OLEH:
MERI
OLEH :
MALYANTI ARIANI
NIM :163145404013
A. Latar Belakang
Mata adalah sistem optik yang memfokuskan berkas cahaya dan fotoreseptor,
yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf (Sloane,2004). Mata adalah organ
penglihatan yang tidak sama seperti organ tubuh manusia pada umumnya karena secara
anatomis mata memiliki struktur yang khusus dan kompleks, berperan dalam penerimaan
dan pengiriman data ke korteks serebral (Brunner & Suddarth,2001).
Salah satu dari jalur informasi utama dari panca indera adalah mata. Adanya
kelainan refraksi pada sistem penglihatan akan menurunkan produktivitas dan
menimbulkan keluhan seperti nyeri kepala, penglihatan kabur dan lain-lainnya yang
dapat menghambat kelancaran aktifitas seharian. Kelainan refraksi ini merupakan
kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak dapat difokuskan
pada retina atau bintik kuning. Kelainan refraksi yang umum dijumpai adalah kelainan
pembiasan atau refraksi (ametropia) yang dapat ditemukan dalam bentuk- bentuk
kelainan seperti rabun dekat (hipermetropi), rabun jauh (miopia), dan astigmatisme
(Ilyas,2004).
Kelainan refraksi seperti miopia umumnya dapat diatasi dengan menggunakan
kaca mata. Keberadaan lensa kontak untuk membantu penglihatan serta operasi lasik pun
mulai menjadi alternatif bagi pengguna kacamata khususnya di era milenial ini. Namun
dalam penggunaannya masih sering mengabaikan kebersihan lensa kontak. Sangat
dianjurkan bagi yang menggunakan lensa kontak untuk selalu menjaga kebersihan.
Karena jika kurang memperhatikan kebersihan lensa kontak dapat mengakibatkan
gangguan mata yang cukup serius seperti mata kering, penglihatan menjadi kabur, gatal
hingga kebutaan (Wahyu, 2016).
Lensa kontak adalah lensa tipis yang dipasang menempel pada jaringan anterior
kornea dan sklera untuk memperbaiki tajam penglihatan dan kosmetik (Kemenkes,
2008). Lensa kontak pertama ditemukan oleh Leonardo da Vinci dengan menggambarkan
atau mensketsakan lensa kontak pada tahun 1508. Pada awalnya lensa kontak terbuat dari
bahan yang kaku yaitu dari material kaca, yang diperkenalkan sekitar tahun 1887 oleh
ahli dokter mata dari Jerman yang bernama Adolf Gaston Eugen Fick sebagai penggagas
lensa kontak yang pertama. Baru pada tahun 1936 seorang ahli mata William Feinbloom,
mulai memperkenalkan plastik sebagai bahan pembuatan lensa kontak, namun hanya
bagian pinggir lensa kontak yang menggunakan plastik, namun pada zona optiknya
masih menggunakan kaca. Pada tahun 1946 pengaplikasian bahan plastic untuk seluruh
bagian lensa kontak baru dimulai, jenis plastik yang dipakai adalah PMMA (Polymethyl
methacrylate). Eksperimen pembuatan lensa kontak dengan menggunakan HEMA
(Hydroxyethyl methacrylate) yaitu jenis polymer yang dapat mengandung kadar air
tinggi, baru lakukan pada tahun 1950 oleh Dr. Drahosslav Lim. Bahan ini terus
dikembangkan dan masih digunakan sebagai bahan lensa kontak hingga saat ini (Dr.
Prilia Tri Suryani, Sp.M, 2011).
Pada era milenial ini penggunaan lensa kontak sangat digemari masyarakat dari
berbagai kalangan, usia, latar belakang pekerjaan maupun pendidikan. Terdapat kira- kira
lebih dari 125 million pemakai lensa kontak di seluruh dunia (Rumpakis, 2010).
Perkembangan ini ditunjang gaya hidup sebagai konsumen, yang semakin dinamis
menuntut alat bantu penglihatan di samping kacamata. Lensa kontak dikatakan lebih
modis dan membuat lebih percaya diri dibandingkan menggunakan kacamata, karena
sekarang semakin berkembangnya kemajuan teknologi yang semakin canggih. Lensa
kontak sekarang banyak dipakai sebagai penunjang kebutuhan penampilan dan sebagai
atribut atau asesoris perlengkapan mode (Cahyaningsih, 2011). Banyak dari wanita
maupun pria, baik remaja hingga dewasa yang tidak memiliki kelainan refraksi banyak
yang memakai lensa kontak, karena sangat mudah, praktis serta dapat menunjang
penampilan, dimana saat ini berbagai macam lensa kontak dengan berbagai warna dan
motif telah beredar bebas (American Academy of Ophthalmology, 2002-2003).
Menurut statistik yang dikumpulkan oleh Institute Lensa Kontak pada 2010, usia
rata-rata pemakai lensa kontak secara global adalah 31 tahun dan dua pertiga dari
pemakai adalah perempuan. Selain itu, pada tahun 2009 suatu penelitian dijalankan dari
18 perguruan tinggi yang berbeda dari coastal Karnataka dengan total mahasiswa adalah
6850 orang. Hasil penelitian menunjukkan 392 mahasiswa yang ditemukan pengguna
saat lensa kontak. Dari total disurvei 79,5% yaitu 295 adalah perempuan dan mayoritas
pengguna lensa kontak adalah orang berada di kelompok usia 17-22 tahun (Tiarasan,
2013).
Penggunaan lensa kontak semakin hari semakin meningkat dengan rekaan terbaru
dari bahan yang digunakan dan disesuaian mengikut setiap kemauan pengguna. Di
laporkan sebanyak 61.2% mengatakan mereka lebih memilih untuk memakai lensa
kontak karena leluasa dan mudah. Antara sebab pemakaian lensa kontak adalah untuk
tujuan kosmetik (42.9%), pembetulan refraktif, pemakaian terapeutik pada yang
mengalami penyakit kelainan mata (Amirah,2010).
Pada dasarnya, lensa kontak yang digunakan dengan tepat sesuai dengan prosedur
yang berlaku dapat membawa dampak positif bagi penggunanya, salah satunya adalah
lensa kontak memungkinkan penggunanya memperoleh beberapa keuntungan
diantaranya lapang penglihatan yang jauh lebih baik, terhindar dari kaca mata yang
cenderung membatasi aktivitas dan lensa tidak berpengaruh pada perubahan suhu (Ilyas,
2004). Akan tetapi, penggunaan lensa kontak dapat menimbulkan banyak dampak negatif
jika tidak mengikuti prosedur pemakaian seperti gangguan hipoksia mata, kerusakan
lapisan stroma kornea, trauma endotel, timbulnya toksik dan alergi, infeksi kornea
(keratitis), gangguan aliran air mata, dan distorsi kornea mata. Tetapi yang paling sering
timbul adalah neovaskularisasi pada kornea mata akibat hipoksia dan keratitis yang
disebabkan bakteri (Dart, 2008).
Menurut Khaerunnisa (2012), kehadiran lensa kontak memang banyak membantu
mereka yang kurang nyaman dengan kaca mata tapi belum banyak yang tahu ternyata hal
tersebut dapat memicu rusaknya/infeksi kornea mata seperti keratitis. Penggunaan lensa
kontak adalah salah satu penyebab keratitis yang tertinggi di seluruh dunia terutama pada
negara maju. Keratitis Acanthamoeba adalah sutau infeksi parasit pada mata yang dapat
menyebabkan kebutaan permanen. Keratitis bisa disebabkan virus bakteri, parasit, jamur,
trauma dan lain-lain.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Prestiwati (2015), bahwa 50% pasien
yang ditangani dokter mata di RSUD dr. Soetomo sedikitnya terdapat 50% pasien yang
mengalami gangguan mata karena lensa kontaknya terkontaminasi oleh amoeba. Sedang
1% pasien mengalami gangguan berat hingga menyebabkan kebutaan permanen.
Menurut Notoatmodjo (2010), bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu faktor predisposisi seperti pengetahuan, ekonomi (pendapatan), hubungan
sosial (lingkungan, sosial, budaya) dan motivasi, faktor pemungkin seperti sarana atau
fasilitas kesehatan dan faktor penguat seperti sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Faktor-faktor tersebut harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh dapat
mempengaruhi perilaku kesehatan dalam hal ini penggunaan lensa kontak.
Para pengguna lensa kontak memiliki alasan meraka masing- masing untuk
menggunakan lensa kontak seperti untuk koreksi mata atau memperindah penampilan.
Jika dilihat dari faktor sosial, pengguna lensa kontak yang sedang tren sekarang ini
secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang untuk ikut menggunkan lensa kontak
walaupun hanya berfungsi sebagai kosmetik saja. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Yulia (2015), bahwa beberapa perempuan menambahkan lensa kontak
agar matanya terlihat lebih menarik. Penggunaan eyeliner dan maskara bagi pengguna
lensa kontak memang diperkenankan, namun pengguna lensa kontak tidak boleh memilih
produk kosmetik secara sembarangan saat menggabungkan keduanya. Misalnya memilih
eyeliner dan mascara berbentuk jelly agar tidak meninggalkan serbuk masuk kedalam
mata.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Narainasamy (2012) mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada mahasiswa FK USU tambuk 2010-2011
pengguna lensa kontak menunjukkan adanya perilaku buruk terutamanya dalam tidak
melakukan pemeriksaan mata secara rutin ke dari mata sepanjang pemakaian lensa
kontak. Pemeriksaan rutin adalah penting sebagai aftercare untuk mendeteksi komplikasi
pada mata sepanjang pemakaian lensa kontak menurut (American Optometric
Association (AOA, 2006). Selain itu dilihat dari distribusi jawaban pada kuesioner,
jawaban terhadap 5 pertanyaan (melepas lensa kontak bila mandi atau cuci muka,
mencuci tangan sebelum menyentuh lensa kontak, membersihkan lensa setiap
pemakaian, menggunakan kembali larutan pencuci, membersihkan kotak penyimpanan)
adalah sedang. Hal ini perlu diperhatikan, karena berdasarkan AOA setiap tindakan harus
dilakukan demi pencegahan terhadap infeksi mata.
Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan yang dilakukan oleh Winda (2011) di
fakultas kedokteran sumatera utara, bahwa tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh
pengguna lensa kontak sangat penting sebagai prepalensi untuk tidak terjadinya
komplikasi akibat penggunaan lensa kontak yang salah. Dari hasi penelitian yang
dilakukan Winda (2011) Secara keseluruhan diperoleh sebanyak 21 responden (36,9%)
yang berpengetahuan baik, 36 responden (63,1%) yang berpengetahuan sedang, dan tidak
ada responden (0%) yang berpengetahuan kurang. Dari hasil data tersebut, terdeskripsi
bahwa mayoritas tingkat pengetahuan Mahasiswa FK USU pengguna lensa kontak
terhadap dampak negatif penggunaannya pada angkatan 2007, 2008, dan 2009 berada
pada kategori sedang.
Situasi ekonomi (pendapatan) akan mempengaruhi seseorang untuk menggunakan
lensa kontak. Selain itu, Faktor pekerjaan juga mempengaruhi seseorang untuk
menggunakan lensa kontak. Hal ini didasarkan atas kebutuhan mereka akan lensa kontak
seperti olahragawan yang tidak bisa menggunakan kaca mata (Kharuna, 2007).
Motivasi juga merupakan salah satu faktor seseorang menggunakan lensa kontak.
Menurut Terry G (1986) motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang
individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah
laku atau perilaku.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yunita (2015) pada bulan April 2015,
dari 676 orang mahasiswi didapatkan 60 orang yang menggunakan lensa kontak, yang
didapat dari beberapa jurusan yaitu : jurusan pemasaran sebanyak 8 orang, jurusan
akutansi sebanyak 17 orang, jurusan multimedia sebanyak 4 orang, jurusan farmasi
sebanyak 18 orang, jurusan Tata boga sebanyak 3 orang, jurusan APH (akademi
perhotelan) sebanyak 4 orang, dan jurusan RPL (rekayasa perangkat lunak) sebanyak 6
orang. Dari sini maka peneliti menyimpulkan pengguna lensa kontak sebanyak 10 % dan
dari wawancara yang dilakukan kepada seluruh responden di dapatkan bahwa
penggunaan lensa kontak adalah untuk alasan kosmetik atau kecantikan.
Hal ini sejalan dengan penelitian terbaru oleh Sunarti (2017), dimana perilaku
remaja pengguna lensa kontak (soft lens) dalam perawatan kesehatan mata di SMKN 3
Blitar Kota Blitar diketahui sebanyak 37,1% (13 siswa) berperilaku sesuai SOP.
Faktanya, sebanyak 45,7% (16 siswa) menggunakan lensa kontak sesuai SOP.
Sedangkan 62,9% (22 siswa) tidak berperilaku sesuai SOP lensa kontak dalam
pembersihan lensa kontak.
Di Makassar sendiri, belum ada penelitian terkait faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku penggunaan lensa kontak dikalangan remaja dan mahasiswa. Oleh
karena itu, peneliti melakukan studi pendahuluan di salah satu optik Kabupaten
Bulukumba mengenai penjualan kacamata maupun lensa kontak, penjualan yang lebih
pesat mengalami peningkatan yang sangat drastis salah satunya penjualan lensa kontak
yang dipilih oleh remaja. Peneliti juga mengambil data awal terkait perilaku penggunaan
lensa kontak di kampus Nitro Makassar. Dimana berdasarkan hasil wawancara langsung
kepada 10 rmahasiswa Nitro Makassar yang menggunakan lensa kontak, hasilnya adalah
penggunaan lensa kontak digunakan untuk alasan aksesoris atau penunjang kosmetik saja
untuk mempercantik mata adalah 6 orang atau 60% responden dan 4 orang atau 40 %
responden menggunakan lensa kontak untuk koreksi mata. Sebanyak 7 orang atau 70 %
responden tidak memiliki pengetahuan (cara penggunaan dan risiko) tentang lensa
kontak, dan sebanyak 3 orang atau 30 % responden memiliki pengetahuan tentang lensa
kontak. Dan sebanyak 8 orang atau 80% responden pernah mengalami gangguan mata
seperti matanya merah dan berair waktu pemakaian lensa kontak dan setelah selesai
pemakaian.
Dari uraian latar belakang diatas menggugah ketertarikan peneliti untuk lebih
dalam meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa
kontak yang marak sekarang ini di kalangan mahasiswa di Kota Makassar. Sebagai
mahasiswa angkatan pertama Fakultas D-III Optometri Universitas Megarezky
Makassar, sudah sewajarnya mampu memberikan edukasi kesehatan mata bagi
masyarakat khususnya mahasiswa yang belum mengetahui informasi terkait penggunaan
lensa kontak seperti indikasi, kontraindikasi, cara perawatan dan hal-hal yang harus
diperhatikan saat menggunakan lensa kontak sehingga lensa kontak digunakan dengan
alasan yang tepat sehingga mampu mencegah terjadinya resiko gangguan kesehatan mata
seperti iritasi mata, keratitis, hingga kebutaan mata permanen.
B. Rumusan Masalah
Kita ketahui bersama penggunaan lensa kontak sedang marak di era milenial
sekarang ini. Penggunaan lensa kontak semakin hari mengalami meningkat, baik yang
menggunakan untuk memperbaiki kesalahan dalam refraksi mata atau yang
menggunakannya untuk tujuan kosmetik dan mempercantik penampilan khususnya
perempuan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa kontak pada Mahasiswa Nitro
Makassar. Oleh karena itu, rumusan masalahnya adalah “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak Pada Mahasiswa Nitro
Makassar Tahun 2019”.
C. Pertanyaan Penelitian
Melihat rumusan permasalahan diatas dan berdasarkan beberapa faktor yang
menurut peneliti paling berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa kontak, maka
yang menjadi pertanyaan penelitian adalah:
1) Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penggunaan lensa
kontak?
2) Apakah ada hubungan antara pengaruh sosial (lingkungan teman dan lingkungan
keluarga) dengan perilaku penggunaan lensa kontak?
3) Apakah ada hubungan antara ekonomi (pendapatan) dengan perilaku penggunaan
lensa kontak?
4) Apakah ada hubungan antara motivasi dengan perilaku penggunaan lensa kontak?
D. Tujuan
1) Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa
kontak pada mahasiswa Nitro yang menggunakan lensa kontak.
2) Tujuan Khusus
Mengidentifikasi faktor-fakor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa
kontak pada mahasiswa yang menggunakan lensa kontak:
a) Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penggunaan lensa kontak
b) Hubungan antara pengaruh sosial (lingkungan teman dan lingkungan keluarga)
dengan perilaku penggunaan lensa kontak
c) Hubungan antara ekonomi (pendapatan) dengan perilaku penggunaan lensa
kontak
d) Hubungan antara motivasi dengan perilaku penggunaan lensa kontak
E. Manfaat Penelitian
1) Bagi Peneliti
Peneliti mendapatkan pengalaman dalam proses belajar- mengajar khususnya
dalam bidang metodologi penelitian dan memambah wawasan ilmu pengetahuan
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa kontak
pada mahasiswa, salah satu faktornya yaitu tingkat pengetahuan, dimana sangat
penting untuk perawatan lensa kontak agar terhindar dari risiko gangguan kesehatan
mata.
2) Bagi Optometrist
Untuk memperkaya kajian-kajian dalam ilmu kesehatan mata khusunya bidang
optometri, khusunya bagi profesi optometrist agar dapat mengembangkan teori-teori
yang telah ada. Selain itu, bisa digunakan untuk memberikan dasar pertimbangan
kepada optometrist dalam pemberian edukasi tentang dampak negatif dan positif
penggunaan lensa kontak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Margono (1988, dalam Aselmahumka, 2009) mengemukakan bahwa perilaku terdiri
dari tiga domain yang meliputi: domain perilaku pengetahuan (knowing behavior),
domain perilaku sikap (feeling behavior), dan domain perilaku keterampilan (doing
behavior). Sedangkan (Green 1984, dalam Notoatmodjo, 2003) menganalisis perilaku
manusia dari tingkat kesehatan.
Robbins (1993, dalam Denovoidea, 2009) mengemukakan bahwa perilaku pada
dasarnya berorientasi pada tujuan, yaitu perilaku pada umumnya dimotivasi oleh suatu
keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui
secara sadar oleh indivdu yang bersangkutan. Freud adalah orang pertama yang
memahami pentingnya motivasi dibawah sadar (subconscious motivation). Freud
beranggapan bahwa manusia tidak selalu menyadari tentang segala sesuatu yang
diinginkan mereka hingga sebagian besar perilaku mereka dipenuhi oleh kebutuhan-
kebutuhan dibawah sadar. Maka oleh karenanya, sering kali hanya sebagian kecil dari
motivasi jelas terlihat atau disadari oleh orang yang bersangkutan.
Selanjutnya menurut Notoatmodjo (2010) perilaku itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari 3 faktor yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas,
obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dansebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
2. Tiga Domain Perilaku
a. Pengetahuan
1) Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi melalui panca indera
seseorang (penginderaan) terhadap suatu obyek tertentu, yaitu melalui indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Oleh karena itu pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang
(Notoatmodjo, 2010).
2) Tingkat Pengetahuan
Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yakni:
a. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya.
Seperti mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari
keseluruhan bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c. Menerapkan (application)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada kondisi yang sebenarnya.
d. Analysis (analisis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam
komponen-komponen tetapi masih di dalamsuatu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu samalainnya.
e. Sintesa (synthesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyususn
formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu obyek atau materi.
3) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.
c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan
seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.
d. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, misalnya radio, televise, majalah, koran, dan buku.
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun
bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk
menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
f. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
4) Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan domain diatas.
b. Sikap
1. Pengertian Sikap
Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri,
orang lain, obyek, atau issue (Petty & Cocopio, 1986, dalam Azwar 2000, dalam
Creasoft 2008).
2. Komponen Sikap
Menurut Azwar (2000) sikap terdiri atas 3 komponen yang saling
menunjang yaitu:
a) Komponen kognitif
b) Komponen afektif
c) Komponen konatif
3. TingkatanSikap
a) Menerima
b) Merespon (responding)
c) Menghargai (valuing)
d) Bertanggung jawab (responsible)
c. Praktek/Tindakan
Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior), hal ini diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan terwujudnya suatu tindakan, diantaranya adalah faktor dukungan
dari pihak lain. Beberapatingkatan dalam praktek antara lain:
1. Persepsi (perception),merupakanpraktekpadatingkatpertama.
Pada tingkat ini individu mampu mengenal dan memilih berbagai objek terkait
dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin (guide response), indikator pada tingkat ini adalah individu
mampu melakukan sesuatu dengan urutan yang benar.
3. Mekanisme (mechanism), pada tingkat ini individu sudah menjadikan suatu
tindakan yang benar menjadi suatukebiasaan.
4. Adopsi (adoption), individu sudah mampu memodifikasi suatu tindakan tanpa
mengurangi nilai kebenaran dari tindakantersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung dengan cara
wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh individu sebelumnya,
dan secara langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan individu
tersebut (Notoatmodjo,2010)
4. PenelitianTerkait
Peneliti menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan topik yang
akan diteliti, diantaranya :
a. Penelitian yang dilakukan oleh Finera Winda tahun 2011 berjudul “Tingkat
Pengetahuan Pengguna Lensa Kontak Terhadap Dampak Negatif Penggunaannya
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2007-2009”. Hasil
penelitian menunjukkan mayoritas tingkat pengetahuan Mahasiswa Fakultas
Kedokteran USU pengguna lensa kontak terhadap dampak negatif
penggunaannya berada pada kategori sedang.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Fatin Amirah Kamaruddin tahun 2010 berjudul
“Gambaran Penggunaan Lensa Kontak Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
USU dan Kemungkinan Terjadinya Keratitis”. Hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar yaitu sebanyak 90% mempunyai kemungkinan resiko rendah
untuk terkena keratitis dengan mengamalkan pemakaian lensa kontak yang baik
dari segi jenis, cara penggunaan dan cara perawatan lensa kontak. Sebanyak 20%
mahasiswa mempunyai kemungkinan resiko keratitis sedang karena
mengamalkan cara pemakaian lensa kontak yang kurang baik.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Yunita Silvia tahun 2015 berjudul Hubungan
Tingkat Pengetahuan Pemakai Lensa Kontak Dengan Kejadian Iritasi Mata Pada
Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 orang pengguna lensa
kontak sebanyak 10 % penggunaan lensa kontak adalah untuk alasan kosmetik
atau kecantikan.
C. Lensa Kontak
1. Definisi Lensa Kontak
Lensa kontak adalah lensa yang dipasang menempel pada jaringan anterior
kornea dan sklera untuk memperbaiki tajam penglihatan dan kosmetik
(Kemenkes,2008). Dan menurut Brooker (2008), lensa kontak adalah lensa kaca
atau plastik yang dipakai dibawah kelopak mata dalam kontak langsung dengan
konjungtiva ( pengganti kaca mata) untuk tujuan traupetik atau kosmetik.
Lensa kontak merupakan suatu lensa yang digunakan untuk membantu
penglihatan cacat mata. Berbeda dengan kacamata,lensa konntak diletakkan
menempel pada kornea mata. Pada sistem kacamata, mata berada pada jarak
beberapa cm dari lensa sehingga bayangan yang tampak berbeda dengan ukuran
bendanya walaupun pembesaran ini tidakah terlalu penting ( ketika pertama kali
memakai kacamata anda akan melihat dunia tampak lebih kecil atau lebih besar
namun hal ini tidakberlangsung lama karena otak anda segera dapat menyesuaikan
diri). Untuk lensa kontak tidak demikian. pada sistem lensa ini, bayangan tidak
bertambah kecil (Surya, 2009) .
Menurut (Ilyas, 2006) Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan di
depan kornea untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Lensa tipis ini
mempunyai diameter 8-10 mm, yang dengan nyaman dapat dipakai akibat ia
terapung pada selaput bening seperti kertas yang terapung pada air.
Tabel 2.1 Keuntungan dan Kerugian dari masing-masing jenis lensa kontak
Jenis Lensa Keuntungan Kerugian
Lensa kontak Tajam penglihatan Tidak dapat dipakai
keras yang lebih baik lebih dari 12 jam
daripada lensa kontak karena zat asam tidak
lembut dapat melaluinya
Sekarang ini banyak sekali orang yang memakai lensa kontak, tidak hanya
digunakan untuk membantu penglihatan yang sedang mengalami masalah
penglihatan pada mata, namun sekarang lensa kontak juga dipakai sebagai
kebutuhan fashion agar bisa terlihat lebih tampil beda. Yang harus diperhatikan saat
menggunakan lensa kontak adalah kebersihan dan perawatan lensa kontak yang
tepat. Karena lensa kontak akan berinteraksi langsung dengan kornea. Sehingga
resiko – resiko yang ditimbulkan juga sangat besar.
1. Petunjuk pemakian lensa kontak
b. Pilih lensa kontak yang memiliki kandungan kadar air yang tinggi.
c. Sebelum memegang lensa kontak, cuci tangan terlebih dahulu sampai benar –
benar bersih
e. Cuci terlebih dahulu lensa kontak yang akan dipakai hingga bersih.
g. Saat memakai lensa kontak, sering – sering meneteskan cairan khusus lensa
kontak. Agar lensa kontak selalu lembab dan tidak kering.
h. Saat akan tidur lepas terlebih dahulu lensa kontak, agar tidak menyebabkan
iritasi mata yang akut.
i. Jangan sekali – kali menggunakan lensa kontak yang telah lewat tanggal atau
sudah kadaluwarsa.
2. Perawatan Pada Lensa kontak
a. Saat akan menyimpan lensa kontak, cuci terlebih dahu lensa kontak hingga
bersih dengan cairan khusus lensa kontak.
b. Masukkan lensa kontak pada tempat lensa kontak, serta isi tempat lensa kontak
dengan cairan khusus lensa kontak hingga penuh agar lensa kontak bisa
terendam.
c. Selalu ganti rendaman cairan lensa kontak maksimal 12 jam sekali.
d. Saat lensa kontak tidak digunakan, cuci tempat lensa kontak menggunakan
cairan lensa kontak hingga bersih, jangan mencuci tempat lensa kontak
menggunakan air biasa karena bakteri dapat mudah pindah begitu saja.
e. Selalu perbarui cairan lensa kontak maksimal 3 bulan.
f. Jangan sekali – kali mencampur cairan lensa kontak yang berbeda dalam satu
tempat.
g. Jangan menggunakan lensa kontak yang sudah lewat tanggal kadaluwarsa.
Apabila lensa kontak sudah tidak nyaman, sehingga menimbulkan perih serta
gatal – gatal pada mata, segera lepas lensa kontak dari mata dan sebaiknya ganti
yang baru. Jika masih berlanjut segera periksakan kepada dokter ahli mata. (Wu Y1,
Carnt N, Willcox M, Stapleton F. Contact lens and lens storage case cleaning
instructions, Eye Contact Lens. 2010;36(2):68-72).
Jadi dalam menggunakan serta merawat lensa kontak harus benar-benar
diperhatikan dan hati – hati, karena jika lalai sedikitpun dapat berakibat fatal bagi
kesehatan mata. Karena mata merupakan organ penglihatan manusia yang sangat
rentan akan acaman bakteri yang ada. Sehingga memang memerlukan perhatian yang
lebih ekstra.
D. Gangguan Penglihatan
Mata dapat terkena berbagai kondisi, beberapa diantaranya bersifat primer sedang
yang lain sekunder akibat kelainan pada system organ tubuh lain. Kebanyakan kondisi
tersebut dapat dicegah, lainnya apabila terdeteksi awal dapat dikontrol, dan penglihatan
dapat dipertahankan (Brunner & Suddarth, 2001). Berikut ini adalah kelainan oftalmik
serta penatalaksanaannya yang sering dijumpai.
a. Mipoia
Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di
depan retina, ketika mata tidak dalamkondisi berakomodasi. Ini juga dapat
dijelaskan pada kondisi refraktifdimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang
masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari
bahasa Yunani “muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan
manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah “nearsightedness”
(American Optometric Association, 2006). Miopia adalah keadaan pada mata
dimana cahaya atau benda yang jauh letaknya jatuh atau difokuskan didepan retina.
Supaya objek atau benda jauh tersebut dapat terlihat jelas atau jatuh tepat di
retinadiperlukan kaca mata minus (Rini, 2004).
Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata
yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan
kornea yang terlalu cekung (Sidarta,2007).
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar
yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datangdibiaskan di depan retina (bintik
kuning). Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan
makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat,
miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang (Sidarta,2003).
Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang
datang dari jarak tidak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi
dibiaskan pada satu titik di depan retina (Sativa, 2003).
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata,
myopia dapat dibagi kepada dua yaitu :
1. Miopia Simpleks: Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang
ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangatlambat.
Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa
mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi
biasanya kurang dari -6D.
2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna
atau miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan
terjadi sejak lahir. Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas
kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak
diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan
miopia dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat pada
miopia patologik biasanya melebihi -6 D (Sidarta, 2007).
Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis dapat
terbagi lima yaitu:
1. Miopia Simpleks: Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang
terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu
tinggi.
2. Miopia Nokturnal: Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling
kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi
terhadap tahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya
adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak
cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.
3. Pseudomiopia: Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar
yang memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu,
karena memang sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan
akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru-buru
memberikan lensa koreksi.
4. Miopia Degeneretif: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia
maligna atau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi
dan tajam penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat
koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.
5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat-obatan, naik
turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan
sebagainya.
a. Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan
untuk mengkoreksikannya (Sidarta,2007):
1. Ringan: lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
2. Sedang: lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
3. Berat: lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
b. Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Sidarta,2007):
1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
2. Miopia onset anak-anak: di bawah umur 20 tahun.
3. Miopia onset awal dewasa: di antara umur 20 sampai 40 tahun.
4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40tahun).
Berdasarkan hasil penjabaran faktor resiko gangguan mata diatas, jika
dikaitkan dengan penggunaan dan perawatan lensa kontak, maka dapat diringkas
sebagai berikut:
1. Pengetahuan
Pengetahuan yang domain kognitif yang mempengaruhi perilaku seseorang.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat menghasilkan persepsi dan
motivasi terhadap perilaku. Oleh karena itu, seseorang dengan
pengetahuan tertentu secara tidak langsung akan melakukan tindakan yang
sesuai dengan apa yang diketahuinya. Pengetahuan mengenai perawatan
lensa kontak akan membentuk perilaku seseorang dalam menggunakan dan
merawat lensa kontak yang pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan
mata.
2. Motivasi
Motivasi adalah konsep yang dipakai untuk menguraikan keadaan yang
menstimulasi perilaku tertentu dan respon instrinsik yang ditampilkan
sebagai perilaku (Swansburg, 2000). Motivasi menjadi hal penting untuk
menghasilkan keinginan pada diri seseorang yang mempengaruhi perilaku
dalam merawat lensa kontak. Motivasi dapat mendukung seseorang untuk
melakukan perawatan lensa kontak sesuai prosedur. Motivasi juga
mempengaruhi seseorang untuk selalu menjaga kesehatan mata.
3. Usia ekstrim
Masa usia ekstrim meliputi terlalu muda dan usia terlalu tua. Pada masa ini,
seseorang memiliki kerentanan tubuh yang memudahkan agen penyakit dan
radikal bebas menyerang system tubuh. Lansia, bayi, dan toddler
merupakan kelompok masa usia ekstrim. Ketidakmaturan dan penuaan sel
menyebabkan penurunan fungsi tubuh terhadap tahanan penyakit atau
radikal bebas. Oleh karena itu, pada masa usia ini seseorang akan dengan
mudah terserang penyakit dibandingkan dengan usia menengah. Lansia
memiliki resiko lebih tinggi terhadap serangan penyakit sesuai dengan
imunitas yang dikemukan oleh Stanley & Beare (2007), ketika orag
bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami
penurunan sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai
penyakit. Begitupun bayi dan toddler memiliki kerentanan terhadap
penyakit karena immaturitas sistem tubuh terutama sistem immun menurut
Whaley & Wong (1995) dalam Potter & Perry (2005) kelompok usia bayi
adalah lahir-12 bulan atau 18 bulan, toddler 1-3 tahun. Sedangkan
kelompok usia lansia menurut Departemen Kesehatan RI (2003) terbagi
menjadi tiga, yaitu pra usia lanjut (45-59 tahun), usia lanjut (60-69 tahun),
usia lanjut resiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau usia lanjut berumur 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan)
4. Status kesehatan
Kondisi kesehatan sangat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Penyakit
yang tengah dialami seseorang baik kronik ataupun akut secara bertahap
meyebabkan penurunan dan kelemahan pada organ yang terkena penyakit,
organ-organ sekitar yang terkena penyakit, bahkan kekebalan tubuh namun
demikian terdapat faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan.
Menurut definisi penyakit lingkungan yang dikemukakan oleh
Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta (2002) bahwa penyakit lingkungan
merupakan penyakit yang terjadiakibat interaksi manusia dengan
lingkunganya berikut merupakan kondisi yang mempengaruhi status
kesehatan seseorang:
a. Potensial mengidap penyakit mata
b. Immunosupresi
c. Kerusakan integritas jaringan mata
E. Kerangka Penelitian
1. Kerangka Teori
2. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka, kerangka teori serta tujuan dari penelitian maka
kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti di Kampus Nitro di Makassar sebagai
berikut:
Variabel Dependen
Variabel Independen
Perilaku penggunaan lensa
- Pengetahuan
kontak:
- Pengaruh sosial (lingkungan
- Menggunakan lensa
teman dan keluarga)
Kontak karena koreksi mata
- Ekonomi (pendapatan)
- Menggunakan
- Motivasi
lensa kontak karena kosmetik
F. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Operasional Ukur
Pengetahuan Pengetahuan Responden diberi Kuesioner Ordinal a. Pengetahuan
pengguna lensa pertanyaan tentang baik (skor
kontak terhadap cara perawatan jawaban
perawatan lensa lensa kontak: responden 76-
kontak. pengetahuan 100%)
Meliputi: mengenai jenis b. Pengetahuan
- Jenis lensa lensa kontak, cukup (skor
kontak indikasi dan jawaban
- Indikasi dan kontradikasi responden 56-
kontradikasi penggunaan lensa 75%)
penggunaan kontak, hal yang c. Pengetahuan
lensa kontak harus dihindari kurang (skor
- Hal yang harus ketika jawaban
dihindari menggunakan lensa responden ≤
ketika kontak, hal yang 55% )
menggunakan harus dilakukan (Arikunto, 2006)
lensa kontak untuk perawatan
- Cara lensa kontak cara
membersihkan membersihkan lensa
lensa kontak kontak dengan
- Efek yang pilihan jawaban
dapat benar atau salah.
ditimbulkan (Skala Gutman)
pada pengguna
lensa kontak
Sosial Yang dimaksud Responden diberi Kuesioner Nominal 1. Dokter
sosial di sini pertanyaan 2. Teman
adalah mengenai 3. Lingkungan
lingkungan lingkungan yang keluarga
teman dan paling
keluarga mempengaruhi
disekitar responden untuk
responden yang menggunakan lensa
paling kontak apakah dari
mempengaruhi teman atau keluarga
perilaku
responden.
Ekonomi Pendapatan Responden Kuesioner Ordinal - Ekonomi
(pendapatan) responden secara dianjurkan mengisi menengah
rutin dalam satu kolom mengenai keatas =
bulan baik rentang pendapatan > 1juta /bulan
diperoleh dari sebulan sekali - Ekonomi
pekerjaan, atau menengah
pemberian kebawah
keluarga <1juta/bulan
Motivasi Motivasi yang Responden diberi Kuesioner Ordinal - Sangat setuju
dimaksud adalah pertanyaan - Setuju
keinginan yang mengenai faktor- - Tidak setuju
terdapat pada faktor yang selama - Sangat tidak
diri seseorang ini menjadi setuju
individu yang motivasinya untuk (Skala Likert)
mendorongnya menggunakan lensa
untuk kontak. Diantaranya
melakukan faktor intrinsik
perbuatan- yaitu yang berasal
perbuatan, dari dalam individu
tindakan, untuk menggunakan
tingkah laku atau lensa kontak misal
perilaku untuk koreksi mata.
Sedangkan faktor
ekstrinsik yaitu
motivasi yang
berfungsi karena
adanya rangsangan
dari luar seperti
masyarakat sekitar;
kelompok teman
(Notoatmodjo,2010)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, dengan menggunakan desain
Cross- sectional (Potong Lintang) karena pada penelitan ini variable independen dan
dependen akan diamati pada waktu (priode) yang sama, jadi tidak ada follow-up pada
studi ini (Setiadi, 2007). Dengan metode ini diharapkan dapat diketahuinya faktor-faktor
yang berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa kontak pada mahasiswa Nitro
Makassar.
3. Besar Sampling
Jumlah sample yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 63 orang dengan
perhitungan sample sebagai berikut:
Keterangan :
n : Jumlah sample yang dibutuhkan
Z₁− ) : 96 (Derajat Kepercayaan 95%, derajat kemaknaan 5%)
P= = 0,63+0,33/2=0,48
n =56,62=57 Responden
Untuk menghindari terjadinya sampel yang drop out dan sebagai cadangan peneliti
menambahkan 10% dari jumlah sampel minimal. Cadangan 10% x 57 = 5.7 = 6
responden. Jadi total responden pada penelitian kali ini adalah 57+6 = 63 Responden.
Smm X 100%
Keterangan :
N : Nilai pengetahuan
Sp : Skor yang di dapat
Smm : Skor tertinggi maksimum
Selanjutnya Persentase jawaban diintegrasikan dalam kualitatif dengan acuan
sebagai berikut:
a. Pengetahuan baik (skor jawaban responden 76-100%)
b. Pengetahuan cukup (skor jawaban responden 56-75%)
c. Pengetahuan kurang (skor jawaban responden ≤ 55%)
e. Bagian kelima (E) berisi variable motivasi menggunakan skala Likert dengan
memberi tanda check list (√) pada pilihan yang tersedia.
Pernyataan Positif Skor Pernyataan Negatif
Alternatif Jawaban Alternatif Jawaban
Sangat Setuju 4 Sangat Tidak Setuju
Setuju 3 Tidak Setuju
Tidak Setuju 2 Setuju
Sangat Tidak Setuju 1 Sangat Setuju
Keterangan :
- 0,25% : Sangat tidak setuju
- 25-50% : Tidak setuju
- 51-75% :Setuju
- 75-100% : Sangat setuju
E. Pengelohan Data
1. Teknik Pengolahan Data
Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan
data menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh dipergunakan untuk
proses pengambilan keputusan, terutama dalam pengujian hipotesis. Dalam
pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus di tempuh, di antaranya :
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul (Hidayat, 2007).
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila
pengolahan dan analisis data menggunakan computer (Hidayat 2007).
3. Entri Data
Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam
master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi (Hidayat, 2007).
4. Cleaning data
Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah
dimasukkan ada kesalahan atau tidak Kesalahan mungkin terjadi pada saat
memasukkan data ke computer.
5. Processing data
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, data sudah dikoding,
maka langkah selanjutnya adalah memproses data untuk dianalaisis. Proses
pengolahan data dilakukan dengan cara memindahkan data dari kuesioner ke
paket program computer pengolahan data statistik.
2. Analis Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai
distribusi frekuensi dari variabel independen yaitu factor pengetahuan, hubungan
sosial (lingkungan keluarga dan teman), ekonomi (pendapatan), dan motivasi serta
variabel dependen yaitu perilaku penggunaan lensa kontak. Dalam penelitian ini skor
individu pada setiap nomor pertanyaan akan diolah di paket aplikasi statistik.
b. Analisa Bivariat
Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen yaitu dengan menggunakan uji Chi-Square (X2) dan
Spearman, yaitu untuk mengetahui hubungan antar variabel kategorik dengan
kategorik. Analisis ini bertujuan untuk menguji perbedaan antara dua proporsi atau
lebih sehingga bisa diketahui apakah ada atau tidak hubungan yang bermakna jika
dilihat secara statistik. dengan derajat kepercayaan 95% dengan α 5%. Tujuan uji
statistik ini adalah untuk mengetahui atau menguji apakah faktor-faktor seperti
pengetahuan, hubungan sosial (lingkungan keluarga dan teman), ekonomi
(pendapatan) dan motivasi dapat berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa
kontak. Untuk melihat kemaknaan sistem dengan membandingkan nilai p ≤ α (0,05)
maka ada hubungan yang bermakna antara dua variabel dependen dan independen
(Ho ditolak). Begitu juga tidak ada hubungan bermakna (Ho gagal ditolak) jika p ≥ α
(0,05).
F. Etika penelitian
Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian mengingat peneliti keperawatan akan berhubungan langsung dengan
manusia, maka segi etika peneliti harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak
asasi dalam kegiatan. penelitian (Hidayat, 2007). Dalam penelitian melakukan
penelitian menekankan maasalah etika penelitian yang meliputi :
1) Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek
mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Beberapa informasi
yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain : partisipasi mahasiswa
tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur
pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi
yang mudah dihubungi, dan lain-lain. (Hidayat, 2007).
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. (Hidayat,
2007). Akan tetapi, pada penelitian ini unsur anonimity diabaikan karena design
yang digunakan adalah kohort. Sampel di observasi dalam waktu tertentu sehingga
sangat penting untuk mencantumkan nama.
3. Kerahasiaan ( confidentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan di laporkan pada hasil riset.
DAFTAR PUSTAKA
Barr, Joseph. "Contact Lenses 2002: Annual Report." Contact Lens Spectrum Jan. 2003: 24-
31 Diunduh darihttp://www.contactlenscouncil.com/pcon-
stats.htmpada tanggal 20 Mei 2019
Bausch & Lomb.”Laporan tahunan tentang solusi lensa kontak”. Rochester: Bausch & Lomb
Utara Amerika Perawatan Visi. 1994: 2. Anon. Pakai lensa kontak. Diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/198992585/133490C99D112486695/12
?accountid=46437 pada tanggal 22 Mei 2019
Brunner & Suddarth. “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol 3” . Jakarta : EGC.2001
Contact Lens Council, “Statistics on Contact Lens Wear in the U.S.”7 November.2004.
Diunduh dari http://www.contactlenscouncil.com/pcon-stats.htmpada tanggal 21 Mei
2019
Eunike L. P., Vera S., Laya R., “Penggunaan lensa kontak dan pengaruhnya terhadap dry
eyes pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi”. Jurnal e-Clinic
(eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016
Fadilawati, Nikmatul.”Awas, Lensa Kontak Picu Kebutaan”.2011Diunduh dari
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=800815b9811cd587b6071
a5f542b7218&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862cpada tanggal 14 Juni 2019
Kharuna, A.K.,”Comprehensive Ophthalmology”. 4th ed. New Dehli: New Age International
(P) Limited. 2007
Lancet 1988; i: 1437. Glynn RJ, Schein OD, seddon JM, et al. “Kejadian keratitis ulseratif di
antara pemakai lensa kontak aphakic di New England”. Arch Ophthalmol 1991;
109: 104407.Diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/198992585/133490C99D112486695/12
?accountid=46437 pada tanggal 21 Juni 2019
Mubarok, Wahit Iqbal & Chayatin, Nurul. “Ilmu keperawatan komunitas pengertian dan
teori”.Jakarta: Salemba Medika, 2009.
Ratna I, Firdalena M., “Gambaran Penggunaan Lensa Kontak (Soft Lens) Pada Mahasiswa
Universitas Syiah Kuala Ditinjau Dari Jenis Lensa, Pola Pemakaian, Jangka Waktu
Dan Iritasi Yang Ditimbulkan”. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 16 Nomor 3
Desember 2016
Sunarti, Wahyu S., “Perilaku Remaja Pengguna Lensa Kontak (Soft Lens) Dalam Perawatan
Kesehatan Mata Di Smkn 3 Kota Blitar (The Behavior Of Adolescents With Contact
Lens (Soft Lens) In The Eye Health Care In Smkn 3 Blitar City) “. ÝOI:
10.26699/jnk.v4i3.ART.p218-223. Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 3,
Desember 2017
Assalamu‟alaikum.WR.WB
NIM : 163145404013
Saya mahasiswa D-III Optometri Fakultas Farmasi, Teknologi Rumah Sakit, dan
Informatika Universitas Megarezky Makassar sedang melaksanakan penelitian untuk
penulisan Karya Tulis Ilmiah sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sebagai
Sarjana Diploma III Optometri (Amd.Kes).
Kuesioner ini Saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang di
pertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini.
Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi Saudara/Saudari dalam
pengisian kuesioner ini.
YA/TIDAK
Tertanda
Responden
Kuesioner
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Penggunaan Lensa Kontak Pada
Mahasiswa Nitro Makassar Tahun 2019
Tanggal Pengisian :
Jawablah pertanyaan yang ada di bawah ini dengan mengisi dan melingkari pilihan
yang merupakan jawaban anda
Kuesioner A
1. Berapakah usia Anda saat ini : .................. tahun
2. Jenis Kelamin : P/L
3. Alasan penggunaan lensa kontak : ..................................
a. Kosmetik (hanya untuk mempercantik mata/estetika)
b. Optik ( mengalami kelainan refraksi mata/gangguan penglihatan)
Kuesioner B
Pilihlah salah satu jawaban dengan memberi tanda check list (√) pada pilihan yang
tersedia.
Kuesioner C
1. Waktu penggunaan lensa kontak Anda ?
a. Setiap hari
b. Berkala
2. Frekuensi penggunaan lensa kontak Anda (kali/minggu)?
a. 7
b. 6
c. 5
d. 4
e. 3
f. 2
g. 1
Pilihlah salah satu jawaban dengan memberi tanda check list (√) pada pilihan yang
tersedia.
Kuesioner D
Di isi oleh
No. Pernyataan Benar Salah peneliti
(skor)
1. Lensa kontak adalah lensa yang menempel pada
selaput bening mata
2. Lensa kontak tidak harus
dibersihkan secara teratur
3. Tempat lensa kontak diganti
setiap 3 bulan sekali
4. Lensa kontak tidak akan berkabut
jika terjadi perubahan suhu
5. Sebelum memakai lensa kontak, saya mencuci
tangan terlebih dahulu
6. Lensa kontak hanya dapat digunakan untuk kelainan
mata berupa rabun jauh (hipermetropi)
7. Lensa kontak dapat digunakan
bergantian dengan orang lain
8. Perawatan lensa sama untuk
semua jenis lensa kontak
9. Proses sterilisasi pada lensa kontak dapat
membunuh bakteri dan jamur yang melekat pada
lensa kontak
10. Untuk membersihkan lensa kontak dapat
digunakan air bersih (tidak berbau, tidak berwarna,
tidak berasa)
11. Membersihkan lensa kontak tidak
dapat menghilangkan kotoran pada lensa
kontak
12. Lensa kontak dapat digunakan ketika tidur
13. Lensa kontak boleh diletakkan di
atas tempat tidur
14. Perawatan lensa kontak yang tidak tepat dapat
berakibat fatal bagi kesehatan mata seperti
alergi, infeksi keratitis, tukak kornea hingga
menyebabkan kebutaan
15. Lensa kontak dapat mengurangi
penyerapan oksigen pada mata
16. Lensa kontak dapat digunakan saat berenang
17. Pengguna boleh menggunakan lensa kontak
melebihi waktu yang telah ditentukan
18. Walaupun lensa kontak tidak digunakan, cairan
pembersih untuk merendam lensa kontak
diganti setiap hari
19. Simpan tempat lensa kontak di lingkungan yang
lembab dan terlindung dari sengatan sinar
matahari langsung
20. Mata terasa terbakar dan berair bukan
komplikasi akibat lensa kontak
21. Kotoran mata normal adalah yang
berwarna putih kekuningan
22. Pemakaian lensa kontak dapat
mengakibatkan infeksi pada lapisan kornea
(keratitis)
23. Mata terasa nyeri salah satu
komplikasi akibat lensa kontak
24. Lensa kontak boleh digunakan
oleh olahragawan untuk menunjang
pekerjaannya
25. Lensa kontak tidak boleh
digunakan pada orang yang memilki sindrom
mata kering
Kuesioner E
Alternatif Jawaban
Pernyataan Sangat Setuju Tidak Sangat
No.
Setuju Setuju Tidak
setuju
1. Anda menggunakan lensa kontak karena
gangguan penglihatan
2. Anda menggunakan lensa kontak
Untuk keperluan kosmetik
3. Anda menggunakan lensa kontak karena
mengikuti Tren atau mode yang sedang
berkembang
4. Anda menggunakan lensa kontak karena
faktor ajakan teman di lingkungan sekitar
5. Anda menggunakan lensa kontak karena
mudah digunakan
6. Anda menggunakan lensa kontak karena
terjual bebas di pasaran walaupun tanpa
resep dokter (poin baru)