Anda di halaman 1dari 31

RANGKUMAN

“PERSIAPAN PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN LABORATORIUM


GLAUKOMA, KATARAK DAMN OTITIS”
Dosen Pengajar : Dewi Apriliyanti, Ners. M.kep

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

DISUSUN OLEH :

Friska amelia ( 2017.C.09a.0888 )

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya
sehingg kami dapat menyelesaikan pembuatan rangkuman ini. Di rangkuman ini
memaparkan beberapa hal terkait “Glaukoma, Katarak dan Otitis”. Tidak lupa
kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak telah
memberikan motivasi baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga rangkuman ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi rangkuman agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam rangkuman ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan rangkuman ini ke depannya.

Palangka Raya, 09 Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definsi Glaukoma...........................................................................................4
2.2 Etiologi Glaukoma..........................................................................................4
2.3 Klasifikasi Glaukoma......................................................................................5
2.4 Kriteria Diagnostik Glaukoma........................................................................6
2.5 Pemeriksaan Oftalmologi Glaukoma..............................................................7
2.6 Definisi Katarak.............................................................................................9
2.7 Tanda dan Gejala Katarak.............................................................................11
2.8 Penatalaksanaan Medis.................................................................................13
2.9 Komplikasi Klinis.........................................................................................16
2.10 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................16
2.11 Anatomi Telinga.........................................................................................17
2.12 Definisi Otitis.............................................................................................18
2.13 Etiologi Otitis.............................................................................................18
2.14. Faktor Resiko Otitis..................................................................................18
2.15 Klasifikasi Otitis.........................................................................................18
2.16 Manifestasi Klinis.......................................................................................20
2.17 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................21
2.18 Penatalaksanaan Medis...............................................................................23
2.19 Komplikasi..................................................................................................25
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................26
3.2 Saran.............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Kelainan mata
glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf
optic, dan menciutnya lapang pandang. Penyakit yang ditandai dengan peninggian
tekanan intraokular ini disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh
badan siliar, berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata
atau di celah pupil (glaucoma hambatan pupil).
Katarak merupakan salah satu penyakit yang menyerang mata yang
merupakan salah satu jenis penyakit mata tenang visus menurun perlahan. Katarak
adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya.
Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif (Mansjoer dkk, 2008).
Katarak dapat menimbulkan gangguan penglihatan seperti penglihatan kabur,
penglihatan bagian sentral hilang sampai menjadi buta setelah 10-20 tahun dari
mulai terjadinya kekeruhan lensa (Kupler, 2006).
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
telinga tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A,
2007). OMA biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering
mengenai bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak
berhubungan dengan belum matangnya system imun. Pada anak-anak, makin
tinggi frekuensi ISPA, makin besar resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak
mudah terkena OMA karena anatomi saluran eustachi yang masih relative pendek,
lebar, dan letaknya lebih horizontal. (Djaafar, Z.A, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Definsi Glaukoma ?
2. Bagaimana Etiologi Glaukoma ?
3. Bagaimana Klasifikasi Glaukoma ?
4. Bagaimana Kriteria Diagnostik Glaukoma ?
5. Bagaimana Pemeriksaan Oftalmologi Glaukoma ?
6. Apa Definisi Katarak ?

1
2

7. Bagaimana Tanda dan Gejala Katarak ?


8. Bagaimana Penatalaksanaan Medis ?
9. Bagaimana Komplikasi Klinis ?
10. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang ?
11. Apa Anatomi Telinga ?
12. Apa Definisi Otitis ?
13. Bagaimana Etiologi Otitis ?
14. Bagaimana Faktor Resiko Otitis ?
15. Bagaimana Klasifikasi Otitis ?
16. Bagaimana Manifestasi Klinis ?
17. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang ?
18. Bagaimana Penatalaksanaan Medis ?
19. Bagaimana Komplikasi ?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk memberikan gambaran secara umum tentang glaukoma
secara umum bertujuan untuk mengetahui konsep dasar penyakit katarak
dapat ditegakkan pada klien dengan katarak.
Ruang lingkup yang akan dibahas meliputi gambaran penyakit Otitis
Media Akut
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui Definsi Glaukoma
2. Mengetahui Etiologi Glaukoma
3. Mengetahui Klasifikasi Glaukoma
4. Mengetahui Kriteria Diagnostik Glaukoma
5. Mengetahui Pemeriksaan Oftalmologi Glaukoma
6. Mengetahui Definisi Katarak
7. Mengetahui Tanda dan Gejala Katarak
8. Mengetahui Penatalaksanaan Medis
9. Mengetahui Komplikasi Klinis
10. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang
11. Mengetahui Anatomi Telinga
12. Mengetahui Definisi Otitis
3

13. Mengetahui Etiologi Otitis


14. Mengetahui Faktor Resiko Otitis
15. Mengetahui Klasifikasi Otitis
16. Mengetahui Manifestasi Klinis
17. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang
18. Mengetahui Penatalaksanaan Medis
19. Mengetahui Komplikasi
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definsi Glaukoma

Glaukoma adalah suatu keadaan di mana tekanan mata seseorang demikian


tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optik dan
mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandangan atau buta.
Glaukoma akan terjadi bila cairan mata di dalam bola mata pengalirannya
terganggu. Pada mata yang sehat dan normal, cairan mata ini akan masuk ke
dalam bilik mata dan keluar melalui celah halus (trabekulum) di daerah apa yang
disebut sebagai sudut bilik mata, yang terletak antara selaput pelangi dan selaput
bening (Sidarta Ilyas, 2006).
2.2 Etiologi Glaukoma

Di dalam bola sebelah depan terdapat apa yang disebut sebagai bilik mata
depan. Bilik mata depan yang merupakan ruang di dalam mata yang di batasi
kornea, iris, pupil, dan lensa yang diisi oleh cairan mata (humor aquous). Cairan
ini mengatur makanan untuk kornea, lensa, demikian pula oksigennya. Cairan ini
mempunyai kapasitas isi tertentu untuk mempertahankan bola mata agara menjadi
bulat. Cairan mata dihasilkan oleh jonjot badan siliar yang terletak di belakang
iris. Melalui celah iris dan lensa, cairan mata keluar melalui pupil dan terus ke

4
5

bilik mata depan. Setelah cairan mata masuk ke sudut bilik mata dan melalui
anyaman trabekulum cairan mata masuk ke dalam kanal Schlemm.
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat mengarah pada kerusakan glaukoma :
1) Peredaran darah dan regulasinya, darah yang kurang akan menambah
kerusakan
2) Tekanan darah rendah atau tinggi
3) Fenomena autoimun
4) Degenerasi primer sel ganglion
5) Usia di atas 45 tahun
6) Keluarga mempunyai riwayat glaukoma
7) Miopia berbakat untuk terjadi glaukoma sudut terbuka
8) Hipermetropia berbakat untuk terjadi glaukoma sudut tertutup atau sempit
9) Pasca bedah dengan hifema atau infeksi
2.3 Klasifikasi Glaukoma
2.3.1 Glaukoma Primer
Glaukoma primer biasanya ditemukan pada pasien berusia diatas 60 tahun.
Hal ini merupakan penyakit bawaan pada bayi dan anak – anak.
Ada dua bentuk glaukoma primer :
1. Glaukoma sudut terbuka
Merupakan jenis glaukoma kronik sederhana yang paling sering terjadi.
Pada glaukoma jenis ini, aliran melalui kanal Schlemn mengecil. Namun
sesuai dengan namanya, sudut antara iris dan kornea tempat dimana
cairan aqueos humor mengalir tetap terbuka. Glaukoma sudut terbuka
biasanya terjadi di kedua mata.
Tanda dan gejala meliputi hilangnya penglihatan perifer, sakit kepala
ringan dan kesulitan dalam beradaptasi dengan cahaya. Penyakit ini
berkembang secara bertahap. Pasien seringkali tetap tidak merasakan
gejalanya, bahkan sesudah terjadi kehilangan penglihatannya.
2. Glaukoma sudut tertutup
Terjadi ketika sudut aliran antara iris dan kornea menyempit atau
menutup. Tekanan intraokuler meningkat dengan cepat sehingga
6

hilangnya penglihatan secara permanen. Hal ini biasanya hanya terjadi


pada satu mata. Ketika sudut bilik mata depan menyempit dan iris
menonjol ke dalam bilik mata depan maka aliran cairan ke arah kanal
Schlemn menjadi terbatas.
Tanda dan gejala glaukoma sudut tertutup meliputi nyeri mata,
menurunnya ketajaman penglihatan, mual dan muntah – muntah,
konjungtiva merah dan kornea berkabut. Glaukoma sudut tertutup
ditangani secara farmakologi dan bedah. Topikal miotik atau beta bloker
pun diberikan. Laser iridotomi dilakukan untuk mengalir kembali cairan
intraokuler.
2.3.2 Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder akibat dari infeksi, katarak, tumor atau pendarahan.
Selanjutnya perdarahan atau infeksi intraokuler menghasilkan debris. Debris
tersebut berakumulasi pada aqueous humor kemudian terjebak dalam trabekula
yang menghadap ke kanal Schlemn. Sehingga akumulasi darah atau infeksi
meningkatkan tekanan akibat dari pemenuhan ruang dan mampetnya trabekula.
2.4 Kriteria Diagnostik Glaukoma
Diagnosis glaukoma hanya dapat dibuat setelah melakukan beberapa uji pada
mata. Pemeriksaan itu meliputi :
1) Membuat anamnesis pribadi atau riwayat pada keluarga
2) Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometer atau alat
pengukur tekanan bola mata lainnya. Dengan alat ini dilakukan penekanan
halus pada permukaan bola mata setelah diberikan obat tetes anestesi mata
3) Oftalmoskopi, dengan pupil yang sedikit lebar maka dokter mata akan
melakukan pemeriksaan dan melihat kerusakan saraf optik
4) Perimetri, dilakukan untuk melihat keadaan lapang pandangan. Dengan
cara ini akan diketahui beratnya kerusakan lapang pandangan akibat
tekanan bola mata yang tidak normal atau tinggi
5) Pemeriksaan gonioskopi
7

2.5 Pemeriksaan Oftalmologi Glaukoma


1) Tonometri

Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokular. Instrumen yang paling


luas digunakan adalah tonometer aplanasi Goldmann, yang dilekatkan ke
slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea
tertentu. Ketebalan kornea berpengaruh terhadap keakuratan pengukuran.
Tekanan intraokular mata yang korneanya tebal, akan ditaksi terlalu tinggi;
yang korneanya tipis, ditaksir terlalu rendah. Kesulitan ini dapat diatasi
dengan tonometer kontur dinamik Pascal. Tonometer – tonometer aplanasi
lainnya, yaitu tonometer Perkins dan TonoPen, keduanya portable;
pneumatotonometer, yang dapat digunakan walaupun terdapat lensa kontak
lunak di permukaan kornea yang ireguler. Tonometer Schiotz adalah
tonometer portable; tonometer ini mengukur indentasi kornea yang
ditimbulkan oleh beban yang diketahui sebelumnya.
2) Gonioskopi

Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer dengan
iris, yang di antaranya terdapat anyaman trabekular. Konfigurasi sudut ini --
yakni lebar (terbuka), sempit, atau tertutup – member dampak penting pada
aliran keluar aquous humor. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan
dengan pencahayaan oblik bilik mata depan, menggunakan sebuah senter atau
8

dengan pengamatan kedalaman bilik mata depan perifer menggunakan


slitlamp. Akan tetapi, sudut bilik mata depan sebaiknya ditentukan dengan
gonioskopi, yang memungkinkan visualisasi langsung struktur – struktur
sudut. Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sclera, dan processus iris
dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau
sebagian kecil dari anyaman trabekular yang dapat terlihat, sudut dinyatakan
sempit. Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.
Mata miopia yang besar memiliki sudut lebar, dan mata hiperopia kecil
memiliki sudut sempit. Pembesaran lensa siring dengan usia mempersempit
sudut ini dan berperan pada beberapa kasus glaukoma sudut tertutup.
3) Pemeriksaan Lapangan Pandang

Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur berperan penting dalam


diagnosis dan tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan pandang akibat
glaukoma itu sendiri tidak spesifik karena gangguan ini terjadi akibat defek
berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit nervus optikus;
namun, pola kelainan lapangan pandang, sifat progresivitas, dan hubungannya
dengan kelainan – kelainan diskus optikus merupakan cirri khas penyakit ini.
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30
derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah
semakin nyatanya bintik buta. Perluasan kontinyu ke lapangan pandang
daerah Bjerrum – 15 derajat dari fiksasi – membentuk skotoma Bjerrum,
kemudian skotoma arkuata. Daerah – daerah penururnan lapangan pandang
yang lebih parah di dalam daerah bjerrum dikenal sebagai skotoma seidel.
4) Penilaian Diskus Optikus
Pada glaukoma, mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan optik
atau pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan
takik (notching) fokal di tepi diskus optikus. Kedalaman cawan optik juga
9

meningkat karena lamina kribrosa tergeser ke belakang. Seiring dengan


pembentukan cekungan, pembuluh retina di diskus tergeser ke arah hidung.
Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma adalah apa yang disebut
sebagai cekungan “bean-pot” (periuk), yang tidak memperlihatkan jaringan
saraf di bagian tepinya.
“Rasio cawan-diskus” adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran
diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingnan
antara ukuran cawan optik terhadap diameter diskus, misalanya, cawan kecil
– rasionya 0.1 dan cawan besar – 0.9. apabila terdapat kehilangan lapangan
pandang atau peningkatan tekanan intraokular, rasio cawan-diskus leih dari
0.5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat
diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa.
2.6 Definisi Katarak

Katarak merupakan salah satu penyakit yang menyerang mata yang


merupakan salah satu jenis penyakit mata tenang visus menurun perlahan. Katarak
adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya.
Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif (Mansjoer dkk, 2008).
Kata katarak berasal dari bahasa Latin, cataracta, atau dalam bahasa Yunani,
kataraktes, yang berarti terjun seperti air. Istilah ini dipakai orang Arab sebab
orang-orang dengan kelainan ini mempunyai penglihatan yang seolah-olah
terhalang oleh air terjun (American Academy Ophtalmology, Lens and Cataract.
Basic and clinical Science Course, Section, 2006).
Tindakan operasi mengembalikan pandangan mata kurang lebih 95% klien
(Springhouse Co). Tanpa pembedahan , katarak yang terjadi dapat menyebabkan
kehilangan pandangan komplet. Katarak terbagi menjadi jenis menurut
10

perkembangan (katarak congenital) dan menurut proses degenerative ( katarak


primer dan katarak komplikata).
2.6.1 Katarak Kongenital
Katarak congenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat
pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini
sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella, DM,
toksoplasmosis, hipoparatiroidisme, galaktosemia. Ada pula yang menyertai
kelainan bawaan pada mata itu sendiri seperti mikroftalmus, aniridia,
koloboma,keratokonus, ektopia leentis, megalokornea, hetekronia iris. Kekeruhan
dapat dijumpai dalam bentuk arteri hialoidea yang persisten, katarak Polaris
anterior, posterior, katarak aksialis, katarak zonularis, katarak stelata, katarak
totalis dan katarak kongenita membranasea.
2.6.2 Katarak Primer
Katarak primer, menurut umur ada tiga golongan yaitu atarak juvenilis
(umur <20 tahun), katarak senilis (umur >50 tahun ). Katarak primer dibagi
menjadi empat stadium :
1) Stadium Insipien
Jenis katarak ini adalah stadium paling dini . Visus belum terganggu ,
dengan koreksi masih bisa 5/5 -6/6. Kekeruha terutama terdapat pada
bagian perifer berupa bercak-bercak seperti jari-jari roda.
2) Stadium Imatur
Kekeruhan sebelum mengenai seluruh lapisan lensa , terutama terdapat
dibagian posterior dan bagian belakang nucleus lensa . Shadow test
posotif . Saat ini mungkin terjadi hidrasi korteks yang menyebabkan
lensa menjadi cembung sehingga indeks refraksi berubah dan mata
menjadi miopa. Keadaan ini disebut intumesensi. Cembungnya lensa
akan mendorong iris kedepan, menyebabkan sudut bilik mata depan
menjadi sempit dan menimbulkan komplikasi glaucoma.
3) Stadium Matur
Pada stadium ini terjadi pengeluaran air sehingga lensa akan berukuran
normal kembali. Saat ini lensa telah keruh seluruhnya sehingga semua
11

sinar yang masuk pipil dipantulkan kembali. Shadow tes negative .Di
pupil tampak lensa seperti mutiara.
4) Stadium Hipermatur (Katarak Morgagni)
Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nucleus lensa
turun karena daya beratnya. Melalui pupil, nucleus terbayang sebagai
setengah lingkaran dibgian bawah dengan warna berbeda dari yang
diatasnya yaitu kecoklatan .Saat ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa
yang menjadi lebih permeable sehingga isi korteks dapat keluar dan lensa
menjadi kempis yang dibawahnya terdapat nucleus lensa.Keadaan ini
disebut katarak morgani. (Carpenito dan Lynda, 2006)
2.6.3 Komplikasi katarak
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagian komplikasi dari penyakit
lain . Penyebab katarak jenis ini adalah :
1) Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa, glaucoma, ablasio retina
yang sudah lama , uveitis, myopia maligna.
2) Penyakit siskemik , DM, hipoparatiroid, sindromdown, dermatritis
atopic.
3) Trauma , trauma tumpul, pukulan , benda asing didalam mata terpajan
panasa yang berlebihan , sinar X , radio aktif, terpajan sinar matahari,
toksik kimia.(Ilyas, 2005)
2.7 Tanda dan Gejala Katarak

Menurut Priska tahun 2008, latarak biasanya tumbuh secara perlahan dan
tidak menyebabkan rasa sakit. Pada tahap awal kondisi ini hanya akan
mempengaruhi sebagian kecil bagian dari lensa mata anda dan mungkin saja tidak
akan mempengaruhi pandangan. Saat katarak tumbuh lebih besar maka noda putih
akan mulai menutupi lensa mata dan mengganggu masuknya cahaya ke mata.
12

Pada akhirnya pandangan mata akan kabur dan mengalami distorsi. Berikut adalah
tanda dan gejala yang terdapat pada penyakit katarak:
1. Pandangan mata yang kabur, suram atau seperti ada bayangan awan atau
asap. Noda putih yang semakin berkembang akan mengalami pandangan
mata menjadi kabur, objek terhadap suatu benda menjadi sulit untuk
dikenali bahkan tak dapat membedakan warna cahaya.
2. Sulit melihat pada malam hari. Penderita penyakit mata apapun akan
merasa kesulitan ketika melihat suatu objek atau cahaya pada malam
hari, hal ini dikarenakan lensa mata akan membaca kefokusan objek yang
diterima oleh lensa mata.
3. Sensitif pada cahaya. Penderita mata katarak akan merasa sensitif pada
intensitas cahaya yang diterima oleh lensa mata, mata menjadi sensitif
karena ketidakmampuan retina menerima cahaya dan lensa mata tidak
dapat memfokuskan cahaya untuk dikirim ke retina.
4. Terdapat lingkaran cahaya saat memandang sinar. Pada saat lensa mata
memandang atau menangkap cahaya atau sinar, lensa mata hanya mampu
menangkap sinar seperti sebuah lingkaran.
5. Membutuhkan cahaya terang untuk membaca atau ketika beraktifitas
Penderita katarak sangat membutuhkan pencahayaan yang cukup terang
ketika melakukan berbagai aktivitas.
6. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena ketidaknyamanan
tersebut. Penderita katarak yang menggunakan alat bantu untuk membaca
dan melihat, cenderung lebih sering mengganti kacamata atau kontak
lensa karena faktor ketidaknyamanan seperti ketika dirasa mata tidak lagi
dapat melihat atau menangkap suatu objek benda atau cahaya sekalipun,
penderita katarak mampu mengganti kacamata atau kontak lensa 2x
dalam sebulan.
7. Warna memudar atau cenderung menguning saat melihat. Penderita
katarak hanya mampu melihat dan menangkap cahaya seperti sebuah
lingkaran, namun lama-kelamaan akan memudar karena urat syaraf retina
akan menguning jika melihat suatu objek benda terlalu lama.
13

8. Pandangan ganda jika melihat dengan satu mata. Penderita katarak tidak
membahayakan fisik jika diketahui sejak dini dan belum memasuki
stadium yang semakin parah. Jika dalam kondisi yang parah, penderita
katarak akan merasakan rasa nyeri di sekeliling mata, sering sakit kepala,
kemudian terjadi peradangan. Kemudian objek atau cahaya yang
ditangkap seperti berbayang jika katarak yang diderita hanya sebelah.
9. penyebab katarak itu terjadi, yakni seiring bertambahnya usia tingkat
kesehatan suatu tubuh akan semakin menurun tak terkecuali mata, karena
mata merupakan organ terpenting dari segala organ tubuh yang bekerja
maksimal terkadang waktu istirahat yang dibutuhkan oleh mata
berkurang, sehingga ketebalan, kejernihan, tingkat kefokusan pun
semakin menurun. Lensa mata terdiri dari air dan serat protein. Tingkat
usia juga mempengaruhi kondisi mata seseorang, mulai dari perubahan
warna pada lensa mata, struktur mata, protein dan vitamin mata semakin
berkurang dan menurun. Beberapa serat protein akan menggumpal dan
menyebabkan noda pada lensa mata.
2.8 Penatalaksanaan Medis
2.8.1 Bedah Katarak Senil.

Bedah katarak senil dibedakan dalam bentuk ekstraksi lensa intrakapsular


dan ekstraksi lensa ekstrakapsular menurut Priska tahun 2008 adalah sebagai
berikut:
1) Ekstraksi lensa intrakapsular
Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan
pada katarak senil. Lensa dikeluarkan berama-sama dengan kapsul
lensanya dengan memutus zonula Zinn yang telah pula mengalami
degenerasi.
14
Pada ekstraksi lensa intrakapsular dilakukan tindakan dengan urutan
berikut :
1. Dibuat flep konjungtiva dari jam 9.00 sampai 3.00 melalui jam 12.
2. Dilakukan fungsi bilik mata depan dengan pisau.
3. Luka kornea diperlebar seluas 1600
4. Dibuat iridektomi untuk mencegah glaucoma blokade pupil pasca
bedah.
5. Dibuat jahitan korneosklera.
6. Lensa dikeluarkan dengan krio.
7. Jahitan kornea dieratkan dan ditambah.
8. Flep konjungtifa dijahit.
2) Ekstraksi Lensa Ekstrakapsular
Pada ekstraksi lensa kapsuler dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Flep konjungtiva antara dasar dengan fornik pada limbus dibuat
dari jam 10.00 – 14.00
2. Dibuat pungsi bilik mata depan.
3. Melalui pungsi ini dimasukkan jarum untuk kapsulotomi anterior.
4. Dibuat luka dari jam 10 sampai jam 2.
5. Nucleus lensa dikeluarkan.
6. Sisa korteks lensa dilakukan irigasi sehingga tinggal kapsul
posterior saja.
7. Luka kornea dijahit.
8. Flep konjungtifa dijahit.
2.8.2 Fakoemulsifikasi

Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi, yaitu teknik operasi katarak


modern menggunakan gel, suara berfrekuensi tinggi, dengan sayatan 3 mm pada
15

sisi kornea. Fakoemulsifikasi adalah tehnik operasi katarak terkini. Pada teknik ini
diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea. Getaran ultrasonik
akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phaco akan
menyedot massa katarak yang telah hancur tersebut sampai bersih. Sebuah lensa
Intra Ocular (IOL) yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Untuk
lensa lipat (foldable lens) membutuhkan insisi sekitar 2.8 mm, sedangkan untuk
lensa tidak lipat insisi sekitar 6 mm. Karena insisi yang kecil untuk foldable lens,
maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan
dengan cepat kembali melakukan aktifitas sehari-hari Prisla (2008).
Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan
jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan
gangguan penglihatan yang serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi
peradangan dan mempercepat penyembuhan, selama beberapa minggu setelah
pembedahan diberikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera,
penderita sebaiknya menggunakan pelindung mata sampai luka pembedahan
sembuh.Untuk mencegah astigmat pasa bedah Ekstra Kapsuler, maka luka dapat
diperkecil dengan tindakan bedah fakoemulsifikasi. Pada tindakan fako ini lensa
yang katarak di fragmentasi dan diaspirasi (Tana, 2006).
2.8.3 SICS

Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan


teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena
lebih cepat sembuh dan murah.
Adapun penatalaksanaan pada saat post operasi antara lain :
1. Pembatasan aktivitas, pasien yang telah melaksanakan pembedahan
diperbolehkan:
16
1) Menonton televisi; membaca bila perlu, tapi jangan terlalu lama.
2) Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi
2. Tidak diperbolehkan membungkuk pada wastafel atau bak mandi;
condongkan sedikit kepala ke belakang saat mencuci rambut. Hindari
memakai sabun mendekati mata
3. Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari;
mengenakan kacamata pada siang hari.
4. Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring pada posisi mata yang
tidak dioperasi, dan tidak diperbolehkan telungkup.
5. Aktivitas dengan duduk.
6. Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan.
7. Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai dihindari
(paling tidak selama 1 minggu). Dianjurkan untuk melipat lututdan
punggung tetap lurus untuk mengambil sesuatu dari lantai
Hindari menggosok mata, menekan kelopak untuk menutup, mengejan saat
defekasi, batuk, bersin, dan muntah (American Academy Ophtalmology,
Lens and Cataract. Basic and clinical Science Course, Section, 2006)
2.9 Komplikasi Klinis
1) Glaucoma
2) Uveitis
3) Kerusakan endotel kornea
4) Sumbatan pupil
5) Edema macula sistosoid
6) Endoftalmitis
7) Fistula luka operasi
8) Pelepasan koroid
9) Bleeding (Ilyas, 2008)
2.10 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik
1) Keratometri
2) Pemeriksaan lampu slit
3) Oftalmoskopi
17

4) Ct - scan ultrasauna (echografi)


5) Perhitungan sel endotel penting untuk falkoemulsifikasi dan implantasi
6) Olkamoskopi tidak langsung menunjukan area gelap di reflek merah yang
normalnya homogen.
7) Pemeriksaan slip lamp memastikan diagnosis kekeruhan lensa.
2.11 Anatomi Telinga

Secara anatomi, telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:


2.11.1 Telinga Luar
1) Auricle: untuk menangkap gelombang suara dan mengarahkannya ke
dalam Meatus Auditorius Externa
2) Liang telinga (Meatus Auditorius Externa) : Mengarahkan bunyi untuk
masuk ke telinga tengah
2.11.2 Telinga Tengah
1) Membran timpani membentang Terdiri dari jaringan fibrosa elastic berbentuk
bundar dan cekung. Untuk mengubah bunyi menjadi getaran
2) Tulang pendengaran (osikel: malleus, incus, stapes) : untuk menghantarkan
getaran yang diterima dari membran tympani ke jendela oval.
3) Tuba eustachii: untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar tubuh
dengan di dalam telinga tengah
2.11.3 Telinga Dalam
1) Koklea berfungsi sebagai sistem pendengaran karena mengandung
reseptor untuk mengubah suara yang masuk menjadi impuls saraf sehingga
dapat didengar.
18

2) Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem keseimbangan yang terdiri


dari tiga buah canalis semisirkularis, dan organ otolit yaitu sacculus dan
utriculus
2.12 Definisi Otitis
Otitis Media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar
(Otitis Eksterna), saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga bagian dalam
(Otitis Interna). (Rahajoe, N. 2012).
Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi
atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas.
(William, M. Schwartz., 2004).
Otitis Media adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan
karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, S. 2001).
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
telinga tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A,
2007).
2.13 Etiologi Otitis
1. Bakteri
Contoh bakteri penyebab Otitis Media adalah Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus
anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas
aeruginosa.
2. Virus
Beberapa virus juga dapat menyebabkan Otitis Media Akut. Contoh: Virus
Influenza.
2.14 Faktor Resiko Otitis
Berikut factor resiko terjadinya Otitis Media Akut:
1. Usia (Bayi dan Anak-anak)
2. Konsumsi ASI yang menurun
3. Alergi
4. Kongenital
5. Trauma atau cedera
2.15 Klasifikasi Otitis
2.15.1 Berdasarkan Gejala
19
1) Otitis Media Supuratif :
1. Otitis Media Supuratif Akut/Otitis Media Akut
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat
dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai
dengan gejala lokal dan sistemik.(Munilson, Jacky. Et al.)
2. Otitis Media Supuratif Kronik
Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran timpani
dan keluarnya sekret yang apabila tidak ditangani dengan tepat
akan membuat progresivitas penyakit semakin bertambah.
2) Otitis Media Adhesiva: Keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga
tengah sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung lama
3) Otitis Media Non Supuratif / Serosa
1. Otitis Media Serosa Akut
Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
2. Otitis Media Serosa Kronik
Pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa
nyeri dengan gejala – gejala pada telinga yang berlangsung lama.
Terjad sebagai gejala sisa dari otitis media akut yang tidak sembuh
sempurna.
2.15.2 Berdasarkan Perubahan Mukosa
1) Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat
tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak
normal atau berwarna suram.
2) Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang meleba disebagian atau
seluruh membran timpani, membran timpani tampak hiperemis disertai
edem.
20

3) Stadium Supurasi
Ditandai dengan edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel
epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani
sehingga membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar.

4) Stadium Perforasi
Terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari telinga
tengah ke liang telinga.

5) Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani
kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan
tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan. (Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. 2007).
2.16 Manifestasi Klinis
Secara umum, manifestasi klinis yang biasa ditemukan pada pasien dengan
Otitis Media Akut adalah:
1. Othalgia (Nyeri telinga)
2. Demam, batuk, pilek
3. Membran timpani abnormal (sesuai stadium)
4. Gangguan pendengaran
21

5. Keluarnya secret di dari telinga berupa nanah


6. Anak rewel, menangis, gelisah
7. Kehilangan nafsu makan, dan lain-lain.
2.17 Pemeriksaan Penunjang
Dalam menegakkan diagnosis OMA terdapat tiga hal yang harus diperhatikan:
1. Penyakit muncul secara mendadak (akut)
2. Ditemukan tanda efusi pada telinga tengah, dengan tanda:
menggembungnya membran timpani(bulging), terbatas atau tidak adanya
gerakan membran timpani, adanya bayangan cairan dibelakang membran
timpani, dan adanya cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah, dengan tanda:
kemerahan pada membran timpani, adanya nyeri telinga yang
mengganggu tidur dan aktivitas
Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:
2.17.1 Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk
melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya gendang
telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi
kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
2.17.2 Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani
pasien terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan
bergerak apabila diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak
dapat disebabkan oleh akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi
atau timpanosklerosis. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas
diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan
dengan otoskop biasa
2.17.3 Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan
timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas
membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri
merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga
22

tengah.Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah dan


dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan mengukur
peningkatan volume liang telinga luar.Timpanometri punya sensitivitas
dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi
tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan dilakukan hanya dengan
menempelkan sumbat ke liang telinga selama beberapa detik, dan alat akan
secara otomatis mendeteksi keadaan telinga bagian tengah.

2.17.4 Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika,
atau pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada
membran timpani, dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret
dengan tujuan pemeriksaan dan untuk menunjukkan adanya cairan di
telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen yang spesifik.
2.17.5 Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran
udara telinga pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid
(hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian
dipindahkan ke depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut
Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-)
23
2.17.6 Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri
dengan telinga kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu).
Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut
Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah
telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada
lateralisasi

2.17.7 Uji Swabach


Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus
sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera
dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang
pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada
prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat
mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan
pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach
sama dengan pemeriksa.
2.18 Penatalaksanaan Medis
2.18.1 Berdasarkan stadium
24

1. Stadium Oklusi. Bertujuan untuk membuka tuba eustachius. Diberikan


obat tetes hidung.
1) HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun
2) HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12 tahun
atau dewasa.
3) Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
2. Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgetik. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila membran
timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Untuk
terapi awal, diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat dalam
darah.
1) Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
2) Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
3) Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
3. Stadium Supurasi. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi
bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga diperlukan
agar nyeri dapat berkurang.
4. Stadium Perforasi. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5
hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
5. Stadium Resolusi. Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada keadaan
ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih
keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis. Pada stadium ini, harus di
follow up selama 1 sampai 3 bulan untuk memastikan tidak terjadi otitis
media serosa.
2.18.2 Tindakan
1) Timpanosintesis
Tindakan dengan cara mengambil cairan dari telinga tengah dengan
menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari
prosedur ini adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi
tulang-tulang pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik, laserasi
nervus fasialis atau korda timpani. Timpanosintesis merupakan
25

prosedur yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan berpotensi


menimbulkan bahaya sebagai penatalaksanaan rutin.
2) Miringotomi
Tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari
telinga tengah. Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di
kuadran posterior-inferior membran timpani. Untuk tindakan ini
diperlukan lampu kepala yang terang, corong telinga yang sesuai, dan
pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril. Indikasi
untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia
berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis,
neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif.
2.19 Komplikasi
2.19.1 Intra-Temporal
1) Abses subperiosteal
2) Labirintitis
3) Paresis fasial
4) Petrositis
2.19.2 Intra-Kranial
1) Abses ekstradura
2) Abses perisinus
3) Tromboflebitis sinus lateral
4) Abses otak
5) Meningitis otikus
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Kelainan mata
glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf
optik, dan menciutnya lapang pandang.
Katarak merupakan gangguan pada lensa mata akibat dari hidrasi lensa atau
denaturasi protein ataupun keduanya yang berjalan secara progresif. Katarak ini
sering mengenai pada orang-orang usia produktif dan juga pada orang yang sudah
lanjut usia, hal ini mungkin terjadi karena kurangnya pengetahuan terhadap hal-
hal yang dapat menyebabkan terjadinya katarak seperti terkena pajanan sinar
radiasi secara langsung dan berkala, trauma, penyakit sistemik, adanya zat
pathogen yang menginvasi dan juga kurangnya pengetahuan terhadap bagaimana
cara mencegahnya.
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
telinga tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang
disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah. Bakteri
penyebab otitis media antara lain Staphylococcus aureus, Pneumococcus,
Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus,
Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa.
Terdapat 5 stadium dalam OMA yaitu stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium
supurasi, stadium perforasi, dan stadium resolusi. OMA biasa terjadi terutama
pada bayi atau anak karena anatomi saluran eustachi yang masih relatif pendek,
lebar, dan letaknya lebih horizontal.
3.2 Saran
Menurut saya, hendaknya jika mengalami tanda gejala glaukoma, secara
cepat melakukan pemeriksaan dini agar glaukoma dapat ditangani. Dan saya
mengharapkan dari pembaca kritik dan sarannya yang bersifat membangun,
sehingga keperawatan pada glaukoma ini, dapat berguna dan bermanfaat bagi para
pembaca.
1. Tenaga kesehatan

26
27

Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang


katarak dan problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita
memberikan informasi atau health education mengenai katarak kepada
para lansia yang utama.
2. Pemerintah
Untuk mengurangi angka kebutaan yang diakibatkan katarak, pemerintah
sudah mencanangkan program vision 2020 untuk menanggulangi kebutaan
di Indonesia. Dengan terus berputarnya waktu diharapkan pemerintah bisa
mempercepat program tersebut dengan pertimbangan semakin
meningkatnya kebutaan yang diakibatkan karena katarak.
3. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya
katarak dan meningkatkan pola hidup yang sehat.
4. Keluarga klien
Keluarga klien diharapkan dapat memberikan perawatan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari anggota keluarga dengan masalah Otitis Media Akut
serta mampu menjaga kebersihan lingkungan sehingga anggota keluarga
lain terhindar dari penyakit Otitis Media Akut.
5. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep dan memberikan
Asuhan Keperawatan pasien dengan Otitis Media Akut
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz H, 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika
American Academy Ophtalmology, Lens, And Cataract, Basis And Clinical
Science Course, Section 11. 2005-2006. Sanfransisco: p 21-32, 96-37,
153-154.
Bylander, A., dkk. 2007. Journal of Children Microbiology
Departmen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Rencana Strategis Nasional
Penanggunalangan Gangguan Penglohatan dan Kebutaan (PGPK) untuk
mencapai Vision 2020. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Khusus dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Gangguan Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran. Analisis Data Morbiditas-Disabilitas,
SKRT-SURKRSNAS 2001. Sekretariat SURKESNAS: Direktorat Jenderal
Bina Kesehatan Khusus dan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Dwindra, Mayenru. 2009. Glaukoma. (Online). Diambil dari:
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/11/files_of_drsmed_galuko
ma.pdf. (29 Juni 2015)
Eva, Paul Riordan., Whitcher John P. 2012. Oftalmologi Umum Vaughan &
Asbury. Edisi 17. (Terjemahan). Jakarta: EGC
Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI
Revai, R, et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating
Upper Respiratory Tract Infection. Journal of The American Academy
Pediatrics

Anda mungkin juga menyukai