TUBERCULOSIS PARU
Oleh :
IMELDA SEPTIWILIYANTI
P17221174076
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2018-2019
LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS PARU
A. Tuberculosis Paru
B. Definisi
Menurut (Niluh Gede Yasmin Asih, 2014), tuberkulosis adalah infeksi penyakit
menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan
asam, yang ditularkan melalui udara (airbone). Menurut (Imran Somantri, 2015)
tuberkulosis paru – paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru –
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini juga dapat
menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus linfe.
Menurut (Elizabeth J Corwin, 2015) tuberkulosis (TB) merupakan contoh lain
infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme
Mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah
(droplet), dari satu individu ke individu lainnya dan membentuk kolonisasi di bronkiolus
atau alveolus, kuman juga dapat masuk ketubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti
susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melaui lesi kulit.
Menurut (Chris Brooker, 2009) tuberkulosis adalah infeksi granulomatosa kronik
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis (tipe manusia), suatu basil tahan asam
(BTA). Jenis lainnya meliputi M. Bovis (sapi) dan mikobakterium altipis misalnya M.
Avium intracellulare dan M. Kansasii.
Menurut (Diane C. Baughman, 2000) tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang
terutama disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosi.
C. Manifestasi Klinis
Menurut Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien Tuberculosis
berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
a. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses destruksi
paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun, keluhan ini dirasakan
dengan kecenderungan progresif walau agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat
kering pada permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi
produktif.
b. Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian
berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau) dan menjadi
kental bila sudah terjadi pengejuan.
c. Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai berupa
sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya adalah akibat
peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus sehingga pecahnya pembuluh darah.
d. Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru. Merupakan proses
lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
e. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada dinding
pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada saat batuk.
f. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
g. Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi umum dari
proses infeksi.
h. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul belakangan
dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
i. Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
j. Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit Tuberculosis
paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut.
Gambaran klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorakx, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala Sistemik, meliputi :
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip dengan influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise.
D. Pathway
Invasi bakteri tuberculosis
sembuh
Infeksi primer
Ketidakefektifan Gangguan
Intoleransi pola tidur
bersihan jalan Ketidakseimbangan
aktifitas
nafas nutrisi kurang dari
kebutuhan
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
• Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
• Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) :
Positif untuk basil asam-cepat.
• Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berani bahwa
TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang
berbeda.
• Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit): Positif untuk Mycobacterium tuberculosis.
• Biopsi jarum pada jaringan paru: Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
• Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh
hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB
paru kronis luas.
• Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara residu
dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (Tuberkulosis paru
kronis luas).
b. Pemeriksaan Radiologis
Foto thorak: Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB
dapat termasuk rongga, area fibrosa.
F. Penatalaksanaan Medis
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu.Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
G. Pengkajian Keperawatan
. Pengumpulan data
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
kontak dengan penderita TB patu yang lain.
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat
ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis
paru yang kembali aktif.
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang
cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada
gangguan.
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien
tentang penyakitnya.
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah
klien.
g. Pemeriksaan fisik
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
3) Sistem pengindraan
4) Sistem kordiovaskuler
5) Sistem gastrointestinal
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari
yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
8) Sistem genetalia
H. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang
kental, edema bronchial.
3. Pola nafas inefektif b.d penyempitan bronkus
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan:
Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia,
Penurunan kemampuan finansial.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
I. Intervensi
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali normal
Kriteria hasil : -Mempertahankan jalan nafas pasien
-Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi Rasional
Kaji fungsi pernapasan contoh : Bunyi Penurunan bunyi napas dapat
nafas, kecepatan, irama, kedalaman menunjukkan atelektasis
dan penggunaan otot aksesori Pengeluaran sulit bila sekret sangat
Catat kemampuan untuk mengeluarkan tebal. Sputum berdarah kental atau
mukosa / batuk efektif : catat karakter, darah cerah diakibatkan oleh kerusakan
jumlah sputum, adanya emoptisis paru atau luka bronkal dan dapat
Berikan pasien posisi semi atau fowler memerlukan evaluasi
tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan membantu memaksimalkan ekspansi
latihan napas dalam paru dan menurunkan upaya
Bersihkan sekret dari mulut dan pernapasan
trakea : penghisapan sesuai keperluan Mencegah obstruksi / aspirasi
Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat-obatan
Intervensi Rasional
Monitoring / pantau TTV (TD, RR, Mengetahui terjadinya perubahan
N, S) kecepatan nadi dan pola pernafasan
Catat perubahan upaya dan pola Memungkinkan adanya dispnea
napas Ekspansi dada
Atur posisi pasien dengan kepala Mengetahui terjadinya depresi pada
lebih tinggi (pakai bantal dan sistem pernafasan
senyaman mungkin)
Pantau penggunaan obat-obat anti
depresan.
Intervensi Rasional
1. Evaluasi respon pasien terhadap 1. Menetapkan kemampuan atau
aktivitas. Catat laporan dispnea, kebutuhan pasien memudahkan
peningkatan kelemahan atau pemilihan intervensi
kelelahan. 2. Menurunkan stress dan rangsanagn
2. Berikan lingkungan tenang dan berlebihan, meningkatkan istirahat
batasi pengunjung selama fase akut 3. Tirah baring dipertahankan selama
sesuai indikasi. fase akut untuk menurunkan
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam kebutuhan metabolic, menghemat
rencana pengobatan dan perlunya energy untuk penyembuhan.
keseimbangan aktivitas dan 4. Pasien mungkin nyaman dengan
istirahat. kepala tinggi, tidur di kursi atau
4. Bantu pasien memilih posisi menunduk ke depan meja atau bantal.
nyaman untuk istirahat. 5. Meminimalkan kelelahan dan
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang membantu keseimbangan suplai dan
diperlukan. Berikan kemajuan kebutuhan oksigen.
peningkatan aktivitas selama fase
penyembuhan.
Daftar Pustaka
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2014. Keperawatan Medikal Bedah : Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku dari Brunner dan
Suddart. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : EGC
Crofton, John. 2002. Pedoman penanggulangan Tuberkulosis, Widya Medika : Jakarta.
Departeman Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta.
Heardman, Kamitsuru. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2015-2017.
Jakarta: Prima Medika