STEMI
Disusun Oleh:
Dosen Pengampu:
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
2020
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan
hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk bekerja
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien Stemi”
makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Gadar Non Trauma.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar kami, dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan.
Penyusun
DAFTAR ISI
A. Definisi ......................................................................................................... 4
B. Etiologi ......................................................................................................... 4
C. Patofisiologi ................................................................................................. 5
D. Faktor Resiko ............................................................................................... 5
E. Komplikasi ................................................................................................... 7
F. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 8
G. Penatalaksanaan ........................................................................................... 9
H. Terapi Farmakologi ...................................................................................... 10
I. Terapi Definitif ............................................................................................ 11
A. Pengkajian .................................................................................................... 13
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................................ 25
C. Intervensi Keperawatan ............................................................................... 26
D. Evaluasi ........................................................................................................ 40
A. Kesimpulan .................................................................................................. 44
B. Saran ............................................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
4
pada kelompok umur ≥ 75 tahun. Prevalensi penyakit jantung koroneryang
didiagnosis dokter maupun berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih tinggi
pada perempuan (0,5% dan 1,5%) (Adzni, 2015).
Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang melaporkan kasus tertinggi
penyakit tidak menular pada tahun 2012 adalah kelompok penyakit jantung dan
pembuluh darah. Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit yang
mengganggu jantung dan sistem pembuluh darah seperti penyakit jantung
koroner(angina pektoris, akut miokard infark), dekompensasio kordis, hipertensi,
stroke, penyakit jantung, rematik, dan lain-lain. Dari total 1.212.167 kasus yang
dilaporkan sebesar 66,51% (806.208 kasus) adalah penyakit jantung dan pembuluh
darah. Mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011, yaitu sebesar 62, 43%
(880.193 kasus) dari total 1.409.857 kasus yang dilaporkan (Adzni, 2015).
STEMI dapat menimbulkan nyeri dada hebat yang tidak dapat hilang dengan
istirahat, berpindah posisi, ataupun pemberian nitrat; kulit mungkin pucat,
berkeringat dan dingin saat disentuh; pada gejala awal tekanan darah dan nadi dapat
naik, tetapi juga dapat berubah menjadi turun drastis akibat dari penurunan curah
jantung, jika keadaan semakin burukhal ini dapat mengakibatkan perfusi ginjal dan
pengeluaran urin menurun. Jika keadaan ini bertahan beberapa jam sampai
beberapa hari, dapat menunjukkan disfungsi ventrikel kiri. Pasien juga terkadang
ada yang mengalami mual muntah dan demam.
Mengingat begitu berbahayanya Infark Miokard Akut bagi kesehatan maka
perlu diberikan asuhan keperawatan pada pasien Infark Miokard Akut (IMA).
Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat yakni asuhan keperawatan yang
efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden Infark Miokard
Akut melalui upaya promotif yang dilakukan dengan cara menganjurkan pada
pasien sebisa mungkin menghindari faktor-faktor yang dapat memperberat penyakit
dan menurunkan angka kematian. Preventif dilakukan dengan cara mengajarkan
pasien cara untuk menanggulanginya. Kuratif yaitu memberikan terapi yang tepat
sesuai dengan perintah dokter.Rehabilitatif yaitu memantau agar tidak terjadi
komplikasi yang lebih berat pada organ tubuh lainnya (Berliani, 2019).
5
1.3.1.1 Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
ST-segment Elevation Myocardial Infark (STEMI)
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengkaji pasien dengan diagnosa ST-segment Elevation
Myocardial Infark (STEMI)
1.3.2.2 Merumuskan diagnose keperawatan pada pasien dengan diagnosa
ST-segment Elevation Myocardial Infark (STEMI)
1.3.2.3 Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
ST-segment Elevation Myocardial Infark (STEMI)
1.3.2.4 Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa ST-segment Elevation Myocardial Infark (STEMI)
1.3.2.5 Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
ST-segment Elevation Myocardial Infark (STEMI)
BAB II
TINJAUAN TEORI
8
menjadi berkurang. Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan
katekolamin yang menyebabkan konstriksi arteri dan membuat aliran darah
dan oksigen jaringan menjadi terganggu. Merokok dapat meningkatkan adhesi
trombosit yang akan dapat mengakibatkan kemungkinan peningkatan
pembentukan thrombus.
2. Tekanan darah tinggi
Tekanan darahtinggi merupakan juga faktor risiko yang dapat menyebabkan
penyakit arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan
gradien tekanan yang harus dilawan ileoh ventrikel kiri saat memompa darah.
Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen
jantung meningkat.
3. Kolesterol darah tinggi
Tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner memiliki
hubungan yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan
lipoproteinyang larut dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut
dalam system peredaran darah. Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol
total, lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein) dan lipoprotein
densitas tinggi (high density lipoprotein). Peningkatan kolestreol low density
lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan meningkatnya risiko koronaria dan
mempercepat proses arterosklerosis.Sedangkan kadar kolesterol high density
lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap
penyakit arteri koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami
biodegradasi dan kemudian.
4. Hiperglikemia
Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi aterosklerosis
yang lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi trombosit
yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus.
5. Pola perilaku
Pola hidup yang kurang aktivitas serta stressor psikososial juga ikut berperan
dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman dan Friedman telah
mempopulerkan hubungan antara apa yang dikenal sebagai pola tingkah laku
tipe A dengan cepatnya proses aterogenesis. Hal yang termasuk dalam
kepribadian tipe A adalah mereka yang memperlihatkan persaingan yang kuat,
ambisius, agresif, dan merasa diburu waktu. Stres menyebabkan pelepasan
katekolamin, tetapi masih dipertanyakan apakah stres memang bersifat
aterogenik atau hanya mempercepat serangan.
9
E. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses
inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah
infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi
infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan
dalam zona nekrotik. Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark,
mengakibatkan penipisan yang di disprosional dan elongasi zona infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan
lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang
yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya
dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien
dengan fraksi ejeksi <40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor
ACE harus diberikan.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang
baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark )
dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan
bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel
j. Otot papilar
k. Kelainan septal ventrikel
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
n. Sindroma infark pascamiokardias
10
F. Pemeriksaan Penunjang
a. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis, dan kardioversi elektrik dapatmeningkatkan CKMB.
b. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkatsetelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih
dapat dideteksi setelah 5-14 harisedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pemeriksaan
enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatininekinase (CK), Lactic
dehydrogenase (LDH) Reaksi non spesifik terhadapinjuri miokard adalah
leukositosis polimorfo nuklear yang dapatterjadi dalambeberapa jam setelah
onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapatmencapai 12.000-
15.000/ul. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua
pasiendengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu
10menit sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan
keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk
STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI,
EKG serian dengan interval 5-10menit atau pemantauan EKG 12 sandapan
secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensiperkembangan elevasi
segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada pasiendengan STEMI inferior,
untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan.
G. Penatalaksanaan IMA
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,menghilangkan
nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin
dilakukan, memberi antitrombotikdan anti platelet, memberi obat penunjang.
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data darievidence based
berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang ataupun
11
konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline). Terdapat beberapa pedoman
(guideline) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu
1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Kematian di luar rumah sakit pada STEMI sebagian besardiakibatkan adanya fibrilasi
ventrikel mendadak, yang terjadidalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih dari
separuhnyaterjadi pada jam pertama, sehinggaelemen utama tatalaksana prahospital pada
pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan Medis
2) Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
3) Transportasi pasien ke rumah sakit yangmempunyai fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawatyang terlatih.
4) Melakukan terapi reperfusi.
Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh lamanya
waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta
pertolongan. Hal ini dapat diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakat
oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedik
di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan
managemen STEMI serta ada kendali komando medis online yang
bertanggung jawab padapemberian terapi.
2. Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase
pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan
cepat pasien dengan STEMI.
3. Tatalaksana Umum
a. Oksigen: suplemen oksigenharus diberikan ada pasiendengan saturasi oksigen
<90%. Pada semua pasien STEMItanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jampertama.
b. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikandengan aman dengan
dosis 0,4 mg dan dapat diberikansampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
c. Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan
dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total
20mg.
d. Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
12
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi.
Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.
e. Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR <
0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit
setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprololoral dengan dosis 50
mg tiap 6 jam selama 48 jam, dandilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam.
4. Tatalaksana di Rumah Sakit ICCU
a. Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama
b. Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair denganmulut dalam 4-12 jam
karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard.
c. Sedasi : pasien memerlukan sedasi selama perawatan untukmempertahankan
periode inaktivitas dengan penenang.Diazepam 5mg,oksazepam 15-30 mg,
atau lorazepam 0,5-2mg, diberikan 3-4 kali/hari
d. Saluran pencernaan (bowels) : istirahat di tempat tidur dan efek menggunakan
narkotik untuk menghilangkan rasanyeri sering mengakibatkan konstipasi,
sehingga dianjurkanpenggunaan kursikomod di samping tempat tidur,
diettinggi serat, dan penggunaan pencahar ringan secara rutinseperti dioctyl
sodium sulfosuksinat (200 mg/hari).
H. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk
meningkatkan suplai oksigen: vasodilator, antikoagulan, dan trombolitik. Analgetik
dapat diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dada, nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban
jantung (Pramono, 2010). Antikoagulan (heparin) digunakan untuk membantu
mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah,
sehingga dapat menurunkan kemungkinan pembentukan trombus.
Trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk di arteri
koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark. Tiga macam obat
trombolitik : streptokinase, aktifator plasminogen jaringan (t-PA = tissue plasminogen
activator), dan anistreplase. Pemberian oksigen dimulai saat awitan nyeri, oksigen
yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah. Analgetik (morfin sulfat),
pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati dengan
13
nitrat dan antikoagulan, respon kardiovaskuler terhadap morfin dipantau dengan
cermat khususnya tekanan darah yang sewaktu-waktu dapat turun.
14
PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.
3. Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to
needle time< 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya
adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam
obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,
tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi
plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin. Aliran di
dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan dengan skala kualitatif sederhana
dengan angiografi, disebut thrombolysis in myocardialin farction (TIMI) grading
system :
a. Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteriyang
terkena infark.
b. Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewatititik
obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal.
c. Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark kearah distal
tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal.
d. Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan
aliran normal.
BAB III
A. PENGKAJIAN
Pada bab ini akan disajikan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan yang mulai
dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi dari tanggal 14
15
Tgl MRS : 13-09-2020
1. Identitas Klien
Umur : 50 tahun
Agama : islam
Pekerjaan : sopir
pendidikan terakhir : SD
Riwayat Penyakit
punggung.
16
Riwayat Kesehatan yang lalu pasien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat
penyakit seperti HT dan DM, tidak pernah melakukan operasi, dan tidak memiliki alergi
Lingkungan rumah tidak kotor, ventilasi rumah baik, pasien mengatakan sering
Pasien mengatakan sering begadang saat masuk malam di tempat kerja, dan jarang
melakukan olahraga.
Nafsu makan baik, saat di Rumah pasien makan 1 porsi sedang sebanyak 3x
sehari, dan saat di RS pasien makan 3x sehari 1 porsi habis. Pasien selalu
mengkonsumsi air putih dengan jumlah 1,5 Liter/hari. Pasien mengatakan tidak ada
17
5. Pemeriksaan Fisik
2) Tanda Vital :
3) Respirasi (B1)
Bentuk dada normal chest, tidak ada skoliosis pada susunan ruas tulang
belakang, irama nafas tidak teratur dengan jenis dispnea, terdapat retraksi
otot bantu pernafasan, perkusi thorax sonor, getaran sama kanan kiri pada
terdapat suara nafas wheezing, pasien mengatakan sesak dan letih setelah
beraktivitas.
4) Kardiovaskuler (B2)
Terdapat nyeri dada, irama jantung reguler, ictus cordis teraba kuat
detik, tidak terdapat sianosis, tida terdapat clubbing finger, dan tidak ada
pembesaran JVP.
S = Skala nyeri 6
5) Persyarafan (B3)
terdapat kaku kejang dan kaku kuduk, tidak ada nyeri kepala, dan tidak ada
6) Genetourinaria (B4)
Bentuk alat kelamin normal dan bersih, terpasang kateter dengan jumlah
7) Pencernaan (B5)
Keadaan mulut bersih, mukosa bibir kering, terdapat caries, dan saat di RS tidak
menggosok gigi tetapi melakukan oral hygiene menggunakan listerine. Pasien tidak
mengalami kesulitan menelan dan tidak ada pembesaran tonsil. Tidak ada nyeri
abdomen, tidak kembung dan peristaltik usus 10 x/menit. Pasien mengatakan saat
19
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Tidak terdapat fraktur, tidak ada dislokasi, akral pucat, turgor kulit baik, tidak
5 5
9) Pengindraan (B7)
Pada mata tidak menggunakan alat bantu penglihatan dan pasien bisa melihat
dengan jelas, konjungtiva anemis, sklera putih. Ketajaman penciuman normal, tidak ada
sekret dan mukosa hidung lembab. Pada telinga tidak ada keluhan. Perasa normal ( bisa
merasakan manis, pahit, asam, asin ) Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
keperawatan
20
10) Endokrin (B8)
Pada pasien tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada pembesaran
sempurna dengan apa yang diberikan Allah SWT. Pasien sebagai kepala keluarga dan
sebagai kakek merasa sangat puas terhadap status dan posisinya didalam keluarga.
Pasien sudah mampu menjadi ayah dari anak- anaknya, tetapi saat sakit tidak bisa
mencari uang. Harapan pasien ingin cepat sembuh dan bisa cepat pulang untuk
dideritanya merupakan ujian dari Allah dan memasrahkan semua kepada tim medis
untuk melakukan yang terbaik bagi kesembuhan pasien. Selama di RS pasien sering
dijenguk oleh keluarga dan hubungan pasien dengan keluarga sangat baik.
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien adalah pemeluk agama islam yang
taat beribadah selama di rumah dan dirumah sakit, dan pasien yakin akan sembuh dari
penyakitnya.
21
13) Data Penunjang
Nama : Tn. H
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboraturium pada Tn. H dengan diagnosa medis Infark
Miokard Akut (Stemi Anterior) di Ruang Melati
NILAI KET
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Leukosit ( WBC )
Neutrofil
12,60 3,70 – 10,1
Limfosit
Monosit 9,0
Eosinofil
2,5
Basofil
Neutrofil % 1,0
Limfosit %
0,1
Monosit %
Eosinofil % 0,1
Basofil %
71,3
Eritrosit ( RBC )
MCH pg
30,28 27,0 – 31,2
MCHC g/dL
PLT
L 10,00 10³/uL 11,5 – 14,5
MPV
LEMAK
6,999 6,90 – 10,6
Trigliserida
Kolesterol
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
FAAL GINJAL
mg/dL
BUN
mg/dL
Kreatinin H 184 < 150
mg/dL
PEMERIKSAAN
218 mg/dL < 200
PATOLOGI KLINIK
JANTUNG Troponin I
H 118,63 < 100
ELEKTROLIT mg/dL
ELEKTROLIT SERUM
mg/dL
Natrium ( Na )
23
Kalium ( K ) L 3,38 mmol/L 3,5 – 5
Kalsium Ion
1,220 mmol/L 1,16 – 1,32
GULA DARAH
24
Gambar 3.3 Hasil Foto thorax pada pasien Infark Miokard Akut
25
Hasil Foto Thorax :
Terapi
lambung, mencegah dan mengobati gangguan pencernaan atau nyeri ulu hati.
ANALISA DATA
Tanggal : 14 – 09 - 2020
Umur : 50 Th
NO RM : 0038xxxx
Do : Pola Nafas
b. GCS 456
c. TTV :
TD = 130/80 mmHg
N = 100 x/menit
RR = 28 x/menit
S = 36º C
tambahan : Wheezing
pernafasan
27
2. Ds : Pasien mengatakan nyeri dada Iskemia Jaringan Nyeri Akut
Do :
dadanya
d. TTV :
TD = 130/80 mmHg
N = 100 x/menit
3. Ds : Pasien
RR =mengatakan
28 x/menit nyeri dada Ketidakseimbangan Intoleransi
Do : adanya iskemia/nekrosis
jaringan miokard
a. Pasien tampak lemah
b. TTV :
TD = 130/80 mmHg
N = 100 x/menit
28
S = 36º C
perawat
4. Ds : Pasien mengatakan nyeri dada Perubahan laju, irama, Resiko
sebelah kiri dan sesak nafas dan konduksi elektrikal penurunan curah
jantung
Do :
a. TTV :
TD = 130/80 mmHg
N = 100 x/menit
RR = 28 x/menit
S = 36º C
b. Terpasang O2 masker 10
29
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
BERDASARKAN PRIORITAS
Pernyataan yang jelas tentang masalah klien dan penyebab. Selain itu harus
spesifik berfokus pada kebutuhan klien dengan mengutamakan prioritas dan diagnosa
b. Nyeri akut.
c. Intoleransi aktivitas.
4. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan laju, irama, dan konduksi
elektrikal.
30
C. Rencana Keperawatan
Tabel 3.3 Intervensi keperawatan nyeri akut b.d iskemia jaringan miokard
31
nadi,
pernafasan )
TD : Sistolik
(130–139
mmHg),
diastolik (85–
89 mmHg)
N : 60–70
Tabel 3.4 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot
pernafasan
2. Setelah dilakukan 1. Observasi frekuensi, 1. Mengumpulkan dan
diastolik (85–89
mmHg) O2 masker 10 Lpm
N : 60–70
x/menit
RR : 16-24
x/menit
33
Tabel 3.5 Intervensi Keperawatan Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara
suplay oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard
3. Kegiatan yang
memerlukan untuk
menahan nafas dan
mengejan, misalnya
manuver valsava,
dapat mengakibatkan
bradikardia sehingga
terjadi penurunan
curah jantung dan
selanjutnya
mengalami
34
peningkatan tekanan
darah.
4. Kegiatan progresif
4. Jelaskan pola memberikan beban
peningkatan tingkat yang terkontrol pada
aktivitas, misalnya jantung. Serta
bangun untuk pergi meningkatkan
ke toilet atau duduk kekuatan dan
dikursi, ambulasi mencegah kelelahan.
progresif, dan
beristirahat setelah
makan.
35
Tabel 3.6 Intervensi Keperawatan Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan laju,
S4 mungkin
berhubungan dengan
iskemia miokard,
kekakuan ventrikel,
dan hipertensi
pulmonal atau
sistemik.
2. Auskultasi bunyi
jantung. Catat adanya
Murmur
gallop S3 dan S4,
mengindikasikan
murmur, serta rub.
adanya gangguan
36
katup, defek septum,
Rub
mengindikasikan
adanya infark yang
disebabkan oleh
peradangan,
misalnya efusi
perikardial dan
perikarditis.
3.Krakels
menandakan adanya
kongesti pulmonal,
yang mungkin
berkembang karena
penurunan fungsi
miokard.
dan menyebabkan
stimulasi vagal, yang
37
5. Kolaborasi dengan 6. Disritmia biasanya
38
3.4 Tindakan Keperawatan
2020
yang meliputi lokasi, karakteristik,
frekuensi.
menjalar ke punggung
S = Skala nyeri 6
pencahayaan
39
selama 6-8 jam dan menghindari
21.55 x/menit
2. 14 – 09 -
Memotivasi pasien untuk melakukan tirah
40
1. 15 – 09 – 04.30 Melakukan pengkajian nyeri komprehensif
frekuensi
menjalar ke punggung
S = Skala nyeri 4
TD = 130/70 mmHg
N = 98 x/menit
04.45 RR = 26 x/menit
S = 36,1º C
41
05.10 Menjelaskan dan mengajarkan teknik
deep
maksimal
air besar
frekuensi
42
Q = Nyeri seperti di remas – remas
menjalar ke punggung
S = Skala nyeri 3
mg
x/menit
43
1-5 hitungan, selanjutnya menghembuskan
duduk dikursi
2020
N = 80 x/menit
RR = 22 x/menit
S = 36,2º C
44
D. Evaluasi Keperawatan
O :
456
3. TTV :
TD = 130/80 mmHg
N = 90 x/menit
RR = 22 x/menit
S = 36º C
45
14 – 09 – Ketidakefektifan S : Pasien mengatakan sudah tidak
2020 pola nafas merasa sesak lagi dan merasa lebih baik
O :
3. TTV :
TD = 130/80 mmHg
N = 100 x/menit
RR = 22 x/menit
S = 36º C
46
30 – 12 - Intoleransi S : Pasien mengatakan badannya sudah
aktivitas
O :
secara mandiri
4. TTV :
TD = 130/80 mmHg
N = 90 x/menit
RR = 22 x/menit
S = 36º C
47
14 – 09 - Resiko S : Pasien mengatakan nyeri dada sudah
lagi
Curah Jantung
O :
5. Kulit lembap
6. TTV :
TD = 130/80 mmHg
N = 90 x/menit
RR = 22 x/menit
S = 36º C
48
BAB IV
PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan
Masyarakat sering menganggap nyeri dada yang menjalar hanyalah rasa capek
biasa, kemungkinan besar itu tanda dari penyakit jantung. Nyeri pada infark miokard akut
tidak bisa hilang sendirinya, meskipun gejala berkurang saat istirahat. Pada masyarakat
masih salah persepsi ketika mereka istirahat, gejala mereka hilang berarti mereka
sembuh. Salah satu penyebab adalah anggapan bahwa penyakit yang ia derita hanyagejala
masuk angin atau angin duduk biasa.
4.2 Saran
Jangan pernah meremehkan nyeri dada dan menganggap hanya penyakit biasa
karena bisa jadi itu adalah suatu gejala terjadinya STEMI untuk itu segera periksakan diri
untuk mengetahui kondisi
Demikian makalah yang kami buat berdasarkan teori dan dari jurnal ilmiah
apabila ada kekurangan kami mohon kritik dan saran.
49
DAFTAR PUSTAKA
Berliani, I. (2019). Program diii keperawatan akademi keperawatan kerta cendekia sidoarjo
2019.
Stemi, E., Mendapat, Y., & Tidak, M. (2012). Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut
St- Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut St-.
Kasron. (2012). Kelainan dan Penyakit Jantung : Pencegahan dan Pengobatan. Yogyakarta :
Nuha Medika
Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC; 2007
Hastuti, Y. E., Elfi, E.F., & Pertiwi. D. (2013). Hubungan Kadar Troponin T dengan Lama
Perawatan Pasien Infark Miokard Akut di RSUP Dr. M. Djamil Padang, 424.
Tim Penyusun. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI; 2001.
ErhardtL, Herlitz J, Bossaert L.Task force on the management of chest pain. EurHeart J.
2002;23 (15) : 1153-76.
Yahya, F. (2010). Mencegah dan Mengatasi Penyakit Jantung Koroner Secara Tepat dan
Cepat. Bandung : Qanita
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi I., Simadibrata, M., & Setiati, S. et al. (2006). Buku ajar
ilmu penyakit dalam (Ed. 4). Jakarta: FKUI.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2008). Brunner & Suddarth’s
50
textbook of medicalsurgical nursing (11th Ed.). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Black, J. M., & Hawk, J. H. (2005). Medical surgical nursing clinical management for
positive utcomes (7th Ed.). St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders
51