NIM : 191354
Tahun 2020
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan
BAB II
KELAINAN REFRAKSI
BAB III
PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
Pada mata yang tidak memerlukan alat bantu penglihatan (biasa disebut mata
normal) terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50.0
dioptri. Kornea mata mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan
20% atau 10 dioptri .
Menurut Ilyas (2006, p2) kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas
tidak dibentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optic
pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina.
Pada kelainan refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, akan tetapi dapat di
depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmatisme.
Dari uraian diatas dapat dibuat beberapa rumusan masalah, antara lain:
1. Apa pengertian refraksi mata?
2. Apa saja klasifikasi refraksi mata?
3. Apa saja etiologi refraksi mata?
4. Bagaimana patofisiologi refraksi mata?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang dapat disampaikan oleh penulis terkait dengan makalah ini, yaitu:
1. Menjelaskan pengertian refraksi mata.
2. Menjelaskan klasifikasi refraksi mata.
3. Menjelaskan etiologi refraksi mata.
4. Menjelaskan patofisiologi refraksi mata.
BAB II
KELAINAN REFRAKSI
Gangguan refraksi mata adalah pembiasan sinar oleh media penglihatan yang terdiri
dari kornea, cairan mata, lensa, badan kara atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda
dibiaskan tidak tepat di biaskan di daerah macula lutea tanpa bantuan akomodasi , keadaan
ini disebut Ametropia.
2.2 Klasifikasi
1. Ametropia
Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) berasal dari bahasa Yunani; ametros, yang
berarti tidak seimbang/sebanding, dan opsis, adalah penglihatan. Jadi ametropia adalah suatu
keadaan mata dengan kelainan refraksi dimana mata yang dalam keadaan tanpa akomodasi
atau istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak pada retina.
Ametropia dibedakan menjadi 4 yaitu:
- Ametropi oksial: Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih
panjang atau pendek.
- Ametropia refraktif: Ametropia akibat kelainan system pembiasan sinar di
dalam mata.
- Ametropia kurvatur: Ametropia akibat kelengkungan kornea atau lensa yang
tidak normal.
- Ametropia indeks: Ametropia karena indeks bias abnormal di dalam mata.
a. Myopia
Myopia adalah mata denga daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang
sejajar atau datang dari tak terhingga di fokuskan di depan retina. Myopia dibedakan
berdasarkan :
Myopia refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak
intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
Myopia aksial
Myopia akibat panjanganya sumbu bola mata, dengan kelengkungan lenssa mata dan
kornea yang normal.
b. Hipermetropi
Merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh
tidak cukup dibiaskan sehingga titim fokusnya terletak dibelakang retina, hipermetropi
dikenal dalam bentuk :
1) Hipermetropi manifestasi ialah hipermetropi yang dapat dikoreksi dengan kaca mata
positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan yang normal.
2) Hipermetropi laten ialah dimana kelainan hipermetropi tanpa sikloplegia ( atau dengan
obat yang melemahkan akomodasi ) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.
c. Afakia adalah suatau keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga
mata tersebut menjadi hipermetropi tinggi.
2. Presbiopi
Adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dpat terjadi akibat kelemahan otot
akomodasi, lensa meta tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sclerosis lensa.
2.3 Etiologi
1. Myopia
2. Hipermetropi
3. Aphakia
4. Astigmatisme
5. Presbiopi
2.4 Patofisiologi
Pada Ametropi apabila bola mata lebih panjang pembiasan kornea berlebihan atau
lensa yang terlalu kuat mengakibatkan pembiasan terlalu kuat sehingga fokus terletak
didepan retina dan penderita mengalami rabun jauh ( myopia )sebaliknya bila bola mata
terlalu pendek, indeks bias kurangatau kelengkungan kornea atau lensa kurang maka
pembiasan tidak cukup sehingga fokus dibelakang retina dan mengakibatkan rabun dekat
( hipermetropi ). Hipermetropi tinggi terjadi akibat mata tidak memiliki lensa ( Afakia )
apabila terjadi kelainan kelengkungan kornea, infeksi kornea, distrofi atau pembiasan lensa
berbeda maka akan mengakibatkan bayangan ireguler (Astigmatisme).
Pada ametropi akomodasi juga dilakukan terus menerus agar mata dapat melihat. Hal
ini mengakibatkan mata lelah atau sakit, mata esotropia atau mata juling ke dalam dan
strabismus karena bola mata bersama – sama konvergensi, serta glaucoma sekunder karena
hipertrofi otot siliar pada badan siliar mempersempit sudut bilik mata.
Rabun jauh atau myopia yang berjalan progresif akan mengakibatkan kebutaan dan
hiperplasi pigmen epitei dan perdarahan, kebutaan dapat terjadi karena digenari macula dan
retina perifer mengakibatkan atrofi lapis sensori retina dan degennerasi saraf optik. Hiperplasi
pigmen epitel dan perdarahan terjadi karena neovaskularisasi sub retina akibat ruptur
membran bruch.
BAB IV
PENUTUP
Gangguan refraksi mata adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring dari
suatau medium ke mediuGm lain yang berbeda densitasnya. Penyimpangan tersebut terjadi
pada permukaan pembatas kedua medium tersebut yang dikenal sebagai permukaan refraksi
(Dorland, 1996; 1591 ). Terdapat 2 gangguan refraksi mata yaitu ametropia dan presbiopi.
Ametropia dibagi lagi menjadi 4 macam yaitu, miopi, hipermetropi, afakia, dan astigmatisme.
Etiologi dan manifestasi klinis dari gangguan refraksi mata tergantung dari jenis refrakasi
mata itu sendiri. Adapun komplikasi dari gangguan refraksi mata antara lain Strabismus,
Juling atau esotropia, perdarahan badan kaca, ablasi retina, glaukoma sekunder,
kebutaan. Terdapat 3 penatalaksanaan untuk pasien dengan gangguan refraksi mata yaitu non
bedah, bedah dan prosedur bedah.