DISUSUN OLEH:
TRYA FITRI AYUNI
190600063
KELAS B
DOSEN PEMBIMBING
dr. Rusdiana, M.Kes
dr. M. Aron Pase, M.Kes (PD).,Sp. PD
dr. Tri Widyawati, M.Si, Ph.D
Seorang perempuan umur 55 tahun datang ke praktek dokter gigi dengan keluhan sakit
gigi dan gusinya bengkak. Dari hasil pemeriksaan intra oral, terlihat gigi molar satu kanan
bawah mengalami abses. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien ini sering mengalami
buang air kecil, badan merasa mudah lelah dan berat badan makin menurun, walau banyak
makan. Keluhan ini sudah dialami sejak 4 bulan yang lalu, selain itu pasien sering merasa
haus sehingga pasien banyak minum dan kebas ditangan dan kaki. Pada pemeriksaan fisik
didapati tinggi badan 165 cm, BB 85 kg, kesadaran compos mentis, TD 120/70 mmHg,
frekwensi nadi 90x /menit regular. Pernafasan 24 x /menit regular, suhu 370C.
Hasil laboratorium darah rutin dalam batas normal, Kadar Gula Darah sewaktu 365 mg/dl.
BAB II
PEMBAHASAN
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi
maupun rendah seperti perenggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang
mengalami Nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar
K + ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada
beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan/inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien,
prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangasng nosiseptor sehingga
rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia
atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga
bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi
oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan
akumulasi K+ ekstraseluler dan H+ yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor.
Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal,
tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosiseptor. Bila
nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan
kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga
menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung
jawab untuk serangan migrain. Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan
nyeri.
Infeksi yang berasal dari geligi disebut dengan infeksi odontogenik. Abses
merupakan suatu infeksi yang prosesnya berjalan cepat serta terlokalisasi, yang berupa
peradangan, pembengkakan, serta berkumpulnya abses dalam suatu rongga yang
terbentuk disertai kerusakan jaringan setempat, dan adanya nyeri tekan. Umumnya
infeksi rongga mulut merupakan mixed infections, yaitu infeksi karena dua atau lebih
jenis kuman patogen. Infeksi dalam rongga mulut biasanya berasal dari 1) jaringan
apikal suatu gigi non vital, akar gigi, kista periapikal yang terinfeksi, 2) jaringan
periodontal, dan 3) jaringan perikoronal, yang akan menyebabkan infeksi pada jaringan
di sekitarnya. Infeksi pada rongga mulut umumnya disebabkan oleh adanya
Streptococcus dan Staphylococcus serta organisme mikro gram negatif yang berbentuk
batang dan anaerob. Bila tidak segera dilakukan perawatan yang baik, maka proses akan
berlanjut, sehingga terjadi supurasi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus atau
kadang-kadang juga terjadi mixed infection dengan kuman anaerob, kemudian diikuti
proses destruksi tulang alveolar dan tempat tersebut terisi oleh abses.
- Daerah supurasi disusun oleh pus yang terdiri dari leukosit PMN yang didominasi
oleh neutrophil dalam tahap penghancuran, eksudat protein, dan jaringan nekrotik.
Kadang juga terlihat plasma sel dan limfosit dalam jumlah sedikit.
- Pus dikelilingi oleh sel inflamasi leukosit yang didominasi PMN.
- Dilatasi pembuluh darah dan neutrophil yang berinfiltrasi pada ligament
periodontal dan sum-sum tulang yang berdekatan dengan cairan nekrotik.
- Jaringan disekitar daerah supurasi mengandung cairan serous.
- Sel utamanya adalah limfosit dan plasma sel serta PMN dalam jumlah tertentu.
- Kadang-kadang terdapat sel makrofag dan ada juga sel yang berinti banyak.
- Ditengah abses terdapat kumpulan jaringan fibrous dan sedikit kapiler darah yang
baru terbentuk.
- Didaerah luar terdapat kapsul jaringan fibrous.
Poliuri adalah kelainan produksi air seni (urine) pada tubuh, dimana urine
diproduksi lebih banyak dari jumlah normal yang dimana Poliuri adalah salah satu
gejala dari Diabetes Mellitus. Gejala diabetes awalnya berhubungan dengan efek
langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Kadar gula darah yang tinggi sampai diatas
160-180 mg/dL, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih, jika kadarnya lebih
tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar
glukosa yang hilang. Poliuri terjadi jika ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah
yang berlebihan, maka penderita sering berkemib dalam jumlah yang banyak. Tanda-
tanda penyakit diabetes diantaranya cepat haus, sering buang air kecil, lekas lelah, dan
berat badan menurun meskipun nafsu makan tetap tinggi.
Peningkatan kadar gula darah akibat hormon insulin yang tidak cukup
(misalnya pada diabetes tipe 1) atau karena kerja insulin yang tidak baik (misalnya pada
diabetes tipe 2) mengakibatkan sel-sel tubuh tidak mendapatkan cukup zat gula yang
digunakan untuk menghasilkan energi, akibatknya orang tersebut akan merasa lemas
atau lemah. Proses perubahan glukosa menjadi energi ini melibatkan proses
metabolisme karbohidrat. Ketika seseorang mengalami kadar gula darah yang tinggi
(hiperglikemi), terutama pada orang yang sudah tua, ia akan mengalami dehidrasi. Hal
ini terjadi akibat sifat glukosa yang "menarik" air dan meningkatkan frekuensi buang
air kecil. Hal inilah yang juga mengakibatkan orang yang mengalami hiperglikemi
cenderung merasakan keluhan lemas atau lemah badan. Selain itu, misalnya pada
penderita diabetes yang mengaami kondisi hiperglikemi, biasanya terjadi gangguan
fungsi organ lain, seperti pada ginjal. Gangguan fungsi ginjal ini juga berkontribusi
terhadap terjadinya lemas atau lemah tubuh.
Patologi DM dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan
insulin (Guyton & Hall, 2006). Pada DM tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan) (Brunner & Suddarth, 2012). Menurut Brunner & Suddarth (2012), jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang berlebihan menyebabkan pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan peningkatan rasa haus
(polidipsia).
Pada penderita diabetes melitus terdapat masalah dalam efek kerja insulin
dalam metabolisme gula ke dalam sel tidak sempurna sehingga gula darah tetap tinggi.
Keadaan tersebut dapat meracuni dan menyebabkan rasa lemah dan tidak sehat serta
menyebabkan komplikasi dan gangguan metabolisme lain Faktor yang kedua adalah
faktor yang berisiko tetapi tidak dapat diubah seperti usia, jenis kelamin serta latar
belakang keluarga dengan penyakit diabetes. Faktor risiko kejadian penyakit Diabetes
Mellitus tipe dua antara lain usia, aktifitas fisik, terpapar asap, indeks massa tubuh
(IMT), tekanan darah, stres, gaya hidup, adanya riwayat keluarga, kolesterol HDL,
trigliserida, DM kehamilan, riwayat ketidaknormalan glukosa dan kelainan lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2012) menyatakan bahwa riwayat keluarga,
aktifitas fisik, umur, stres, tekanan darah serta nilai kolesterol berhubungan dengan
terjadinya DM tipe dua, dan orang yang memiliki berat badan dengan tingkat obesitas
berisiko 7,14 kali terkena penyakit DM tipe dua jika dibandingkan dengan orang yang
berada pada berat badan ideal atau normal.
Jika dokter gigi mencurigai adanya penyakit DM pada pasien, maka pasien patut
dianamnesis dengan baik untuk mengetahui adanya riwayat polidipsia, poliuria,
polyphagia, atau adanya penurunan berat badan. Jika diduga ada riwayat keluarga yang
DM, maka perlu dilakukan evaluasi dan pemeriksaan laboratorium berupa kadar gula
darah puasa dan sesudah makan, uji urine, dan toleransi glukosa.
1.Metformin
Metformin adalah agen lini pertama untuk DM tipe 2. Studi terbaru menunjukkan
bahwa metformin dapat digunakan dengan aman pada pasien dengan laju filtrasi
glomerulus ≥ 30 mL/min/1,73 m2. Namun, obat ini dikontraindikasikan pada pasien
dengan insufisiensi ginjal tahap lanjut dan digunakan secara hati-hati pada pasien
dengan gangguan fungsi hati atau gagal jantung karena meningkatkan risiko asidosis
laktat. Metformin dapat dihentikan sementara sebelum prosedur invasif, selama rawat
inap, dan terdapat penyakit akut yang dapat mengganggu fungsi ginjal atau hati.
2.Thiazolidinediones
3.Sulfonilurea
4.DPP-IV inhibitor
5. SGLT-2 inhibitor
Data penggunaan jangka panjang obat golongan ini masih terbatas meski data
keamanan dan keamanan awal telah dilaporkan.
6.Terapiinsulin
Terapi insulin mengharuskan pasien atau pengasuh pasien memiliki kemampuan
fungsional dan kemampuan kognitif yang baik. Terapi insulin bergantung pada
kemampuan pasien untuk menyuntikkan insulin sendiri atau dengan bantuan pengasuh.
Dosis insulin harus dititrasi untuk memenuhi target glikemik individual dan untuk
menghindari hipoglikemia. Terapi injeksi insulin basal yang diberikan sekali per hari
dikaitkan dengan efek samping minimal dan mungkin merupakan pilihan yang baik.
12. Jelaskan kemungkinan interaksi obat anti inflamasi non steroid dengan obat anti
diabetic!
1.3 Kesimpulan
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun
rendah seperti perenggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami
Nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K +
ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada
beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan/inflamasi.
Infeksi yang berasal dari geligi disebut dengan infeksi odontogenik. Abses merupakan
suatu infeksi yang prosesnya berjalan cepat serta terlokalisasi, yang berupa peradangan,
pembengkakan, serta berkumpulnya abses dalam suatu rongga yang terbentuk disertai
kerusakan jaringan setempat, dan adanya nyeri tekan.
Poliuri adalah kelainan produksi air seni (urine) pada tubuh, dimana urine diproduksi
lebih banyak dari jumlah normal yang dimana Poliuri adalah salah satu gejala dari Diabetes
Mellitus.
Pada penderita diabetes melitus terdapat masalah dalam efek kerja insulin dalam
metabolisme gula ke dalam sel tidak sempurna sehingga gula darah tetap tinggi. Keadaan
tersebut dapat meracuni dan menyebabkan rasa lemah dan tidak sehat serta menyebabkan
komplikasi dan gangguan metabolisme lain.
Sebelum melakukan perawatan pada pasien yang memiliki penyakit DM ada baiknya
pasien tersebut di rujuk ke dokter spesialis penyakit dalam dan juga pasien
melakukan pemeriksaan laboratorium berupa kadar gula darah puasa dan sesudah makan,
uji urine, dan toleransi glukosa. Setelah pasien dirujuk maka dokter gigi boleh melanjutkan
perawatan.
Daftar Pustaka