Anda di halaman 1dari 13

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


IDENTITAS PASIEN Tanggal : 01-02-2020
No.reg : 2456xx
Nama : Ny. M Tgl lahir Usia: 45 thn Jenis Kelamin:
01/07/ 1974 pria wanita

Alamat : Garum – Blitar Agama: Jenis pembayaran:

Islam BPJS
Waktu kedatangan : 09.50 WIB Waktu Dead On Arrival (DOA):
Diperiksa : 09.50 Denyut nadi (-)
Refleks cahaya (-/-)
EKG Asistole
Jam Penentuan Kematian:

Jenis Kasus : Tanggal dan jam Kejadian: Kondisi Diantar oleh:


Tempat Kejadian: kedatangan: Ambulance
Trauma Mekanisme Cedera:  sadar  keluarga
tidak sadar datang sendiri
Non Trauma rangsang verbal polisi
rangsang nyeri lain2 :
Informasi diperoleh dari : pasien keluarga, nama : Tn, S orang lain , nama :

FALSE
TRIASE / NON
RESUSITASI EMERGENCY URGENT EMERGENC
KATEGORI URGENT
Y
JALAN NAPAS Sumbatan Stridor/disstres Bebas Bebas Bebas
Henti Napas Napas >32x/menit Napas 24-32 Napas Napas
Napas Wheezing x/menit Normal 16- Normal 16-20
PERNAPASAN 20 x//menit x//menit
<10x/menit Wheezing
Sianosis
Henti Nadi tidak Nadi 100-150 Nadi Nadi
Jantung teraba/lemah x/menit Normal Normal
Nadi Bradikardia TD Sistole Luka
tidak (<50x/mnt) >160 mmHg Perdarahan Ringan
teraba/le Takikardia TD Diastole Ringan
mah (>150x/mnt) >100 mmHg Cedera
Pucat Pucat Perdarahan Kepala
Akral Dingin Akral Dingin sedang ringan
SIRKULASI CRT >2 setik Muntah Muntah /
GDA < 80
mg/dl TD Sistole <100 dehidrasi diare tanpa
GDA mmHg Kejang tapi dehidrasi
>200 TD Diastole <60 sadar Nyeri
mg/dl mmHg Nyeri Sedang ringan
Nyeri akut (>8)
Kejang Perdarahan akut
multiple Fraktur
Suhu >39 C
DISABILITY GCS <9 GCS 9-12 GCS >12 GCS 15 GCS 15
AREA P1 P2 P3
RESPON TIME 1 MENIT 10 MENIT 60 MENIT
Pengkajian Perawat, jam: Keluhan utama (SAMPLE): Riwayat Penyakit Dahulu:
TB Kanker Infark Miokard
DS : Keluarga mengatakan klien ditemukan tidak sadar dilantai PPOK Hepatitis Peny.Jantung
1 jam sebelum masuk rumah sakit, di rumah kejang 3x seluruh DM Hipertensi Stroke
tubuh, tidak ada keluhan mual sebelumnya, tidak ada riwayat Kejang Asma 
muntah, tidak ada sesak nafas, tidak ada keluhan nyeri kepala, Lain2: CKD
tidak ada keluhan kelemahan ekstremitas. Riwayat Pemakaian Alkohol:
YA TIDAK Jml/hri:
DO : Riwayat Merokok:
1. Ksadaran : koma 8. Irama reguler YA TIDAK Jml/hri:
2. GCS E1 V1 M1 9. Suara nafas : vesikuler
Riwayat Alergi:
3. Tidak ada reflek cahaya
19 YA TIDAK Jenis Alergi:
4. Akral hangat
5. Nadi teraba lemah
6. Tampak pucat.
7. Sesak nafaser
TD: 135/76 mmHg Nadi: 93 x/menit SUHU: 36.5 C TB: - cm / BB: - Kg
GDA: 321 g/dl SaO2: 56% Skala Nyeri (0-10): Status Gizi: -
Skala Nyeri Untuk Umur > 9 Tahun: Skala Nyeri Untuk Umur < 9 Tahun: NILAI SKALA
NYERI:
0 (Tidak
Nyeri)
1-3
(Ringan)
4-6
(Sedang)
7-10 (Berat)

Diagram kode diagram


A : Abrasi
B: Bruise
Bu : Burn
E : eritema
L : laserasi
P : Ptekie
Pu : Pressure ulcer
R : Rash S
: Scar ST:
stoma U :
Ulcer
O : other (tato,
amputasi, perubahan
warna)
Ket:

Penilaian Resiko Jatuh


MORSE FALL SCALE (MFS)/ SKALA JATUH DARI MORSE
NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KET.
1. Riwayat jatuh: apakah lansia pernah jatuh dalam 3 Tidak 0
bulan terakhir? 25
Ya 25
2. Diagnosa sekunder: apakah lansia memiliki lebih Tidak 0
dari satu penyakit? 15
Ya 15
3. Alat Bantu jalan:

- Bed rest/ dibantu perawat 0


- Kruk/ tongkat/ walker 15 0
- Berpegangan pada benda-benda di sekitar 30

(kursi, lemari, meja)


4. Terapi Intravena: apakah saat ini lansia terpasang Tidak 0
infus? 20
Ya 20
5. Gaya berjalan/ cara berpindah:

- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat bergerak 0


sendiri) 0
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) 20

20
6. Status Mental
0
- Lansia menyadari kondisi dirinya 0
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total Nilai 60
Keterangan:
Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan
Tidak berisiko 0 - 24 Perawatan dasar
Risiko rendah 25 - 50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar
Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi
Pemeriksaan diagnostic jam : Hasil Pemeriksaan Diagnostik: DL :
tidak ada USG UL : WBC : 9.64x10^3/µL
darah lengkap X Ray 1. Warna : kuning jernih RBC : 2.72x10^6/µL
BUN MRI 2. Alb : +3 HGB : 7.8 g/dL
enzim jantung CT scan 3. Reduksi : -
glukosa lain-lain 4. Urobiline : Normal Faal Ginjal :
5. Bilirubin : - Ureum : 110 mg/dl
tes fungsi hati urinalisis
6. PH : 6.0 Creatinin : 3.68 mg/dl
gas darah arteri tes kehamilan 7. BJ : 1020 Faal Hati :
alcohol dalam darah oksmetri nadi 8. Keton : - SGOT: 30 U/L
HIV serologi EKG SGPT : 24 U/L
MEDIKASI : PROSEDUR
orofaringeal airway terapi nasogastrik
Inf Ns 0.9% rehidrasi 1000cc nasofaringeal airway kateter urin
Inj Diazepam 1amp intubasi ETT kateter vena sentral (CVP)
Loading fenitoin 500 dalam 100 cc NS terapi oksigen perawatn Ob/Gyn
02 NRBM 10 lpm + 02 15 lpm jacksonress terapi nebulizer perawatan orthopedic
RJP CPR terapi trombolitik
Injeksi epineprin 1 ampul
IV fluid perawatan luka
Drip NE 1,8 cc/jam
Drip actrapid 5 cc/jam DC shock lain-lain :

DIAGNOSIS MEDIS: Uremic Ensefalophaty + CKD = DM tipe II tiddak tercontrol

Resiko perfusi cerebral tidak efektif b.d

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan


perfusi jaringan serebral meningkat dengan kriteria hasil : tingkat
kesadaran meningkat, nillai rata-rata tekanan darah membaik,keadaan
membaik, rflek saraf membaik.

Intervensi :
1. Intervensi utama : Manajemen peningkatan TIK
2. Intervensi pendukung : Manajemen kejang
MASALAH
KEPERAWATAN:

21
JAM IMPLEMENTASI TTD
09.50 1. DS :Melakukan pengkajian dan anamnesa : klien
ditemukan tidak sadar dilantai 1 jam sebelum masuk
rumah sakit, di rumah kejang 3x seluruh tubuh, tidak
ada keluhan mual sebelumnya, tidak ada riwayat
muntah, tidak ada sesak nafas, tidak ada keluhan
nyeri kepala, tidak ada keluhan kelemahan
ekstremitas.
DO : Keadan umum : tidak sadar, GCS E1 V1 M1,
Tidak ada reflek cahaya, Akral hangat, Nadi teraba
lemah, Tampak pucat
09.51 2. Mengukur TTV :
TD : 135/76 S : 36,5 C SpO2 : 56 %
N : 93 x/menit RR : 32 x/menit
09.52 3. Melakukan pengkajian ABC :
- Airway : bebas/paten
- Breathing : RR 32x/menit, SpO2 : 56%, irama
nafas: reguler, Suara nafas : vesikuler
- Sirkulasi : TD : 135/76 mmHg, N : 93 x/menit,
CRT < 2s, akral : hangat
09.53 4. Memasang O2 NRBM 10 lpm
09.54 5. Memasang IV line  Rehidrasi 1000 cc NS 0,9%
09.54 6. Mengambil darah untuk cek lab

Pasien kejang seluruh tubuh


09.55 7. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
09.56 8. Memasang akses IV + kolaborasi pemberian anti
konvulsan (diazepam 1 ampul + Loading penitoin
500 mg/100 NS
09.57 9. Memberikan oksigen  O2 jackson rees 15 lpm

Pasien apnea  TD 53/43 mmHg N : 110 x/mnt RR : 8


x/mnt
10.00 10. RJP 5 siklus + injeksi epineprin 1 amp
10.10 11. Membirkan drp NE 1,8 cc/jam
10.12 12. Memasang kateter urin
10.30 13. Memonitor tekanan darah + produksi urin
TD : 100/50 mmHg RR : 15 x/mnt
MAP : 66,7 mmHg Produksi urin : 100cc
N : 105 x/mnt SpO2 : 98 %
11.00 14. Memonitor TTV
TD : 120/70 mmHg RR : 30 x/mnt
MAP : 86.6 mmHg SpO2 : 98 %
N : 110 x/m0nt
12.00 15. Memonitor TTV
TD : 122/71 mmHg RR : 30 x/mnt
MAP : 88 mmHg SpO2 : 99 %
N : 105 x/mnt

TD : 138/72 mmHg RR : 28 x/mnt


MAP : 94 mmHg SpO2 : 99 %
N : 90 x/mnt 22
13.00 16. Memonitor TTV
TD : 131/74 mmHg RR : 28 x/mnt
MAP : 93 mmHg SpO2 : 100 %
N : 103 x/mnt Produksi urine : 250 cc
14.00 17. Memberikan terapi drip actrapid 5cc/jam
15.00 18. Memonitor TTV
TD : 125/65 mmHg RR : 26 x/mnt
MAP: 85 mmHg SpO2 : 99 %
N : 82 x/mnt
16.00 19. Pasien Pindah ke ruang ICU

23
S:-

O:
1. Kesadaran Apatis
2. GCS E4 V2 M6
3. Sesak nafas +
4. Irama nafas reguler
5. Nadi teraba lemah
6. Akral hangat
7. Suara nafas : vesikuler
8. Tampak pucat
9. Ada reflek cahaya
EVALUASI
(SOAP) A : Masalah teratasi sebagian

P : Pasien pindah ruangan (ICU), lanjutkan intervensi manajemen


peningkatan TIK, manajemen kejang.

PERAWATAN Rawat Rawat Inap Pulang Paksa dirujuk Meninggal


LANJUTAN Jalan
Bila Rawat Jalan/pulang paksa, Tanggal: Jam: Vital Sign Sebelum
transfer/rujuk/pulang:
TD: 125/65 mmHg
Bila Rawat Inap, Transfer ke Ruang: ICU
Bila Meninggal, Tanggal: Jam: Nadi: 82 x/mnt
Penyebab:
RR: 26 x/mnt

Suhu : 36,7 C
Bila dirujuk/alih rawat, Tanggal: Jam:
SpO2 : 199%

GCS : E4 V2 M6

Malang, 01 Februari 2020

Ttd Perawat

(……………………………)

24
BAB 4
ANALISIS JURNAL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Jurnal Berdasarkan PICOT


Judul Jurnal : Study Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral dengan
Penurunan Kesadaran Pada Klien Stroke Hemoragik Setelah Diberikan Posisi
Kepala Elevasi 30º
Oleh : Abdul Kadir Hasan
Jurnal : Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan, Volume 9,
Desember 2018, Nomor 2

P : Sampel/responden pada studi kasus ini dilakukan pada Tn.S dengan


diagnosa stroke hemoragik yang dilakukan pengkajian sejak tanggal 10
Agustus 2018, masuk Rumah Sakit tanggal 9 Agustus 2018 jam 21.00 dari
IGD sebelumnya. Pengkajian keperawatan dilakukan diruang Intensive
Care Unit pada tanggal 10 Agustus 2018 jam 10.00 WIB dengan keluhan
utama penurunan kesadaran.
I : Metode publikasi ilmiah ini menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan studi kasus yaitu dengan observasi. Studi kasus ini untuk
mengumpulkan datanya melalui melihat buku status pasien, observasi dan
wawancara dengan atau keluarga pasien. Studi kasus ini hari pertama
melakukan pengkajian untuk mendapatkan data-data pasien secara
menyeluruh, kemudian menentukan masalah yang terjadi pada pasien dan
melakukan implementasi keperawatan yang sesuai dengan masalah
keperawatan yang muncul.
C : Desain studi kasus menggunakan consecutive sampling dengan kriteria
inklusi pasien stroke hemoragik yang dirawat di ICU dengan penurunan
kesadaran
O : Dari hasil analisa didapatkan ada pengaruh kepala elevasi 30º terhadap
saturasi oksigen pada pasien stroke hemoragik. Kesimpulan yang diperoleh
dari studi kasus ini didapatkan hasil ada pengaruh kepala elevasi 30°
terhadap saturasi oksigen pada pasien stroke hemoragik, dimana pada saat

25
posisi flat terdapat saturasi oksigen 96%, kemudian kepala elevasi 30 º
selama 30 menit terdapat saturasi oksigen 98%.
T : Studi kasus dilaksanakan di ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD
KRMT Wongsonegoro Kota Semarang. Pengkajian dilakukan selama
rentang waktu 5 (lima) hari (10-14 Agustus 2018).

4.2 Pembahasan Penerapan Elevasi Kepala 30 Derajat Terhadap


Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Ny.M
 Hasil
Berdasarkan hasil dari penerapan elevasi kepala 30 derajat terhadap
saturasi oksigen pasien Ny.M dengan diagnosa keperawatan ketidakefektifan
perfusi serebral, terdapat peningkatan saturasi oksigen dari 56% menjadi 98%
dengan menggunakan oksigen NRBM 10 liter/menit.
 Teori
Dalam hal ini sistem sistem pernapasan sangat berperan penting,
ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan
pertukaran gas. Melalui peran sistem respirasi oksigen diambil dari atmosfer,
di transfusi masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan
karbondioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan di difusi masuk kapiler
darah untuk dimanfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme
(Tarwoto,2013). Maka dalam hal ini sistem pernapasan memegang peranan
penting terutama tubuh akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan oksigen
dan menjaga perfusi jaringan otak dengan cara meningkatkan jumlah
pernapasan per menit. Dengan meningkatnya jumlah pernapsan maka FiO2
(oksigen) akan meningkat dan berdampak pula pada peningkatan PaO2 dan
saturasi oksigen (Werner&Engelhard, 2007). Dalam posisi telentang dengan
disertai posisi kepala elevasi/head up menunjukkan aliran balik darah dari
bagian inferior menuju ke atrium kanan cukup baik karena resistensi
pembuluh darah dan tekanan atrium kanan tidak terlalu tinggi, sehingga
volume darah yang masuk (venous return) ke atrium kanan cukup baik dan
tekanan pengisian ventrikel kanan (preload) meningkat, yang dapat mengarah
ke peningkatan stroke volume dan cardiac output. Pasien diposisikan head up

26
30º akan meningkatkan aliran darah diotak dan memaksimalkan oksigenasi
jaringan serebral.
Penelitian yang dilakukan Martina (2017), bahwa posisi kepala elevasi
lebih tinggi dari 15° dan 30° samasama dapat meningkatkan saturasi oksigen.
Didukung oleh Muhammad Afif Alfianto (2015) yang melakukan penelitian
di IGD RS. Dr. Morwardi Surakarta tentang “pemberian posisi kepala flat 0º
dan elevasi 30º terhadap tekanan intrakranial pada pasien Stroke Hemoragik”.
Evaluasi akhir menunjukkan bahwa aplikasi posisi kepala flat 0º dan posisi
kepala 30º secara bergantian dapat mengontrol peningkatan TIK. Hal ini
dibuktikan dengan penurunan tekanan darah, MAP menurun, keluhan nyeri
berkurang, tidak ada mual dan muntah proyektif. Perubahan dan pengaturan
posisi merupakan aktivitas perawat, dengan memperhatikan oksigenasi.
Perawat harus mengetahui bagaimana perbedaan posisi berdampak pada
oksigenasi pasien (Marklew, 2006). Ditegaskan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sunardi (2011) tentang “pengaruh perbedaan posisi kepala
terhadap tekanan intrakranial pasien stroke iskemik di RSCM Jakarta” dari
hasil penelitiannya didapatkan bahwa tidak ada perbedaan/ pengaruh yang
bermakna antara pemberian posisi kepala flat 0º dan posisi kepala 30º
terhadap tekanan intrakranial (TIK) pada pasien stroke iskemik. Berdasarkan
penelitian bahwa pemberian posisi kepala flat 0º pada pasien iskemik dapat
dilakukan secara bergantian dengan melakukan pemantauan yang ketat
terhadap adanya perubahan TIK, disamping itu pemberian posisi yang
bergantian dapat memberi keuntungan dalam meningkatkan oksigenasi dan
mobilisasi dini. Oleh karena itu perlu adanya alat observasi yang jelas dengan
membuat Standar Prosedur Operasional (SPO).
 Opini
Berdasarkan hasil penerapan metode elevasi kepala 30 derajat yang kami
terapkan pada Ny.M dengan diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi
serebral di IGD RSUD Wlingi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
metode elevasi kepala 30 derajat terhadap peningkatan saturasi oksigen. Hal
ini didasarkan pada hasil observasi saturasi oksigen menggunakan alat
oksimetri yang dilakukan sebelum dilakukan elevasi kepala 30 derajat

27
didapatkan nilai saturasi oksigen 56% dan setelah dilakukan posisi head up 30
derajat didapatkan peningkatan yang bertahap dari 56% menjadi 71%
kemudian meningkat menjadi 85%, meningkat lagi menjadi 99% dengan
menggunakan NRBM 10 liter/menit.
Dengan memberikan tindakan mandiri keperawatan yaitu menggunakan
model elevasi kepala 30º dan sesuai anjuran dokter melalui tindakan
kolaborasi pemberian oksigen, terlihat bahwa pasien merasa lebih nyaman
dan dapat beristirahat dengan nyaman. Dan secara otomatis hal tersebut dapat
membuat haemodinamik pasien lebih stabil. Elevasi kepala berdasarkan pada
respon fisiologis merupakan perubahan posisi untuk meningkatkan aliran
darah ke otak dan mencegah terjadinya peningkatan TIK. Peningkatan TIK
adalah komplikasi serius karena penekanan pada pusat-pusat vital di dalam
otak (herniasi) dan dapat mengakibatkan kematian sel otak (Rosjidi, 2014).
Elevasi kepala tidak boleh lebih dari 30 derajat, dengan rasional pencegah
peningkatan resiko penurunan tekanan perfusi serebral dan selanjutnya dapat
memperburuk iskemia serebral jika terdapat vasopasme (Sunardi, 2011).
Upaya kolaboratif yaitu dengan pemberian terapi oksigen sesuai kebutuhan,
memonitor saturasi oksigen, yang kesemuanya itu bertujuan untuk
mempertahankan aliran darah ke otak pasien agar bisa menghindari kecacatan
fisik dan kematian.
Dengan demikian berdasarkan analisa dan pembahasan mengenai masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral terhadap pemberian elevasi kepala
30°secara topikal untuk peningkatan nilai saturasi oksigen didapatkan hasil
pasien dalam kondisi membaik dan peningkatan nilai saturasi oksigen dari
56% menjadi 99%. Pasien menggunakan model elevasi kepala 30º dan sesuai
anjuran dokter melalui tindakan kolaborasi. Terlihat bahwa pasien merasa
lebih baik dan dapat beristirahat dengan nyaman. Elevasi kepala berdasarkan
pada respon fisiologis merupakan perubahan posisi untuk meningkatkan
aliran darah ke otak dan mencegah terjadinya peningkatan TIK.

28
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus keperawatan, pada Ny. M dengan diagnosa
medis uremik ensefalophaty + CKD + DM tipe II tidak terkontrol maka
penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan, sedangkan hasil pengkajian yang penulis dapatkan dari Ny.
M adalah : kesadaran koma, GCS E1 V1 M1, suara nafas : vesikuler,
pupil tidak ada reflek cahaya - | -, akral hangat, nadi teraba lemah, tampak
pucat, sesak nafas, irama nafas reguler.
2. Diagnosa Keperawatan yang muncul saat dilakukan pengkajian adalah
“Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif”
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
perfusi serebral klien meningkat dengan kriteria hasil hasil : tingkat
kesadaran meningkat, nilai rata-rata tekanan darah membaik, kesadaran
membaik, refleks syaraf membaik
4. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan evaluasi dari klien
masalah teratasi sebagaian dengan kondisi : Kesadaran Apatis, GCS E4
V2 M6, Sesak nafas, Irama nafas reguler, Nadi teraba lemah, Akral
hangat, Suara nafas : vesikuler, Tampak pucat, Ada reflek cahaya. Pasien
pindah ruangan (ICU), lanjutkan intervensi manajemen peningkatan TIK,
manajemen kejang di ruangan.
5.2 Saran
Perlu di perhatikan terkait intervensi manajemen peningkatan TIK
dan manajemen kejang dalam masalah perfusi serebral tidak efektif,
dikarenakan dalam kasus ini terjadi hipoksia yang akan menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan TIK yang
dapat menurunkan kesadaran dan menekan sistem syaraf pusat. Penekanan
sistem syaraf pusat akan menurunkan venstilasi. Hal ini harus diatasi

29
segera dengan memberikan ventilasi dan oksigenasi. Maka dalam hal ini
sistem pernafasan memegang peranan penting terutama tubuh akan
berusaha untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan menjaga perfusi
jaringan otak dengan cara meningkatkan jumlah pernafasan per menit.

30
DAFTAR PUSTAKA

Brunner / Suddarth., (2016). Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company,


Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. (2017). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC,
Jakarta.
Depkes RI. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Diknakes, Jakarta.
Donnad. (2016). Medical Surgical Nursing. WB Saunders.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2018). Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Guyton A.C., Hall J.E. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

31

Anda mungkin juga menyukai