Anda di halaman 1dari 104

PERBEDAAN NILAI DIOPTRI PEMERIKSAAN TRIAL LENS

SET DAN AUTOREFRAKTOMETER PADA PENDERITA


KELAINAN REFRAKSI MATA DI RUMAH SAKIT
PERTAMINA BINTANG AMIN HUSADA
BANDAR LAMPUNG
2020

Skripsi

Oleh :

DINO LUTHFI JAUHAR

NPM. 16310081

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2020
PERBEDAAN NILAI DIOPTRI PEMERIKSAAN TRIAL LENS
SET DAN AUTOREFRAKTOMETER PADA PENDERITA
KELAINAN REFRAKSI MATA DI RUMAH SAKIT
PERTAMINA BINTANG AMIN HUSADA
BANDAR LAMPUNG
2020

Skripsi

Disusun Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran


di Universitas Malahayati Kota Bandar Lampung

Oleh :

DINO LUTHFI JAUHAR

NPM. 16310081

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2020

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi : PERBEDAAN NILAI DIOPTRI PEMERIKSAAN


TRIAL LENS SET DAN AUTOREFRAKTOMETER
PADA PENDERITA KELAINAN REFRAKSI MATA
DI RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
HUSADA BANDAR LAMPUNG 2020

Nama : DINO LUTHFI JAUHAR

Nomor Pokok Mahasiswa : 16310081

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Rahmat Syuhada ,Sp.M (KVR) dr. Selvia Anggraeni M.kes

ii
MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Pembimbing I : dr. Rahmat Syuhada,Sp.M (KVR)....................

Pembimbing II : dr. Selvia Anggraeni,M.kes....................

Penguji : dr.Helmi Muchtar,Sp.M....................

2. Dekan Fakultas Kedokteran

dr. Toni Prasetia, Sp.PD., FINASIM

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 05 Agustus 2020

iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Dino Luthfi Jauhar


NPM : 16310081
Judul Skripsi : Perbedaan Nilai Dioptri Pemeriksaan Trial Lens Set dan
Autorefraktometer Pada Kelainan Refraksi Mata di Rumah Sakit
Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung Tahun 2020
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan Skripsi Program Studi
Kedokteran, Fakultas Kedokteran Umum Malahayati berdasarkan hasil penelitian,
pemikiran dan pemaparan asli dari penulis sendiri. Baik untuk naskah laporan maupun
programming yang tercantum pada skripsi ini. Jika terdapat karya orang lain, penulis
akan mencantumkan sumber secara jelas.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila
dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini,
maka saya akan menerima sanksi akademik sesuai dengan norma berlaku di perguruan
tinggi.

Bandar Lampung, 2020

Yang membuat pernyataan

Dino Luthfi Jauhar

iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Malahayati, saya yang bertanda tangan dibawah
ini :
Nama : Dino Luthfi Jauhar
Jurusan : Kedokteran Umum
Jenis Karya Ilmiah : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Malahayti Hak Bebas Royaliti Nonekslusif (None-eksclusive Royalti
Free Hight) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Perbedaan Nilai diotri Pemeriksaan Trial Lens Set dan Autorefraktometer Pada
Kelainan Refraksi Mata di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar
Lampung Tahun 2020.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royaliti
Nonekslusif ini Universitas Malahayati berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan fata (database), merawat dan
mempublikasikan karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di : Bandar Lampung
Pada tanggal :
Yang menyatakan

Dino Luthfi Jauhar

v
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI

Skripsi, Juli 2020

Dino Luthfi Jauhar

PERBEDAAN NILAI DIOPTRI PEMERIKSAAN TRIAL LENS SET DAN


AUTOREFRAKTOMETER PADA PENDERITA KELAINAN REFRAKSI
MATA DI RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN HUSADA BANDAR
LAMPUNG 2020
.
iv viii + 41 Halaman + 5 Tabel + 5 Gambar +14 Lampiran

ABSTRAK

Latar Belakang : Kelainan refraksi merupakan suatu keadaan dimana bayangan tegas
tidak dibentuk pada retina (makula retina atau bintik kuning) melainkan di bagian
depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam.
pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik / penglihatan pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada penglihatan normal, kornea dan lensa
mata membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina.
Tujuan Penelitian : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Apakah terdapat
perbedaan antara hasil pemeriksaan trial lens set dan autorefraktometer pada penderita
kelainan refraksi mata di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada
Bandar Lampung.
Metode Penelitian : : Pengambilan data kelainan refraksi dengan autorefraktometer
dan trial lens dilakukan dengan cara cross sectional pada 62 orang Penderita Kelainan
Refraksi Mata di Poli Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar
Lampung 2020. Uji normalitas data dilakukan menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov.
Sedangkan uji analisa data menggunakan Uji Mann— Whitney.
Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil perbandingan Spherical Equivalent (SE) tidak
terdapat perbedaan yang bermakna antara pemeriksaan refraksi menggunakan
autorefraktometer dan trial lens. Hasil uji analisa data menggunakan Uji Mann-
Whitney didapatkan hasil p = 0,33 pada mata kanan dan p = 0,73 pada mata kiri.
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara hasil pemeriksaan
menggunakan autorefraktometer dan trial lens pada kedua mata. Didapatkan hasil
yang lebih negatif pada pemeriksaan yang dilakukan menggunakan
autorefraktometer.

Kata Kunci : Kelainan refraksi, Autorefraktometer,Trial Lens


Kepustakaan: 15 (2007-2019)

vi
MEDICAL FACULTY

MALAHAYATI UNIVERSITY

Thesis, Juli 2020

Dino Luthfi Jauhar

THE DIFFERENCE IN THE VALUE OF DIOPTERS OF THE


AUTOREFRAKTOMETER AND TRIAL LENS SET EXAMINATION ON THE
ABNORMALITIE REFRAKTION IN THE PERTAMINA BINTANG AMIN
HUSADA BANDAR LAMPUNG
XI + 41 pages + 5 tables + 3 figures + 14Attachment

ABSTRACT

Background : Refraction disorder is a condition where firm shadow are not formed on
the retina (macular retina or yellow spot) but on the part front or back yellow spots and
do not lie on sharp point.in refractive abnormalities there is an imbalance of the optical
system/vision, the cornea and lens of the eye deflect light at the right focus point in the
central retina.
Purpose : The pupose of this study was to determine whether there is a difference the
results of the trial lens set examinations and autorefractometer in patients with eye
refraction abnormalities at the poly clinic of Pertamina Bintang Amin Husada Hospital
Bandar Lampung.
Method : Collection data of refraction abnormalities using autorefractometer and trial
lens was carried out by crossectional method in 62 people with refraction disorders in
the eye clinic of Pertamina Bintang Amin Husada Hospitals. Data normality analysis test
uses the Mann-Whitney test.
Results : Based on Spherical Equivalent (SE) comparison,there is no significant
difference between refraction examination using autorefractometer and trial lens.The
results of the data analysis test using the Mann-Whitney test showed p= 0.33 in the right
eye and p= 0.73 in the left eye
Conclusion :There was no significant difference between the results of the examination
using an autorefractometer and trial lens in both eyes. More negative results are obtained
on examinations perform using and autorefractometer.

Keywords :refraction abnormalities,autorefractometer and trial lens set


References: 15 (2007-2019)

vii
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahiim.
Assalamulaikum warrahmatullah wabarakatuh.

Dengan puji syukur panjatkan kehadirahat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang yang senantiasa telah melimpahkah nikmat iman dan rahmat
sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal ini degan judul “Perbedaan Nilai
Dioptri Pemeriksaan Autorefraktometer dan Trial Lens Set Pada penderita
Kelainan Refraksi di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar
Lampung.” Shalawat serta salam mari kita panjatkan kepada Nabi kita Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan hingga kezaman yang terang
benderang.
Proposal ini dapat terselesaikan berkat bantuan pihak, maka dengan ini peneliti
mengucapakan terima kasih kepada :

1. DR.dr. Achmad Farich, MM. selaku Rektor Universitas Malahayati.


2. dr. Toni Prasetya, Sp.PD, FINASIM selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Malahayati.
3. dr. Sri Maria Puji Lestari, M. Pd Ked selaku kepala Prodi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.
4. dr. Helmi Muchtar, Sp.M selaku penguji yang telah memberikan masukan
sehingga proposal skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. dr.Rahmat Syuhada, Sp.M (KVR) Selaku pembimbing I yang selalu dengan tulus
meluangkan waktuya, tenaga, pikiran dan banyak memberikan saran serta nasehat
untuk membimbing peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
6. dr. Selvia Anggraeni, M. Kes Selaku pembimbing II yang selalu dengan tulus
meluangkan waktuya, tenaga, pikiran dan banyak memberikan saran serta nasehat
untuk membimbing peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
7. Tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.
8. Yang saya sayangi ayah saya Wahyudin Hamid, SE dan ibu saya Nova Tamara
, SE serta keluarga yang telah memberikan kasih sayang dan cintanya serta
senantiasa mendo’akan dan memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
Wassalamualaikum, Wr. Wb
Bandar Lampung, 2020

Penulis

Dino Luthfi Jauhar

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL DALAM ................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iii
LEMBAR ORISINALITAS .................................................................... iv
LEMBAR PUBLIKASI........................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................... vi
ABSTRACT ............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................................. viii
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 5
1.5 Ruang Lingkup .................................................................. 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kelainan Refraksi .............................................................. 7
2.2 Autorefraktometer ............................................................... 12
2.3 Trial Lens Set...................................................................... 16
2.4 Kerangka Teori ................................................................... 20
2.5 Kerangka Konsep………………………………………….... 21

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian ................................................................... 22
3.2 Racangan Penelitian………………………………………… 22
3.3 Waktu dan tempat Penelitian ............................................... 23
3.4 Subjek Penelitian ................................................................ 23
3.5 Kriteria Penelitian ............................................................... 24
3.6 Variabel Penelititian ............................................................ 25
3.7 Definisi Operasional ........................................................... 26
3.8 Pengumpulan Data .............................................................. 27
3.9 Pengolahan Data ................................................................. 27
3.10 Analisis Data ...................................................................... 28
3.11 Alur Penelitian .................................................................... 29

ix
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................. 30
4.2 Pembahasan ...................................................................... 34

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan....................................................................... 40
5.2 Saran ................................................................................ 41

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 26


Tabel 4.1 Umur ............................................................................................... 31
Tabel 4.2 Jenis Kelamin .................................................................................. 32
Tabel 4.3 Uji Normalitas Kormologrrov-Smirnov............................................ . 32
Tabel 4.5 Uji Mann-Whitney OD .................................................................... 33
Tabel 4.5 Uji Mann-Whitney OS ……………………………………………... 34

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 2.1 Autorefraktometer ………………………………………… 12
Gambar 2.2 Trial Lens Set……………………………………………… 16
Gambar 2.3 Kerangka Teori……………………………………………. 20
Gambar 2.4 Kerangka Konsep…………………………………………. 20
Gambar 2.3 Alur Penelitian……………………………………………. 29

xii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Permohonan Izin Tempat Survey

2. Surat Izin Penelitian

3. Surat Keterangan Bebas Plagiarisme

4. Surat Keterangan Kelaikan Etik

5. Lembar Bimbingan Skripsi

6. Kuesioner Penelitian

7. Lembar Hasil Penelitian

8. Analisis Data Uji Statistik Univariat dan Bivariat

9. Biodata Penulis

10. Persembahan

11. Motto

12. Foto Dokuemntasi

13. Format Jurnal

14. Lembar Submit Jurnal

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) mengatakan bila

tahun 2010 terdapat 285 juta atau 4,24% masyarakat di belahan dunia yang

terkena gangguan low vision. Dilihat secara global masalah pengelihatan

disebabkan oleh kelainan refraksi sebanyak 43%,katarak 33% dan glaucoma 2%

(Fauziah, dkk., 2014).

Kelainan refraksi adalah salah satu dari sekian penyebab dari masalah

pengelihatan di penjuru dunia, dan penyebab dari kebutaan urutan kedua yang

biasa ditemukan. Masalah pengelihatan disebabkan dari kelainan refraksi adalah

masalah kesehatan pada 12 tahun awal kehidupan anak. WHO menyatakn

diperlukannya suatu perlakuan khusus pada tindakan kelainan refraksi yaitu salah

satunya pada anak usia sekolah dasar.. Berbagai studi di dunia menunjukkan

perbedaan karakteristik kelainan refraksi memiliki pola menurut umur dan jenis

kelamin. (World Health Organization, 2013)

Banyak penelitian mengemukakan bahwa angka terjadinya myopia di

kawasan Asia lebih tinggia yaitu 40% dari populasi umum dan 50 – 80% pada

populasi pelajar. Angka kejadian miopia untuk populasi anak usia sekolah

cenderung mengalami peningkatan, baik pada usia belasan maupun puluhan. Hal

tersebut tidak terlepas dari adanya faktor lingkungan, utamanya gaya hidup.

Adanya peningkatan frekuensi aktivitas membaca, menonton tv, penggunaan

1
2

komputer bisa menjadi salah satu faktor risiko terjadinya miopia (Nurwinda, dkk.,

2013)

Keadaan ini berbanding lurus dengan keadaan terjadi di negara Indonesia,

dimana gangguan pada pengelihatan dan kejadian kebutaan makin mengalami

kenaikan yaitu 1,5% dan tertinggi bila dibandingkan pada angka kejadian

kebutaan di negara regional Asia Tenggara Bangladesh sebesar 1%, India sebesar

0,7%, dan Thailand sebesar 0,3% (Fauzi, dkk., 2016).

Hasil survei kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB)

pada tahun 2014 2016 di total 15 provinsi menyatakan bahwa penyebab dari

gangguan pengelihatan dan penyebab kebutaan yaitu kelainan refraksi 10-15%

dan katarak 70-80%. Data ini menjadi fokus program penangan dari gangguan

penglihatan dan kebutaan di Indonesia, pada penanggulangan katarak dan

kelainan refraksi.(Kementrian Kesehatan Rebpublik Indonesia, 2019).

Sementara itu, prevalensi gangguan ketajaman penglihatan pada

penduduk berusia ≥6 tahun di Indonesia sebesar 0,9%. Wilayah dengan prevalensi

tertinggi ditemukan di Lampung (1,7%), Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan

Barat (masing-masing 1,6%). Sementara provinsi dengan prevalensi gangguan

penglihatan terendah adalah diYogyakarta (0,3%) diikuti oleh Papua Barat dan

Papua (masing-masing 0,4%) (Nurjanah, 2018).

Gangguan kelainan refraksi pada mata salah satu yang tertingi dan

kasusnya hampir setiap waktu biasa kita temui pada saat ini di lingkungan sekitar

dan selalu meningkat setiap tahunnya, salah satu penyebab yang sering

menyebabkan gangguan refraksi ini adalah sering pengoreksian visus mata yang
3

dilakukan tidak secara penuh yang mengakibatkan perbedaan nilai sferis dan

silinder ataupun sferikal ekuivalen antara hasil pengkoreksian visus secara

subjektif dan objektif. (Palangi et all,2014).

Pemeriksaan objektif adalah suatu cara dalam memeriksa kelainan refraksi

pada individu yang dicurigai dimana tingkat ketepatan hasil pemeriksaan

mempertimbangkan saran atau respon dari individu yang diperiksa. Pemeriksaan

ini memliki keunggulan yaitu dengan mudah dapat digunakan karena tidak

membutuhkan informasi subjektif dari individu terkait mengenai tingkat visus

yang di dapat saat pemeriksaan. Kerja sama dari individu yang diperlukan hanya

pada saat misalnya meletakkan kepala, atau memfiksasi pandangan pada target

tertentu. Akan teteapi hasil pemeriksaan yang lebih tinggi dari nilai aslinya

membuat kebanykan individu yang melakuka pemeriksaan visus mata

menggunkan alat ini merasa kurang nyaman, kemudian megeluh merasakan mual

dan pusing saat dibuatkan resep yang ditujukan dalam pembuatan kaca mata dari

hasil autorefraktometer. Mengakibatkan dilakukannya pemeriksaan ulang

menggunakan alat trial lens set yang banyak diminta pasien setelah tmerasakan

tidak nyaman akibat hasil pemeriksaan autorefraktometer, dan pada teknik ini

peran dari pasien/individu sangat berperan. Sehingga komunikasi harus dilakukan

dengan baik antara refraksionis optisiens (RO) dengan individu terkait bertujuan

agar hasil pemeriksaan didapat dari kenyamanan individu terkait. Disinilah

ditemui beberapa perbedaan dan perbandingan pada hasil pemeriksaan

menggunakan kedua alat periksa mata tersebut (Febry corina & Mega Elfia,2018).
4

Berdasarkan kondisi-kondisi diatas, penulis ingin mengetahui lebih jauh

perbedaan antara hasil pemeriksaan trial lens set dan autorefraktometer pada

penderita kelainan refraksi mata di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Pertamina

Bintang Amin Husada Bandar Lampung 2020.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

a) Bagaimanakah hasil dari pemeriksaan autorefraktometerdi Poli Klinik

Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung.

b) Bagaimanakah antara hasil pemeriksaan trial lens set pada kelainan

refraksi di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar

Lampung.

c) Apakah perbedaan antara hasil pemeriksaan trial lens set dan

autorefraktometer pada penderita kelainan refraksi mata di Poli Klinik Mata

Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Apakah terdapat perbedaan

antara hasil pemeriksaan trial lens set dan autorefraktometer pada penderita

kelainan refraksi mata di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin

Husada Bandar Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penilitian ini adalah Apakah terdapat


5

perbedaan yang bermakna dari hasil dioptri menggunakan trial lens set dan

autorefraktometer pada penderita kelainan refraksi mata di Poli Klinik Mata

Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang perbedaan hasil pemeriksaan trial lens

set dan autorefraktometer pada penderita kelainan refraksi mata di Poli Klinik

Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung.

1.4.2. Manfaat bagi Institusi

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran hasil pemeriksaan

trial lens set dan autorefraktometer pada penderita kelainan refraksi mata di

Poli Klinik Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar

Lampung.

2. Sebagai dasar bagi peniliti-peniliti selanjutnya.

1.4.3. Manfaat bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada

masyarakat mengenai prosedur pemeriksaan mata yang biasanya dilakukan di

pelayanan kesehatan.

1.5. Ruang Lingkup

1.5.1. Judul Penelitian

Perbedaan antara hasil pemeriksaan trial lens set dan autorefraktometer

pada penderita kelainan refraksi mata di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin

Husada Bandar Lampung.


6

1.5.2 Metode Penelitian / Jenis Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penilitian ini adalah metode

analitik kuantitatif dengan menggunakan cara “Crossectional”.

1.5.3. Subjek Penelitian

Penilitian ini dilakukan di Poli Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang

Amin Husada Bandar Lampung

1.5.4. Waktu Penelitian

Penilitian ini akan dilakukan bulan Juni-Juli 2020

1.5.5. Tempat Penelitian

Poli Mata Rumah SAkit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelainan Refraksi

2.1.1 Definisi

Bola mata manusia mempunyai panjang kira-kira 2 cm, dan untuk

memfokuskan sinar ke bintik kuning diperlukan kekuatan 50 Dioptri. Kornea

mempunyai kekuatan 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan 10 dioptri. Apabila

kekuatan untuk membiaskan tidak sama dengan 50 Dioptri maka sinar akan

difokuskan di depan retina seperti pada rabun jauh / miopia dan dikoreksi dengan

kacamata (-) atau di belakang retina seperti pada rabun dekat / hipermetropia, yang

membutuhkan kacamata (+). Apabila pembiasan tidak difokuskan pada satu titik

seperti pada astigmatisma maka diberikan kacamata silinder untuk

mengoreksinya. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia

dan astigmatisma.

2.1.2 Klasifikasi

Miopia

Miopia atau rabun jauh merupakan pembiasan berkas sinar yang masuk ke

dalam mata di suatu titik fokus di depan retina pada keadaan tanpa akomodasi.

Beberapa etiologi dari miopia yaitu (1) kekuatan optik mata yang tinggi biasanya

karena bola mata (diameter antero posterior) yang panjang, disebut miopia aksial,

(2) radius kurvatura kornea dan lensa lebih besar, disebut miopia kurvatura, (3)

perubahan posisi lensa ke depan yang sering terjadi pada pascaoperasi glaukoma,

7
8

dan (4) perubahan indeks bias refraksi biasanya pada penderita diabetes atau

katarak.

Gejala klinis yang muncul yaitu penglihatan jauh yang kabur, kondisi

seperti ini pada anak-anak kadang terabaikan, kecenderungan untuk memicingkan

mata saat melihat jauh, dan penderita umumnya suka membaca dikarenakan tidak

mengalami gangguan penglihatan saat membaca dekat.

Hipermetropia

Hipermetropia atau far-sightendess adalah kelainan refraksi apabila berkas

sinar yang berjalan sejajar masuk ke dalam mata dalam keadaan istirahat tanpa

adanya akomodasi, dibiaskan membentuk bayangan di belakang retina. Kekuatan

10 optik mata terlalu rendah biasanya karena bola mata yang pendek sehingga

menyebabkan sinar cahaya pararel dikonvergensikan pada titik di belakang retina.

Hipermetropia sering terjadi pada usia dewasa dan berbanding lurus

dengan pertambahan usia. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadianya

hipermetropia, yaitu:

1. Sumbu aksial bola mata lebih pendek dari normal (hipermetropi axial), yang

menyebabkan banyangan jatuh di depan retina. Perbedaan panjang bola mata

sebesar 1 mm menyebabkan perbedaan 3 dioptri, biasanya tidak lebih dari 2

mm apabila lebih dari itu maka terdapat keadaan patologis lain.

2. Radius kurvatura kornea dan lensa lebih kecil dari normal (hipermetropia

kurvatura).

3. Perubahan posisi lensa yang lebih ke belakang. Sering terjadi pada trauma atau

afakia pasca operasi katarak.


9

4. Perubahan indeks bias refraksi, sering pada usia tua di mana terjadi perubahan

konsistensi dan kekeruhan korteks dan nukleus lensa yang menyebabkan

indeks bias bertambah.

Gejala –gejala klinis yang sering ditimbulkan berupa sakit kepala daerah

frontal, penglihatan tidak nyaman dan perasaan mata lelah yang muncul setelah

bekerja lama, sensitivitas meningkat terhadap cahaya dan spasme akomodasi.

Astigmatisma

Astigmatisma adalah pembiasaan pada lebih dari satu titik fokus berkas

sinar yang sejajar yang masuk ke dalam mata pada keadaan tanpa akomodasi.

Astigmatisma diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan tipe, berdasarkan bentuk

terbagi atas astigmatisma regular dan irregular. Pada astigmatisma regular

terdapat meridian utama yang saling tegak lurus yang masing-masing memiliki

daya bias terkuat dan terlemah, sedangkan pada astigmatisma irregular didapatkan

titik fokus yang tidak beraturan. Pembagian berdasarkan tipe terbagi menjadi 5,

yaitu:

1. Astigmatisma hipermetropia simplek, salah satu meridian utamaemetropia dan

miridian utama lainnya hipermetropia.

2. Astigmatisma miopia simplek, salah satu meridian utama emetropia dan

miridan utama lainnya miopia.

3. Astigmatisma hipermetropia kompositus, kedua meridian utama hipermetropia

dengan derajat yang berbeda.

4. Astigmatisma miopia kompisitus, kedua meridian utama myopia dengan

derajat yang berbeda.


10

5. Astigmatisma mikstus, satu meridian utama hipermetropia dan meridian utama

lain miopia.

2.1.3 Metode Pemeriksaan

Terdapat 2 cara untuk melakukan pemeriksaan refraksi, yaitu:

1) Refraksi Subyektif

Memeriksa kelainan refraksi dengan menggunakan kartu lihat jauh

(Ortotype Snellen) dan memasang lensa yang sesuai dengan hasil pemeriksaan.

2) Refraksi Objektif

Melakukan pemeriksaan dengan alat tertentu tanpa perlunya kerjasama

dengan pasien. Dapat dilakukan dengan refraktometer atau retinoskop.

2.1.4. Penatalaksanaan

1. Miopia

Koreksi miopia dengan pemberian kacamata, lensa kontak atau bedah

refraktif. Kacamata yang diberikan adalah lensa sferis negatif atau minus terkecil

yang memberikan tajam penglihatan terbaik. Beberapa hal yang perlu

diperhatikan :

a. Miopia kurang dari 2-3 dioptri pada bayi dan balita umumnya tidak perlu

dikoreksi, karena umumnya akan hilang sendiri setelah usia 2 tahun dan

berinteraksi dengan obyek yang dekat.

b. Miopia 1-1,5 dioptri pada anak usia prasekolah sebaiknya dikoreksi. Namun

apabila tidak, pasien harus diobservasi dalam 6 bulan.


11

c. Untuk anak usia sekolah, miopia kurang dari 1 dioptri tidak perlu dikoreksi

dan perlu diobservasi dalam 6 bulan.

d. Untuk dewasa, koreksi diberikan atas kebutuhan pasien.

2. Hipermetropia

Hipermetropia dapat dikoreksi dengan kacamata, lensa kontak dan bedah

refraktif. Diberikan lensa sferis positif atau lensa plus terkuat yang menghasilkan

tajam penglihatan terbaik.Beberapa hal yang harus diperhatikan :

a. Anak usia di bawah 6 tahun, koreksi hanya diperlukan apabila

hipermetropianya cukup besar atau didapatkan strabismus. Untuk anak yang

diberikan resep kacamata disarankan diperiksa kembali setiap 3 bulan untuk

mengevaluasi tajam penglihatan dan kepatuhannya memakai kacamata.

b. Anak di atas 6 tahun, perlu dipertimbangkan kebutuhan penglihatannya

karena aktivitas lebih banyak. Kacamata plus membuat penglihatan jauh

menjadi kabur, sehingga lebih suka menggunakan kacamata untuk aktivitas

penglihatan dekat. Jika dengan hasil refraksi siklopegik terdapat keluhan

kabur untuk penglihatan jauh, maka diberikan koreksi full tanpa siklopegik.

Dan jika didapatkan esophoria, esotrophia atau hipermetropia laten

ditambahkan lensa addisi untuk penglihatan dekat.

3. Astigmatisma

Koreksi astigmatisma dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa

kontak atau bedah refraktif. Pemberian kacamata untuk astigmatisma reguler

diberikan koreksi sesuai kelainan yang didapat nyaitu silinder negatif atau positif

dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis. Sedangkan astigmatisma reguler, jika
12

ringan diberikan lensa kontak keras dan untuk yang berat dapat dilakukan

keratoplasti.

2.2 Autorefraktometer

Gambar 2.1 Prinsip Kerja Autorefraktometer

2.2.1 Definisi

Autorefraktometer merupakan sebuah alat bantu diagnosis yang berguna

untuk mengetahui status refraksi indera pengelihatan seseorang pada saat

melakukan screening test, praktek klinis atau dalam rangkaian penilitian dalam

bidang epidemiologi refraksi dan suatu uji klinis (Choong, dkk., 2006)

Pada beberapa tahun belakangan terakhir banyak penyedia jasa perawatan

mata dengan menggunakan alat autorefraktometer sebagai cara untuk mengetahui

status refraksi menggantikan retinoscopy. Ini dikarenakan alat autorefraktometer

yang memiliki banyak keunggulan terutama dalam hal efisiensi waktu dan

pengggunaanya yang mudah oleh teknisi kesahatan terlatih. Dan juga didukung

oleh kebijakan pemerintah dan lembaga kesehatan yang menengkan masyarakat

untuk lebih peduli dengan deteksi dini kelainan refraksi mata dan tingkat visus.
13

Retinocopy cycoplegic dan refraksi subjektif sampai saat ini menjadi acuan

standar untuk mengukur tingkat refraksi mata seseorang dan anak-anak. Akan

tetapi dalam pelaksanaanya, alat tersebut masih membutuhkan waktu yang lama

dan menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien terlebih membutuhkan biaya

lebih (Ganger, dkk., 2017).

2.2.2 Prinsip Kerja

Pada pengukuran optometer subjektif lebih ditekankan adaptasi pasien

terhadap alat ukur tersebut yang terkadang menyebabkan akomodasi yang

meningkat pada pasien akibat harus memfokuskan mata pada menyesuaikan alat

tersebut dan berisiko untuk terjadinya astigmatisma. lain halnya dengan optometri

subjektif, autorefraktometer tidak membutuhakan adaptasi atau kerjasama antara

pasien dan teknisi. Pada alat ini terdapat cahaya pertama yang berfungsi untuk

menerangi target dan cahaya kedua berguna sebagai fungsi bias pada alat ini. Pada

aurefraktometer terdapat target fiksasi, dimana dalam fungsi ini sangat

bermanfaat terhadap pengurang faktor resiko akomodasi mata yang tinggi seperti

halnya optometri subjektif, target fiksasi ini banyak macamnya antara lain berupa

balon 3D yang berwarana, landscape dan starry sky. Kecepatan refraksi yang

dilakukan oleh autorefraktometer mendekati 0,1 detik hal ini untuk membantu

dalam meniadakan perubahan fiksasi sesaat, berkedip dan akomodasi yang

mungkin saja terjadi pada mata ketika dilakukan dilakukan pengukuran

(Sasharman, 2007)

Kebanyakan autorefraktometer memiliki mekanisme fogging yang

otomatis, hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari akomodasi pada saat


14

melakukan pengukuran. Namun, terdapat juga bukti bahwa akomodasi tidak

sepenuhnya dinetralkan jika menggunakan alat ini, sehingga dapat mengurangi

akurasi terutamaterhadap koreksi minus (Choong, 2006).

2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan

Keuntungan yang didaptkan dari penggunaan alat autorefraktometer

dalam hal ini pengukuran dapat dilakukan tidak hanya oleh dokter tetapi teknisi

otptik juga bias menggunakannya. Bagi pasien, membantu dari segi kenyamanan

dan kecepatan pada saat pengukuran. Penggunaan autorefraktometer juga sangat

membantu ketika dilakukan pengukuran terhadap anak-anak yang terkadang

kurang kooperatif (Corina dan Elfia, 2018)

Kelemahan dari penggunaan autorefraktometer adalah alat ini

membutuhkan biaya yang besar dalam pengadaannya. Selain itu sebaiknya

dilakukan juga penilaian pembiasan secara subjektif sebelum meresepkan.

Autorefraktometer juga harus diservis dengan baik dan sesekali harus dilakukan

pemeriksaan silang, yaitu dengan dibandingkan terhadap nilai dari refraksi

manual (Sahasranamam,2007).

2.2.4 Prosedur Pemeriksaan

a) Pemeriksaan dimulai dengan menekan tombol power pada autorefraktometer

dan membersihkan sandaran dahi dan dagu dengan tissue.

b) Pasien diminta untuk duduk senyaman mungkin dan menempelkan dahi dan

dagu pada sandaran yang ada.

c) Pasien diminta untuk melihat lurus ke objek yang ada pada autorefraktometer.
15

d) Pemeriksaan dilakukan secara monokuler (satu mata), dimulai ndengan mata

kanan terlebih dahulu dilanjutkan mata kiri.

e) Setelah selesai melakukan pemeriksaan hasil akan tertera pada alat dan dapat

dicetek.
16

2.3 Trial Lens set

Gambar: 2.2 Trial Lens Set

2.3.1 Definisi Trial Lens Set

Trial lens set adalah semacam alat oftalmologi menghitung, digunakan

oleh oftalmologi rumah sakit dan kacamata hiperopia, miopia, presbiopia,

astigmatisme, strabismus atau buta warna. terutama terdiri dari lensa positif atau

negatif bola, lensa silinder positif atau negatif, lensa prisma dan lensa aksesori,

dll.

2.3.2 Koreksi terbaik (BCVA / Best Corrected Visual Aquity)

1. Pengertian

Visual Aquity (ketajaman penglihatan) adalah ukuran utama untuk

melihat fungsi mata dalam klinis maupun penelitian yang dapat diukur oleh

kalangan profesional seperti dokter mata dan ilmuan. Ada beberapa metode

untuk mengukur bias yang terjadi pada mata, antara lain Habitual Visual Aquity

dan Best Corrected Visual Aquity. Habitual Visual Aquity merupakan tingkat

penglihatan yang dapat dicapai sehari-hari dengan atau tanpa koreksi optik.
17

Sedangkan BCVA mengacu pada tingkat penglihatan yang dapat dilihat oleh

seseorang dengan koreksi refraksi yang terbaru dan juga akurat (Williams, dkk.,

2008).

2. Prosedur Pemeriksaan

1) Pasien dipersilahkan untuk duduk, pasien ditempatkan pada jarak 6 meter

dari karta Snellen

2) Mata kanan akan diuji terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan mata kiri,

mata yang sedang tidak diperiksa akan ditutup oleh suatu penutup yang

dipasang pada kerangka kacamata. Setelah di dapatkan koreksinya pasien

diminta untuk membaca dengan kedua matanya secara bersamaan

(pemeriksaan secara binokuler).

3) Pemeriksaan melakukan penilaian pada setiap huruf yang terbaca benar

pada setiap basisnya.

2.3.3 Macam-macam Lensa

a. Lensa Spheris

Permukaan melengkung merupakan bagian dari lensa bulat dan kekuatan

diop-tric pada semua posisi sumbu adalah sama. Setelah melewati lensa, sinar

berfokus di satu titik (atau fokus virtual). lensa bulat termasuk lensa cekung (-)

dan lensa cembung (+), yang digunakan untuk memperbaiki miopia, hiperopia

dan presbyopia.

b. Lensa Silindris

Permukaan melengkung merupakan bagian dari lensa silinder dan

kekuatan dioptric pada semua posisi sumbu tidak sama. Setelah melewati lensa,

sinar berfokus menjadi garis lurus (atau garis patah). lensa silinder terdiri dari
18

lensa silinder cekung dan lensa silinder cembung yang digunakan untuk

memperbaiki astigmatisme.

c. Lensa Prisma

Tangen polos lensa prismatik menunjukkan runcing. Setelah melewati

lensa, sinar cahaya melengkung ke bawah dan bergeser objek untuk tepi. jenis

lensa yang digunakan untuk ujian dan strabismus benar atau strabismus laten

serta untuk melatih mata-otot.

d. Lensa Hitam

Ini adalah jenis lensa buram untuk menutupi mata uninspected dari peserta

ujian di ruangan gelap visi di dua posisi. Jika visi pada satu posisi lebih baik dari

itu pada posisi lain, sumbu lensa silinder dapat sedikit berubah ke arah tanda

posisi yang lebih baik, kemudian menguji lagi dengan yang digunakan di atas,

sampai perbedaan visi di dua posisi hampir tidak dibedakan, sehingga

membuktikan bahwa lensa silinder adalah posisi yang benar.

e. Lensa Maddox

lensa Maddox adalah lensa bergaris, terbuat dari deretan batang kaca yang

mengubah tempat cahaya menjadi beruntun, beruntun terlihat oleh pasien yang

90 ° jauh dari sumbu batang kaca, lensa Maddox digunakan untuk mengukur

kekuatan otot mata dan untuk pemeriksaan strabismus laten dan strabismus

nyata. Letakkan lensa Maddox di depan salah satu mata, katakan pasien untuk

menonton dengan kedua mata, tempat cahaya ia menonton dengan mata

telanjang hanya pada baris yang dibentuk oleh lensa Maddox, pasien memiliki
19

tidak strabismus atau strabismus laten, Oth- erwise ia memiliki salah satu dari

mereka, jika tempat cahaya di kedua sisi.

f. Lensa Lintas

Ada dua garis vertikal timbal balik lensa pesawat, digunakan untuk

mengukur jarak interocular.

g. Lensa Frosted

Ini adalah jenis penutup lensa setengah transparan yang terutama

menggantikan lensa hitam untuk bayi atau kegiatan di luar ruangan.

h. Lensa Celah

Di tengahnya, ada celah di mana sinar dapat melewati sementara itu tidak

bisa lewat bagian lain dari lensa. Dengan memutar lensa ini di depan mata,

silindris dapat diperiksa sebagai visi Anda berubah di lebih baik atau lebih

buruk pada posisi sumbu tertentu, sebaliknya, itu membuktikan eksistensi

Silindris jika visi Anda telah berubah.

i. Lensa Pinhole

Di tengahnya, ada lubang kecil, di mana sinar cahaya melewati untuk

membentuk murid buatan dan digunakan untuk meningkatkan diopter terutama

astigmatisme setelah memakainya.

j. Lensa Polaris

135 ° lensa digunakan untuk memeriksa fungsi yang dibayang,

menyeimbangkan kedua mata, dan campuran fungsi 45 ° lensa digunakan


20

untuk memeriksa strabismus laten, visi stereoskopik, visi yang tidak merata

dan sebagainya.

2.4 Kerangka Teori

Kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Panjang aksis Kelengkungan Akomodasi

Anomali refraksi/kelainan

Hipermetrop Miopia Astigmatisma Presbiopia

Pemeriksaan

Objektif Subektif

A Korek
Ketepatan Ketepatan
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Pros
Ket : Cetak tebal yang diteliti
21

2.5. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dari visualisasi hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep lainnya , atau antara variabel yang satu

dengan variabel yang lain dari masalah yang diteliti. Kerangka konsep penelitian

ini yaitu :

Kelainan
 Autorefraktometer
 Trial Lens Set Refraksi

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

2.6. Hipotesis

Ho:Tidak ada perbedaan antara nilai dioptri pemeriksaan autorefraktometer dan

trial lens set pada penderita kelainan refraksi di Poli Mata Rumah Sakit Pertamina

Bintang Amin Husada Bandar Lampung.

Ha:Terdapat perbedaan antara nilai dioptri pemeriksaan autorefraktometer dan

trial lens set pada kelainan refraksi di Poli Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang

Amin Husada Bandar Lampung


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian dengan metode ini merupakan suatu penelitian kuantitatif

dengan jenis penelitian analitik observasional dan desain penelitian cross

sectional. Penelitian ini dikatakan penelitian kuantitatif dikarenakan data yang

akan digunakan merupakan data yang berupa angka. Jenis penelitian yang

digunakan adalah deskriptif observasional. Penelitian ini dikatakan analitik

observasional dikarenakan pada penelitian ini hanya dilakukan suatu pengamatan

terhadap suatu kejadian pada sampel tanpa melakukan intervensi.

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakann desain penelitian crossectional yaitu jenis

penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel

independen dan variabel dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini,

variabel independen dan variabel dependen di nilai secara simultan pada suatu

saat, jadi tidak ada tindak lanjut dengan studi ini akan di peroleh prevalensi

(variabel independen) (Nurusalam, 2013). perbedaan nilai dioptri pemeriksaan

autorefraktometer dan trial lens set pada penderita kelainan refraksi di Poli Mata

Rumah Pertamina Sakit Bintang Amin Husada Bandar Lampung.

22
23

3.3 Tempat dan Waktu

3.3.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Poli Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang

Amin Husada Bandar Lmpung.

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2020.

3.4 Subjek Penelitian

3.4.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari kemudian di Tarik kesimpulannya (Sugiyono). Populasi pada penilitian

ini adalah seluruh individu yang memenuhi kriteria persyaratan di Poli Mata

Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (sugiyono, 2014). Mengumpulkan penderita kelainan refraksi

kemudian akan di bagi menjadi beberapa kelompok, dimana setiap kelompok akan

diperiksa secara bergantian di waktu yang berbeda. individu yang memenuhi

kriteria penilitian di Poli Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada

Bandar Lampung.
24

Keterangan :

n : ukuran sampel

N : ukuran populasi

E: presentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan contoh yang masih

dapat ditolerir (pada penelitian ini ditetapkan 5%)

Perhitungannya sebagai berikut :

70

n= 70 x0,0025+1

70

n= 1,175

n = 59.57446808 = dibulatkan (60) SAMPEL

Didapatkan n = 60

Jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 60 orang (Notoatmodjo, 2017).

3.3.2.1 Kriteria Sampel

Kriteria inklusi

1) Bersedia dilakukan pemeriksaan mengunakan autorefraktometer dan trial lens

set,persetujuan dengan asissten dokter poli mata(informed consent).

2) Dapat berkomunikasi dengan baik.

3) Mengikuti pemeriksaan menggunakan kedua alat autorefraktometer dan trial

lens set.

Kriteria eksklusi

1) Tidak bersedia menjadi responden.

2) Tidak memiliki riwayat Kelainan Refraksi.

3) Tidak dapat berkomunikasi dengan baik.


25

4) Tidak mau mengikuti pemeriksaan menggunakan kedua alat autorefraktometer

dan trial lens set.

5) Mengalami infeksi atau penyakit keganasan pada bagian mata.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel pada penilitian ini adalah autorefraktometer dan trial lens set

sebagai variabel bebas (Independent) dan Kelainan refraksi sebagai variabel

terikat (Depedendent).

3.5.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengarui oleh variabel

independen (Notoatmodjo, 2017). Pada penelitian ini yang menjadi variabel

dependennya adalah Penderita Kelainan Refraksi di Poli Mata Rumah Sakit

Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung.

3.5.2 Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel

dependen (Notoatmodjo, 2017). Pada penelitian ini yang menjadi variabel

independennya adalah Autorefrakometer dan Trial Lens Set.


26

3.6 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisis Alat ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur

Kelainan Refraksi Kelainan refraksi Pemeriksan Miopia Ordinal


merupakan suatu Refraksi Mata Hipermetropia
keadaan dimana
bayangan tegas tidak
dibentuk pada retina
(makula retina atau
bintik kuning)
melainkan di bagian
depan atau belakang
bintik kuning dan
tidak terletak pada
satu titik yang tajam.
Autorefraktometer Autorefraktometer Skala Dioptri Miopia Numerik
merupakan sebuah [0,25-3
alat bantu diagnosis dioptri(ringan),
yang berguna untuk 3-6 dioptri
mengetahui status (sedang), >6
refraksi indera dioptri (berat)]
pengelihatan Hipermetropia
seseorang pada saat +0.25i-+3.00
melakukan screening (ringan), +3.25
test +6.00(sedang),
+6.25 (berat) ]
Presbiopia
+1.00 usia(45
tahun), +1.50
usia (45
tahun), +2.00
usia (50
tahun), + 2.50
usia (55
tahun), + 3.00
usia (>55
tahun) ]

Hasil Trial lens set adalah Skala Dioptri Miopia Numerik


Trial lens set semacam alat [0,25-3
oftalmologi dioptri(ringan),
menghitung, 3-6 dioptri
digunakan oleh (sedang), >6
oftalmologi rumah dioptri (berat)]
sakit dan kacamata Hipermetropia
hyperopia, miopia, +0.25i-+3.00
presbiopia, (ringan), +3.25
astigmatisme, +6.00(sedang),
strabismus atau buta +6.25 (berat)
warna. terutama ]Presbiopia
terdiri dari lensa +1.00 usia(45
positif atau negatif tahun), +1.50
27

bola, lensa silinder usia (45


positif atau negatif, tahun), +2.00
usia (50
tahun), + 2.50
usia (55
tahun), + 3.00
usia (>55
tahun) ]

3.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan data primer yang mana data ini

merupakan data pertama didapat dari pemeriksaan dioptri.

3.8 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. Langkah-langkah

pengolahan data yang dilakukan adalah:

1. Editing

Proses editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan.

Jawaban kuesioner responden diperiksa kelengkapan dan kejelasannya

terlebih dahulu.

2. Coding

Proses pemberian kode pada setiap data variabel yang telah terkumpul

yang berguna untuk memudahkan pengolahan selanjutnya.

3. Entry

Memasukkan data ke dalam program Statistical Program for Social

Science (SPSS).

4. Cleaning

Data yang telah di-entry, diperiksa kembali untuk memastikan bahwa

data tersebut telah bersih dari kesalahan, baik kesalahan dalam pengkodean

ataupun kesalahan dalam membaca kode


28

5. Output komputer

Hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.

3.9 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis

kuantitatif, yaitu :

a. Analisa Univariat

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis

kuantitatif, dengan analisis yang bertujuan menyajikan secara observational dari

variabel-variabel; yang diteliti. Analisis yang bersifat univariate untuk melihat

distribusi frekuensi dari seluruh faktor yang terdapat dalam variabel masing-

masing, baik variabel bebas maupun variabel terikat, untuk mendapatkan dan

menjelaskan masing-masing variabel (Natoatmodjo, 2012).


29

1.12 Alur Penelitian

Individu yang memenuhi kriteria

Pengukuran nilai dioptri dengan autorefraktometer dan

trial lens set

Data nilai dioptric diperiksa oleh dokter/asissten

dokter poli

Pengambilan data menggunakan kedua alat

Pengolahan data

Analisis data

Penyusunan laporan

Presentasi laporan

Gambar 3.1 Alur Penelitian


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Responden

Subjek dari penelitian ini adalah pasien penderita kelainan refraksi mata di

poli mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung.

Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung berlokasi di

Kemiling ¸Kota Bandar Lampung.

Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung berada

dalam kompleks Kampus Universitas Malahayati, Jalan Pramuka No. 27,

Kemiling, Bandar Lampung.. Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada

Bandar Lampung memiliki fasilitas yang semuanya di operasikan tenaga ahli dan

professional. Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada memiliki 14 dokter

umum, 33 dokter spesialis, 161 perawat dan bidan, 34 personel penunjang medis,

dan 43 non medis.

Penelitian ini mengambil subjek penelitian penderita kelainan refraksi mata

di poli mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung.

Wilayah dengan prevalensi tertinggi ditemukan di Lampung (1,7%), Nusa

Tenggara Timur dan Kalimantan Barat (masing-masing 1,6%).

Sementara provinsi dengan prevalensi gangguan penglihatan terendah

adalah diYogyakarta (0,3%) diikuti oleh Papua Barat dan Papua (masing-masing

0,4%) (Nurjanah, 2018). Penderita kelainan refraksi mata di poli mata Rumah

30
31

Sakit Pertamina Bintang Amin Husada dipilih supaya mempermudah dalam

proses pengambilan data dikarenakan subjek penelitian memiliki kecendrungan

melakukan kontrol keadaan refraksi matanya.

1. Usia

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

USIA FREKUENSI PERCENT

17-20 10 16,7%

21-29 22 36,7%

30-39 13 21,7%

40-49 10 16,7%

50-59 5 8,3%

Total 60 100%

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa total keseluruhan subjek

pada penelitian ini berjumlah 60 orang dengan persebaran umur yang bervariasi.

Subjek penelitian terbagi menjadi 5 kategori usia yang paling muda dari 17-20

tahun yaitu dengan persentase 16.7%, lalu dewasa dibagi menjadi 3 kategori 21-

29 tahun yaitu dengan persentase 36.7%, 30-39 tahun yaitu dengan persentase

21.7%, 40-49 tahun yaitu dengan persentase16.7% dan terakhir kategori lansia 50-

59 tahun yaitu dengan persentase 8.3%.


32

2. Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)


Perempuan 36 60%
Laki-Laki 24 40%
Jumlah 60 100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek dari penelitian ini terdiri dari

laki-laki dan perempuan. Jumlah subjek penelitian perempuan jauh lebih banyak

dibandingkan subjek penelitian laki-laki, yaitu dengan persentase 60,0%.

Sedangkan laki-laki memiliki persentase 40,0%.

4.1.2 Analisis Univariat

Tabel 4.3 Uji Normalitas Data Autorefraktometer dan Trial Lens Mata Kanan

(OD) & Mata Kiri(OS)

Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Statistic Df Sig.
Mata_kiri .107 120 0,02
Mata_kanan .094 120 0,11

Uji normalitas data dengan parameter Kolmogorov-Smirnov dapat

dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p>0,05. Tabel 4.4 menunjukkan

bahwa baik data pengukuran menggunakan autorefraktometer maupun trial lens

pada mata kanan dan mata kiri menunjukkan p=0,00. Hasil tersebut

menginterpretasikan bahwa kedua data memiliki distribusi yang tidak normal


33

dikarenakan nilai p<0,05. Oleh karena itu data pada mata kanan diuji

menggunakan uji non parametrik yaitu Mann Whitney yang merupakan uji

alternatif dari uji independent sample t test.

Tabel 4.4 Uji Mann-Whitney pada Mata Kanan (OD)

Uji Mann-Whitney

N Median Rerata ± SD P
(minimum –
maksimum)
Autoreftakto 6 -1,25 (-8.10 –
meter 0 3.25) -1.62 0
6 -0,50 (-8.25 – ,33
Trial Lens 0 3.25) -1.24

Perbandingan pengukuran menggukan autorefraktometer dan trial lens

berdasarkan tabel 4.5 menunjukan bahwa berdasarkan analisa data yang dilakukan

menggunakan uji Mann-Whitney pada 60 subjek penelitian didapatkan hasil

perbandingan pengukuran menggunakan autorefraktometer dan trial lens pada

mata kanan menunjukkan nilai p=0,33. Hasil tersebut menginterpretasikan bahwa

kedua data tersebut tidak memiliki perbedaan yang bermakna karena nilai p>0,05,

pengujian menggunakan Mann-Whitney dapat dikatakan berbeda signifikan

apabila nilai p<0,05.

Tabel 4. 5 Uji Mann Whitney pada Mata Kiri (OS)

Uji Mann-Whitney

n Median Rerata ± SD p
(minimum –
maksimum)
Autoreftakto 6 -1,25 (-7.50 –
meter 0 4.00) -1.33 0
6 -0.62 (-8.25 – ,73 3
Trial Lens 0 2.75) -1.24
34

Perbandingan pengukuran menggukan autorefraktometer dan triallens

berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa berdasarkan analisa data yang

dilakukan menggunakan uji Mann-Whitney pada 60 subjek penelitian didapatkan

hasil perbandingan pengukuran menggunakan autorefraktometer dan trial lens

pada mata kiri menunjukkan nilai p=0,73. Hasil tersebut menginterpretasikan

bahwa kedua data tersebut tidak memiliki perbedaan yang bermakna karena nilai

p>0,05, Pengujian menggunakan uji Mann-Whitney dapat dikatakan berbeda

signifikan apabila nilai p<0,05.

4.2 Pembahasan

Penurunan tajam penglihatan dapat disebabkan oleh berbagai hal, namun

yang paling sering disebabkan oleh kelainan refraksi seperti miopia, astigmatisma,

hipermetropia maupun kelainan organis seperti katarak, glaukoma, proses

degeneratif, dan lain-lain. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan refraksi

antara lain genetik, kebiasaan membaca dalam posisi tidur, menonton dalam jarak

dekat, bermain game, dan lain-lain (Giri, 2013).

Kelainan refraksi disebut juga ametropia. Terdapat berbagai macam jenis

ametropia, antara lain ametropia aksis, ametropia kurvatura, ametropia indeks

bias, dan ametropia posisi. Ametropia yang paling penting adalah ametropia aksis.

Ametropia aksis merupakan kondisi mata dimana sumbu anteroposterior bola

mata terlalu panjang akan menyebabkan hipermetropia atau apabila terlalu pendek

akan menyebabkan miopia (Hartono, 2006).

Gangguan kelainan refraksi pada mata salah satu yang tertingi dan

kasusnya hampir setiap waktu biasa kita temui pada saat ini di lingkungan sekitar
35

dan selalu meningkat setiap tahunnya, salah satu penyebab yang sering

menyebabkan gangguan refraksi ini adalah sering pengoreksian visus mata yang

dilakukan tidak secara penuh yang mengakibatkan perbedaan nilai sferis dan

silinder ataupun sferikal ekuivalen antara hasil pengkoreksian visus secara

subjektif dan objektif. (Palangi et all,2014)

. Hal tersebut sejalan dengan penelitian ini dimana subjek penelitian yang

digunakan merupakan penderita kelainan refraksi yang berada di poli mata Rumah

Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung, kelompok usia dari

dewasa muda sampai lansia 17 tahun hingga 59 tahun dengan presentase tertinggi

pada usia 21- 29 tahun yaitu sebesar 36.70%.

Kelompok yang dijadikan subjek penelitian merupakan penderita

kelainan refraksi mata. Kelainan refraksi yang tidak dikoreksi merupakan

penyebab utama gangguan penglihatan diseluruh dunia dan dapat menyebabkan

kebutaan sebesar 3%.(Kalangi et all,2016).

Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

penderita kelainan refraksi yang berada di poli mata Rumah Sakit Pertamina

Bintang Amin Husada Bandar Lampung 2020. Jumlah total populasi adalah

sebesar 69 orang pada bulan juni, tetapi dalam penelitian ini hanya melakukan

pengambilan data kepada 60 orang sesuai dengan hasil perhitungan rumus

sampling yang digunakan. Persebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

didapatkan hasil subjek penelitian dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak

dibandingkan subjek penelitian dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 36

orang (60,00%), sedangkan subjek penelitian laki-laki berjumlah 24 orang


36

(40,00%). Persebaran jenis kelamin tersebut sesuai dengan total populasi yang ada

dimana jumlah penderita kelainan refraksi di poli mata bulan juni dengan jenis

kelamin perempuan (42 orang), lebih banyak dibandingkan mahasiswa dengan

jenis kelamin laki-laki (27 orang). Kasus kelainan refraksi secara signifikan lebih

tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki (Kalangi et all,2016).

Hasil yang didapatkan dari hasil pemeriksaan diantaranya adalah

Spherical Power (SP), Cylindrical Power (CP), dan Spherical Equivalent (SE).

Perbandingan jumlah rerata yang digunakan dalam penelitian ini adalah

perbandingan antara Spherical Equivalent (SE). Spherical Equivalent (SE)

didapatkan dari penggabungan antara Spherical Power (SP) dan Cylindrical

Power (CP) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: SE = [SP + (CP/2)]

(Radhakrishnan dan Lalu, 2017). Perbandingan rerata Spherical Equivalent (SE)

dilakukan antara mata kanan baik yang diperiksa menggunakan autorefraktometer

maupun trial lens dan mata kiri yang diperiksa menggunakan autorefraktometer

maupun trial lens.

Perbandingan rerata SE pada mata kanan yaitu -1.62D dengan

pemeriksaan autorefraktometer dan -1.24D dengan pemeriksaan trial lens

sehingga didapatkan perbedaan rerata SE sebesar 0,38D. Perbandingan rerata SE

pada mata kiri menunjukkan hasil -1.33D dengan pemeriksaan autorefraktometer

dan -1.24D pada pemeriksaan trial lens.Sehingga didapatkan perbedaan rerata SE

sebesar 0,09D. Hasil ini sama dengan hasil penelitian oleh Palangi dkk (2014)

dimana hasil rerata SE cenderung lebih negatif pada pemeriksaan yang dilakukan
37

menggunakan autorefraktometer baik pada mata kanan maupun mata kiri. Sebuah

studi yang pernah dilakukan di United Kingdom (UK) juga menunjukkan

perbandingan terkecil antara hasil pemeriksaan secara objektif dan subjektif

adalah sekitar 0,14D, dimana hasil pemeriksaan secara objektif hasilnya lebih

negatif bila dibandingkan dengan pemeriksaan secara subjektif (Palangi, dkk.,

2014).

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang didapatkan

berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan

menggunakan uji Kolmogorov Smirnov data yang didapatkan pada penelitian ini

tidak berdistribusi normal karena data tersebut memiliki nilai p = 0,00.

Ujinoramlitas pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov

dikarenakan subjek penelitian yang diambil datanya lebih dari 50 orang dan data

yang didapatkan dikatakan tidak berdistribusi normal karena nilai p ≤ 0,05

(Dahlan,2011)

Berdasarkan uji normalitas, data yang didapatkan tidak berdistrubusi

normal sehingga uji hipotesis yang digunakan adalah uji hipotesis non parametrik

yaitu uji Mann Whitney. Hasil dari pengujian Mann Whitey didapatkan hasil

bahwa baik pada perbandingnan SE pada mata kanan maupun mata kiri yang

diperiksa menggunakan autorefraktometer dan trial lens menunjukkan hasil yang

tidak bermakna dengan nilai p = 0,33 untuk mata kanan dan p = 0,73 untuk mata

kiri. Hasil uji hipotesis yang didapat, dikatakan berbeda tidak bermakna karena

nilai p ≥ 0,05 (Dahlan, 2011). Berdasarkan hasil uji analisa yang dilakuakan
38

dengan hasil akhir tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada pemeriksaan di

kedua mata baik mata kanan maupun mata kiri maka dapat dikatakan bahwa H0

diterima.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya oleh Ganger dkk (2017). Pada penelitian tersebut dari total 100 subjek

penelitian didapatkan hasil perbandingan SE antara autorefraktometer

dibandingkan dengan pemeriksaan secara subjektif mendapatkan hasil p= 0,083

yang artinya tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari hasil pemeriksaan

kedua alat tersebut. Penelitian tersebut memiliki kesimpulan bahwa

autorefraktometer merupakan alat yang sangat berguana terutama untuk

melakukan screening hanya saja dianjurkan untuk tetap melakukan pemeriksaan

secara subjektif karena pada pemeriksaan subjektif dokter dapat memeriksa

keseimbangan refraksi pada kedua mata dan bisa mengoreksi apabila ada

kesalahan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Radhakrishnan dan Lalu (2017)

menunjukkan dari total 39 subjek penelitian didapatkan hasil hasil yang berbeda

dengan penelitian ini. Penelitian tersebut mendapatkan hasil perbandingan SE

antara pemeriksaan dengan autorefraktometer dengan pemeriksaan secara

subjektif dengan nilai p = 0,001 yang artinya terdapat perbedaan yang bermakna

dari hasil pemeriksaan menggunakan kedua alat tersebut . Selain itu juga terdpat

penelitian yang dilakukan oleh Palangi (2014) dimana dari total 40 subjek

penelitian menunjukkan hasil perbandingan SE dari pemeriksaan dengan

autorefraktometer dan pemeriksaan subjektif baik pada mata kanann maupun mata
39

kiri dengan nilai p = 0,00 yang artinya terdapat perbedaan yang bermakana dari

pemeriksaan kedua alat tersebut.


40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

a. Terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara pemeriksaan refraksi

menggunakan autorefraktometer bila dibandingkan dengan koreksi terbaik

(pemeriksaan subjektif menggunakan trial lens) baik pada mata kanan

maupun mata kiri. Hal tersebut karena dari hasil uji hipotesis Mann-Whitney

menunjukkan nilai signifikansi p = 0,33 pada mata kanan dan nilai

signifikansi p = 0,73 pada mata kiri. Hasil ini menunjukkan bahwa

autorefraktometer merupakan alat yang cukup valid untuk pemeriksaan

refraksi.

b. Rata-rata hasil pemeriksaan dengan autorefraktometer lebih tinggi

dibandingkan dengan rata-rata hasil pemeriksaan menggunakan trial lens

baik pada mata kanan maupun mata kiri.


41

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

informasi dan pengembangan penelitian selanjutnya terhadap kecemasan dalam

menghadapi ujian.

5.2.2 Bagi Poli Mata Rumah SakirtPertamina Bintang Amin Husada

Hasil penelitian ini bagi Poli Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin

Husada dapat dijadikan sebagai tambahan informasi untuk pemeriksaan kelainan

refraksi menggunakan Autorefraktometer dan Trial Lens Set.

5.3.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber data untuk dapat

dilakuka pengembanga penelitian lebih lanjut dn lebih lut untuk alat

Autorefrktometer dan trial Lens Set pad Penderita Kelaina Refraksi.


42

DAFTAR PUSTAKA

Carreras,F. Javier. 2018. Degenerative Myopia: Mechanical Theorities Revisited.

Spain; University of Granada.

Choong, Yee-Fong., Chen, Ai-Hong., Goh, Pikk-Pin. (2006). A Comparison of

Autorefraction and Subjective Refraction With and Without Cycloplegia in

Primary School Children. Department of Ophthalmology Hospital Selayang, Kuala

Lumpur, Selangor, Malaysia, 142, 68-74

Corina,Febry. 2018. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Mata Menggunakan

Autorefraktometer dan Trial Lens Set. Padang; Akademisi Refraksi Optisi YLPTK.

Duarsa,Habibhi Adhi Pratama. 2018. Peningkatan Tekanan Intraokular (TIO) Pada

Miopia. Skripsi. Lampung; Universitas Lampung.

Ganger, Anita., Bala, Saroj., Kaur, Inderjit., Kaur, Prempal., Satpal. (2017).

Comparison of Autorefractometer, Retinoscope, and Subjective Method in Myopic

and Hypermetropic Patients. International Journal of Contemporary of Medical

Research, 4(3), 740-743.

Li-Fang Hung, dkk. 2012. Objective and Subjective Refractive Error Measurements in

Monkeys. Houston; University of Houston.

Musiana,dkk. 2019. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Miopia Pada

Anak Usia Sekolah.Lampung; Poli Teknik Kesehatan Lampung

Palangi,Rezky. 2014. Perbandingan Besaran Sferikal Ekuivalen Berdasarkan Metode

Pengukuran Visus Subjektif dan Objektif Penderita Miopia. Manado; Universitas

Samrutlangi.

Sahasranamam, V. (2007). Autorefractometers. Regional Institute of Ophthalmology

Trivandrum, 19(4), 407-408.


43

Saputa,Dedy. 2018. Hubungan Derajat Miopia Dengan Pengelihatan Streoskopis Pada

Anak Sekolah Menengah Pertama. Skripsi. Medan; Universitas Sumatera Utara.

Seang,Mei Saw. 2018. Prevention and Management of Myopia and Myopic Pathologic.

Singapore; University of Singapore.

Sukamto,Nofia Dian Ardiani. 2018. Hubungan Faktor Keturunan, Aktivitas Jarak

Dekat, dan Aktivitas di Luar Ruangan Dengan Kejadian Miopia. Lampung;

Universitas Lampug.

Tideman, Jan Willian Loedwik. 2018. Axial Length Growth and The Risk Of

Developing Myopia in European Children.Netherlands; Acta Opthalmologica.

Wulansari,Dewi. 2018. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Miopia Pada Anak

SD di Daerah Perkotaan dan Pinggiran Kota. Semarang; Universitas Diponegoro.

Zulfiani,Eli. 2018. Hubungan Durasi Waktu, posisi, Jarak Pandang Penggunaan

Gadget dengan Miopia pada Siswa Kelas I Sekolah

Dasar.Skripsi.Samarinda;Universitas Muhamadiya Kalimantan Timur.


44

LAMPIRAN
45

Lampiran 1
46

Lampiran 2
47

Lampiran 3
48

Lampiran 4
49

Lampiran 5
50

LAMPIRAN 6
51

Lampiran 7
52

LAMPIRAN 8
53

LAMPIRAN 9
54

LAMPIRAN 10
55

LAMPIRAN 11
56

LAMPIRAN 12

Autorefraktometer Trial lens Set


Nomor Umur Jenis Kelamin OD OS OD OS
1 20 0 -3,29 -5,22 -4,50 -4,50
2 19 0 -1,41 -0,25 -1,25 -0,50
3 20 0 -1,48 -2,91 -1,00 -1,50
4 25 1 -5,27 -6,60 -5,50 -6,50
5 22 0 -5,14 -5,90 -4,25 -4,75
6 30 0 -5,20 -3,65 -6,00 -5,00
7 35 1 -1,40 -1,25 0,00 0,00
8 30 0 -4,00 -3,66 -3,50 -3,00
9 30 1 -0,75 -1,25 0,00 0,00
10 28 0 -1,65 -0,75 -1,50 -0,75
11 29 1 -6,25 -5,50 -5,50 -5,50
12 36 0 -3,75 -2,75 -3,00 -2,50
13 38 1 -0,94 -0,75 0,00 0,00
14 40 0 -3,14 -3,90 -2,00 -2,50
15 42 0 -0,86 -1,75 -0,50 -1,50
16 20 1 -3,66 -3,50 -3,25 -3,25
17 33 1 -0,26 -0,11 0,00 0,00
18 37 0 -3,80 -3,00 -3,75 -3,50
19 21 0 -1,42 -1,75 -1,25 -2,25
20 22 0 -0,83 -1,25 -0,50 -0,75
21 26 0 -4,17 -3,75 -3,50 -3,50
22 25 1 -8,10 -7,50 -8,25 -8,25
23 35 0 -1,20 -2,60 -0,50 -1,75
24 45 1 -0,62 -0,40 0,00 0,00
25 40 1 -1,25 -0,38 0,00 0,00
26 41 1 -0,25 -0,60 -0,25 -0,25
27 30 0 -1,25 -0,55 -1,00 0,00
28 19 0 -1,25 -1,25 -0,50 0,00
29 20 0 -0,88 -0,50 0,00 0,00
30 21 0 -3,75 -4,90 -2,75 -3,25
31 28 0 -5,12 -6,00 -5,00 -5,75
32 25 0 -6,88 -6,25 -5,00 -5,00
33 30 1 -6,25 -5,00 -5,50 -5,00
34 23 0 -5,25 -6,25 -4,75 -6,00
35 21 0 -2,15 -1,40 -2,00 -1,25
36 24 1 -3,50 -3,00 -3,00 -2,25
37 29 1 -0,45 -0,95 0,00 -0,75
38 17 0 -3,65 -3,00 -2,75 -2,75
39 18 0 -5,50 -5,00 -5,25 -4,50
40 25 1 +2,50 +2,50 +2,00 +2,00
57

41 45 1 +0,50 + 2,00 +0,50 + 1,50


42 45 0 +1,00 +1,75 +,0,75 + 1,50
43 30 0 +1,00 +1,50 +0,50 +0,50
44 22 0 +1,75 +2,25 +1,00 +0,75
45 27 1 +2,00 +2,75 +1,50 +1,25
46 28 1 +2,50 +2,00 +2,00 +1,25
47 29 0 +3,25 +3,00 +2,50 +2,00
48 26 1 +3,00 +4,00 +2,00 +1,50
49 18 0 +2,00 +2,00 +1,75 +1,25
50 19 1 +1,75 +1,00 +1,25 +1,00
51 26 1 +1,00 +1,00 +1,00 +1,00
52 57 0 +2,00 +3,00 +1,25 +2,25
53 50 0 +1,00 +2,00 +0,75 +2,75
54 50 1 +1,50 +2,00 +1,00 +1,50
55 55 0 +1,50 ADD+2,50 +1,00 +2,00
56 59 0 -1,00 ADD+3,00 +0,50 ADD+2,25
57 45 1 -1,00 ADD+1,25 +0,75 ADD+0,75
58 38 0 CYL-4,00 CYL-3,00 CYL-3,25 CYL-2,50
59 42 1 -2,50 CYL-1,25 -2,00 CYL-0,75
60 44 0 CYL-1,00 CYL-0,50 CYL-0,75 0,00
58

LAMPIRAN 13

Statistics
Mata_K Mat
anan a_Kiri
N Val 120 120
id
Mi 0 0
ssing
Perce 25 -3.6125 -
ntiles 3.2500
50 -1.0000 -
.7500
75 .7500 1.00
00

Umur
Freq Per Valid Cumulati
uency cent Percent ve Percent
V 1 10 16. 16.7 16.7
alid 7
2 22 36. 36.7 53.3
7
3 13 21. 21.7 75.0
7
4 10 16. 16.7 91.7
7
5 5 8.3 8.3 100.0
T 60 100 100.0
otal .0

Mata_Kanan
Freq Per Valid Cumulati
uency cent Percent ve Percent
V - 1 .8 .8 .8
alid 8.25
- 1 .8 .8 1.7
8.10
- 1 .8 .8 2.5
6.88
59

- 2 1.7 1.7 4.2


6.25
- 1 .8 .8 5.0
6.00
- 4 3.3 3.3 8.3
5.50
- 1 .8 .8 9.2
5.27
- 2 1.7 1.7 10.8
5.25
- 1 .8 .8 11.7
5.20
- 1 .8 .8 12.5
5.14
- 1 .8 .8 13.3
5.12
- 2 1.7 1.7 15.0
5.00
- 1 .8 .8 15.8
4.75
- 1 .8 .8 16.7
4.50
- 1 .8 .8 17.5
4.25
- 1 .8 .8 18.3
4.17
- 2 1.7 1.7 20.0
4.00
- 1 .8 .8 20.8
3.80
- 3 2.5 2.5 23.3
3.75
- 1 .8 .8 24.2
3.66
- 1 .8 .8 25.0
3.65
- 3 2.5 2.5 27.5
3.50
- 1 .8 .8 28.3
3.29
- 1 .8 .8 29.2
3.25
60

- 1 .8 .8 30.0
3.14
- 2 1.7 1.7 31.7
3.00
- 2 1.7 1.7 33.3
2.75
- 1 .8 .8 34.2
2.50
- 1 .8 .8 35.0
2.15
- 3 2.5 2.5 37.5
2.00
- 1 .8 .8 38.3
1.65
- 1 .8 .8 39.2
1.50
- 1 .8 .8 40.0
1.48
- 1 .8 .8 40.8
1.42
- 1 .8 .8 41.7
1.41
- 1 .8 .8 42.5
1.40
- 5 4.2 4.2 46.7
1.25
- 1 .8 .8 47.5
1.20
- 5 4.2 4.2 51.7
1.00
- 1 .8 .8 52.5
.94
- 1 .8 .8 53.3
.88
- 1 .8 .8 54.2
.86
- 1 .8 .8 55.0
.83
- 2 1.7 1.7 56.7
.75
- 1 .8 .8 57.5
.62
61

- 4 3.3 3.3 60.8


.50
- 1 .8 .8 61.7
.45
- 1 .8 .8 62.5
.26
- 2 1.7 1.7 64.2
.25
. 8 6.7 6.7 70.8
00
. 4 3.3 3.3 74.2
50
. 3 2.5 2.5 76.7
75
1 8 6.7 6.7 83.3
.00
1 2 1.7 1.7 85.0
.25
1 3 2.5 2.5 87.5
.50
1 3 2.5 2.5 90.0
.75
2 6 5.0 5.0 95.0
.00
2 3 2.5 2.5 97.5
.50
3 1 .8 .8 98.3
.00
3 2 1.7 1.7 100.0
.25
T 120 100 100.0
otal .0

Mata_Kiri
Freq Per Valid Cumulati
uency cent Percent ve Percent
V - 1 .8 .8 .8
alid 8.25
- 1 .8 .8 1.7
7.50
62

- 1 .8 .8 2.5
6.60
- 1 .8 .8 3.3
6.50
- 2 1.7 1.7 5.0
6.25
- 2 1.7 1.7 6.7
6.00
- 1 .8 .8 7.5
5.90
- 1 .8 .8 8.3
5.75
- 2 1.7 1.7 10.0
5.50
- 1 .8 .8 10.8
5.22
- 5 4.2 4.2 15.0
5.00
- 1 .8 .8 15.8
4.90
- 1 .8 .8 16.7
4.75
- 2 1.7 1.7 18.3
4.50
- 1 .8 .8 19.2
3.90
- 1 .8 .8 20.0
3.75
- 1 .8 .8 20.8
3.66
- 1 .8 .8 21.7
3.65
- 3 2.5 2.5 24.2
3.50
- 2 1.7 1.7 25.8
3.25
- 5 4.2 4.2 30.0
3.00
- 1 .8 .8 30.8
2.91
- 2 1.7 1.7 32.5
2.75
63

- 1 .8 .8 33.3
2.60
- 3 2.5 2.5 35.8
2.50
- 2 1.7 1.7 37.5
2.25
- 3 2.5 2.5 40.0
1.75
- 2 1.7 1.7 41.7
1.50
- 1 .8 .8 42.5
1.40
- 6 5.0 5.0 47.5
1.25
- 1 .8 .8 48.3
.95
- 6 5.0 5.0 53.3
.75
- 1 .8 .8 54.2
.60
- 1 .8 .8 55.0
.55
- 3 2.5 2.5 57.5
.50
- 1 .8 .8 58.3
.40
- 1 .8 .8 59.2
.38
- 2 1.7 1.7 60.8
.25
- 1 .8 .8 61.7
.11
. 10 8.3 8.3 70.0
00
. 1 .8 .8 70.8
50
. 2 1.7 1.7 72.5
75
1 4 3.3 3.3 75.8
.00
1 4 3.3 3.3 79.2
.25
64

1 5 4.2 4.2 83.3


.50
1 1 .8 .8 84.2
.75
2 8 6.7 6.7 90.8
.00
2 3 2.5 2.5 93.3
.25
2 2 1.7 1.7 95.0
.50
2 2 1.7 1.7 96.7
.75
3 3 2.5 2.5 99.2
.00
4 1 .8 .8 100.0
.00
T 120 100 100.0
otal .0

Jenis Kelamin
Freq Per Valid Cumulati
uency cent Percent ve Percent
W 36 60. 60.0 60.0
anita 0
P 24 40. 40.0 100.0
ria 0
T 60 100 100.0
otal .0

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Stat Sta
istic df Sig. tistic df Sig.
Mata_K .10 120 .00 .96 120 .00
anan 7 2 6 4
Mata_K .09 120 .01 .96 120 .00
iri 4 1 8 5
a. Lilliefors Significance Correction
Test Statisticsa
Mata_K Mat
anan a_Kiri
65

Mann-Whitney U 1615.5 173


00 5.000
Wilcoxon W 3445.5 356
00 5.000
Z -.969 -
.341
Asymp. Sig. (2- .333 .733
tailed)
a. Grouping Variable: Metode
66

LAMPIRAN 14

BIODATA PENELITI

Nama : Dino Luthfi Jauhar

Tempat, Tanggal Lahir : PALEMBANG, 07 Juni 1998

Alamat : JL.PANGERAN ANTASARI Gg, PULAU SEBUKU

,No 19 , BANDAR LAMPUNG.

LAMPUNG

Nama Orang Tua

Ayah : Wahyudin Hmid

Ibu : Nova Tamara

Jumlah Saudara Kandung :2

Riwayat Pendidikan : SD PUSRI PALEMBANG (2003-2008)


SD KARTIKA II-5 Lampung (2008-2009)
SMP Negeri 23 B Lampung (2009-2012)
SMA YP UNILA B Lampung (2012-2015)
Universitas Malahayati (2016-sekarang)
67

LAMPIRAN 15

MOTTO

“Jangan beritahu rencanamu keseluruh dunia, Tapi tunjukan hasil

perjuanganmu kepada seluruh dunia”


68

LAMPIRAN 16

PERSEMBAHAN

Dengan ridho Allah SWT, skripsi ini saya persembahkan untuk


Ayahanda tercinta Wahyudin Hamid, Ibu tercinta Nova Tamara,Adik-
adikutercinta Diva Salsabila Sari Hamda dan Dita Fatimatuzzahra,
keluarga besar Alm. Kakek hamid dan Nenek. Hj. Halimah, serta keluarga
besar Alm. Kakek Bakrie JAmbi dan Almh. Nenek H. Syamsiah.
Serta dosen pembimbing akademik saya penguji skripsi saya dr.
Helmi Muchtar Sp.M, pembimbing skripsi saya dr. Rahmat Syuhada Sp.M
(KVR), dan dr.Selvia Anggraeni M.kes.
Sahabat-sahabatku Agus Muliawan , Afif HUsain, Doni Armanda ,
Rizki Idriansyah, Nura Safira Afifa, Siti Awalinah, Marnanda Kahar,
M.Syobri, Rizki Nurrahman, mamek .
Dan Kelompok 6 (2016)
Sahabat sejawat lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi wawasan dan perkembangan
ilmu pengetahuan, serta menuai berkah bagi kehidupan.
Amin.

Dino Luthfi Jauhar


69

Lampiran 17
70
71

PERBEDAAN NILAI DIOPTRI PEMERIKSAAN TRIAL LENS


SET DAN AUTOREFRAKTOMETER PADA PENDERITA
KELAINAN REFRAKSI MATA DI RUMAH SAKIT
PERTAMINA BINTANG AMIN HUSADA
BANDAR LAMPUNG

Dino Luthfi Jauhar1, Rahmat Syuhada2, Selvia Anggraeni3


, Helmi Muchtar4

Email : dinoluthfijauhar7@gmail.com

1
Dosen Fakultas Kedokteran Program Studi Kedokteran Universitas
Malahayati
2
Dosen Fakultas Kedokteran Program Studi Kedokteran Universitas
Malahayati

34
Dosen Fakultas Kedokteran Program Studi Kedokteran Universitas
Malahayati

Abstract

Refraction disorder is a condition where firm shadows are not formed on


the retina (macular retina or yellow spots) but on the part front or back
yellow spots and do not lie on one sharp point. In refractive abnormalities
there is an imbalance of the optical system / vision in the eye resulting in
blurred images. The purpose of this study was to determine whether there
is a difference between the results of the trial lens set examination and
autorefractometer in patients with eye refraction abnormalities at the Poly
Clinic of Pertamina Bintang Hospital at Amin Husada Bandar Lampung.
Data collection of refraction abnormalities using autorefractometer and
trial lens was carried out by cross sectional method in 62 people with
refraction disorders in the eye clinic of Pertamina Bintang Amin Husada
Hospital, Bandar Lampung 2020. Data normality test was carried out
using Kolmogorov Smirnov test. While the data analysis test uses the
Mann-Whitney test. Based on the Spherical Equivalent (SE) comparison,
there is no significant difference between refraction examination using
autorefractometer and trial lens. The results of the data analysis test using
the Mann-Whitney Test showed p = 0.33 in the right eye and p = 0.73 in
the left eye. There was no significant difference between the results of the
examination using an autorefractometer and trial lens in both eyes. More
negative results are obtained on examinations performed using an
autorefractometer.

Keyword : Autorefraktometer,Trial lens Set ,Kelainan Refraksi.


72

Abstrak

Gangguan refraksi adalah suatu keadaan dimana bayangan tegas


tidak terbentuk pada retina (retina makula atau bercak kuning) tetapi
pada bagian depan atau belakang bercak kuning dan tidak terletak pada
satu titik tajam. Pada kelainan refraksi terdapat ketidakseimbangan
sistem optik / penglihatan pada mata yang mengakibatkan gambar
menjadi kabur. Dalam penglihatan normal, kornea dan lensa mata
membelokkan cahaya pada titik fokus kanan di retina pusat. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil uji
coba lens set dan autorefractometer pada pasien kelainan refraksi mata
di Poli Klinik RS Pertamina Bintang Amin Husada Bandar
Lampung.Pengumpulan data kelainan refraksi menggunakan
autorefraktometer dan uji lensa dilakukan dengan metode cross sectional
pada 62 penderita kelainan refraksi di Poliklinik Mata RS Pertamina
Bintang Amin Husada Bandar Lampung 2020. Uji normalitas data
dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Sedangkan uji
analisis datanya menggunakan uji Mann-Whitney.Berdasarkan
perbandingan Spherical Equivalent (SE), tidak ada perbedaan yang
signifikan antara pemeriksaan refraksi menggunakan autorefractometer
dan trial lens. Hasil uji analisis data menggunakan Mann-Whitney Test
menunjukkan p = 0,33 pada mata kanan dan p = 0,73 pada mata
kiri.Tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil pemeriksaan
menggunakan autorefractometer dan trial lens pada kedua mata. Hasil
yang lebih negatif diperoleh pada pemeriksaan yang dilakukan dengan
menggunakan autorefractomet

Kata Kunci : Autorefraktometer,Trial Lens Set,Kelainan Refraks


73

Banyak penelitian

PENDAHULUAN mengemukakan bahwa angka

terjadinya myopia di kawasan

Berdasarkan data World Health Asia lebih tinggia yaitu 40% dari

Organization (WHO) mengatakan bila populasi umum dan 50 – 80%

tahun 2010 terdapat 285 juta atau pada populasi pelajar. Angka

4,24% masyarakat di belahan dunia kejadian miopia untuk populasi

yang terkena gangguan low vision. anak usia sekolah cenderung

Dilihat secara global masalah mengalami peningkatan, baik

pengelihatan disebabkan oleh kelainan pada usia belasan maupun

refraksi sebanyak 43%,katarak 33% puluhan. Hal tersebut tidak

dan glaucoma 2% (Fauziah, dkk., terlepas dari adanya faktor

2014). lingkungan, utamanya gaya

Kelainan refraksi adalah salah satu hidup. Adanya peningkatan

dari sekian penyebab dari masalah frekuensi aktivitas membaca,

pengelihatan di penjuru dunia, dan menonton tv, penggunaan

penyebab dari kebutaan urutan kedua komputer bisa menjadi salah satu

yang biasa ditemukan. Masalah faktor risiko terjadinya miopia

pengelihatan disebabkan dari kelainan (Nurwinda, dkk., 2013). Hasil

refraksi adalah masalah kesehatan pada survei kebutaan Rapid

12 tahun awal kehidupan anak. WHO Assessment of Avoidable

menyatakn diperlukannya suatu Blindness (RAAB) pada tahun

perlakuan khusus pada tindakan 2014 2016 di total 15 provinsi

kelainan refraksi yaitu salah satunya menyatakan bahwa penyebab dari

pada anak usia sekolah dasar.. Berbagai gangguan pengelihatan dan

studi di dunia menunjukkan perbedaan penyebab kebutaan yaitu kelainan

karakteristik kelainan refraksi memiliki refraksi 10-15% dan katarak 70-

pola menurut umur dan jenis kelamin. 80%. Data ini menjadi fokus

(World Health Organization, 2013) program penangan dari gangguan


74

penglihatan dan kebutaan di Indonesia, subjektif dan objektif. (Palangi et

pada penanggulangan katarak dan all,2014)

kelainan refraksi.(Kementrian Pemeriksaan objektif

Kesehatan Rebpublik Indonesia, 2019). adalah suatu cara dalam

Sementara itu, prevalensi memeriksa kelainan refraksi

gangguan ketajaman penglihatan pada pada individu yang dicurigai

penduduk berusia ≥6 tahun di Indonesia dimana tingkat ketepatan hasil

sebesar 0,9%. Wilayah dengan pemeriksaan

prevalensi tertinggi ditemukan di mempertimbangkan saran atau

Lampung (1,7%), Nusa Tenggara Timur respon dari individu yang

dan Kalimantan Barat (masing-masing diperiksa. Pemeriksaan ini

1,6%). Sementara provinsi dengan memliki keunggulan yaitu

prevalensi gangguan penglihatan dengan mudah dapat

terendah adalah diYogyakarta (0,3%) digunakan karena tidak

diikuti oleh Papua Barat dan Papua membutuhkan informasi

(masing-masing 0,4%) (Nurjanah, subjektif dari individu terkait

2018). mengenai tingkat visus yang di

Gangguan kelainan refraksi pada dapat saat pemeriksaan. Kerja

mata salah satu yang tertingi dan sama dari individu yang

kasusnya hampir setiap waktu biasa kita diperlukan hanya pada saat

temui pada saat ini di lingkungan sekitar misalnya meletakkan kepala,

dan selalu meningkat setiap tahunnya, atau memfiksasi pandangan

salah satu penyebab yang sering pada target tertentu. Akan

menyebabkan gangguan refraksi ini teteapi hasil pemeriksaan yang

adalah sering pengoreksian visus mata lebih tinggi dari nilai aslinya

yang dilakukan tidak secara penuh yang membuat kebanykan individu

mengakibatkan perbedaan nilai sferis yang melakuka pemeriksaan

dan silinder ataupun sferikal ekuivalen visus mata menggunkan alat

antara hasil pengkoreksian visus secara ini merasa kurang nyaman,


75

kemudian megeluh merasakan mual Mata Rumah Sakit Pertamina

dan pusing saat dibuatkan resep Bintang Amin Husada Bandar

yang ditujukan dalam pembuatan Lampung 2019.

kaca mata dari hasil

autorefraktometer. Mengakibatkan METODE PENELITIAN

dilakukannya pemeriksaan ulang

menggunakan alat trial lens set yang Pengumpulan data

banyak diminta pasien setelah menggunakan data primer yang

tmerasakan tidak nyaman akibat mana data ini merupakan data

hasil pemeriksaan pertama didapat dari

autorefraktometer, dan pada teknik pemeriksaan dioptri. Analisis

ini peran dari pasien/individu sangat data yang digunakan dalam

berperan. Sehingga komunikasi penelitian ini adalah teknik

harus dilakukan dengan baik antara analisis kuantitatif, dengan

refraksionis optisiens (RO) dengan analisis yang bertujuan

individu terkait bertujuan agar hasil menyajikan secara observational

pemeriksaan didapat dari dari variabel-variabel; yang

kenyamanan individu terkait. diteliti. Analisis yang bersifat

Disinilah ditemui beberapa univariate untuk melihat

perbedaan dan perbandingan pada distribusi frekuensi dari seluruh

hasil pemeriksaan menggunakan faktor yang terdapat dalam

kedua alat periksa mata tersebut variabel masing-masing, baik

(Febry corina & Mega Elfia,2018). variabel bebas maupun variabel

Berdasarkan kondisi- terikat, untuk mendapatkan dan

kondisi diatas, penulis ingin menjelaskan masing-masing

mengetahui lebih jauh perbedaan variabel (Natoatmodjo, 2012).

antara hasil pemeriksaan trial lens set merupakan data pertama

dan autorefraktometer pada penderita didapat dari pemeriksaan

kelainan refraksi mata di Poli Klinik dioptri. Analisis data yang


76

digunakan dalam penelitian ini adalah masing, baik variabel bebas

teknik analisis kuantitatif, dengan maupun variabel terikat, untuk

analisis yang bertujuan menyajikan mendapatkan dan menjelaskan

secara observational dari variabel- masing-masing variabel

variabel; yang diteliti. Analisis yang (Natoatmodjo, 2012).

bersifat univariate untuk melihat

distribusi frekuensi dari seluruh faktor

yang terdapat dalam variabel masing-


77

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Univariat

Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebgai berikut:

Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

Umur

Freq Per Valid Cumula

uency cent Percent tive Percent

V 1 10 16. 16.7 16.7

alid 7-20 7

2 22 36. 36.7 53.3

1-29 7

3 13 21. 21.7 75.0

0-39 7

4 10 16. 16.7 91.7

0-49 7

5 5 8.3 8.3 100.0

0-59

T 60 10 100.0

otal 0.0
78

Berdasarkan tabel tersebut 16.7%, lalu dewasa dibagi

dapat dilihat bahwa total menjadi 3 kategori 21-29 tahun

keseluruhan subjek pada yaitu dengan persentase 36.7%,

penelitian ini berjumlah 60 orang 30-39 tahun yaitu dengan

dengan persebaran umur yang persentase 21.7%, 40-49 tahun

bervariasi. Subjek penelitian yaitu dengan persentase16.7%

terbagi menjadi 5 kategori usia dan terakhir kategori lansia 50-

yang paling muda dari 17-20 59 tahun yaitu dengan

tahun yaitu dengan persentase persentase 8.3%.

Tabel 4. 2 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis

Kelamin

Jenis Kelamin

Freq Per Valid Cumula

uency cent Percent tive Percent

W 36 60. 60.0 60.0

anita 0

P 24 40. 40.0 100.0

ria 0

T 60 10 100.0

otal 0.0

subjek penelitian laki-laki,

Tabel di atas menunjukkan yaitu dengan persentase

bahwa subjek dari penelitian ini 60,0%. Sedangkan laki-laki

terdiri dari laki-laki dan perempuan. memiliki persentase 40,0%.

Jumlah subjek penelitian perempuan

jauh lebih banyak dibandingkan


79

Berdasarkan tabel diatas penelitian yang benar-benar

dapat dilihat bahwa terdapat 62 memiliki mata emetrop dengan

subjek penelitian yang ikut serta pemeriksaan kedua alat tersebut.

dalam penelitian ini memiliki Data di atas merupakan

status refraksi yang berbeda satu penggabungan dari status miopia,

dengan yang lainnya. Hasil yang hipermetropia, silindris dan

didapatkan menunjukkan bahwa prebiopia pada penderita kelainan

tidak ada satupun dari subjek refraksi mata.

Uji normalitas data dengan bahwa kedua data memiliki

parameter Kolmogorov-Smirnov distribusi yang tidak normal

dapat dikatakan berdistribusi dikarenakan nilai p<0,05. Oleh

normal apabila nilai p>0,05. Tabel karena itu data pada mata kanan

4.4 menunjukkan bahwa baik data diuji menggunakan uji non

pengukuran menggunakan parametrik yaitu Mann Whitney

autorefraktometer maupun trial yang merupakan uji alternatif dari

lens pada mata kanan dan mata uji independent sample t test.

kiri menunjukkan p=0,00. Hasil

tersebut menginterpretasikan

Tabel 4. 4 Uji Normalitas Data Autorefraktometer dan Trial Lens Mata

Kanan (OD) & Mata Kiri(OS)

Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Statistic df Sig.

Mata_kiri .107 120 0,02


80

Mata_kanan .094 120 0,11

Tabel 4. 5 Uji Mann-Whitney pada Mata Kanan (OD)

Uji Mann-Whitney

Rerata

N Median ± SD P

(minimum –

maksimum)

Autoreftakt 6 -1,25 (-8.10 –

ometer 0 3.25) -1.62 0

6 -0,50 (-8.25 – ,33

Trial Lens 0 3.25) -1.24

Perbandingan pengukuran pada mata kanan menunjukkan

menggukan autorefraktometer nilai p=0,33. Hasil tersebut

dan trial lens berdasarkan tabel menginterpretasikan bahwa

4.5 menunjukan bahwa kedua data tersebut tidak

berdasarkan analisa data yang memiliki perbedaan yang

dilakukan menggunakan uji Mann- bermakna karena nilai p>0,05,

Whitney pada 60 subjek penelitian pengujian menggunakan Mann-

didapatkan hasil perbandingan Whitney dapat dikatakan berbeda

pengukuran menggunakan signifikan apabila nilai p<0,05.

autorefraktometer dan trial lens

Tabel 4. 6 Uji Mann Whitney pada Mata Kiri (OS)


81

Uji Mann-Whitney

Rerata ± SD

n Median p

(minimum –

maksimum)

Autoreftakt 6 -1,25 (-7.50 –

ometer 0 4.00) -1.33 0

6 -0.62 (-8.25 – ,73 3

Trial Lens 0 2.75) -1.24

dan trial lens pada mata kiri

Perbandingan pengukuran menunjukkan nilai p=0,73. Hasil

menggukan autorefraktometer tersebut menginterpretasikan

dan triallens berdasarkan tabel bahwa kedua data tersebut tidak

4.6 menunjukkan bahwa memiliki perbedaan yang

berdasarkan analisa data yang bermakna karena nilai p>0,05,

dilakukan menggunakan uji Pengujian menggunakan uji

Mann-Whitney pada 60 subjek Mann-Whitney dapat dikatakan

penelitian didapatkan hasil berbeda signifikan apabila nilai

perbandingan pengukuran p<0,05

menggunakan autorefraktometer

PEMBAHASAN

Penurunan tajam kelainan refraksi seperti miopia,

penglihatan dapat disebabkan astigmatisma, hipermetropia

oleh berbagai hal, namun yang maupun kelainan organis seperti

paling sering disebabkan oleh katarak, glaukoma, proses


82

degeneratif, dan lain-lain. total populasi adalah sebesar 69

Beberapa faktor yang orang pada bulan juni, tetapi

menyebabkan kelainan refraksi dalam penelitian ini hanya

antara lain genetik, kebiasaan melakukan pengambilan data

membaca dalam posisi tidur, kepada 60 orang sesuai dengan

menonton dalam jarak dekat, hasil perhitungan rumus sampling

bermain game, dan lain-lain (Giri, yang digunakan. Persebaran

2013). subjek penelitian berdasarkan

Kelainan refraksi disebut jenis kelamin didapatkan hasil

juga ametropia. Terdapat subjek penelitian dengan jenis

berbagai macam jenis ametropia, kelamin perempuan lebih banyak

antara lain ametropia aksis, dibandingkan subjek penelitian

ametropia kurvatura, ametropia dengan jenis kelamin perempuan

indeks bias, dan ametropia posisi. berjumlah 36 orang (60,00%),

Ametropia yang paling penting sedangkan subjek penelitian laki-

adalah ametropia aksis. laki berjumlah 24 orang

Ametropia aksis merupakan (40,00%). Persebaran jenis

kondisi mata dimana sumbu kelamin tersebut sesuai dengan

anteroposterior bola mata terlalu total populasi yang ada dimana

panjang akan menyebabkan jumlah penderita kelainan refraksi

hipermetropia atau apabila terlalu di poli mata bulan juni dengan

pendek akan menyebabkan jenis kelamin perempuan (42

miopia (Hartono, 2006). Subjek orang), lebih banyak

penelitian yang digunakan dalam dibandingkan mahasiswa dengan

penelitian ini merupakan jenis kelamin laki-laki (27 orang).

penderita kelainan refraksi yang Kasus kelainan refraksi secara

berada di poli mata Rumah Sakit signifikan lebih tinggi pada

Pertamina Bintang Amin Husada perempuan dibandingkan laki-laki

Bandar Lampung 2020. Jumlah (Kalangi et all,2016).


83

Hasil yang didapatkan dari sehingga didapatkan perbedaan

hasil pemeriksaan diantaranya rerata SE sebesar 0,38D.

adalah Spherical Power (SP), Perbandingan rerata SE pada

Cylindrical Power (CP), dan mata kiri menunjukkan hasil -

Spherical Equivalent (SE). 1.33D dengan pemeriksaan

Perbandingan jumlah rerata yang autorefraktometer dan -1.24D

digunakan dalam penelitian ini pada pemeriksaan trial

adalah perbandingan antara lens.Sehingga didapatkan

Spherical Equivalent (SE). perbedaan rerata SE sebesar

Spherical Equivalent (SE) 0,09D. Hasil ini sama dengan hasil

didapatkan dari penggabungan penelitian oleh Palangi dkk (2014)

antara Spherical Power (SP) dan dimana hasil rerata SE cenderung

Cylindrical Power (CP) dengan lebih negatif pada pemeriksaan

menggunakan rumus sebagai yang dilakukan menggunakan

berikut: SE = [SP + (CP/2)] autorefraktometer baik pada mata

(Radhakrishnan dan Lalu, 2017). kanan maupun mata kiri. Sebuah

Perbandingan rerata Spherical studi yang pernah dilakukan di

Equivalent (SE) dilakukan antara United Kingdom (UK) juga

mata kanan baik yang diperiksa menunjukkan perbandingan

menggunakan autorefraktometer terkecil antara hasil pemeriksaan

maupun trial lens dan mata kiri secara objektif dan subjektif

yang diperiksa menggunakan adalah sekitar 0,14D, dimana hasil

autorefraktometer maupun trial pemeriksaan secara objektif

lens. hasilnya lebih negatif bila

Perbandingan rerata SE dibandingkan dengan

pada mata kanan yaitu -1.62D pemeriksaan secara subjektif

dengan pemeriksaan (Palangi, dkk., 2014).

autorefraktometer dan -1.24D Uji normalitas dilakukan

dengan pemeriksaan trial lens untuk mengetahui apakah data


84

yang didapatkan berdistribusi yang tidak bermakna dengan nilai

normal atau tidak. Berdasarkan p = 0,33 untuk mata kanan dan p

hasil pengujian yang dilakukan = 0,73 untuk mata kiri. Hasil uji

menggunakan uji Kolmogorov hipotesis yang didapat, dikatakan

Smirnov data yang didapatkan berbeda tidak bermakna karena

pada penelitian ini tidak nilai p ≥ 0,05 (Dahlan, 2011).

berdistribusi normal karena data Berdasarkan hasil uji analisa yang

tersebut memiliki nilai p = 0,00. dilakuakan dengan hasil akhir

Ujinoramlitas pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang

menggunakan uji Kolmogorov bermakna pada pemeriksaan di

Smirnov dikarenakan subjek kedua mata baik mata kanan

penelitian yang diambil datanya maupun mata kiri maka dapat

lebih dari 50 orang dan data yang dikatakan bahwa H0 diterima.

didapatkan dikatakan tidak Hasil penelitian ini sejalan

berdistribusi normal karena nilai p dengan penelitian yang pernah

≤ 0,05 (Dahlan,2011) dilakukan sebelumnya oleh

Berdasarkan uji Ganger dkk (2017). Pada

normalitas, data yang didapatkan penelitian tersebut dari total 100

tidak berdistrubusi normal subjek penelitian didapatkan hasil

sehingga uji hipotesis yang perbandingan SE antara

digunakan adalah uji hipotesis non autorefraktometer dibandingkan

parametrik yaitu uji Mann dengan pemeriksaan secara

Whitney. Hasil dari pengujian subjektif mendapatkan hasil p=

Mann Whitey didapatkan hasil 0,083 yang artinya tidak terdapat

bahwa baik pada perbandingnan perbedaan yang bermakna dari

SE pada mata kanan maupun hasil pemeriksaan kedua alat

mata kiri yang diperiksa tersebut. Penelitian tersebut

menggunakan autorefraktometer memiliki kesimpulan bahwa

dan trial lens menunjukkan hasil autorefraktometer merupakan


85

alat yang sangat berguana autorefraktometer dengan

terutama untuk melakukan pemeriksaan secara subjektif

screening hanya saja dianjurkan dengan nilai p = 0,001 yang

untuk tetap melakukan artinya terdapat perbedaan yang

pemeriksaan secara subjektif bermakna dari hasil pemeriksaan

karena pada pemeriksaan menggunakan kedua alat tersebut

subjektif dokter dapat memeriksa . Selain itu juga terdpat penelitian

keseimbangan refraksi pada yang dilakukan oleh Palangi

kedua mata dan bisa mengoreksi (2014) dimana dari total 40

apabila ada kesalahan. subjek penelitian menunjukkan

Penelitian lain yang hasil perbandingan SE dari

dilakukan oleh Radhakrishnan dan pemeriksaan dengan

Lalu (2017) menunjukkan dari autorefraktometer dan

total 39 subjek penelitian pemeriksaan subjektif baik pada

didapatkan hasil hasil yang mata kanann maupun mata kiri

berbeda dengan penelitian ini. dengan nilai p = 0,00 yang artinya

Penelitian tersebut mendapatkan terdapat perbedaan yang

hasil perbandingan SE antara bermakana dari pemeriksaan

pemeriksaan dengan kedua alat tersebut.

KESIMPULAN

Terdapat perbedaan yang mata kanan maupun mata kiri. Hal

tidak bermakna antara tersebut karena dari hasil uji

pemeriksaan refraksi hipotesis Mann-Whitney

menggunakan autorefraktometer menunjukkan nilai signifikansi p =

bila dibandingkan dengan koreksi 0,33 pada mata kanan dan nilai

terbaik (pemeriksaan subjektif signifikansi p = 0,73 pada mata

menggunakan trial lens) baik pada kiri. Hasil ini menunjukkan bahwa
86

autorefraktometer merupakan autorefraktometer lebih tinggi

alat yang cukup valid untuk dibandingkan dengan rata-rata

pemeriksaan refraksi. hasil pemeriksaan menggunakan

Rata-rata hasil trial lens baik pada mata kanan

pemeriksaan dengan maupun mata kiri.

SARAN

Pemeriksaan refraksi yang Pemeriksaan autorefraktometer

dilakukan menggunakan lebih disarankan sebagai

autorefraktometer sebaiknya pemeriksaan dengan tujuan untuk

dilanjutkan juga dengan screening.

pemeriksaan menggunakan Bagi peneliti selanjutnya

pemeriksaan secara subjektif oleh disarankan untuk mengambil data

dokter. Hal ini ini dikarenakan dari subjek penelitian dengan

pemeriksaan subjektif masih jumlah yang lebih besar dengan

merupakan gold standard dalam tujuan untuk melihat apakah

pemeriksaan refraksi. Selain itu terdapat perbedaan hasil

dengan dilakukannya penelitian dengan penelitian ini

pemeriksaan subjektif dokter juga apabila jumlah subjek

dapat menentukan keseimbangan penelitiannya berbeda.

refraksi pada kedua mata.

DAFTAR PUSTAKA

Carreras,F. Javier. 2018. Choong, Yee-Fong., Chen, Ai-

Degenerative Myopia: Hong., Goh, Pikk-Pin.

Mechanical Theorities (2006). A Comparison of

Revisited. Spain; Autorefraction and

University of Granada. Subjective Refraction With


87

and Without Cycloplegia in Journal of Contemporary of

Primary School Children. Medical Research, 4(3),

Department of 740-743.

Ophthalmology Hospital Li-Fang Hung, dkk. 2012.

Selayang, Kuala Lumpur, Objective and Subjective

Selangor, Malaysia, 142, Refractive Error

68-74 Measurements in Monkeys.

Corina,Febry. 2018. Perbandingan Houston; University of

Hasil Pemeriksaan Mata Houston.

Menggunakan Musiana,dkk. 2019. Faktor Resiko

Autorefraktometer dan yang Berhubungan dengan

Trial Lens Set. Padang; Kejadian Miopia Pada Anak

Akademisi Refraksi Optisi Usia Sekolah.Lampung;

YLPTK. Poli Teknik Kesehatan

Duarsa,Habibhi Adhi Pratama. Lampung

2018. Peningkatan Palangi,Rezky. 2014.

Tekanan Intraokular (TIO) Perbandingan Besaran

Pada Miopia. Skripsi. Sferikal Ekuivalen

Lampung; Universitas Berdasarkan Metode

Lampung. Pengukuran Visus Subjektif

Ganger, Anita., Bala, Saroj., Kaur, dan Objektif Penderita

Inderjit., Kaur, Prempal., Miopia. Manado;

Satpal. (2017). Universitas Samrutlangi.

Comparison of Sahasranamam, V. (2007).

Autorefractometer, Autorefractometers.

Retinoscope, and Regional Institute of

Subjective Method in Ophthalmology

Myopic and Hypermetropic Trivandrum, 19(4), 407-

Patients. International 408.


88

Saputa,Dedy. 2018. Hubungan dan Pinggiran Kota.

Derajat Miopia Dengan Semarang; Universitas

Pengelihatan Streoskopis Diponegoro.

Pada Anak Sekolah Zulfiani,Eli. 2018. Hubungan

Menengah Pertama. Durasi Waktu, posisi, Jarak

Skripsi. Medan; Universitas Pandang Penggunaan

Sumatera Utara. Gadget dengan Miopia

Seang,Mei Saw. 2018. Prevention pada Siswa Kelas I Sekolah

and Management of Myopia Dasar.Skripsi.Samarinda;U

and Myopic Pathologic. niversitas Muhamadiya

Singapore; University of Kalimantan Timur.

Singapore.

Sukamto,Nofia Dian Ardiani.

2018. Hubungan Faktor

Keturunan, Aktivitas Jarak

Dekat, dan Aktivitas di Luar

Ruangan Dengan Kejadian

Miopia. Lampung;

Universitas Lampug.

Tideman, Jan Willian Loedwik.

2018. Axial Length Growth

and The Risk Of Developing

Myopia in European

Children.Netherlands; Acta

Opthalmologica.

Wulansari,Dewi. 2018. Faktor-

Faktor yang Berhubungan

dengan Miopia Pada Anak

SD di Daerah Perkotaan
89

ISSN (P) : 2068-2555

ISSN (E) : 2622-7363

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Jln. H. M. Yasin Limpo No 36, Gowa, South Sulawesi, Indonesia.

Ph: +62-813-5540-0844

E-mail : jkesehatan@uin-alauddin.ac.id

SURAT KETERANGAN PUBLIKASI ARTIKEL

Dewan penyunting Jurnal Kesehatan telah menerima artikel,

Nama* : Dino Luthfi Jauhar

Judul : Perbedaan Nilai Dioptri Pemeriksaan Autorefraktometer dan Trial Lens

Set pada Kelainan Refraksi Mata di Rumah Sakit Pertamina


Bintang Amin Husada Bandar Lampung.
instansi : Universitas Malahayati Bandar Lampung

Menyatakan bahwa artikel tersebut sedang dalam proses penyuntingan naskah


sesuai Prosedur Jurnal Kesehatan yang diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dan akan diterbitkan pada
Volume 13 Nomor 1 Tahun 2020 apabila artikel memenuhi syarat dan layak untuk di
publikasi. Demikian surat keterangan ini dibuat dan harap dipergunakan dengan sebaik-
baiknya.
Dino Luthfi Jauhar

Samata, 8 Agustus 2020

Editor in Chief

Jurnal Kesehatan

Hasnah, S.Kep,.Ns,.M.Kes

NIP. 19720523 199503 2001

Anda mungkin juga menyukai