DISUSUN OLEH :
Puji syukur khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya
sehingg kami dapat menyelesaikan pembuatan rangkuman ini. Di rangkuman ini
memaparkan beberapa hal terkait “Glaukoma, Katarak dan Otitis”. Tidak lupa
kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak telah
memberikan motivasi baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga rangkuman ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi rangkuman agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam rangkuman ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan rangkuman ini ke depannya.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definsi Glaukoma...........................................................................................4
2.2 Etiologi Glaukoma..........................................................................................4
2.3 Klasifikasi Glaukoma......................................................................................5
2.4 Kriteria Diagnostik Glaukoma........................................................................6
2.5 Pemeriksaan Oftalmologi Glaukoma..............................................................7
2.6 Definisi Katarak.............................................................................................9
2.7 Tanda dan Gejala Katarak.............................................................................11
2.8 Penatalaksanaan Medis.................................................................................13
2.9 Komplikasi Klinis.........................................................................................16
2.10 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................16
2.11 Anatomi Telinga.........................................................................................17
2.12 Definisi Otitis.............................................................................................18
2.13 Etiologi Otitis.............................................................................................18
2.14. Faktor Resiko Otitis..................................................................................18
2.15 Klasifikasi Otitis.........................................................................................18
2.16 Manifestasi Klinis.......................................................................................20
2.17 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................21
2.18 Penatalaksanaan Medis...............................................................................23
2.19 Komplikasi..................................................................................................25
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................26
3.2 Saran.............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Kelainan mata
glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf
optic, dan menciutnya lapang pandang. Penyakit yang ditandai dengan peninggian
tekanan intraokular ini disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh
badan siliar, berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata
atau di celah pupil (glaucoma hambatan pupil).
Katarak merupakan salah satu penyakit yang menyerang mata yang
merupakan salah satu jenis penyakit mata tenang visus menurun perlahan. Katarak
adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya.
Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif (Mansjoer dkk, 2008).
Katarak dapat menimbulkan gangguan penglihatan seperti penglihatan kabur,
penglihatan bagian sentral hilang sampai menjadi buta setelah 10-20 tahun dari
mulai terjadinya kekeruhan lensa (Kupler, 2006).
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
telinga tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A,
2007). OMA biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering
mengenai bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak
berhubungan dengan belum matangnya system imun. Pada anak-anak, makin
tinggi frekuensi ISPA, makin besar resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak
mudah terkena OMA karena anatomi saluran eustachi yang masih relative pendek,
lebar, dan letaknya lebih horizontal. (Djaafar, Z.A, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Definsi Glaukoma ?
2. Bagaimana Etiologi Glaukoma ?
3. Bagaimana Klasifikasi Glaukoma ?
4. Bagaimana Kriteria Diagnostik Glaukoma ?
5. Bagaimana Pemeriksaan Oftalmologi Glaukoma ?
6. Apa Definisi Katarak ?
1
2
Di dalam bola sebelah depan terdapat apa yang disebut sebagai bilik mata
depan. Bilik mata depan yang merupakan ruang di dalam mata yang di batasi
kornea, iris, pupil, dan lensa yang diisi oleh cairan mata (humor aquous). Cairan
ini mengatur makanan untuk kornea, lensa, demikian pula oksigennya. Cairan ini
mempunyai kapasitas isi tertentu untuk mempertahankan bola mata agara menjadi
bulat. Cairan mata dihasilkan oleh jonjot badan siliar yang terletak di belakang
iris. Melalui celah iris dan lensa, cairan mata keluar melalui pupil dan terus ke
4
5
bilik mata depan. Setelah cairan mata masuk ke sudut bilik mata dan melalui
anyaman trabekulum cairan mata masuk ke dalam kanal Schlemm.
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat mengarah pada kerusakan glaukoma :
1) Peredaran darah dan regulasinya, darah yang kurang akan menambah
kerusakan
2) Tekanan darah rendah atau tinggi
3) Fenomena autoimun
4) Degenerasi primer sel ganglion
5) Usia di atas 45 tahun
6) Keluarga mempunyai riwayat glaukoma
7) Miopia berbakat untuk terjadi glaukoma sudut terbuka
8) Hipermetropia berbakat untuk terjadi glaukoma sudut tertutup atau sempit
9) Pasca bedah dengan hifema atau infeksi
2.3 Klasifikasi Glaukoma
2.3.1 Glaukoma Primer
Glaukoma primer biasanya ditemukan pada pasien berusia diatas 60 tahun.
Hal ini merupakan penyakit bawaan pada bayi dan anak – anak.
Ada dua bentuk glaukoma primer :
1. Glaukoma sudut terbuka
Merupakan jenis glaukoma kronik sederhana yang paling sering terjadi.
Pada glaukoma jenis ini, aliran melalui kanal Schlemn mengecil. Namun
sesuai dengan namanya, sudut antara iris dan kornea tempat dimana
cairan aqueos humor mengalir tetap terbuka. Glaukoma sudut terbuka
biasanya terjadi di kedua mata.
Tanda dan gejala meliputi hilangnya penglihatan perifer, sakit kepala
ringan dan kesulitan dalam beradaptasi dengan cahaya. Penyakit ini
berkembang secara bertahap. Pasien seringkali tetap tidak merasakan
gejalanya, bahkan sesudah terjadi kehilangan penglihatannya.
2. Glaukoma sudut tertutup
Terjadi ketika sudut aliran antara iris dan kornea menyempit atau
menutup. Tekanan intraokuler meningkat dengan cepat sehingga
6
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer dengan
iris, yang di antaranya terdapat anyaman trabekular. Konfigurasi sudut ini --
yakni lebar (terbuka), sempit, atau tertutup – member dampak penting pada
aliran keluar aquous humor. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan
dengan pencahayaan oblik bilik mata depan, menggunakan sebuah senter atau
8
sinar yang masuk pipil dipantulkan kembali. Shadow tes negative .Di
pupil tampak lensa seperti mutiara.
4) Stadium Hipermatur (Katarak Morgagni)
Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nucleus lensa
turun karena daya beratnya. Melalui pupil, nucleus terbayang sebagai
setengah lingkaran dibgian bawah dengan warna berbeda dari yang
diatasnya yaitu kecoklatan .Saat ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa
yang menjadi lebih permeable sehingga isi korteks dapat keluar dan lensa
menjadi kempis yang dibawahnya terdapat nucleus lensa.Keadaan ini
disebut katarak morgani. (Carpenito dan Lynda, 2006)
2.6.3 Komplikasi katarak
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagian komplikasi dari penyakit
lain . Penyebab katarak jenis ini adalah :
1) Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa, glaucoma, ablasio retina
yang sudah lama , uveitis, myopia maligna.
2) Penyakit siskemik , DM, hipoparatiroid, sindromdown, dermatritis
atopic.
3) Trauma , trauma tumpul, pukulan , benda asing didalam mata terpajan
panasa yang berlebihan , sinar X , radio aktif, terpajan sinar matahari,
toksik kimia.(Ilyas, 2005)
2.7 Tanda dan Gejala Katarak
Menurut Priska tahun 2008, latarak biasanya tumbuh secara perlahan dan
tidak menyebabkan rasa sakit. Pada tahap awal kondisi ini hanya akan
mempengaruhi sebagian kecil bagian dari lensa mata anda dan mungkin saja tidak
akan mempengaruhi pandangan. Saat katarak tumbuh lebih besar maka noda putih
akan mulai menutupi lensa mata dan mengganggu masuknya cahaya ke mata.
12
Pada akhirnya pandangan mata akan kabur dan mengalami distorsi. Berikut adalah
tanda dan gejala yang terdapat pada penyakit katarak:
1. Pandangan mata yang kabur, suram atau seperti ada bayangan awan atau
asap. Noda putih yang semakin berkembang akan mengalami pandangan
mata menjadi kabur, objek terhadap suatu benda menjadi sulit untuk
dikenali bahkan tak dapat membedakan warna cahaya.
2. Sulit melihat pada malam hari. Penderita penyakit mata apapun akan
merasa kesulitan ketika melihat suatu objek atau cahaya pada malam
hari, hal ini dikarenakan lensa mata akan membaca kefokusan objek yang
diterima oleh lensa mata.
3. Sensitif pada cahaya. Penderita mata katarak akan merasa sensitif pada
intensitas cahaya yang diterima oleh lensa mata, mata menjadi sensitif
karena ketidakmampuan retina menerima cahaya dan lensa mata tidak
dapat memfokuskan cahaya untuk dikirim ke retina.
4. Terdapat lingkaran cahaya saat memandang sinar. Pada saat lensa mata
memandang atau menangkap cahaya atau sinar, lensa mata hanya mampu
menangkap sinar seperti sebuah lingkaran.
5. Membutuhkan cahaya terang untuk membaca atau ketika beraktifitas
Penderita katarak sangat membutuhkan pencahayaan yang cukup terang
ketika melakukan berbagai aktivitas.
6. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena ketidaknyamanan
tersebut. Penderita katarak yang menggunakan alat bantu untuk membaca
dan melihat, cenderung lebih sering mengganti kacamata atau kontak
lensa karena faktor ketidaknyamanan seperti ketika dirasa mata tidak lagi
dapat melihat atau menangkap suatu objek benda atau cahaya sekalipun,
penderita katarak mampu mengganti kacamata atau kontak lensa 2x
dalam sebulan.
7. Warna memudar atau cenderung menguning saat melihat. Penderita
katarak hanya mampu melihat dan menangkap cahaya seperti sebuah
lingkaran, namun lama-kelamaan akan memudar karena urat syaraf retina
akan menguning jika melihat suatu objek benda terlalu lama.
13
8. Pandangan ganda jika melihat dengan satu mata. Penderita katarak tidak
membahayakan fisik jika diketahui sejak dini dan belum memasuki
stadium yang semakin parah. Jika dalam kondisi yang parah, penderita
katarak akan merasakan rasa nyeri di sekeliling mata, sering sakit kepala,
kemudian terjadi peradangan. Kemudian objek atau cahaya yang
ditangkap seperti berbayang jika katarak yang diderita hanya sebelah.
9. penyebab katarak itu terjadi, yakni seiring bertambahnya usia tingkat
kesehatan suatu tubuh akan semakin menurun tak terkecuali mata, karena
mata merupakan organ terpenting dari segala organ tubuh yang bekerja
maksimal terkadang waktu istirahat yang dibutuhkan oleh mata
berkurang, sehingga ketebalan, kejernihan, tingkat kefokusan pun
semakin menurun. Lensa mata terdiri dari air dan serat protein. Tingkat
usia juga mempengaruhi kondisi mata seseorang, mulai dari perubahan
warna pada lensa mata, struktur mata, protein dan vitamin mata semakin
berkurang dan menurun. Beberapa serat protein akan menggumpal dan
menyebabkan noda pada lensa mata.
2.8 Penatalaksanaan Medis
2.8.1 Bedah Katarak Senil.
sisi kornea. Fakoemulsifikasi adalah tehnik operasi katarak terkini. Pada teknik ini
diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea. Getaran ultrasonik
akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phaco akan
menyedot massa katarak yang telah hancur tersebut sampai bersih. Sebuah lensa
Intra Ocular (IOL) yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Untuk
lensa lipat (foldable lens) membutuhkan insisi sekitar 2.8 mm, sedangkan untuk
lensa tidak lipat insisi sekitar 6 mm. Karena insisi yang kecil untuk foldable lens,
maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan
dengan cepat kembali melakukan aktifitas sehari-hari Prisla (2008).
Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan
jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan
gangguan penglihatan yang serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi
peradangan dan mempercepat penyembuhan, selama beberapa minggu setelah
pembedahan diberikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera,
penderita sebaiknya menggunakan pelindung mata sampai luka pembedahan
sembuh.Untuk mencegah astigmat pasa bedah Ekstra Kapsuler, maka luka dapat
diperkecil dengan tindakan bedah fakoemulsifikasi. Pada tindakan fako ini lensa
yang katarak di fragmentasi dan diaspirasi (Tana, 2006).
2.8.3 SICS
3) Stadium Supurasi
Ditandai dengan edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel
epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani
sehingga membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar.
4) Stadium Perforasi
Terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari telinga
tengah ke liang telinga.
5) Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani
kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan
tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan. (Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. 2007).
2.16 Manifestasi Klinis
Secara umum, manifestasi klinis yang biasa ditemukan pada pasien dengan
Otitis Media Akut adalah:
1. Othalgia (Nyeri telinga)
2. Demam, batuk, pilek
3. Membran timpani abnormal (sesuai stadium)
4. Gangguan pendengaran
21
2.17.4 Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika,
atau pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada
membran timpani, dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret
dengan tujuan pemeriksaan dan untuk menunjukkan adanya cairan di
telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen yang spesifik.
2.17.5 Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran
udara telinga pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid
(hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian
dipindahkan ke depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut
Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-)
23
2.17.6 Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri
dengan telinga kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu).
Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut
Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah
telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada
lateralisasi
26
27
Alimul Aziz H, 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika
American Academy Ophtalmology, Lens, And Cataract, Basis And Clinical
Science Course, Section 11. 2005-2006. Sanfransisco: p 21-32, 96-37,
153-154.
Bylander, A., dkk. 2007. Journal of Children Microbiology
Departmen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Rencana Strategis Nasional
Penanggunalangan Gangguan Penglohatan dan Kebutaan (PGPK) untuk
mencapai Vision 2020. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Khusus dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Gangguan Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran. Analisis Data Morbiditas-Disabilitas,
SKRT-SURKRSNAS 2001. Sekretariat SURKESNAS: Direktorat Jenderal
Bina Kesehatan Khusus dan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Dwindra, Mayenru. 2009. Glaukoma. (Online). Diambil dari:
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/11/files_of_drsmed_galuko
ma.pdf. (29 Juni 2015)
Eva, Paul Riordan., Whitcher John P. 2012. Oftalmologi Umum Vaughan &
Asbury. Edisi 17. (Terjemahan). Jakarta: EGC
Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI
Revai, R, et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating
Upper Respiratory Tract Infection. Journal of The American Academy
Pediatrics