Islam BPJS
Waktu kedatangan : 09.50 WIB Waktu Dead On Arrival (DOA):
Diperiksa : 09.50 Denyut nadi (-)
Refleks cahaya (-/-)
EKG Asistole
Jam Penentuan Kematian:
FALSE
TRIASE / NON
RESUSITASI EMERGENCY URGENT EMERGENC
KATEGORI URGENT
Y
JALAN NAPAS Sumbatan Stridor/disstres Bebas Bebas Bebas
Henti Napas Napas >32x/menit Napas 24-32 Napas Napas
Napas Wheezing x/menit Normal 16- Normal 16-20
PERNAPASAN 20 x//menit x//menit
<10x/menit Wheezing
Sianosis
Henti Nadi tidak Nadi 100-150 Nadi Nadi
Jantung teraba/lemah x/menit Normal Normal
Nadi Bradikardia TD Sistole Luka
tidak (<50x/mnt) >160 mmHg Perdarahan Ringan
teraba/le Takikardia TD Diastole Ringan
mah (>150x/mnt) >100 mmHg Cedera
Pucat Pucat Perdarahan Kepala
Akral Dingin Akral Dingin sedang ringan
SIRKULASI CRT >2 setik Muntah Muntah /
GDA < 80
mg/dl TD Sistole <100 dehidrasi diare tanpa
GDA mmHg Kejang tapi dehidrasi
>200 TD Diastole <60 sadar Nyeri
mg/dl mmHg Nyeri Sedang ringan
Nyeri akut (>8)
Kejang Perdarahan akut
multiple Fraktur
Suhu >39 C
DISABILITY GCS <9 GCS 9-12 GCS >12 GCS 15 GCS 15
AREA P1 P2 P3
RESPON TIME 1 MENIT 10 MENIT 60 MENIT
Pengkajian Perawat, jam: Keluhan utama (SAMPLE): Riwayat Penyakit Dahulu:
TB Kanker Infark Miokard
DS : Keluarga mengatakan klien ditemukan tidak sadar dilantai PPOK Hepatitis Peny.Jantung
1 jam sebelum masuk rumah sakit, di rumah kejang 3x seluruh DM Hipertensi Stroke
tubuh, tidak ada keluhan mual sebelumnya, tidak ada riwayat Kejang Asma
muntah, tidak ada sesak nafas, tidak ada keluhan nyeri kepala, Lain2: CKD
tidak ada keluhan kelemahan ekstremitas. Riwayat Pemakaian Alkohol:
YA TIDAK Jml/hri:
DO : Riwayat Merokok:
1. Ksadaran : koma 8. Irama reguler YA TIDAK Jml/hri:
2. GCS E1 V1 M1 9. Suara nafas : vesikuler
Riwayat Alergi:
3. Tidak ada reflek cahaya
19 YA TIDAK Jenis Alergi:
4. Akral hangat
5. Nadi teraba lemah
6. Tampak pucat.
7. Sesak nafaser
TD: 135/76 mmHg Nadi: 93 x/menit SUHU: 36.5 C TB: - cm / BB: - Kg
GDA: 321 g/dl SaO2: 56% Skala Nyeri (0-10): Status Gizi: -
Skala Nyeri Untuk Umur > 9 Tahun: Skala Nyeri Untuk Umur < 9 Tahun: NILAI SKALA
NYERI:
0 (Tidak
Nyeri)
1-3
(Ringan)
4-6
(Sedang)
7-10 (Berat)
20
6. Status Mental
0
- Lansia menyadari kondisi dirinya 0
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total Nilai 60
Keterangan:
Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan
Tidak berisiko 0 - 24 Perawatan dasar
Risiko rendah 25 - 50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar
Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi
Pemeriksaan diagnostic jam : Hasil Pemeriksaan Diagnostik: DL :
tidak ada USG UL : WBC : 9.64x10^3/µL
darah lengkap X Ray 1. Warna : kuning jernih RBC : 2.72x10^6/µL
BUN MRI 2. Alb : +3 HGB : 7.8 g/dL
enzim jantung CT scan 3. Reduksi : -
glukosa lain-lain 4. Urobiline : Normal Faal Ginjal :
5. Bilirubin : - Ureum : 110 mg/dl
tes fungsi hati urinalisis
6. PH : 6.0 Creatinin : 3.68 mg/dl
gas darah arteri tes kehamilan 7. BJ : 1020 Faal Hati :
alcohol dalam darah oksmetri nadi 8. Keton : - SGOT: 30 U/L
HIV serologi EKG SGPT : 24 U/L
MEDIKASI : PROSEDUR
orofaringeal airway terapi nasogastrik
Inf Ns 0.9% rehidrasi 1000cc nasofaringeal airway kateter urin
Inj Diazepam 1amp intubasi ETT kateter vena sentral (CVP)
Loading fenitoin 500 dalam 100 cc NS terapi oksigen perawatn Ob/Gyn
02 NRBM 10 lpm + 02 15 lpm jacksonress terapi nebulizer perawatan orthopedic
RJP CPR terapi trombolitik
Injeksi epineprin 1 ampul
IV fluid perawatan luka
Drip NE 1,8 cc/jam
Drip actrapid 5 cc/jam DC shock lain-lain :
Intervensi :
1. Intervensi utama : Manajemen peningkatan TIK
2. Intervensi pendukung : Manajemen kejang
MASALAH
KEPERAWATAN:
21
JAM IMPLEMENTASI TTD
09.50 1. DS :Melakukan pengkajian dan anamnesa : klien
ditemukan tidak sadar dilantai 1 jam sebelum masuk
rumah sakit, di rumah kejang 3x seluruh tubuh, tidak
ada keluhan mual sebelumnya, tidak ada riwayat
muntah, tidak ada sesak nafas, tidak ada keluhan
nyeri kepala, tidak ada keluhan kelemahan
ekstremitas.
DO : Keadan umum : tidak sadar, GCS E1 V1 M1,
Tidak ada reflek cahaya, Akral hangat, Nadi teraba
lemah, Tampak pucat
09.51 2. Mengukur TTV :
TD : 135/76 S : 36,5 C SpO2 : 56 %
N : 93 x/menit RR : 32 x/menit
09.52 3. Melakukan pengkajian ABC :
- Airway : bebas/paten
- Breathing : RR 32x/menit, SpO2 : 56%, irama
nafas: reguler, Suara nafas : vesikuler
- Sirkulasi : TD : 135/76 mmHg, N : 93 x/menit,
CRT < 2s, akral : hangat
09.53 4. Memasang O2 NRBM 10 lpm
09.54 5. Memasang IV line Rehidrasi 1000 cc NS 0,9%
09.54 6. Mengambil darah untuk cek lab
23
S:-
O:
1. Kesadaran Apatis
2. GCS E4 V2 M6
3. Sesak nafas +
4. Irama nafas reguler
5. Nadi teraba lemah
6. Akral hangat
7. Suara nafas : vesikuler
8. Tampak pucat
9. Ada reflek cahaya
EVALUASI
(SOAP) A : Masalah teratasi sebagian
Suhu : 36,7 C
Bila dirujuk/alih rawat, Tanggal: Jam:
SpO2 : 199%
GCS : E4 V2 M6
Ttd Perawat
(……………………………)
24
BAB 4
ANALISIS JURNAL DAN PEMBAHASAN
25
posisi flat terdapat saturasi oksigen 96%, kemudian kepala elevasi 30 º
selama 30 menit terdapat saturasi oksigen 98%.
T : Studi kasus dilaksanakan di ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD
KRMT Wongsonegoro Kota Semarang. Pengkajian dilakukan selama
rentang waktu 5 (lima) hari (10-14 Agustus 2018).
26
30º akan meningkatkan aliran darah diotak dan memaksimalkan oksigenasi
jaringan serebral.
Penelitian yang dilakukan Martina (2017), bahwa posisi kepala elevasi
lebih tinggi dari 15° dan 30° samasama dapat meningkatkan saturasi oksigen.
Didukung oleh Muhammad Afif Alfianto (2015) yang melakukan penelitian
di IGD RS. Dr. Morwardi Surakarta tentang “pemberian posisi kepala flat 0º
dan elevasi 30º terhadap tekanan intrakranial pada pasien Stroke Hemoragik”.
Evaluasi akhir menunjukkan bahwa aplikasi posisi kepala flat 0º dan posisi
kepala 30º secara bergantian dapat mengontrol peningkatan TIK. Hal ini
dibuktikan dengan penurunan tekanan darah, MAP menurun, keluhan nyeri
berkurang, tidak ada mual dan muntah proyektif. Perubahan dan pengaturan
posisi merupakan aktivitas perawat, dengan memperhatikan oksigenasi.
Perawat harus mengetahui bagaimana perbedaan posisi berdampak pada
oksigenasi pasien (Marklew, 2006). Ditegaskan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sunardi (2011) tentang “pengaruh perbedaan posisi kepala
terhadap tekanan intrakranial pasien stroke iskemik di RSCM Jakarta” dari
hasil penelitiannya didapatkan bahwa tidak ada perbedaan/ pengaruh yang
bermakna antara pemberian posisi kepala flat 0º dan posisi kepala 30º
terhadap tekanan intrakranial (TIK) pada pasien stroke iskemik. Berdasarkan
penelitian bahwa pemberian posisi kepala flat 0º pada pasien iskemik dapat
dilakukan secara bergantian dengan melakukan pemantauan yang ketat
terhadap adanya perubahan TIK, disamping itu pemberian posisi yang
bergantian dapat memberi keuntungan dalam meningkatkan oksigenasi dan
mobilisasi dini. Oleh karena itu perlu adanya alat observasi yang jelas dengan
membuat Standar Prosedur Operasional (SPO).
Opini
Berdasarkan hasil penerapan metode elevasi kepala 30 derajat yang kami
terapkan pada Ny.M dengan diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi
serebral di IGD RSUD Wlingi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
metode elevasi kepala 30 derajat terhadap peningkatan saturasi oksigen. Hal
ini didasarkan pada hasil observasi saturasi oksigen menggunakan alat
oksimetri yang dilakukan sebelum dilakukan elevasi kepala 30 derajat
27
didapatkan nilai saturasi oksigen 56% dan setelah dilakukan posisi head up 30
derajat didapatkan peningkatan yang bertahap dari 56% menjadi 71%
kemudian meningkat menjadi 85%, meningkat lagi menjadi 99% dengan
menggunakan NRBM 10 liter/menit.
Dengan memberikan tindakan mandiri keperawatan yaitu menggunakan
model elevasi kepala 30º dan sesuai anjuran dokter melalui tindakan
kolaborasi pemberian oksigen, terlihat bahwa pasien merasa lebih nyaman
dan dapat beristirahat dengan nyaman. Dan secara otomatis hal tersebut dapat
membuat haemodinamik pasien lebih stabil. Elevasi kepala berdasarkan pada
respon fisiologis merupakan perubahan posisi untuk meningkatkan aliran
darah ke otak dan mencegah terjadinya peningkatan TIK. Peningkatan TIK
adalah komplikasi serius karena penekanan pada pusat-pusat vital di dalam
otak (herniasi) dan dapat mengakibatkan kematian sel otak (Rosjidi, 2014).
Elevasi kepala tidak boleh lebih dari 30 derajat, dengan rasional pencegah
peningkatan resiko penurunan tekanan perfusi serebral dan selanjutnya dapat
memperburuk iskemia serebral jika terdapat vasopasme (Sunardi, 2011).
Upaya kolaboratif yaitu dengan pemberian terapi oksigen sesuai kebutuhan,
memonitor saturasi oksigen, yang kesemuanya itu bertujuan untuk
mempertahankan aliran darah ke otak pasien agar bisa menghindari kecacatan
fisik dan kematian.
Dengan demikian berdasarkan analisa dan pembahasan mengenai masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral terhadap pemberian elevasi kepala
30°secara topikal untuk peningkatan nilai saturasi oksigen didapatkan hasil
pasien dalam kondisi membaik dan peningkatan nilai saturasi oksigen dari
56% menjadi 99%. Pasien menggunakan model elevasi kepala 30º dan sesuai
anjuran dokter melalui tindakan kolaborasi. Terlihat bahwa pasien merasa
lebih baik dan dapat beristirahat dengan nyaman. Elevasi kepala berdasarkan
pada respon fisiologis merupakan perubahan posisi untuk meningkatkan
aliran darah ke otak dan mencegah terjadinya peningkatan TIK.
28
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus keperawatan, pada Ny. M dengan diagnosa
medis uremik ensefalophaty + CKD + DM tipe II tidak terkontrol maka
penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan, sedangkan hasil pengkajian yang penulis dapatkan dari Ny.
M adalah : kesadaran koma, GCS E1 V1 M1, suara nafas : vesikuler,
pupil tidak ada reflek cahaya - | -, akral hangat, nadi teraba lemah, tampak
pucat, sesak nafas, irama nafas reguler.
2. Diagnosa Keperawatan yang muncul saat dilakukan pengkajian adalah
“Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif”
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
perfusi serebral klien meningkat dengan kriteria hasil hasil : tingkat
kesadaran meningkat, nilai rata-rata tekanan darah membaik, kesadaran
membaik, refleks syaraf membaik
4. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan evaluasi dari klien
masalah teratasi sebagaian dengan kondisi : Kesadaran Apatis, GCS E4
V2 M6, Sesak nafas, Irama nafas reguler, Nadi teraba lemah, Akral
hangat, Suara nafas : vesikuler, Tampak pucat, Ada reflek cahaya. Pasien
pindah ruangan (ICU), lanjutkan intervensi manajemen peningkatan TIK,
manajemen kejang di ruangan.
5.2 Saran
Perlu di perhatikan terkait intervensi manajemen peningkatan TIK
dan manajemen kejang dalam masalah perfusi serebral tidak efektif,
dikarenakan dalam kasus ini terjadi hipoksia yang akan menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan TIK yang
dapat menurunkan kesadaran dan menekan sistem syaraf pusat. Penekanan
sistem syaraf pusat akan menurunkan venstilasi. Hal ini harus diatasi
29
segera dengan memberikan ventilasi dan oksigenasi. Maka dalam hal ini
sistem pernafasan memegang peranan penting terutama tubuh akan
berusaha untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan menjaga perfusi
jaringan otak dengan cara meningkatkan jumlah pernafasan per menit.
30
DAFTAR PUSTAKA
31