Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Dengan Sistem Cardovaskuler Pada


Pasien Dengan Infark Miocard Acute (IMA) dan Interprestasi EKG

“Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah “ Keperawatan Dawat Darurat”

Dosen: Hirza A.N,S.Kep,Ns,M.Kep

Disusun Oleh :

1. Finda Aryani Putri Dewi 20201552


2. Gilang Abdul Aziz 20201556
3. Lisa Umi Kholifah 20201561
4. Rizki Abdul Ghani 20201573
5. Sulfita Ayu Oktafia 20201576

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur hanya milik Allah SWT, Karena berkat rahmat, karunia serta
hidayah-Nya Tim Penulis dapat menyelesaikan makalah mata ajar ini. Makalah ini tidak
mungkin terwujud tanpa bantuan dari beberapa pihak yang ikhlas bersedia meluangkan
waktunya untuk membantu Penulis. Maka pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dosen pengajar Asuhan Keperawatan Gadar Kardiopulmonal


2. Orangtua tercinta yang selalu memberikan dorongan dan bantuan baik berupa
materil maupun moril yang tidak ternilai harganya.
3. Teman-teman Seperjuangan yang senantiasa memberikan semangat dan dorongan
selama penulisan Makalah ini.
4. Semua pihak yang telah ikut membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam pembuatan Makalah ini.

Tim penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini.Semoga Makalah ini dapat berguna bagi Penulis, pihak-pihak yang telah
membantu dan kepada siapa saja yang ingin memanfaatkannya sebagai referensi
keilmuanya. Amiin.

Kudus, 14 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1

A. Batar Ielakang.................................................................................................................... 1
B. Tinjauan Pustaka................................................................................................................ 2
C. Tujuan Kepenulisan.......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................

A. Pengertian LMA........................................................................................................
B. Penyebab LMA..........................................................................................................
C. Tanda dan Gejala LMA............................................................................................
D. Patofisiologi LMA.....................................................................................................
E. Pemeriksaan diagnostik termasuk gambaran MKG Lnfark Miokard Akut......................
F. Pemeriksaan Bab Lnfark Miokard Akut......................................................................
G. Tindakan Gadar Medik Lnfark Miokard Akut...............................................................
H. Diagnosa Keperawatan (SDKL) dari Lnfark Miokard....................................................
I. Kriteria hasil (SBKL) dari Lnfark Miokard Akut.........................................................
J. Intervensi dari Lnfark Miokard Akut (SLKL).............................................................

BAB III PENUTUP..............................................................................................................

A. Kesimpulan.................................................................................................................
B. Saran.......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan
istimewa, karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi
cara kerjanya menyerupai otot polos, yaitu diluar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf
otonom). Pekerjaan jantung adalah memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh setiap saat, baik saat istirahat maupun saat bekerja atau menghadapi beban.

Satu dari tiga penderita AMI meninggal karena gagal jantung. Gagal jantung adalah suatu
keadan yang serius, dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac
output, curah jantung) tidak mampu memenuhi kebutuhan normal tubuh akan oksigen dan zat
makanan. Insiden penyakit pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita dengan rata-rata
mortalitas selama lima tahun untuk pria 60% dan wanita 40%. Selain gagal jantung kebanyakan
dari penderita AMI juga mengalami serangan jantung. Serangan Jantung (infark miokardial) adalah
suatu keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi pembatasan atau pemutusan aliran darah ke jantung,
yang menyebabkan otot jantung (miokardium) mati karena kekurangan oksigen. Proses iskemik
miokardium lama yang mengakibatkan kematian (nekrosis) jaringan otot miokardium tiba-tiba.

Infark miokard akut merupakan sindrom klinis dengan dua dari tiga kombinasi

karakteristik yaitu gejala tipikal infark miokard (nyeri maupun ketidaknyamanan dada),
peningkatan kadar enzim jantung, dan perubahan gambaran elektrokardiogram yang
mendeskripsikan suatu infark termasuk gambaran Q patologis. Semua karakteristik itu
menggambarkan daerah infark di jantung (miokard) akibat berkurangnya suplai darah ke area
tersebut. Akibatnya, akan terjadi kerusakan miokard secara progresif dan irreversible, yang dapat
menyebabkan gagal jantung hingga kematian. Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard
akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.

B. Tinjauan Pustaka
1. Apakah pengertian dari Infark Miokard Akut ?
2. Apa penyebab dari Infark Miokard Akut ?
3. Bagaimana tanda dan gejala Infark Miokard Akut ?
4. Bagaimana patofisiologi Infark Miokard Akut ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik termasuk gambaran EKG Infark Miokard Akut ?
6. Bagaimana pemeriksaan Lab Infark Miokard Akut ?
7. Apasaja Tindakan Gadar Medik Infark Miokard Akut ?

8. Bagaimana Diagnosa Keperawatan (SDKI) dari Infark Miokard Akut ?


Bagaimana kriteria hasil (SLKI) dari Infark Miokard Akut ?
Bagaimana intervensi dari Infark Miokard Akut (SIKI) ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan ilmu pengetahuan Infark Miokard Akut pada pasien IMA.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini antara lain, mengetahui :
Pengertian IMA
Etiologi dari IMA

c. Tanda dan gejala IMA


d. Patofisiologi dari IMA

e. pemeriksaan diagnostik termasuk gambaran EKGIMA


f. Pemeriksaan Lab IMA

g. Tindakan Gadar MedikIMA


h. Diagnosa Keperawatan (SDKI) dari IMA
i. Bagaimana kriteria hasil (SLKI) dari IMA

j. intervensi dari IMA (SIKI)


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian IMA
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
(Suyono, 2005).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepatdisebabkan oleh
karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dankebutuhan darah miokard. (Morton,
2012).
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arterikoroner besar atau cabang-
cabangnya. Lamanya kerusakan myocardialbervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang
diperfusi oleh arteri yangtersumbat. Infark myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut
ataufibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak. (Barbara, 2006)
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa AkutMiokard Infark (AMI)
merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan ataukematian otot jantung yang disebabkan oleh
karena berkurangnya atauterhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-
tibakebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup.

B. Etiologi IMA
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
1. Faktor penyebab :
a) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
1) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
2) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
3) Faktor darah : Anemia, hipoksemia,polisitemia.
b) Curah jantung yang meningkat :
1) Aktifitas yang berlebihan.
2) Emosi.
3) Makan terlalu banyak.
4) Hypertiroidisme.
c) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1) Kerusakan miocard.
2) Hypertropimiocard.
3) Hypertensi diastolic

2. Faktor predisposisi :

a) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :


1) Usia lebih dari 40 tahun.
2) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanitameningkat setelah
menopause.
3) Hereditas.
4) Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b) Faktor resiko yang dapat diubah :
1) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diettinggi lemak
jenuh, aklori.

2) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,ambisius,


kompetitif), stress psikologis berlebihan

C. Tanda dan Gejala IMA


Manifestasi klinik IMA menurut Nurarif (2013), yaitu :
1. Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.
2. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat,ditusuk, diperas, dan
diplintir.
3. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan ataskiri.

4. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudahmakan.
5. Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemasdan
lemas.
6. Dispnea.

Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman (2008)adalah :
1. Nyeri : Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidakmereda, biasanya
diatas region sternal bawah dan abdomen bagianatas, ini merupakan gejala utama.
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidaktertahankan lagi.
3. Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap (>30 menit)
4. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalarke bahu dan terus ke
bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
5. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan ataugangguan emosional), menetap
selama beberapa jam atau hari, dantidak hilang dengan bantuan istirahat

atau nitrogliserin (NTG).


6. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,pening atau kepala
terasa melayang dan mual muntah.
8. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebatkarena neuropati yang
menyertai diabetes dapat menggangguneuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
Menurut Oman (2008), yang mendukung keluhan utama dilakukan denganmengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada kliensecara

PQRST meliputi :
1. Provoking Incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang setelahistirahat dan setelah
diberikan nitrogliserin.
2. Quality of Pain: seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri dapatseperti tertekan, diperas
atau diremas.
3. Region:Radiation, Relief : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri
diatasperikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke dada.Dapatterjadi nyeri dan
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
4. Severity (Scale) of Pain: klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 atau0-10

(visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa beratnyeri yang
dirasakan.Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeriberkisar antara 3-4 (0-4) atau
7-9 (0-10).
5. Time: biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya umumnyadikeluhkan
> 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium dapat timbul padawaktu istirahat, nyeri biasanya
dirasakan semakin berat (progresif) danberlangsung lama.

D. Patofisiologi
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera
setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke
volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg
yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung).
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja

disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif
baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan
adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan
oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami
iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih
normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang
harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama,tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri akan naik dan gagal jantung terjadi.

Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung
ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan
tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan
timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang fungsi jantung
akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah- daerah yang tadinya
iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena
terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya
perburukan hemodinamik akan terjadi bila

iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum
ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal
hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-
jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya
hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar
terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus
parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus
simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi

kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark. (Price & Wilson, 2006).
E. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Menurut Mansjoer (2005), pemeriksaan penunjang IMA sebagai berikut :
1. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q patologis

2. Cek Labolatorium
a. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat aminonit
transferase), Troponin I, Troponin T. Peningkatan kadar enzim merupakan indikator
spesifik untuk IMA, kadar titerenzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
1) CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset infark, mencapai
puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu3-4 hari. Enzim ini juga banyak
terdapat pada paru, otot skelet, otak,uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid.
Selain pada infark miokard, tingkat
abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan setelah
latihan otot.
2) SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal Dilepaskan oleh sel otot
miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan turun

kembali menjadi normal setelah 3-4 hari.


3) LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat meninggi bila ada
kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat dalam waktu 24-48 jam,
mencapai puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya
lebih spesifik. Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin T, suatu
kompleks protein yang terdapat pada filamen tipis otot jantung. Troponin T akan
terdeteksi dalam darah beberapa jam sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard.

b. Elektrolit
Ketidak seimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal hipokalemi,
hiperkalemi
c. Sel darah putih
Leukosit (10.000 ‗ 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMAberhubungan
dengan proses inflamasi
d. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
e. Kimia Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut

atau kronis
f. AGD/ABG
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
g. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
3. Foto RO thorak AP
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
4. Ecokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding


ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
5. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi
atau luasnya IMA
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
c. Pencitraan darah jantung (MUGA)

Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi
ejeksi (aliran darah)
6. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan
dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur
tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau
emergensi.
7. Digital subtraksion angiografi (PSA)
8. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)

Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesi vaskuler,
pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
9. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
F. Interpretasi EKG

Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini
terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q /
QS yang menandakan adanya nekrosis. Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase
awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi
gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak
menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG
tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.

Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q.

Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q
abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil
atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini
tidak berlaku untuk gelombang Q dilead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q
dilead ini lebar dan dalam.

Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut
lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda
diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST.
Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury , maka terekam
potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk
ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari
daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan
gambaran ST depresi.

Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif
dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik.
Elektroda yang terletak didaerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif.
Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi
secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik dihasilkan
repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi.

Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi. Berdasarkan gelombang Q
patologis dan elevasi ST pada sedapan EKG, IMA dapat dibagi menjadi :

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai
elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang
terkena. Bagi pria usia ≥ 40tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 ≥
2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun. ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan
dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.

Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan

elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa
depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-
normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non
STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan
lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan
amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang
simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI.

Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium anterior dirasakan
seperti diremas - remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri mulai dirasakan dari rahang, leher,
lengan, punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering terasa nyeri dari pada lengan kanan rasa
sakit biasanya berlangsung lebih dari setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta
tidak hilang istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual, muntah, sesak, pusing,
keringat dingin, berdebar- debar, gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin
bersamaan dengan nyeri dada sebagai tanda kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada
keadaan iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark yang mengenai
dinding inferior.

G. Penatalaksanaan Medik IMA


1. Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
a. Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah
berulangnya atrial fibrilasi atau flutter. Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol
atrial fibrilasi dan aritmia yang menyertai anastesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang

b. Kelas 1 B Lignocain
Untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia ventrikel dan VT
c. Kelas 1 C Flecainide
Untuk ventrikel ektopik dan takikardi
b. Antiaritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade) Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi
aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi.
c. Antiaritmia kelas 3 (Prolong repolarisation) Amiodarone, indikasi VT, SVT
berulang
d. Antiaritmia kelas 4 (calcium channel blocker) Verapamil, indikasi
supraventrikular aritmia

Selain itu Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya:
a. Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah
koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obatan ini
digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling
efektive pemberiannya adalah 1 jam stelah timbul gejal pertama dan tidak boleh lebih
dari 12 jam pasca serangan. Selain itu tidak
boleh diberikan pada pasiendi atas 75 tahun, Contohnya adalah streptokinase.
b. Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk mengurangi
nyeri dada atau ketidak nyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan. Beta
bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia. Terdapat dua jenis yaitu
cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dannon-cardioselective (propanolol,
pindolol, dan nadolol).
c. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE)
Inhibitors Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada
otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot
jantung, Misalnya captropil.
d. Obat-obatan antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada
arteri, Missal: heparin dan enoksaparin.
e. Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk
membentuk bekuan yang tidak diinginkan. Jika obat-obatan tidak mampu
menangani/menghentikan serangan jantung, maka dapat dilakukan tindakan medis.
2. Terapi Medis
• Kardioversi
Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks
GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
• Defibrilasi
Kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
• Defibrilator kardioverter implantabel
Suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam
jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
3. Terapi pacemaker
Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang keotot jantung untuk
mengontrol frekuensi jantung.
4. Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arterikoroner yang

tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya
dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian
balon dikembangkan untuk mendorong plaq melawan dinding arteri. Melebarnya bagian dalam
arteri akan mengembalikan aliran darah. Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent)
dalam arteri yang tersumbat sehingga menjaganya tetap terbuka. Beberapa stent biasanya
dilapisi obat-obatan yang mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri.
a. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian

tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri koroner
yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang
menuju sel-sel otot jantung. Setelah pasien kembali ke rumah maka penanganan tidak berhenti,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:
• Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik berupa obat-obatan maupn mengikuti
program rehabilitasi
• Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk menurunkan
kemungkinan kekambuhan, misalnya antara lain: menghindari merokok, menurunkan BB,
merubah dit, dan meningatkan aktivitas fisik.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer

a. Airways
• Sumbatan atau penumpukan secret
• Wheezing atau krekles
b. Breathing
• Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
• RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
• Ronchi, krekles
• Ekspansi dada tidak penuh
• Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
• Nadi lemah , tidak teratur
• Takikardi
• TD meningkat / menurun
• Edema
• Gelisah
• Akral dingin
• Kulit pucat, sianosis
• Output urine menurun

2. Pengkajian Sekunder
a. Aktifitas
Gejala :
• Kelemahan
• Kelelahan
• Tidak dapat tidur
• Pola hidup menetap

Jadwal olah raga tidak teratur


Tanda :
• Takikardi
• Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus. Tanda :
1) Tekanan darah
• Dapat normal / naik / turun
• Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
2) Nadi
• Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
3) Bunyi jantung
• Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
4) Murmur
• Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
5) Friksi ; dicurigai Perikarditis
6) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
7) Edema
• Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin
ada dengan gagal jantung atau ventrikel
8) Warna
• Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir

c. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan
, kerja , keluarga .
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
d. Eliminasi
Tanda :normal, bunyi usus menurun.
e. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat

badan
f. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
g. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
h. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
1) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan

aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri
dalam dan viseral)
2) Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang,
wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung,
leher.
3) Kualitas :
“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat
4) Intensitas :

Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah
dialami.
5) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus
, hipertensi, lansia

i. Pernafasan:
Gejala :
• Dispnea tanpa atau dengan kerja
• Dispnea nocturnal
• Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
• Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :

• Peningkatan frekuensi pernafasan

• Nafas sesak / kuat

• Pucat, sianosis

• Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

j. Interkasi social
Gejala :

• Stress

• Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS


Tanda :

• Kesulitan istirahat dengan tenang

• Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )

• Menarik diri

B. Diagnosa Keperawatan (SDKI) dari IMA


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis ( D.0077 )
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan,iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria. ( D.0014 )
3. Kecemasan berhubungan ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;
ancaman kematian.
4. Resiko penurunan curah jantung d.d perubahan frekuensi jantung ( D.0011 )

C. Intervensi Keperawatan (SLKI) dari IMA


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis ( D.0077 )
ditandai dengan :

• Nyeri dada dengan / tanpa penyebaran

• Wajah meringis

• Gelisah

• Delirium

• Perubahan nadi, tekanan darah.


Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirs.
Kriteria Hasil:

• Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1

• Ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang

• Tidak gelisah

• Nadi 60-100 x / menit,

• TD 120/ 80 mmHg
Intervensi :
a. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada.
b. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
c. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam, perilaku distraksi,
visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
d. Pertahankan oksigenasi dengan bikanul contohnya ( 2 - 4 L/ menit ).
e. Monitor tanda-tanda vital ( nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan,iskemik, kerusakan otot jantung,


penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
Ditandai dengan :

• Daerah perifer dingin

• EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu

• RR lebih dari 24 x/ menit

• Kapiler refill lebih dari 3 detik

• Nyeri dada

• Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru( tidak selalu )

• HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80 AGD dengan : pa O2< 80mmHg, pa
CO2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg

• Nadi lebih dari 100 x/ menit

• Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL

Tujuan :

• Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selamadilakukan tindakan

perawatan di RS.
Kriteria Hasil:

• Daerah perifer hangat

• Tidak sianosis

• Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark

• RR 16-24 x/ menit

• Tidak terdapat clubbing finger


• Kapiler refill 3-5 detik

• Nadi 60-100x / menit

• TD 120/80 mmHg

Intervensi :
a. Monitor Frekuensi dan irama jantung
b. Observasi perubahan status mental
c. Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
d. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
e. Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi
f. Pantau pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium misal EKG,elektrolit , GDA
(Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2). Dan pemberian oksigen.

3. Kecemasan berhubungan ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;


ancaman kematian.
Intervensi :
a. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
Rasional :
• Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut
terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan,
perubahan peran sosial dan sebagainya.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap
situasi krisis yang dialaminya.
Rasional :
• Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan
kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien

mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.


c. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anticemas / sedativa sesuai indikasi
(Diazepam / Valium, Flurazepam / Dal-mane, Lorazepam / Ativan).
Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan
dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya
kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.

Rasional :
• Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

4. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor : Listrik


Penurunan karakteristik miokard.

Tujuan :

Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakankeperawatan selama di RS.


Kriteria Hasil :


Tidak ada edema
Tidak ada disritmia

Haluaran urin normal

TTV dalam batas normal


Intervensi :
Pertahankan tirah baring selama fase akut
Kaji dan laporkan adanya tanda ‗ tanda penurunan COP, TD
Monitor haluaran urin
Kaji dan pantau TTV tiap jam
Kaji dan pantau EKG tiap hari
Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
Berikan makanan sesuai diitnya
Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, ME. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: EGC

PPNI (2017).Standart intervensi Keperwatan Indonesia. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Wucc`rth“s textbook of medical ‗ surgical
nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996)
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.Jakarta: EGC; 2001
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
J, Elizabeth. Crowin. 2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:2009

H, Kalim. Dkk. 2009. Mieloperoksidase Pada Penderita Infark Miokard Akut. Jakarta: Tidak
Diterbitkan.

http://ibrahimalirsyad.blogspot.com/2012/04/sm3-cardio-kasus-ami-nanda-nic-noc.html?m=1
https://www.academia.edu/9895817/laporan_pendahuluan_IMA

Anda mungkin juga menyukai