membantu
mengurangi stres saat melakukan pencabutan gigi.
3. Pemberian anestesi lokal
Untuk menghilangkan rasa sakit selama pencabutan gigi, dokter gigi dapat
memberikan anestesi lokal dengan vasokonstriktor pada pasien PJK. Tetapi, pada pasien
yang menggunakan obat beta bloker nonselektif, penggunaan vasokonstriktor dalam
anestesi lokal mempunyai risiko untuk terjadinya hipertensi dan bradikardi. Untuk itu,
dokter gigi harus berhati-hati dalam menggunakan vasokonstriktor dalam anastesilokal
pada pasien yang sedang menggunakan beta bloker non selektif.
4. Keadaan Darurat
Jika pasien mengalami serangan nyeri/angina secara tiba-tiba, hal yang dapat
dilakukan, yaitu :12
1. Hentikan perawatan dental yaitu pencabutan gigi yang dilakukan.
2. Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman.
3. Pemberian nitrogliserin (TNG) 0,4 mg di lipatan bukal atau secara sublingual.
Nitroglycerin memberikan efek relaksasi pada otot polos dan menyebabkan
dilatasi pada arteri koroner sehingga akan meningkatkan suplai oksigen.
4. Pemberian oksigen. Berikan oksigen suplemental menggunakan kanula nasal
sebanyak 4-6 liter/menit, lalu periksa tekanan darah pasien.
5. Monitor tanda vital.
Hal yang perlu diperhatikan :
 Nyeri < 5 menit: beri istirahat, perawatan dilanjutkan dan disambung hari lain.
 Nyeri >5 menit : ukur tekanan darah dan denyut nadi, pasien stabil diberi
nitrogliserin sublingual dan periksa tanda vital pasien.
 Nyeri tidak berkurang juga dengan nitrogliserin ke-2 dalam 5-15 menit maka
dipertimbangkan kemungkinan angina tidak stabil, segera hubungi ambulans
untuk panggilan darurat rumah sakit.
Sumber:
Vitria, E. E. Evaluasi dan penatalaksanaan pasien medically-compromised di tempat
praktek gigi Evaluation and management of medically compromised patient in dental
practice. Journal of Dentomaxillofacial Science.2011
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sakit gusi terutama disebabkan oleh bakteri, akibat penumpukan plak yang awalnya
terlihat tidak berbahaya. Namun pada beberapa orang yang lebih rentan, tubuh dapat
bereaksi berlebihan pada bakteri dan menyebabkan peradangan yang tidak
sepenuhnya reda. Proses peradangan secara perlahan dan dalam jangka panjang inilah
yang diduga menyebabkan gangguan pada pembuluh darah jantung dan otak.
DAFTAR PUSTAKA

Hermawati, Risa, Asri Candra Dewi. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta:FMedia;


2014
Zahrawardani D, Herlambang KS, Anggraheny HD. Analisis Faktor Risiko
Kejadian Penyakit Jantung Koroner di RSUP Dr.Kariadi Semarang. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah. 2013;1(2): 14-9.
Birhasani, Lisyani, Ria. D-Dimer Penderita Sindrom Koroner Akut dan Stenosis.
Indonesian Journal Of Clinical Pathology And Medical Laboratory 2011; 17(3): 134-138.
Definition/ Classification of Hypertension Proposed by American Society of
Hypertention.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018). Klasifikasi Hipertensi
Soeharto, I. (2000). Pencegahan & penyembuhan penyakit jantung koroner.
Gramedia Pustaka Utama.

Paquette DW, Nadine 7.Bradola, Timoyhy CN. Cardiovascular disease, inflammation


and periodontal infection. Periodontology 2000. 2007: 113-26.
Usman NA, Hernawan I. Tata Laksana Xerostomia Oleh Karena Efek Penggunaan
Amlodipine: Laporan Kasus. Insisiva Dental Journal 2017; 6(2): 15 – 23.
Satrio R. Ekawati EY. Laporan Kasus: Drug-Induced Gingival Enlargement Akibat
Konsumsi Amlodipin. Stomatognatic (JKG Unej) 2020; 17(1): 1 – 3.
Mitsyani RIC, Dewi NM. PERAWATAN HIPERPLASIA GINGIVA AKIBAT
PENGGUNAAN NIFEDIPIN. Laporan Kasus. IJD 2006, Edisi Xhtsss KPPIKG xlY
American Academy of Periodontology. Drug-associated gingival enlargement. J
Periodontol 2004; 75:1424-31.
Vitria, E. E. Evaluasi dan penatalaksanaan pasien medically-compromised di tempat
praktek gigi Evaluation and management of medically compromised patient in dental practice.
Journal of Dentomaxillofacial Science.2011

Anda mungkin juga menyukai