Semester Ganjil
Tahun Akademik 2022/2023
Sumber: freepik.com
VISI
Menjadi program studi profesi dokter yang terkemuka dan bermartabat terutama di bidang penyakit tidak
menular pada tahun 2028
MISI
Tim Penyusun
Kontributor
Dr. dr. Syamel Muhammad, Sp.OG (K)
dr. Aladin, Sp.OG (K), M.P.H
dr. Ade Asyari, Sp.THT-KL (K)
Dr. dr. Fitratul Ilahi, Sp.M (K)
Dr. dr. Etriyel MYH, Sp.U
Dr. dr. Rizki Rahmadian, Sp.OT (K), M.Kes
Departemen Kulit Kelamin FK Unand
Departemen Bedah FK Unand
Editor
dr. Eldi Sauma, Sp.KJ
dr. Fathiyyatul Khaira, M.Gizi
dr. Rahma Tsania Zhuhra, M.Pd.Ked
Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan
dalam bentuk apapun tanpa izin dari Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Yang bertanda tangan di bawah ini Ketua Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universias
Andalas menyatakan bahwa Buku Panduan Keterampilan Klinik 5 yang disusun oleh:
Telah mengacu pada Kurikulum Berbasis Kompetensi Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Periode 2019-2024 dan dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan
keterampilan klinik pada pendidikan tahap akademik Program Studi Kedokteran FK UNAND tahun
2022/2023.
Mengetahui
Dr. dr. Efrida, Sp.PK (K), M.Kes Dr. dr. Rika Susanti, Sp.FM (K)
NIP. 197010021999032002 NIP. 197607312002122002
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‘alamin, segenap puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas tersusunnya
Buku Panduan Keterampilan Klinik pada tahun akademik 2022/2023. Panduan ini digunakan sebagai acuan
dalam melaksanakan aktivitas keterampilan klinik di semester 5 sesuai dengan jadwal kegiatan akademik
yang terdapat di dalamnya.
Terima kasih kami sampaikan kepada tim yang telah menyusun buku panduan ini dan para kontributor.
Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat dan dapat dipedomani agar aktivitas keterampilan klinik berjalan
dengan baik. Kami juga menyadari bahwa kemungkinan masih ada kekurangan dalam penyusunan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami perlukan.
Halaman
Halaman Pengesahan 4
Kata Pengantar 5
Daftar Isi 6
Informasi Umum 11
KETERAMPILAN KLINIK KODE URL I-Learn Mata Kuliah/Siklus/Stase BOBOT Semester Tanggal
(sks) Penyusunan
Capaian
Pembelajaran
Keterampilan Klinik
Deskripsi Singkat Pada keterampilan klinik 5, mahasiswa mempelajari anamnesis dan pemeriksaan kelainan urogenital, pemasangan
Keterampilan Klinik kateter dan punksi suprapubik, anamnesis dan pemeriksaan fisik ginekologi, konseling dan pemasangan kontrasepsi
dalam rahim, anamnesis dan pemeriksaan fisik sistem indera, swab nasofaring, dan orofaring, balut tekan, anamnesis dan
pemeriksaan fisik gangguan muskuloskeletal pada kondisi simulasi, dan perawatan luka (redressing, hecting, dan
Pustaka Utama :
Terlampir
Pendukung :
Terlampir
INFORMASI UMUM
5. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Mata 4 x 100 menit OSCE Center FK Unand
10. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 3 x 100 menit OSCE Center FK Unand
5C
Gangguan Muskuloskeletal
11. Perawatan Luka (Redressing, Hecting dan 4 x 100 menit OSCE Center FK Unand
Rehecting)
Remediasi
Mahasiswa yang gagal dalam ujian keterampilan klinik per topik mendapat hak mengulang
ujian sebanyak satu kali dengan instruktur yang sama.
Apabila mahasiswa yang bersangkutan tetap gagal, maka mahasiswa harus mengulang
keterampilan klinik yang gagal tersebut di periode berikutnya.
KETERAMPILAN KLINIK 5A
TOPIK 1
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK KELAINAN UROGENITAL
• Apakah pernah mengalami reaksi efek samping obat atau zat kontras?
• Riwayat anafilaksis sebelumnya
• Alergi terhadap obat-obatan mesti dicatat tebal pada status pasien
• Obat-obatan anti alergi, antihistamin dan simpatomimetik dapat memicu keluhan
LUTS, sehingga penting menjadi pertimbangan terutama pasien laki-laki usia
diatas 50 tahun.
f. Riwayat sosial dan keluarga
• Riwayat sosial penting misalnya kebiasaan merokok, ini sebagai salah satu resiko
keganasan buli-buli.
• Riwayat penyakit keluarga terutama pada kelainan kongenital atau penyakit non
kongenital yang ada faktor risiko genetik seperti batu ginjal.
Urologi merupakan bidang bedah yang fokus pada penyakit saluran kemih (adrenal,
ginjal, ureter, buli-buli dan urethra) pria dan wanita serta kelainan sistem reproduksi
pria (testis, epididymis, vas deferens, vesikula seminalis, prostat dan penis) baik dengan
tatalaksana pembedahan atau non bedah. Keluhan-keluhan penyakit urologi dapat
diklasifikasikan seperti pada bagan dibawah:
a. Nyeri
Nyeri yang bersumber dari organ urogenital biasanya timbul akibat sumbatan atau
peradangan. Peradangan akut pada parenkim organ urogenital akan menyebabkan
rasa sakit dan demam misalnya pielonefritis, prostatitis, dan epididimo-orkitis. Tumor
biasanya tidak menimbulkan sakit kecuali jika menimbulkan obstruksi atau tumornya
meluas ke jaringan saraf.
● Nyeri ginjal
- Nyeri ginjal/pinggang bersifat nyeri viseral, timbul akibat obstruksi aliran urin
sehingga menyebabkan distensi sistem kalik atau kapsul ginjal.
- Nyeri ginjal bersifat tumpul dan menetap.
- Retensio urin kronis adalah sumbatan yang tidak nyeri dan kadang ada aliran
urin dari uretra, padahal buli-buli penuh (overflow incontinence).
- Nyeri sistitis dirasakan berupa rasa terbakar di suprapubis, bertambah berat
saat buli-buli penuh dan berkurang setelah berkemih. Nyeri sistitis disertai
dengan keluhan frequency dan disuria.
- Nyeri menetap di suprapubis tanpa adanya retensi urin akut, jarang yang
berasal dari kelainan urologi.
● Nyeri prostat
- Nyeri prostat timbul akibat radang akut prostat
- Dirasakan di perineum dan menjalar ke rektum dan pinggang bawah
- Bisa disertai demam, frequency, dysuria atau retensi urin akut dan tenesmus
● Nyeri penis
- Nyeri pada penis yang flaccid biasanya bersumber dari buli-buli atau inflamasi
uretra atau batu
- Priapismus adalah nyeri hebat, menetap akibat ereksi yang tidak diinginkan
● Nyeri testis
- Nyeri primer di testis berkaitan dengan acute epididymo-orchitis, torsio testis
atau trauma.
- Pada pasien yang mengalami rasa tidak nyaman di testis sedangkan pada
pemeriksaan skrotum tidak ditemukan kelainan, maka kelainan ginjal atau
organ retroperitoneal lainnya mesti dipertimbangkan.
- Nyeri testis bisa akibat penjalaran nyeri dari kolik ureter.
- Hydrocele, varicocele dan tumor testis biasanya dirasakan berupa rasa tidak
nyaman di skrotum.
● Nyeri uretra
- Rasa terbakar atau panas selama berkemih yang biasanya karena inflamasi
atau batu.
- Disuria adalah nyeri atau rasa terbakar selama miksi yang biasanya diakibatkan
peradangan.
b. Kelainan Berkemih (Voiding disorder atau voiding dysfunction)
Gangguan berkemih bisa timbul akibat kelainan di supravesika (stroke), vesica
(neuropati akibat diabetes) dan infra vesika (pembesaran prostat jinak / BPH).
Gangguan berkemih secara umum juga disebut prostatismus atau lower urinary tract
symptoms (LUTS). Keluhan-keluhan LUTS ini sudah dikuantitatifkan dalam bentuk skor
IPSS + kualitas hidup. Score IPSS terdiri dari 4 gejala Voiding (straining, intermittency,
weak streaming dan incomplete emptying) dan 3 gejala storage (nocturia, frequency
dan Urgency). Skor IPSS diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu: ringan (0-7), sedang
(8-19), berat (20-35). Setelah ke-7 item ini didapatkan dilanjutkan dengan
menanyakan dan menetapkan skor kualitas hidup dengan penilaian 0-6. (tabel
dibawah).
c. Hematuria
Hematuria yaitu adanya darah dalam urin, bisa berupa hematuria makroskopik atau
mikroskopik. Hematuria mikroskopik jika ditemukan sedimen eritrosit lebih dari 3 per
lapangan pandang besar. Dalam mengevaluasi keluhan hematuria mesti dijawab
pertanyaan berikut:
● Apakah hematuria bersifat makroskopik atau mikroskopik
● Kapan waktu hematuria muncul, apakah di awal miksi (kelainan uretra), sepanjang
miksi (kelainan ginjal, ureter atau buli-buli) di akhir miksi (kelainan
prostat/bladder neck).
● Apakah disertai terbentuknya bekuan darah, jika ada apa bentuk bekuannya. Jika
berbongkah seperti cendol (tumor buli-buli), seperti cacing (ureter)
● Apakah hematuria disertai nyeri, ada satu pendekatan “hematuria with pain is a
stone, painless hematuria is malignancy”
nadi, nafas, suhu dan skala nyeri (jika ada keluhan nyeri). Tahapan selanjutnya
pemeriksaan fisik utuh dari head to toe. Salah satu sistematika bedah dalam pemeriksaan
fisik dengan membagi menjadi status generalis dan status lokalis. Status lokalis adalah
pemeriksaan fisik terkait sistem organ semisal status lokalis urologi, bedah pencernaan,
ortopedik dll. Status generalis adalah pemeriksaan fisik diluar status lokalis. Status lokalis
urologi terdiri dari 3 area yaitu: pinggang (flank) kanan dan kiri (untuk organ ginjal, ureter
dan organ retroperitoneal lainnya), suprasimpisis untuk memeriksa buli-buli, selanjutnya
genetalia eksterna - colok dubur (penis, scrotum dan prostat).
A. Pemeriksaan Ginjal
a. Inspeksi daerah sekitar flank untuk melihat apakah ada lesi kulit atau skar operasi
b. Palpasi: pemeriksaan bimanual
● Tangan kiri diletakkan di posterior costovertebral angle, sedangkan tangan
kanan di anterior, tepat di bawah arcus costa.
● Lakukan palpasi dalam, sembari pasien disuruh inspirasi dalam dan ujung-ujung
jari kedua tangan didekatkan dengan ekspirasi pasien.
Palpasi massa ginjal/ballottement
● Pembesaran ginjal ditandai dengan pembengkakan di pinggang atau massa
yang bisa didorong ke pinggang.
● Ballotement adalah pemeriksaan palpasi bimanual dengan menilai ada tidaknya
pantulan (ballottement) massa tersebut. Pemeriksaan ballottement dilakukan
dengan memberikan dorongan singkat dan cepat pada massa dengan tangan
yang ada di posterior, yang dinilai adalah apakah dorongan itu memberikan
sensasi “memantul” pada tangan yang di anterior. Jika pemeriksaan
ballottement positif artinya massa itu berasal dari retroperitoneal (massa
ginjal), jika tidak ditemukan ballotement maka massa tersebut berasal dari
intraperitoneal atau retroperitoneal yang sudah terfiksir.
c. Auskultasi: terdengar bruit di daerah flank dapat disebabkan oleh stenosis arteri
renalis atau fistula arteriovenal (namun diperlukan doppler untuk memastikan)
d. Perkusi: nyeri tekan dan ketok CVA.
B. Pemeriksaan buli-buli
Buli-buli normal pada pasien dewasa tidak dapat diraba sampai buli terisi minimal
150 cc urin. Pada saat volume urin 500 cc, buli yang distensi bisa dilihat sebagai massa
pada abdomen bawah. Pemeriksaan perkusi lebih baik dari palpasi dalam mendiagnosa
buli yang distensi. Lakukan perkusi diatas simfisis pubis dan lanjutkan kearah kranial
sampai ditemukan perubahan bunyi pekak ke timpani. Pemeriksaan palpasi untuk
menilai apakah ada nyeri tekan suprapubik, perabaan tumor buli-buli.
C. Pemeriksaan penis
Pemeriksaan penis terdiri dari pemeriksaan inspeksi dan palpasi.
a. Inspeksi:
● Perhatikan ukuran dan perkembangan penis serta distribusi rambut.
● Glans: dinilai adakah ulkus, scars, nodul atau tanda infeksi.
● Nilai preputium apakah disunat atau tidak
● Nilai warna kulit, letak dan ukuran meatus urethra. Meatus urethra normal
berada di puncak glans penis. Meatus uretra yang tidak di tip glans penis,
misalnya berada di subcoronal atau lebih ke proksimal di sisi ventral penis
(hypospadias). Dikenal trias hypospadias (meatus urethra tidak berada di tip
glans penis, adanya chordea dan skin hood)
● Tekan glans penis yang diletakkan antara jari telunjuk dan ibu jari, untuk menilai
adakah discharge.
● Jika ditemukan discharge nilai jumlah, warna dan konsistensi.
b. Palpasi
Lakukan perabaan pada penis, apakah terdapat jaringan ikat (peyronie desease),
apakah teraba undurasi pada uretra (striktur urethra).
D. Pemeriksaan skrotum dan testis
Skrotum adalah kantong berisi testis, epididimis, vas deferens dan funikulus
spermatikus. Dinding skrotum terdiri dari kulit dan lapisan otot tipis dibawahnya.
Epididimis terletak pada sisi posterior testis, teraba sebagai benjolan yang terpisah dari
testis. Vas deferens bisa diraba di atas tiap testis, sensasi perabaannya seperti tali
keras/kabel. Pada kulit skrotum bisa ditemukan kista sebasea, pustula. Massa pada
epididimis bisa akibat spermatocele atau kista epididimitis.
Untuk memeriksa adanya hernia jari telunjuk dimasukkan ke cincin inguinal
eksterna, lalu pasien disuruh valsalva, hernia akan teraba berupa benjolan di ujung jari
telunjuk.
Spermatic cord juga diperiksa pada saat pasien berdiri. Varicocele merupakan
pelebaran, vena spermatika, yang tambah jelas saat pasien melakukan valsava. Tes
transiluminasi membantu membedakan apakah massa skrotum itu solid (tumor) atau
cystic (hidrokel). Cahaya senter atau fiber optic diletakkan dibelakang massa, massa
yang kistik akan mengalami transiluminasi, sedangkan cahaya tidak bisa dilewatkan
pada massa padat.
Reflek kremaster
Pemeriksaan ini penting pada kejadian torsio testis, pada torsio reflek ini
menghilang. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan goresan dengan peniti atau
ujung pensil pada medial paha. Reflek kremaster positif jika saat penggoresan terlihat
kontraksi otot kremaster yang ditandai dengan naiknya testis.
Pemeriksaan Testis
Testis yang normal: 6S.
● Site: kedua testis berada dalam skrotum, dengan testis kiri sedikit lebih rendah dari
testis kanan.
● Size: kedua testis dalam keadaan normal berukuran sama. Ukuran panjang vertikal
= 4.5 x antero-posterior = 2.5 x dan transversal = 2 cm.
● Shape: oval
● Surface: lunak
● Sensation: lunak pada penekanan, sensasi ini hilang pada keganasan testis.
● Skin over it: bisa digerakkan
Beberapa contoh kelainan testis:
● Undesensus testis (UDT): testis yang tidak turun ke skrotum, testis masih berada
pada jalur turunnya ke skrotum. UDT biasanya disertai hernia inguinalis.
● Testis ektopik: Testis berada pada jalur yang abnormal, bisa berada di: kantong
inguinal (berada pada subkutan), perineum, pangkal penis, dan triangular femoral
● Dorsal position. Pasien tidur dengan posisi setengah duduk posisi lutut
ditekukkan(fleksi). Telunjuk tangan kanan pasien masuk kedubur dengan melintasi
di bawah paha kanan pasien. Untuk bimanual palpasi tangan kiri diatas supra pubis.
● Lithotomy position. Dilakukan pada meja operasi. Bimanual dengan telunjuk kanan
pada rektum sedang tangan kiri pada supra pubis.
c. Lithotomy position
- Bila ada feses yang keras akan menyusahkan kita untuk merotasikan telunjuk
kita.
- Bila teraba massa tumor, apakah lesi tersebut lunak atau keras, dimana posisi
tumor tersebut dan apakah telah memenuhi seluruh permukaan mukosa usus.
Coba terus telusuri apakah telunjuk masih bisa melalui celah tumor dan masih
dapat meraba pool atas tumor. Ukur jarak pool bawah tumor dari anus.Coba
gerakan ke sekitarnya apakah tumornya telah terfiksir pada tulang sakrum atau
masih mobil (bisa digerakkan).
- Kemudian bila kita keluarkan sarung tangan tersebut lihat apakah ada
darahnya atau lendir.
- Untuk kasus hemoroid interna kita tidak bisa nilai dengan colok dubur karena
lunak sekali.
- Pada protusio rekti biasanya teraba ujung dari protusio tersebut.
- Dalam keadaan obstruksi teraba kita merasakan ampula rekti menyempit
sedangkan dalam keadaan paralisis dilatasi (ballooning).
b. Palpasi Prostat:
- Waktu melakukan palpasi prostat, buli-buli harus kosong.
- Dilakukan pada posisi knee-elbow posisi atau left lateral posisi.
- Gunakan telunjuk yang telah diberi pelicin dan masukan perlahan ke anus
- Perabaan prostat normalnya kenyal dan elastis. Teraba lobus medial yang
dibatasi oleh sulkus medial. Telusuri sulkus kebawah maka akan teraba bagian
yang lunak berarti kita telah sampai pada pool bawah prostat sampai pada
uretra membranous,yang pada masing-masing sisinya kadang teraba kelenjer
bulbouretra (Cowper),sedangkan bila kita telusuri keatas teraba pool atas
prostat dan vesikula seminalis.
1.5 Referensi
Tjahjodjati, Soebadi DM, Umbas R, Purnomo BB, Widjanarko S, Mochtar CA, dkk. Panduan
Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH). Ikatan
Ahli Urologi Indonesia (IAUI). 2017.
Nama :
NIM :
Kelompok :
Skor
No Aspek yang dinilai Bobot Nilai
0 1 2
penis
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan Padang, ……………………………….2022
1 = Dilakukan tapi perlu perbaikan Instruktur,
2 = Dilakukan dengan sempurna
KETERAMPILAN KLINIK 5A
TOPIK 2
PEMASANGAN KATETER DAN PUNKSI SUPRA PUBIK
logam (stainleess), karet (lateks), silikon dan lateks dengan lapisan silikon. Pada dewasa
normal, pemasangan kateter untuk tujuan drainase digunakan ukuran 16F – 18F.
Prosedur
1. Operator mencuci tangan dengan sabun terlebih dahulu pada air kran mengalir.
2. Operator memakai hand schoen secara aseptik.
2. Posisi terlentang
3. Lakukan desinfeksi secukupnya dengan memekai bahan anti septik yang tidak
menimbulkan iritasi pada kulit genitalia.
4. Tutupi daerah sekitar genital dengan doek steril.
5. Anestesi topikal pada penderita yang peka dengan jelly xylocaine 2-4% yang dimasukkan
dengan spuit 20cc.
6. Kateter yang sudah tersedia diolesi dengan jelly secukupnya lalu dimasukan kedalam
orifisium uretra eksterna.
Prosedur diatas adalah untuk pria, pada wanita biasanya jarang dijumpai kesulitan
karena uretranya lebih pendek. Biasanya kesulitannya mencari muara uretra, kadang
karena stenosis pada muara uretra. Untuk kondisi ini sebelum pemasangan kateter
dilakukan dilatasi dahulu dengan bougie.
Bila terjadi kesulitan pemasangan karena ketegangan spinkter eksterna karena
pasien kesakitan atau ketakutan dapat diatasi dengan:
1. Menekan tempat tertahan tadi dengan ujung kateter kira-kira beberapa menit
sampai terjadi relaksasi spinkter.
2. Pemberian anestesi topikal berupa campuran lidokain hidroklorida 2% dengan
jelly 10- 20cc, dimasukan melalui uretra sebelum melakukan kateterisasi.
3. Pemberian sedativa parenteral sebelum kateterisasi
2.1.5 Referensi
1. Video Youtube Pemasangan Kateter FK Unand: https://youtu.be/G7xdGUXwXN8
2. European Association of Urology Nurses. Evidence-based Guidelines for Best Practice in
Urological Health Care Catheterisation Indwelling catheters in adults: Urethral and
Suprapubic. 2012.
Nama :
NIM :
Kelompok :
Nilai
No Aspek yang dinilai
Bobot Nilai
0 1 2
TOTAL NILAI
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan Padang, ……………………………….2022
1 = Dilakukan tapi perlu perbaikan Instruktur,
2 = Dilakukan dengan sempurna
Prosedur
1. Operator mencuci tangan dengan sabun terlebih dahulu pada air kran mengalir.
2. Operator memakai hand schoen secara aseptik.
3. Lakukan desinfeksi secukupnya dengan memakai bahan anti septik yang tidak
menimbulkan iritasi pada kulit antara simpisis dengan umbilikus.
2.2.5 Referensi
1. Video Youtube Pemasangan Kateter FK Unand: https://youtu.be/G7xdGUXwXN8
2. European Association of Urology Nurses. Evidence-based Guidelines for Best Practice in
Urological Health Care Catheterisation Indwelling catheters in adults: Urethral and
Suprapubic. 2012.
Nama :
NIM :
Kelompok :
Nilai
No Aspek yang dinilai Bobot Nilai
0 1 2
8 Melakukan aspirasi
TOTAL NILAI
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan Padang, ……………………………….2022
1 = Dilakukan tapi perlu perbaikan Instruktur,
2 = Dilakukan dengan sempurna
Nilai Akhir = Jumlah skor x 100 = ……… ( ....................................................)
10,2
KETERAMPILAN KLINIK 5A
TOPIK 3
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK GINEKOLOGI
‐ Labia mayora adalah dua buah lipatan kulit lebar yang membentuk batas lateral
vulva. Kedua labia mayora bertemu dibagian anterior di mons veneris untuk
membentuk komisura anterior. Labia mayor dan mons veneneris mempunyai
folikel rambut dan kelenjar sebasea.
‐ Labia minora sesuai dengan skrotum pada pria. Labia minora adalah lipatan
kulit yang sempit dan berpigmen yang antara labia mayora dan menutupi
vestibulum, yang merupakan daerah diantara kedua labia minora. Diantara
anterior, kedua labia minora membentuk prepusium klitoris.
‐ Klitoris, yang analog dengan penis, terdiri dari jaringan erektil dan banyak
mengandung ujung saraf, klitoris mempunyai satu glans dan dua korpora
kavernosa. Meatus uretra eksternal terletak dibagian anterior vestibulum
dibawah kritoris.
‐ Kelenjar parauretra, atau kelenjar Skene, adalah kelenjar –kelenjar kecil yang
bermuara di lateral uretra. Sekresi kelenjar sebasea di daerah ini melindungi
jaringan yang rentan terhadap urin.
‐ Kelenjer Bartholin terdiri dari struktur kecil, ukuran diameter sekitar 0,5 sampai
1 cm, merupakan kelenjar vestibular mayor, terdapat pada batas sisi luar
orifisium vagina kearah fourchette.
Ketika melakukan pemeriksaan fisik, usahakan untuk menyentuh pasien
dengan punggung tangan sambil mengatakan bahwa akan dilakukan pemeriksaan
genitalia. Ini diperlukan agar pasien merasa nyaman.
2. Vagina
Vagina merupakan struktur musculomembranous yang meluas dari vulva ke
uterus dan anterior dan posterior disela antara kandung kemih dan rektum.
Bagian atas muncul dari saluran mullerian, dan bagian bawah terbentuk dari sinus
urogenital. Panjang vagina bervariasi, namun pada umumnya, dinding vagina
anterior dan posterior yang masing-masing, 6 sampai 8 cm dan 7 sampai 10 cm
panjangnya. Selama hidupnya, rata-rata wanita mungkin memiliki pemendekan
vaginanya dengan 0,8 cm. Ujung atas kubah vagina dibagi menjadi anterior,
posterior, dan dua fornices lateral oleh leher rahim. Ini adalah struktur penting
secara klinis karena organ panggul internal biasanya dapat teraba melalui dinding
tipis mereka. Selain itu, forniks posterior menyediakan akses bedah ke rongga
peritoneal. Ada banyak lipatan melintang tipis, yang dikenal sebagai ruge,
ditemukan di sepanjang dinding vagina anterior dan posterior.
3. Serviks
Bagian serviks uterus adalah fusiform dan terbuka dengan lubang kecil di ostium
internal dan eksternal. Batas atas dari leher rahim adalah ostium internal, yang
sesuai dengan tingkat di mana peritoneum tercermin naik ke kandung
kemih. Bagian bawah serviks disebut portio. Sebelum melahirkan, ostium serviks
eksternal berbentuk oval. Setelah melahirkan pervaginam, lubang ini akan diubah
menjadi celah melintang. Jika robek saat melahirkan, leher rahim dapat menjadi
tidak teratur, nodular, atau seperti bintang. Perubahan ini cukup khas untuk untuk
memastikan apakah seorang wanita telah melahirkan dengan persalinan
pervaginam. Jika seorang wanita menjalani operasi caesar, maka penampilan leher
rahim pasca operasi mencerminkan derajat dilatasi sebelum operasi.
Bagian luar dari serviks ke ostium eksternal disebut ektoserviks dan sejajar
dominan oleh epitel skuamosa berlapis. Sebaliknya, kanalis servikalis ditutupi oleh
lapisan epitel kolumnar yang mensekresikan lendir /musin. Stroma leher rahim
adalah terutama terdiri dari kolagen, elastin, dan proteoglikan, tetapi otot polos
sangat sedikit.
4. Uterus
Uterus dalam keadaan tidak hamil terletak dalam rongga panggul di antara
kandung kemih anterior dan posterior rektum. Hampir seluruh dinding posterior
uterus ditutupi oleh serosa, yaitu, peritoneum visceral. Bagian bawah
peritoneum ini membentuk batas anterior dari kantung-recto-uterus cul de sac, atau
kantong Douglas (kavum Douglas). Hanya bagian atas dinding depan rahim begitu
tertutup. Peritoneum di daerah ini mencerminkan maju ke kubah kandung kemih
Uterus digambarkan sebagai pyriform atau berbentuk buah pir, dan seperti
yang ditunjukkan pada gambar diatas, menyerupai buah pir rata. Ini terdiri dari dua
bagian utama tetapi tidak sama: sebuah bagian atas segitiga badan atau korpus,
dan, yang lebih rendah bagian-silinder leher rahim, yang proyek ke dalam vagina.
tanah genting ini adalah bagian dari rahim antara os servikal internal dan rongga
endometrium. Saluran tuba, juga disebut saluran telur, muncul dari kornu uterus di
persimpangan margin superior dan lateral. Fundus adalah segmen atas uterus
dengan bagian yang cembung d i antara saluran tuba falopii.
h. Tampon tang
i. Fenestra klem
3.4.2 Prosedur
1. Menyapa ibu dengan sopan dan ramah. Perkenalkan diri.
2. Menjelaskan prosedur pemeriksaan dan hal yang akan di alami Ibu
3. Meminta persetujuan Ibu (informed Consent).
4. Memeriksa apakah alat, bahan, dan lampu senter telah tersedia dan siap digunakan
5. Memeriksa apakah Ibu telah buang air kecil dan membersihkan daerah genitalnya bila
diperlukan
6. Meminta Ibu untuk melepaskan celana dalam serta memakai sarung atau selimut yang
tersedia. Membantu Ibu naik ke meja periksa
7. Meminta Ibu untuk berbaring ke meja periksa dengan kedua lengan di samping
8. Meminta Ibu untuk menaruh kedua tumit pada dudukan. jika tidak ada dudukan,
membantu Ibu menaruh kedua kakinya di tepi luar ujung meja.
9. Mencuci tangan dan mengeringkannya
10. Menyalakan lampu/senter dan mengarahkan ke daerah genital.
11. Memakai sepasang sarung tangan periksa yang baru atau telah di-DTT.
12. Menyentuh paha sebelah dalam sebelum menyentuh daerah genital Ibu.
13. Memperhatikan labia, klitoris dan perineum serta anus apakah terdapat parut, lesi,
inflamasi atau retakan kulit.
14. Dengan memisahkan labia majora dengan dua jari, memeriksa labia minora, klitoris,
mulut uretra dan mulut vagina.
15. Membuka labia dengan menggunakan dua jari tangan kiri kemudian memasukan
spekulum cocor bebek dan jari tangan kiri kemudian berpindah menekan perineum
sehingga spekulum dapat dimasukan.
16. Masukan spekulum dengan arah miring kemudian diputar sehingga terletak melintang
dan berada di forniks sehingga portio dapat divisualisasi dengan jelas.
17. Lakukan pengamatan terhadap portio dan dinding vagina. Dapat dilakukan sondage
uterus pada keadaan diluar kehamilan.
18. Spekulum cocor bebek kemudian dikeluarkan dengan perlahan
19. Masukkan jari tengah dan telunjuk tangan kanan ke dalam lumen vagina melalui
introitus yang terbuka. Tangan kiri menahan fundus uteri
20. Periksa keadaan vagina apakah terdapat tumor atau kelainan lain.
21. Lakukan palpasi terhadap uterus dan nilai besar dan arah fundus uteri dengan tangan
kiri menahan fundus.
22. Periksa kedua adneksa di kanan dan kiri pada forniks lateral dengan tangan kiri
menahan dari atas simpisis sehingga dapat dipalpasi kedua adneksa.
23. Lakukan perabaan ke arah dinding posterior vagina apakah terdapat penonjolan dari
kavum douglas.
24. Keluarkan tangan secara perlahan dan beritahukan pada Ibu bahwa pemeriksaan
sudah selesai dan persilahkan Ibu untuk mengambil tempat yang sudah disediakan.
3.5. Referensi
1. Hoffman B, Horsager R, Roberts SW, Rogers VL, Santiago-Muñoz PC, Worley KC. Williams
Obstetrics. 23rd ed. New York: McGraw-Hill; 2011.
2. Hoffman B, Schorge J, Schaffer J, Halvorson L, Bradshaw K, Cunningham. Williams
Gynecology 2nd ed. New York: McGraw-Hill; 2012.
TOTAL
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan Padang, ……………………………….2022
1 = Dilakukan tapi perlu perbaikan Instruktur,
2 = Dilakukan dengan sempurna
KETERAMPILAN KLINIK 5A
TOPIK 4
KONSELING DAN PEMASANGAN KONTRASEPSI DALAM RAHIM
B. Prosedur
Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon pengguna KB yang baru, hendaknya
diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci SATU TUJU. Penerapannya
tidak perlu dilakukan secara berurutan karen petugas harus menyesuaikan diri dengan
kebutuhan pasien. Beberapa pasien membutuhkan lebih banyak perhatian pada langkah
yang satu dibanding dengan langkah yang lainnya.
SA:
SApa dan SAlam pasien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian sepenuhnya kepada
mereka dan berbicara di tempat yang nyaman serta terjamin privasinya. Tanyakan kepada
pasien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang dapat diperolehnya.
T:
Tanyakan kepada pasien informasi tentang dirinya. Bantu pasien untuk berbicara mengenai
pengalaman Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, tujuan, kepentingan, harapan,
serta keadaan kesehatan dan kehidupan keluarganya. Tanyakan kontrasepsi yang diinginkan
oleh pasien.
U:
Uraikan kepada pasien mengenai pilihannya dan beri tahu apa pilihan kontrasepsi yang
paling mungkin. Bantulah pasien pada jenis kontrasepsi yang paling dia inginkan, serta
jelaskan pula jenis-jenis kontrasepsi lain yang ada.
TU:
BanTUlah pasien menentukan pilihannya. Bantulah pasien berpikir mengenai apa yang
paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah pasien untuk menunjukkan
keinginannya dan mengajukan pertanyaan. Petugas membantu pasien mempertimbangkan
kriteria dan keinginan pasien terhadap setiap jenis kontrasepsi. Tanyakan juga apakah
pasangannya akan memberikan dukungan dengan pilihan tersebut. Jika memungkinkan
diskusikan mengenai pilihan tersebut kepada pasangannya. Pada akhirnya yakinkan bahwa
pasien telah membuat suatu keputusan yang tepat. Petugas dapat menanyakan: Apakah
Anda sudah memutuskan pilihan jenis kontrasepsi? Atau apa jenis kontrasepsi terpilih yang
akan digunakan?
J:
Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya. Setelah klien
memilih jenis kontrasepsinya, jika diperlukan, perlihatkan alat/obat kontrasepsinya.
Jelaskan bagaimana alat/obat kontrasepsi tersebut digunakan dan bagaimana cara
penggunaannya. Sekali lagi doronglah pasien untuk bertanya dan petugas menjawab secara
jelas dan terbuka. Beri penjelasan juga tentang manfaat ganda metode kontrasepsi,
misalnya kondom yang dapat mencegah infeksi menular seksual (IMS). Cek pengetahuan
pasien tentang penggunaan kontrasepsi pilihannya dan puji pasien apabila dapat menjawab
dengan benar.
U:
Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan pasien akan
kembali untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atau permintaan kontrasepsi jika
dibutuhkan. Perlu juga selalu mengingatkan pasien untuk kembali apabila terjadi suatu
masalah.
- Mampu menyampaikan informasi objektif, lengkap, dan jelas dengan bahasa yang
mudah dimengerti
- Mau mendengar aktif dan bertanya secara efektif dan sopan
- Memahami dan mampu menjelaskan berbagai aspek kesehatan reproduksi
- Mampu mengenali keinginan pasien dan keterbatasan penolong
- Membuat pasien bertanya, berbicara dan mengeluarkan pendapat
- Menghormati hak pasien, membantu, dan memperhatikan
C. Teknik Konseling KB
Cara suportif untuk memberikan dukungan kepada klien:
1. Bicaralah dengan suara yang menunjukkan perhatian dan minat untuk membantu dan
menunjukkan sikap bersahabat.
2. Ajukan satu pertanyaan setiap saat dan tunggulah jawaban
3. Gunakan bentuk pertanyaan terbuka, yang memungkinkan klien untuk menjawab dalam
bentuk cerita, misalnya tentang keadaan keluarganya, kesulitan hidup, pekerjaan, dan
sebagainya yang mungkin menjadi dasar keinginannya untuk melaksanakan KB atau
memilih cara KB.
4. Hindari menggunakan bentuk pertanyaan tertutup yang hanya mungkin dijawab dengan
“ya” atau “tidak”. Perhatikan pula bahwa anda mengajukan pertanyaan yang tidak
mengarahkan, tetapi mendorong agar klien mau dan merasa bebas untuk bercerita lebih
lanjut, misalnya kalimat sebagai berikut.
5. “Apa yang bisa saya bantu?”
6. “Apa yang anda ketahui mengenai ”
7. Pakailah kata-kata seperti “Lalu?”, “Dan?”, “Oooo”. Komentar kecil ini biasanya mampu
mendorong untuk terus bercerita lebih lanjut.
8. Jangan mengajukan pertanyaan bernada memojokkan seperti “mengapa begitu?”, “kok
begitu?”. Meskipun seringkali anda bermaksud mengetahui alasannya, nada demikian
dapat menimbulkan salah pengertian, misalnya ia merasa disalahkan.
9. Cari bentuk pertanyaan lain apabila ternyata klien tidak begitu mengerti maksud
pertanyaan anda.
KONTRASEPSI
Definisi dan Jenis
Yang dimaksud dengan kontrasepsi adalah semua metode (obat atau alat) untuk mencegah
terjadinya kehamilan.
Jenis-jenis kontrasepsi terdiri dari :
Metode Amenore Laktasi (MAL)
Metode Keluarga Berencana Alamiah (KBA)
Kontrasepsi hormonal, termasuk di dalamnya adalah kontrasepsi darurat
Kontrasepsi Barier (diafragma, kondom)
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
4. Kontra Indikasi
Sudah mendapat haid setelah melahirkan
Tidak menyusui secara eksklusif
Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan
Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam
5. Teknik
Berdasarkan konsensus Bellagio (1988), agar MAL dapat mencapai efektivitas 98% :
Ibu harus menyusui secara penuh atau hampir penuh (hanya sesekali diberi 1-2 teguk
air/minuman).
Pola menyusui on demand dan dari kedua payudara.
Bayi disusui menurut kebutuhan bayi. Biarkan bayi menyelesaikan menghisap dari satu
payudara sebelum memberikan payudara lain, supaya bayi mendapat cukup banyak susu
akhir (hind milk). Bayi hanya membutuhkan sedikit ASI dari payudara berikut atau sama
sekali tidak memerlukan lagi. Ibu dapat memulai dengan memberikan payudara lain pada
waktu menyusui berikutnya sehingga kedua payudara memproduksi banyak susu.
Perdarahan sebelum 56 hari pasca persalinan dapat diabaikan (belum dianggap haid).
Bayi menghisap secara langsung, dan biarkan dia sendiri yang melepaskan hisapannya.
Menyusui dimulai dari setengah sampai satu jam setelah bayi lahir.
Kolostrum diberikan kepada bayi.
Sering menyusui selama 24 jam termasuk malam hari. Menyusui waktu malam membantu
mempertahankan kecukupan persediaan ASI.
Hindari jarak menyusui lebih dari 4 jam.
6. Komplikasi
Tidak ada komplikasi yang timbul akibat MAL.
2. Prinsip Kerja
Sanggama dihindari pada masa subur yaitu pada fase siklus menstruasi di mana kemungkinan
terjadi konsepsi/kehamilan.
Pasangan yang ingin dan termotivasi untuk mengobservasi, mencatat, dan menilai tanda
dan gejala kesuburan.
4. Kontra Indikasi
Yang seharusnya tidak menggunakan KBA adalah :
Perempuan yang dari segi umur, paritas atau masalah kesehatannya membuat kehamilan
menjadi suatu kondisi risiko tinggi
Perempuan sebelum mendapat haid (menyusui, segera setelah abortus), kecuali MOB
Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur, kecuali MOB
Perempuan yang pasangannya tidak mau bekerja sama (berpantang) selama waktu tertentu
dalam siklus haid.
Perempuan yang tidak suka menyentuh daerah genitalianya.
5. Teknik
A. METODE OVULASI BILLING
Periksa lendir setiap kali ke belakang dan sebelum tidur, kecuali ada perasaan sangat
basah waktu siang. Lendir mungkin berubah pada hari yang sama. Setiap malam
sebelum tidur, tentukan tingkat yang paling subur dan beri tanda pada catatan dengan
kode yang sesuai.
Pantang sanggama untuk paling sedikit satu siklus, sehingga dapat dikenali hari-hari
lendir, mengenali Pola Kesuburan dan Pola Dasar Ketidaksuburan dengan bimbingan
pelatih / guru KBA.
Hindari sanggama pada waktu haid. Hari-hari ini tidak aman, pada siklus pendek, ovulasi
dapat terjadi pada hari-hari haid.
Pada hari kering setelah haid, aman untuk bersanggama selang satu malam (aturan
selang-seling). Ini akan menghindari kebingungan dengan cairan sperma dan lendir.
Segera setelah ada lendir jenis apapun atau perasaan basah muncul, hindari sanggama
atau kontak seksual. Hari-hari lendir, terutama hari-hari lendir subur adalah tidak aman.
Tandai hari terakhir dengan lendir jernih, licin dan mulur dengan tanda X. Ini adalah hari
puncak; ini adalah hari ovulasi atau hari paling subur.
Setelah hari puncak, hindari sanggama untuk 3 hari berikut siang dan malam. Hari-hari
ini dalah tidak aman (Aturan Puncak). Mulai dari pagi hari keempat setelah kering, ini
adalah hari-hari aman untuk bersanggama sampai hari haid berikutnya bila ingin
menghindari kehamilan.
Pada siklus yang tidak teratur seperti pasca persalinan atau pra menopause maka perlu
memperhatikan Pola Dasar Ketidaksuburan dimana ada waktu 1-2 hari subur yang
menyelingi diantara hari-hari tidak subur. Bila pola dasar ketidaksuburan ini sudah pulih
kembali dan berlangsung minimal 3 hari berturut-turut tanpa perubahan, maka
sanggama boleh dilakukan (Aturan Sabar Menunggu / Wait and See Rule).
Ukur suhu pada waktu yang hampir sama setiap pagi (sebelum bangun dari tempat
tidur) dan catat suhu pada kartu yang disediakan
Pakai catatan suhu pada kartu tersebut untuk 10 hari pertama dari siklus haid untuk
menentukan suhu tertinggi dari suhu yang “normal, rendah” (misalnya catatan suhu
harian pada pola tertentu tanpa suatu kondisi yang luar biasa). Abaikan setiap suhu
tinggi yang disebabkan oleh demam atau gangguan lain.
Tarik garis pada 0,05 – 0,1 C di atas suhu tertinggi dari suhu 10 hari tersebut. Ini
dinamakan garis pelindung (cover line)atau garis suhu.
Masa tak subur mulai pada sore setelah hari ketiga berturut-turut suhu berada di atas
garis pelindung tersebut (Aturan Perubahan Suhu)
C. PANTANG SANGGAMA
Pantang sanggama mulai dari awal siklus haid sampai sore hari ketiga berturut-turut setelah
suhu berada di atas garis pelindung (cover line). Masa pantang pada Aturan Perubahan Suhu
lebih panjang dari pemakaian MOB.
D. METODE SIMTOMTERMAL
Setelah darah haid berhenti, dapat bersanggama pada malam hari pada hari kering
dengan berselang sehari selama masa tak subur. Ini adalah Aturan Selang Hari Kering
(Aturan Awal). Aturan yang sama dengan Metode Lendir Serviks.
Masa subur mulai ketika ada perasaan basah atau munculnya lendir. Ini adalah Aturan
Awal. Aturan yang sama dengan Metode Lendir Serviks. Berpantang bersanggama
sampai masa subur berakhir.
Pantang bersanggama sampai Hari Puncak dan Aturan Perubahan Suhu telah terjadi.
Apabila aturan ini tidak mengidentifikasi hari yang sama sebagai akhir masa subur, selalu
ikuti aturan yang paling konservatif, yaitu aturan yang mengidentifikasi masa subur yang
paling panjang.
6. Komplikasi
Tidak ada komplikasi akibat metode ini.
KONTRASEPSI HORMONAL
1. Definisi dan Jenis
Yang dimaksud dengan kontrasepsi hormonal adalah semua obat atau alat untuk mencegah
terjadinya kehamilan, dimana obat atau alat tersebut mengandung hormon estrogen dan atau
progesteron. Estrogen dan progesteron adalah hormon yang dihasilkan oleh indung telur
dibawah pengaruh hipotalamus dan hipofisis. Kedua hormon ini pada gilirannya membuat
selaput lendir rahim (endometrium) tumbuh dan dalan keseimbangan tertentu menyebabkan
ovulasi.
Jenis-jenis kontrasepsi hormonal :
Pil
Suntik
Implan (susuk)
2. Prinsip Kerja
Estrogen dapat mencegah kehamilan dengan cara :
Mencegah terjadinya ovulasi dengan jalan menekan pengeluaran hormon dari hipofisis
(FSH dan LH). Pada pil KB, kira-kira 98% cara kerjanya adalah mencegah ovulasi
Menghambat implantasi
Mempercepat perjalanan ovum dari saluran telur ke rongga rahim sehingga
kemungkinan untuk terjadinya pembuahan diperkecil
Menyebabkan terjadinya luteolisis, yaitu proses degenerasi korpus luteum sehingga
kehamilan dapat dicegah
Progesteron dapat mencegah kehamilan dengan cara :
Membuat lendir serviks menjadi kental, sehingga menghambat penetrasi spermatozoa
ke dalam rahim
Menghambat perjalanan ovum, sehingga menurunkan kemungkinan terjadinya
pembuahan
Menghambat implantasi
Mencegah terjadinya ovulasi
3. Indikasi
Tergantung jenis kontrasepsi hormonal yang digunakan.
4. Kontra Indikasi
Perhatian khusus pada :
Tromboemboli
Kelainan cerebro vaskuler
Gangguan hati
Tumor ginekologik
Kehamilan
Perhatian pada :
Diabetes
Hipertensi
Perdarahan pervaginam yang belum diketahui sebabnya
Fibroma uterus
Penyakit ginjal, jantung
5. Teknik
Tergantung jenis kontrasepsi hormonal yang digunakan.
6. Komplikasi
2. Prinsip Kerja
Menekan ovulasi
Mencegah implantasi
Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh sperma
Mengganggu pergerakan tuba sehingga transportasi ovum terganggu
3. Indikasi
Pada prinsipnya hampir semua perempuan boleh menggunakan pil kombinasi, seperti:
Usia reproduksi
Telah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak
Gemuk atau kurus
Menginginkan metode kontrasepsi dengan efektivitas tinggi
Setelah melahirkan dan tidak menyusui
Setelah melahirkan 6 bulan yang tidak memberikan ASI eksklusif, sedangkan semua cara
kontrasepsi yang dianjurkan tidak cocok
Pasca keguguran
Anemia karena haid berlebihan
Nyeri haid hebat
Siklus haid tidak teratur
Riwayat kehamilan ektopik
Kelainan payudara jinak
Diabetes tanpa komplikasi pada ginjal, pembuluh darah, mata, dan saraf.
Penyakit tiroid, penyakit radang panggul, endometriosis, atau tumor ovarium jinak
Tuberkulosis (kecuali dalam terapi rifampisin)
Varises vena
4. Kontra indikasi
Yang tidak boleh menggunakan pil kombinasi :
Hamil atau dicurigai hamil
Menyusui eksklusif
Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya
Penyakit hati akut (hepatitis)
Perokok dengan usia >35 tahun
Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah > 180/110 mmHg
Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau diabetes > 20 tahun
Kanker payudara atau dicurigai kanker payudara
Migrain dan gejala neurologik fokal (epilepsi/riwayat epilepsi)
Tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari.
5. Teknik
6. Komplikasi
Amenore
Perdarahan pervaginam/spotting
Mual, pusing, muntah
2. Prinsip Kerja
Menekan ovulasi
Mengentalkan lendir serviks sehingga penetrasi sperma terganggu
Perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu
Menghambat transportasi gamet oleh tuba
Efektivitas : sangat efektif (0,1 – 0,4 kehamilan per 100 perempuan) selama tahun pertama
penggunaan.
3. Indikasi
Yang boleh menggunakan suntikan kombinasi :
Usia reproduksi
Telah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak
Menginginkan metode kontrasepsi dengan efektivitas yang tinggi
Pasca persalinan dan tidak menyusui
Menyusui ASI pasca persalinan > 6 bulan
Anemia
Nyeri haid hebat
Haid teratur
Riwayat kehamilan ektopik
Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi
4. Kontra indikasi
Yang tidak boleh menggunakan suntikan kombinasi :
Hamil atau diduga hamil
Menyusui kurang dari 6 minggu pasca persalinan
Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
Penyakit hati akut (hepatitis viral)
Perokok dengan usia >35 tahun
Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah tinggi ( > 180/110 mmHg)
Riwayat kelainan tromboemboli atau diabetes > 20 tahun
Kanker payudara atau dicurigai kanker payudara
Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala atau migrain
5. Teknik
Suntikan kombinasi diberikan setiap bulan dengan suntikan intramuskular. Klien diminta
datang setiap 4 minggu. Suntikan ulang dapat diberikan 7 hari lebih awal, dengan kemungkinan
terjadi gangguan perdarahan. Dapat juga diberikan setelah 7 hari dari jadwal yang telah
ditentukan, dengan memastikan tidak ada kehamilan. Tidak dibenarkan melakukan hubungan
seksual selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja.
Waktu mulai menggunakan suntikan kombinasi :
Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid. Tidak diperlukan
kontrasepsi tambahan.
Bila suntikan pertama diberikan setelah hari ke-7 siklus haid, klien tidak boleh melakukan
hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan kontrasepsi lain untuk 7 hari.
Bila tidak haid, suntikan pertama dapat diberikan setiap saat, asalkan dapat dipastikan tidak
ada kehamilan. Tidak boleh melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan
metode kontrasepsi yang lain selama 7 hari.
Pada pasca persalinan b bulan, dimana masih menyusui serta belum haid, suntikan pertama
dapat diberikan (syarat : tidak ada kehamilan)
Bila pasca persalinan > 6 bulan, menyusui, serta telah mendapat haid, maka suntikan
pertama dapat diberikan pada siklus haid hari 1 dan 7.
Pada pasca persalinan < 6 bulan dan menyusui, jangan diberi suntikan kombinasi.
Pada pasca persalinan 3 minggu dan tidak menyusui, suntikan kombinasi dapat diberikan.
Pasca keguguran, suntikan kombinasi dapat segera diberikan atau dalam waktu 7 hari.
Pada klien yang sedang menggunakan metode kontrasepsi hormonal yang lain dan ingin
menggantinya dengan kontrasepsi hormonal kombinasi, maka selama penggunaan
kontrasepsi sebelumnya dilakukan dengan benar, suntikan kombinasi dapat segera
diberikan tanpa perlu menunggu haid. Bila ragu-ragu, lakukan tes kehamilan terlebih
dahulu.
Bila kontrasepsi sebelumnya juga kontrasepsi hormonal, dan klien intin menggantinya
dengan suntikan kombinasi, maka suntikan kombinasi tersebut dapat diberikan sesuai
jadwal kontrasepsi sebelumnya. Tidak diperlukan metode kontrasepsi lain.
Pada klien yang menggunakan metode kontrasepsi non hormonal dan ingin menggantinya
dengan suntikankombinasi, maka suntikan pertama dapat segera diberikan (pastikan
terlebih dahulu tidak ada kehamilan). Bila diberikan pada hari ke-1-7 siklus haid, metode
kontrasepsi lain tidak diperlukan. Bila sebelumnya menggunkaan AKDR, maka suntikan
pertama diberikan hari ke-1-7 siklus haid. Cabut segera AKDR.
6. Komplikasi
Amenore
Perdarahan pervaginam / spotting
Mual, pusing, muntah
2. Prinsip Kerja
Mencegah ovulasi
Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi sehingga mencegah implantasi
Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma
Menghambat transportasi gamet oleh tuba
Efektivitas : 0,3 kehamilan per 100 perempuan
3. Indikasi
Yang dapat menggunakan kontrasepsi suntikan progestin :
Usia reproduksi
Nullipara dan yang telah memiliki anak
Menghendaki metode kontrasepsi jangka panjang dengan efektivitas tinggi
Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai
Setelah melahirkan dan tidak menyusui
Pasca keguguran
Telah banyak anak, tetapi belum menhendaki tubektomi
Perokok
Tekanan darah < 180/110 mmHg dengan masalah gangguan pembekuan darah atau
anemia bulan sabit.
Menggunakan obat epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau obat tuberkulosis (rifampisin).
Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen
Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi
Anemia defisiensi besi
Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh menggunakan pil kontrasepsi
kombinasi.
4. Kontra indikasi
Yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi suntikan progestin :
Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada janin 7 per 100.000 kelahiran)
Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya
5. Teknik
Waktu mulai menggunakan kontrasepsi suntikan progestin :
Setiap saat selama siklus haid, untuk meyakinkan bahwa tidak ada kehamilan
Mulai hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid
DMPA diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intramuskular dalam di daerah bokong.
Apabila suntikan terlalu dangkal, penyerapan kontrasepsi suntikan akan lambat dan tidak
bekerja segera dan kurang efektif. Sintikan diberikan setiap 90 hari.
Noristerat untuk 3 injeksi berikutnya diberikan setiap 8 minggu. Mulai dengan injeksi kelima
diberikan setiap 12 minggu.
Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang dibasahi oleh etil / isopropil
alkohol 60-90%. Biarkan kulit kering sebelum disuntik. Setelah kulit kering, baru disuntik.
Kocok dengan baik, hindarkan terjadinya gelembung-gelembung udara. Kontrasepsi
suntikan tidak perlu didinginkan. Bila terdapat endapan putih pada dasar ampul, upayakan
menghilangkannya dengan menghangatkannya.
6. Komplikasi
Amenore
Perdarahan pervaginam bercak / spotting
Berat badan meningkat / menurun
2. Prinsip Kerja
Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium (tidak begitu kuat)
Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih sulit.
Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma
Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu.
Efektivitas : 98,5%
3. Indikasi
Yangboleh menggunakan minipil :
Usia reproduksi
4. Kontra indikasi
Yang tidak boleh menggunakan minipil :
Hamil atau diduga hamil
Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid
Menggunakan obat tuberkulosis (rifampisin) atau obat epilepsi (fenitoin dan barbiturat)
Kanker payudara atau riwayat kanker payudara
Sering lupa menggunakan pil
Mioma uteri
Riwayat stroke
5. Teknik
Waktu mulai menggunakan minipil :
Mulai hari pertama sampai hari ke 5 siklus haid. Tidak diperlukan pencegahan dengan
kontrasepsi lain.
Dapat digunakan setiap saat, asal tidak ada kehamilan. Bila menggunakannya seteleh
hari ke-5 siklus haid, jangan melakukan hubungan seksual selama 2 hari atau
menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 2 hari saja.
Bila tidak haid, minipil dapat digunakan setiap saat. Jangan melakukan hubungan seksual
selama 2 hari atau menggunakan metode kontrsepsi lain untuk 2 hari saja,
Bila menyusui antara 6 minggu dan 6 bulan pasca persalinan dan tidak haid, minipil
dapat dimulai setiap saat. Bila menyusui penuh, tidak memerlukan metode kontrasepsi
tambahan.
Bila lebih dari 6 minggu pasca persalinan dan telah mendapat haid, minipil dapat dimula
pada hair ke1 – 5 siklus haid.
Minipil dapat diberikan segera pasca keguguran.
6. Komplikasi
Amenore
Perdarahan tidak teratur / spotting
KONTRASEPSI DARURAT
1. Definisi dan Jenis
Kontrasepsi darurat adalah kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan bila digunakan
segera setelah hubungan seksual. Hal ini sering disebut “kontrasepsi pascasanggama” atau
“morning after pill” atau “morning after treatment”.
Istilah “kontrasepsi sekunder” atau “kontrasepsi darurat” asalnya untuk menepis anggapan
obat tersebut harus segera dipakai/digunakan setelah hubungan seksual atau harus menunggu
hingga keesokan harinya dan bila tidak, berarti sudah terlambat sehingga tidak dapat berbuat
apa-apa lagi. Sebutan kontrasepsi darurat menekankan juga bahwa dalam cara KB ini lebih baik
daripada tidak sama sekali. Namun kurang efektif dibandingkan dengan cara KB yang sudah ada.
Jenis Kontrasepsi Darurat
A. Mekanik (AKDR : Copper T, Multiload, Nova T)
Cara : satu kali pemasangan
Waktu : dalam waktu 7 hari pascasanggama
B. Medik
o Pil kombinasi dosis tinggi (Microgynon 50, Ovral, Neogynon, Nordiol, Eugynon)
Dosis: 2x2 tablet
Waktu pemberian : dalam waktu 3 hari pascasanggama, dosis kedua 12 jam kemudian
o Pil kombinasi dosis rendah (Microgynon 30, Mikrodiol, Nordette)
Dosis : 2x4 tablet
Waktu pemberian : dalam waktu 3 hari pascasanggama, dosis kedua 12 jam kemudian
o Progestin (Postinor-2)
Dosis : 2x1 tablet
Waktu pemberian : dalam waktu 3 hari pascasanggama, dosis kedua 12 jam kemudian
o Estrogen (Lynoral, Premarin, Progynova)
Dosis : Lynoral : 2,5mg/dosis
Premarin : 10 mg/dosis
Progynova : 10 mg/dosis
o Mifepristone (RU-486)
Dosis : 1x600mg
Waktu pemberian : dalam waktu 3 hari pascasanggama
o Danazol (Danocrine, Azol)
Dosis : 2x4 tablet
Waktu pemberian : dalam waktu 3 hari pascasanggama, dosis kedua 12 jam kemudian.
Manfaat
- Sangat efektif (tingkat kehamilan <3%)
- AKDR juga bermanfaat jangka panjang
Keterbatasan
- Pil kombinasi hanya efektif jika digunakan dalam 72 jam sesudah hubungan seksual tanpa
perlindungan
2. Prinsip Kerja
Prinsip kerja kontrasepsi darurat sama dengan prinsip kerja kontrasepsi hormonal.
3. Indikasi
Indikasi kontrasepsi darurat adalah untuk mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki.
Bila terjadi kesalahan dalam pemakaian kontrasepsi, antara lain :
1. Kondom bocor, lepas atau salah menggunakannya
2. Diafragma pecah, robek, atau diangkat terlalu cepat
3. Kegagalan sanggama terputus (misalnya ejakulasi di vagina atau pada genitalia eksterna)
4. Salah hitung masa subur
5. AKDR ekspulsi
6. Lupa minum pil KB lebih dari 2 tablet
7. Terlambat lebih dari 2 minggu untuk suntik KB
Pemerkosaan
Tidak menggunakan kontrasepsi
6. Komplikasi
Mual, muntah. Jika muntah terjadi dalam 2 jam sesudah penggunaan pil pertama atau
kedua, dosis ulangan perlu diberikan
Perdarahan/bercak : sekitar 8% klien dengan kontrasepsi oral kombinasi mengalami bercak-
bercak. Sekitar 50% mendapat haid pada waktunya bahkan lebih awal.
2. Prinsip Kerja
Mengentalkan lendir serviks
Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi
Menghambat transportasi sperma
Menekan ovulasi
Efektivitas : 0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan
5. Teknik
Waktu mulai menggunakan implan :
Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7. Tidak diperlukan kontrasepsi
tambahan.
Insersi dapat dilakukan setiap saat. Bila insersi setelah hari ke-7 siklus haid, jangan
melakukan hubungan seksual atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja.
Bila tidak haid, insersi dapat dilakukan setiap saat dengan memastikan terlebih dahulu tidak
ada kehamilan. Jangan melakukan hubungan seksual atau gunkan metode kontrasepsi lain
untuk 7 hari saja
Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan, insersi dapat dilakukan
setiap saat. Bila menyusui penuh, tidak perlu memakai metode kontrasepsi lain.
Bila setelah 6 minggu pasca persalinan dan telah mendapat haid, insersi dapat dilakukan
setiap saat, tetapi jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan
metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja.
6. Komplikasi
Amenore
Perdarahan bercak / spotting
Ekspulsi
Infeksi pada daerah insersi
Berat badan naik / turun
2. Prinsip Kerja
Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopii
Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
Mencegah sperma dan ovum bertemu
Mencegah implantasi dalam uterus
AKDR akan berada didalam uterus yang bekerja terutama mencegah terjadinya pembuahan
(fertilisasi) dengan mencegah bersatunya ovum dengan sperma, mengurangi jumlah sperma
yang melalui tuba fallopii dan menginaktifkan sperma.
3. Indikasi
Yang dapat menggunakan AKDR :
Usia reproduktif
Tahun Akademik 2022/2023 Page 66
Buku Panduan Keterampilan Klinik 5
Nullipara
Menginginkan kontrasepsi jangk apanjang
Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi
Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya
Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
Risiko rendah IMS
Tidak menhendaki metode hormonal
Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari sanggama
Pada umumnya seorang perempuan dapat menggunakan AKDR Cu dengan aman dan efektif.
AKDR dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan keadaan, misalnya:
Perokok
Pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeksi
Sedang memakai antibiotika atau antikejang
Gemuk ataupun kurus
Sedang menyusui
Begitu juga perempuan dalam keadaan seperti dibawah ini dapat menggunakan AKDR :
Penderita tumor jinak payudara
Penderita kanker payudara
Pusing-pusing, sakit kepala
Tekanan darah tinggi
Varises di tungkai atau di vulva
Penderita penyakit jantung (termasuk penyakit jantung katup dapat diberikan antibiotika
sebelum pemasangan AKDR)
Pernah menderita stroke
Penderita diabetes
Penderita penyakit hati atau empedu
Malaria
Skistosomiasis (tanpa anemia)
Penyakit tiroid
Epilepsi
Non pelvik TBC
Setelah kehamilan ektopik
Setelah pembedahan pelvik
4. Kontra indikasi
Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil)
Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat ditegakkan diagnosisnya)
Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)
Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik
Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi
kavum uteri
Penyakit trofoblas ganas
Diketahui menderita TBC pelvik
Kanker alat genital
Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm
5. Teknik
Waktu AKDR dipasang :
Setiap waktu selama siklus haid
Sesudah melahirkan, dalam waktu 48 jam pertama pasca persalinan, 6-8 minggu, ataupun
lebih sesudah melahirkan
Segera sesudah induksi haid, pasca keguguran spontan, atau keguguran buatan, dengan
syarat tidak terdapat bukti-bukti adanya infeksi.
6. Komplikasi
Komplikasi yang umum terjadi :
Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3
bulan)
Haid lebih lama dan banyak
Perdarahan (spotting) antarmenstruasi
Nyeri
Saat haid lebih sakit
Ekspulsi
Kehamilan
Komplikasi lain :
Kerugian :
Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti
pasangan
Penyakit Radang Panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR. PRP
dapat memicu infertilitas.
Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR.
Seringkali perempuan takut selama pemasangan.
Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya
menghilang dalam 1-2 hari.
Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus
melepaskan AKDR.
Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang
segera sesudah melahirkan)
Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk mencegah
kehamilan normal
Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini
perempuan harus memasukkan jarinya ke dalam vagina, sebagian perempuan tidak mau
melakukan ini.
2. Prinsip Kerja
Mekanisme kerja : dengan mengoklusi tuba fallopii (mengikat dan memotong atau memasang
cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum.
3. Indikasi
Yang dapat menjalani Tubektomi :
4. Kontra indikasi
Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi :
Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)
Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi)
Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol)
Tidak boleh menjalani proses pembedahan
Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan
Belum memberikan persetujuan tertulis
5. Teknik
Kapan dilakukan :
Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tersebut tidak
hamil
Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
Pasca persalinan
- Minilap : di dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu
- Laparoskopi : tidak tepat untuk klien-klien pasca persalinan
Pasca keguguran
- Triwulan pertama : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (minilap
atau laparoskopi)
- Triwulan kedua : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (minilap
saja)
6. Komplikasi
Infeksi luka
Demam pasca operasi (>38 C)
Luka pada kandung kemih, intestinal (jarang terjadi)
Hematoma (subkutan)
Emboli udara yang diakibatkan oleh laparoskopi (sangat jarang terjadi)
Rasa sakit pada lokasi pembedahan
Perdarahan superfisial (tepi-tepi kulit atau subkutan)
4.1.4. Referensi
1. Hoffman B, Schorge J, Schaffer J, Halvorson L, Bradshaw K, Cunningham. Williams
Gynecology 2nd ed. New York: McGraw-Hill; 2012.
2. Sri Rahayu dan Ida Prijatni. Praktikum Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana.
Pusdik SDM Kesehatan: 2016.
3. Video Konseling Kontrasepsi FK Unand: https://youtu.be/K67ef-w382
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
2. Jenis IUD
1) Copper-T
IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi
lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas
(anti pembuahan) yang cukup baik.
2) Copper-7
IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini
mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat
tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada
IUD Copper-T.
3) Multiload
IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk
sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi
gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375mm2 untuk
menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini.
4) Lippesloop
IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung.
Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4
jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm
(benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning)
dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih). Lippes loop mempunyai angka
kegagalan yang rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi
perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan
plastik.
a. Efek samping yang umum terjadi, seperti: perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan
pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan), haid lebih lama dan banyak,perdarahan
antar menstruasi, saat haid lebih sakit.
b. Komplikasi lain: merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan,
perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab
anemia, perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar).
c. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
d. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau yang sering berganti pasangan.
e. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai IUD, PRP
dapat memicu infertilitas.
f. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelviks diperlukan dalam pemasangan IUD.
g. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan IUD. Biasanya
menghilang dalam 1 - 2 hari
h. Pencabutan IUD hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter atau bidan) yang
terlatih.
i. Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila IUD dipasang
segera setelah melahirkan)
j. Perempuan harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke waktu.
a. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil.
b. Hari pertama sampai ke-7 siklus haid.
c. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu
pascapersalinan; setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL).
d. Setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala
infeksi.
e. Selama 1 sampai 5 hari setelah sanggama yang tidak dilindungi.
Persiapan:
Petugas harus siap ditempat dan memahami anatomi genitalia.
4.2.5. Referensi
1. Video pemasangan AKDR FK Unand: https://youtu.be/Jld6yUW7x3c
2. Sri Rahayu dan Ida Prijatni. Praktikum Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana.
Pusdik SDM Kesehatan: 2016.
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
Aspek yang Dinilai Bobot Nilai
0 1 2
Konseling Awal & Metode Khusus
1. Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri Anda
dan tanyakan tujuan kedatangannya
2. Pastikan bahwa klien memilih AKDR, jelaskan 10%
kemungkinan-kemungkinan efek samping pemakai
AKDR Cu T380A
Konseling pra pemasangan & Seleksi Klien
3. Lakukan anamnesa untuk memastikan tidak ada
masalah kondisi kesehatan sebagai pemakai AKDR
4. Jelaskan apa yang akan dilakukan dan persilakan klien
untuk mengajukan pertanyaan
5. Pastikan klien sudah mengosongkan kandung
kencingnya dan membersihkan area genitalia dengan
air bersih dan sabun
6. Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan
kain bersih
7. Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri,
benjolan atau kelainan lainnya di daerah suprapubik
8. Atur lampu yang terang untuk melihat serviks
30 %
9. Pakai sarung tangan yang sudah di DTT
10. Atur peralatan dan bahan-bahan yang akan dipakai
dalam wadah steril atau DTT
11. Lakukan pemeriksaan genitalia eksterna
12. Lakukan pemeriksaan spekulum
13. Lakukan pemeriksaan bimanual
14. Buka dan rendam sarung tangan dalam larutan klorin
0,5%
15. Jelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan
dirasakan
16. Masukkan lengan AKDR Cu T380A di dalam kemasan
sterilnya
(1)
Masukkan AKDR
yang lengannya
telah dilipat ke
dalam inserter
(2)
Tahan pendorong
dan tarik selubung
inserter ke bawah
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan Padang, ……………………………….2022
1 = Dilakukan tapi perlu perbaikan Instruktur,
2 = Dilakukan dengan sempurna
jumlah anaknya
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan Padang, ……………………………….2022
1 = Dilakukan tapi perlu perbaikan Instruktur,
2 = Dilakukan dengan sempurna
KETERAMPILAN KLINIK 5B
TOPIK 5
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK MATA
Penglihatan mata kabur adalah keluhan yang umum membawa pasien ke dokter. Keluhan
mata dapat tidak spesifik, mulai dari karena kelainan refraksi seperti miopia,
hipermetropia dan astigmat. Kelainan media refraksi seperti katarak, kelainan segmen
posterior bola mata, hingga kelainan lainnya yang mungkin tidak disadari seperti sedang
migrain, vertigo, hiperglikemia atau hipoglikemia. Penting untuk digali dari keluhan ini
adalah onset, mata yang terkena, progresifitas, serta faktor resiko lain yang berkaitan
seperti usia, penyakit sistemik yang diderita, dan lain-lain.
Sakit kepala
Sakit kepala merupakan keluhan penderita yang paling sering ditemukan. Keluhan ini
dapat disebabkan karena kelainan mata ataupun keadaan lainnya. Penyebab kelainan
mata yang dapat memberikan keluhan sakit kepala ialah glaukoma akut, glaukoma
simpleks pasca herpes zoster, uveitis, selulitis orbita, endoftalmitis, neuritis, kelainan
refraksi yang tidak dikoreksi, anisometropia, presbiopia dan juling, Pemakaian miotika
dapat pula menyebabkan sakit kepala. Hal yang perlu diperhatikan ialah apakah sakit
kepala disertai dengan demam, edema papil, kaku tengkuk, tanda saraf lainnya, dan
penurunan tajam penglihatan, selain apakah disertai mual dan muntah.
konjungtivitis Jumlah sekret konjungtiva akan lebih banyak sewaktu bangun pagi. Warna
sekret yang terlihat kadang-kadang sudah membantu untuk mengarahkan kemungkinan
penyebab radang konjungtiva.
Kelopak bengkak
Kelopak mata akan bengkak oleh radang ataupun bukan radang. Peradangan seperti
hordeolum, blefaritis, konjungtivitis, selulitis, dan trauma akan dapat mengakibatkan
edema palpebra. Kalazion, blefarokalasis, penyakit ginjal, jantung, dan tiroid merupa kan
penyebab edema palpebra yang bukan merupakan radang kelopak.
Fotopsia
Keluhan fotopsia atau melihat pijaran halilintar kecil pada lapang pandangan didapatkan
pada traksi vitreoretinal, pembentukan ruptur pada retina, ablasi posterior badan kaca,
koroiditis, trauma mata, hipotensi atau kolap pembuluh darah retina, sinkope, migren,
dan penyakit serebrovaskular.
Diplopia monokular
Diplopia monokular sering dikeluhkan oleh penderita katarak dini. Hal ini juga akibat
berkas sinar tidak difokuskan dalam satu persatu. Diplopia monokular nonrefraktif
ditemukan pada penderita koresponden retina abnormal disertai strabismus sesudah
tindakan pembedahan intrakranial.
Kelainan di luar bola mata yang dapat menyebabkan diplopia monokular ialah koreksi
astigmatisme tinggi yang tidak sempuma, sedang kelainan optik didalam mata yang
memberikan keluhan diplopia monokular ialah miopia tinggi, astigmatiregular, dislokasi
lensa, udara atau benda transparan dalam mata, irregular tear fim (film air mata) dan
katarak. Untuk memastikan diplopia monokular penderita disuruh menutup mata yang
sehat dan ditanyakan apakah melihat ganda dengan satu mata yang dibuka
Diplopia binokular
Penyebab diplopia binokular dapat terjadi karena miastenia gravis, parese atau paralisis
otot penggerak mata ekstraokular. Saraf ke Ill yang mengenai satu otot kemungkinan
adalah lesi nuklear (perdarahan, safilis, mutipel sklerosis) dan miastenia gravis. Kelainan
pertumbuhan dalam rongga orbita seperti selulitis, tumor, perdarahan, sindrom orbita
dan perlengketan otot penggerak mata.
5.1.4 Prosedur
1. Memperkenalkan diri
2. Menanyakan dan mencatat identitas pasien
3. Menanyakan keluhan utama dari pasien
4. Menanyakan keluhan mata lain pada pasien
5. Melakukan anamnesis secara terstruktur dan terarah
● Visus 6/12: pasien bisa membaca sampai baris 6/12 pada snellen chart
● Visus 6/30: pasien bisa membaca sampai baris 6/30 pada snellen chart
● Visus 6/60: pasien bisa membaca barisan huruf 6/60 biasanya huruf yang paling atas
● Visus yang tidak 5/5 atau yang tidak 6/6 dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan
memakai trial lens.
Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta menghitung jari pemeriksa.
● Visus 5/60: pasien bisa hitung jari pada jarak 5 meter
● Visus 1/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 1 meter
Apabila pasien tidak bisa juga hitung jari, maka dilakukan pemeriksaan dengan menilai
gerakkan tangan didepan pasien dengan latar belakang terang pada jarak ½ - 1 meter.
● Visus 1/300 (Hand Movement/HM) pasien dapat menentukan arah proyeksi arah
gerakan tangan secara vertikal atau horizontal.
Jika tidak bisa melihat gerakan tangan dilakukan penyinaran dengan penlight ke
arah mata pasien.
● Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak disinari dari segala posisi
(nasal,temporal,atas,bawah) maka tajam penglihatan V = 1/ ~ proyeksi baik (Light
Perception/LP).
● Jika pasien tidak bisa menentukan arah sinar maka penilai an V = 1/ ~ (LP, proyeksi
salah).
● Jika sinar tidak bisa dikenali maka tajam penglihatan dinilai V= 0 (NLP)
Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna, dimana pasien
tidak atau kurang dapat membedakan warna yang dapat terjadi kongenital ataupun
didapatkan akibat penyakit tertentu. Hampir 5% laki-laki di negara barat menderita buta
warna yang diturunkan, lebih sering terdapat pada laki-laki dibanding perempuan.
Kebanyakan penderita buta warna dapat membedakan warna akan tetapi dengan
penilaian yang berbeda. Dengan adanya teori trikromat maka kemungkinan gangguan
dapat terletak hanya pada satu atau lebih pigmen.
Bentuk defisiensi yang sering ditemukan adalah trikromat anomali. Pada protanomali
terdapat kekurangan kerentanan merah sehingga dIperlukan lebih banyak merah untuk
bergabung dengan kuning baku. Sedang yang disebut sebagai protanopia adalah
kurangnya sensitifnya pigmen merah kerucut. Pada deutranomali diperlukan lebih banyak
hijau untuk menjadi kuning baku. Sedang deutranopia merupakan kurangnya pigmen hijau
kerucut.
Tritanomali terdapat kekurangan pada warna biru, pada keadaan ini akan sukar
membedakan warna biru terhadap kuning. Akromatopsia atau monokromat berarti
ketidakmampuan membedakan warna dasar atau wama antara. Pasien hanya mempunyai
satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang) Pada monokromat kerucut hanya
dapat membedakan warna dalam arti intensitasnya saja dan dan biasanya mempunyai
tajam penglihatan 6/30 Pada orang dengan buta wama total atau akromatopsia akan
terdapat keluhan silau dan nistagmus dan bersifat autosomal resesif
Pada buta warna yang diturunkan ia tidak bersifat progresif dan tidak dapat diobati.
Pengujian buta warna biasanya dilakukan dengan memasangkan warna yang terlihat.
Pengujian buta wama dapat menentukan ada atau tidak adanya buta warna didapatkan.
Alat test buta warna dapat dipakai diantaranya adalah buku ishihara dan Farnsworth
Munsell Test sedangkan untuk buta yang kongenital di pakai uji Ishihara (Gambar 7).
Uji Ishihara
Merupakan uji untuk mengetahui uji defek penglihatan warna didasarkan pada
menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam wama. Buku
pemeriksaan Ishihara normalnya berisikan 38 plates, namun sekarang ini ada buku yang
hanya memuat 24 plates, 14 plates, dan 10 plates. Dari 38 plates yang tersedia, 25 plates
berisikan angka dan 13 plates berisikan bentuk atau garis yang dapat digunakan untuk
pasien yang tidak bisa membaca angka. Penderita buta warna atau dengan kelainan
penglihatan wama dapat melihat sebagian ataupun sama sekali tidak dapat melihat
gambaran yang diperlihatkan.
Pada pemeriksaan pasien diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang
diperlihatkan. Apabila terdapat kelainan, pasien akan mengalami kebingungan baik dalam
cahaya, saturasi maupun kontur. Apabila pasien menggunakan kacamata, pasien harus
tetap menggunakan kacamatanya selama pemeriksaan. Penyakit tertentu dapat
menyebabkan gangguan penglihatan wama seperti buta merah dan hijau pada atrofi saraf
optik, optik neuropati toksik dengan pengecualian neuropati iskemia, glaukoma dengan
atrofi optik yang memberikan gangguan penglihatan biru-kuning.
Gambar 7. Tes buta warna dengan uji Ishihara dan Farnsworth Munsell Test
b. Pen light
2. Pemeriksaan Buta Warna
a. Buku Ishihara
5.3.4 Prosedur
Lapang pandang pasien secara praktis dapat dinilai dengan pemeriksaan sederhana
melalui tes konfrontasi. Tekhnik pemeriksaan test konfrontasi:
1. Lakukan informed consent.
2. Posisi pemeriksa berada di depan pasien (berhadapan) sejauh pada jarak 1 meter.
3. Pemeriksaan diawali pada mata kanan, pasien diminta untuk menutup mata
kirinya dengan menggunakan telapak tangan, kemudian pemeriksa menutup
mata kanannya. Lapang pandang yang didapat mata kiri pemeriksa dianggap
normal dan sebagai acuan untuk memeriksa mata kanan pasien.
4. Pasien diminta melihat lurus ke mata kiri pemeriksa sebagai titik fiksasi.
5. Gerakkan jari pemeriksa digerakkan dari arah luar ke dalam di setiap kuadran dan
nilai apakah pasien dapat melihat jari tersebut sebagaimana penglihatan
pemeriksa sesuai dengan derajat luasnya.
6. Ulangi prosedur yang sama pada mata kiri pasien.
7. Catat lokasi kuadran yang terdapat gangguan lapangan pandang
5.4 Pemeriksaan Gerak Bola Mata, Refleks Pupil, dan Refleks Cahaya Kornea (Hirschberg Test)
5.4.1 Pemeriksaan Gerak Bola Mata
5.4.1.1 Pengantar Teori
Gerak bola mata yang normal di nilai dengan gerak terkonjugasi yaitu gerak mata kiri dan
kanan ke arah yang sama dengan sumbu mata yang sejajar. Keterbatasan dan gangguan
gerak bola mata akan mendeteksi dan menunjukan kelainan - kelainan neuromuskuler pada
otot mata.
Terdapat enam otot penggerak bola mata, yaitu :
● M. Oblikus Inferior: dipersarafi N.III, bekerja menggerakkan mata keatas, abduksi dan
eksiklotorsi
● M. Oblikus Superior: dipersarafi N.IV, berfungsi menggerakkan bola mata untuk
depresi terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.
● M. Rektus Inferior: dipersarafi oleh N.III, berfungsi menggerakkan bola mata depresi,
eksiklorotasi dan aduksi.
● M. Rektus Lateral: dipersarafi oleh N.VI, dengan fungsi abduksi bola mata.
● M. Rektus Medial: dipersarafi oleh N.III, berfungsi untuk aduksi bola mata
● M. Rektus Superior: dipersarafi oleh N.III, berfungsi pada elevasi, aduksi dan
insiklotorsi
Pemeriksaan gerak bola mata meliputi 9 arah yaitu pada posisi primer, posisi sekunder dan
posisi tersier.Gerakan bola akan menentukan fungsi secara anatomis dan kepentingan
diagnostik
5.4.1.2 Tujuan Pembelajaran
a. Mahasiswa mampu posisi primer, sekunder dan tertier bola mata
b. Mahasiswa mampu menilai gerakan normal bola mata dan keterbatasannya
5.4.1.4 Prosedur
1. Pasien duduk di hadapan pemeriksa dengan posisi sejajar dan sama tinggi.
2. Mintalah pasien untuk memandang lurus ke arah objek fiksasi (senter, jari tangan)
yang berjarak 30-40 cm di depan matanya
3. Arahkan objek fiksasi/cahaya pada bola mata sehingga kedua bola mata
mendapatkan cahaya sama banyak.
4. Minta pasien menggerakkan matanya mengikuti arah senter pemeriksa tanpa
menggerakkan kepala. Nilai lah gerak bola dengan 9 posisi, yaitu:
5. Perpindahan arah pergerakan mata di mulai dari posisi lurus ke arah kanan , berlanjut
ke atas dan terus ke bawah . Dari posisi lurus kembali di arahkan ke kiri , berlanjut ke
atas dan terus ke bawah. Gerakan tersebut membentuk huruf H
6. Amati posisi dan gerakan kedua bola mata selama digerakkan.
Normal: kedua mata bergerak bersamaan melihat ke arah yang sama sesuai instruksi.
Pada keadaan normal pemberian cahaya akan membuat pupil miosis (konstriksi), bentuk pupil
bulat , diameter 3-4 mm, berada di sentral dan berwarna hitam . Kondisi ada nya infeksi atau
inflamasi di dalam ruangan anterior chamber dapat menimbulkan sinekia posterior yang
membuat pupil ireguler atau timbul kekeruhan lensa. Trauma dan glaukoma dapat membuat
pupil mid-dilatasi /dilatasi.
5.4.2.4 Prosedur
1. Mata pasien difiksasi pada jarak tertentu dengan menggunakan objek yang bisa di lihat
dan dikenali (Gambar atau benda)
2. Berikan cahaya dari sumber cahaya yang terang
3. Observasi pupil secara keseluruhan meliputi: bentuk, diameter, lokasi, warna iris,
kelainan bawaan , dan kelainan lain.
4. Rangsangan cahaya diberikan selama 2-5 detik.
5. Nilai refleks pupil langsung pada satu mata dan refleks tidak langsung pada fellow eye (
mata sebelahnya ).
6. Gunakan sumber cahaya yang dapat membantu melihat refleks tidak langsung pada fellow
eye
Respon pupil langsung di nilai ketika diberikan cahaya yang terang ,pupil akan miosis ( mengecil
). Dilakukan pada masing-masing mata.
Refleks pupil tidak langsung (consensual)
Dinilai bila cahaya diberikan pada salah satu mata, maka fellow eye akan memberikan respon
yang sama. Observasi dengan sumber cahaya lain yang lebih redup.
Isokoria fisiologis
Keadaan ini dapat ditemukan pada 20% populasi dengan perbedaan ke 2 pupil <1 mm.
● Kelainan pupil akibat adanya kerusakan pada jalur aferen parasimpatis/nervus optikus.
● Teknik pemeriksaan dengan swingging light reflect.
● Pada mata dengan RAPD (+) terjadi penurunan konstriksi pupil bila diberikan cahaya
Abnormal pupil
5.4.1.4 Prosedur
1. Penderita duduk sejajar dan sama tinggi dengan pemeriksa.
Normal (ortho) : Pantulan sinar tampak di tengah pupil pada kedua mata
Deviasi15derajat : Pantulan sinar tampak di tengah pupil pada mata yang fiksasi dan di
pinggir pupil pada mata yang deviasi
Deviasi 30 derajat : Pantulan sinar tampak di tengah pupil pada mata yang fiksasi dan di
pertengahan antara pupil dan limbus pada mata yang deviasi.
Deviasi 45 derajat : Pantulan sinar tampak di tengah pupil pada mata yang fiksasi dan di
pinggir limbus pada mata yang deviasi.
Menilai segmen posterior mata meliputi media vitreus, papil nervus optikus dan retina
Anatomi mata
Oftalmoskop
Gambar 19. Oftalmoskop Gambar 20. Pemeriksaan funduskopi direk
Prosedur
1. Siapkan oftalmoskop terlebih dahulu, pastikan dapat berfungsi baik , sesuaikan
kelainan refraksi pemeriksa dan kelainan refraksi pasien dengan kekuatan dioptri
yang ada pada oftalmoskop
2. Pasien duduk dengan pandangan mata melihat jauh
3. Berdiri di samping pasien, beritahu apa yang akan dikerjakan
4. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa begitu juga mata kiri
pasien di periksa dengan mata kiri
5. Atur ukuran apertura lampu: ukuran besar untuk pupil yang lebar, ukuran kecil
untuk pupil kecil
6. Arahkan lampu ke pupil sampai terlihat papil nervus optikus, telusuri pembuluh
darah dan seluruh retina
7. Lakukan pemeriksaan pada ke dua mata
Normal
Papil Glaucomatous
Papile edem
Atrofi Papil
Prosedur
1. Bentuk ujung kapas dengan pinset steril agar terbentuk ujung yang runcing
dan halus
2. Fiksasi mata pasien ke atas agar bulu mata tidak dikenai saat kornea
disentuhkan kapas
3. Fiksasi mata pasien ke arah atas
4. Fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien dan ujung kapas yang halus serta
runcing disentuhkan dengan hati-hati pada kornea.
5. Dilakukan pada mata yang tidak sakit terlebih dahulu
Hasil
1. Mata dengan sensibilitas normal akan segera mengedip dan bila ada
gangguan sensibilitas kedipan akan melambat / tidak berkedip
2. Bandingkan hasil pemeriksaan sensibilitas pada kedua mata pasien.
5.7.3 Prosedur
1. Cuci tangan pemeriksa
2. Pasien duduk didepan slit lamp
3. Mata kanan pasien diperiksa dengan tangan kiri pemeriksa. Ibu jari memegang
margo, telunjuk memegang kelopak bagian atas dan meraba tarsus, lalu
balikkan
4. Setelah pemeriksaan selesai kembalikan posisi kelopak mata.
5. Lakukan pemeriksaan untuk mata sebelahnya
Selain dengan menggunakan alat khusus terdapat metode pemeriksaan TIO yang lebih
praktis, yaitu dengan menggunakan jari. Namun pemeriksaan ini adalah yang
keakuratannya paling rendah dan tidak disarankan untuk menjadi pemeriksaan rutin pada
pasien glaukoma.
5.8.3 Prosedur
1. Mencuci tangan
2. Melakukan informed consent
3. Meminta pasien menutup kedua matanya
4. Dengan menggunakan kedua jari ditangan lakukan penekanan pada kelopak atas
mata dengan penekanan bergantian
5. Nilai reaksi lenturan bola mata (ballotement) pada jari kanan/kiri
6. Lakukan pada mata satu lagi dan lakukan penilaian
Interpretasi dari pemeriksaan TIO secara palpasi ini dinyatakan dengan N (normal),
N+1, N+2, N+3 untuk TIO yang tinggi atau N-1, N-2, N-3 untuk TIO yang lebih rendah.
Cara pemeriksaan ini sangat subjektif dan memerlukan pengalaman yang banyak
sehingga keakuratannya juga rendah. Namun pada kondisi tertentu, misalnya pada
kelainan kornea seperti ulkus kornea dimana pemeriksaan menggunakan tonometer
Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman tidak dapat dilakukan, pemeriksaan
tonometer digital ini sangat berguna dan dapat diaplikasikan untuk mengukur tekanan
bola matanya.
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No Aspek yang Dinilai Bobot Nilai
0 1 2
1 Memperkenalkan diri
(……………………………………………….)
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No Aspek yang Dinilai Bobot Nilai
0 1 2
(……………………………………………….)
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No Aspek yang Dinilai Bobot Nilai
0 1 2
1 Menerangkan tujuan dan cara pemeriksaan
2 Posisi pemeriksa berada di depan pasien 20%
(berhadapan) sejauh 1 m
3 Pemeriksaan diawali pada mata kanan, pasien
diminta untuk menutup mata kirinya dengan
menggunakan telapak tangan, kemudian
pemeriksa menutup mata kanannya. Lapang
pandang yang didapat mata kiri pemeriksa
dianggap normal dan sebagai acuan untuk
memeriksa mata kanan pasien.
4 Pasien diminta melihat lurus ke mata kiri 80%
pemeriksa sebagai titik fiksasi
5 Gerakkan jari pemeriksa dari arah luar ke dalam
di setiap kuadran dan nilai apakah pasien dapat
melihat jari tersebut sebagaimana penglihatan
pemeriksa.
6 Lakukan prosedur yang sama pada mata kiri
pasien
TOTAL NILAI 100%
(……………………………………………….)
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No Aspek yang Dinilai Bobot Nilai
0 1 2
1 Menerangkan tujuan dan cara
20%
pemeriksaan kepada pasien
2 Fiksasi mata pada objek/senter, menilai
dan menginterpretasikan posisi bola mata
(Hirschberg test)
3 Menilai gerak bola mata 9 posisi
80%
4 Fiksasi mata pada jarak tertentu, menilai
bentuk
5 Menilai refleks pupil langsung dan tidak
langsung
Total Nilai 100%
(……………………………………………….)
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No Aspek yang Dinilai Bobot Nilai
0 1 2
1 Menerangkan tujuan dan cara
20%
pemeriksaan kepada pasien
2 Menyesuaikan kelainan refraksi pemeriksa
dengan kekuatan dioptri oftalmoskop
3 Menyuruh pasien melihat jauh
4 Memeriksa fundus mata kanan pasien
80%
dengan mata kanan pemeriksa dan
sebaliknya
5 Mampu menilai gambaran funduskopi
normal
Total Nilai 100%
(……………………………………………….)
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No Aspek yang Dinilai Bobot Nilai
0 1 2
1 Mempersiapkan alat dan bahan untuk
pemeriksaan sensibilitas kornea
2 Menerangkan tujuan dan cara 20%
pemeriksaan
kepada pasien
3 Fiksasi mata pasien ke atas
4 Fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien
5 Menyentuhkan ujung kapas pada kornea
pasien 80%
6 Melakukan hal yang sama pada mata
sebelahnya
7 Menyatakan sensasinya pada kedua mata
Total Nilai 100%
(……………………………………………….)
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No Aspek yang Dinilai Bobot Nilai
0 1 2
1 Menerangkan tujuan dan cara
pemeriksaan kepada pasien 10%
2 Mencuci kedua tangan
3 Membalikkan kedua kelopak mata
4 Mengembalikan posisi kelopak mata 90%
seperti semula
Total Nilai 100%
(……………………………………………….)
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No Aspek yang Dinilai Bobot Nilai
0 1 2
1 Mencuci tangan
2 Menerangkan tujuan dan cara 20%
pemeriksaan
3 Meminta pasien menutup kedua matanya
4 Dengan menggunakan kedua jari tangan,
lakukan penekanan atau pada kelopak atas
mata yang diperiksa secara simultan
dengan penekanan bergantian
80%
5 Nilai reaksi lenturan bola mata
(ballotement) pada jari kanan/kiri ketika
jari satunya melakukan penekanan
6 Lakukan pada mata satu lagi dan lakukan
penilaian
Total Nilai 100%
(……………………………………………….)
KETERAMPILAN KLINIK 5B
TOPIK 6
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK TELINGA, PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN
Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu pergerakan, kira kira 20- 30 cm
di depan dada pemeriksa dengan sudut kira kira 60 derajat, lingkaran fokus dari lampu,
diameter 2-3 cm.
Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak lurus. Untuk
meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas belakang , dan tragus ditarik ke depan.
Pada anak, daun telinga ditarik ke bawah. Dengan demikian liang telinga dan membran
timpani akan tampak lebih jelas. Pemeriksaan daun telinga baik kanan atau kiri, kedua
daun telinga pasien dipegang dengan tangan kiri pemeriksa. Telinga kanan pasien
dipegang oleh jempol (ibu jari) dan telunjuk serta tiga jari lainnya berada di prosesus
mastoid, sedangkan telinga kiri pasien dipegang oleh ibu jari dan telunjuk sedangkan tiga
jari lainnya berada di bagian anterior tragus.
Liang telinga dikatakan lapang apabila pada pemeriksaan dengan lampu kepala tampak
membran timpani secara keseluruhan (pinggir dan reflex cahaya). Seringkali terdapat
banyak rambut di liang telinga, atau liang telinga sempit (tak tampak keseluruhan
membran timpani) sehingga perlu dipakai corong telinga. Pada anak oleh karena liang
telinganya sempit lebih baik dipakai corong telinga.
Kalau ada serumen, bersihkan dengan cara ekstraksi apabila serumen padat, irigasi
apabila tidak terdapat komplikasi irigasi atau di suction bila serumen cair. Untuk
pemeriksaan detail membran timpani seperti perforasi, hiperemis atau bulging dan
retraksi, dipergunakan otoskop. Otoskop dipegang seperti memegang pensil. Dipegang
dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan dan dengan tangan kiri bila
memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang
memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien.
Daun Telinga
Diperhatikan bentuk serta tanda-tanda peradangan atau pembengkakan. Daun telinga
ditarik, untuk menentukan nyeri tarik dan menekan tragus untuk menentukan nyeri tekan.
Daerah Mastoid
Adakah jaringan sikatrik, abses atau fistel di belakang telinga. Mastoid diperkusi untuk
menentukan nyeri ketok.
Liang Telinga
Lapang atau sempit, dindingnya adakah edema, hiperemis atau ada furunkel. Perhatikan
adanya polip atau jaringan granulasi, tentukan dari mana asalnya. Apakah ada serumen
atau sekret.
Membran Timpani
Dinilai warna, reflek cahaya, perforasi dan tipenya dan gerakannya.
Warna membran
timpani yang normal putih seperti putih mutiara.
Refleks cahaya normal berbentuk
kerucut, warna seperti air raksa.
Bayangan kaki maleus jelas kelihatan bila terdapat retraksi
membrane timpani ke arah dalam.
Perforasi umumnya berbentuk bulat. Bila disebabkan oleh trauma biasanya berbentuk
robekan dan di sekitarnya terdapat bercak darah. Lokasi perforasi dapat di atik (di daerah
pars flaksida), di sentral (di pars tensa dan di sekitar perforasi masih terdapat membran)
dan di marginal (perforasi terdapat di pars tensa dengan salah satu sisinya langsung
berhubungan dengan sulkus timpanikus).
Gerakan membran timpani normal dapat dilihat dengan memakai balon otoskop. Pada
sumbatan tuba Eustachius tidak terdapat gerakan membran timpani ini.
telinga
Tes Rinne
Prinsip : Membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga
Garpu tala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid. Setelah tidak
terdengar, garpu tala dipindahkan dan dipegang kira-kira 2,5 cm di depan liang
telinga yang di periksa
Masih terdengar :Rinne (+), tidak terdengar : Rinne (-)
Tes Weber
Prinsip tes Weber : Membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan
penderita
Garpu tala digetarkan di linea mediana, dahi atau di gigi insisivus atas kemudian
tentukan bunyi terdengar di mana ?
- sama keras di kedua telinga
- terdengar lebih keras di salah satu telinga
Penilaiannya ada atau tidak ada lateralisasi
Interpretasi
- Lateralisasi ke telinga sakit (tuli konduktif yang sakit)
- Lateralisasi ke telinga sehat ( tulisaraf yang sakit)
Tes Schwabach
Prinsip : Membandingkan hantaran tulang yang diperiksa dengan pemeriksa,
dimana pemeriksa harus normal
Garputala digetarkan, di letakkan di prosesus mastoid yang diperiksa, setelah tidak
terdengar bunyi garputala dipindahkan ke prosesus mastoid pemeriksa dan
sebaliknya
Interprestasi :
- Schwabach memanjang gangguan konduksi
- Schwabach memendek gangguan sensorineural
- Schwabach sama normal
3. Otoskop
6.5. Referensi
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Edisi 6. 2007
2. Bailey’s Head and Neck Otorhinolaryngology. Elsevier, 5th Edition, 2014.
3. Basic Otorhinolaryngology, a Step by Step Learning Guide. Thieme, 2 nd Edition, 2006.
4. Ninla Elmawati Falabiba. Scott-Brown Otorhinolaryngology Head and neck surgery
Volume 1. Eigth edit. Watkinson J. 2019: 961–976.
5. Maves MD. Surgical anatomy of head and neck. In: Bailey’s Head & Neck Surgery
Otorinolaryngology. 2014: 359-370.
6. Kennedy WD. Diseases of the sinuses Diagnosis and Management. 2001: 1–12.
Nama :
NIM :
Kelompok :
SKOR
NO. ASPEK PENILAIAN Bobot Nilai
0 1 2
I. TAHAP PERSIAPAN:
1. Memberikan salam pembuka dan perkenalkan diri
2. Menginformasikan ke pasien mengenai tindakan yang
10%
akan dilakukan (informed consent)
3. Persiapan alat-alat pemeriksaan
II. TAHAP PELAKSANAAN
4. Memakai lampu kepala dengan benar
5. Cuci tangan sebelum tindakan
6. Mengatur posisi pasien sesuai dengan tujuan
pemeriksaan 40%
7. Melakukan pemeriksaan telinga luar
8. Melakukan pemeriksaan liang telinga
9. Melakukan pemeriksaan dengan otoskop
10. Melakukan pemeriksaan dengan garpu tala
o Mengetahui frekuensi garpu tala
o Menggetarkan garpu tala dengan benar
o Melakukan pemeriksaan Rinne 40%
o Melakukan pemeriksaan Weber
o Melakukan pemeriksaan Schwabach
III. TAHAP INTERPRETASI
11. Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada instruktur
30%
12. Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada pasien
TOTAL 100%
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan Padang, ……………………………….2022
1 = Dilakukan tapi perlu perbaikan Instruktur,
2 = Dilakukan dengan sempurna
KETERAMPILAN KLINIK 5B
TOPIK 7
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN HIDUNG, SWAB NASOFARING DAN OROFARING
Tingkat kompetensi keterampilan pada sistem respirasi (indera penciuman) SKDI 2012
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot lecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung.
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan
yang terletak di bawah hidung, yaitu :
1) Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2) Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (cartilago alar mayor)
3) Tepi anterior cartilago septum nasi
Tahun Akademik 2022/2023 Page 128
Buku Panduan Keterampilan Klinik 5
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan
kavumnasi kiri. Pintu atau lobang masuk bagian depan disebut nares anterior dan
lobang belakang disebut dengan nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum
nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang
nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai
banyak kelenjer sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang yaitu lamina perpendikularis os ethmoid,
vomer, krista nasalis os maksila, dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan
yaitu kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela
ethmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka
superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.
Batas Rongga Hidung
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila
dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk lamina
kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina
kribriformis merupakan lempeng tulang berasal dari os ethmoid, tulang ini berlobang
lobang (kribrosa=saringan) tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di
bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.
Kompleks Osteomeatal (KOM)
Kompleks osteomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral hidung
yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang
membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum ethmoid, hiatus
semilunaris, bula ethmoid, agger nasi dan resesus frontal. Jika terjadi obstruksi atau
sumbatan pada celah yang sempit ini maka akan terjadi perubahan patologis yang
Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kisselbach letaknya superfisial dan mudah cedera
oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan hidung),
terutama pada anak anak.
Vena vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.
optalmika yang berhubungan dengan sinus kovernosus, vena vena di hidung tidak
mempunyai katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya
penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.
Persarafan Hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.
ethmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n.
optalmikus (N V-1).
Rongga hidung lainnya, selain memberikan persarafan sensoris, juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion
sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.
Fungsi penghidu berasal dari n. olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina
kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel sel
reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
2. Spatula Lidah
3. Kaca Tenggorok
4. Lampu Kepala
Prosedur
3. Rinoskopi Posterior
Untuk pemeriksaan ini dipakai kaca tenggorok nomor 2 sampai 4. Kaca ini
dipanaskan dulu dengan lampu spritus atau dengan merendamkannya di air panas
supaya kaca tidak menjadi kabur oleh nafas pasien. Sebelum dipakai harus diuji dulu
pada punggung tangan pemeriksa apakah tidak terlalu panas.
Lidah pasien ditekan dengan spatula lidah, pasien bernafas melalui mulut kemudian
kaca tenggorok dimasukkan ke belakang uvula dengan arah kaca ke atas. Setelah itu
pasien diminta bernafas melalui hidung. Perlu diperhatikan kaca tidak boleh
menyentuh dinding posterior faring supaya pasien tidak terangsang untuk muntah.
Sinar lampu kepala diarahkan ke kaca tenggorok dan diperhatikan:
o septum nasi bagian belakang
o nares posterior (koana)
o sekret di dinding belakang faring (post-nasal drip)
o dengan memutar kaca tenggorok lebih ke lateral maka tampak konka
superior, konka media dan konka inferior.
o Pada pemeriksaan rinoskopi posterior dapat dilihat nasopharing, perhatikan
muara tuba, torus tubarius dan fossa rossen muller.
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
(……………………………………………….)
Bahan Suhu
Jenis Spesimen Pengambilan Pengiriman Penyimpanan Keterangan
2. Swab Dacron
Gunakan swab yang terbuat dari
dacron/rayon steril dengan tangkai plastik
atau jenis flocked swab (tangkai lebih
lentur). Jangan menggunakan swab kapas
atau swab yang mengandung Calcium
alginat atau swab kapas dengan tangkai
kayu, karena mungkin mengandung
substansi yang dapat mengahambat proses
pemeriksaan secara molekuler.
4. Label nama
Berikan label yang berisi nama pasien dan
kode nomor spesimen. Jika label
bernomor tidak tersedia maka penamaan
menggunakan marker/pulpen pada bagian
berwarna putih di dinding cryotube.
5. Gunting
6. Alkohol 70%
7. Parafilm
8. Plastik Klip
Prosedur Nasofaring
No. Kegiatan Gambar
1. Sisihkan/buang seluruh sekret/cairan dari
hidung
Prosedur Orofaring
No. Kegiatan Gambar
1. Informasikan kepada pasien bahwa prosedur
ini dapat menyebabkan sensasi muntah dan
tindakan ini hanya beberapa detik saja.
2. Kepala pasien tetap dalam posisi tengadah.
Pasien diminta membuka mulut dengan lebar.
Lidah tetap di dalam rongga mulut. Lidah
jangan dikeluarkan.
Akhir Prosedur
No. Kegiatan Gambar
1. Masukkan swab dacron/rayon steril ke
dalam tabung media perlahan- lahan,
digunting lalu tutup tabung kembali dengan
rapat dan tabung kemudian dililit parafilm
dan masukkan ke dalam plastik klip.
Catatan:
Tahun Akademik 2022/2023 Page 142
Buku Panduan Keterampilan Klinik 5
1. Spesimen swab nasofaring dan orofaring nantinya ditempatkan di tabung VTM yang
sama untuk meningkatkan viral load.
2. Tutup tabung VTM jangan diletakkan di meja/permukaan apa pun, jika harus
diletakkan pastikan arah tutup menghadap ke atas agar tidak terjadi kontaminasi.
3. Saat menggunting/mematahkan swab jangan membuat spill/splashing.
4. Jika terjadi splashing, jangan panik, segera selamatkan spesimen, dekontaminasi
sekitar dengan alkohol 70%.
5. Selesai sampling pastikan barang yang akan keluar kamar tidak dalam keadaan
tercemar, lakukan dekontaminasi semua boks/instrumen yang terpapar dengan
alkohol 70%, baru keluar ruangan pasien.
6. Lepaskan APD di ruang terpisah.
7.2.5 Referensi
NEJM Procedure: Collection of Nasopharyngeal Specimens with the Swab Technique.
Diakses pada: https://youtu.be/DVJNWefmHjE
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No. Aspek Penilaian Bobot Nilai
0 1 2
I. TAHAP PERSIAPAN
1. Memberikan salam pembuka dan memperkenalkan
diri
2. Menginformasikan ke pasien mengenai tindakan 10%
yang akan dilakukan (informed consent)
3. Persiapan alat-alat pemeriksaan
II. TAHAP PELAKSANAAN
4. Cuci tangan sebelum dan setelah tindakan
5. Mengatur posisi pasien sesuai dengan tujuan
10%
pemeriksaan
6. Memakai lampu kepala dengan benar
7. Melakukan pemeriksaan swab nasofaring :
Memasukkan dacron swab ke rongga hidung,
menelusuri dasar rongga hidung
Melakukan swab nasofaring, dengan memutar
dacron searah jarum jam 60%
Masukkan hasil swab ke media transport
dengan benar
8. Cuci tangan setelah tindakan
III. TAHAP INTERPRETASI
9. Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada instruktur
20%
10. Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada pasien
TOTAL NILAI 100%
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No. Aspek Penilaian Bobot Nilai
0 1 2
TAHAP PERSIAPAN
1. Memberikan salam pembuka dan memperkenalkan
diri
2. Menginformasikan ke pasien mengenai tindakan yang 10%
akan dilakukan (informed consent)
3. Persiapan alat-alat pemeriksaan
TAHAP PELAKSANAAN
4. Cuci tangan sebelum dan setelah tindakan
5. Mengatur posisi pasien sesuai dengan tujuan
10%
pemeriksaan
6. Memakai lampu kepala dengan benar
7. Melakukan pemeriksaan swab orofaring:
Menekan dua pertiga anterior lidah dengan
spatula
Melakukan swab daerah tonsil dan daerah
posterior faring 60%
Masukkan hasil swab ke media transport dengan
benar
8. Cuci tangan setelah tindakan
TAHAP INTERPRETASI
9. Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada instruktur
20%
10. Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada pasien
TOTAL NILAI 100%
KETERAMPILAN KLINIK 5B
TOPIK 8
MENGHENTIKAN PERDARAHAN AKUT (TEKANAN LANGSUNG DAN TEKANAN TITIK)
3. Elevasi
Mempertahankan luka lebuh tinggi dari jantung akan menurunkan tekanan darah
pada luka, yang diharapkan akan mengurangi perdarahan. Teknik ini memungkinkan
dilakukan apabila perdarahan terjadi pada tungkai atas, tungkai bawah, dan kepala.
4. Ligasi
Merupakan tindakan pengikatan pembuluh darah dengan menggunakan material
penjahitan.
5. Tourniquet
Tourniquet merupakan metode penghentian perdarahan dengan melakukan
pengikatan proksimal dari sumber perdarahan. Penggunaan tourniquet dapat
menghentikan seluruh aliran darah ke arah distal. Penggunaan tourniquet terlalu
lama dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada bagian distal tourniquet.
Tahap persiapan
Perkenalan dengan pasien
Memberikan informasi kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan (pada
keadaan emergensi dilakukan secara simultan)
Mempersiapkan alat balut tekan
o Kassa steril
o Verban elastis
o Sarung tangan karet steril
Tahap pelaksanaan
a. Identifikasi luka
Proteksi diri dengan menggunakan sarung tangan karet steril. Sarung tangan akan
melindungi penolong dari cairan tubuh dan sekaligus melindungi penderita dari
kontaminasi tangan penolong.
Tempatkan pasien pada lokasi yang tenang
Elevasikan tungkai atau tempat yang mengalami luka
Identifikasi lokasi dan jenis luka (sesuaikan dengan dengan teori menegai jenis-jenis
luka). Jika ada bekuan darah yang menutup luka jangan diangkat. Jika ada benda
asing yang melekat atau menancap pada luka jangan di angkat.
Identifikasi sumber perdarahan (arteri, vena, atau kapiler)
Perlu diperhatikan, apabila kassa telah dipenuhi darah jangan dilepaskan, tetapi
tambah ketebalan kassa dan balutan.
Tahap persiapan
Perkenalan dengan pasien
Memberikan informasi kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan
(pada keadaan emergensi dilakukan secara simultan)
Tahap pelaksanaan
a. Identifikasi luka
Proteksi diri dengan menggunakan sarung tangan karet steril. Sarung tangan akan
melindungi penolong dari cairan tubuh dan sekaligus melindungi penderita dari
kontaminasi tangan penolong.
Tempatkan pasien pada lokasi yang tenang
Elevasikan tungkai atau tempat yang mengalami luka
Identifikasi lokasi dan jenis luka (sesuaikan dengan dengan teori mengenai jenis-
jenis luka). Jika ada bekuan darah yang menutup luka jangan diangkat. Jika ada
benda asing yang melekat atau menancap pada luka jangan di angkat.
Identifikasi sumber perdarahan (arteri, vena, atau kapiler)
8.5. Referensi
Sjamsuhidayat, R., & De Jong, W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-4. Jakarta: EGC. 2017.
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No. Aspek Penilaian Bobot Nilai
0 1 2
1. Memberikan salam pembuka dan memperkenalkan diri
Menginformasikan ke pasien mengenai tindakan yang
2.
akan dilakukan 20%
Proteksi diri dengan menggunakan sarung tangan karet
3.
steril
Aplikasi penekanan langsung dan balut tekan
4. Identifikasi lokasi luka
5. Identifikasi jenis luka
6. Identifikasi sumber perdarahan
7. Persiapan kassa steril
Melakukan penekanan langsung dengan kassa dan 40%
8.
tangan
9. Melakukan pemasangan balut tekan
10. Evaluasi perdarahan
11. Evaluasi bagian distal ekstremitas
Aplikasi penekanan tidak langsung/ penekanan titik
12. Identifikasi lokasi luka
13. Identifikasi jenis luka
14. Identifikasi sumber perdarahan
15. Identifikasi lokasi arteri yang mensuplai perdarahan 40%
16. Melakukan penekanan pada bagian proksimal arteri
17. Evaluasi perdarahan
18. Evaluasi bagian distal ekstremitas
Jumlah Nilai
(……………………………………………….)
Tahun Akademik 2022/2023 Page 152
Buku Panduan Keterampilan Klinik 5
KETERAMPILAN KLINIK 5C
TOPIK 9
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK GANGGUAN DERMATOLOGI
2. Palpasi Kulit
Penderita bisa dalam posisi duduk dan bisa posisi tidur. Pemeriksa menggunakan jari
telunjuk tangan kanan yang ditekankan pada permukaan lesi. Kemudian jari tersebut
diangkat, tampak permukaan lesi berwarna pucat sesaat, kemudian warna lesi kembali
ke warna semula (merah/eritem). Atau dapat juga dilakukan dengan tekhnik diaskopi
dengan cara menggunakan gelas objek. Gelas objek dipegang dengan jari-jari tangan
kanan kemudian ditekankan pada permukaan lesi. Tampak lesi berwarna pucat waktu
penekanan dengan gelas objek. Dan waktu gelas objek diangkat, warna lesi kembali
seperti semula (merah/eritem).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang: sesuai dengan jenis penyakit, seperti pemeriksaan KOH
(potasium hidroksida) 10 - 20% untuk infeksi jamur, pemeriksaan sinar wood untuk
pityriasis versikolor, dan pemeriksaan BTA untuk Morbus Hansen, pewarnaan gram
dan NaCl untuk pemeriksaan duh genitalia.
9.5 Referensi
Djuanda A (ed.). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2010.
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
KETERAMPILAN KLINIK 5C
TOPIK 10
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK GANGGUAN MUSKULOSKELETAL
A. Keluhan Utama
Ada tiga keluhan utama yang sering dikeluhkan penderita yang mengalami
gangguan muskuloskeletal dibidang ortopedi yaitu:
Tredelenberg gait
10.1.4. Referensi
Hoppenfeld, Stanley, and Richard Hutton. Physical Examination of the Spine and
Extremities. 2014.
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No. Aspek yang Dinilai Bobot Nilai
0 1 2
1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri 5%
Menanyakan keluhan utama ortopedi (nyeri,
2
deformitas dan disfungsi)
3 Menanyakan keluhan nyeri (PQRST)
Total Nilai
PEMERIKSAAN PALPASI :
PEMERIKSAAN SENDI
- Bandingkan kiri dan kanan tentang bentuk, ukuran, tanda radang, dan lain-lain
- Adanya nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri sumbu, dan lain-lain
- Nilai Range of Motion (ROM) secara aktif atau pasif
- Adanya bunyi “klik, krepitasi
- Adanya kontraktur sendi
A. Pemeriksaan Leher
1. Inspeksi
Suruh penderita duduk atau berdiri dengan posisi relaks. Pemeriksa memperhatikan
dari arah depan, samping dan belakang.
B. Pemeriksaan Bahu
1. Inspeksi simetris atau tidak
2. Palpasi bahu
3. Pergerakan
0-165
0-60
C. Pemeriksaan siku
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Pergerakan:
2. Palpasi
3. Pergerakan
2. Palpasi
3. Pergerakan
40o
30o
3. Pergerakan
Caranya:
- Membandingkan ukuran kiri dan kanan dengan melihat perbedaan tonjolan atau
sendi-sendi tertentu, seperti lutut kiri dengan lutut kanan, siku kiri dengan siku
kanan, ankle kiri dengan ankle kanan . Misalnya contoh gambar dibawah dimana A
tampak perbedaan ukuran tibia, dan B tampak perbedaan femur
A B.
1. Informed consent
2. Siapkan peralatan berupa meteran
3. Posisikan pasien telentang
4. Ekspos mulai dari atas umbilikus sampai telapak kaki (diusahakan menggunakan
pakaian yang tidak tebal yang bisa mnyebabkan bias dalam pengukuran)
5. Posisikan ekstemitas bawah pada posisi yang sama
6. Ukur lingkar paha pasien. Lingkar paha yang tidak sama akan memberikan hasil yang
bias
7. Identifikasi dan tandai umbilikus, SIAS dan puncak maleolus medialis
8. Selalu lakukan pemeriksaan pada sisi yang sehat terlebih dahulu
9. Lakukan pemeriksaan true length antara SIAS dan maleolus medialis
10. Lakukan pemeriksaan apparent length antara umbilikus dan maleolus medialis
Palpasi
Pergerakan
Palpasi
Pergerakan
10.2.5. Referensi
Hopenfeld Physical Examination
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No Aspek Yang dinilai Nilai
0 1 2
1 Menilai pergerakan leher
2 Melakukan pemeriksaan bahu
3 Memeriksa pergerakan sendi bahu
4 Melakukan pemeriksaan siku
5 Memeriksa pergerakan sendi siku
6 Melakukan pemeriksaan antebrachia
7 Melakukan pemeriksaan pergelangan tangan
dan jari
8 Memeriksa sendi pergelangan tangan dan jari-jari
9 Memeriksa gerakan punggung
10 Memeriksa pergerakan sendi panggul
11 Memeriksa gerakan sendi lutut
12 Memeriksa discrepency kesenjangan anggota
gerak
13 Memeriksa gerakan ankle dan kaki
TOTAL
KETERAMPILAN KLINIK 5C
TOPIK 11
PERAWATAN LUKA (REDRESSING, HECTING DAN REHECTING)
Tidak sedikit penderita yang menderita luka-luka karena berbagai sebab: trauma, bekas
operasi, efek radiasi , terlalu lama berbaring, atau pertumbuhan sel-sel kanker sampai ke
luar kulit. Sebagian di antaranya merupakan luka kronis yang tidak sembuh dalam waktu
14 hari. Supaya tidak menimbulkan infeksi dan menjadi semakin parah, luka memerlukan
perawatan khusus.
Definisi Luka
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat
substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul:
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal
yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura
seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau
yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau
oleh kawat.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio), yaitu kerusakan tubuh yang disebabkan oleh trauma panas
atau trauma dingin. Penyebabnya adalah api, air panas, listrik, kimia, radiasi dan
trauma dingin (frost bite).
Tahun Akademik 2022/2023 Page 179
Buku Panduan Keterampilan Klinik 5
Klasifikasi Luka
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital
dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika
diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme
pada luka spt luka kecelakaan.
Stadium III: Luka “Full Thickness”: yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan
atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia
tetapi tidak mengenai otot.
Stadium IV: Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
a. Luka akut: yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
karena faktor eksogen dan endogen.
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”,
yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: inflamasi. Proses penyembuhannya
mencakup beberapa fase, yaitu fase inflamasi, fase proliferatif, dan fase maturasi.
a. Usia
b. Infeksi
c. Hipovolemia
d. Hematoma
e. Benda asing
f. Iskemia
g. Diabetes
h. Pengobatan
‐ Steroid: akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
‐ Antikoagulan: mengakibatkan perdarahan
‐ Antibiotik: efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak
akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
Ada dua prinsip utama dalam perawatan luka kronis semacam ini.
botol, bukan dari gerusan tablet. Dokter akan memberi petunjuk lebih jauh tentang hal
ini, atau memberi resep tersendiri sesuai kondisi luka.
Prosedur
Prosedur perawatan luka yang harus dilakukan adalah perawatan luka basah dan
kering (lihat daftar tilik penilaian keterampilan klinik).
11.1.5 Referensi
1. Alimul Hidayat, Azis. Edisi 2 Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kedokteran.
Jakarta: Salemba Medika; 2008.
2. Eko W Nurul dan Ardiani Sulistiani. KDPK (Keterampilan Dasar Praktik Klinik
Kedokteran). Yogjakarta: Pustaka Rihama; 2010.
3. Kozier B., Erb G., Berman A, Snyder S, Lake R, and Harvey S. Fundamentals of
Nursing. Concepts, process and practice. Harlow: Pearson Education; 2008.
4. Lynn P. Taylor’s Clinical Nursing Skills. A Nursing Process Approach. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health |Lippincott Williams & Wilkins; 2011.
5. Potter and Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC; 2005.
6. Rosyidi K, Wulansari ND. Prosedur Praktik Keperawatan. Jakarta: Trans Info
Media; 2013
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No. Aspek Yang dinilai Bobot Nilai
0 1 2
1 Persiapan alat
Persiapan pasien dan lingkungan
2 Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan kepada
pasien 10%
3 Jaga privasi pasien
4 Mengatur posisi pasien senyaman mungkin dan
yang memudahkan kerja dokter.
Langkah-langkah
5 Mencuci tangan
6 Pakai sarung tangan non steril
10%
7 Pasang perlak dan alasnya di bawah luka pasien
8 Letakkan kidney basin di samping pengalas
9 Melepas plester dengan kapas alkohol
10 Balutan utama dibuka dengan pinset anatomis
jika perban sangat lengket bantu dengan
menyiramkan NaCl 0,9% secukupnya. Jika yang
terangkat kassa bagian luar, maka biarkan kassa
bagian dalam (akan diangkat dengan
menggunakan alat steril)
11 Buang perban lama ke dalam kidney basin
12 Observasi karakteristik luka: tanda-tanda infeksi,
warna, ukuran dan adakah cairan yang keluar. 70%
13. Lepaskan sarung tangan non steril
14. Buka bak instrument steril (jangan lupa ganti alas
atau duk dengan duk steril)
15. Tuangkan cairan NaCl 0,9% ke dalam cucing/kom
16 Buka dan keluarkan isi tulle ke dalam set steril
(jika menggunakan tulle). Tuangkan larutan
antiseptic ke dalam cucing yang lain (jika
menggunakan povidone iodine)
17 Pasang sarung tangan steril
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
No Skor
Aspek Yang dinilai Bobot Nilai
. 0 1 2
1 Persiapan alat
Persiapan pasien dan lingkungan
2 Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan kepada
pasien 10%
3 Jaga privasi pasien
4 Mengatur posisi pasien senyaman mungkin dan
yang memudahkan kerja dokter.
Langkah-langkah
5 Mencuci tangan
6 Pakai sarung tangan non steril
10%
7 Pasang perlak dan alasnya di bawah luka pasien
8 Letakkan kidney basin di samping pengalas
9 Melepas plester dengan kapas alkohol
10 Balutan utama dibuka dengan pinset anatomis
jika perban sangat lengket bantu dengan
menyiramkan NaCl 0,9% secukupnya. Jika yang
terangkat kassa bagian luar, maka biarkan kassa
bagian dalam (akan diangkat dengan
menggunakan alat steril)
11 Buang perban lama ke dalam kidney basin
12 Observasi karakteristik luka: tanda-tanda infeksi,
warna, ukuran dan adakah cairan yang keluar.
70%
13. Lepaskan sarung tangan non steril
14. Buka bak instrument steril
15. Tuangkan cairan NaCl 0,9% ke dalam cucing/kom
16 Buka dan keluarkan isi tulle ke dalam set steril
(jika menggunakan tulle). Tuangkan larutan
antiseptik ke dalam cucing yang lain (jika
menggunakan povidone iodine)
17 Buka bungkus spuit dan letakkan spuit di dalam
bak instrument
18 Pasang sarung tangan steril
Alat dan bahan yang digunakan dalam penjahitan luka dapat dilihat pada gambar di bawah
ini:
Sumber: http://c11104066.blogspot.com/2011/12/pengenalan-instrumen-dasar-bedah-
minor.html
Secara garis besar instrumen yang digunakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam memilih benang jahit: jenis bahannya, kemampuan
tubuh untuk menyerapnya, dan susunan filamennya.
Benang yang dapat diserap (Absorbable Suture): Benang ini dapat menimbulkan reaksi
jaringan setempat yang dapat menyebabkan fistel benang atau infiltrasi jaringan yang
mungkin ditandai dengan indurasi.
a. Alami (Natural):
‐ Plain Cat Gut: dibuat dari bahan kolagen sapi atau domba. Benang ini hanya memiliki
daya serap pengikat selama 7 - 19 hari dan akan diabsorbsi secara sempurna dalam
waktu 70 hari.
‐ Chromic Cat Gut dibuat dari bahan yang sama dengan plain cat gut namum dilapisi
dengan garam Chromium untuk memperpanjang waktu absorbsinya sampai 90 hari.
b. Buatan (Synthetic): benang-benang yang dibuat dari bahan sintetis, seperti Polyglactin
(merk dagang Vicryl atau Safil), Polyglycapron (merk dagang Monocryl atau Monosyn),
dan Polydioxanone (merk dagang PDS II). Benang jenis ini memiliki daya pengikat lebih
lama, yaitu 2-3 minggu, diserap secara lengkap dalam waktu 90-120 hari.
Benang yang tak dapat diserap (Non-absorbable suture): pada umumnya benang ini tidak
menimbulkan reaksi jaringan karena bukan merupakan bahan biologik. Oleh karena tidak
dapat diserap, benang ini akan tinggal di permukaan jahitan dan biasanya digunakan untuk
jaringan yang sukar sembuh. Benang yang tidak dapat diserap terdiri atas:
a. Alamiah (Natural): benang silk (sutera) yang dibuat dari protein organik bernama
fibroin, yang terkandung di dalam serabut sutera hasil produksi ulat sutera.
b. Buatan (Synthetic): benang dari bahan dasar nylon (merk dagang Ethilon atau
Dermalon), Polyester (merk dagang Mersilene) dan Poly propylene (merk dagang
Prolene).
Ukuran benang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan jahitan. Faktor
lainnya adalah jumlah jahitan yang dibuat, jarak jahitan dan jenis benang. Ukuran benang
terkecil menurut standar Eropa adalah 11.0 (=11 kali 0) dan terbesar adalah ukuran 7.
Secara garis besar dikenal empat jenis jahitan. Berikut keempat jenis jahitan tersebut
beserta keuntungan dan kerugiannya:
1. Jahit
simpul
tunggal
(jahitan
terputus
sederhana,
simple
interrupted suture).
Sumber: French
Indikasi: untuk semua luka dan untuk jahitan situasi. Biasanya digunakan antara lain
untuk jahitan di labia, otot, spingter anus, memperbaiki mukosa rectum, dan
menyambung robekan pembuluh darah (French).
Keuntungan: bila benang putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan bila terjadi
infeksi luka, cukup dibuka jahitan di tempat yang terinfeksi. Kerugian: waktu untuk
penjahitan lebih lama.
Teknik penjahitan:
a. Jarum ditusukkan dengan sudut 900 pada kulit sisi pertama dan dimasukkan ke
jaringan subkutan terus ke kulit sisi lainnya. Lebar dan kedalaman jarinagn kulit dan
subkutan yang dijahit diusahakan dapat mendekat dengan posisi membuka kearah
luar (everted)
b. Jarum dipegang dan benang diikat untuk membuat simpul.
c. Penjahitan dilakukan dari ujung luka satu keujung luka yang lain
2. Jahitan jelujur (basting stitch, simple running suture, simple continuous, continuous over
and over).
3. Jahitan matras baik vertikal (vertical mattress suture, Donati, near to near and far to
far) maupun horizontal (horizontal mattress suture, interrupted mattress)
Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian dilanjutkan dengan
menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena
di dekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini. Penjahitan dilakukan dengan menjahit
sedalam penampang vertikal/horizontal luka. Keuntungan cara ini adalah luka tertutup
rapat sampai ke dasar luka sehingga dapat dihindari terjadinya rongga dalam luka.
1. Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka keluar di daerah dermis
kulit salah satu dari tepi luka.
2. Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang lain, secara
bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang lain, untuk kemudian
dikeluarkan pada kulit 1-2 cm dari ujung luka yang lain.
3. Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua sisi secara
parallel disepanjang luka tersebut.
Prosedur yang harus dilakukan adalah penjahitan luka serta mengangkat dan mengambil
jahitan (lihat daftar tilik penilaian keterampilan klinik).
Tindakan ini merupakan cara yang dilakukan untuk menutup luka melalui jahitan,
bertujuan mencegah terjadinya perdarahan, mencegah infeksi silang dan mempercepat
proses penyembuhan.
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengangkat jahitan luka bedah atau
mengambil jahitan pada luka bedah dengan cara memotong simpul jahitan, yang
bertujuan mencegah infeksi silang dan mempercepat proses penyembuhan luka.
11.2.5 Referensi
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
No Skor
Aspek Yang dinilai Bobot Nilai
. 0 1 2
1 Persiapan alat
Persiapan pasien dan Lingkungan
2 Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan kepada
pasien
3 Meminta persetujuan tindakan medis
10%
4 Menjaga privasi pasien
5 Mengatur pasien senyaman mungkin dan
memudahkan kerja dokter
Persiapan Petugas
6 Mencuci tangan
Langkah-langkah:
7 Memasang perlak dan pengalasnya
8 Memasang Sarung tangan
9 Mengkaji luka, kedalamnya, luasnya dan keadaan
luka
10 Membersihkan luka dengan larutan antiseptik
menggunakan kassa terpisah untuk setiap
usapan, membersihkan luka dari area yang
kurang terkontaminasi ke area kontaminasi
11 Menggunakan injeksi lidokain (hisap lidokain 1%
ke dalam spuit atau untuk lidokain 2% encerkan
80%
dengan menggunakan aqua for injection dengan
perbandingan 1 : 1 )
12 Lakukan desinfeksi pada ujung luka / daerah yang
akan disuntikan menggunakan alkohol 70%
secara sirkulair dengan diameter kurang lebih 5
cm
13 Menyuntikkan lidokain secara sub cutan di sekitar
tepi luka
14 Lakukan aspirasi, apabila tidak ada darah
masukkan lidokain secara perlahan-lahan sambil
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelompok :
Skor
No. Aspek yang Dinilai Bobot Nilai
0 1 2
1. Persiapan alat dan bahan
2. Cuci tangan
10%
3. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
4. Gunakan sarung tangan steril
5. Buka plester dan balutan dengan menggunakan
pinset
6. Bersihkan luka dengan menggunakan
savlon/sublimat, H2O2, boorwater atau NaCl 0,9%
sesuai dengan keadaan luka. Lakuan hingga bersih.
7. Angkat jahitan dengan menarik simpul jahitan
sedikit ke atas, kemudian gunting benang dan tarik
hingga hati-hati lalu di buang pada kasa yang 80%
disediakan.
8. Tekan daerah sekitar luka hingga pus/nanah tidak
ada.
9. Berikan obat luka.
10. Tutup luka dengan manggunakan kasa steril
11. Balut luka
12. Catat perubahan keadaan luka
13. Merapikan pasien
14. Membereskan alat yang digunakan
10%
15. Melepaskan handschoen
16. Mencuci tangan
17. Melakukan dokumentasi
Total Nilai 100%
(……………………………………………….)