Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

STEMI

Memenuhi tugas keperawatan gawat darurat non trauma

Disusun Oleh:

Fitri Yunita Ardhiyanti 1601470067

Arya Irfan Aji N. 17221173043

Febializa Dini Rahmatia 17221173045

Iffa Nur Aulia 17221174057

Imelda Septiwiliyanti 17221174076

Dosen Pengampu:

Ns. Ira Rahmawati S.kep, MNSc(EM)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
2020

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan
hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk bekerja
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien Stemi”
makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Gadar Non Trauma.

Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar kami, dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan.

Malang, 17 September 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1


2
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusah Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3

BAB II KONSEP MEDIS ............................................................................................ 4

A. Definisi ......................................................................................................... 4
B. Etiologi ......................................................................................................... 4
C. Patofisiologi ................................................................................................. 5
D. Faktor Resiko ............................................................................................... 5
E. Komplikasi ................................................................................................... 7
F. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 8
G. Penatalaksanaan ........................................................................................... 9
H. Terapi Farmakologi ...................................................................................... 10
I. Terapi Definitif ............................................................................................ 11

BAB III KONSEP KEPERAWATAN ....................................................................... 13

A. Pengkajian .................................................................................................... 13
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................................ 25
C. Intervensi Keperawatan ............................................................................... 26
D. Evaluasi ........................................................................................................ 40

BAB IV PENUTUP ...................................................................................................... 44

A. Kesimpulan .................................................................................................. 44
B. Saran ............................................................................................................ 44

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung
adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti
sehingga sel otot jantung mengalami kematian (Robbins SL, Cotran RS, Kumar V,
2007). Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa serangan
mendadak, umumnya pada pria usia 35-55 tahun, tanpa ada keluhan sebelumnya.
Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable Angina (UA),
ST-segment Elevation Myocardial Infark (STEMI) dan Non ST-segment Elevation
3
Myocardial Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian
mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan
tindakan medis secepatnya. Oklusi total arteri koroner pada STEMI memerlukan
tindakan segera yaitu tindakan reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun
Percutaneous Coronary Intervention (PCI), yang diberikan pada pasien STEMI
dengan onset gejala <12 jam. Pada pasien STEMI yang datang terlambat (>12
jam)dapat dilakukan terapi reperfusi bila pasien masih mengeluh nyeri dada yang
khas infark (on going chest pain) (Stemi et al., 2012).
Masyarakat sering menganggap nyeri dada yang menjalar hanyalah rasa
capek biasa, kemungkinan besar itu tanda dari penyakit jantung. Nyeri pada infark
miokard akut tidak bisa hilang sendirinya, meskipun gejala berkurang saat istirahat.
Pada masyarakat masih salah persepsi ketika mereka istirahat, gejala mereka hilang
berarti mereka sembuh. Salah satu penyebab adalah anggapan bahwa penyakit yang
ia derita hanyagejala masuk angin atau angin duduk biasa. Cara yang paling sering
ditempuh untuk mengatasi gejala masuk angin adalah dengan menggosokkan
balsam atau minyak rempah pada tubuh penderita.Setelah itu sering kali dilanjutkan
dengan mengerik, yaitu menggoreskan uang logam pada punggung dan dada hingga
meninggalkan bekas berwarna kemerahan dan berpola seperti tulang sirip ikan.
Bekas goresan yang berwarna lebih merah sampai kehitaman adalah pertanda
banyaknya angin yang masuk ke dalam tubuh. Adapun jika penderita bersendawa
saat digosok atau dikerik, maka angin dianggap sudah berhasil dikeluarkan dari
tubuh (Yahya, 2010).
Menurut American Heart Association (AHA) infark miokard tetap menjadi
penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia, Setiap tahun diperkirakan
785 ribu orang Amerika Serikat mengalami infark miokard dan sekitar470 ribu
orang akan mengalami kekambuhanberulang, setiap 25 detik diperkirakan terdapat 1
orang Amerika yang matidikarenakan Infark Miokard.
Di Indonesia menurut Kemenkes (2013) prevalensi jantung koroner
berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 %, dan
berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi jantung
koroner berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti
Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh masing-masing 0,7 persen. Sementara prevalensi
jantung koroner menurut diagnosis atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur
(4,4%), diikuti Sulawesi Tengah(3,8%), Sulawesi Selatan (2,9%), dan Sulawesi
Barat (2,6%). Prevalensipenyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara
yang didiagnosis dokter atau gejala, meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 2,0 %dan 3,6 %menurunsedikit

4
pada kelompok umur ≥ 75 tahun. Prevalensi penyakit jantung koroneryang
didiagnosis dokter maupun berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih tinggi
pada perempuan (0,5% dan 1,5%) (Adzni, 2015).
Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang melaporkan kasus tertinggi
penyakit tidak menular pada tahun 2012 adalah kelompok penyakit jantung dan
pembuluh darah. Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit yang
mengganggu jantung dan sistem pembuluh darah seperti penyakit jantung
koroner(angina pektoris, akut miokard infark), dekompensasio kordis, hipertensi,
stroke, penyakit jantung, rematik, dan lain-lain. Dari total 1.212.167 kasus yang
dilaporkan sebesar 66,51% (806.208 kasus) adalah penyakit jantung dan pembuluh
darah. Mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011, yaitu sebesar 62, 43%
(880.193 kasus) dari total 1.409.857 kasus yang dilaporkan (Adzni, 2015).
STEMI dapat menimbulkan nyeri dada hebat yang tidak dapat hilang dengan
istirahat, berpindah posisi, ataupun pemberian nitrat; kulit mungkin pucat,
berkeringat dan dingin saat disentuh; pada gejala awal tekanan darah dan nadi dapat
naik, tetapi juga dapat berubah menjadi turun drastis akibat dari penurunan curah
jantung, jika keadaan semakin burukhal ini dapat mengakibatkan perfusi ginjal dan
pengeluaran urin menurun. Jika keadaan ini bertahan beberapa jam sampai
beberapa hari, dapat menunjukkan disfungsi ventrikel kiri. Pasien juga terkadang
ada yang mengalami mual muntah dan demam.
Mengingat begitu berbahayanya Infark Miokard Akut bagi kesehatan maka
perlu diberikan asuhan keperawatan pada pasien Infark Miokard Akut (IMA).
Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat yakni asuhan keperawatan yang
efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden Infark Miokard
Akut melalui upaya promotif yang dilakukan dengan cara menganjurkan pada
pasien sebisa mungkin menghindari faktor-faktor yang dapat memperberat penyakit
dan menurunkan angka kematian. Preventif dilakukan dengan cara mengajarkan
pasien cara untuk menanggulanginya. Kuratif yaitu memberikan terapi yang tepat
sesuai dengan perintah dokter.Rehabilitatif yaitu memantau agar tidak terjadi
komplikasi yang lebih berat pada organ tubuh lainnya (Berliani, 2019).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa ST-segment
Elevation Myocardial Infark (STEMI)?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum

5
1.3.1.1 Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
ST-segment Elevation Myocardial Infark (STEMI)
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengkaji pasien dengan diagnosa ST-segment Elevation
Myocardial Infark (STEMI)
1.3.2.2 Merumuskan diagnose keperawatan pada pasien dengan diagnosa
ST-segment Elevation Myocardial Infark (STEMI)
1.3.2.3 Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
ST-segment Elevation Myocardial Infark (STEMI)
1.3.2.4 Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa ST-segment Elevation Myocardial Infark (STEMI)
1.3.2.5 Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
ST-segment Elevation Myocardial Infark (STEMI)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi ST Elevasi Miocard Infark (STEMI)


Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah
ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi,
dan akumulasi lipid (Berliani, 2019).
6
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh
darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar
terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati
(Pendahuluan, 2012).
ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan suatu kondisi yang
mengakibatkan kematian sel miosit jantung karena iskhemia yang berkepanjangan
akibat oklusi koroner akut (Black & Hawk, 2005)
Nyeri STEMI merupakan nyeri yang ditimbulkan oleh adanya penurunan aliran
darah koroner yang menurun secara mendadaksetelah oklusi thrombus pada plak
arterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Thrombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injurivascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh factor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
B. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.
 Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
 Penyempitan aterorosklerotik
 Trombus
 Plak aterosklerotik
 Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
 Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
 Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
 Spasme otot segmental pada arteri kejang otot
C. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah
oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar
kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan
jika kondisi local atau sistemik memicutrombogenesis, sehingga terjadi thrombus
7
mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai
vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium
sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah
subendokardial disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,
infark sudah dapat terjadi pada subendokardium, dan bila berlanjut terus rata-rata
dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium
ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis
miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang mengalami injury terus
berlanjut sampai beberapa minggu atau bulankarena daerah infark meluas dan daerah
non infark mengalami dilatasi.
D. Faktor Resiko
Ada dua faktor risiko terjadinya infark miokard akut yaitu
a. Faktor yang tidak dapat diubah atau tidak dapat dimodifikasi lagi
1. Usia
Meningkatnya usia seseorang akan meningkatkan risiko terjadinya serangan infark
miokard akut. Peningkatan umur berpengaruh pada peningkatan tekanan darah
karena menurunnya fungsi organ tubuh, terutama jantung danpembuluh darah
sehingga memungkinkan terjadinya hipertensi.
2. Jenis Kelamin
Pada laki-laki tekanan darah tampaknya mulai naik antara usia 35 tahun dan
wanita pada usia 50 tahun, biasanya pada wanita belum terjadi naik sampai setelah
menopause. Namun setelah menopause risiko terjadinya serangan jantung pada
wanita meningkat. Hal ini dikarenakan hormon seks testosteron, estrogen, dan
progesteron dibuat dari kolesterol. Sehingga jikahormon seks berhenti dibuat maka
akan terjadi penumpukan kolesterol.
3. Genetik
Peranan faktor genetik terhadap timbulnya serangan infark miokard akut adalah
genetik tekanan darah tinggi atau diabetes. Selain itu kesamaan gaya hidup
keluarga juga menentukan. Misalnya makan makanan yang sama dan jikaorang tua
merokok anak biasanya juga merokok.
b. Ada lima faktor risiko yang dapat diubah (modifiable) yaitu:
1. Merokok Merokok dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya
karbondioksida yang terdapat pada asap rokok akan lebih mudah mengikat
hemoglobin dari pada oksigen, sehingga oksigen yang disuplai ke jantung

8
menjadi berkurang. Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan
katekolamin yang menyebabkan konstriksi arteri dan membuat aliran darah
dan oksigen jaringan menjadi terganggu. Merokok dapat meningkatkan adhesi
trombosit yang akan dapat mengakibatkan kemungkinan peningkatan
pembentukan thrombus.
2. Tekanan darah tinggi
Tekanan darahtinggi merupakan juga faktor risiko yang dapat menyebabkan
penyakit arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan
gradien tekanan yang harus dilawan ileoh ventrikel kiri saat memompa darah.
Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen
jantung meningkat.
3. Kolesterol darah tinggi
Tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner memiliki
hubungan yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan
lipoproteinyang larut dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut
dalam system peredaran darah. Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol
total, lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein) dan lipoprotein
densitas tinggi (high density lipoprotein). Peningkatan kolestreol low density
lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan meningkatnya risiko koronaria dan
mempercepat proses arterosklerosis.Sedangkan kadar kolesterol high density
lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap
penyakit arteri koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami
biodegradasi dan kemudian.
4. Hiperglikemia
Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi aterosklerosis
yang lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi trombosit
yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus.
5. Pola perilaku
Pola hidup yang kurang aktivitas serta stressor psikososial juga ikut berperan
dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman dan Friedman telah
mempopulerkan hubungan antara apa yang dikenal sebagai pola tingkah laku
tipe A dengan cepatnya proses aterogenesis. Hal yang termasuk dalam
kepribadian tipe A adalah mereka yang memperlihatkan persaingan yang kuat,
ambisius, agresif, dan merasa diburu waktu. Stres menyebabkan pelepasan
katekolamin, tetapi masih dipertanyakan apakah stres memang bersifat
aterogenik atau hanya mempercepat serangan.

9
E. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses
inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah
infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi
infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan
dalam zona nekrotik. Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark,
mengakibatkan penipisan yang di disprosional dan elongasi zona infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan
lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang
yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya
dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien
dengan fraksi ejeksi <40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor
ACE harus diberikan.

b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang
baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark )
dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan
bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.

c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel
j. Otot papilar
k. Kelainan septal ventrikel
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
n. Sindroma infark pascamiokardias
10
F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien


STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapireperfusi. Pemeriksaan
petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalahcreatinin kinase (CK) MB
dancardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn
digunakan sebagai petanda optimal untukpasien STEMI yang disertai kerusakan otot
skeletal karena pada keadaan inijuga akan diikuti peningkatan CKMB. Terapi
reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA
serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.Peningkatan nilai enzim diatas dua
kali nilai batas atas normal menunjukkanadanya nekrosis jantung.

a. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis, dan kardioversi elektrik dapatmeningkatkan CKMB.
b. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkatsetelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih
dapat dideteksi setelah 5-14 harisedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pemeriksaan
enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatininekinase (CK), Lactic
dehydrogenase (LDH) Reaksi non spesifik terhadapinjuri miokard adalah
leukositosis polimorfo nuklear yang dapatterjadi dalambeberapa jam setelah
onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapatmencapai 12.000-
15.000/ul. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua
pasiendengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu
10menit sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan
keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk
STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI,
EKG serian dengan interval 5-10menit atau pemantauan EKG 12 sandapan
secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensiperkembangan elevasi
segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada pasiendengan STEMI inferior,
untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan.
G. Penatalaksanaan IMA
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,menghilangkan
nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin
dilakukan, memberi antitrombotikdan anti platelet, memberi obat penunjang.
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data darievidence based
berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang ataupun

11
konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline). Terdapat beberapa pedoman
(guideline) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu
1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Kematian di luar rumah sakit pada STEMI sebagian besardiakibatkan adanya fibrilasi
ventrikel mendadak, yang terjadidalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih dari
separuhnyaterjadi pada jam pertama, sehinggaelemen utama tatalaksana prahospital pada
pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan Medis
2) Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
3) Transportasi pasien ke rumah sakit yangmempunyai fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawatyang terlatih.
4) Melakukan terapi reperfusi.
Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh lamanya
waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta
pertolongan. Hal ini dapat diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakat
oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedik
di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan
managemen STEMI serta ada kendali komando medis online yang
bertanggung jawab padapemberian terapi.
2. Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase
pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan
cepat pasien dengan STEMI.
3. Tatalaksana Umum
a. Oksigen: suplemen oksigenharus diberikan ada pasiendengan saturasi oksigen
<90%. Pada semua pasien STEMItanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jampertama.
b. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikandengan aman dengan
dosis 0,4 mg dan dapat diberikansampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
c. Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan
dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total
20mg.
d. Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase

12
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi.
Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.
e. Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR <
0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit
setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprololoral dengan dosis 50
mg tiap 6 jam selama 48 jam, dandilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam.
4. Tatalaksana di Rumah Sakit ICCU
a. Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama
b. Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair denganmulut dalam 4-12 jam
karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard.
c. Sedasi : pasien memerlukan sedasi selama perawatan untukmempertahankan
periode inaktivitas dengan penenang.Diazepam 5mg,oksazepam 15-30 mg,
atau lorazepam 0,5-2mg, diberikan 3-4 kali/hari
d. Saluran pencernaan (bowels) : istirahat di tempat tidur dan efek menggunakan
narkotik untuk menghilangkan rasanyeri sering mengakibatkan konstipasi,
sehingga dianjurkanpenggunaan kursikomod di samping tempat tidur,
diettinggi serat, dan penggunaan pencahar ringan secara rutinseperti dioctyl
sodium sulfosuksinat (200 mg/hari).

H. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk
meningkatkan suplai oksigen: vasodilator, antikoagulan, dan trombolitik. Analgetik
dapat diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dada, nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban
jantung (Pramono, 2010). Antikoagulan (heparin) digunakan untuk membantu
mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah,
sehingga dapat menurunkan kemungkinan pembentukan trombus.
Trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk di arteri
koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark. Tiga macam obat
trombolitik : streptokinase, aktifator plasminogen jaringan (t-PA = tissue plasminogen
activator), dan anistreplase. Pemberian oksigen dimulai saat awitan nyeri, oksigen
yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah. Analgetik (morfin sulfat),
pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati dengan

13
nitrat dan antikoagulan, respon kardiovaskuler terhadap morfin dipantau dengan
cermat khususnya tekanan darah yang sewaktu-waktu dapat turun.

I. Terapi Definitif pada Pasien STEMI


1. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Sasaran
terapi reperfusi adalah door to needle timeuntuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai
dalam 30 menit atau door to balloon timeuntuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit. Waktu
onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan predikator penting terhadap luas infark
dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolitikdalam menghancurkan trombus
tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama
dalam jam pertama) dapat menghentikan infark miokard dan menurunkan angka
kematian.
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan padapasien. Jika
terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik),semakin tinggi risiko
perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakinkuat keputusan untuk memilih PCI.
Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan
manfaat dan risiko. Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama
apakah PCI dapat dikerjakan
2. Percutaneuous Coronary Intervention (PCI)
PCI adalah suatu teknik untuk menghilangkan trombus dan melebarkan pembuluh
darah koroner yang menyempit dengan memakaikateter balon dan seringkali dilakukan
pemasangan stent. Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan dengan segera,
sehingga aliran darah dapatmenjadi normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung
dapat dihindari. Prosedur intervensi koroner diukur dari keberhasilan dan komplikasiyang
dihubungkan dengan mekanisme alat-alat yang digunakan dan jugamemperhatikan klinis
dan faktor anatomi pasien.
Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik
disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada
STEMI jika dilakukan beberapa jam pertamainfark miokard akut. PCI primer lebih
efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan
dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.4,12PCI
primer lebih dipilih jikaterdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun),
risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika
bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun,

14
PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.
3. Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to
needle time< 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya
adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam
obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,
tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi
plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin. Aliran di
dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan dengan skala kualitatif sederhana
dengan angiografi, disebut thrombolysis in myocardialin farction (TIMI) grading
system :
a. Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteriyang
terkena infark.
b. Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewatititik
obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal.
c. Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark kearah distal
tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal.
d. Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan
aliran normal.

BAB III

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pada bab ini akan disajikan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan yang mulai

dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi dari tanggal 14

September 2020 di ruang Melati RSUD Bangil.

Data diambil tanggal : 14-09-2020 Jam : 21.00

15
Tgl MRS : 13-09-2020

Ruang rawat/kelas : Mawar

Diagnosa Medis : Stemi Anterior

No. Rekam medis : 0038xxxx

1. Identitas Klien

Nama pasien : Tn. H

Umur : 50 tahun

Agama : islam

Alamat : Gempol – Pasuruan,

Pekerjaan : sopir

pendidikan terakhir : SD

Riwayat Penyakit

2. Riwayat Penyakit Sekarang

1) Keluhan Utama pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke

punggung.

2) Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan saat dirumah mengeluh nyeri


dada sebelah kiri kemudian hilang saat dipakai istirahat. Pada tanggal 14 September 2020
saat bekerja pasien merasakan nyeri kembali dibagian dada sebelah kiri dan sesak, pukul
20.00 WIB pasien dibawa ke IGD RSUD Bangil dan diberikan tindakan pemasangan
masker NRBM 10 Lpm. Pukul 21.00 WIB pasien dipindahkan ke ruang melati. Pada saat
pengkajian pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung seperti
diremas – remas dengan skala 6, dan nyeri hilang timbul.

3. Riwayat Keperawatan Sebelumnya

16
Riwayat Kesehatan yang lalu pasien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat

penyakit seperti HT dan DM, tidak pernah melakukan operasi, dan tidak memiliki alergi

makanan atau obat.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

1) Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga

Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan

2) Lingkungan rumah dan komunitas

Lingkungan rumah tidak kotor, ventilasi rumah baik, pasien mengatakan sering

mengikuti acara dilingkungan rumah seperti pengajian.

3) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan

Pasien mengatakan sering begadang saat masuk malam di tempat kerja, dan jarang

melakukan olahraga.

4. Status cairan dan nutrisi

Nafsu makan baik, saat di Rumah pasien makan 1 porsi sedang sebanyak 3x

sehari, dan saat di RS pasien makan 3x sehari 1 porsi habis. Pasien selalu

mengkonsumsi air putih dengan jumlah 1,5 Liter/hari. Pasien mengatakan tidak ada

pantangan dan tidak melakukan diet.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

17
5. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum : Lemah

2) Tanda Vital :

(1) Tensi : 130/80 mmHg

(2) Suhu : 36ºC

(3) Nadi : 100 x/menit

(4) Respirasi : 28 x/menit

3) Respirasi (B1)

Bentuk dada normal chest, tidak ada skoliosis pada susunan ruas tulang

belakang, irama nafas tidak teratur dengan jenis dispnea, terdapat retraksi

otot bantu pernafasan, perkusi thorax sonor, getaran sama kanan kiri pada

vokal premitus, menggunakan alat bantu nafas NRBM 10 Lpm, dan

terdapat suara nafas wheezing, pasien mengatakan sesak dan letih setelah

beraktivitas.

Masalah keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas dan Intoleransi Aktivitas

4) Kardiovaskuler (B2)

Terdapat nyeri dada, irama jantung reguler, ictus cordis teraba kuat

pada ICS V Midclavicula, dunyi jantung S1 dan S2 Tunggal, CRT <3

detik, tidak terdapat sianosis, tida terdapat clubbing finger, dan tidak ada

pembesaran JVP.

P = Nyeri timbul saat beraktivitas

Q = Nyeri seperti diremas – remas


18
R = Nyeri dada sebelah kiri menjalar ke punggung

S = Skala nyeri 6

T = Nyeri hilang timbul

Lain-lain : Hasil Lab CK-MB 366,3 mg/dL, Troponin I 11,400

ng/mL, dan pada hasil EKG terdapat ST Elevasi pada V2 dan V3

Masalah keperawatan : Nyeri Akut dan Resiko Penurunan Curah Jantung

5) Persyarafan (B3)

Kesadaran composmentis dengan GCS 456, orientasi baik, tidak

terdapat kaku kejang dan kaku kuduk, tidak ada nyeri kepala, dan tidak ada

kelainan nervus cranialis. Istirahat dirumah ± 6 Jam, saat di RS ± 7 Jam,

dan sering terbangun.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

6) Genetourinaria (B4)

Bentuk alat kelamin normal dan bersih, terpasang kateter dengan jumlah

1300/24 Jam dengan warna kuning dan bau khas.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

7) Pencernaan (B5)

Keadaan mulut bersih, mukosa bibir kering, terdapat caries, dan saat di RS tidak

menggosok gigi tetapi melakukan oral hygiene menggunakan listerine. Pasien tidak

mengalami kesulitan menelan dan tidak ada pembesaran tonsil. Tidak ada nyeri

abdomen, tidak kembung dan peristaltik usus 10 x/menit. Pasien mengatakan saat

dirawat di RS belum BAB.

19
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

8) Muskuloskeletal Dan Integumen (B6)

Tidak terdapat fraktur, tidak ada dislokasi, akral pucat, turgor kulit baik, tidak

ada oedema, dan kekuatan otot 5 5

5 5

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

9) Pengindraan (B7)

Pada mata tidak menggunakan alat bantu penglihatan dan pasien bisa melihat

dengan jelas, konjungtiva anemis, sklera putih. Ketajaman penciuman normal, tidak ada

sekret dan mukosa hidung lembab. Pada telinga tidak ada keluhan. Perasa normal ( bisa

merasakan manis, pahit, asam, asin ) Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

keperawatan

20
10) Endokrin (B8)

Pada pasien tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada pembesaran

kelenjar parotis. Tidak terdapat luka gangren.

11) Data Psikososial

Pasien mengatakan merasa bangga terhadap tubuhnya, karena pasien merasa

sempurna dengan apa yang diberikan Allah SWT. Pasien sebagai kepala keluarga dan

sebagai kakek merasa sangat puas terhadap status dan posisinya didalam keluarga.

Pasien sudah mampu menjadi ayah dari anak- anaknya, tetapi saat sakit tidak bisa

mencari uang. Harapan pasien ingin cepat sembuh dan bisa cepat pulang untuk

berkumpul dengan anggota keluarganya, dan menganggap bahwa penyakit yang

dideritanya merupakan ujian dari Allah dan memasrahkan semua kepada tim medis

untuk melakukan yang terbaik bagi kesembuhan pasien. Selama di RS pasien sering

dijenguk oleh keluarga dan hubungan pasien dengan keluarga sangat baik.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

12) Data Spiritual

Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien adalah pemeluk agama islam yang

taat beribadah selama di rumah dan dirumah sakit, dan pasien yakin akan sembuh dari

penyakitnya.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

21
13) Data Penunjang

Nama : Tn. H

Jenis kelamin : Laki – Laki

Alamat : Gempol – pasuruan


Tanggal Pemeriksaan : 14 – 09 – 2020

Diagnosa Klinis : Stemi Anterior

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboraturium pada Tn. H dengan diagnosa medis Infark
Miokard Akut (Stemi Anterior) di Ruang Melati
NILAI KET
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI

Darah Lengkap

Leukosit ( WBC )

Neutrofil
12,60 3,70 – 10,1
Limfosit

Monosit 9,0

Eosinofil
2,5
Basofil

Neutrofil % 1,0

Limfosit %
0,1
Monosit %

Eosinofil % 0,1

Basofil %
71,3
Eritrosit ( RBC )

Hemoglobin ( HGB ) 19,7


22
Hematokrit ( HCT ) L 37,38 % 40 – 54

MCV 84,39 um³ 81,1 – 96,0

MCH pg
30,28 27,0 – 31,2
MCHC g/dL

RDW H 35,88 % 31,8 – 35,4

PLT
L 10,00 10³/uL 11,5 – 14,5
MPV

KIMIA KLINIK 270 fL 115 – 366

LEMAK
6,999 6,90 – 10,6
Trigliserida

Kolesterol

Kolesterol HDL

Kolesterol LDL

FAAL GINJAL
mg/dL
BUN
mg/dL
Kreatinin H 184 < 150
mg/dL
PEMERIKSAAN
218 mg/dL < 200
PATOLOGI KLINIK

CK-MB H 68,75 > 34

JANTUNG Troponin I
H 118,63 < 100
ELEKTROLIT mg/dL
ELEKTROLIT SERUM
mg/dL
Natrium ( Na )

23
Kalium ( K ) L 3,38 mmol/L 3,5 – 5

Klorida ( CI ) 103,70 mmol/L 95 – 105

Kalsium Ion
1,220 mmol/L 1,16 – 1,32
GULA DARAH

Gula Darah Sewaktu

Hasil : Gambaran EKG

Penjelasan : Pada V2 dan V3 ditemukan ST elevasi

Gambar 3.2 Hasil EKG pada pasien Infark Miokard Akut

24
Gambar 3.3 Hasil Foto thorax pada pasien Infark Miokard Akut

25
Hasil Foto Thorax :

Cor : besar dan bentuk kesan normal

Pulmo : tak tampak infiltrat/nodul

Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam Tulang

– tulang tampak baik Kesimpulan :

Saat ini foto thorax tak tampak kelainan

Terapi

Inf. NS 500 cc/24Jam : Untuk mengatasi atau mencegah

kehilangan sodium yang disebabkan dehidrasi, keringat berlebih.

Inj. Omeprazole 40 mg : Untuk mengurangi produksi asam

lambung, mencegah dan mengobati gangguan pencernaan atau nyeri ulu hati.

Inj. Lovenox 2x0,6 cc ( SC ) : Untuk mengurangi resiko serangan jantung.

PO. Atrovastatin 1x20 mg : Untuk menurunkan kolesterol Jahat

(LDL) serta meningkatkan jumlah kolesterol baik (HDL)

PO. ISDN 3x5 mg : Untuk mngatasi nyeri dada.

ANALISA DATA

Tanggal : 14 – 09 - 2020

Nama pasien : Tn. H

Umur : 50 Th

NO RM : 0038xxxx

Tabel 3.2 Analisa Data pada pasien Infark Miokard Akut


26
No DATA ETIOLOGI PROBLEM

1. Ds : Pasien mengatakan sesak nafas Keletihan otot pernafasan Ketidakefektifan

Do : Pola Nafas

a. Keadaan umum lemah

b. GCS 456

c. TTV :

TD = 130/80 mmHg

N = 100 x/menit

RR = 28 x/menit

S = 36º C

d. Nafas tidak teratur

e. Terdapat suara nafas

tambahan : Wheezing

f. Terdapat otot bantu

pernafasan

27
2. Ds : Pasien mengatakan nyeri dada Iskemia Jaringan Nyeri Akut

sebelah kiri dan menjalar ke Miokard

punggung, seperti diremas – remas,

skala nyeri 6, terasa nyeri saat

beraktivitas dan istirahat

Do :

a. Pasien tampak menyeringai

b. Pasien tampak memegangi

dadanya

c. Pasien terlihat waspada

d. TTV :

TD = 130/80 mmHg

N = 100 x/menit

3. Ds : Pasien
RR =mengatakan
28 x/menit nyeri dada Ketidakseimbangan Intoleransi

sebelah kiri dan badannya terasa antara suplay oksigen aktivitas

lemah dan sesak setelah aktivitas miokard dan kebutuhan,

Do : adanya iskemia/nekrosis

jaringan miokard
a. Pasien tampak lemah

b. TTV :

TD = 130/80 mmHg

N = 100 x/menit

28
S = 36º C

c. ADL dibantu keluarga dan

perawat
4. Ds : Pasien mengatakan nyeri dada Perubahan laju, irama, Resiko

sebelah kiri dan sesak nafas dan konduksi elektrikal penurunan curah

jantung
Do :

a. TTV :

TD = 130/80 mmHg

N = 100 x/menit

RR = 28 x/menit

S = 36º C

b. Terpasang O2 masker 10

29
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

BERDASARKAN PRIORITAS

Pernyataan yang jelas tentang masalah klien dan penyebab. Selain itu harus

spesifik berfokus pada kebutuhan klien dengan mengutamakan prioritas dan diagnosa

yang muncul harus dapat diatasi dengan tindakan keperawatan.

Daftar Masalah Keperawatan

a. Ketidakefektifan pola nafas.

b. Nyeri akut.

c. Intoleransi aktivitas.

d. Resiko penurunan curah jantung.

Daftar Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas

1. Nyeri akut b.d iskemia jaringan miokard.

2. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan.

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplay oksigen miokard

dan kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard.

4. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan laju, irama, dan konduksi

elektrikal.

30
C. Rencana Keperawatan

Menyusun rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk

menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan

tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.

Tanggal : 14 – 09 - 2020 Nama pasien : Tn. H

Dx. Medis : Stemi Anterior

Tabel 3.3 Intervensi keperawatan nyeri akut b.d iskemia jaringan miokard

No Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling 1. Untuk meningkatkan

tindakan keperawatan percaya kepercayaan pasien


selama 2x24 jam kepada perawat
diharapkan nyeri
berkurang 2. Lakukan pengkajian 2. Untuk mengetahui
nyeri secara tingkat nyeri pasien
Kriteria Hasil : komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,
1) Mampu durasi, frekuensi,
mengontrol kualitas, dan faktor
nyeri ( tahu presipitasi
penyebab 3. Observasi reaksi
nonverbal dari
nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan
tehnik non
farmakologi 4. Kontrol lingkungan
untuk yang dapat
mengurangi mempengaruhi nyeri
nyeri ) seperti suhu ruangan, 3. Untuk mengetahui
pencahayaan, dan tingkat ketidaknyamanan
2) Pasien tampak kebisingan yang dirasakan oleh
tidak 5. Ajarkan tentang teknik pasien
memegangi non farmakologi seperti
daerah yang distraksi dan relaksasi 4. Untuk mengurangi
nyeri tingkat ketidaknyamanan
yang dirasakan oleh
3) Skala nyeri pasien
menjadi 1-3
(ringan)

31
nadi,

pernafasan )

TD : Sistolik
(130–139
mmHg),
diastolik (85–

89 mmHg)

N : 60–70

Tabel 3.4 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot
pernafasan
2. Setelah dilakukan 1. Observasi frekuensi, 1. Mengumpulkan dan

tindakan keperawatan kedalaman pernafasan, menganalisis data pasien


selama 2 x 24 Jam dan ekspansi dada untuk memastikan
diharapkan pasien kepatenan jalan nafas
menunjukkan pola dan pertukaran gas yang
nafas efektif yang adekuat
dibuktikan dengan 2. Adanya suara nafas
status respirasi tidak tambahan yang abnormal
terganggu. menentukan intervensi
Kriteria Hasil : yang akan dilakukan
2. Auskultasi suara nafas, selanjutnya oleh perawat
1) Mendemonstrasi
catat adanya suara 3. Membantu ekspansi
kan latihan nafas
tambahan paru dan pernafasan
dalam secara
normal
mandiri
4.Meningkatkan
2) Menunjukkan
jalan nafas yang kekuatan otot pernafasan
paten (pasien dan fungsi ventilasi paru
tidak merasa 3. Posisikan pasien untuk serta memperbaiki
tercekik, irama memaksimalkan ventilasi oksigenasi jaringan
nafas, frekuensi 32
( posisi semi fowler ) 5. Mengumpulkan dan
rentang normal, kardiovaskuler,

tidak ada suara pernafasan dan suhu


nafas tambahan) tubuh pasien untuk
3) Tanda – tanda menentukan dan
vital dalam mencegah komplikasi
rentang normal ( 6. Meningkatkan pola
tekanan darah, pernafasan spontan yang
nadi, pernafasan ) optimal sehingga
TD : Sistolik memaksimalkan
(130–139 pertukaran oksigen
mmHg), dalam tubuh
6. Kolaborasi pemberian

diastolik (85–89
mmHg) O2 masker 10 Lpm
N : 60–70
x/menit
RR : 16-24
x/menit

33
Tabel 3.5 Intervensi Keperawatan Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara
suplay oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard

NO Tujuan / Kriteria Hasil INTERVENSI RASIONAL


3. Setelah dilakukan tindakan 1. Catat denyut dan 1.Menentukan

keperawatan selama 2x24 jam ritme jantung, serta respon pasien


diharapkan pasien mampu perubahan tekanan terhadap aktivitas
bertoleransi dengan aktivitas darah sebelum, dan sapat
Kriteria Hasil : selama, dan setelah mengindikasikan
aktivitas sesuai kekurangan oksigen
1) Berpartisipasi dalam indikasi. Nyeri dada pada miokard,
aktivitas fisik tanpa dan sesak nafas sehingga harus
disertai peningkatan mungkin terjadi. mengurangi tingkat
tekanan darah, nadi, dan aktivitas, bedrest,
RR perubahan regimen
pengobatan, atau
2) Mampu melakukan penggunaan oksigen.
aktivitas sehari-hari
(ADLs) secara mandiri 2. Mengurangi beban
kerja miokard dan
3) Mampu berpindah : konsumsi oksigen,
dengan atau bantuan serta mengurangi
alat risiko komplikasi,
2. Motivasi pasien misalnya perparahan
4) Status respirasi : untuk melakukan infark miokard.
pertukaran gas dan tirah baring. Batasi Pasien tanpa
ventilasi adekuat aktivitas yang komplikasi infark
menyebabkan nyeri miokard didorong
5) Sirkulasi status baik dada atau respons untuk terlibat dalam
jantung yang buruk. aktivitas yang ringan
Berikan aktivitas diluar tempat tidur,
pengalihan yang termasuk jalan-jalan
bersifat nonstres. kecil 12 jam setelah
kejadian.

3. Kegiatan yang
memerlukan untuk
menahan nafas dan
mengejan, misalnya
manuver valsava,
dapat mengakibatkan
bradikardia sehingga
terjadi penurunan
curah jantung dan
selanjutnya
mengalami
34
peningkatan tekanan

darah.

4. Kegiatan progresif
4. Jelaskan pola memberikan beban
peningkatan tingkat yang terkontrol pada
aktivitas, misalnya jantung. Serta
bangun untuk pergi meningkatkan
ke toilet atau duduk kekuatan dan
dikursi, ambulasi mencegah kelelahan.
progresif, dan
beristirahat setelah
makan.

5. Evaluasi tanda dan


gejala yang 5. Palpitasi, denyut
mencerminkan tidak teratur,
intoleransi terhadap peningkatan nyeri
tingkat aktivitas yang dada, atau dispnea
ada ataumungkin
memberitahukan menunjukkan
kebutuhan untuk
pada perawat atau perubahan latihan
dokter. atau obat.

6. Kolaborasi dengan 6.Program


tenaga kesehatan lain
dalam merujuk ke rehabilitasi jantung
program rehabilitasi memberikan

35
Tabel 3.6 Intervensi Keperawatan Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan laju,

irama, dan konduksi elektrikal

NO Tujuan / Kriteria Hasil INTERVENSI RASIONAL


4 Setelah dilakukan tindakan 1.Lakukan 1. Hipotensi dapat

keperawatan selama 2x24 jam pengukuran tekanan terjadi akibat


diharapkan tidak terjadidarah. Bandingkan disfungsi ventrikular,
penurunan curah jantung hasil pada setiap hipoperfusi
Kriteria Hasil : lengan, saat duduk, miokardium, dan
berbaring, dan stimulasi vagal.
1) Tanda vital dalam berdiri. Namun, hipertensi
rentang normal ( juga dapat terjadi
Tekanan Darah, Nadi, akibat nyeri, ansietas,
Respirasi ) pelepasan
katekolamin, dan
2) Dapat mentoleransi memiliki masalah
aktivitas, tidak ada pembuluh darah
kelelahan sebelumnya.
Hipotensi ortostatik (
3) Tidak ada edema paru, postural ) mungkin
perifer dan tidak ada berhubungan dengan
asites komplikasi infark,
misalnya gagal
4) Tidak ada penurunan jantung.
kesadaran
2.S3 biasanya
berhubungan dengan
gagal jantung, namun
adanya insufisiensi
mitral (regurgitasi)
dan overload
ventrikel kiri yang
dapat menyertai
infark parah juga
dicatat.

S4 mungkin
berhubungan dengan
iskemia miokard,
kekakuan ventrikel,
dan hipertensi
pulmonal atau
sistemik.
2. Auskultasi bunyi
jantung. Catat adanya
Murmur
gallop S3 dan S4,
mengindikasikan
murmur, serta rub.
adanya gangguan

36
katup, defek septum,

atau getaran otot


papilaritas dan korda
tendinea (komplikasi
infark miokard)

Rub
mengindikasikan
adanya infark yang
disebabkan oleh
peradangan,
misalnya efusi
perikardial dan
perikarditis.

3.Krakels

menandakan adanya
kongesti pulmonal,
yang mungkin
berkembang karena
penurunan fungsi
miokard.

4. Denyut dan ritme


jantung berespon
terhadap medikasi,
aktivitas, dan
perkembangan
komplikasi.
3. Auskultasi suara
nafas Disritmia terutama
kontraksi ventrikular
yang prematur atau
progressive heart
blocks, dapat
mempengaruhi
4. Pantau denyut dan fungsi jantung atau
ritme jantung. meningkatkan
Dokumentasikan kerusakan iskemik.
disritmia melalui
telemetri. 5. Makanan besar
dapat meningkatkan
beban kerja miokard

dan menyebabkan
stimulasi vagal, yang

37
5. Kolaborasi dengan 6. Disritmia biasanya

tenaga kesehatan lain diobati sesuai dengan


dalam pemberian gejalanya. Terapi
obat – obatan sesuai ACE inhibitor
indikasi, misalnya sebagai pengobatan
obat antidisritmia. awal, khususnya
pada infark miokard
anterior yang besar,
aneurisma ventrikel,
atau gagal jantung,
dapat meningkatkan
keluaran vemtrikel,
meningkatkan
kelangsungan hidup,
dan mungkin
memperlambat
perburukan gagal
jantung.

38
3.4 Tindakan Keperawatan

Nama pasien : Tn. H No. RM : 0038xxxx Umur : 50Th

No Dx Tanggal Jam Implementasi Nama/ttd


1. 14 – 09 – 21.00 Melakukan pengkajian nyeri
komprehensif

2020
yang meliputi lokasi, karakteristik,

frekuensi.

P = Nyeri timbul saat beraktivitas dan

kadang saat istirahat

Q = Nyeri seperti di remas – remas

R = Nyeri timbul di dada sebelah kiri dan

menjalar ke punggung

S = Skala nyeri 6

T = Nyeri hilang timbul

Mengendalikan faktor lingkungan yang

dapat mempengaruhi respon pasien

terhadap ketidaknyamanan dengan cara

membatasi pengunjung dan membatasi

pencahayaan

Mengajarkan penggunaan teknik non

farmakologi dengan cara mengajarkan

teknik relaksasi nafas dalam

39
selama 6-8 jam dan menghindari

memikirkan hal – hal yang berat

Melakukan kolaborasi dengan

memberikan analgesik tambahan jika


21.50
diperlukan untuk meningkatkan efek

pengurangan nyeri dengan memberikan

obat oral ISDN 3X5mg

Memberikan Posisi semifowler

Memberikan O2 masker 10 Lpm

Mengauskultasi suara nafas

Terdapat suara wheezing

Memantau pernafasan pasien

Pergerakan dada simetris, terdapat

pemakaian otot bantu pernafasan, dan pola

pernafasan cepat dan dangkal. RR = 28

21.55 x/menit
2. 14 – 09 -
Memotivasi pasien untuk melakukan tirah

2020 22.00 baring, dan membatasi aktivitas yang

menyebabkan nyeri dada atau respons


22.05
jantung yang buruk.

Mengauskultasi bunyi jantung

Terdapat suara S1 dan S2 Tunggal


22.10

40
1. 15 – 09 – 04.30 Melakukan pengkajian nyeri komprehensif

2020 yang meliputi lokasi, karakteristik,

frekuensi

P = Nyeri timbul saat aktivitas

Q = Nyeri seperti diremas – remas

R = Nyeri di dada sebelah kiri dan

menjalar ke punggung

S = Skala nyeri 4

T = Nyeri hilang timbul

Mengajarkan penggunaan teknik

nonfarmakologi dengan cara mengajarkan

teknik relaksasi nafas dalam

Melakukan observasi tanda – tanda vital

TD = 130/70 mmHg

N = 98 x/menit

04.45 RR = 26 x/menit

S = 36,1º C

Memantau pernafasan, pergerakan dada

dan pola pernafasan pasien

41
05.10 Menjelaskan dan mengajarkan teknik
deep

breathing exercis yang berfungsi untuk

meningkatkan fungsi paru dan dilakukan

dengan cara pasien menghirup nafas

secara perlahan dan dalam melalui mulut

dan hidung, sampai perut terdorong

maksimal

/ mengembang kemudian menahan nafas 1

– 5 hitungan, selanjutnya menghembuskan

udara secara lambat melalui mulut.

Mencatat denyut dan ritme jantung, serta

perubahan tekanan darah sebelum, selama,

dan setelah aktivitas sesuai indikasi.

Menginstruksikan pasien untuk

menghindari peningkatan tekanan

abdominal, misalnya mengejan saat buang

air besar

Memberikan penjelasan untuk makanan

yang kecil dan mudah dicerna. Batasi


1 15 – 09 – 09.00 Melakukan pengkajian nyeri komprehensif
asupan kafein, misalnya kopi, coklat, dan

2020 yang meliputi lokasi, karakteristik,

frekuensi

P = Nyeri timbul saat aktivitas

42
Q = Nyeri seperti di remas – remas

R = Nyeri di dada sebelah kiri dan

menjalar ke punggung

S = Skala nyeri 3

T = Nyeri hilang timbul

Melakukan kolaborasi dengan

memberikan analgesik tambahan dan/atau

pengobatan jika diperlukan untuk

meningkatkan efek pengurangan nyeri

09.15 dengan memberikan obat oral ISDN 3x5

mg

Memantau pernafasan, pergerakan dada

dan pola pernafasan pasien

Pergerakan dada simetris, tidak terdapat

pemakaian otot bantu pernafasan, dan pola

pernafasan normal dan teratur. RR = 22

x/menit

Mengingatkan dan mendampingi untuk

melakukan teknik deep breathing exercis

dengan cara pasien menghirup nafas

secara perlahan dan dalam melalui mulut

dan hidung, sampai perut terdorong

43
1-5 hitungan, selanjutnya menghembuskan

udara secara lambat melalui mulut.

Mengauskultasi suara nafas

Suara nafas vesikuler dan tidak ada suara


10.00
tambahan

Menjelaskan pola peningkatan tingkat

aktivitas, dan beristirahat setelah makan

Pasien bangun untuk pergi ke toilet dan

duduk dikursi

Membandingkan hasil tekanan darah pada

10.10 saat duduk dengan melakukan observasi

tanda – tanda vital


3. 15 – 09 –
TD = 120/80 mmHg

2020

N = 80 x/menit

RR = 22 x/menit

S = 36,2º C

44
D. Evaluasi Keperawatan

Nama pasien : Tn. H Umur : 50Th No. RM : 0038xxxx

Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf

14 – 09 - Nyeri Akut S : Pasien mengatakan nyeri dada sebelah

2020 kiri sudah jarang timbul dengan skala 3,

nyeri seperti diremas – remas

O :

1. Keadaan umum : lemah

2. Kesadaran composmentis, GCS

456

3. TTV :

TD = 130/80 mmHg

N = 90 x/menit

RR = 22 x/menit

S = 36º C

4. Wajah Tampak rileks

45
14 – 09 – Ketidakefektifan S : Pasien mengatakan sudah tidak

2020 pola nafas merasa sesak lagi dan merasa lebih baik

setiap kali melaksanakan DEB

O :

1. Mendemonstrasikan latihan nafas

dalam secara mandiri

2. Menunjukkan jalan nafas paten (

pasien tidak merasa tercekik,

irama nafas, frekuensi pernafasan

dalam rentang normal, tidak ada

suara nafas abnormal )

3. TTV :

TD = 130/80 mmHg

N = 100 x/menit

RR = 22 x/menit

S = 36º C

A : Masalah Keperawatan Teratasi

46
30 – 12 - Intoleransi S : Pasien mengatakan badannya sudah

2018 aktivitas tidak lemah dan tidak sesak lagi saat

aktivitas

O :

1. Kulit teraba hangat

2. Pasien mampu melakukan ADL

secara mandiri

3. Pasien mampu berpindah dari satu

tempat ke tempat yang lain tanpa

bantuan alat dan orang lain

4. TTV :

TD = 130/80 mmHg

N = 90 x/menit

RR = 22 x/menit

S = 36º C

47
14 – 09 - Resiko S : Pasien mengatakan nyeri dada sudah

2020 Penurunan berkurang dan tidak merasa sesak nafas

lagi
Curah Jantung
O :

1. Tidak terdapat edema

2. Tidak terdapat sianosis

3. Tidak terdapat S3 dan S4

4. Tidak terjadi oliguria

5. Kulit lembap

6. TTV :

TD = 130/80 mmHg

N = 90 x/menit

RR = 22 x/menit

S = 36º C

48
BAB IV

PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan

Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak


tanpa ada keluhan sebelumnya. Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan
menjadi Unstable Angina (UA). STEMI sering menyebabkan kematian mendadak,
sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis
secepatnya.

Masyarakat sering menganggap nyeri dada yang menjalar hanyalah rasa capek
biasa, kemungkinan besar itu tanda dari penyakit jantung. Nyeri pada infark miokard akut
tidak bisa hilang sendirinya, meskipun gejala berkurang saat istirahat. Pada masyarakat
masih salah persepsi ketika mereka istirahat, gejala mereka hilang berarti mereka
sembuh. Salah satu penyebab adalah anggapan bahwa penyakit yang ia derita hanyagejala
masuk angin atau angin duduk biasa.

4.2 Saran

Jangan pernah meremehkan nyeri dada dan menganggap hanya penyakit biasa
karena bisa jadi itu adalah suatu gejala terjadinya STEMI untuk itu segera periksakan diri
untuk mengetahui kondisi

Demikian makalah yang kami buat berdasarkan teori dan dari jurnal ilmiah
apabila ada kekurangan kami mohon kritik dan saran.

49
DAFTAR PUSTAKA

Berliani, I. (2019). Program diii keperawatan akademi keperawatan kerta cendekia sidoarjo
2019.

Pendahuluan, L. (2012). LAPORAN PENDAHULUAN STEMI ( ST ELEVASI MIOKARD


INFARK ).

Pramono, C. (2010). ST Elevasi Miocard Infark (STEMI). 2009, 14–55.

Adzni, A. R. (2015). Bab I Pendahuluan ‫ذ ِ أ ي ذ‬. Penerapan Embellishment Sebagai Unsur


Dekoratif Pada Busana Modestwear, d(2017), 1–15.

Stemi, E., Mendapat, Y., & Tidak, M. (2012). Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut
St- Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut St-.

Kasron. (2012). Kelainan dan Penyakit Jantung : Pencegahan dan Pengobatan. Yogyakarta :
Nuha Medika

Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC; 2007

Hastuti, Y. E., Elfi, E.F., & Pertiwi. D. (2013). Hubungan Kadar Troponin T dengan Lama
Perawatan Pasien Infark Miokard Akut di RSUP Dr. M. Djamil Padang, 424.

Tim Penyusun. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI; 2001.

ErhardtL, Herlitz J, Bossaert L.Task force on the management of chest pain. EurHeart J.
2002;23 (15) : 1153-76.

Yahya, F. (2010). Mencegah dan Mengatasi Penyakit Jantung Koroner Secara Tepat dan
Cepat. Bandung : Qanita

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi I., Simadibrata, M., & Setiati, S. et al. (2006). Buku ajar
ilmu penyakit dalam (Ed. 4). Jakarta: FKUI.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2008). Brunner & Suddarth’s

50
textbook of medicalsurgical nursing (11th Ed.). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Black, J. M., & Hawk, J. H. (2005). Medical surgical nursing clinical management for
positive utcomes (7th Ed.). St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders

51

Anda mungkin juga menyukai