Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN INDIVIDU

PEMICU 5

BLOK 13

“Gigi yang rusak, Dicabut Atau Tidak”

Disusun Oleh:
ZAKIYAH SYABANIAH

190600200

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. DESKRIPSI TOPIK
Nama pemicu : Gigi yang Rusak, Dicabut Atau Tidak
Penyusun : Nurdiana, drg., Sp. PM; Dr. Trelia Boel, drg., M. Kes., Sp. RKG (K); Henny Syahrini
Lubis, dr., Sp. PD (KHOM)
Hari/Tanggal Jam : Selasa/ 13 April 2021 13.30 – 15.30 WIB
Perempuan, 20 tahun, datang dengan keluhan gigi geraham kiri bawah yang sudah
rusak dan sering sakit. Pasien meminta giginya untuk dicabut. Pada anamnesis diketahui
pasien menderita thalasemia dan menurut pasien dirawat dengan transfusi darah berulang
setiap bulan. Pasien kontrol terakhir 1 bulan yang lalu dengan hasil pemeriksaan
laboratorium hemoglobin 10 mg/dl dan hematokrit 30%. Kurang lebih 2 minggu ini, pasien
merasa mudah lelah, lemas & pusing. Pada pemeriksaan umum tekanan darah 100/70
mmHg dan denyut jantung 110 per menit. Pemeriksaan ekstra oral dijumpai kulit dan
palpebra inferior pucat. Pemeriksaan intra oral gigi 16 radiks dan indikasi untuk dilakukan
ekstraksi Produk: Jawaban pemicu dikerjakan secara mandiri oleh masing-masing mahasiswa
dalam bentuk ms. word.
Pada saat diskusi kelompok, fasilitator berhak meminta mahasiswa untuk mempresentasikan
jawabannya:
1. Manifestasi oral apa saja yang dapat terjadi pada pasien dengan Thalassemia?
2. Kelainan radiologis apakah yang dapat terjadi pada rongga mulut pasien ini?
3. Jelaskan komplikasi sistemik pada kelainan darah pada pasien ini?
4. Pemeriksaan penunjang apa yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis?
5. Jelaskan klasifikasi dari kelainan darah dan termasuk klasifikasi yang mana kasus pasien
tersebut?
6. Apa yang harus dipertimbangkan dalam perawatan kelainan intra oral pasien
dengan kelainan sistemik ini?
7. Persiapan apa yang sebaiknya dilakukan sebelum tindakan ekstraksi pada kasus
tersebut?
8. Bagaimana perawatan rongga mulut pada kasus tersebut?
9. Komplikasi apa yang dapat terjadi jika dilakukan tindakan ekstraksi pada pasien
ini?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Manifestasi oral apa saja yang dapat terjadi pada pasien dengan Thalassemia?

2. Kelainan radiologis apakah yang dapat terjadi pada rongga mulut pasien ini?

3. Jelaskan komplikasi sistemik pada kelainan darah pada pasien ini?

Berbagai macam komplikasi dapat terjadi pada pasien talasemia, baik karena
penyakitnya sendiri ataupun akibat dari terapi yang diberikan. Pasien talasemia
memerlukan terapi suportif utama yaitu transfusi darah yang berulang dengan tujuan
mempertahankan kadar hemoglobin 9-10 g/dL.
1. Komplikasi Penimbunan Zat Besi
Komplikasi penimbunan zat besi dalam tubuh dapat terjadi akibat transfusi darah
yang dilakukan terus menerus. Pada pasien yang jarang mendapatkan transfusi darah
risiko penumpukan zat besi tetap terjadi karena penyerapan zat besi yang abnormal.
Penumpukan zat besi berkisar antara 2-5 gram per tahun pada kasus ini. Kelebihan besi
menyebabkan kapasitas transferin serum untuk mengikat besi bebas akan terlampaui,
sehingga besi bebas ini akan menghasilkan radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh.
Kelebihan besi (iron overload) ini dideposit dalam berbagai organ terutama di hati dan
jantung hingga terjadi disfungsi organ.
2. Komplikasi Jantung
Komplikasi pada jantung umumnya terjadi pada usia lebih dari 10 tahun. Sebagian
besar penderita awalnya mengeluh sesak napas saat istirahat, mudah lelah, nyeri pada
dada dan palpitasi. Kelainan jantung yang dapat terjadi seperti kardiomiopati, hipertensi
pulmonal, gagal jantung, aritmia, perikarditis, dan myokarditis (Sayed dkk., 2013).
Kelainan EKG pada pasien talasemia mayor terjadi sebanyak 35% dan kelainan yang
sering terjadi adalah pemanjangan interval QTc, hipertrofi ventrikel kiri, disritmia dan
perlambatan konduksi atrioventrikuler (blok jantung derajat I dan II). Pemeriksaan
ekokardiografi jantung dapat lebih tepat menilai kelainan anatomis dan penurunan fungsi
kontraksi jantung. Pemeriksaan ekokardiografi pada talasemia akan terlihat gambaran
restriktif, yaitu terlihat peningkatan nilai E, penurunan nilai A, serta peningkatan rasio
E/A, baik di katup mitral maupun trikuspidal; hal ini mengindikasikan penurunan
kemampuan diastolik ventrikel kiri dan kanan. Akibat timbunan besi di otot jantung dapat
diukur ketebalan dinding posterior dan septum ventrikel. Selain itu didapatkan gangguan
fungsi sistolik yang diukur dari pengurangan fraksi ejeksi pada pasien talasemia yang
rutin mendapatkan transfusi.

3. Gangguan kelenjar endokrin


Penumpukan besi pada organ lain juga dapat terjadi seperti endokrin. Komplikasi
yang dapat ditimbulkan biasanya muncul setelah dekade pertama dan meningkat seiring
bertambahnya usia. Gangguan pada kelenjar endokrin yang terjadi sebanyak 38% yang
meliputi osteoporosis, perawakan pendek, hipotiroid, diabetes melitus, dan keterlambatan
pubertas. Hipotiroid bianya akan muncul setelah dekade kedua dengan frekuensi
sebanyak 6-24%.
4. Gangguan tumbuh kembang
Gangguan tumbuh kembang dapat terjadi pada pasien talasemia dengan jumlah kasus
sebanyak 19,4.. Pada penelitian yang dilakukan oleh Cario dkk dilaporkan sebanyak 30%
pasien mengalami gangguan tumbuh kembang dengan usia rata-rata 13,8 tahun dan lebih
dari 50% muncul setelah usia 15 tahun.
5. Gangguan fungsi ginjal
Gangguan fungsi ginjal pada talasemia terjadi akibat anemia yang kronis serta
hipoksia jaringan yang menimbulkan stres oxidatif sehingga terjadi abnormalitas fungsi
dari sel tubulus. Anemia kronis akan menurunkan resistensi vaskular sistemik sehingga
mengakibatkan peningkatan aliran plasma ginjal dan disfungsi dari glomerulus. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Hamed dan ElMelegy (2010) dilaporkan bahwa terjadi
penurunan laju filtrasi glomerulus < 90 ml/ menit/ m2 pada 58,8% kasus.
6. Sirosis
Sirosis dan karsinoma hepatoseluler sebagai akibat hepatitis kronis ataupun
penumpukan besi yang berat disebabkan oleh pemberian transfusi yang berulang pada
talasemia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Li dkk. (2002) dilaporkan hemosiderosis
grade 3-4 dan fibrosis hati ditemukan sebanyak 44% dan 30% dan terjadi peningkatan
kadar enzim hati yang berhubungan dengan kadar feritin serum yang tinggi. Transfusi
darah yang dilakukan terus-menerus juga dapat meningkatkan risiko infeksi akibat
transfusi, selain itu juga dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya reaksi transfusi lebih
besar. Reaksi darah akibat transfusi yang sering terjadi adalah reaksi non hemolitik, reaksi
alergi, reaksi hemolitik yang bersifat akut, autoimmune hemolytic anemia, rekasi
transfusi tipe lambat, transfusion related acute lung injury (TRALI), transmisi infeksi
akibat transfusi meliputi hepatitis B, C, human immunodeficiency virus (HIV), malaria,
dan sifilis.
Sumber :
Yunitha RA. Penatalaksaan Pada Pasien Talasemia. Jurnal Medula. 2013 Sep 15;1(01):10-8.

4. Pemeriksaan penunjang apa yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis?

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis thalasemia ialah :


1. Pemeriksaan Darah
a. Darah rutin
Pemeriksaan darah rutin terjadi penurunan kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit,
peningkatan jumlah lekosit dan sel polimorfonuklear. Bila terjadi hipersplenisme
akan terjadi penurunan jumlah trombosit.
b. Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
c. Gambaran darah tepi
Anemia pada thalasemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.Gambaran
sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan
target sel.
d. Serum Iron & Total Iron Binding Capacity
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia
terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi Serum Ironakan
menurun, sedangkan TIBC meningkat.
e. Tes Fungsi Hepar
Kadar unconjugated bilirubin meningkat 2-4 mg%. Bila angka tersebut sudah
terlampaui maka harus dipikirkan adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu
empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan
menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat kerusakan ini akan berakibat
terjadinya kelainan dalam faktor pembekuan darah (Yais Hassan M, 2010 ).
2. Elektroforesis Hb
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin.
Pemeriksaan tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja namun juga pada
orang tua dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis
hemoglobin dan kadar HbA2. Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya
Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%,
sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang akan memperlihatkan suatu proses eritropoesis yang
sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. Pada
keadaan normal nilai perbandingannya 10: 3.
Sumber:
Kartoyo P, Purnamawati SP. Pengaruh penimbunan besi terhadap hati pada thalassemia. Sari
Pediatri. 2016 Dec 6;5(1):34-8.

5. Jelaskan klasifikasi dari kelainan darah dan termasuk klasifikasi yang mana kasus pasien
tersebut?

1. Thalasemia minor
Thalasemia minor adalah kondisi saat jumlah rantai alfa atau beta yang berkurang
hanya sedikit. Maka dari itu, gejala-gejala anemia yang ditunjukkan oleh pengidap
thalasemia minor umumnya bersifat ringan, bahkan tidak ada sama sekali pada
beberapa kasus.
Meski thalasemia minor memiliki gejala anemia ringan, atau bahkan tidak
menunjukkan gejala apa pun, pengidapnya masih bisa mewariskan penyakit atau gen
yang bermasalah ke anak-anaknya kelak. Maka itu, perlu dilakukan pencegahan
tertentu untuk meminimalisir peluang memiliki anak dengan thalasemia.
Thalasemia alfa minor

Dalam kasus alfa, thalasemia dapat tergolong sebagai jenis minor jika terdapat dua
gen yang menghilang dalam pembentukan rantai alfa di hemoglobin. Pada kondisi
normal, tubuh seharusnya memiliki empat gen untuk membentuk rantai alfa.
Thalasemia beta minor

Sementara itu, gen yang normalnya diperlukan untuk menyusun rantai beta adalah
sebanyak 2. Jika salah satu dari dua gen pembentuk rantai beta bermasalah, kondisi
tersebut tergolong sebagai thalasemia jenis minor.
2. Thalasemia intermedia

Thalasemia intermedia adalah kondisi ketika penderita mengalami gejala-gejala


anemia dengan tingkat keparahan sedang.

Menurut American Family Physician, pasien thalasemia alfa dengan jenis intermedia
kehilangan 3 dari 4 gen rantai alfanya. Sementara itu, thalasemia beta intermedia
terjadi ketika 2 dari 2 gen rantai beta mengalami kerusakan.

Penyakit ini biasanya baru terdeteksi pada anak-anak yang lebih besar. Sebagian
besar pasien thalasemia intermedia juga tidak perlu menerima transfusi darah secara
rutin. Mereka pun tetap dapat menjalani hidup normal selayaknya pasien thalasemia
minor.

3. Thalasemia mayor
Thalasemia mayor berkaitan dengan berapa banyak gen yang bermasalah dalam
pembentukan rantai alfa dan beta dalam darah. Namun, perbedaan yang mencolok
dari thalasemia jenis ini dengan jenis minor dan intermedia adalah munculnya gejala-
gejala thalasemia yang cenderung lebih parah.
Thalasemia alfa mayor

Pada thalasemia alfa mayor, jumlah gen yang bermasalah adalah 3 dari 4, atau
bahkan semuanya. Dengan gen sebanyak itu yang bermasalah, kondisi ini dapat
mengakibatkan komplikasi yang fatal.
Thalasemia jenis mayor yang terjadi pada rantai alfa ini juga disebut dengan hydrops
fetalis atau sindrom Hb Bart. Menurut situs National Heart, Lung, and Blood Institute,
kebanyakan bayi yang terlahir dengan kondisi ini meninggal sebelum lahir (stillborn)
atau sesaat setelah lahir.
Thalasemia beta mayor

Sementara itu, tidak jauh berbeda dengan rantai alfa, thalasemia beta yang berjenis
mayor juga terjadi ketika seluruh gen pembentuk rantai beta mengalami masalah.
Kondisi ini disebut juga dengan anemia Cooley, serta menunjukkan gejala-gejala
anemia yang lebih berat.

Pada kasus, pasien termasuk thalasemia beta mayor yang merupakan,


Thalasemia beta terjadi ketika tubuh tidak mampu memproduksi beta globin. Untuk bisa
membentuk beta globin, tubuh kita membutuhkan 2 gen masing-masing dari ayah dan ibu.
Thalasemia beta memiliki 2 sub tipe lagi yang cukup langka terjadi yakni thalasemia beta
mayor dan thalasemia beta intermedia, dan dimana hasil pemeriksaan laboratorium
hemoglobin 10 mg/dl dan hematokrit 30%. Kurang lebih 2 minggu ini, pasien merasa mudah lelah,
lemas & pusing. Pada pemeriksaan umum tekanan darah 100/70 mmHg dan denyut jantung 110 per
menit.
Pada kasus pasien juga melakukan transfusi darah berulang yang biasanya terjadi pada
penderita thalasemia beta mayor.  thalasemia termasuk jenis thalasemia beta mayor tidak bisa
disembuhkan. Salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi tubuh
pasien adalah dengan melakukan perawatan.
Sumber:
Overview | Blood transfusion | Guidance | NICE. (2015). Retrieved 11 August 2020,
from https://www.nice.org.uk/guidance/ng24
Trompeter, S., Cohen, A., & Porter, J. (2014). BLOOD TRANSFUSION. Thalassaemia International
Federation. Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK269390/
6. Apa yang harus dipertimbangkan dalam perawatan kelainan intra oral pasien dengan
kelainan sistemik ini?

7. Persiapan apa yang sebaiknya dilakukan sebelum tindakan ekstraksi pada kasus
tersebut?
Sebelum melakukan perawatan gigi, sebaiknya dokter gigi menjelaskan tindakan yang akan
dilakukan, serta kemungkinan komplikasi yang akan terjadi. Perawatan gigi pada pasien dengan
koagulopati mungkin lebih terbatas, sebagai contoh, tindakan skaling hanya dilakukan pada satu
sekstan atau kuadran gigi pada setiap kunjungan, atau ekstraksi hanya satu gigi dari beberapa gigi
yang telah direncanakan untuk diekstraksi dan dilakukan penjahitan.
Perawatan sebelum pencabutan gigi
 Perawatan transfusi darah
Sebelum dan sesuah ekstraksi harus dilakukan transfusi darah untuk
memperpanjang usia pasien. Kebutuhan darah pada pencabutan gigi sangat banyak,
ini disebabkan trauma pada pencabutan gigi tersebut, oleh sebab itu transfusi darah
sangat diperlukan demi lancarnya proses ekstraksi.
 Splenektomi
 Transplantasi sumsum tulang
 terapi gen
8. Bagaimana perawatan rongga mulut pada kasus tersebut?
9. Komplikasi apa yang dapat terjadi jika dilakukan tindakan ekstraksi pada pasien ini?

1. Perdarahan.
Pada kebanyakan kasus dikarenakan kurangnya pemeriksaan inspeksi dan debridemen
dari socket gigi (meninggalkan granuloma atau kista di dalamnya). Setelah diberikan
anestesi local, bersihkan socket dengan kuret kemudian gigit dengan kassa dan kompres.
2. Fraktur gigi.
Terkadang gigi dapat patah saat pencabutan dan sisa gigi harus dikeluarkan seluruhnya,
komplikasi ini juga dapat menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan dan kerusakan
jaringan ekstraksi juga lebih banyak. Fraktur patologis pada thalasemia yang disebabkan
oleh ruang sumsum tulang yang lebar. Terkadang gigi dapat patah saat pencabutan dan
sisa gigi harus dikeluarkan seluruhnya, komplikasi ini juga dapat menyebabkan rasa sakit
dan pembengkakan dan kerusakan jaringan ekstraksi juga lebih banyak.
3. Infeksi.
Dapat diakibatkan karena tidak dilakukan tindakan aseptic saat ekstraksi, adanya tulang
mati (sequester bone) atau adanya sisa kista. Lakukan pemeriksaan inspeksi dan
pembersihan socket gigi dalam anestesi local. Pemberian antibiotic selama 6 sampai 8
hari sebaiknya diberikan jika terdapat rasa sakit yang berat setelah masa penyembuhan
usai atau jika tampak adanya pus. Jika lebih dari area akar gigi yang terinfeksi saat akan
dilakukan ekstraksi gigi maka antibiotic mungkin sebaiknya diberikan setelah gigi pasien
selesai diekstraksi. Meningkatnya resiko infeksi pada pasien thalasemia yang telah
menjalani splenektomi, dianjurkan agar pasien tersebut mendapatkan antibiotika
profilaktik sebelum terapi dental. Juga, pasien dengan thalasemia memiliki resiko infeksi
human immunodeficiency virus dan hepatitis yang lebih tinggi karena banyaknya
transfusi darah yang mereka terima. Dengan demikian kehati-hatian yang tepat harus
diambil jika menterapi mereka.
4. Pembengkakan.
Pembengkakan dapat berlanjut atau meningkat setelah dua hari paska ekstraksi, namun
sebaiknya mulai berkurang pada hari ke 5. kompres ess dapat berguna untuk mengurangi
pembengkakan – 20 menit pada area pipi kemudian pada area ekstraksi, hentikan selama
10 menit kemudian ulangi kembali. Pembengkakan dapat menjadi masalah dalam hal
membuka mulut, sehingga bila pembengkakan telah berkurang, mulut dapat bekerja lebih
baik.
5. Dry socket
Dimana bekuan darah yang menutup daerah bekas ekstraksi menghilang tanpa digantikan
oleh bekuan darah yang lain. Tulang dan jaringan sarah terpapar oleh udara dan lainnya
yang terdapat dalam rongga mulut menyebabkan rasa sakit dan terkadang bau busuk.
Dikarenakan anoksia dari tulang atau sequester alveolar tertinggal di tempat tersebut
menghasilkan rasa sakit 2 sampai 3 hari setelah tindakan. Untuk menanggulanginya
bersihkan socket, gunakan analgetik dan antibiotic bila terdapat infeksi. Normalnya dry
socket bersih sekitar 5 sampai 7 hari.
6. Rasa nyeri dan tidak nyaman saat tidur
Tidur dengan kepala agak dinaikkan dapat mengurangi tekanan pada rahang,
menggunakan dua bantal dapat menolong. Cobalah untuk menghindari tidur berbaring
pada daerah ekstraksi untuk menghindari nyeri dan rasa tidak nyaman.
7. Kerusakan gigi yang lain selama ekstraksi gigi berlangsung. 
Sumber:
Zulian MR, Hermanto E, Sudibyo S. Correlation Dental Classification of Mandibular
Impacted Tooth with a Duration of Action Odontectomy in Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
DENTA Jurnal Kedokteran Gigi. 2017 Feb 1;11(1):1.

Anda mungkin juga menyukai