Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PEMICU 2 BLOK 7

“Metabolisme Yang Terganggu”

DISUSUN OLEH:
TRYA FITRI AYUNI
190600063
KELAS B

DOSEN PEMBIMBING
dr. Rusdiana, M.Kes
dr. M. Aron Pase, M.Kes (PD).,Sp. PD
dr. Tri Widyawati, M.Si, Ph.D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolute
insulinatau insensivitas terhadap insulin. Diabetes mellitus disebabkan oleh oenurunan
kecepatan insulin oleh sel-sel beta pula Langerhans. Biasanya dibagi dalam dua jenis
berbeda: diabetes javanilis, yang biasanya tetapi tak selalu, dimulai mendadak pada awal
kehidupan dandiabetes dengan awitan maturitas yang dimulai di usia lanjut dan terutama
pada orang kegemukan. Penderita penyakit diabetes mellitus dapat meninggal karena
penyakit yang dideritanya atau karena komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit ini,
misalnya penyakit ginjal, gangguan jantung dan gangguan saraf. Penyebab diabetes
mellitus dapat disebabkan oleh berbagai hal,dan juga terdapat berbagai macam tipe diabetes
mellitus.
1.2 Deskripsi Topik

Nama Pemicu : Metabolisme Terganggu…


Penyusun : dr. Rusdiana, M. Kes; dr. M. Aron Pase, M.Ked (PD).,Sp. PD; dr. Tri
Widyawati, M.Si, Ph.D
Hari/Tanggal : Senin, 13 Mei 2019
Jam : 13.30 – 15.30 WIB

Seorang perempuan umur 55 tahun datang ke praktek dokter gigi dengan keluhan sakit
gigi dan gusinya bengkak. Dari hasil pemeriksaan intra oral, terlihat gigi molar satu kanan
bawah mengalami abses. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien ini sering mengalami
buang air kecil, badan merasa mudah lelah dan berat badan makin menurun, walau banyak
makan. Keluhan ini sudah dialami sejak 4 bulan yang lalu, selain itu pasien sering merasa
haus sehingga pasien banyak minum dan kebas ditangan dan kaki. Pada pemeriksaan fisik
didapati tinggi badan 165 cm, BB 85 kg, kesadaran compos mentis, TD 120/70 mmHg,
frekwensi nadi 90x /menit regular. Pernafasan 24 x /menit regular, suhu 370C.

Hasil laboratorium darah rutin dalam batas normal, Kadar Gula Darah sewaktu 365 mg/dl.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Jelaskan patofisiologi nyeri!

Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi
maupun rendah seperti perenggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang
mengalami Nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar
K + ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada
beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan/inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien,
prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangasng nosiseptor sehingga
rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia
atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga
bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi
oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan
akumulasi K+ ekstraseluler dan H+ yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor.
Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal,
tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosiseptor. Bila
nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan
kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga
menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung
jawab untuk serangan migrain. Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan
nyeri.

2. Jelaskan pathogenesis terjadinya abses pada gigi!

Infeksi yang berasal dari geligi disebut dengan infeksi odontogenik. Abses
merupakan suatu infeksi yang prosesnya berjalan cepat serta terlokalisasi, yang berupa
peradangan, pembengkakan, serta berkumpulnya abses dalam suatu rongga yang
terbentuk disertai kerusakan jaringan setempat, dan adanya nyeri tekan. Umumnya
infeksi rongga mulut merupakan mixed infections, yaitu infeksi karena dua atau lebih
jenis kuman patogen. Infeksi dalam rongga mulut biasanya berasal dari 1) jaringan
apikal suatu gigi non vital, akar gigi, kista periapikal yang terinfeksi, 2) jaringan
periodontal, dan 3) jaringan perikoronal, yang akan menyebabkan infeksi pada jaringan
di sekitarnya. Infeksi pada rongga mulut umumnya disebabkan oleh adanya
Streptococcus dan Staphylococcus serta organisme mikro gram negatif yang berbentuk
batang dan anaerob. Bila tidak segera dilakukan perawatan yang baik, maka proses akan
berlanjut, sehingga terjadi supurasi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus atau
kadang-kadang juga terjadi mixed infection dengan kuman anaerob, kemudian diikuti
proses destruksi tulang alveolar dan tempat tersebut terisi oleh abses.

3. Jelaskan gambaran histopatologi abses pada gigi!

Gambaran histologi pada abses akut:

- Daerah supurasi disusun oleh pus yang terdiri dari leukosit PMN yang didominasi
oleh neutrophil dalam tahap penghancuran, eksudat protein, dan jaringan nekrotik.
Kadang juga terlihat plasma sel dan limfosit dalam jumlah sedikit.
- Pus dikelilingi oleh sel inflamasi leukosit yang didominasi PMN.
- Dilatasi pembuluh darah dan neutrophil yang berinfiltrasi pada ligament
periodontal dan sum-sum tulang yang berdekatan dengan cairan nekrotik.
- Jaringan disekitar daerah supurasi mengandung cairan serous.

Gambaran histologi pada abses kronis:

- Sel utamanya adalah limfosit dan plasma sel serta PMN dalam jumlah tertentu.
- Kadang-kadang terdapat sel makrofag dan ada juga sel yang berinti banyak.
- Ditengah abses terdapat kumpulan jaringan fibrous dan sedikit kapiler darah yang
baru terbentuk.
- Didaerah luar terdapat kapsul jaringan fibrous.

4. Jelaskan patofisiolgi poliuri!

Poliuri adalah kelainan produksi air seni (urine) pada tubuh, dimana urine
diproduksi lebih banyak dari jumlah normal yang dimana Poliuri adalah salah satu
gejala dari Diabetes Mellitus. Gejala diabetes awalnya berhubungan dengan efek
langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Kadar gula darah yang tinggi sampai diatas
160-180 mg/dL, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih, jika kadarnya lebih
tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar
glukosa yang hilang. Poliuri terjadi jika ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah
yang berlebihan, maka penderita sering berkemib dalam jumlah yang banyak. Tanda-
tanda penyakit diabetes diantaranya cepat haus, sering buang air kecil, lekas lelah, dan
berat badan menurun meskipun nafsu makan tetap tinggi.

5. Jelaskan patofisiologi penurunan berat badan!

Penyandang diabetes mellitus akan mengalami defisiensi insulin, sehingga


terganggunya metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat
badan, sehingga mengakibatkan berkurangnya jumlah simpanan kalori. Menurut
America Diabetic Asociation (ADA) penyakit DM dapat ditandai dengan banyak
minum, banyak makan, sering buang air kecil dan terjadi penurunan berat badan.
Berdasarkan hasil analisis para ahli, terdapat hubungan antara berat badan dengan kadar
gula darah. Pada penderita diabetes melitus terdapat masalah dalam efek kerja insulin
dalam metabolisme gula ke dalam sel tidak sempurna sehingga gula darah tetap tinggi.
Keadaan tersebut dapat meracuni dan menyebabkan rasa lemah dan tidak sehat serta
menyebabkan komplikasi dan gangguan metabolisme lain. Apabila tubuh tidak mampu
mendapatkan energi yang cukup dari gula, tubuh akan mengolah zat-zat lain untuk
diubah menjadi energi seperti lemak. Penggunaan atau penghancuran lemak dan
menyebabkan turunnya berat badan. Penyandang DM akan kehilangan berat tubuh
yang hebat kendati terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori
normal atau meningkat.

6. Jelaskan patofisiologi badan lemas dikaitkan dengan proses metabolisme karbohidrat


dan peningkatan kadar gula darah!

Peningkatan kadar gula darah akibat hormon insulin yang tidak cukup
(misalnya pada diabetes tipe 1) atau karena kerja insulin yang tidak baik (misalnya pada
diabetes tipe 2) mengakibatkan sel-sel tubuh tidak mendapatkan cukup zat gula yang
digunakan untuk menghasilkan energi, akibatknya orang tersebut akan merasa lemas
atau lemah. Proses perubahan glukosa menjadi energi ini melibatkan proses
metabolisme karbohidrat. Ketika seseorang mengalami kadar gula darah yang tinggi
(hiperglikemi), terutama pada orang yang sudah tua, ia akan mengalami dehidrasi. Hal
ini terjadi akibat sifat glukosa yang "menarik" air dan meningkatkan frekuensi buang
air kecil. Hal inilah yang juga mengakibatkan orang yang mengalami hiperglikemi
cenderung merasakan keluhan lemas atau lemah badan. Selain itu, misalnya pada
penderita diabetes yang mengaami kondisi hiperglikemi, biasanya terjadi gangguan
fungsi organ lain, seperti pada ginjal. Gangguan fungsi ginjal ini juga berkontribusi
terhadap terjadinya lemas atau lemah tubuh.

7. Jelaskan patofisiologi sering haus!

Patologi DM dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan
insulin (Guyton & Hall, 2006). Pada DM tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan) (Brunner & Suddarth, 2012). Menurut Brunner & Suddarth (2012), jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang berlebihan menyebabkan pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan peningkatan rasa haus
(polidipsia).

8. Jelaskan faktor risiko terjadinya penyakit DM tersebut!

Pada penderita diabetes melitus terdapat masalah dalam efek kerja insulin
dalam metabolisme gula ke dalam sel tidak sempurna sehingga gula darah tetap tinggi.
Keadaan tersebut dapat meracuni dan menyebabkan rasa lemah dan tidak sehat serta
menyebabkan komplikasi dan gangguan metabolisme lain Faktor yang kedua adalah
faktor yang berisiko tetapi tidak dapat diubah seperti usia, jenis kelamin serta latar
belakang keluarga dengan penyakit diabetes. Faktor risiko kejadian penyakit Diabetes
Mellitus tipe dua antara lain usia, aktifitas fisik, terpapar asap, indeks massa tubuh
(IMT), tekanan darah, stres, gaya hidup, adanya riwayat keluarga, kolesterol HDL,
trigliserida, DM kehamilan, riwayat ketidaknormalan glukosa dan kelainan lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2012) menyatakan bahwa riwayat keluarga,
aktifitas fisik, umur, stres, tekanan darah serta nilai kolesterol berhubungan dengan
terjadinya DM tipe dua, dan orang yang memiliki berat badan dengan tingkat obesitas
berisiko 7,14 kali terkena penyakit DM tipe dua jika dibandingkan dengan orang yang
berada pada berat badan ideal atau normal.

9. Jelaskan pemeriksaan penunjang lain untuk kasus ini!

Jika dokter gigi mencurigai adanya penyakit DM pada pasien, maka pasien patut
dianamnesis dengan baik untuk mengetahui adanya riwayat polidipsia, poliuria,
polyphagia, atau adanya penurunan berat badan. Jika diduga ada riwayat keluarga yang
DM, maka perlu dilakukan evaluasi dan pemeriksaan laboratorium berupa kadar gula
darah puasa dan sesudah makan, uji urine, dan toleransi glukosa.

Seorang klinisi harus mengetahui nilai haemoglobin yang terikat dengan


glukosa (HbA1C). Uji ini akan memberikan gambaran mengenai kadar glukosa selama
2-3 bulan. Jika nilainya kurang dari 8% menunjukkan kadar glukosa secara relatif
terkontrol baik. Jika nilai HbA1C lebih besar dari 10% menunjukkan kadar gula darah
tidak terkontrol.

10. Jelaskan penatalaksanaan non-farmakologi dari kasus diatas!

- Edukasi : pemantauan dari tenaga media dan dukungan dari keluarga


- Diet : Salah satu diet DM yaitu dengan mengonsumsi rebusan buncis. Buncis
(Phaseolus vulgaris) merupakan salah satu bahan makanan jenis sayuran kacang-
kacangan yang biasa dikonsumsi. Buncis (Phaseolus vulgaris) mendapat perhatian
lebih sebagai makanan yang kaya akan Phytochemical yang bermanfaat bagi
kesehatan antara lain, flavonoid, kuercetin, steroid, terpenoid dan tripsin inhibitor.
Buncis (Phaseolus vulgaris) juga bagus sebagai sumber asam amino esensial, dan
membantu dalam pengaturan gula darah.
- Terapi gizi : perencanaan makanan yang baik dan manajemen nutrisi pada pasien
DM 2 bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup yaitu mempertahankan kadar
glukosa darah, profil lemak, dan tekanan darah.
- Latihan jasmani
- Pengendalian kadar glukosa.
11. Jelaskan penatalaksanaan farmakologi dari kasus diatas!

1.Metformin

Metformin adalah agen lini pertama untuk DM tipe 2. Studi terbaru menunjukkan
bahwa metformin dapat digunakan dengan aman pada pasien dengan laju filtrasi
glomerulus ≥ 30 mL/min/1,73 m2. Namun, obat ini dikontraindikasikan pada pasien
dengan insufisiensi ginjal tahap lanjut dan digunakan secara hati-hati pada pasien
dengan gangguan fungsi hati atau gagal jantung karena meningkatkan risiko asidosis
laktat. Metformin dapat dihentikan sementara sebelum prosedur invasif, selama rawat
inap, dan terdapat penyakit akut yang dapat mengganggu fungsi ginjal atau hati.

2.Thiazolidinediones

Meningkatkan kepekatan tubuh terhadap insulin. Berikatan dengan peroxisome


proliferators actived receptor gamma/PPAR gamma di otot, jaringan lemak, dan hati
untuk menurunkan resistensi insulin. Obat golongan ini harus digunakan dengan sangat
hati-hati pada pasien lansia dengan gagal jantung kongestif dan pasien lansia yang
memiliki risiko tinggi terjatuh atau patah tulang.

3.Sulfonilurea

Obat golongan sulfonilurea berhubungan dengan risiko hipoglikemia dan harus


digunakan dengan hati-hati. Jika digunakan, sulfonilureas kerja lebih pendek seperti
glipizid lebih direkomendasikan. Glibenclamide/ glyburide merupakan sulfonilurea
kerja lama.

4.DPP-IV inhibitor

Obat golongan DPP-IV inhibitor memiliki risiko hipoglikemia minimal.

5. SGLT-2 inhibitor

Data penggunaan jangka panjang obat golongan ini masih terbatas meski data
keamanan dan keamanan awal telah dilaporkan.

6.Terapiinsulin
Terapi insulin mengharuskan pasien atau pengasuh pasien memiliki kemampuan
fungsional dan kemampuan kognitif yang baik. Terapi insulin bergantung pada
kemampuan pasien untuk menyuntikkan insulin sendiri atau dengan bantuan pengasuh.
Dosis insulin harus dititrasi untuk memenuhi target glikemik individual dan untuk
menghindari hipoglikemia. Terapi injeksi insulin basal yang diberikan sekali per hari
dikaitkan dengan efek samping minimal dan mungkin merupakan pilihan yang baik.

12. Jelaskan kemungkinan interaksi obat anti inflamasi non steroid dengan obat anti
diabetic!

Potensi interaksi obat yang mengalami tingkat keparahan moderate yaitu


penggabungan antara obat Meloxicam dan Glimepiride. Kombinasi kedua obat tersebut
dapat berpotensi meningkatkan efek Glimeperid dan menyebabkan kadar gula darah
terlalu rendah (Medscape, 2019). Meloxicam merupakan inhibitor dari enzim CYP2C9
sedangkan Glimepiride di dalam tubuh dimetabolisme oleh enzim CYP2C9.
Meloxicam sebagai inhibitor enzim CYP2C9 dapat menghambat metabolisme
Glimepiride sehingga dapat meningkatkan konsentrasi Glimepiride di dalam tubuh dan
menimbulkan terjadinya efek hipoglikemia (Lacy, 2012). Meloxicam merupakan
golongan obat NSAID dapat meningkatkan kerja Glimepiride, dengan cara
meningkatkan pelepasan insulin melalui mekanisme penghambatan kanal ion kalium
pada sel beta pancreas.

13. Jelaskan komplikasi diabetes mellitus!

Dalam perjalanan DM tipe 1 bermacam-macam komplikasi yaitu jangka


panjang dan jangka pendek. Komplikasi jangka pendek antara lain hipoglikemi dan
ketoasidosis. Ketoasidosis diabetic (KAD) akibat pemakaian insulin yang salah.
Sedangkan komplikasi jangka panjang akibat perubahan mikrovaskular berupa
retinopati, nefropati, dan neuropati. Retinopati merupakan komplikasi yang sering
didapatkan. Faktor risiko timbulnya retinopati antara lain kadar gula yang tidak
terkontrol dan lamanya menderita diabetes

Komplikasi DM tipe 2 dapat berupa hipertensi, PJK, neuropati (gangguan


saraf), retinopati (gangguan pada mata), nefropati (gangguan pada ginjal), kulit, dll.
14. Jelaskan indikasi rujuk pada kasus tersebut!

Kewaspadaan justru diperlukan selama perawatan selanjutnya yaitu bila


diperkirakan setelah dilakukan perawatan pasien akan menjadi sulit makan, misalnya
karena ada rasa sakit. Oleh karena itu sebelumnya perlu dilakukan rujukan untuk
memantau dosis antihiperglikeminya.
Sebelum melakukan perawatan pada pasien yang memiliki penyakit DM ada
baiknya pasien tersebut di rujuk ke dokter spesialis penyakit dalam dan juga pasien
melakukan pemeriksaan laboratorium berupa kadar gula darah puasa dan sesudah
makan, uji urine, dan toleransi glukosa. Setelah pasien dirujuk maka dokter gigi boleh
melanjutkan perawatan. Rujukan tersebut dilakukan agar terhindar dari kemungkinan
buruk yang akan terjadi selama perawatan.
Sistem rujukan perlu dilakukan pada seluruh pusat pelayanan kesehatan yang
memungkinkan dilakukan rujukan. Rujukan meliputi:
- Rujukan ke bagian mata.
- Rujukan untuk terapi gizi medis sesuai indikasi.
- Rujukan untuk edukasi kepada edukator diabetes.
- Rujukan kepada perawat khusus kaki (podiatrist), spesialis perilaku (psikolog)
atau spesialis lain sebagai bagian dari pelayanan dasar.
- Konsultasi lain sesuai kebutuhan.
BAB III
PENUTUP

1.3 Kesimpulan

Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun
rendah seperti perenggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami
Nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K +
ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada
beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan/inflamasi.
Infeksi yang berasal dari geligi disebut dengan infeksi odontogenik. Abses merupakan
suatu infeksi yang prosesnya berjalan cepat serta terlokalisasi, yang berupa peradangan,
pembengkakan, serta berkumpulnya abses dalam suatu rongga yang terbentuk disertai
kerusakan jaringan setempat, dan adanya nyeri tekan.
Poliuri adalah kelainan produksi air seni (urine) pada tubuh, dimana urine diproduksi
lebih banyak dari jumlah normal yang dimana Poliuri adalah salah satu gejala dari Diabetes
Mellitus.
Pada penderita diabetes melitus terdapat masalah dalam efek kerja insulin dalam
metabolisme gula ke dalam sel tidak sempurna sehingga gula darah tetap tinggi. Keadaan
tersebut dapat meracuni dan menyebabkan rasa lemah dan tidak sehat serta menyebabkan
komplikasi dan gangguan metabolisme lain.
Sebelum melakukan perawatan pada pasien yang memiliki penyakit DM ada baiknya
pasien tersebut di rujuk ke dokter spesialis penyakit dalam dan juga pasien
melakukan pemeriksaan laboratorium berupa kadar gula darah puasa dan sesudah makan,
uji urine, dan toleransi glukosa. Setelah pasien dirujuk maka dokter gigi boleh melanjutkan
perawatan.
Daftar Pustaka

1. Bahrudin, M. Patofisiologi Nyeri (Pain). Jurnal Ilmu Kesehatan Dan Kedokteran


Keluarga 2017; 13(1): 10.
2. Rasul, M.I. Netty, N. Penatalaksanaan Infeksi Rongga Mulut. Makassar Dent J 2018;
7(1): 30-1.
3. Saunders, W.B. Oral Pathology, Clinical Pathological Correlations. 5th ed. 2003.
4. Nugroho, S. Pencegahan Dan Pengendalian Diabetes Mellitus Melalui Olahraga.
MEDIKORA 2012; 9(1): 2-4.
5. Rias, Y.A. Ekawati, S. Hubungan Antara Berat Badan Dengan Kadar. Gula Darah Acak
Pada Tikus Diabestes Mellitus. Jurnal Wiyata 2017; 4(1): 73-5.
6. Haimi. Kaitan Badan Lemas Dengan Kadar Gula Dalam Tubuh. 21 Mei 2018.
https://www.alodokter.com/komunitas/topic/patofisiologi-badan-lemas/ (10 Mei
2020).
7. Simatupang, R. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Media Leaflet Tentang Diet
DM Terhadap Pengetahuan Pasien DM Di RSUD Pandam Kab. Tapanuli Tengah.
Jurnal Imiah Kohesi 2017; 1(2): 164-5.
8. Isnaini, N. Ratnasari. Faktor Risiko Mempengaruhi Kejadian Diabetes Mellitus Tipe
Dua. Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan Aisyiyah 2018; 14(1): 60.
9. Toharin, S.N.R. Cahyati, W.H. Zainafree, I. Hubungan Modifikasi Gaya Hidup Dan
Kepatuhan Konsumsi Obat Antidiabetic Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 Di RS QIM Batang Tahun 2013. UJPH 2015; 4(2).
10. Aprillia, N. Anita, D.A. Nur, H. Pengaruh Rebusan Buncis Terhadap Kadar Gula Darah
Pada Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan 2018; 11(2): 124-5.
11. Prasetyo, A. Tatalaksana Diabetes Melitus Pada Pasien Geriatri. CDK 2019; 46(6): 420.
12. Poluan, O.A. Wiyono, W.I. Yamlean, P.V.Y. Identifikasi Potensi Interaksi Obat Pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RS Gunung Maria. Jurnal Ilmiah Farmasi –
UNSRAT 2020; 9(1): 38-46.
13. Himawan, I.W. Aman, B.P. Bambang, T. Komplikasi Jangka Pendek Dan Jangka
Panjang Diabetes Mellitus Tipe 1. Sari pediatri 2009; 10(6): 368.
14. Meidikayanti, W. Chatarina, U.W. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas
Hidup Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Pademawu. Jurnal Berkala Epidemiologi
2017; 5(2): 247.
15. Indonesia, P.E. Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia.
Pb. Perkeni 2015.

Anda mungkin juga menyukai