Dosen Pembimbing :
Yuni Dwi Hastuti, S.Kep
Kelompok 4 ( A.14.2 ) :
22020114130098
22020114130121
22020114120069
22020114120061
I Putu Krisna W
22020114130105
Tadea Wijaya Y
22020114140076
22020114120053
Tiodora Naomi
22020114120004
Novicka Dety A
22020114120008
Yohana Esti P
22020114120054
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan
hidayat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Ablasio Retina
tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Keperawatan
Dewasa II. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
turut membantu menyelesaikan makalah ini dan dukungan dari dosen pembimbing
yaitu Ibu Ns. Yuni Dwi Hastuti, S.Kep.
Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
siapapun terlebih dalam bidang kesehatan. Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena memang kami masih dalam tahap
belajar.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................... iii
BAB I.................................................................................. 1
PENDAHULUAN....................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................2
C. Tujuan.................................................................................2
BAB II................................................................................. 3
PEMBAHASAN.....................................................................3
A. Definisi................................................................................3
B. Etiologi................................................................................3
C. Klasifikasi............................................................................4
D. Manifestasi Klinis.................................................................4
E. Patofisiologi.........................................................................4
F.
Komplikasi...........................................................................6
BAB III................................................................................ 9
ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................9
A. Pengkajian...........................................................................9
B. Diagnosa Keperawatan.......................................................11
C. Rencana Keperawatan........................................................12
BAB IV..............................................................................16
PENUTUP..........................................................................16
A. Kesimpulan........................................................................16
B. Saran.................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retina pada mata seperti lapisan film pada kamera tempat obyek yang dilihat oleh
mata, merupakan struktur yang sangat terorganisasi, dengan kemampuan untuk
memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan
melalui nervus opticus ke korteks visual. Begitu pentingnya fungsi retina, sehingga
jika terdapat gangguan atau kelainan pada retina dapat terjadi gangguan penglihatan
dimana pasien dapat mengalami penurunan baik pada visus maupun lapang
pandangnya.
Penglihatan turun mendadak tanpa disertai adanya radang ekstraokular dapat
disebabkan oleh beberapa kelainan. Kelainan ini dapat ditemui pada neuritis optik,
obstruksi vena retina sentral, oklusi arteri retina sentral, perdarahan badan kaca,
ambliopia toksik, histeria, retinopati serosa sentral, amaurosis fugaks dan koroiditis. Di
samping hal tersebut perlu pula dipikirkan adanya ablatio retina ( Ilyas, 2004).
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel
berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang
mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka
sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat
hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
Lepasnya retina dapat menyerang satu dari 10.000 orang setiap tahun di Amerika
Serikat. Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia
berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua.
Kejadian ini lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh
(miopia) atau berkacamata minus dan pada orang-orang yang anggota keluarganya ada
yang pernah mengalami lepas retina. Lepasnya retina dapat pula terjadi akibat pukulan
yang keras. Selain itu, walaupun agak jarang, kondisi ini dapat merupakan penyakit
keturunan yang bahkan dapat terjadi pada bayi dan anak-anak. Bila tidak segera
dilakukan tindakan, lepasnya retina akan mengakibatkan cacat penglihatan atau
kebutaan.
Ablasio retina merupakan suatu keadaan dimana sel kerucut dan sel batang retina
dari sel epitel pigmen retina terpisah. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat
erat dengan membran Bruch. Sebenarnya, tidak terdapat perlekatan struktural antara sel
kerucut dan sel batang retina dengan koroid ataupun epitel pigmen retina, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.
Pada ablasio retina ini bila tidak segera dilakukan tindakan akan mengakibatkan
cacat penglihatan atau kebutaan. Oleh karena itu, makalah ini membahas lebih lanjut
mengenai ablasio retina sehingga kelainan mata ini dapat dideteksi secara dini dan
kecacatan maupun kebutaan akibat penyakit ini dapat dihindarkan.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
C. Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris retina dari lapisan
epitel pigmen retina. (Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I).
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel
berpigmen
mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka
sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat
hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
B. Etiologi
Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada
retina, sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang pada retina,
sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut dan
menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya.
Hal tersebut terjadi akibat (C. Smeltzer, Suzanne, 2002) :
1. Malformasi kongenital
Malformasi kongenital atau cacat lahir adalah suatu kelainan struktural, perilaku,
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Vitreus adalah sejenis cairan kental dan jernih yang mengisi dan membentuk bola
mata kita. Pada orang berusia muda vitreus berbentuk seperti agar-agar (jeli).
Semakin tua akan semakin cair.
C. Klasifikasi
Ablaaio retina dapat diklasifikasikan secara alamiah menurut cara terbentuknya (
Smeltzer, Suzanne, 2002 ) :
1. Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam retina
yang menembus sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan
terkumpul sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas.
2. Ablatio oleh karena tarikan, terjadi saat retina mendorong ke luar dari lapisan epitel
oleh ikatan atau sambungan jaringan fibrosa dalam badan kaca.
3. Ablatio eksudatif, terjadi karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat
proses peradangan, gabungan dari penyakitnya sistemik atau oleh tumor intraocular,
jika cairan tetap berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel
pigmen.
D. Manifestasi Klinis
1) Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya.
2) Floaters dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba.
Sebagian besar Floaters tidak berbahaya dan tidak mempengaruhi penglihatan
serta tidak perlu diobati. Walaupun Floaters tidak akan menghilang seluruhnya tetapi
lambat laun gangguan Floaters ini dapat hilang dengan sendirinya. Kadangkala
Floaters merupakan gejala awal dari robeknya retina, jika ini terjadi maka merupakan
keadaan yang serius karena dapat menyebabkan kebutaan.
3) Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang
ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen.
E. Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur
dapat berpisah : ( James B.,dkk, 2003)
1) Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio
regmatogenosa).
2) Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya
seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
3) Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat
proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina
eksudatif)
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina
atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia.
Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer
(degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap
melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya .(Hollwich, 1993)
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.
Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya
perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya
dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator,
yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata
miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan
kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi
retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering
daripada mata fakia.(Hollwich, 1993)
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa
lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air
dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi
pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca
kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak
menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca
menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di
daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak
intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali
terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan
terlepas dari epitel pigmen dan koroid.(Hollwich, 1993)
F. Komplikasi
1) Komplikasi awal setelah pembedahan (James Bruce, 2003)
1. Glaukoma
2. Infeksi
3. Ablasio koroid
4. Kegagalan perekatan retina
5. Ablasio retina berulang
2) Komplikasi lanjut
1. Infeksi
2. Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
3. Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
4. Diplopia
5. Kesalahan refraksi
6. Astigmatisme
Komplikasi pembedahan pada ablasio retina akan menimbulkan perubahan
fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif/ PVR), PVR dapat menyebabkan
traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang
paling sering terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan
tangan atau persepsi cahaya (light perception) adalah kompilkasi yang sering dari
ablasio retina jika melibatkan makula. (Vaughan DG, 2006)
G. Penatalaksanaan
1. Tirah baring dan aktivitas dibatasi
2. Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan orang lain untuk mencegah cidera
3. Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus
dipertahankan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada
robekan retina.
4. Pasien tidak boleh terbaring terlentang
5. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan pasca operasi
( Kansk, 2011)
Cara pengobatannya :
Prinsip penatalaksanaan dari ablasio retina adalah untuk melepaskan traksi
vitreoretina serta dapat menutup robekan retina yang ada. Penutupan robekan
dilakukan dengan melakukan adhesi korioretinal di sekitar robekan melalui diatermi,
krioterapi, atau fotokoagulasi laser. Pembedahan yang sering dilakukan adalah scleral
buckling, pneumatic retinopexy dan intraocular silicone oil tamponade. Kebanyakan
praktisi lebih sering melakukan prosedur scleral buckling. Penempatan implan
diletakkan dalam kantung sklera yang sudah direseksi yang akan mengeratkan sclera
dengan retina. (Smeltzer, Suzanne. 2002)
1) Prosedur laser
a) Untuk menangani ablasio retina eksudatif/ serosa sehubungan dengan proses yang
berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairan subretina
yang tanpa robekan retina.
b) Tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga melekatnya ke
epitel berpigmen.
2) Pembedahan
Retinopati diabetika/ trauma dengan pendarahan vitreus memerlukan
pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan.
Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan
kembali retina.
3) Krioterapi transkleral
Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang
melipat robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina.
Sebuah / beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam sklera, secara
fisik akan mengindensi atau melipat sklera, koroid, dan lapisan fotosensitif ke epitel
berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali kejaringan
pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologisnya normalnya dapat dikembalikan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Kasus
Ny C berumur 39 tahun datang ke Rumah sakitpada tanggal 19 Maret 2015 pukul
09.00 WIB dengan keluhan kedua mata kabur sejak 10 hari yang lalu, tidak dapat
melihat dengan jelaswalau jaraknya dekat, terutama mata kiri hanya terlihat
bayangan hitam, kilatan cahaya tidak tampak. Sejak 2 tahun yang lalu mata kanan
kabur ada bintik putih ditengah-tengah bola mata. Dari anamnesis dan
pemeriksaan yang dilakukan didapatkan keadaan umum klien komposmentis,
kedua mata klien kabur. Pada pemeriksaan visus diperoleh mata kanan 1/300PI
BSA dan mata kiri 1/300PI BSA . TD= 110/80mmHg, RR= 18 X/menit, Nadi 80
X/menit dan Suhu = 36,5 C.
b. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia keberapa, jenis
kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan,
pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering menggunakan tenaga secara
berlebihan atau tidak.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti
penglihatan kabur, melihat kilatankilatan kecil, adanya tirai hitam yang
menutupi area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan
timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami
pasien dan miopi tinggi.
f. Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan
sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien mengalami kecemasan,
rasa takut, kegelisahan karena penyakit yang dideritanya dan bagaimana pasien
menggunakan
koping
mekanisme
dihadapinya.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
untuk
menyelesaikan
masalah
yang
Masalah yang sering muncul pada pasien dengan postablasio retina apabila tidak
terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut :
h. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam melaksanakan
talaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang lain atau tidak.
i. Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur
sebelum pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji
bagaimana pola tidur dan istirahat selama masuk rumah sakit.
j. Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan
aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
k. Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan
pasien dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan
pasien dengan pasien lain dirumahsakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
l. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana bodyimage, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah ada
perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi kondisinya
setelah palaksanaan operasi.
m. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara berpikir dan jalan pikiran
pasien.
n. Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling
sering muncul pada pasien.
o. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
2) Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu :
a) Pemeriksaan segmen anterior :
Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien
adalah jernih.
Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang telah
masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin.
Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.
Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan
B. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d lepasnya retina
2) Cemas b.d kurang pengetahuan
3) Kurang Perawatan diri b.d ketidak berdayaan
b. Post Opersi
1) Nyeri akut b.d luka post op
2) Resiko infeksi b.d insisi post op
3) Kurang Perawatan diri b.dketidakberdayaan
C. Rencana Keperawatan
No
1.
Diagnosa
Gangguan
sensori
NIC
NIC
persepsi Setelah dilakukan asuhan Kaji
sensori
penglihatan
dengan
Kooperatif
tindakan
ketajaman
visual
Kaji deskripsi fungsional apa yang
dapat dilihat/tidak.
Rasional: Memberikan keakuratan
kriteria hasil :
-
catat
pengelihatan
Rasional: Menetukan kemampuan
dan
dalam
Menyadari hilangnya
pengelihatan
kemampuan pengelihatan.
Rasional: Meningkatkan self care
secara
permanen
pada
kemampuan
waktu
pengelihatan
menurun.
2.
tindakan
dilakukan
keperawatan
dengan
kriteria hasil:
semangat
Berikan dorongan spiritual
Rasional : Agar klien kembali
tentang
proses
penyakit,metode
pencegahan
dan
instruksi perawatan di
rumah
dialaminya
Memberikan kepada pasien untuk
menanyakan
apa
yang
tidak
penyakitnya
Kaji ulang proses penyakit dan
harapan yang akan datang
Rasional
:
Memberikan
Kurang
diri
Perawatan Setelah
b.d
berdayaan
dilakukan
ketidak tindakan
selama
keperawatan
3
diharapkan
diri
24
jam
perawatan
pasien
diri klien
Berikan program perawatan dir
pada klien
Rasional : agar perawatan diri
terpenuhi
klien teratur
Kontrol hygiene klien dua kali
sehari
Rasional : mengetahui perawatan
diri klien
Berikan penkes tentang personal
hygiene
Rasional
agar
klien
faham
tidakan
selama
di
lakukan
keperawatan
3X24
jam
diharapkan
berkurang
nyeri
atau
kriteria
hasil
Klien
hilang
dengan
mengatakan
nyeri
5.
insisi post op
tidakan
selama
di
lakukan
keperawatan
3X24
jam
teknik
distraksi
dan
relaksasi.
Rasional : menurunkan nyeri klien
Kolaborasi pemberian analgesic.
Raional : analgesic menghilangkan
nyeri
berkurang/hilang
Skala nyeri menurun
Klien tampak rileks
terjadi
dengan
kriteri
hasil:
infeksi
Oleskan alkohol di sekitar luka
post op
Rasional : mencegah terjadinya
infeksi
Leukosit stabil
infeksi
Berikan antibiotik sesuai advis
dokter
Rasional : antibiotik mencegah
infeksi
6.
Kurang
Perawatan Setelah
diri
tindakan
b.dketidakberdayaan
selama
dilakukan
keperawatan
3
diharapkan
diri
pasien
24
jam
perawatan
diri klien
Berikan program perawatan dir
pada klien
Rasional : agar perawatan diri
terpenuhi
klien teratur
Kontrol hygiene klien dua kali
sehari
Rasional : mengetahui perawatan
diri klien
Berikan HE
hygiene
Rasional
tentang
agar
klien
personal
faham
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris retina dari lapisan
epitel pigmen retina. Dapat dibagi dala 3 klasifikasi yaitu ablatio rhegmatogen, ablatio
oleh karena tarikan dan ablatio eksudatif. Ablasio retina terjadinya karena adanya
robekan retina atau lubang retina, miopia, usia lanjut, dan mata afakia. Gejala terjadi
dengan penurunan drastis pandangan dan bayangan benda dapat terlihat seperti titik-titik
membentuk jarring laba-laba. Permasalahan ini dapat di atasi dengan penatalaksanaan
medis yaitu prosedur laser, pembedahan dan Krioterapi transkleral.
B. Saran
Pada kasus ablasio retina ini dapat dikenali dengan berbagai manifestasi klinis yang
telah dijelaskan di atas. Untuk mencegah terjadinya keparahan yang dialami maka
alangkah lebih baiknya jika diberikan intervensi lebih awal lagi.
DAFTAR PUSTAKA
C. Smeltzer, Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart).
Edisi 8. Volume 3. Jakarta. EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta. Media
Aescupalius
Hollwich F. Ablasi Retina. In: Oftalmologi. Binarupa Aksara: Jakarta; 1993: 263-269.
James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003: 117-121.
Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Alih Bahasa
Tambajong J, Pndit UB. Jakarta. Widya Medika; 2006 : 207-209.
James Bruce, dkk. Ablasi retina. Oftamologi, Edisi ke 9. Ciracas Jakarta. Erlangga; 2003 :
116-120
C. Smeltzer, Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddarth).
Edisi 8. Volume 3. Jakarta. EGC.
Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. In : Vaughan D.G, Asbury T., Riordan E.P, editor.
Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 2000.p. 38-43, 185-99.
Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed.
Elsevier, 2011
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.