Oleh :
Novira Sulfianti
NPM 131221130502
TESIS
1
2
Oleh :
Novira Sulfianti
NPM 131221130502
TESIS
Oleh :
Novira Sulfianti
NPM 131221130502
TESIS
PERNYATAAN
4
1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, penelitian saya sendiri,
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
pustaka.
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
Novira Sulfianti
NPM : 131221130502
ABSTRAK
5
Bedah katarak merupakan bagian dari bedah refraktif dengan hasil akhir
perbaikan penglihatan dan mencapai kondisi emetropia. Penglihatan terbaik
pascaoperasi dapat dicapai dengan penggunaan kacamata. Peresepan kacamata
berdasarkan status refraksi subjektif dapat diberikan saat sudah terjadi stabilitas
refraksi.
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan status refraksi objektif dan
subjektif pada minggu kedua dan minggu keempat pascaoperasi fakoemulsifikasi.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik. Subjek
penelitian adalah pasien katarak senilis yang telah dilakukan tindakan operasi
fakoemulsifikasi di poli Katarak dan Bedah Refraktif (KBR) Rumah Sakit Mata
Cicendo Bandung (RSMC), yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi
kriteria ekslusi. Status refraksi dinilai dengan pengukuran objektif menggunakan
autorefraktometri (TOPCON RM 8900) dan pengukuran subjektif menggunakan
metode trial and error pada dua minggu dan empat minggu pascaoperasi.
Penelitian ini terdiri dari tiga puluh mata dari tiga puluh pasien dengan
usia rerata 60,12 tahun ± 9,22 ( rentang usia 47 – 76 tahun). Enam belas pasien
(53,3%) berjenis kelamin laki-laki dan 14 pasien (46,7%) perempuan.
Berdasarkan uji Wilcoxon, nilai refraksi sferis dan silindris pada pemeriksaan
objektif dan subjektif serta nilai Spherical Equivalent (SE) objektif tidak terdapat
perbedaan p > 0,05. Berdasarkan uji t berpasangan, nilai SE subjektif tidak
terdapat perbedaan p > 0,05.
Tidak terdapat perbedaan status refraksi objektif dan subjektif pada
minggu kedua dan minggu keempat pasca fakoemulsifikasi. Resep kacamata
dapat diberikan dua minggu pascaoperasi fakoemulsifikasi tanpa komplikasi.
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
SWT, atas karunia dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yang
kepada semua pihak yang telah membimbing, mendidik dan membantu penulis
kasih kepada Rektor universitas Padjadjaran Prof. Dr. med. Tri Hanggono
Syukriani,dr., MSI., SpF., DFM serta kepada DR. Dwi Prasetyo, dr.SpA., MKes
Universitas Padjadjaran.
dan Prof. Dr. Farida Sirlan, dr.,SpM(K) (Almh), selaku guru besar Ilmu
yang tidak ternilai bagi penulis selama mengikuti pendidikan dokter spesialis mata
Ucapan terima kasih kepada jajaran direksi Pusat Mata Nasional Rumah
Sakit Mata Cicendo Bandung, DR. Irayanti, dr. SpM(K)., MARS selaku Direktur
keperawatan, Ayi Wagiati Sari, SE, MM. selaku Direktur Keuangan, Drs Edison
Ziliwu, MM, MSi selaku Direktur Umum, SDM, dan Pendidikan, yang telah
prasarana Rumah Sakit sebagai tempat belajar, bekerja dan melakukan penelitian.
SpM(K)., MKes selaku Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Dokter Spesialis Mata, dan juga atas bimbingan, motivasi serta dukungannya
baik.
Rasa terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga juga penulis
Susanti Natalya Sirait dr.,SpM(K)., Mkes selaku pembimbing II, DR. Elsa
Gustianty dr.,SpM(K)., MKes, Syumarti dr.,SpM(K)., MSc dan Ine Renata Musa
9
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas ilmu dan bimbingan yang
telah diberikan oleh seluruh staf pengajar dan mentor di Rumah Sakit Mata
Cicendo yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu, yang dengan ikhlas
Kepada kedua orang tua yang penulis banggakan dan hormati, ayahanda
Suhelmi dr.,SpB dan ibunda Rizafatmi dr.,SpM atas cinta, kasih sayang yang telah
dalam menghadapi kehidupan, memberikan semangat serta doa yang tiada henti
bagi penulis selama ini. Dengan setulus hati penulis sampaikan ucapan terima
kasih kepada suami tercinta dr. Afrianda Wira Sasmita atas cinta kasih, doa,
mengikuti pendidikan.
mengucapkan terima kasih kepada seluruh perawat dan staf di PMN RSM
Cicendo atas bantuan yang diberikan sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua kebaikan yang telah
diberikan dan semoga tesis ini bermanfaat untuk Departemen Ilmu Kesehatan
10
Penulis
Novira Sulfianti
11
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
ABSTRACT ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang terjadi akibat penambahan
di dunia. Dari semua kebutaan pada masyarakat, lebih dari 50% disebabkan oleh
yaitu Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatra Barat,
Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Sumatra Utara, Maluku, dan Papua Barat
Tujuan operasi katarak tidak lagi terbatas untuk perbaikan penglihatan saja tetapi
Perubahan tren ini menyebabkan revolusi teknik operasi katarak yaitu ekstraksi
katarak intra kapsular menjadi ekstra kapsular, ekstraksi katarak dengan jahitan
menjadi tanpa jahitan, hingga yang lebih lanjut yaitu teknik fakoemulsifikasi.3
17
yang cepat dapat meningkatkan kepuasan dan kualitas hidup pasien. Kepuasan
kesehatan. 3–5
dan terkadang dibutuhkan pemakaian kacamata atau lensa kontak. Stabilitas status
Ionides dkk menilai perubahan spherical equivalent (SE) antara pemeriksaan dua
minggu dan enam minggu pasca fakoemulsifikasi dengan tunnel sklera adalah
perubahan minimal setelah satu bulan. Edema kornea, parameter biometri okular,
Juan dkk meneliti mengenai stabilitas refraksi otomatis dan edema kornea pasca
stabil setelah satu minggu dan edema kornea menjadi stabil setelah dua minggu
pasca fakoemulsifikasi.3,6
fakoemulsifikasi dengan hasil perbandingan koreksi satu minggu dan satu bulan
pasca fakoemulsifikasi didapatkan perbedaan lebih dari 0,50 D hanya pada 20%
mata. Lake dkk mengatakan terdapat perubahan minimal refraksi subjektif antara
Di poli Katarak dan Bedah Refraktif (KBR) Rumah Sakit Mata Cicendo
yaitu setelah empat minggu pascaoperasi. Peresepan kacamata yang lebih awal
data pemeriksaan refraksi objektif dan subjektif pada minggu kedua dan minggu
refraksi. Hasil dari penelitian ini diharapkan juga sebagai dasar informasi yang
pascaoperasi.
20
BAB II
pertama sistem optik pada mata, kerjenihan kornea harus dipertahanakan untuk
mendapatkan penglihatan yang optimal. Kornea terdiri dari lima lapisan yaitu
ekstraseluler. Penyembuhan epitel korena bergantung pada sel stem limbal dan
Penyembuhan sel-sel endotel yaitu dengan migrasi sel endotel di sekitar luka. 10,12
menutupi defek. Penutupan defek secara lengkap terjadi dalam kurun waktu 24-48
jam. Regenerasi epitel terjadi tetapi perlekatan yang erat dengan jaringan di
minggu.11,13
21
Kerusakan endotel kornea dapat terjadi akibat luka penetrasi atau insisi
Endotel kornea manusia tidak dapat bermitosis, ketika terjadi kerusakan sel
endotel maka terjadi migrasi sel-sel disekitarnya dan terjadi perubahan ukuran sel
yang tersisa untuk mengisi area yang kosong. Sel endotel bermigrasi pada enam
jam pertama. Sel endotel membentuk stroma posterior dalam satu minggu yang
operasi katarak. Waktu pemulihan pasien pasca operasi katarak menjadi lebih
singkat. Kershne menganalisis 690 prosedur operasi katarak dengan insisi kornea,
pasien dapat kembali beraktivitas normal dalam kurun waktu 24 jam setelah
operasi.12,14
LIO yang tepat. Katarak dapat menginduksi astigmatisme refraksi oleh karena itu
kekuatan dan aksis dari bacaan keratometri maka astigmatisme yang timbul
22
karena katarak dapat diabaikan dan nilai refraksi silindris dapat dipertimbangkan
Perubahan teknik operasi katarak menjadi insisi yang lebih kecil bertujuan
mendapatkan rehabilitasi visual pasca operasi yang lebih cepat dan stabil.
Penelitian-penelitian sudah dilakukan untuk melihat efek ukuran dan lokasi insisi
terhadap astigmatisme pasca operasi. Penyembuhan luka yang lebih cepat dan
astigmatisme yang lebih minimal terjadi pada luka insisi yang lebih kecil. Banyak
penelitian yang menyatakan luka insisi yang lebih kecil akan menyebabkan
adalah kedalaman bilik mata depan, keratometri, dan ketebalan kornea sentral.3
bertambah dalam jumlah kecil pasca operasi katarak dengan implantasi LIO pada
bilik mata depan dengan rerata 0,82 mm pasca operasi. Penyebab perubahan ini
karena pelebaran sudut bilik mata depan dan pengkerutan capsulorhexis sehingga
Penelitian De Juan dkk menyatakan salah satu penyebab myopic shift pasca
Ukuran insisi yang kecil berhubungan dengan hasil akhir operasi katarak yaitu
astigmatisme kornea yang lebih kecil. Penelitian Oshika dkk menilai stabilisasi
astigamatisme dan refraksi pasca prosedur operasi katarak yang berbeda dan
implantasi LIO pada 229 mata. Subjek penelitian dibagi dalam 6 grup dengan luas
insisi dan metode penutupan luka yang berbeda. Hasil penelitian ini menyatakan
dilakukan, insisi yang lebih kecil dan metode penutupan luka yang tidak
lebih minimal.3,18
edema kornea pada pasien diabetes sehingga diabetes merupakan faktor yang
membutuhkan energi yang lebih sedikit dibandingkan teknik divide and conquer,
sehingga terdapat hubungan antara teknik yang digunakan dengan edema kornea.5
dilakukan ekstraksi katarak dengan tunnel sklera, lebar insisi 5 mm tanpa jahitan,
24
operatif, tindakan operasi, pemeriksaan satu hari pasca operasi, dan dua minggu
pasca operasi. Tiga puluh pasien (88%) dari 34 pasien didapatkan hasil yang baik
Perbedaan rerata SE antara pemeriksaan dua minggu pasca operasi dan 6 minggu
insisi 3,1 mm. Hasil penelitian ini didapatkan perubahan minimal antara nilai
refraksi subjektif 8 hari dan 15 hari pasca operasi dan resep kacamata dapat
fakoemulsifikasi dengan insisi temporal 3,5 mm tanpa jahitan dan implantasi LIO
medis 100 pasien dan membandingkan data refraksi pada satu hari, satu minggu
,satu bulan, dan empat bulan pasca operasi. Penelitian ini menyatakan perbedaan
25
koreksi refraksi satu minggu dan satu bulan pasca operasi yang lebih dari 0,50 D
kornea dan refraksi otomatis pasca fakoemulsifikasi dengan insisi kornea 2,75
mm pada jam 11 dan implantasi LIO. Kesimpulan penelitian ini adalah nilai
refraksi otomatis menjadi stabil satu minggu pasca operasi katarak tanpa
komplikasi dan edema kornea menjadi stabil setelah dua minggu pasca operasi.6
pasca fakoemulsifikasi dengan insisi kornea temporal 2,8 mm dan implantasi LIO
akrilik. Hasil penelitian ini didapatkan stabilitas refraksi otomatis satu minggu
pasca operasi dan terdapat perubahan minimal nilai refraksi dibandingkan satu
bulan pasca operasi. Stabilitas rerata keratometri, kedalaman bilik mata depan,
dan ketebalan kornea sentral yaitu dua minggu pasca operasi. Peneliti
fakoemulsifikasi.3
signifikan. Apabila prosedur ini diikuti maka dibutuhkan beberapa kali kunjungan
seharusnya dan pasien menjadi kecewa, sedangkan apabila terlalu lama maka
pasien akan mengalami disabilitas penglihatan yang lama dan pasien menjadi
frustasi.19
sehingga didapatkan ukuran kacamata yang akurat dan pasien mendapatkan tajam
pada kebutuhan pasien dan stabilitas pengukuran status refraksi. Apabila operasi
refraksi dapat diresepkan 1–4 minggu pasca operasi katarak dengan insisi kecil
dan 6-12 minggu setelah operasi katarak dengan jahitan dan insisi besar.20
ukuran kacamata yang sudah disepakati oleh kalangan klinisi saat ini, akan tetapi
pemeriksa yang sama maupun pemeriksa yang berbeda, namun bila dilakukan
terhadap pasien yang kooperatif akan menghasilkan hasil refraksi yang lebih baik
refraktif. Status refraksi pasca operasi dengan kelainan refraksi minimal dan
stabilisasi refraksi yang cepat menjadi penilaian keberhasilan operasi katarak. Hal
ini akan mempengaruhi kepuasan pasien dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
menawarkan rehabilitasi visual yang lebih cepat dan astigmatisma pasca operasi
kornea menjadi populer saat ini. Dahulu operasi katarak merupakan prosedur yang
kompleks dan pasien harus dirawat sebelum tindakan operasi, namun setelah
dikenalnya insisi kornea maka operasi katarak menjadi day-case dimana pasien
struktur dan lokasi insisi dibandingkan teknik operasi katarak. Zheng dkk
ECCE, dua minggu pasca insisi sklera superior 6 mm, dan antara satu hari dan
satu minggu pasca insisi sklera 3 mm. Gogate dkk menyatakan tidak terdapat
yang tepat. Stabilitas kondisi okular seperti nilai keratometri, kedalaman bilik
mata depan, ketebalan kornea sentral pasca operasi dapat mempengaruhi status
refraksi. 3,4
Penelitian sebelumnya oleh Caglar dkk dan De Juan dkk meneliti stabilitas
didapatkan stabilitas nilai refraksi satu minggu pasca tindakan. Penelitian lain
oleh Ionides dkk menyatakan peresepan kacamata dapat dilakukan dua minggu
penelitian retrospektif dengan melihat nilai refraksi satu minggu dan satu bulan
pasca fakoemulsifikasi tidak didapatkan perebedaan lebih dari 0,50 D hanya pada
20% mata. Lake dkk melihat perbandingan refraksi subjektif antara 8 hari dan 15
pasca operasi katarak di poli KBR RSMC dilakukan minimal empat minggu pasca
operasi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat waktu stabilitasi refraksi objektif
Premis 1:
Premis 2:
penyembuhan luka insisi yang dipengaruhi oleh lokasi dan struktur luka insisi.12,24
Premis 3:
biometri okular seperti kedalaman bilik mata depan, keratometri, dan ketebalan
kornea sentral yang menjadi stabil setelah dua minggu pasca fakoemulsifikasi.3
Premis 4:
Premis 5:
Pengukuran koreksi kacamata yang sudah disepakati oleh kalangan klinisi saat ini
2.3 Hipotesis
Bedah katarak
(fakoemulsifikasi)
Insisi kecil
Nilai keratometri,
Nilai refraksi objektif ketebalan kornea sentral,
dan kedalaman bilik
(otorefraktometri) stabil
Stabilitas Refraksi mata depan menjadi
1 minggu pasca
stabil 2 minggu pasca
fakoemulsifikasi
fakoemulsifikasi
BAB III
yang datang ke unit Katarak dan Bedah Refraktif (KBR) RSMC yang telah
1) Komplikasi intraoperatif
3.1.4 Sampel
individu yang telah memenuhi kriteria inklusi serta bersedia mengkuti penelitian
diketahui:
n : ukuran sampel
zα, 𝑧! : nilai deviat Z yang diperoleh dari tabel distribusi normal standar untuk
Besarnya Sd dipilih dari hasil penelitian Cagatay Caglar (Sd untuk spherical error
pada satu bulan = 0,70; Sd untuk cylindrical error pada satu bulan = 0,87) dan
diperoleh:
33
dengan tingkat drop-out 20% maka ukuran sampel minimal adalah sebesar n/(1-
• Variabel tergantung pada penelitian ini adalah status refraksi objektif dan
subjektif.
berikut:
34
2) Nilai refraksi objektif adalah nilai spherical error, cylindrical error, dan
3) Nilai refraksi subjektif adalah nilai spherical error, cylindrical error dan
4. Trial Lens
5. Trial frame
6. Chart projector
(TIO), dan segmen anterior pascaoperasi satu hari dan satu minggu. Pemeriksaan
pada follow up dua minggu pascaoperasi. Pasien yang termasuk kriteria inklusi
refraksi subjektif, dan pemeriksaan refraktif objektif dilakukan pasca operasi dua
normal) atau Wilcoxon (distribusi data tidak normal). Analisis data dilakukan
Penelitian dilakukan di Unit KBR Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata
2017.
36
sama.
Uji statistik
BAB IV
Penelitian telah dilakukan di Unit KBR Pusat Mata Nasional Rumah Sakit
inklusi serta tidak memenuhi kriteria eksklusi. Terdapat enam pasien yang masuk
dalam kriteria drop out, sehingga total sampel pada akhir penelitian ini adalah 30
normalitas, dan perbandingan nilai refraksi objektif dan subjektif dua minggu dan
tahun ± 9,22 ( rentang usia 47–76 tahun). Enam belas pasien (53,3%) berjenis
nilai Spherical Equivalent (SE) dengan pemeriksaan subjektif pada minggu kedua
normal (p>0,05) sehingga data dianalisis dengan uji parametrik yaitu uji T
berpasangan.
sehingga untuk menguji perbedaan nilai refraksi pada minggu kedua dan minggu
Minggu
Tabel 4.2 Perbandingan Status Refraksi Objektif Dua minggu dan Empat Minggu
Median nilai refraksi sferis dua minggu dan empat minggu dengan
pengukuran objektif adalah -0,875 D dan -0,75 D. Tidak terdapat perbedaan nilai
Median nilai refraksi silindris dengan pengukuran objektif dua minggu dan
empat minggu adalah -0,75 D. Tidak terdapat perbedaan nilai refraksi silindris
adalah adalah -1,25 D dan -1,125 D. Tidak terdapat perbedaan nilai SE pada
ini didapatkan satu pasien dengan perbedaan nilai sferis >0,50 D, yaitu sebesar
0,75 D. Tidak didapatkan perbedaan nilai silindris dan SE objektif >0,5 D pada
data penelitian ini. Rerata selisih nilai SE dengan pengukuran objektif adalah
0,008 ± 0,276 D.
Minggu
tabel 4.3
Tabel 4.3 Perbandingan Status Refraksi Subjektif Dua minggu dan Empat Minggu
Median nilai refraksi sferis subjektif dua minggu dan empat minggu
adalah -0,75 D dan -0,625 D. Tidak terdapat perbedaan nilai refraksi sferis pada
dan empat minggu adalah -0,50. Tidak terdapat perbedaan nilai refraksi silindris
adalah adalah -0,887 ± 0,844 D dan -0,862 ± 0,913 D. Tidak terdapat perbedaan
Data status refraksi subjektif pada penelitian ini menunjukkan satu pasien
dengan perbedaan nilai sferis >0,5 D yaitu sebesar 0,75 D dan satu pasien dengan
perbedaan nilai silindris >0,5 D sebesar 0,75 D. Tidak terdapat perbedaan nilai SE
0,224 D.
Hipotesis:
Hasil uji statistik nilai refraksi sferis dan silindris objektif dengan
Hasil uji statistik nilai refraksi sferis dan silindris subjektif dengan
4.3 Pembahasan
pascaoperasi saja, namun pada era sekarang juga menekankan pada rehabilitasi
penglihatan yang cepat dan efisien. Nilai kelainan refraksi yang kecil dan
dilakukan pada satu hari, satu minggu, dan empat minggu pascaoperasi. Peresepan
refraksi objektif, nilai keratometri, ketebalan kornea sentral, dan kedalaman bilik
mata depan. Hasil penelitian Caglar dkk menunjukkan nilai sferis dan silindris
menjadi stabil satu minggu pascaoperasi sedangkan parameter okular lain yaitu
nilai keratometri, ketebalan kornea sentral, dan kedalaman bilik mata depan
menjadi stabil dua minggu pascaoperasi.3 Pada penelitian ini hanya menilai status
refraksi dua minggu dan empat minggu pascaoperasi sedangkan parameter okular
De Juan dkk menilai waktu edema kornea dan status refraksi objektif
menjadi stabil satu minggu pascaoperasi dan edema kornea setelah dua minggu.
Penelitian De Juan dkk juga menilai adanya kesesuaian antara status refraksi
dengan pengukuran objektif dan subjektif.6 Penelitian ini tidak menilai kesesuaian
bergantung sepenuhnya pada respon pasien dan bila dilakukan pemeriksaan ulang
oleh pemeriksa yang sama maupun pemeriksa yang berbeda didapatkan hasil yang
tidak konsisten.21
oleh karena itu peresepan kacamata dapat diberikan satu minggu pascaoperasi
tanpa komplikasi.9 Penelitian Lake dkk hanya menilai status refraksi subjektif dan
sedangkan pada penelitian ini seluruh pasien diikuti hingga empat minggu
pascaoperasi.
medis 100 pasien pasca fakoemulsifikasi. Nilai refraksi satu hari, satu minggu,
dan satu bulan dibandingkan dengan nilai refraksi empat bulan, didapatkan
kesimpulan penelitian bahwa perbedaan koreksi refraksi satu minggu dan satu
bulan dengan nilai >0,50 D hanya terdapat pada 20% mata.4 Berdasarkan data
yang didapatkan pada penelitian ini didapatkan perbedaan koreksi refraksi dua
minggu dan empat minggu dengan nilai >0,5 D hanya terdapat pada 6,67% mata.
46
Pada penelitian ini didapatkan nilai refaksi sferis, silindris, dan SE objektif
tidak berbeda secara statistik pada minggu kedua dan minggu keempat
pascaoperasi dan hanya terdapat perbedaan status refraksi minimal antara dua
waktu pengukuran tersebut. Penelitian ini dilakukan pada subjek yang telah
penelitian ini hanya dapat diterapkan untuk pasien dengan kondisi tersebut.
lebih cepat. Surgical induced astigmatism (SIA) merupakan salah satu faktor yang
lokasi dan struktur dari insisi namun faktor yang paling berperan yaitu ukuran
insisi. Oleh karena itu operasi katarak dengan insisi kecil menjadi populer pada
untuk menilai SIA secara spesifik tetapi menilai status refraksi untuk peresepan
kacamata.
status refraksi >0,5 D. Status refraksi dapat dipengaruhi oleh parameter okular
penelitian ini adalah tidak dinilai parameter okular lain yang dapat mempengaruhi
status refraksi pascaoperasi seperti nilai keratometri, ketebalan kornea sentral, dan
47
operasi intraokular. Hal ini dikarenakan adanya perubahan metabolik yang kronis
pada level seluler yang mempengaruhi sel-sel endotel kornea. Perubahan ini
endotel yang lebih buruk yang dibuktikan dengan pemeriksaan ketebalan kornea
Kelemahan penelitian ini faktor sistemik seperti diabetes melitus tidak dieksklusi
Hasil penelitian ini belum dapat dijadikan dasar untuk merubah prosedur
disebutkan sebelumnya.
48
BAB V
5.1 Simpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
s3://publication/doi/10.1016/S0161-6420(97)30304-2
15. Rosenfeld SI. Lens and Cataract [Internet]. 2014. Available from:
https://books.google.com.tr/books?id=-bpRGQAACAAJ
16. Drews RC. Five year study of astigmatic stability after cataract surgery
with intraocular lens implantation: Comparison of wound sizes. J Cataract
Refract Surg. 2000;26(2):250–3.
17. Fine H, Hoffman RS. Refractive Aspects of Cataract Surgery [Internet].
Ophthalmology. 2009. p. 451–7. Tersedia dari:
http://www.crossref.org/deleted_DOI.html
18. Oshika T, Tsuboi S. Astigmatic and refractive stabilization after cataract
surgery. Ophthalmic Surg. 1995;26(4):309–15.
19. Baranyovits, Peter. Stabilisation of refraction following cataract surggery.
1988;(December 2003):543–7.
20. American Academy of Ophthalmology. Preferred Practice Pattern: Cataract
in the Adult Eye - Surgery. 2011; Tersedia dari:
http://one.aao.org/CE/PracticeGuidelines/PPP_Content.aspx?cid=a80a87ce
-9042-4677-85d7-4b876deed276
21. Bennett JR, Stalboerger GM, Hodge DO, Schornack MM. Comparison of
refractive assessment by wavefront aberrometry , autorefraction , and
subjective refraction ଝ. J Optom [Internet]. 2015;8(2):109–15. Tersedia
dari: http://dx.doi.org/10.1016/j.optom.2014.11.001
22. Skočić T. Subjective and objective refraction methods comparison.
MASARYK UNIVERSITY; 2017.
23. Kolker R. Subjective Refraction and Prescribing Glasses. 2015;1–82.
Tersedia dari :
https://mail.google.com/mail/u/0/%0Apapers3://publication/uuid/DAB78A
C8-779A-42B5-ADEB-869CDF3C198E
24. Zheng L, Merriam J, Zaide M. Astigmatism and visual recovery after large
incision extracapsular cataract surgery and small incisions for
phacoemulsification. Trans Am Ophthalmol Soc. 1997;125(3):387–410.
25. Gogate PM, Kulkarni SR, Krishnaiah S, Deshpande RD, Joshi SA,
Palimkar A, et al. Safety and efficacy of phacoemulsification compared
with manual small-incision cataract surgery by a randomized controlled
clinical trial: Six-week results. Ophthalmology. 2005;112(5):869–74.
26. Herreras JM, De-juan V, Fernandez I, Martin R, Perez I. Prediction Of
Refractive Stabilization After Cataract Surgery. 2011;(April):7–8.
27. Hugod M, Storr-Paulsen A, Norregaard JC, Nicolini J, Larsen AB,
Thulesen J. Corneal Endothelial Cell Changes Associated With Cataract
Surgery in Patients With Type 2 Diabetes Mellitus. 2011; 30(7):749-53
28. Chen Z, Song F, Sun L, Zhao C, Gao N, Liu P. Corneal integrity and
thickness of central fovea after phacoemulsification surgery in diabetic and
nondiabetic cataract patients. 2016; Arch Med Sci.