Skripsi
Oleh :
NPM. 16310081
Skripsi
Oleh :
NPM. 16310081
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Fakultas : Kedokteran
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
ii
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Malahayati, saya yang bertanda tangan dibawah
ini :
Nama : Dino Luthfi Jauhar
Jurusan : Kedokteran Umum
Jenis Karya Ilmiah : Skripsi
Perbedaan Nilai diotri Pemeriksaan Trial Lens Set dan Autorefraktometer Pada
Kelainan Refraksi Mata di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar
Lampung Tahun 2020.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royaliti
Nonekslusif ini Universitas Malahayati berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan fata (database), merawat dan
mempublikasikan karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di : Bandar Lampung
Pada tanggal :
Yang menyatakan
v
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
ABSTRAK
Latar Belakang : Kelainan refraksi merupakan suatu keadaan dimana bayangan tegas
tidak dibentuk pada retina (makula retina atau bintik kuning) melainkan di bagian
depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam.
pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik / penglihatan pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada penglihatan normal, kornea dan lensa
mata membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina.
Tujuan Penelitian : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Apakah terdapat
perbedaan antara hasil pemeriksaan trial lens set dan autorefraktometer pada penderita
kelainan refraksi mata di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada
Bandar Lampung.
Metode Penelitian : : Pengambilan data kelainan refraksi dengan autorefraktometer
dan trial lens dilakukan dengan cara cross sectional pada 62 orang Penderita Kelainan
Refraksi Mata di Poli Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar
Lampung 2020. Uji normalitas data dilakukan menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov.
Sedangkan uji analisa data menggunakan Uji Mann— Whitney.
Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil perbandingan Spherical Equivalent (SE) tidak
terdapat perbedaan yang bermakna antara pemeriksaan refraksi menggunakan
autorefraktometer dan trial lens. Hasil uji analisa data menggunakan Uji Mann-
Whitney didapatkan hasil p = 0,33 pada mata kanan dan p = 0,73 pada mata kiri.
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara hasil pemeriksaan
menggunakan autorefraktometer dan trial lens pada kedua mata. Didapatkan hasil
yang lebih negatif pada pemeriksaan yang dilakukan menggunakan
autorefraktometer.
vi
MEDICAL FACULTY
MALAHAYATI UNIVERSITY
ABSTRACT
Background : Refraction disorder is a condition where firm shadow are not formed on
the retina (macular retina or yellow spot) but on the part front or back yellow spots and
do not lie on sharp point.in refractive abnormalities there is an imbalance of the optical
system/vision, the cornea and lens of the eye deflect light at the right focus point in the
central retina.
Purpose : The pupose of this study was to determine whether there is a difference the
results of the trial lens set examinations and autorefractometer in patients with eye
refraction abnormalities at the poly clinic of Pertamina Bintang Amin Husada Hospital
Bandar Lampung.
Method : Collection data of refraction abnormalities using autorefractometer and trial
lens was carried out by crossectional method in 62 people with refraction disorders in
the eye clinic of Pertamina Bintang Amin Husada Hospitals. Data normality analysis test
uses the Mann-Whitney test.
Results : Based on Spherical Equivalent (SE) comparison,there is no significant
difference between refraction examination using autorefractometer and trial lens.The
results of the data analysis test using the Mann-Whitney test showed p= 0.33 in the right
eye and p= 0.73 in the left eye
Conclusion :There was no significant difference between the results of the examination
using an autorefractometer and trial lens in both eyes. More negative results are obtained
on examinations perform using and autorefractometer.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaanirrahiim.
Assalamulaikum warrahmatullah wabarakatuh.
Dengan puji syukur panjatkan kehadirahat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang yang senantiasa telah melimpahkah nikmat iman dan rahmat
sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal ini degan judul “Perbedaan Nilai
Dioptri Pemeriksaan Autorefraktometer dan Trial Lens Set Pada penderita
Kelainan Refraksi di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar
Lampung.” Shalawat serta salam mari kita panjatkan kepada Nabi kita Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan hingga kezaman yang terang
benderang.
Proposal ini dapat terselesaikan berkat bantuan pihak, maka dengan ini peneliti
mengucapakan terima kasih kepada :
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL DALAM ................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iii
LEMBAR ORISINALITAS .................................................................... iv
LEMBAR PUBLIKASI........................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................... vi
ABSTRACT ............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................................. viii
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 5
1.5 Ruang Lingkup .................................................................. 5
ix
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................. 30
4.2 Pembahasan ...................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Hal
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Autorefraktometer ………………………………………… 12
Gambar 2.2 Trial Lens Set……………………………………………… 16
Gambar 2.3 Kerangka Teori……………………………………………. 20
Gambar 2.4 Kerangka Konsep…………………………………………. 20
Gambar 2.3 Alur Penelitian……………………………………………. 29
xii
DAFTAR LAMPIRAN
6. Kuesioner Penelitian
9. Biodata Penulis
10. Persembahan
11. Motto
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
tahun 2010 terdapat 285 juta atau 4,24% masyarakat di belahan dunia yang
Kelainan refraksi adalah salah satu dari sekian penyebab dari masalah
pengelihatan di penjuru dunia, dan penyebab dari kebutaan urutan kedua yang
diperlukannya suatu perlakuan khusus pada tindakan kelainan refraksi yaitu salah
satunya pada anak usia sekolah dasar.. Berbagai studi di dunia menunjukkan
perbedaan karakteristik kelainan refraksi memiliki pola menurut umur dan jenis
kawasan Asia lebih tinggia yaitu 40% dari populasi umum dan 50 – 80% pada
populasi pelajar. Angka kejadian miopia untuk populasi anak usia sekolah
cenderung mengalami peningkatan, baik pada usia belasan maupun puluhan. Hal
tersebut tidak terlepas dari adanya faktor lingkungan, utamanya gaya hidup.
1
2
komputer bisa menjadi salah satu faktor risiko terjadinya miopia (Nurwinda, dkk.,
2013)
kenaikan yaitu 1,5% dan tertinggi bila dibandingkan pada angka kejadian
kebutaan di negara regional Asia Tenggara Bangladesh sebesar 1%, India sebesar
pada tahun 2014 2016 di total 15 provinsi menyatakan bahwa penyebab dari
dan katarak 70-80%. Data ini menjadi fokus program penangan dari gangguan
penglihatan terendah adalah diYogyakarta (0,3%) diikuti oleh Papua Barat dan
Gangguan kelainan refraksi pada mata salah satu yang tertingi dan
kasusnya hampir setiap waktu biasa kita temui pada saat ini di lingkungan sekitar
dan selalu meningkat setiap tahunnya, salah satu penyebab yang sering
menyebabkan gangguan refraksi ini adalah sering pengoreksian visus mata yang
3
dilakukan tidak secara penuh yang mengakibatkan perbedaan nilai sferis dan
ini memliki keunggulan yaitu dengan mudah dapat digunakan karena tidak
yang di dapat saat pemeriksaan. Kerja sama dari individu yang diperlukan hanya
pada saat misalnya meletakkan kepala, atau memfiksasi pandangan pada target
tertentu. Akan teteapi hasil pemeriksaan yang lebih tinggi dari nilai aslinya
menggunkan alat ini merasa kurang nyaman, kemudian megeluh merasakan mual
dan pusing saat dibuatkan resep yang ditujukan dalam pembuatan kaca mata dari
menggunakan alat trial lens set yang banyak diminta pasien setelah tmerasakan
tidak nyaman akibat hasil pemeriksaan autorefraktometer, dan pada teknik ini
dengan baik antara refraksionis optisiens (RO) dengan individu terkait bertujuan
menggunakan kedua alat periksa mata tersebut (Febry corina & Mega Elfia,2018).
4
perbedaan antara hasil pemeriksaan trial lens set dan autorefraktometer pada
penderita kelainan refraksi mata di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Pertamina
refraksi di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar
Lampung.
antara hasil pemeriksaan trial lens set dan autorefraktometer pada penderita
kelainan refraksi mata di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin
perbedaan yang bermakna dari hasil dioptri menggunakan trial lens set dan
set dan autorefraktometer pada penderita kelainan refraksi mata di Poli Klinik
trial lens set dan autorefraktometer pada penderita kelainan refraksi mata di
Poli Klinik Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar
Lampung.
pelayanan kesehatan.
pada penderita kelainan refraksi mata di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin
Poli Mata Rumah SAkit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
kekuatan untuk membiaskan tidak sama dengan 50 Dioptri maka sinar akan
difokuskan di depan retina seperti pada rabun jauh / miopia dan dikoreksi dengan
kacamata (-) atau di belakang retina seperti pada rabun dekat / hipermetropia, yang
membutuhkan kacamata (+). Apabila pembiasan tidak difokuskan pada satu titik
dan astigmatisma.
2.1.2 Klasifikasi
Miopia
Miopia atau rabun jauh merupakan pembiasan berkas sinar yang masuk ke
dalam mata di suatu titik fokus di depan retina pada keadaan tanpa akomodasi.
Beberapa etiologi dari miopia yaitu (1) kekuatan optik mata yang tinggi biasanya
karena bola mata (diameter antero posterior) yang panjang, disebut miopia aksial,
(2) radius kurvatura kornea dan lensa lebih besar, disebut miopia kurvatura, (3)
perubahan posisi lensa ke depan yang sering terjadi pada pascaoperasi glaukoma,
7
8
dan (4) perubahan indeks bias refraksi biasanya pada penderita diabetes atau
katarak.
Gejala klinis yang muncul yaitu penglihatan jauh yang kabur, kondisi
mata saat melihat jauh, dan penderita umumnya suka membaca dikarenakan tidak
Hipermetropia
sinar yang berjalan sejajar masuk ke dalam mata dalam keadaan istirahat tanpa
10 optik mata terlalu rendah biasanya karena bola mata yang pendek sehingga
hipermetropia, yaitu:
1. Sumbu aksial bola mata lebih pendek dari normal (hipermetropi axial), yang
2. Radius kurvatura kornea dan lensa lebih kecil dari normal (hipermetropia
kurvatura).
3. Perubahan posisi lensa yang lebih ke belakang. Sering terjadi pada trauma atau
4. Perubahan indeks bias refraksi, sering pada usia tua di mana terjadi perubahan
Gejala –gejala klinis yang sering ditimbulkan berupa sakit kepala daerah
frontal, penglihatan tidak nyaman dan perasaan mata lelah yang muncul setelah
Astigmatisma
Astigmatisma adalah pembiasaan pada lebih dari satu titik fokus berkas
sinar yang sejajar yang masuk ke dalam mata pada keadaan tanpa akomodasi.
terdapat meridian utama yang saling tegak lurus yang masing-masing memiliki
daya bias terkuat dan terlemah, sedangkan pada astigmatisma irregular didapatkan
titik fokus yang tidak beraturan. Pembagian berdasarkan tipe terbagi menjadi 5,
yaitu:
lain miopia.
1) Refraksi Subyektif
(Ortotype Snellen) dan memasang lensa yang sesuai dengan hasil pemeriksaan.
2) Refraksi Objektif
2.1.4. Penatalaksanaan
1. Miopia
refraktif. Kacamata yang diberikan adalah lensa sferis negatif atau minus terkecil
diperhatikan :
a. Miopia kurang dari 2-3 dioptri pada bayi dan balita umumnya tidak perlu
dikoreksi, karena umumnya akan hilang sendiri setelah usia 2 tahun dan
b. Miopia 1-1,5 dioptri pada anak usia prasekolah sebaiknya dikoreksi. Namun
c. Untuk anak usia sekolah, miopia kurang dari 1 dioptri tidak perlu dikoreksi
2. Hipermetropia
refraktif. Diberikan lensa sferis positif atau lensa plus terkuat yang menghasilkan
kabur untuk penglihatan jauh, maka diberikan koreksi full tanpa siklopegik.
3. Astigmatisma
diberikan koreksi sesuai kelainan yang didapat nyaitu silinder negatif atau positif
dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis. Sedangkan astigmatisma reguler, jika
12
ringan diberikan lensa kontak keras dan untuk yang berat dapat dilakukan
keratoplasti.
2.2 Autorefraktometer
2.2.1 Definisi
melakukan screening test, praktek klinis atau dalam rangkaian penilitian dalam
bidang epidemiologi refraksi dan suatu uji klinis (Choong, dkk., 2006)
yang memiliki banyak keunggulan terutama dalam hal efisiensi waktu dan
pengggunaanya yang mudah oleh teknisi kesahatan terlatih. Dan juga didukung
untuk lebih peduli dengan deteksi dini kelainan refraksi mata dan tingkat visus.
13
Retinocopy cycoplegic dan refraksi subjektif sampai saat ini menjadi acuan
standar untuk mengukur tingkat refraksi mata seseorang dan anak-anak. Akan
tetapi dalam pelaksanaanya, alat tersebut masih membutuhkan waktu yang lama
meningkat pada pasien akibat harus memfokuskan mata pada menyesuaikan alat
tersebut dan berisiko untuk terjadinya astigmatisma. lain halnya dengan optometri
pasien dan teknisi. Pada alat ini terdapat cahaya pertama yang berfungsi untuk
menerangi target dan cahaya kedua berguna sebagai fungsi bias pada alat ini. Pada
bermanfaat terhadap pengurang faktor resiko akomodasi mata yang tinggi seperti
halnya optometri subjektif, target fiksasi ini banyak macamnya antara lain berupa
balon 3D yang berwarana, landscape dan starry sky. Kecepatan refraksi yang
dilakukan oleh autorefraktometer mendekati 0,1 detik hal ini untuk membantu
(Sasharman, 2007)
dalam hal ini pengukuran dapat dilakukan tidak hanya oleh dokter tetapi teknisi
otptik juga bias menggunakannya. Bagi pasien, membantu dari segi kenyamanan
Autorefraktometer juga harus diservis dengan baik dan sesekali harus dilakukan
manual (Sahasranamam,2007).
b) Pasien diminta untuk duduk senyaman mungkin dan menempelkan dahi dan
c) Pasien diminta untuk melihat lurus ke objek yang ada pada autorefraktometer.
15
e) Setelah selesai melakukan pemeriksaan hasil akan tertera pada alat dan dapat
dicetek.
16
astigmatisme, strabismus atau buta warna. terutama terdiri dari lensa positif atau
negatif bola, lensa silinder positif atau negatif, lensa prisma dan lensa aksesori,
dll.
1. Pengertian
melihat fungsi mata dalam klinis maupun penelitian yang dapat diukur oleh
kalangan profesional seperti dokter mata dan ilmuan. Ada beberapa metode
untuk mengukur bias yang terjadi pada mata, antara lain Habitual Visual Aquity
dan Best Corrected Visual Aquity. Habitual Visual Aquity merupakan tingkat
penglihatan yang dapat dicapai sehari-hari dengan atau tanpa koreksi optik.
17
Sedangkan BCVA mengacu pada tingkat penglihatan yang dapat dilihat oleh
seseorang dengan koreksi refraksi yang terbaru dan juga akurat (Williams, dkk.,
2008).
2. Prosedur Pemeriksaan
2) Mata kanan akan diuji terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan mata kiri,
mata yang sedang tidak diperiksa akan ditutup oleh suatu penutup yang
a. Lensa Spheris
diop-tric pada semua posisi sumbu adalah sama. Setelah melewati lensa, sinar
berfokus di satu titik (atau fokus virtual). lensa bulat termasuk lensa cekung (-)
dan lensa cembung (+), yang digunakan untuk memperbaiki miopia, hiperopia
dan presbyopia.
b. Lensa Silindris
kekuatan dioptric pada semua posisi sumbu tidak sama. Setelah melewati lensa,
sinar berfokus menjadi garis lurus (atau garis patah). lensa silinder terdiri dari
18
lensa silinder cekung dan lensa silinder cembung yang digunakan untuk
memperbaiki astigmatisme.
c. Lensa Prisma
lensa, sinar cahaya melengkung ke bawah dan bergeser objek untuk tepi. jenis
lensa yang digunakan untuk ujian dan strabismus benar atau strabismus laten
d. Lensa Hitam
Ini adalah jenis lensa buram untuk menutupi mata uninspected dari peserta
ujian di ruangan gelap visi di dua posisi. Jika visi pada satu posisi lebih baik dari
itu pada posisi lain, sumbu lensa silinder dapat sedikit berubah ke arah tanda
posisi yang lebih baik, kemudian menguji lagi dengan yang digunakan di atas,
e. Lensa Maddox
lensa Maddox adalah lensa bergaris, terbuat dari deretan batang kaca yang
mengubah tempat cahaya menjadi beruntun, beruntun terlihat oleh pasien yang
90 ° jauh dari sumbu batang kaca, lensa Maddox digunakan untuk mengukur
kekuatan otot mata dan untuk pemeriksaan strabismus laten dan strabismus
nyata. Letakkan lensa Maddox di depan salah satu mata, katakan pasien untuk
telanjang hanya pada baris yang dibentuk oleh lensa Maddox, pasien memiliki
19
tidak strabismus atau strabismus laten, Oth- erwise ia memiliki salah satu dari
f. Lensa Lintas
Ada dua garis vertikal timbal balik lensa pesawat, digunakan untuk
g. Lensa Frosted
h. Lensa Celah
Di tengahnya, ada celah di mana sinar dapat melewati sementara itu tidak
bisa lewat bagian lain dari lensa. Dengan memutar lensa ini di depan mata,
silindris dapat diperiksa sebagai visi Anda berubah di lebih baik atau lebih
i. Lensa Pinhole
j. Lensa Polaris
untuk memeriksa strabismus laten, visi stereoskopik, visi yang tidak merata
dan sebagainya.
Anomali refraksi/kelainan
Pemeriksaan
Objektif Subektif
A Korek
Ketepatan Ketepatan
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Pros
Ket : Cetak tebal yang diteliti
21
Kerangka konsep adalah suatu uraian dari visualisasi hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep lainnya , atau antara variabel yang satu
dengan variabel yang lain dari masalah yang diteliti. Kerangka konsep penelitian
ini yaitu :
Kelainan
Autorefraktometer
Trial Lens Set Refraksi
2.6. Hipotesis
trial lens set pada penderita kelainan refraksi di Poli Mata Rumah Sakit Pertamina
trial lens set pada kelainan refraksi di Poli Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang
METODE PENELITIAN
akan digunakan merupakan data yang berupa angka. Jenis penelitian yang
independen dan variabel dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini,
variabel independen dan variabel dependen di nilai secara simultan pada suatu
saat, jadi tidak ada tindak lanjut dengan studi ini akan di peroleh prevalensi
autorefraktometer dan trial lens set pada penderita kelainan refraksi di Poli Mata
22
23
3.4.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
ini adalah seluruh individu yang memenuhi kriteria persyaratan di Poli Mata
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
kemudian akan di bagi menjadi beberapa kelompok, dimana setiap kelompok akan
kriteria penilitian di Poli Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada
Bandar Lampung.
24
Keterangan :
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
70
n= 70 x0,0025+1
70
n= 1,175
Didapatkan n = 60
Kriteria inklusi
lens set.
Kriteria eksklusi
Variabel pada penilitian ini adalah autorefraktometer dan trial lens set
terikat (Depedendent).
1. Editing
terlebih dahulu.
2. Coding
Proses pemberian kode pada setiap data variabel yang telah terkumpul
3. Entry
Science (SPSS).
4. Cleaning
data tersebut telah bersih dari kesalahan, baik kesalahan dalam pengkodean
5. Output komputer
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
kuantitatif, yaitu :
a. Analisa Univariat
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
distribusi frekuensi dari seluruh faktor yang terdapat dalam variabel masing-
masing, baik variabel bebas maupun variabel terikat, untuk mendapatkan dan
dokter poli
Pengolahan data
Analisis data
Penyusunan laporan
Presentasi laporan
Subjek dari penelitian ini adalah pasien penderita kelainan refraksi mata di
poli mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung.
Bandar Lampung memiliki fasilitas yang semuanya di operasikan tenaga ahli dan
umum, 33 dokter spesialis, 161 perawat dan bidan, 34 personel penunjang medis,
di poli mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung.
adalah diYogyakarta (0,3%) diikuti oleh Papua Barat dan Papua (masing-masing
0,4%) (Nurjanah, 2018). Penderita kelainan refraksi mata di poli mata Rumah
30
31
1. Usia
17-20 10 16,7%
21-29 22 36,7%
30-39 13 21,7%
40-49 10 16,7%
50-59 5 8,3%
Total 60 100%
pada penelitian ini berjumlah 60 orang dengan persebaran umur yang bervariasi.
Subjek penelitian terbagi menjadi 5 kategori usia yang paling muda dari 17-20
tahun yaitu dengan persentase 16.7%, lalu dewasa dibagi menjadi 3 kategori 21-
29 tahun yaitu dengan persentase 36.7%, 30-39 tahun yaitu dengan persentase
21.7%, 40-49 tahun yaitu dengan persentase16.7% dan terakhir kategori lansia 50-
2. Jenis Kelamin
Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek dari penelitian ini terdiri dari
laki-laki dan perempuan. Jumlah subjek penelitian perempuan jauh lebih banyak
Tabel 4.3 Uji Normalitas Data Autorefraktometer dan Trial Lens Mata Kanan
Statistic Df Sig.
Mata_kiri .107 120 0,02
Mata_kanan .094 120 0,11
pada mata kanan dan mata kiri menunjukkan p=0,00. Hasil tersebut
dikarenakan nilai p<0,05. Oleh karena itu data pada mata kanan diuji
menggunakan uji non parametrik yaitu Mann Whitney yang merupakan uji
Uji Mann-Whitney
N Median Rerata ± SD P
(minimum –
maksimum)
Autoreftakto 6 -1,25 (-8.10 –
meter 0 3.25) -1.62 0
6 -0,50 (-8.25 – ,33
Trial Lens 0 3.25) -1.24
berdasarkan tabel 4.5 menunjukan bahwa berdasarkan analisa data yang dilakukan
kedua data tersebut tidak memiliki perbedaan yang bermakna karena nilai p>0,05,
Uji Mann-Whitney
n Median Rerata ± SD p
(minimum –
maksimum)
Autoreftakto 6 -1,25 (-7.50 –
meter 0 4.00) -1.33 0
6 -0.62 (-8.25 – ,73 3
Trial Lens 0 2.75) -1.24
34
bahwa kedua data tersebut tidak memiliki perbedaan yang bermakna karena nilai
4.2 Pembahasan
yang paling sering disebabkan oleh kelainan refraksi seperti miopia, astigmatisma,
antara lain genetik, kebiasaan membaca dalam posisi tidur, menonton dalam jarak
bias, dan ametropia posisi. Ametropia yang paling penting adalah ametropia aksis.
mata terlalu panjang akan menyebabkan hipermetropia atau apabila terlalu pendek
Gangguan kelainan refraksi pada mata salah satu yang tertingi dan
kasusnya hampir setiap waktu biasa kita temui pada saat ini di lingkungan sekitar
35
dan selalu meningkat setiap tahunnya, salah satu penyebab yang sering
menyebabkan gangguan refraksi ini adalah sering pengoreksian visus mata yang
dilakukan tidak secara penuh yang mengakibatkan perbedaan nilai sferis dan
. Hal tersebut sejalan dengan penelitian ini dimana subjek penelitian yang
digunakan merupakan penderita kelainan refraksi yang berada di poli mata Rumah
Sakit Pertamina Bintang Amin Husada Bandar Lampung, kelompok usia dari
dewasa muda sampai lansia 17 tahun hingga 59 tahun dengan presentase tertinggi
penderita kelainan refraksi yang berada di poli mata Rumah Sakit Pertamina
Bintang Amin Husada Bandar Lampung 2020. Jumlah total populasi adalah
sebesar 69 orang pada bulan juni, tetapi dalam penelitian ini hanya melakukan
didapatkan hasil subjek penelitian dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak
(40,00%). Persebaran jenis kelamin tersebut sesuai dengan total populasi yang ada
dimana jumlah penderita kelainan refraksi di poli mata bulan juni dengan jenis
jenis kelamin laki-laki (27 orang). Kasus kelainan refraksi secara signifikan lebih
Spherical Power (SP), Cylindrical Power (CP), dan Spherical Equivalent (SE).
maupun trial lens dan mata kiri yang diperiksa menggunakan autorefraktometer
sebesar 0,09D. Hasil ini sama dengan hasil penelitian oleh Palangi dkk (2014)
dimana hasil rerata SE cenderung lebih negatif pada pemeriksaan yang dilakukan
37
menggunakan autorefraktometer baik pada mata kanan maupun mata kiri. Sebuah
adalah sekitar 0,14D, dimana hasil pemeriksaan secara objektif hasilnya lebih
2014).
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov data yang didapatkan pada penelitian ini
dikarenakan subjek penelitian yang diambil datanya lebih dari 50 orang dan data
(Dahlan,2011)
normal sehingga uji hipotesis yang digunakan adalah uji hipotesis non parametrik
yaitu uji Mann Whitney. Hasil dari pengujian Mann Whitey didapatkan hasil
bahwa baik pada perbandingnan SE pada mata kanan maupun mata kiri yang
tidak bermakna dengan nilai p = 0,33 untuk mata kanan dan p = 0,73 untuk mata
kiri. Hasil uji hipotesis yang didapat, dikatakan berbeda tidak bermakna karena
nilai p ≥ 0,05 (Dahlan, 2011). Berdasarkan hasil uji analisa yang dilakuakan
38
dengan hasil akhir tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada pemeriksaan di
kedua mata baik mata kanan maupun mata kiri maka dapat dikatakan bahwa H0
diterima.
sebelumnya oleh Ganger dkk (2017). Pada penelitian tersebut dari total 100 subjek
yang artinya tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari hasil pemeriksaan
keseimbangan refraksi pada kedua mata dan bisa mengoreksi apabila ada
kesalahan.
menunjukkan dari total 39 subjek penelitian didapatkan hasil hasil yang berbeda
subjektif dengan nilai p = 0,001 yang artinya terdapat perbedaan yang bermakna
dari hasil pemeriksaan menggunakan kedua alat tersebut . Selain itu juga terdpat
penelitian yang dilakukan oleh Palangi (2014) dimana dari total 40 subjek
autorefraktometer dan pemeriksaan subjektif baik pada mata kanann maupun mata
39
kiri dengan nilai p = 0,00 yang artinya terdapat perbedaan yang bermakana dari
BAB V
5.1. Kesimpulan
maupun mata kiri. Hal tersebut karena dari hasil uji hipotesis Mann-Whitney
refraksi.
5.2 Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
menghadapi ujian.
Hasil penelitian ini bagi Poli Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber data untuk dapat
DAFTAR PUSTAKA
Autorefraktometer dan Trial Lens Set. Padang; Akademisi Refraksi Optisi YLPTK.
Ganger, Anita., Bala, Saroj., Kaur, Inderjit., Kaur, Prempal., Satpal. (2017).
Li-Fang Hung, dkk. 2012. Objective and Subjective Refractive Error Measurements in
Musiana,dkk. 2019. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Miopia Pada
Samrutlangi.
Seang,Mei Saw. 2018. Prevention and Management of Myopia and Myopic Pathologic.
Universitas Lampug.
Tideman, Jan Willian Loedwik. 2018. Axial Length Growth and The Risk Of
LAMPIRAN
45
Lampiran 1
46
Lampiran 2
47
Lampiran 3
48
Lampiran 4
49
Lampiran 5
50
LAMPIRAN 6
51
Lampiran 7
52
LAMPIRAN 8
53
LAMPIRAN 9
54
LAMPIRAN 10
55
LAMPIRAN 11
56
LAMPIRAN 12
LAMPIRAN 13
Statistics
Mata_K Mat
anan a_Kiri
N Val 120 120
id
Mi 0 0
ssing
Perce 25 -3.6125 -
ntiles 3.2500
50 -1.0000 -
.7500
75 .7500 1.00
00
Umur
Freq Per Valid Cumulati
uency cent Percent ve Percent
V 1 10 16. 16.7 16.7
alid 7
2 22 36. 36.7 53.3
7
3 13 21. 21.7 75.0
7
4 10 16. 16.7 91.7
7
5 5 8.3 8.3 100.0
T 60 100 100.0
otal .0
Mata_Kanan
Freq Per Valid Cumulati
uency cent Percent ve Percent
V - 1 .8 .8 .8
alid 8.25
- 1 .8 .8 1.7
8.10
- 1 .8 .8 2.5
6.88
59
- 1 .8 .8 30.0
3.14
- 2 1.7 1.7 31.7
3.00
- 2 1.7 1.7 33.3
2.75
- 1 .8 .8 34.2
2.50
- 1 .8 .8 35.0
2.15
- 3 2.5 2.5 37.5
2.00
- 1 .8 .8 38.3
1.65
- 1 .8 .8 39.2
1.50
- 1 .8 .8 40.0
1.48
- 1 .8 .8 40.8
1.42
- 1 .8 .8 41.7
1.41
- 1 .8 .8 42.5
1.40
- 5 4.2 4.2 46.7
1.25
- 1 .8 .8 47.5
1.20
- 5 4.2 4.2 51.7
1.00
- 1 .8 .8 52.5
.94
- 1 .8 .8 53.3
.88
- 1 .8 .8 54.2
.86
- 1 .8 .8 55.0
.83
- 2 1.7 1.7 56.7
.75
- 1 .8 .8 57.5
.62
61
Mata_Kiri
Freq Per Valid Cumulati
uency cent Percent ve Percent
V - 1 .8 .8 .8
alid 8.25
- 1 .8 .8 1.7
7.50
62
- 1 .8 .8 2.5
6.60
- 1 .8 .8 3.3
6.50
- 2 1.7 1.7 5.0
6.25
- 2 1.7 1.7 6.7
6.00
- 1 .8 .8 7.5
5.90
- 1 .8 .8 8.3
5.75
- 2 1.7 1.7 10.0
5.50
- 1 .8 .8 10.8
5.22
- 5 4.2 4.2 15.0
5.00
- 1 .8 .8 15.8
4.90
- 1 .8 .8 16.7
4.75
- 2 1.7 1.7 18.3
4.50
- 1 .8 .8 19.2
3.90
- 1 .8 .8 20.0
3.75
- 1 .8 .8 20.8
3.66
- 1 .8 .8 21.7
3.65
- 3 2.5 2.5 24.2
3.50
- 2 1.7 1.7 25.8
3.25
- 5 4.2 4.2 30.0
3.00
- 1 .8 .8 30.8
2.91
- 2 1.7 1.7 32.5
2.75
63
- 1 .8 .8 33.3
2.60
- 3 2.5 2.5 35.8
2.50
- 2 1.7 1.7 37.5
2.25
- 3 2.5 2.5 40.0
1.75
- 2 1.7 1.7 41.7
1.50
- 1 .8 .8 42.5
1.40
- 6 5.0 5.0 47.5
1.25
- 1 .8 .8 48.3
.95
- 6 5.0 5.0 53.3
.75
- 1 .8 .8 54.2
.60
- 1 .8 .8 55.0
.55
- 3 2.5 2.5 57.5
.50
- 1 .8 .8 58.3
.40
- 1 .8 .8 59.2
.38
- 2 1.7 1.7 60.8
.25
- 1 .8 .8 61.7
.11
. 10 8.3 8.3 70.0
00
. 1 .8 .8 70.8
50
. 2 1.7 1.7 72.5
75
1 4 3.3 3.3 75.8
.00
1 4 3.3 3.3 79.2
.25
64
Jenis Kelamin
Freq Per Valid Cumulati
uency cent Percent ve Percent
W 36 60. 60.0 60.0
anita 0
P 24 40. 40.0 100.0
ria 0
T 60 100 100.0
otal .0
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Stat Sta
istic df Sig. tistic df Sig.
Mata_K .10 120 .00 .96 120 .00
anan 7 2 6 4
Mata_K .09 120 .01 .96 120 .00
iri 4 1 8 5
a. Lilliefors Significance Correction
Test Statisticsa
Mata_K Mat
anan a_Kiri
65
LAMPIRAN 14
BIODATA PENELITI
LAMPUNG
LAMPIRAN 15
MOTTO
LAMPIRAN 16
PERSEMBAHAN
Lampiran 17
70
71
Email : dinoluthfijauhar7@gmail.com
1
Dosen Fakultas Kedokteran Program Studi Kedokteran Universitas
Malahayati
2
Dosen Fakultas Kedokteran Program Studi Kedokteran Universitas
Malahayati
34
Dosen Fakultas Kedokteran Program Studi Kedokteran Universitas
Malahayati
Abstract
Abstrak
Banyak penelitian
Berdasarkan data World Health Asia lebih tinggia yaitu 40% dari
tahun 2010 terdapat 285 juta atau pada populasi pelajar. Angka
penyebab dari kebutaan urutan kedua komputer bisa menjadi salah satu
pola menurut umur dan jenis kelamin. 80%. Data ini menjadi fokus
mata salah satu yang tertingi dan sama dari individu yang
kasusnya hampir setiap waktu biasa kita diperlukan hanya pada saat
adalah sering pengoreksian visus mata lebih tinggi dari nilai aslinya
1. Analisis Univariat
Umur
alid 7-20 7
1-29 7
0-39 7
0-49 7
0-59
T 60 10 100.0
otal 0.0
78
Kelamin
Jenis Kelamin
anita 0
ria 0
T 60 10 100.0
otal 0.0
normal apabila nilai p>0,05. Tabel karena itu data pada mata kanan
lens pada mata kanan dan mata uji independent sample t test.
tersebut menginterpretasikan
Statistic df Sig.
Uji Mann-Whitney
Rerata
N Median ± SD P
(minimum –
maksimum)
Uji Mann-Whitney
Rerata ± SD
n Median p
(minimum –
maksimum)
menggunakan autorefraktometer
PEMBAHASAN
maupun trial lens dan mata kiri secara objektif dan subjektif
hasil pengujian yang dilakukan = 0,73 untuk mata kiri. Hasil uji
KESIMPULAN
bila dibandingkan dengan koreksi 0,33 pada mata kanan dan nilai
menggunakan trial lens) baik pada kiri. Hasil ini menunjukkan bahwa
86
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Department of 740-743.
Autorefractometer, Autorefractometers.
Singapore.
Miopia. Lampung;
Universitas Lampug.
Myopia in European
Children.Netherlands; Acta
Opthalmologica.
SD di Daerah Perkotaan
89
Ph: +62-813-5540-0844
E-mail : jkesehatan@uin-alauddin.ac.id
Editor in Chief
Jurnal Kesehatan
Hasnah, S.Kep,.Ns,.M.Kes