Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

KASUS RETINAL DETACHEMENT

OLEH :
SHINTA YULIA DEWI
NIM : 19.016

AKADEMI KEPERAWATAN DIAN HUSADA


MOJOKERTO 2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Keperawatan
Pasien dengan Kasus Retinal Detachement.

Dengan adanya asuhan keperawatan ini diharapkan dapat membantu proses pembelajaran


serta dapat menambah pengetahuan pembaca. Saya selaku penyusun makalah ini juga tidak lupa
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,
dorongan dan doa sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Tidak lupa, kami mengharap kritik dan saran untuk memperbaiki makalah ini, dikarenakan
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Asuhan Keperawatan Pasien dengan
Kasus Retinal Detachement dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan terhadap
pembaca.

Mojokerto , 12 April 2021


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................................

KATA PENGANTAR .......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULAUAN

A. Latar belakang ................................................................................................................

B. Rumusan masalah ...........................................................................................................

C. Tujuan.............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi ...........................................................................................................................

B. Klasifikasi.......................................................................................................................

C. Etiologi ...........................................................................................................................
D. Anatomi dan Fisiologi
E. Patofisiologi ...................................................................................................................

F. Pathway ..........................................................................................................................

G.Manifestasi Klinis ...........................................................................................................

H. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................

I. Penatalaksanaan .............................................................................................................

J. Komplikasi......................................................................................................................
K. Kasus...............................................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................................................
B. Saran .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Retina manusia
merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi, yang terdiri dari lapisan badan sel
dan prosessus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana, apabila
dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya
pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan
persepsi warna, kontras, kedalaman dan bentuk berlangsung dikorteks.

Retina merupakan jaringan neurosensoris yang terletak pada bagian dalam dinding
mata. Seperti film pada kamera, retina mengubah cahaya menjadi penglihatan dimata.
Fungsi retina pada dasarnya ialah menerima bayangan visual yang dikirim ke otak.
Bagian sentral retina atau daerah makula mengandung lebih banyak fotoreseptor kerucut
daripada bagian perifer retina yang memiliki banyak sel batang.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi Retina detachment atau ablasio retina?

2. Bagaimana klasifikasinya ?

3. Bagaimana etiologinya ?
4. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi?
5. Bagaimana patofisiologinya ?
6. Bagaimana pathwaynya ?

7. Bagaimana manifestasi klinisnya ?

8. Bagimana pemeriksaan penunjangnya ?

9. Bagaimana penatalaksanaannya ?
10. Apa saja komplikasinya ?

11. Bagaimana askepnya ?


C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi Retina detachment atau ablasio retina

2. Untuk mengetahui klasifikasinya

3. Untuk mengetahui etiologinya


4. Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi
5. Untuk mengetahui patofisiologinya
6. Untuk mengetahui pathwaynya

7. Untuk mengetahui manifestasi klinisnya

8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjangnya

9. Untuk mengetahui penatalaksanaannya

10. Untuk mengetahui komplikasinya

11. Untuk mengetahui askepnya


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Retina detachment atau ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut
dan ‎batang retina dengan dari sel epitel pigment retina. Pada keadaan ini sel epitel
‎pigmen masih melekaat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel ‎kerucut
dan sel batang tidak terdapat suatu perlekatan structural dengan koroid atau ‎pigmen
epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara e‎ mbriologis.‎
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan
‎mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pmbuluh darah koroid yang bila ‎berlangsung
lama akan mengakibatkan gangguan nutrisi yang menetap.‎
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel
berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung
batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini
tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan.
B. Klasifikasi

Dikenal 3 bentuk Retina detachment atau Ablasio Retina:

1. Ablasi Retina Regmatogenesa

Ablasi terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke
belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh
badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina
ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel
pigmen koroid.

Ablasio Regmatogen (akibat robekan) merupakan ablasio yang paling sering,


terutama pada kelompok usia 40-70 tahun. Terdapat kecendrungan pada pria yang
diperkirakan akibat trauma. Ablasi terjadi pada mata yang mempunyai factor
predisposisi untuk terjadi ablasi retina. Kondisi yang merupakan predisposisi
meliputi: myopia (pandangan dekat) tinggi (lebih dari 8 dioptri), degenerasi latis,
afakia (pengangkatan bedah sebagian atau keseluruhan lensa kristalina), dan trauma.

2. Ablasi Retina Eksudatif

Ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat
retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh
darah retina dan koroid (ekstra vasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid kelainan
ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati,
toksemia gravidarum. Cairan dibawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala.
Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin. Penglihatan dapat berkurang dari
ringan sampai berat. Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah
penyebabnya berkurang atau hilang.

3. Ablasi Retina Traksi (Tarikan)

Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada
badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan menurun tanpa
rasa sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes
mellitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
Pengobatan ablasi akibat tarikan di dalam kaca dilakukan dengan melepaskan
tarikan jaringan parut atau fibrosis di dalam badan kaca dengan tindakan yang disebut
sebagai vitrektomi.
C. Etiologi

1. Malformasi kongenital

2. Kelainan metabolisme

3. Penyakit vaskuler

4. Inflamasi intraokuler

5. Neoplasma

6. Trauma

7. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina

D. Anatomi dan Fisiologi


Mata adalah suatu organ komplek yang berkembang sangat fotosensitif yang
memungkinkan analisa dengan tepat bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang
dipantulkan dari obyek (Loise Junquend, MD dan Jose Larneiro, 1997 :195).
Indera penglihatan terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1. Bola mata (bulbus okuli) dengan saraf optik (nervus optikus)
Bola mata, terdiri dari 3 lapisan :
a. Sklera
Merupakan lapisan fibrous yang elastis yang merupakan bagian dinding luar bola
mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong
konjungtiva (Syaifuddin, 1997 :147).
b. Khoroid
Suatu membran berpigmen yang berada dibawah sklera yang membantu
perpendaran cahaya. Tepat dibawah kornea, khoroid berubah menjadi iris (Elizabeth J.
Corwin, 2000 :201).
c. Retina
Retina mencakup duapertiga bagian dalam dinding belakang bola mata. Retina
merupakan lembaran jaringan neural berlapis banyak yang melekat erat pada satu lapis
sel epitel berpigmen yang kemudian menempel pada membran Brunch. Bagian anterior
retina melekat erat pada epitel pigmen. Di bagian belakang, saraf optik melekatkan
retina ke dinding bola mata. Di lain tempat retina mudah dipisahkan dari epitel pigmen.
Pada orang dewasa, ora serata di bagian temporal bola mata letaknya kurang lebih 6,5
mm dibelakang garis Schwalbe, sedangkan di bagian nasalnya kurang lebih 5,7 mm di
belakang garis yang sama. Di ora serata tebal retina 0,1 mm, sedangkan di polus
posterior 0,23 mm. Yang paling tipis adalah fovea sentral yaitu bagian tengah makula.
Retina normal bersifat bening dan sebagian cahaya di pantulkan di batas vitreoretina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopis direk, permukaan fovea yang cekung menghasilkan
bayangan lampu terbalik dan nyata. Fovea sentral yang terletak kira-kira 3,5 mm di
sebelah lateral papil optik khusus untuk membedakan penglihatan yang halus. Di fovea,
semua reseptor adalah sel kerucut, lapisan nuklear luar tipis, lapisan parenkim lainnya
bergeser sentrifulgar, dan membran limitans dalam tipis. Hampir di seluruh retina akson
sel-sel reseptor melintas langsung ke bagian dalam lapisan pleksiform luar
berhubungan dengan dendrit sel-sel lapisan horisontal dan sel-sel bipolar yang menuju
keluar dari lapisan nuklear dalam, tetapi di makula akson sel-sel reseptor miring
arahnya dan dinamakan lapisan serabut Henle.
Akson sel-sel bipolar berhubungan dengan sel amakrin dan sel ganglion di lapisan
pleksiform dalam yang teranyam dengan rapat. Akson panjang sel-sel ganglion berjalan
melalui lapisan serabut saraf menuju saraf optik.
Retina di pasok darah dari 2 sumber. Lapisan koriokapiler adalah lapisan tunggal
yang terdiri atas kapiler-kapiler dengan rongga-rongga yang tersusun rapat dan melekat
erat pada permukaan luar membran Brunch. Koriokapiler memasok darah pada
sepertiga bagian luar retina, termasuk lapisan-lapisan pleksiform luar dan nuklear luar,
fotoreseptor dan epitel pigmen. Duapertiga bagian dalam retina menerima
cabang-cabang arteri retina sentral. Karena koriokapiler adalah satu-satunya pemasok
darah ke fovea sentral, sedangkan fovea sentral adalah bagian terpenting dari retina,
maka apabila retina di daerah ini terlepas dari dasarnya, maka akan terjadi kerusakan
fovea untuk selama-lamanya (Daniel Vaughan dan Tailor Asbury, 1995 : 191).
2. Alat penunjang (adnexa)
3. Rongga orbita (cavum orbitae)

E. Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur
dapat berpisah :

1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio
regmatogenosa).

2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya
seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).

3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat
proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina
eksudatif)

Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina
atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia.
Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer
(degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap
melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.

Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis
dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke
retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya
pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat
terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata myopia 10 sampai 15
tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi
pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai
4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.

Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih
awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari
asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi
pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca
kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak
menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca
menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di
daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak
intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali
terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan
terlepas dari epitel pigmen dan koroid.
E. Pathways

Perub degeneratif dlm viterus


Inflamasi intraokuler/tumor

Konsentrasi as. Hidlorunat ber(-)


Peningkatan cairan eksudattif/sserosa

Vitreus mjd makin cair

Vitreus kolaps dan bengkak ke depan

Tarikan retina

Robekan retina Resti Infeksi

Sel-sel retina dan darah terlepas

Retina terlepas dari epitel berpigmen

Penurunan tajam pandang sentral


Ditandai dengan:

- floater dipersepsikan sbg titik-titik hitamkecil/rumah laba-laba

- Bayangan berkembang/tirai bergerak dilapang pandang

Gangguan persepsi : penglihatan


F. Manifestasi Klinis

1. Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya.

2. Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba. Partikel floater


ini tersusun atas sel-sel retina dan darah yang terlepas ketika terjadi robekan dan
memberi bayangan pada retina ketika mereka bergerak.

3. Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang,
mengakibatkan pandangan kabur dan kehilangan lapang pandang ketika retina
benar-benar terlepas dari epitel berpigmen.

4. Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan


bahwa adanya keterlibatan macula.

G. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang

1. Anamnesis
a. Floaters (terlihat benda melayang-layang)

yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina
yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.

b. Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya)

tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata


digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.

c. Penurunan tajam penglihatan

Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin


lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi penurunan tajam
penglihatan yang lebih berat.

2. Pemeriksaan Oftalmologi

a. Pemeriksaan visus
dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun
terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar
masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.
b. Pemeriksaan lapangan pandang

akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma
relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan
terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.

c. Pemeriksaan funduskopi

salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan
binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina dikenali
dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak
keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi
cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina
ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena
terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada
vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan
mengambang bebas.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma,


diabetes mellitus, maupun kelainan darah.

b. Pemeriksaan ultrasonografi

ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina


dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliverative
vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga digunakan
untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya
tumor dan posterior skleritis.

c. Pemeriksaan angiografi fluoresin akan terlihat

1) Kebocoran didaerah parapapilar dan daerah yang berdekatan dengan


tempatnya ruptur, juga dapat terlihat
2) Gangguan permeabiltas koriokapiler akibat rangsangan langsung badan kaca
pada koroid.

3) Dapat dibedakan antara ablasi primer dan sekunder

4) Adanya tumor atau peradangan yang menyebabkan ablasi


H. Penatalaksanaan

1. Tirah baring dan aktivitas dibatasi

2. Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan oranglain untuk mencegah cidera

3. Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus
dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada
robekan retina

4. Pasien tidak boleh terbaring terlentang

5. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi

6. Cara Pengobatannya:

a. Prosedur laser

Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang


berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairansubretina
yang tanpa robekan retina. Tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada
retina sehingga melekatkannya ke epitel berpigmen.

b. Pembedahan

Retinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan pembedahan


vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan.

Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan


kembali retina.

Jenis pembedahan ablasio retina:

1) Pneumoretinopeksi: operasi singkat untuk melekatkan kembali retina yang


lepas (ablasio retina).

2) Scleral Buckling: Operasi untuk melekatkan kembali retina yang lepas.

3) Vitrektomi: Operasi ini memerlukan alat khusus, ahli bedah akan melakukan
operasi didalam rongga bola mata untuk membersihkan vitreus yang keruh,
melekatkan kembali vitreus yang mengalami ablasio, mengupas jaringan ikat
dari permukaan retina, dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan
c. Krioterapi transkleral

Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang
melipat robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga
subretina. Sebuah/ beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam
skler, secara fisik akan mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif
ke epitel berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali ke
jaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologisnya ormalnya dapat
dikembalikan.

I. Komplikasi

Komplikasi awal setelah pembedahan:

1. Peningkatan TIO

2. Glaukoma

3. Infeksi

4. Ablasio koroid

5. Kegagalan pelekatan retina

6. Ablasio retina berulang


Komplikasi lanjut
1. Infeksi

2. Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata

3. Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)

4. Diplopia

5. Kesalahan refraksi

6. Astigmatisme
KASUS
A. Biodata pasien :

Nama : Tn. “E”

Umur : 22 Th

Suku/bangsa : Betawi/ Indonesia

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum Nikah

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Mahasiswa

Suku bangsa : Betawi / Indonesia

Alamat : Jl. Bojong Raya No. 1

Tanggal masuk RS : 11 Desember 2020

Tanggal pengkajian : 12 Desember 2020

Keluarga dekat yang dapat dihubungi:

Nama : Ny “S”
Umur : 49 Tahun

Jenis kelamin : Wanita

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jl. Bojong Raya No. 1

Hub. Dengan pasien : Ibu Klien


B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama

Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya terang dan bintik-bintik hitam yang
berterbangan di ruang pandang, pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang
pandang, pasien mengatakan takut dan cemas karena kehilangan fungsi penglihatan
secara tiba-tiba, dengan pemeriksaan ophtalmoskop indirek terlihat gambar gelembung
abu-abu atau lipatan-lipatan pada retina yang bergetar dan bergerak
2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien tidak memiliki penyakit terdahulu seperti DM atapun trauma pada


mata
3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan kalau bapaknya pernah menderita penyakit yang sama

C. Persepsi dan Penanganan Kesehatan

• Tanyakan kepada klien tentang gambaran kesehatannya secara umum saat ini

• Tanyakan alasan kunjungan klien dan harapan klien terhadap penyakitnya.

• Tanyakan gambaran terhadap sakit yang dirasakan klien, penyebabnya, dan


penanganan yang dilakukan.

• Tanyakan apa dan bagaimana tindakan yang dilakukan klien dalam menjaga
kesehatannya.

• Tanyakan kepada klien apakah klien pernah menggunakan obat resep dokter dan
warung.

• Tanyakan kepada klien apakah klien seorang perokok, alkoholik, atau


mengonsumsi tembakau.

• Tanyakan kepada klien tentang riwayat kesehatan keluarganya. Apakah ada


anggota keluarga yang pernah mnderita penyakit yang sama.
D. Nutrisi-Metabolik

• Tanyakan pada klien tentang gambaran yang biasa dimakan dan frekuensi
makannya.

• Tanyakan apakah klien mempunyai riwayat alergi.

• Tanyakan bagaiamana proses penyembuhan luka pada klien (cepat-lambat).


E. Eliminasi

• Tanyakan kepada klien bagaimana kebiasaan defekasi dan eliminasinya.

• Tanyakan apakah ada gangguan pada proses eliminasi dan defekasinya.

F. Aktivitas-Latihan

• Tanyakan bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari, seperti: mandi,


berpakaian, eliminasi, mobilisasi ditempat tidur, merapikan rumah, ambulasi, dan
makan, apakah mandiri atau dibantu orang lain.

G. Tidur-Istirahat

• Tanyakan waktu, frekuensi dan kualitas tidur klien.

H. Kognitif-Persepsi

• Kaji status mental dan bicara klien.

• Tanyakan apakah ada kesulitan dalam mendengar dan melihat.

I. Peran-Hubungan

• Tanyakan bagaimana status pekerjaan klien.

• Tanyakan bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan orang disekitarnya.

• Tanyakan bagaimana status pernikahan klien.

J. Seksualitas-Reproduksi

• Tanyakan bagaimana hubungan seksualitas klien.

• Kaji apakah klien telah menopause.

K. Koping-Toleransi Stress
• Tanyakan apakah klien pernah mengalami perubahan besar dimasa lalunya dan
bagaimana cara klien menghadapinya.
L. Nilai-Kepercayaan

• Tanyakan agama klien dan bagaimana pengaruh agama pada kehidupan klien
sehari-hari.
Analisa Data
No Data Penyebab Masalah
1 Ds : Perubahan fungsi kognitif Resiko cedera
Pasien mengeluh tiba-tiba
melihat kilatan cahaya terang
dan bintik-bintik hitam yang
berterbangan di ruang pandang,
pasien mengeluh melihat tirai
yang menutupi lapang pandang
Do :
Aktifitas terbatas
2 Ds : Gangguan penglihatan Gangguan persepsi
Pasien mengeluh tiba-tiba sensori : penglihatan
melihat kilatan cahaya terang
dan bintik-bintik hitam yang
berterbangan di ruang pandang,
pasien mengeluh melihat tirai
yang menutupi lapang pandang
Do :
pemeriksaan ophtalmoskop
indirek terlihat gambar
gelembung abu-abu atau
lipatan-lipatan pada retina yang
bergetar dan bergerak, aktifitas
terbata
s
3 Ds : Krisis situasional ansietas
pasien mengatakan takut dan
cemas karena kehilangan fungsi
penglihatan secara tiba-tiba
Do :
Pasien tampak tegang dan
cemas
Diagnosa keperawatan

1. Resiko cedera d.d Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya terang dan
bintik-bintik hitam yang berterbangan di ruang pandang, pasien mengeluh melihat tirai
yang menutupi lapang pandang

2. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penglihatan d.d Pasien mengeluh
tiba-tiba melihat kilatan cahaya terang dan bintik-bintik hitam yang berterbangan di
ruang pandang, pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang
pandangpemeriksaan , ophtalmoskop indirek terlihat gambar gelembung abu-abu atau
lipatan-lipatan pada retina yang bergetar dan bergerak, aktifitas terbatas

3. ansietas b.d krisis situasional d.d pasien mengatakan takut dan cemas karena kehilangan
fungsi penglihatan secara tiba-tiba, Pasien tampak tegang dan cemas
Rencana asuhan keperawatan

Dx Tujua Intervensi rasional


n
Resiko Setelah dilakukan O:
cedera b.d asuhan keperawatan - identifikasi kebutuhan - agar
perubahan selam 3x24 jam keselamatan ( kondisi keselamatan
a
fungsi diharapkan tingkat fisik, fungsi kognitif ) dapat tetap
kognitif cedera menurun terjaga
Kriteria hasil : - monitor perubahan status - agar
- tolerasi keselamatan lingkungan meningkatan
aktivitas keselamatan
meningkat ( 5 pada pasien
) T:
- kejadian - modifikasi lingkungan - meminimalisir
cedera untuk meminimalkan bahaya dan
menurun ( 5 ) bahaya dan resiko resiko cedera
- gangguan - sediakan alat bantu - agar
kognitif keamanan lingkungan ( meminimalisir
menurun ( 5 ) pegangan tangan ) resiko cedera
- fasilitasi relokasi ke - meningkatkan
lingkungan yang aman keamanan
pasien
E:
- ajarkan individu, - agar individu,
keluarga dan kelompok keluarga dan
resiko tinggi bahaya kelompok
lingkungan mengetahui
bahaya
lingkungan
Gangguan Setelah dilakukan O:
persepsi asuhan keperawatan - periksa status sensori - Agar
sensori : selama 3x24jam mengetahui
penglihatan diharapkan persepsi status sensori
b.d sensori membaik T:
gangguan Kriteria hasil : - diskusikan tingkat - Agar
penglihatan - verbalisasi toleransi terhadap beban mengetahui
melihat sensori ( pencahayaan ) beban dari
bayangan sensori
menurun ( 5 )
- distorsi sensori - batasi stimulus - Agar
menurun lingkungan ( cahaya, mengurangi
suara, aktivitas ) cedera
- jadwalkan aktivitas - Agar aktivitas
harian dan waktu istirahat harian dan
waktu istirahar
tidak terganggu
E:
- Ajarkan cara - Agar dapat
meminimalisasi stimulus meminimalisasi
( pengaturan stimulus
pencahayaan ruangan )
K: - Agar dapat
- Kolaborasi
meminimalkan meminimalkan
prosedur/tindakan tindakan
- Kolaborasi pemberian - Agar persepsi
obat yang mempengaruhi stimulus dapat
persepsi stimulus berkurang atau
membaik

Ansietas Setelah dilakukan O:


b.d krisis asuhan keperawatan - identifikasi saat tingkat - agar
situasional selama 3x24jam ansietas berubah mengatahui
diharapkan ansietas - monitor tanda-tanda kapan tingkat
menurun ansietas ansietas
Kriteria hasil : berubah
- verbalisasi - agar
kekhawatiran mengetahui
akibat kondisi tanda-tanda
yang dihadapi dari ansietas
menurun ( 5 ) T:
- konsentrasi - temani pasien untuk - agar
membaik ( 5 ) mengurangi kecemasan kecemasan
dapat
berkurang
- pahami situasi yang - agar kita dapat
membuat ansietas mengetahui
situasi yang
membuat
ansietas
- gunakan pendekatan yang - agar pasien
tenang dan meyakinkan merasa nyaman
dan yakin
E:
- informasikan secara - agar pasien
factual mengenai mengetahui
diagnosis, pengobatan tentang
diagnosis dan
pengobatannya
- anjurkan keluarga tetap - agar pasien
bersama pasien merasa aman
- latih teknik relaksasi - agar pasien
merasa relak
K:
- kolaborasi pemberian - untuk
obat ansietas mengurangi
ansietas

IMPLEMENTASI
Tahap perencaan ini merupakan tindakan keperawatan yang nyata kepada pasien yang ‎merupakan
perwujudan dari segala tindakan yang telah direncanakan pada tahap ‎perencanaan.‎

EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan tindakan ‎yang
kontinu dan melibatkan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam ‎penanganan pasien, termasuk
pasien itu sendiri. Pada tahap ini akan kita ketahui ‎sejauh mana keberhasilan asuhan keperawatan
yang kita laksanakan.‎
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Retina detachment atau Ablasio retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium
neurosensoris retina dan lapisan epithelia pigmen retina. Ablasio retina juga diartikan
sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada
retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara khoroid dan retina
kekurangan cairan.

Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia
berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua.

Gejala pertama penderita ini melihat kilatan-kilatan bitnik hitam mengapung dan
cahaya. Pada beberapa penderita lepasnya retina mungkin terjadi tanpa didahului oleh
terlihatnya bitnik-bintik hitam ( floaters ) ataupun kilatan cahaya yang nyata.

B. Saran

Demikianlah makalah yang dapat saya sampaikan. Saya menyadari bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan adalah milik Allah SWT. Maka dari itu
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat saya harapkan demi perbaikan
penulisan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Http://www.scribd.com/doc/37924316/Ablasio-Retina///. Diakses tanggal 9 April 2021.

Http://infoibnusina.wordpress.com/2008/06/04/ablasio-retina///. Diakses tanggal 9 April


2021.

Johnson, Marion, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA

Buku : SDKI, SLKI, SIKI

Anda mungkin juga menyukai