Anda di halaman 1dari 51

KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU


PENGGUNAAN LENSA KONTAK PADA MAHASISWA NITRO MAKASSAR
TAHUN 2019

OLEH:
MERI

OLEH :

MALYANTI ARIANI
NIM :163145404013

PROGRAM STUDI DIII OPTOMETRI


FAKULTAS FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKITDAN INFORMATIKA
UNI VERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mata adalah sistem optik yang memfokuskan berkas cahaya dan fotoreseptor,
yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf (Sloane,2004). Mata adalah organ
penglihatan yang tidak sama seperti organ tubuh manusia pada umumnya karena secara
anatomis mata memiliki struktur yang khusus dan kompleks, berperan dalam penerimaan
dan pengiriman data ke korteks serebral (Brunner & Suddarth,2001).
Salah satu dari jalur informasi utama dari panca indera adalah mata. Adanya
kelainan refraksi pada sistem penglihatan akan menurunkan produktivitas dan
menimbulkan keluhan seperti nyeri kepala, penglihatan kabur dan lain-lainnya yang
dapat menghambat kelancaran aktifitas seharian. Kelainan refraksi ini merupakan
kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak dapat difokuskan
pada retina atau bintik kuning. Kelainan refraksi yang umum dijumpai adalah kelainan
pembiasan atau refraksi (ametropia) yang dapat ditemukan dalam bentuk- bentuk
kelainan seperti rabun dekat (hipermetropi), rabun jauh (miopia), dan astigmatisme
(Ilyas,2004).
Kelainan refraksi seperti miopia umumnya dapat diatasi dengan menggunakan
kaca mata. Keberadaan lensa kontak untuk membantu penglihatan serta operasi lasik pun
mulai menjadi alternatif bagi pengguna kacamata khususnya di era milenial ini. Namun
dalam penggunaannya masih sering mengabaikan kebersihan lensa kontak. Sangat
dianjurkan bagi yang menggunakan lensa kontak untuk selalu menjaga kebersihan.
Karena jika kurang memperhatikan kebersihan lensa kontak dapat mengakibatkan
gangguan mata yang cukup serius seperti mata kering, penglihatan menjadi kabur, gatal
hingga kebutaan (Wahyu, 2016).
Lensa kontak adalah lensa tipis yang dipasang menempel pada jaringan anterior
kornea dan sklera untuk memperbaiki tajam penglihatan dan kosmetik (Kemenkes,
2008). Lensa kontak pertama ditemukan oleh Leonardo da Vinci dengan menggambarkan
atau mensketsakan lensa kontak pada tahun 1508. Pada awalnya lensa kontak terbuat dari
bahan yang kaku yaitu dari material kaca, yang diperkenalkan sekitar tahun 1887 oleh
ahli dokter mata dari Jerman yang bernama Adolf Gaston Eugen Fick sebagai penggagas
lensa kontak yang pertama. Baru pada tahun 1936 seorang ahli mata William Feinbloom,
mulai memperkenalkan plastik sebagai bahan pembuatan lensa kontak, namun hanya
bagian pinggir lensa kontak yang menggunakan plastik, namun pada zona optiknya
masih menggunakan kaca. Pada tahun 1946 pengaplikasian bahan plastic untuk seluruh
bagian lensa kontak baru dimulai, jenis plastik yang dipakai adalah PMMA (Polymethyl
methacrylate). Eksperimen pembuatan lensa kontak dengan menggunakan HEMA
(Hydroxyethyl methacrylate) yaitu jenis polymer yang dapat mengandung kadar air
tinggi, baru lakukan pada tahun 1950 oleh Dr. Drahosslav Lim. Bahan ini terus
dikembangkan dan masih digunakan sebagai bahan lensa kontak hingga saat ini (Dr.
Prilia Tri Suryani, Sp.M, 2011).
Pada era milenial ini penggunaan lensa kontak sangat digemari masyarakat dari
berbagai kalangan, usia, latar belakang pekerjaan maupun pendidikan. Terdapat kira- kira
lebih dari 125 million pemakai lensa kontak di seluruh dunia (Rumpakis, 2010).
Perkembangan ini ditunjang gaya hidup sebagai konsumen, yang semakin dinamis
menuntut alat bantu penglihatan di samping kacamata. Lensa kontak dikatakan lebih
modis dan membuat lebih percaya diri dibandingkan menggunakan kacamata, karena
sekarang semakin berkembangnya kemajuan teknologi yang semakin canggih. Lensa
kontak sekarang banyak dipakai sebagai penunjang kebutuhan penampilan dan sebagai
atribut atau asesoris perlengkapan mode (Cahyaningsih, 2011). Banyak dari wanita
maupun pria, baik remaja hingga dewasa yang tidak memiliki kelainan refraksi banyak
yang memakai lensa kontak, karena sangat mudah, praktis serta dapat menunjang
penampilan, dimana saat ini berbagai macam lensa kontak dengan berbagai warna dan
motif telah beredar bebas (American Academy of Ophthalmology, 2002-2003).
Menurut statistik yang dikumpulkan oleh Institute Lensa Kontak pada 2010, usia
rata-rata pemakai lensa kontak secara global adalah 31 tahun dan dua pertiga dari
pemakai adalah perempuan. Selain itu, pada tahun 2009 suatu penelitian dijalankan dari
18 perguruan tinggi yang berbeda dari coastal Karnataka dengan total mahasiswa adalah
6850 orang. Hasil penelitian menunjukkan 392 mahasiswa yang ditemukan pengguna
saat lensa kontak. Dari total disurvei 79,5% yaitu 295 adalah perempuan dan mayoritas
pengguna lensa kontak adalah orang berada di kelompok usia 17-22 tahun (Tiarasan,
2013).
Penggunaan lensa kontak semakin hari semakin meningkat dengan rekaan terbaru
dari bahan yang digunakan dan disesuaian mengikut setiap kemauan pengguna. Di
laporkan sebanyak 61.2% mengatakan mereka lebih memilih untuk memakai lensa
kontak karena leluasa dan mudah. Antara sebab pemakaian lensa kontak adalah untuk
tujuan kosmetik (42.9%), pembetulan refraktif, pemakaian terapeutik pada yang
mengalami penyakit kelainan mata (Amirah,2010).
Pada dasarnya, lensa kontak yang digunakan dengan tepat sesuai dengan prosedur
yang berlaku dapat membawa dampak positif bagi penggunanya, salah satunya adalah
lensa kontak memungkinkan penggunanya memperoleh beberapa keuntungan
diantaranya lapang penglihatan yang jauh lebih baik, terhindar dari kaca mata yang
cenderung membatasi aktivitas dan lensa tidak berpengaruh pada perubahan suhu (Ilyas,
2004). Akan tetapi, penggunaan lensa kontak dapat menimbulkan banyak dampak negatif
jika tidak mengikuti prosedur pemakaian seperti gangguan hipoksia mata, kerusakan
lapisan stroma kornea, trauma endotel, timbulnya toksik dan alergi, infeksi kornea
(keratitis), gangguan aliran air mata, dan distorsi kornea mata. Tetapi yang paling sering
timbul adalah neovaskularisasi pada kornea mata akibat hipoksia dan keratitis yang
disebabkan bakteri (Dart, 2008).
Menurut Khaerunnisa (2012), kehadiran lensa kontak memang banyak membantu
mereka yang kurang nyaman dengan kaca mata tapi belum banyak yang tahu ternyata hal
tersebut dapat memicu rusaknya/infeksi kornea mata seperti keratitis. Penggunaan lensa
kontak adalah salah satu penyebab keratitis yang tertinggi di seluruh dunia terutama pada
negara maju. Keratitis Acanthamoeba adalah sutau infeksi parasit pada mata yang dapat
menyebabkan kebutaan permanen. Keratitis bisa disebabkan virus bakteri, parasit, jamur,
trauma dan lain-lain.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Prestiwati (2015), bahwa 50% pasien
yang ditangani dokter mata di RSUD dr. Soetomo sedikitnya terdapat 50% pasien yang
mengalami gangguan mata karena lensa kontaknya terkontaminasi oleh amoeba. Sedang
1% pasien mengalami gangguan berat hingga menyebabkan kebutaan permanen.
Menurut Notoatmodjo (2010), bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu faktor predisposisi seperti pengetahuan, ekonomi (pendapatan), hubungan
sosial (lingkungan, sosial, budaya) dan motivasi, faktor pemungkin seperti sarana atau
fasilitas kesehatan dan faktor penguat seperti sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Faktor-faktor tersebut harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh dapat
mempengaruhi perilaku kesehatan dalam hal ini penggunaan lensa kontak.
Para pengguna lensa kontak memiliki alasan meraka masing- masing untuk
menggunakan lensa kontak seperti untuk koreksi mata atau memperindah penampilan.
Jika dilihat dari faktor sosial, pengguna lensa kontak yang sedang tren sekarang ini
secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang untuk ikut menggunkan lensa kontak
walaupun hanya berfungsi sebagai kosmetik saja. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Yulia (2015), bahwa beberapa perempuan menambahkan lensa kontak
agar matanya terlihat lebih menarik. Penggunaan eyeliner dan maskara bagi pengguna
lensa kontak memang diperkenankan, namun pengguna lensa kontak tidak boleh memilih
produk kosmetik secara sembarangan saat menggabungkan keduanya. Misalnya memilih
eyeliner dan mascara berbentuk jelly agar tidak meninggalkan serbuk masuk kedalam
mata.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Narainasamy (2012) mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada mahasiswa FK USU tambuk 2010-2011
pengguna lensa kontak menunjukkan adanya perilaku buruk terutamanya dalam tidak
melakukan pemeriksaan mata secara rutin ke dari mata sepanjang pemakaian lensa
kontak. Pemeriksaan rutin adalah penting sebagai aftercare untuk mendeteksi komplikasi
pada mata sepanjang pemakaian lensa kontak menurut (American Optometric
Association (AOA, 2006). Selain itu dilihat dari distribusi jawaban pada kuesioner,
jawaban terhadap 5 pertanyaan (melepas lensa kontak bila mandi atau cuci muka,
mencuci tangan sebelum menyentuh lensa kontak, membersihkan lensa setiap
pemakaian, menggunakan kembali larutan pencuci, membersihkan kotak penyimpanan)
adalah sedang. Hal ini perlu diperhatikan, karena berdasarkan AOA setiap tindakan harus
dilakukan demi pencegahan terhadap infeksi mata.
Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan yang dilakukan oleh Winda (2011) di
fakultas kedokteran sumatera utara, bahwa tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh
pengguna lensa kontak sangat penting sebagai prepalensi untuk tidak terjadinya
komplikasi akibat penggunaan lensa kontak yang salah. Dari hasi penelitian yang
dilakukan Winda (2011) Secara keseluruhan diperoleh sebanyak 21 responden (36,9%)
yang berpengetahuan baik, 36 responden (63,1%) yang berpengetahuan sedang, dan tidak
ada responden (0%) yang berpengetahuan kurang. Dari hasil data tersebut, terdeskripsi
bahwa mayoritas tingkat pengetahuan Mahasiswa FK USU pengguna lensa kontak
terhadap dampak negatif penggunaannya pada angkatan 2007, 2008, dan 2009 berada
pada kategori sedang.
Situasi ekonomi (pendapatan) akan mempengaruhi seseorang untuk menggunakan
lensa kontak. Selain itu, Faktor pekerjaan juga mempengaruhi seseorang untuk
menggunakan lensa kontak. Hal ini didasarkan atas kebutuhan mereka akan lensa kontak
seperti olahragawan yang tidak bisa menggunakan kaca mata (Kharuna, 2007).
Motivasi juga merupakan salah satu faktor seseorang menggunakan lensa kontak.
Menurut Terry G (1986) motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang
individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah
laku atau perilaku.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yunita (2015) pada bulan April 2015,
dari 676 orang mahasiswi didapatkan 60 orang yang menggunakan lensa kontak, yang
didapat dari beberapa jurusan yaitu : jurusan pemasaran sebanyak 8 orang, jurusan
akutansi sebanyak 17 orang, jurusan multimedia sebanyak 4 orang, jurusan farmasi
sebanyak 18 orang, jurusan Tata boga sebanyak 3 orang, jurusan APH (akademi
perhotelan) sebanyak 4 orang, dan jurusan RPL (rekayasa perangkat lunak) sebanyak 6
orang. Dari sini maka peneliti menyimpulkan pengguna lensa kontak sebanyak 10 % dan
dari wawancara yang dilakukan kepada seluruh responden di dapatkan bahwa
penggunaan lensa kontak adalah untuk alasan kosmetik atau kecantikan.
Hal ini sejalan dengan penelitian terbaru oleh Sunarti (2017), dimana perilaku
remaja pengguna lensa kontak (soft lens) dalam perawatan kesehatan mata di SMKN 3
Blitar Kota Blitar diketahui sebanyak 37,1% (13 siswa) berperilaku sesuai SOP.
Faktanya, sebanyak 45,7% (16 siswa) menggunakan lensa kontak sesuai SOP.
Sedangkan 62,9% (22 siswa) tidak berperilaku sesuai SOP lensa kontak dalam
pembersihan lensa kontak.
Di Makassar sendiri, belum ada penelitian terkait faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku penggunaan lensa kontak dikalangan remaja dan mahasiswa. Oleh
karena itu, peneliti melakukan studi pendahuluan di salah satu optik Kabupaten
Bulukumba mengenai penjualan kacamata maupun lensa kontak, penjualan yang lebih
pesat mengalami peningkatan yang sangat drastis salah satunya penjualan lensa kontak
yang dipilih oleh remaja. Peneliti juga mengambil data awal terkait perilaku penggunaan
lensa kontak di kampus Nitro Makassar. Dimana berdasarkan hasil wawancara langsung
kepada 10 rmahasiswa Nitro Makassar yang menggunakan lensa kontak, hasilnya adalah
penggunaan lensa kontak digunakan untuk alasan aksesoris atau penunjang kosmetik saja
untuk mempercantik mata adalah 6 orang atau 60% responden dan 4 orang atau 40 %
responden menggunakan lensa kontak untuk koreksi mata. Sebanyak 7 orang atau 70 %
responden tidak memiliki pengetahuan (cara penggunaan dan risiko) tentang lensa
kontak, dan sebanyak 3 orang atau 30 % responden memiliki pengetahuan tentang lensa
kontak. Dan sebanyak 8 orang atau 80% responden pernah mengalami gangguan mata
seperti matanya merah dan berair waktu pemakaian lensa kontak dan setelah selesai
pemakaian.
Dari uraian latar belakang diatas menggugah ketertarikan peneliti untuk lebih
dalam meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa
kontak yang marak sekarang ini di kalangan mahasiswa di Kota Makassar. Sebagai
mahasiswa angkatan pertama Fakultas D-III Optometri Universitas Megarezky
Makassar, sudah sewajarnya mampu memberikan edukasi kesehatan mata bagi
masyarakat khususnya mahasiswa yang belum mengetahui informasi terkait penggunaan
lensa kontak seperti indikasi, kontraindikasi, cara perawatan dan hal-hal yang harus
diperhatikan saat menggunakan lensa kontak sehingga lensa kontak digunakan dengan
alasan yang tepat sehingga mampu mencegah terjadinya resiko gangguan kesehatan mata
seperti iritasi mata, keratitis, hingga kebutaan mata permanen.

B. Rumusan Masalah
Kita ketahui bersama penggunaan lensa kontak sedang marak di era milenial
sekarang ini. Penggunaan lensa kontak semakin hari mengalami meningkat, baik yang
menggunakan untuk memperbaiki kesalahan dalam refraksi mata atau yang
menggunakannya untuk tujuan kosmetik dan mempercantik penampilan khususnya
perempuan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa kontak pada Mahasiswa Nitro
Makassar. Oleh karena itu, rumusan masalahnya adalah “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak Pada Mahasiswa Nitro
Makassar Tahun 2019”.

C. Pertanyaan Penelitian
Melihat rumusan permasalahan diatas dan berdasarkan beberapa faktor yang
menurut peneliti paling berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa kontak, maka
yang menjadi pertanyaan penelitian adalah:
1) Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penggunaan lensa
kontak?
2) Apakah ada hubungan antara pengaruh sosial (lingkungan teman dan lingkungan
keluarga) dengan perilaku penggunaan lensa kontak?
3) Apakah ada hubungan antara ekonomi (pendapatan) dengan perilaku penggunaan
lensa kontak?
4) Apakah ada hubungan antara motivasi dengan perilaku penggunaan lensa kontak?
D. Tujuan
1) Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa
kontak pada mahasiswa Nitro yang menggunakan lensa kontak.
2) Tujuan Khusus
Mengidentifikasi faktor-fakor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa
kontak pada mahasiswa yang menggunakan lensa kontak:
a) Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penggunaan lensa kontak
b) Hubungan antara pengaruh sosial (lingkungan teman dan lingkungan keluarga)
dengan perilaku penggunaan lensa kontak
c) Hubungan antara ekonomi (pendapatan) dengan perilaku penggunaan lensa
kontak
d) Hubungan antara motivasi dengan perilaku penggunaan lensa kontak

E. Manfaat Penelitian
1) Bagi Peneliti
Peneliti mendapatkan pengalaman dalam proses belajar- mengajar khususnya
dalam bidang metodologi penelitian dan memambah wawasan ilmu pengetahuan
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa kontak
pada mahasiswa, salah satu faktornya yaitu tingkat pengetahuan, dimana sangat
penting untuk perawatan lensa kontak agar terhindar dari risiko gangguan kesehatan
mata.
2) Bagi Optometrist
Untuk memperkaya kajian-kajian dalam ilmu kesehatan mata khusunya bidang
optometri, khusunya bagi profesi optometrist agar dapat mengembangkan teori-teori
yang telah ada. Selain itu, bisa digunakan untuk memberikan dasar pertimbangan
kepada optometrist dalam pemberian edukasi tentang dampak negatif dan positif
penggunaan lensa kontak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Margono (1988, dalam Aselmahumka, 2009) mengemukakan bahwa perilaku terdiri
dari tiga domain yang meliputi: domain perilaku pengetahuan (knowing behavior),
domain perilaku sikap (feeling behavior), dan domain perilaku keterampilan (doing
behavior). Sedangkan (Green 1984, dalam Notoatmodjo, 2003) menganalisis perilaku
manusia dari tingkat kesehatan.
Robbins (1993, dalam Denovoidea, 2009) mengemukakan bahwa perilaku pada
dasarnya berorientasi pada tujuan, yaitu perilaku pada umumnya dimotivasi oleh suatu
keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui
secara sadar oleh indivdu yang bersangkutan. Freud adalah orang pertama yang
memahami pentingnya motivasi dibawah sadar (subconscious motivation). Freud
beranggapan bahwa manusia tidak selalu menyadari tentang segala sesuatu yang
diinginkan mereka hingga sebagian besar perilaku mereka dipenuhi oleh kebutuhan-
kebutuhan dibawah sadar. Maka oleh karenanya, sering kali hanya sebagian kecil dari
motivasi jelas terlihat atau disadari oleh orang yang bersangkutan.
Selanjutnya menurut Notoatmodjo (2010) perilaku itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari 3 faktor yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas,
obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dansebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
2. Tiga Domain Perilaku
a. Pengetahuan
1) Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi melalui panca indera
seseorang (penginderaan) terhadap suatu obyek tertentu, yaitu melalui indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Oleh karena itu pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang
(Notoatmodjo, 2010).
2) Tingkat Pengetahuan
Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yakni:
a. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya.
Seperti mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari
keseluruhan bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c. Menerapkan (application)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada kondisi yang sebenarnya.
d. Analysis (analisis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam
komponen-komponen tetapi masih di dalamsuatu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu samalainnya.
e. Sintesa (synthesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyususn
formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu obyek atau materi.
3) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.
c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan
seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.
d. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, misalnya radio, televise, majalah, koran, dan buku.
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun
bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk
menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
f. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
4) Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan domain diatas.

b. Sikap
1. Pengertian Sikap
Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri,
orang lain, obyek, atau issue (Petty & Cocopio, 1986, dalam Azwar 2000, dalam
Creasoft 2008).
2. Komponen Sikap
Menurut Azwar (2000) sikap terdiri atas 3 komponen yang saling
menunjang yaitu:
a) Komponen kognitif
b) Komponen afektif
c) Komponen konatif
3. TingkatanSikap
a) Menerima
b) Merespon (responding)
c) Menghargai (valuing)
d) Bertanggung jawab (responsible)

c. Praktek/Tindakan
Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior), hal ini diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan terwujudnya suatu tindakan, diantaranya adalah faktor dukungan
dari pihak lain. Beberapatingkatan dalam praktek antara lain:
1. Persepsi (perception),merupakanpraktekpadatingkatpertama.
Pada tingkat ini individu mampu mengenal dan memilih berbagai objek terkait
dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin (guide response), indikator pada tingkat ini adalah individu
mampu melakukan sesuatu dengan urutan yang benar.
3. Mekanisme (mechanism), pada tingkat ini individu sudah menjadikan suatu
tindakan yang benar menjadi suatukebiasaan.
4. Adopsi (adoption), individu sudah mampu memodifikasi suatu tindakan tanpa
mengurangi nilai kebenaran dari tindakantersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung dengan cara
wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh individu sebelumnya,
dan secara langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan individu
tersebut (Notoatmodjo,2010)

B. Teori Mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Dalam proses pembentukan dan perubahannya, perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain faktor yang berasal dari dalam dan faktor dari luar individu
itu sendiri (faktor internal dan faktor eksternal) (Notoatmodjo, 1997).
Faktor intern mencakup:pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan
sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar, sedangkan faktor
ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia,
sosial ekonomi, kebudayaan, dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan perilaku yang
terjadi dalam diri seseorang dapat diketahui melalui:
a. Persepsi, yaitu pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera, setiap orang
mempunyai persepsi yang berbeda walupun mengamati objek yangsama.
b. Motivasi, yaitu suatu dorongan untuk bertindak suatu tujuan juga dapat terwujud
dalam bentuk perilaku.
c. Emosi, aspek psikologi yang mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan
jasmani, pada hakikatnya merupakan faktor bawaan (keturunan).
Perilaku terjadi diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta
faktor-faktor diluar orang tersebut (lingkungan) baik fisik maupun nonfisik. Kemudian
pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini, dan sebagainya
sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak, dan akhirnya terjadilah
perwujudan niat tersebut yang berupa perilaku.
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga.
Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori,yaitu:
a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh
petanyaan
b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh
pertanyaan
c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari seluruh
pertanyaan
Pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap
sesuatu yang datang dari luar. Orang dengan pendidikan tinggi akan memberi respon
yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana
keuntungan yang mugkin akan mereka peroleh dari menggunakan lensa kontak.
Pada status ekonomi dalam keluarga mempengaruhi daya beli keluarga dalam
memenuhi kebutuhan baik kebutuhan primer, sekunder ataupun tersier. Semakin tinggi
pendapatan keluarga akan lebih mudah tercukupi kebutuhan sekunnder atau tersiernya
dibanding dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan pada keluarga.
Pada hubungan sosial (lingkungan, sosial, budaya), manusia adalah makhluk
sosial dimana kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Keluarga dan
lingkungan teman sekitar yang berinteraksi secara langsung akan lebih besar terpapar
informasi. Sehingga lingkungan sekitar mempengaruhi untuk menggunakan lensa
kontak.
Selanjutnya, motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang
menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu
tujuan. Motivasi menurut penyebabnya dibagi menjadi motivasi instrinsik (tanpa adanya
rangsangan dari luar) dan motivasi ekstrinsik (adanya rangsangan dari luar).

1. Teori Lawrence Green (1980)


Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010) bahwa perilaku
kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin
dan faktor penguat.
a. Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi
terjadinya perilaku seseorang meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan,
kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.
b. Faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin
adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
Faktor pemungkin terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas- fasilitas atau sarana-saran kesehatan. Fasilitas fisik seperti
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan sebagainya (Notoatmodjo,
2010).
c. Faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku. Faktor penguat ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat (Notoatmodjo, 2010). Karenanya, petugas kesehatan harus
memilikisikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Selain itu
perilaku tokoh masyarakat juga dapat menjadi panutan orang lain untuk
berperilaku sehat.

2. Teori Snehandu B.Kar (1980)


Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitilk tolak bahwa perilaku
merupakan fungsi dari (Notoatmodjo, 2010):
a. Adanya niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus
diluar dirinya (behaviorintention).
b. Adanya dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
c. Adanya atau tidak adanya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan
diambil oleh seseorang (accesebility of information).
d. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau
keputusan (personal autonomy).
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (actionsituation).

3. Teori WHO (1984)


WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu
adalah karena adanya 4 alasan pokok :
a. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek
kesehatan).
1. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman oranglain.
2. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu.
3. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat.
Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain.
Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud
didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh
tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak
diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman
seseorang.
b. Tokoh penting sebagai panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka
apa yang ia katakana atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
c. Sumber-sumber daya (resource), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan
sebagainya.
d. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber- sumber didalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama
dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradaban umat
manusia (Notoatmodjo, 2010).

4. PenelitianTerkait
Peneliti menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan topik yang
akan diteliti, diantaranya :
a. Penelitian yang dilakukan oleh Finera Winda tahun 2011 berjudul “Tingkat
Pengetahuan Pengguna Lensa Kontak Terhadap Dampak Negatif Penggunaannya
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2007-2009”. Hasil
penelitian menunjukkan mayoritas tingkat pengetahuan Mahasiswa Fakultas
Kedokteran USU pengguna lensa kontak terhadap dampak negatif
penggunaannya berada pada kategori sedang.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Fatin Amirah Kamaruddin tahun 2010 berjudul
“Gambaran Penggunaan Lensa Kontak Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
USU dan Kemungkinan Terjadinya Keratitis”. Hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar yaitu sebanyak 90% mempunyai kemungkinan resiko rendah
untuk terkena keratitis dengan mengamalkan pemakaian lensa kontak yang baik
dari segi jenis, cara penggunaan dan cara perawatan lensa kontak. Sebanyak 20%
mahasiswa mempunyai kemungkinan resiko keratitis sedang karena
mengamalkan cara pemakaian lensa kontak yang kurang baik.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Yunita Silvia tahun 2015 berjudul Hubungan
Tingkat Pengetahuan Pemakai Lensa Kontak Dengan Kejadian Iritasi Mata Pada
Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 orang pengguna lensa
kontak sebanyak 10 % penggunaan lensa kontak adalah untuk alasan kosmetik
atau kecantikan.

C. Lensa Kontak
1. Definisi Lensa Kontak
Lensa kontak adalah lensa yang dipasang menempel pada jaringan anterior
kornea dan sklera untuk memperbaiki tajam penglihatan dan kosmetik
(Kemenkes,2008). Dan menurut Brooker (2008), lensa kontak adalah lensa kaca
atau plastik yang dipakai dibawah kelopak mata dalam kontak langsung dengan
konjungtiva ( pengganti kaca mata) untuk tujuan traupetik atau kosmetik.
Lensa kontak merupakan suatu lensa yang digunakan untuk membantu
penglihatan cacat mata. Berbeda dengan kacamata,lensa konntak diletakkan
menempel pada kornea mata. Pada sistem kacamata, mata berada pada jarak
beberapa cm dari lensa sehingga bayangan yang tampak berbeda dengan ukuran
bendanya walaupun pembesaran ini tidakah terlalu penting ( ketika pertama kali
memakai kacamata anda akan melihat dunia tampak lebih kecil atau lebih besar
namun hal ini tidakberlangsung lama karena otak anda segera dapat menyesuaikan
diri). Untuk lensa kontak tidak demikian. pada sistem lensa ini, bayangan tidak
bertambah kecil (Surya, 2009) .
Menurut (Ilyas, 2006) Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan di
depan kornea untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Lensa tipis ini
mempunyai diameter 8-10 mm, yang dengan nyaman dapat dipakai akibat ia
terapung pada selaput bening seperti kertas yang terapung pada air.

2. Fungsi Lensa kontak


Menurut Mannis, karla, Ceusa dan Newton (2003) menyatakan bahwa lensa
konta memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Alat bantu penglihatan
Lensa korektif didesain untuk mengoreksi kelainan refraksi pada mata dan
kelainan pada mata lainnya, sehingga akan memperbaiki penglihatan sepperti
halnya kacamata. Kondisi-kondisi yag dapat diperbiki dengan menggunakan
lensa kontak adalah miopia, hipermetropia, astigmatisma dan presbiopia
(Mannis, karla, Ceusa dan Newton, 2003)
2. Kosmetik
Lensa kontak untuk kepentingan kosmetik didesain untuk mengubah warna
dan penmpilan mata. Lensa jenis ini sebenarnya bisa juga berfungsi untuk
memperbiki penglihatan. Namun terkadang desain maupun warna dari lensa
kontak jenis ini bisa saja membuat pandangan menjadi kabur ataupun tidak jelas.
Lensa kontak kosmetik afektif untuk kepentingan kosmetik ini sering disebut
dengan decorative contact lenses ataupun plano cosmetic.
Lensa kontak kosmetik afektif untuk mengubahwarna dan penampilan
mata dan juga digunakan dalam aplikasi berbagai terapi seperti perlindungan
pada mata. Walaupun untuk kepentingan kosmetik, namun biokomfabilitasnya
tetap harus diperhatikan samahalnya dengan lensa kontak konvensional lainnya
karena lensa kontak kosmetik afektif biasanya membuat oksigen yang dapat
masuk ke mata lebih sedikit daripada lensa kontak korektif. Hal tersebut dapat
mengganggu dan menimbulkan kerusakan pada mata (Mannis, karla, Ceusa dan
Newton, 2003)
3. Terapetik
Lensa kontak sering digunakan untuk pengobatan dan penanganan non-
refraksi pada mata. Bebat lensa kontak dapat melindungi kornea yang sakit atau
cedera dari gesekan akibat kedipan dari kelopak mata terus menerus. Lensa
kontak juga berguna pada pengobatan seperti pada ulkus kornea, erosi kornea,
ketitis, mata kering, edema kornea, descematocele, ektasis kornea, ulkus mooren,
distrofi kornea anterior, bulosa keratopati, dan keratokonjungtivitis neurotrpik,
lensa kontak yang sekaligus juga memberikan obat obat untuk mata juga telah
dikembangkang ((Kalayarasan, 2004)
Gambar 1. Terapetik Kontak Lensa

3. Pola Pemakaian Lensa Kontak


Menurut Kalayarasan (2004) Pada tahun 1979, pemakaian lensa kontak
mengharuskan pemakai melepas dan membersihkan lensa kontak setiap malam.
Kini pemakaian lensa kontak mempunyai dua macam pola tergantung pada kadar
lalu oksigen masing-masing jenis lensa kontak sesuai dengan bahan, kadar air,
desain dan ketebalannya, yaitu :
1. Pemakaian harian (daily contact lens)
Pemakaian harian artinya lensa kontak tidak diperbolehkan dipakai lebih dari 24
jam sehari tanpa lepas. Lensa harus di lepas setiap malam. Selanjutnya lensa
kontak harus dicuci dan direndam dalam larutan untuk perawatan lensa selama
beberapa jam, baru kemudian dapat dipakai lagi (Kalayarasan, 2004).
2. Pemakaian tidak terbatas (overnight contact lens)
Lensa kontak dengan pola pemakaian ini dapat dipakai lebih dri satu malam
tanpa dilepas dan dicuci walaupun saat tidur. Namun, meski dinamakan sebagai
pemkaian tanpa batas, biasanya lensa juga hanya dapat dipakai selama maksimal
7 hari berturut-turut tanpa dilepas. Setelah seminggu berturut-turut dipakai,
lensa harus dilepas dicuci, serta direndam dalam larutan beberapa jam. Setelah
itu dapat dipakai kembali (Kalayarasan, 2004).
Menurut Mannis, karla, Ceusa dan Newton (2003) Lensa kontak didesain
menjadi dua bagian, tergantung dari lama penggunaannya, sebagai berikut :
1. Penggunaan jangka pendek
Lensa kontak jangka pendek ataupun yang biasa disebut lensa kontak sekali
pakai artinya penggunaan lensa kontak hanya diperbolehkan selama satu hari ,
seminggu atau beberapa minggu saja. Setelah itu lensa kontak tersebut harus
diganti dengan lensa kontak yang baru (Mannis,Karla,Ceusa dan Newton,2003).
2. Penggunaan jangka panjang
Lensa kontak jangka pangjang dapat digunaan selama sebulan, setahun hingga
beberapa tahun sesuai dengan jangka waktu penggunaan masing-masing lensa
kontak. Setelah itu lensa kontak tersebut harus diganti dengan lensa kontak yang
baru (Mannis, Karla, Ceusa dan Newton, 2003).

4. Indikasi dan Kontraindikasi Pengguna Lensa Kontak


Seseorang yang menggunakan lensa kontak sebaiknya seseorang yang sukar
menggunakan kaca mata dan seseorang yang mendapat kesukaran dengan ukuran
lensa kaca mata yang berbeda sehingga mengeluh pusing (Ilyas, 2004).
Menurut Kharuna (2007), indikasi-indikasi pengguna lensa kontak adalah
sebagai berikut:
a. Indikasi optik, termasuk untuk anisometropia, aphakia unilateral, myopia yang
tinggi, keratokonus dan astigmatis irreguler. Lensa kontak dapat digunakan oleh
setiap orang yang memiliki kelainan refraksi mata dengan tujuan kosmetik baik
jenis lensa kontak keras ataupun lunak.
b. Indikasi terapeutik, yang meliputi:
1. Penyakit pada kornea, contohnya ulkus kornea non-healing, keratopathi
bullousa, keratitis filamentari, dan sindrom erosi kornea yang rekuren.
2. Penyakit pada iris mata, contohnya aniridia, koloboma, albino untuk
menghindari kesilauan cahaya.
3. Pada pasien glukoma, lensa kontak digunakan sebagai alat pengantarobat.
4. Pada pasien ambliopia, lensa kontak opak digunakan untuk oklusi.
5. Bandage soft contact lenses digunakan untuk keratoplasti dan perforasi
mikro kornea.

Gambar 2. Bandage Soft Contact Lenses


c. Indikasi preventif, digunakan untuk mencegah simblefaron dan restorasi forniks
pada penderita luka bakar akibat zat kimia, keratitis, dan trichiasis.
d. Indikasi diagnistik, termasuk selama menggunakan gonioskopi,
elektroretinografi, pemeriksaan fundus pada astigmatisma irreguler, fundus
fotografi, dan pemeriksaan goldmann’s 3 bayangan bagi pengguna lensa kontak.
e. Indikasi operasi, lensa kontak digunakan selama operasi goniotomi untuk
glukoma congenital dan vitrektomi.
f. Indikasi kosmetik, termasuk scar atau jaringan parut kornea (sikatriks kornea)
pada kornea mata yang menyilaukan mata (lensa kontak warna), ptosis, lensa
sklera kosmetik pada phthisisbulbi.
g. Indikasi pekerjaan, termasuk olahragawan, pilot, dan aktor (Kharuna, 2007).
Seseorang yang tidak dianjurkan menggunakan lensa kontak yaitu lansia
dimana gerakan sudah kaku, pada mata yang meradang, masih belum dewasa dan
ingin mengerjakan sesuatu dengan tergesa-gesa,seseorang yang mempunyai
kebiasaan menggosok mata, seseorang yang tidak mengerti artinya steril (menjaga
hygiene), seseorang yang memiliki reumatik pada tangan karena akan sulit saat
menggunakan lensa kontak dan seseorang dengan bakat alergi (Ilyas,2004).
Menurut Kharuna (2007) Pengguanaan lensa kontak dikontraindikasikan
pada orang yang memiliki gangguan mental dan tidak ada gairah hidup, blepharitis
kronik dan styes (bintil ditepi pelupuk mata) rekuren, konjungtivitis kronis, dry-eye
syndrome, distrofi dan degenarasi kornea mata, penyakit infeksi seperti episkleritis,
skleritis, dan iridocyclitis.

5. Klasifikasi Lensa Kontak


Lensa kontak terdiri dari berbagai bentuk antara lain lensa kontak lembut,
lensa kontak keras dan lensa kontak gas permeable. Lensa kontak lembut terbuat dari
pada bahan yang lebih lembut. Lensa ini terbuat dari hidroksietil metakrilat
(HEMA), EDMA, PVP, bersifat sangat lentur yang memberikan lebih sedikit
keluhan pada penggunaannya karena mudah mengikuti bentuk permukaan kornea.
Lensa kontak lembut dipakai untuk pengobatan seperti cedera mata akibat bahan
kimia dan pada selaput bening yang cacat karena sifatnya yang lentur, mengandung
banyak air, baik untuk astigmat irregular, edema kornea atau keratitis bulosa, erosi
rekuren, trauma kimia, dan perforasi kecil kornea. Lensa kontak lembut dapat
mengakibatkan penglihatan tidak sempurna seperti lensa kontak keras, ongkos yang
lebih besar akibat penyimpanannya yang steril dan pada lensa lembut dapat
tertimbun lemak (Ilyas, 2004).
Lensa kontak keras terbuat dari bahan polimetil metakrilat (PMMA) dengan
bentuk yang disesuaikan kelengkungannya dengan permukaan selaput bening mata.
Ukuran atau penampang lensa ini lebih kecil dari pada penampang selaput bening
untuk memudahkan zat asam masuk ke dalam selaput bening yang ditutupnya. Lensa
ini memenuhi seluruh syarat lensa kontak akan tetapi memiliki daya tembus gas
oksigen yang buruk. Lensa kontak gas permeable adalah lensa yang dibuat dari
plastik tipis yang fleksibel dan oksigen bias masuk ke mata melewati lensa yang
menempel didepan kornea (AOA, 2006).

Tabel 2.1 Keuntungan dan Kerugian dari masing-masing jenis lensa kontak
Jenis Lensa Keuntungan Kerugian
Lensa kontak  Tajam penglihatan  Tidak dapat dipakai
keras yang lebih baik lebih dari 12 jam
daripada lensa kontak karena zat asam tidak
lembut dapat melaluinya

 Astigmat ringan akan  Pada pemula


dapat hilang akibat penggunaan akan
permukaan selaput sangat terasa
bening yang
mengganggu
melengkung ditutup
 Untuk merasa nyaman
oleh lensa kontak keras
memerlukan waktu
 Lensa kontak keras sampai beberapa
bersifat netral dan tidak minggu
menimbulkan reaksi
 Dapat mengakibatkan
alergi terhadap jaringan
penurunan kerentanan
mata
selaput bening
Lensa kontak  Penggunaannya akan  Astigmat atau silinder
Lembut/lunak dapat menyesuaikan tidak dapat diimbangi
diri akibat tidak begitu lensa kontak lembut,
terasa pada permulaan karena ia mengikuti
penggunaannya permukaan selaput
bening yang lonjong
 Lensa kontak lembut
ada yang dapat  Lensa kontak lembut
dipergunakan lebih dari akan memberikan
12 jam akibat lensa penglihatan tidak
kontak lembut dapat setajam penglihatan
dilalui zat asam dengan lensa kontak
 Jangan berbagi keras karena ia banyak
penggunaan lensa mengandung air dan
kontak dengan orang mudah dilalui zat asam
lain dan jangan dipakai  Lensa kontak lembut
saat tidur (overnight mudah terinfeksi dan
use). kotor sehingga perlu
sering dibersihkan
 Pelarut lensa kontak
lembut dapat
merupakan bahan yang
merangsang mata
sehingga menimbulkan
reaksi alergi
 Infeksi selaput bening
bagi pengguna lensa
kontak dapat berakibat
Sumber : (Ilyas, 2004)

Lensa kontak memiliki keuntungan bagi para penggunanya yaitu wajah


terlihat wajah asli, kaca mata berat terhindar, lapang penglihatan akan lebih baik,
dapat dipakai saat berolahraga kecuali renang,dan kaca mata akan berkabut bila
terjadi perubahan suhu, dan hal ini tidak akan terjadi pada lensa kontak lembut
(Ilyas, 2004).

6. Teknik Penggunaan Lensa Kontak Yang Aman

Sekarang ini banyak sekali orang yang memakai lensa kontak, tidak hanya
digunakan untuk membantu penglihatan yang sedang mengalami masalah
penglihatan pada mata, namun sekarang lensa kontak juga dipakai sebagai
kebutuhan fashion agar bisa terlihat lebih tampil beda. Yang harus diperhatikan saat
menggunakan lensa kontak adalah kebersihan dan perawatan lensa kontak yang
tepat. Karena lensa kontak akan berinteraksi langsung dengan kornea. Sehingga
resiko – resiko yang ditimbulkan juga sangat besar.
1. Petunjuk pemakian lensa kontak

a. Sebelum memutuskan untuk menggunakan lensa kontak sebaiknya melakukan


konsultasi dengan dokter ahli mata dahulu.

b. Pilih lensa kontak yang memiliki kandungan kadar air yang tinggi.

c. Sebelum memegang lensa kontak, cuci tangan terlebih dahulu sampai benar –
benar bersih

d. Tidak diperbolehkan menggunakan cairan atau air biasa, harus menggunakan


cairan khusus lensa kontak.

e. Cuci terlebih dahulu lensa kontak yang akan dipakai hingga bersih.

f. Sebaiknya pakai lensa kontak sebelum menggunakan make up. Hindari


masuknya cairan make up kemata, agar lensa kontak tidak terkontaminasi
dengan bahan make up atau bahan kimia lainnya.

g. Saat memakai lensa kontak, sering – sering meneteskan cairan khusus lensa
kontak. Agar lensa kontak selalu lembab dan tidak kering.

h. Saat akan tidur lepas terlebih dahulu lensa kontak, agar tidak menyebabkan
iritasi mata yang akut.
i. Jangan sekali – kali menggunakan lensa kontak yang telah lewat tanggal atau
sudah kadaluwarsa.
2. Perawatan Pada Lensa kontak

a. Saat akan menyimpan lensa kontak, cuci terlebih dahu lensa kontak hingga
bersih dengan cairan khusus lensa kontak.

b. Masukkan lensa kontak pada tempat lensa kontak, serta isi tempat lensa kontak
dengan cairan khusus lensa kontak hingga penuh agar lensa kontak bisa
terendam.
c. Selalu ganti rendaman cairan lensa kontak maksimal 12 jam sekali.
d. Saat lensa kontak tidak digunakan, cuci tempat lensa kontak menggunakan
cairan lensa kontak hingga bersih, jangan mencuci tempat lensa kontak
menggunakan air biasa karena bakteri dapat mudah pindah begitu saja.
e. Selalu perbarui cairan lensa kontak maksimal 3 bulan.

f. Jangan sekali – kali mencampur cairan lensa kontak yang berbeda dalam satu
tempat.
g. Jangan menggunakan lensa kontak yang sudah lewat tanggal kadaluwarsa.
Apabila lensa kontak sudah tidak nyaman, sehingga menimbulkan perih serta
gatal – gatal pada mata, segera lepas lensa kontak dari mata dan sebaiknya ganti
yang baru. Jika masih berlanjut segera periksakan kepada dokter ahli mata. (Wu Y1,
Carnt N, Willcox M, Stapleton F. Contact lens and lens storage case cleaning
instructions, Eye Contact Lens. 2010;36(2):68-72).
Jadi dalam menggunakan serta merawat lensa kontak harus benar-benar
diperhatikan dan hati – hati, karena jika lalai sedikitpun dapat berakibat fatal bagi
kesehatan mata. Karena mata merupakan organ penglihatan manusia yang sangat
rentan akan acaman bakteri yang ada. Sehingga memang memerlukan perhatian yang
lebih ekstra.

7. Bentuk- Bentuk Risiko Gangguan Kesehatan Mata Akibat Lensa Kontak


Resiko dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu internal risk dan external
risk (Flanagan & Norman, 1993 dalam Universitas Kristen Petra, 2006). Internal risk
merupakan resiko yang berasal dari dalam misalnya pengetahuan dan motivasi
seseorang terkait penggunaan dan perawatan lensa kontak. Sedangkan external risk
berasal dari faktor luar misalnya fasilitas informasi tentang lensa kontak dan kondisi
social budaya dari pengguna lensa kontak.
a. Kelopak mata
1. Giant papillary conjunctivitis (GPC) adalah komplikasi yang tersering timbul
akibat penggunaan soft lens. Ini timbul akibat salah satu dari 3 faktor yaitu
peningkatan frekuensi penggunaan lensa, penurunan lama penggunaan lensa
kontak, perubahan larutan pembersih yang kuat. Untuk lensa RGP, ia mudah
berpindah dari kornea ke forniks atas. Jika tidak dapat dideteksi, maka lensa
akan mengikis forniks melewati konjungtiva dan membawanya ke dalam
jaringan yang lembut di kelopak mata, dan akan menimbulkan gejala yang
relatif asimptomatik. Akibatnya, jaringan yang disekitar lensa kontak akan
mengalami iritasi dan inflamasi, dan menimbulkan abses yang steril. Lensa
yang dianggap sebagai benda asing akan terbentuk jaringan granulasi disekitar
lensa, dan membungkusnya seperti bentuk kista.
2. Ptosis, ini timbul akibat adanya massa pada lensa, skar, jaringan fibrosa di
kelopak mata. Lensa kontak baik yang berjenis keras atau lunak, ketika
menempel pada kornea mata maka akan membentuk skar dan kontraksi pada
jaringan kelopak mata yang mengakibatkan retraksi pada kelopak mata. Ptosis
juga dapat timbul akibat dari giant papillary conjunctivitis yang berat.
b. Konjungtiva
1. Alergi kontak merupakan reaksi hipersensitivitas dermatitis kontak akibat dari
zat-zat kimia host yang didapati dari larutan lensa kontak. Manifestasi
klinisnya adalah rasa gatal yang diikuti dengan adanya injeksi, rasa terbakar,
merah, berair, secret mukoid, dan chemosis. Sebagai tambahan kelopak mata
bisa edema dan eritema.
2. GPC, rata-rata 1-3% pengguna lensa kontak akan mendapatkan simptom GPC
yang kompleks, terdiri dari injeksi konjungtiva, sekret mukoid, gatal, debris
pada tear film, lapisan lensa, pandangan kabur, dan pergerakan lensa
yangberlebihan.
3. Contact lens-induced superior limbic keratoconjunctivits (CL- ISLK)
merupakan suatu reaksi imun pada konjungtiva perifer. Manifestasi klinisnya
adalah penebalan konjungtiva, eritema, dan timbul berbagai warna pada
konjungtiva bulbaris superior. Sel epitelium keratinisasi akan berisi banyak
sel-sel goblet yang diinvasi oleh neutrofil. Akibatnya akan terasa seperti ada
benda asing, fotofobia, berair, rasa terbakar, gatal, dan penurunan akuitas
visual.
c. Epitelium kornea
1. Kerusakan epitel yang mekanik. Lensa kontak merupakan banda asing yang
akan menggosok kornea dan menekan epitel kornea setiap mengedipkan mata
sepanjang hari dan menimbulkan abrasi kornea. Jika tidak dikenali dan diobati
akan mengakibatkan stres pada epitel yang kronis. Kerusakan epitel akan
memudahkan bakteri menempel pada kornea dan mengakibatkan infeksi
stroma, serta menstimulus sub-epitel fibrosa tanpa adanyainfeksi.
2. Chemical epithelial defect. Berbagai larutan kimia lensa kontak akan
menimbulkan kerusakan epitel ditandai dengan adanya erosi. Larutan
pembersih surfaktan biasanya akan menyebabkan nyeri, merah, fotopobia, dan
berair, segera setelah dibersihkannya lensa. Gejala ini akan hilang dalam 1-2
hari. Jika hidroksi peroksida diteteskan ke mata, maka akan timbul gelembung-
gelembung gas pada intra-epitel dan sub-epitel. Gelembung ini terlihat dan
menyebabkan hilangnya penglihatan secara signifikan yang bersifat temporer,
dan hidroksi peroksida juga menyebabkan perubahan refraksi permanen dan
larutan desinfeksi kimia dapat merusak epitel yang tidak terlihat dan bersifat
intermiten.
3. Hipoksia. Kebutuhan oksigen di kornea mata dipengaruhi karena lapisan lensa
kontak mengurangi jumlah oksigen yang masuk. Hipoksia yang ringan
mengakibatkan edema epitel dan penglihatan kabur yang temporer, sedangkan
hipoksia berat akan terjadi kematian sel-sel epitel dan deskuamasi. Pengguna
tidak merasa nyaman, penurunan penglihatan temporer, dan fotopobia. Salah
satu tanda hipoksia kornea kronis adalah adanya neovaskularisasi superfisial
terutama sepanjang limbus superior. Epitel kornea yang lebih tipis
dibandingkan lensa kontak menyebabkan hipoksia yang kronis dan
menurunkan aktivitasmitosis. Pembentukan sel-sel epitel menurun, ukurannya
membesar, dan memudahkan menempelnya Pseudomonas aeruginosa pada
permukaan sel epitel.
4. Reaksi imun superfisial. Variasi larutan lensa kontak dapat menimbulkan
toksik superfisial atau reaksi imun. Ditandai dengan adanya keratophati,
injeksi konjungtiva, berair, gatal, dan chemosis. Reaksi imun superfisial juga
bersifat sistemik yaitu, dalam jangka lama dapat menyebabkan diabetes, one
eye, imunosupression
d. Stroma kornea
1. Infiltrat steril. Penggunaan lensa kontak akan menginduksi terjadinya keratitis
steril, dengan onset adanya infiltrat pada stroma anterior atau leukosit
polimorfonuklear di sub-epitel dan sel mononuklear di perifer kornea secara
tiba-tiba. Berdiameter 0,1-2 mm, tunggal atau berkelompok, dengan bentuk
bulat, oval, dan menempel pada sel epitel yang menyebabkan kerusakan epitel.
Manifestasi klinisnya adalah nyeri ringan, inflamasi pada anterior chamber
yang minim, kerusakan epitel, kemudian terbentuk ulkus.
2. Infeksi kornea (keratitis). Disebabkan oleh bakteri, jamur, protozoa
(acanthamoeba keratitis). Infeksi bakteri biasanya timbul di kelopak mata dan
kelenjar air mata. Penggunaan lensa kontak mengganggu pertukaran air mata,
sehingga air mata terkumpul di kornea mata. Selain itu, ketebalan epitel
menurun, pergantian sel menurun dan terjadi deskuamasi, sehingga
meningkatkan risiko infeksi bakteri pada sel epitel. Gejala awal tidak begitu
kelihatan, tetapi gejala yang mungkinada seperti berair dan sedikit sulit
mengedipkan mata. Bakteri yang sering menimbulkan infeksi kornea mata
adalah P. aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis.
Infeksi ini biasanya berasal dari larutan lensa kontak yang terkontaminasi.
Infeksi bakteri yang akut biasanya terjadi dalam waktu 24 jam dengan
simptom nyeri, fotopobia, berair, sekret purulen, dan penurunan penglihatan.
Awalnya infiltrat stroma berwarna putih kekuningan yang berkembang di
bawah sel epitel yang rusak diikuti adanya reaksi di anterior chamber dan
injeksi konjungtiva. Setelah itu, berkembang menjadi edema epitel kemudian
menjadi nekrosis. Dilaporkan di United State dan Netherland, bahwa infeksi
kornea mata memiliki risiko yang paling sering ditimbulkan akibat
penggunaan lensa kontak dalam 2 dekade terakhir ini.
3. Acanthamoeba keratitis merupakan infeksi yang sulit untuk diterapi. Sumber
infeksi ini berasal dari larutan lensa kontak, dimana tempat larutan tersebut
telah terkontaminasi oleh acanthamoeba. Manifestasi klinis awal yang timbul
adalah adanya sensasi benda asing, penglihatan kabur yang ringan, dan merah.
Kemudian diikuti rasa nyeri yang progresif, injeksi konjungtiva, epitelnya
kasar, dan pada pemeriksaan dengan senter terlihat adanya penebalan saraf-
saraf kornea mata. Infeksi ini bersifat progresif, berat, dan bentuk infiltratnya
seperti cincin disentral.
4. Mata merah akut (tight lens syndrome). Kondisi ini terjadi ketika lensa kontak
terlihat seperti menempel erat pada kornea. Tight lens syndrome ini dapat
terjadi pada lensa kontak yang sudah menegering atau kedaluarsa, saat tidur,
dan pada saat cuaca berangin atau terlalu panas. Lensa kontak dapat
menebalkan mata dan sebagai tanda adanya inflamasi stroma difus dan reaksi
pada anterior chamber. Manifestasi klinisnya adalah rasa nyeri, fotopobia,
injeksi, dan berair baik akut maupun kronik dan pencegahannya adalah
meneteskan cairan pelembap khusus lensakontak secara berkala.
5. Kikisan kornea mata (corneal warpage). Selama menggunakan lensa kontak
akan terjadi perubahan kontur kornea. Corneal warpage menyebabkan
astigmatisma irreguler, dan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan
kacamata.
6. Abrasi kornea adalah defek pada lapisan epitel. Dapat disebabkan oleh trauma,
benda asing, lensa kontak yang dipakai dalam jangka waktu lama, defek lapisan
air mata, kesulitan menutup kelopak mata atau malposisi kelopak mata atau
bulu mata.
7. Contact lens-induced keratoconus. Hubungan antara keratokonus dengan lensa
kontak masih kontroversi. Persentasi yang tinggi (20-30%) penderita
keratokonus didiagnosis akibat dari penggunaan lensa kontak, tetapi
bagaimanapun tidak ada penyebab yang berhubungan langsung dengan
penyakit tersebut.
Infeksi dan iritasi pada mata dapat disebabkan oleh beberapa faktor resiko.
Chang,Daly, dan Elliot (2006) menyebutkan bahwa faktor resiko tersebut yakni:
1. Kelompok usia ekstrim
2. Kerusakan intengritas jaringan
3. Potensial mengidap penyakit tertentu
4. Immunosupresi.
5. Terdapat aspek pengobatan atau prosedur tertentu (tindakan invasif, operasi,dll)
6. Penggunaan antibiotic

D. Gangguan Penglihatan
Mata dapat terkena berbagai kondisi, beberapa diantaranya bersifat primer sedang
yang lain sekunder akibat kelainan pada system organ tubuh lain. Kebanyakan kondisi
tersebut dapat dicegah, lainnya apabila terdeteksi awal dapat dikontrol, dan penglihatan
dapat dipertahankan (Brunner & Suddarth, 2001). Berikut ini adalah kelainan oftalmik
serta penatalaksanaannya yang sering dijumpai.
a. Mipoia
Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di
depan retina, ketika mata tidak dalamkondisi berakomodasi. Ini juga dapat
dijelaskan pada kondisi refraktifdimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang
masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari
bahasa Yunani “muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan
manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah “nearsightedness”
(American Optometric Association, 2006). Miopia adalah keadaan pada mata
dimana cahaya atau benda yang jauh letaknya jatuh atau difokuskan didepan retina.
Supaya objek atau benda jauh tersebut dapat terlihat jelas atau jatuh tepat di
retinadiperlukan kaca mata minus (Rini, 2004).
Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata
yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan
kornea yang terlalu cekung (Sidarta,2007).
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar
yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datangdibiaskan di depan retina (bintik
kuning). Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan
makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat,
miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang (Sidarta,2003).
Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang
datang dari jarak tidak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi
dibiaskan pada satu titik di depan retina (Sativa, 2003).
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata,
myopia dapat dibagi kepada dua yaitu :
1. Miopia Simpleks: Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang
ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangatlambat.
Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa
mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi
biasanya kurang dari -6D.
2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna
atau miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan
terjadi sejak lahir. Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas
kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak
diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan
miopia dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat pada
miopia patologik biasanya melebihi -6 D (Sidarta, 2007).
Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis dapat
terbagi lima yaitu:
1. Miopia Simpleks: Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang
terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu
tinggi.
2. Miopia Nokturnal: Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling
kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi
terhadap tahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya
adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak
cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.
3. Pseudomiopia: Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar
yang memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu,
karena memang sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan
akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru-buru
memberikan lensa koreksi.
4. Miopia Degeneretif: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia
maligna atau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi
dan tajam penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat
koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.
5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat-obatan, naik
turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan
sebagainya.
a. Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan
untuk mengkoreksikannya (Sidarta,2007):
1. Ringan: lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
2. Sedang: lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
3. Berat: lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
b. Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Sidarta,2007):
1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
2. Miopia onset anak-anak: di bawah umur 20 tahun.
3. Miopia onset awal dewasa: di antara umur 20 sampai 40 tahun.
4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40tahun).
Berdasarkan hasil penjabaran faktor resiko gangguan mata diatas, jika
dikaitkan dengan penggunaan dan perawatan lensa kontak, maka dapat diringkas
sebagai berikut:
1. Pengetahuan
Pengetahuan yang domain kognitif yang mempengaruhi perilaku seseorang.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat menghasilkan persepsi dan
motivasi terhadap perilaku. Oleh karena itu, seseorang dengan
pengetahuan tertentu secara tidak langsung akan melakukan tindakan yang
sesuai dengan apa yang diketahuinya. Pengetahuan mengenai perawatan
lensa kontak akan membentuk perilaku seseorang dalam menggunakan dan
merawat lensa kontak yang pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan
mata.
2. Motivasi
Motivasi adalah konsep yang dipakai untuk menguraikan keadaan yang
menstimulasi perilaku tertentu dan respon instrinsik yang ditampilkan
sebagai perilaku (Swansburg, 2000). Motivasi menjadi hal penting untuk
menghasilkan keinginan pada diri seseorang yang mempengaruhi perilaku
dalam merawat lensa kontak. Motivasi dapat mendukung seseorang untuk
melakukan perawatan lensa kontak sesuai prosedur. Motivasi juga
mempengaruhi seseorang untuk selalu menjaga kesehatan mata.
3. Usia ekstrim
Masa usia ekstrim meliputi terlalu muda dan usia terlalu tua. Pada masa ini,
seseorang memiliki kerentanan tubuh yang memudahkan agen penyakit dan
radikal bebas menyerang system tubuh. Lansia, bayi, dan toddler
merupakan kelompok masa usia ekstrim. Ketidakmaturan dan penuaan sel
menyebabkan penurunan fungsi tubuh terhadap tahanan penyakit atau
radikal bebas. Oleh karena itu, pada masa usia ini seseorang akan dengan
mudah terserang penyakit dibandingkan dengan usia menengah. Lansia
memiliki resiko lebih tinggi terhadap serangan penyakit sesuai dengan
imunitas yang dikemukan oleh Stanley & Beare (2007), ketika orag
bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami
penurunan sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai
penyakit. Begitupun bayi dan toddler memiliki kerentanan terhadap
penyakit karena immaturitas sistem tubuh terutama sistem immun menurut
Whaley & Wong (1995) dalam Potter & Perry (2005) kelompok usia bayi
adalah lahir-12 bulan atau 18 bulan, toddler 1-3 tahun. Sedangkan
kelompok usia lansia menurut Departemen Kesehatan RI (2003) terbagi
menjadi tiga, yaitu pra usia lanjut (45-59 tahun), usia lanjut (60-69 tahun),
usia lanjut resiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau usia lanjut berumur 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan)
4. Status kesehatan
Kondisi kesehatan sangat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Penyakit
yang tengah dialami seseorang baik kronik ataupun akut secara bertahap
meyebabkan penurunan dan kelemahan pada organ yang terkena penyakit,
organ-organ sekitar yang terkena penyakit, bahkan kekebalan tubuh namun
demikian terdapat faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan.
Menurut definisi penyakit lingkungan yang dikemukakan oleh
Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta (2002) bahwa penyakit lingkungan
merupakan penyakit yang terjadiakibat interaksi manusia dengan
lingkunganya berikut merupakan kondisi yang mempengaruhi status
kesehatan seseorang:
a. Potensial mengidap penyakit mata
b. Immunosupresi
c. Kerusakan integritas jaringan mata
E. Kerangka Penelitian
1. Kerangka Teori

Perilaku dipengaruhi oleh


beberapa faktor:
1. Faktor intern
- Pengetahuan
- Kecerdasan
 Gangguan - Persepsi
Perilaku
Penglihatan penggunaan
- Emosi
lensa kontak
- Motivasi
 Tren/Kosmetik 2. Faktor ekstern
- Iklim
- Manusia
- Sosial
- Ekonomi

Gambar 3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan lensa kontak pada


mahasiswa dengan gangguan penglihatan adaptasi dari Lawrence Green (1980) dalam
Notoatmodjo (1997 dan 2010), Brunner & Suddarth (2001) & Khaerunnisa (2012).

2. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka, kerangka teori serta tujuan dari penelitian maka
kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti di Kampus Nitro di Makassar sebagai
berikut:

Variabel Dependen
Variabel Independen
Perilaku penggunaan lensa
- Pengetahuan
kontak:
- Pengaruh sosial (lingkungan
- Menggunakan lensa
teman dan keluarga)
Kontak karena koreksi mata
- Ekonomi (pendapatan)
- Menggunakan
- Motivasi
lensa kontak karena kosmetik

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


3. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah di susun, maka hipotesis
yang diangkat yaitu:
1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan lensa kontak
2. Ada hubungan antara pengaruh sosial (lingkungan teman dan lingkungan keluarga)
dengan penggunaan lensa kontak
3. Ada hubungan anatara ekonomi (pendapatan) dengan penggunaan lensa kontak
4. Ada hubungan antara motivasi dengan penggunaan lensa kontak

F. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Operasional Ukur
Pengetahuan Pengetahuan Responden diberi Kuesioner Ordinal a. Pengetahuan
pengguna lensa pertanyaan tentang baik (skor
kontak terhadap cara perawatan jawaban
perawatan lensa lensa kontak: responden 76-
kontak. pengetahuan 100%)
Meliputi: mengenai jenis b. Pengetahuan
- Jenis lensa lensa kontak, cukup (skor
kontak indikasi dan jawaban
- Indikasi dan kontradikasi responden 56-
kontradikasi penggunaan lensa 75%)
penggunaan kontak, hal yang c. Pengetahuan
lensa kontak harus dihindari kurang (skor
- Hal yang harus ketika jawaban
dihindari menggunakan lensa responden ≤
ketika kontak, hal yang 55% )
menggunakan harus dilakukan (Arikunto, 2006)
lensa kontak untuk perawatan
- Cara lensa kontak cara
membersihkan membersihkan lensa
lensa kontak kontak dengan
- Efek yang pilihan jawaban
dapat benar atau salah.
ditimbulkan (Skala Gutman)
pada pengguna
lensa kontak
Sosial Yang dimaksud Responden diberi Kuesioner Nominal 1. Dokter
sosial di sini pertanyaan 2. Teman
adalah mengenai 3. Lingkungan
lingkungan lingkungan yang keluarga
teman dan paling
keluarga mempengaruhi
disekitar responden untuk
responden yang menggunakan lensa
paling kontak apakah dari
mempengaruhi teman atau keluarga
perilaku
responden.
Ekonomi Pendapatan Responden Kuesioner Ordinal - Ekonomi
(pendapatan) responden secara dianjurkan mengisi menengah
rutin dalam satu kolom mengenai keatas =
bulan baik rentang pendapatan > 1juta /bulan
diperoleh dari sebulan sekali - Ekonomi
pekerjaan, atau menengah
pemberian kebawah
keluarga <1juta/bulan
Motivasi Motivasi yang Responden diberi Kuesioner Ordinal - Sangat setuju
dimaksud adalah pertanyaan - Setuju
keinginan yang mengenai faktor- - Tidak setuju
terdapat pada faktor yang selama - Sangat tidak
diri seseorang ini menjadi setuju
individu yang motivasinya untuk (Skala Likert)
mendorongnya menggunakan lensa
untuk kontak. Diantaranya
melakukan faktor intrinsik
perbuatan- yaitu yang berasal
perbuatan, dari dalam individu
tindakan, untuk menggunakan
tingkah laku atau lensa kontak misal
perilaku untuk koreksi mata.
Sedangkan faktor
ekstrinsik yaitu
motivasi yang
berfungsi karena
adanya rangsangan
dari luar seperti
masyarakat sekitar;
kelompok teman
(Notoatmodjo,2010)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, dengan menggunakan desain
Cross- sectional (Potong Lintang) karena pada penelitan ini variable independen dan
dependen akan diamati pada waktu (priode) yang sama, jadi tidak ada follow-up pada
studi ini (Setiadi, 2007). Dengan metode ini diharapkan dapat diketahuinya faktor-faktor
yang berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa kontak pada mahasiswa Nitro
Makassar.

B. Tempat dan Waktu


1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kampus Nitro Makassar.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2019

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling


1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah sejumlah besar subjek yang memiliki
karakteristik yang tertentu. Subjek dapat berupa manusia, hewan, data labolatorium,
dll. Sedangkam karekteristik subjek ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan
penelitian, (Sastroasmoro, 2008). Populasi dalam penelitan ini adalah seluruh
mahasiswa yang menggunakan lensa kontak di Kampus Nitro Makassar.
2. Sample
Sample merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian dari
jumlah karakteristik yang dimiliki populasi (Hidayat, 80. 2007). Sample terdiri dari
bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian
melalui sampling (Nursalam, 2008). Sampel pada penelitian ini adalah seluruh dari
populasi yang yang menggunakan lensa kontak di Kampus Nitro Makassar.
Adapun kriteria sampel dibagi menjadi dua yaitu inklusi dan ekslusi. Inklusi
adalah karakteristik umum subjek penelitian dari populasi target yang terjangkau dan
akan diteliti. Sedangkan ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena berbagai sebab misalnya subjek
menolak berpartisipasi (Nursalam, 2008).
a. Kriteria Inklusi
1. Semua mahasiswa aktif yang sedang menggunakan lensa kontak yang berkuliah
di kampus Nitro Makassar.
2. Bersedia untuk dijadikan responden atau sampel penelitian
b. Kriteria Ekslusi
1. Tidak menggunakan menggunakan lensa kontak

3. Besar Sampling
Jumlah sample yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 63 orang dengan
perhitungan sample sebagai berikut:

Rumus Uji Beda Dua Proporsi :

Keterangan :
n : Jumlah sample yang dibutuhkan
Z₁− ) : 96 (Derajat Kepercayaan 95%, derajat kemaknaan 5%)

Z₁-β :1,28 (Kekuatan Uji (90%)


p₁ : 0,63 (Proporsi distribusi tingkat pengetahuan pada kategori sedang
yang menggunakan lensa kontak terhadap dampak negatif
penggunaannya tahun 2010 Oleh Finera Winda pada mahasiswa
fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara)
p₂ :Proposal penelitian 30 %=p1-30%=0,33

P= = 0,63+0,33/2=0,48

n =56,62=57 Responden
Untuk menghindari terjadinya sampel yang drop out dan sebagai cadangan peneliti
menambahkan 10% dari jumlah sampel minimal. Cadangan 10% x 57 = 5.7 = 6
responden. Jadi total responden pada penelitian kali ini adalah 57+6 = 63 Responden.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di di Kampus Nitro Makassar, waktu penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juli-Agustus 2019. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena belum
pernah ada penelitian terkait kesehatan mata khususnya faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku penggunaan lensa kontak pada mahasiswa.

E. Metode Pengumpulan Data


1. Instrumen Penelitian
Alat ukur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
yang disusun secara terstruktur berdasarkan teori dan berisikan pertanyaan yang harus
dijawab responden. Instrumen ini terdiri atas 5 bagian, yaitu:
a. Bagian pertama (A) berisi data demografi seperti usia, jenis dengan mengisi dan
melingkari pilihan yang tersedia.
b. Bagian kedua (B) berisi variabel kelamin faktor social, dan ekonomi (pendapatan),
dengan melingkari pada pilihan yang tersedia.
c. Bagian kedua (C) berisi variabel penggunaan lensa kontak dengan memberi tanda
check list (√) pada pilihan yang tersedia.
d. Bagian ketiga (D) berisi variable pengetahuan terdiri dari 13 pernyataan positif dan
12 pernyataan negative menggunakan skala Guttman dengan memberi tanda check
list (√) pada pilihan yang tersedia.
Pernyataan positif Skor Pernyataan Negatif

Alternatif Jawaban Alternatif Jawaban


Benar 1 Salah
Salah 0 Benar

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan


skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa
presentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:
N = Sp

Smm X 100%

Keterangan :
N : Nilai pengetahuan
Sp : Skor yang di dapat
Smm : Skor tertinggi maksimum
Selanjutnya Persentase jawaban diintegrasikan dalam kualitatif dengan acuan
sebagai berikut:
a. Pengetahuan baik (skor jawaban responden 76-100%)
b. Pengetahuan cukup (skor jawaban responden 56-75%)
c. Pengetahuan kurang (skor jawaban responden ≤ 55%)
e. Bagian kelima (E) berisi variable motivasi menggunakan skala Likert dengan
memberi tanda check list (√) pada pilihan yang tersedia.
Pernyataan Positif Skor Pernyataan Negatif
Alternatif Jawaban Alternatif Jawaban
Sangat Setuju 4 Sangat Tidak Setuju
Setuju 3 Tidak Setuju
Tidak Setuju 2 Setuju
Sangat Tidak Setuju 1 Sangat Setuju
Keterangan :
- 0,25% : Sangat tidak setuju
- 25-50% : Tidak setuju
- 51-75% :Setuju
- 75-100% : Sangat setuju

2. Langkah- Langkah Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan di Kampus Nitro Makassar dengan proses
sebagai berikut :
1. Memperoleh persetujuan pembimbing untuk melakukan tindak lanjut dalam
penelitian.
2. Menyelesaikan kelengkapan administrasi seperti surat izin penelitian dari Ketua
program Studi DIII Optometri Universitas Megarezky Makassar.
3. Melakukan pengambilan sampel dengan teknik accidental sampling
4. Peneliti mengdakan pendekatan dan penjelasan kepada calon responden tentang
penelitian dan bagi responden yang bersedia dipersilahkan menandatangani
persetujuan penelitian.
5. Pada responden (mahasiswa menggunakan lensa kontak)
a. Menyapa responden
b. Menanyakan tujuan responden
c. Setelah itu, membuat kontak dengn responden untuk kesediaannya mengisi
koesioner.
d. Penelitian akan bertanya pada mahasiswa apakah kuesioner akan diisi sendiri
atau di bacakan oleh peneliti.
6. Memberikan waktu kepada responden untuk menjawab pertanyaan dan
memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya jika ada yang belum
jelas.
7. Setelah pertanyaan dalam kuesioner dijawab, maka peneliti memeriksa kembali
kelengkapan data.
8. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden atas partisipasinya.

E. Pengelohan Data
1. Teknik Pengolahan Data
Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan
data menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh dipergunakan untuk
proses pengambilan keputusan, terutama dalam pengujian hipotesis. Dalam
pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus di tempuh, di antaranya :
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul (Hidayat, 2007).
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila
pengolahan dan analisis data menggunakan computer (Hidayat 2007).
3. Entri Data
Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam
master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi (Hidayat, 2007).
4. Cleaning data
Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah
dimasukkan ada kesalahan atau tidak Kesalahan mungkin terjadi pada saat
memasukkan data ke computer.
5. Processing data
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, data sudah dikoding,
maka langkah selanjutnya adalah memproses data untuk dianalaisis. Proses
pengolahan data dilakukan dengan cara memindahkan data dari kuesioner ke
paket program computer pengolahan data statistik.

2. Analis Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai
distribusi frekuensi dari variabel independen yaitu factor pengetahuan, hubungan
sosial (lingkungan keluarga dan teman), ekonomi (pendapatan), dan motivasi serta
variabel dependen yaitu perilaku penggunaan lensa kontak. Dalam penelitian ini skor
individu pada setiap nomor pertanyaan akan diolah di paket aplikasi statistik.
b. Analisa Bivariat
Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen yaitu dengan menggunakan uji Chi-Square (X2) dan
Spearman, yaitu untuk mengetahui hubungan antar variabel kategorik dengan
kategorik. Analisis ini bertujuan untuk menguji perbedaan antara dua proporsi atau
lebih sehingga bisa diketahui apakah ada atau tidak hubungan yang bermakna jika
dilihat secara statistik. dengan derajat kepercayaan 95% dengan α 5%. Tujuan uji
statistik ini adalah untuk mengetahui atau menguji apakah faktor-faktor seperti
pengetahuan, hubungan sosial (lingkungan keluarga dan teman), ekonomi
(pendapatan) dan motivasi dapat berhubungan dengan perilaku penggunaan lensa
kontak. Untuk melihat kemaknaan sistem dengan membandingkan nilai p ≤ α (0,05)
maka ada hubungan yang bermakna antara dua variabel dependen dan independen
(Ho ditolak). Begitu juga tidak ada hubungan bermakna (Ho gagal ditolak) jika p ≥ α
(0,05).

F. Etika penelitian
Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian mengingat peneliti keperawatan akan berhubungan langsung dengan
manusia, maka segi etika peneliti harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak
asasi dalam kegiatan. penelitian (Hidayat, 2007). Dalam penelitian melakukan
penelitian menekankan maasalah etika penelitian yang meliputi :
1) Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek
mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Beberapa informasi
yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain : partisipasi mahasiswa
tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur
pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi
yang mudah dihubungi, dan lain-lain. (Hidayat, 2007).
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. (Hidayat,
2007). Akan tetapi, pada penelitian ini unsur anonimity diabaikan karena design
yang digunakan adalah kohort. Sampel di observasi dalam waktu tertentu sehingga
sangat penting untuk mencantumkan nama.

3. Kerahasiaan ( confidentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan di laporkan pada hasil riset.
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology: Optics, Refraction, and Contact Lenses, Section


3.”Basic and Clinical Science Course”, 2002-2003, page 181-195 dan Kumpulan
Naskah Kursus Lensa Kontak Perdami, Jakarta, 2001

American Optometric Association.Diunduh dari http://www.aoa.org/x5080.xml pada tanggal


02 Desember 2019

Amirah Kamaruddin, Fatin.”Gambaran Penggunaan Lensa Kontak Pada Mahasiswa FK USU


dan Kemungkinan Terjadinya Keratitis”.Skripsi.Medan.Sumatera Utara.2010

Arikunto, Suharsimi.”Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”.Jakarta:Rineka


Cipta.2006

Artini, Widya.”Jangan Sembarangan Pakai Lensa Kontak”.Diunduh dari


http://www.tribunnews.com/2010/10/20/jangan-sembarangan-pakai-lensa-kontak pada
tanggal 20 Mei 2019

Barr, Joseph. "Contact Lenses 2002: Annual Report." Contact Lens Spectrum Jan. 2003: 24-
31 Diunduh darihttp://www.contactlenscouncil.com/pcon-
stats.htmpada tanggal 20 Mei 2019

Bausch & Lomb.”Laporan tahunan tentang solusi lensa kontak”. Rochester: Bausch & Lomb
Utara Amerika Perawatan Visi. 1994: 2. Anon. Pakai lensa kontak. Diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/198992585/133490C99D112486695/12
?accountid=46437 pada tanggal 22 Mei 2019

Brunner & Suddarth. “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol 3” . Jakarta : EGC.2001

Chang, ester, dkk. “pathophysiology: applied to nursing practice”. Marrickville: Mosby


Elsevier. 2006.

Contact Lens Council, “Statistics on Contact Lens Wear in the U.S.”7 November.2004.
Diunduh dari http://www.contactlenscouncil.com/pcon-stats.htmpada tanggal 21 Mei
2019

Creasoft. “Referensi Kesehatan”. 2008. Diunduh dari


http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/sikap/ pada tanggal 22 Mei 2019

Denovoidea. “Organisasi”.2009. Diunduh dari


http://denovoidea.wordpress.com/2009/02/11/organisasi pada tanggal 22 Mei 2019

Ernawati, Maftuhah.”MODUL Konsep Dasar Keperawatan”.Jakarta: UIN Jakarta Press.2006

Eunike L. P., Vera S., Laya R., “Penggunaan lensa kontak dan pengaruhnya terhadap dry
eyes pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi”. Jurnal e-Clinic
(eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016
Fadilawati, Nikmatul.”Awas, Lensa Kontak Picu Kebutaan”.2011Diunduh dari
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=800815b9811cd587b6071
a5f542b7218&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862cpada tanggal 14 Juni 2019

Griggs, Kim.”Contact Lenses Care”.2009Diunduh dari


http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1737369621&sid=5&Fmt=3&clientId
=45625&RQT=309&VName=PQD pada tanggal 21 Mei 2019

Hastono, S.P. “Modul Analisa Data”. Depok: FKM-UI. 2001.

Hidayat, Alimul.”Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data”.Ed


1.Jakarta:Salemba Medika.2007

Ilyas,Sidarta.”Ilmu Perawatan Mata”.Jakarta:Sagung Seto. 2004

Khaerunnisa, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Lensa Kontak Pada


Mahasiswa Dengan Gangguan Penglihatan. Jakarta: Skripsi.2012

Kharuna, A.K.,”Comprehensive Ophthalmology”. 4th ed. New Dehli: New Age International
(P) Limited. 2007

Lancet 1988; i: 1437. Glynn RJ, Schein OD, seddon JM, et al. “Kejadian keratitis ulseratif di
antara pemakai lensa kontak aphakic di New England”. Arch Ophthalmol 1991;
109: 104407.Diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/198992585/133490C99D112486695/12
?accountid=46437 pada tanggal 21 Juni 2019

Mubarok, Wahit Iqbal & Chayatin, Nurul. “Ilmu keperawatan komunitas pengertian dan
teori”.Jakarta: Salemba Medika, 2009.

Notoatmodjo, Soekidjo.”Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip - Prinsip Dasar”.


Jakarta: Rineka Cipta.1997

. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.2003.


.”Metodologi Penelitian KesehatanI”.Jakarta:Rineka

. Promosi Kesehatan (Teori dan Aplikasi). Jakarta: Rineka Cipta.2005.

.”Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku”.Jakarta: Rineka Cipta. 2007

.”Ilmu Perilaku Kesehatan”.Jakarta:Rineka Cipta.2010

Nursalam.”Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan”.Surabaya:Salemba medika. 2008

Oktapriana,R.”Pengetahuan, Sikap, dan Praktek PHBS siswa dan Faktor-faktor Yang


Berhubungan di SDN 013 Sunter Agung Jakarta Utara Tahun
2008”.Jakarta:Skripsi.2008
Potter, Perry.”Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses Dan Praktik”.Ed 4.
Jakarta:EGC.2005

Pringgoutomo, Himawan, Tjarta.”Buku Ajar Patologi I (Umum)”. Ed. 1


Jakarta: Sagung Seto.2002

Rakhmat, Jalaluddin.“Psikologi Komunikasi”.Edisi Revisi. Bandung: Remaja


Rosdakarya.1992

Ratna I, Firdalena M., “Gambaran Penggunaan Lensa Kontak (Soft Lens) Pada Mahasiswa
Universitas Syiah Kuala Ditinjau Dari Jenis Lensa, Pola Pemakaian, Jangka Waktu
Dan Iritasi Yang Ditimbulkan”. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 16 Nomor 3
Desember 2016

Sarwono, Sarlito Wirawan.”Pengantar Umum Psikologi”.Jakarta: PT.Bulan Bintang.


2000

Sastroasmoro, Sudigdo.”Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis”. Ed 3.


Jakarta: Sagung Seto.2008

Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. “Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis”.


Jakarta: Sagung Seto.2002

Setiadi.”Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan”.Jakarta:Graha Ilmu.2007 Stanley,


beare.”Buku Ajar Keperawatan Gerontik”.Ed 2.Jakarta:EGC.2007 Sugiyono.”Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D”.Bandung:Alfabeta. 2009

Sunarti, Wahyu S., “Perilaku Remaja Pengguna Lensa Kontak (Soft Lens) Dalam Perawatan
Kesehatan Mata Di Smkn 3 Kota Blitar (The Behavior Of Adolescents With Contact
Lens (Soft Lens) In The Eye Health Care In Smkn 3 Blitar City) “. ÝOI:
10.26699/jnk.v4i3.ART.p218-223. Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 4, No. 3,
Desember 2017

Universitas Kristen Petra.2006. Diunduh dari


http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?submit.x=12&submit.y=20&submit=prev&page=
2&qual=high&submitval=prev&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Fsip4%2F2006%2Fjiu
nkpe-ns-s1-2006-21499109-10559-sehat-chapter2.pdf pada tanggal 15 Juni 2019

Ventocilla, M.,.“Contact Lens Complications”, Michigan Collage


of Optometry.2010. Diunduh dari
QFjAA&url=http%3A%2F%2Femedicine.medscape.com%2Farticle%2F1196459-
overview&rct=j&q=Contact+Lens+Complications&ei=cunXS-
apGILGrAeu442PBw&usg=AFQjCNG_71aTtjr3KH8RBxAxsUvxlospUQ. Pada
tanggal 15 Juni 2019

Winda, Finera.”Tingkat Pengetahuan Pengguna Lensa Kontak Terhadap Dampak


Negatif Penggunaannya Pada Mahasiswa FK USU angkatan 2007-
2009”.Skripsi.Medan.Universitas Sumatera Utara.2011
INFORMED CONSENT

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU


PENGGUNAAN LENSA KONTAK PADA MAHASISWA NITRO MAKASSAR
TAHUN 2019

Assalamu‟alaikum.WR.WB

Nama : Maliyanti Ariani

NIM : 163145404013

Saya mahasiswa D-III Optometri Fakultas Farmasi, Teknologi Rumah Sakit, dan
Informatika Universitas Megarezky Makassar sedang melaksanakan penelitian untuk
penulisan Karya Tulis Ilmiah sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sebagai
Sarjana Diploma III Optometri (Amd.Kes).

Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan


penelitian. Untuk itu Saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya Saudara/Saudari
bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kerahasiaan
jawaban Saudara/Saudari akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti.

Kuesioner ini Saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang di
pertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini.

Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi Saudara/Saudari dalam
pengisian kuesioner ini.

Apakah Saudara/Saudari bersedia menjadi responden?

YA/TIDAK

Tertanda

Responden
Kuesioner
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Penggunaan Lensa Kontak Pada
Mahasiswa Nitro Makassar Tahun 2019

Tanggal Pengisian :

Jawablah pertanyaan yang ada di bawah ini dengan mengisi dan melingkari pilihan
yang merupakan jawaban anda
Kuesioner A
1. Berapakah usia Anda saat ini : .................. tahun
2. Jenis Kelamin : P/L
3. Alasan penggunaan lensa kontak : ..................................
a. Kosmetik (hanya untuk mempercantik mata/estetika)
b. Optik ( mengalami kelainan refraksi mata/gangguan penglihatan)
Kuesioner B

1. Yang menyarankan Anda menggunakan lensa kontak :


a. Dokter
b. Teman
c. Keluarga

2. Berapa pendapatan Anda per/bulan :


a. > 1juta / bulan
b. < 1juta / bulan

Pilihlah salah satu jawaban dengan memberi tanda check list (√) pada pilihan yang
tersedia.
Kuesioner C
1. Waktu penggunaan lensa kontak Anda ?
a. Setiap hari
b. Berkala
2. Frekuensi penggunaan lensa kontak Anda (kali/minggu)?
a. 7
b. 6
c. 5
d. 4
e. 3
f. 2
g. 1
Pilihlah salah satu jawaban dengan memberi tanda check list (√) pada pilihan yang
tersedia.

Kuesioner D
Di isi oleh
No. Pernyataan Benar Salah peneliti
(skor)
1. Lensa kontak adalah lensa yang menempel pada
selaput bening mata
2. Lensa kontak tidak harus
dibersihkan secara teratur
3. Tempat lensa kontak diganti
setiap 3 bulan sekali
4. Lensa kontak tidak akan berkabut
jika terjadi perubahan suhu
5. Sebelum memakai lensa kontak, saya mencuci
tangan terlebih dahulu
6. Lensa kontak hanya dapat digunakan untuk kelainan
mata berupa rabun jauh (hipermetropi)
7. Lensa kontak dapat digunakan
bergantian dengan orang lain
8. Perawatan lensa sama untuk
semua jenis lensa kontak
9. Proses sterilisasi pada lensa kontak dapat
membunuh bakteri dan jamur yang melekat pada
lensa kontak
10. Untuk membersihkan lensa kontak dapat
digunakan air bersih (tidak berbau, tidak berwarna,
tidak berasa)
11. Membersihkan lensa kontak tidak
dapat menghilangkan kotoran pada lensa
kontak
12. Lensa kontak dapat digunakan ketika tidur
13. Lensa kontak boleh diletakkan di
atas tempat tidur
14. Perawatan lensa kontak yang tidak tepat dapat
berakibat fatal bagi kesehatan mata seperti
alergi, infeksi keratitis, tukak kornea hingga
menyebabkan kebutaan
15. Lensa kontak dapat mengurangi
penyerapan oksigen pada mata
16. Lensa kontak dapat digunakan saat berenang
17. Pengguna boleh menggunakan lensa kontak
melebihi waktu yang telah ditentukan
18. Walaupun lensa kontak tidak digunakan, cairan
pembersih untuk merendam lensa kontak
diganti setiap hari
19. Simpan tempat lensa kontak di lingkungan yang
lembab dan terlindung dari sengatan sinar
matahari langsung
20. Mata terasa terbakar dan berair bukan
komplikasi akibat lensa kontak
21. Kotoran mata normal adalah yang
berwarna putih kekuningan
22. Pemakaian lensa kontak dapat
mengakibatkan infeksi pada lapisan kornea
(keratitis)
23. Mata terasa nyeri salah satu
komplikasi akibat lensa kontak
24. Lensa kontak boleh digunakan
oleh olahragawan untuk menunjang
pekerjaannya
25. Lensa kontak tidak boleh
digunakan pada orang yang memilki sindrom
mata kering

Kuesioner E
Alternatif Jawaban
Pernyataan Sangat Setuju Tidak Sangat
No.
Setuju Setuju Tidak
setuju
1. Anda menggunakan lensa kontak karena
gangguan penglihatan
2. Anda menggunakan lensa kontak
Untuk keperluan kosmetik
3. Anda menggunakan lensa kontak karena
mengikuti Tren atau mode yang sedang
berkembang
4. Anda menggunakan lensa kontak karena
faktor ajakan teman di lingkungan sekitar
5. Anda menggunakan lensa kontak karena
mudah digunakan
6. Anda menggunakan lensa kontak karena
terjual bebas di pasaran walaupun tanpa
resep dokter (poin baru)

Anda mungkin juga menyukai