KETERAMPILAN KLINIK 4A
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
VISI
Menjadi program studi profesi dokter yang terkemuka dan bermartabat terutama di bidang penyakit
tidak menular pada tahun 2028.
MISI
1. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan berkualitas yang menghasilkan tenaga
dokter yang profesional.
2. Melaksanakan penelitian dalam mengembangkan ilmu pengetahuan kedokteran yang sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terutama di bidang
penyakit tidak menular.
3. Melaksanakan pengabdian masyarakat yang berkualitas yang berdasarkan perkembangan ilmu
kedokteran terkini terutama di bidang penyakit tidak menular dengan melibatkan peran serta
masyarakat.
Tim Penyusun
dr. Noverika Windasari, Sp.F.M
dr. Shinta Ayu Intan, Sp.PA
Editor
dr. Syandrez Prima Putra, M.Sc.
dr. Mutia Lailani, M.Sc
Kontributor
Dr. dr. Saptino Miro, SpPD-KGEH, FINASIM
dr. Andry Kurniawan, SpPD, FINASIM
(Topik 1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Masalah Gastrointestinal, Hepatobilier, dan Pankreas)
Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam
bentuk apapun tanpa izin dari Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Yang bertanda tangan di bawah ini Ketua Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas, menyatakan bahwa Buku Panduan Keterampilan Klinik 4A yang disusun oleh:
Telah mengacu pada Kurikulum Berbasis Kompetensi Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Periode 2019-2024 dan dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan
keterampilan klinik pada pendidikan tahap akademik Program Studi Kedokteran FK UNAND tahun
2023/2024.
Mengetahui
Wakil Dekan I Ketua MEU
Dr. dr. Efrida, Sp.PK (K), M.Kes dr. Gardenia Akhyar, Sp.D.V.E, Subsp. D.A.I
NIP. 197010021999032002 NIP. 197603242005012004
Alhamdulillahirabbil‘alamin, segenap puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas
tersusunnya Buku Panduan Keterampilan Klinik 4A pada tahun akademik 2023/2024. Panduan ini
digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan aktivitas keterampilan klinik di semester 4 sesuai
dengan jadwal kegiatan akademik yang terdapat di dalamnya.
Terima kasih kami sampaikan kepada tim yang telah menyusun buku panduan ini dan para penulis
beserta editor. Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat dan dapat dipedomani agar aktivitas
keterampilan klinik berjalan dengan baik. Kami juga menyadari bahwa kemungkinan masih ada
kekurangan dalam penyusunan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
perlukan.
Deskripsi Singkat Panduan keterampilan klinik ini disusun untuk memudahkan mahasiswa dan instruktur dalam
Keterampilan melakukan kegiatan Keterampilan Klinik 4A. Pada Keterampilan Klinik 4A ini mahasiswa diharapkan
Klinik dapat melakukan beberapa keterampilan, meliputi: anamnesis dan pemeriksaan fisik masalah
gastrointestinal, hepatobilier dan pankreas; manajemen jalan napas lanjut, feses II dan anal swab,
resep II; anamnesis dan pemeriksaan fisik masalah endokrin, metabolisme dan nutrisi (pemeriksaan
kelenjar tiroid) serta pemeriksaan gula darah/POCT; resusitasi cairan II, Gizi II dan KIE VII, darah V,
anamnesis dan pemeriksaan fisik kehamilan, asuhan persalinan normal, tumor payudara dan KIE 8
(SADARI).
Bahan Kajian KK 4A:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik masalah gastrointestinal, hepatobilier dan pankreas
2. Manajemen jalan napas Lanjut
3. Feses II dan anal swab
4. Resep II
KK 4B:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik masalah endokrin, metabolisme dan nutrisi
(pemeriksaan kelenjar tiroid) serta pemeriksaan gula darah/POCT
2. Resusitasi cairan II
3. Gizi II dan KIE VII
4. Darah V
KK 4C:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik kehamilan
2. Asuhan persalinan normal
3. Tumor payudara dan KIE 8 (SADARI).
Pustaka Utama :
Terlampir
Pendukung :
Terlampir
Media Perangkat lunak : Perangkat keras :
Pembelajaran Video (youtube) Keterampilan Klinik FK alat peraga, alat praktikum, dan lain-lain
Unand, Presentasi powerpoint/googleslides,
aplikasi e-learning
Keterampilan Mahasiswa yang akan mengikuti kegiatan Keterampilan Klinik 4A, sebelum berlatih :
Klinik yang Mahasiswa harus telah melewati Keterampilan Klinik 1,2 dan 3.
menjadi Syarat
Remediasi
1. Mahasiswa yang gagal dalam ujian keterampilan klinik per topik mendapat hak mengulang
ujian sebanyak satu kali dengan instruktur yang sama.
2. Apabila mahasiswa yang bersangkutan tetap gagal, maka mahasiswa harus mengulang
keterampilan klinik yang gagal tersebut di periode berikutnya.
TOPIK 1
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
MASALAH GASTROINTESTINAL,
HEPATOBILIER, DAN PANKREAS
Penulis: Dr. dr. Saptino Miro, SpPD-KGEH, FINASIM
dan dr. Andry Kurniawan, SpPD, FINASIM
1. Kemampuan menjelaskan anatomi, histologi, fisiologi, dan biokimia pada sistem pencernaan
manusia.
2. Kemampuan menjelaskan penyakit-penyakit pada sistem pencernaan manusia.
3. Kemampuan melakukan pemeriksaan inspeksi, auskultasi abdomen dan proyeksi organ di
abdomen manusia (KK1).
Alokasi waktu
No. Kegiatan
(3x100 menit)
1. Pertemuan 1 (Latihan) 100 menit
a. Sebelum pertemuan: Bebas
- Mahasiswa membaca buku panduan dan belajar mandiri terkait
topik yang akan dipelajari.
- Membaca instruksinya terlebih dahulu, mengingat seluruh teknik
dan anatomi dari abdomen
- Dalam melakukan latihan anamnesis, kuasai dulu dasar-dasar
keterampilan anamnesis. Bukalah buku-buku yang terkait seperti
buku diagnosis fisik dan buku anatomi
- Mahasiswa menonton video pembelajaran berikut secara mandiri:
https://youtu.be/X9Fk7xmJjM0
b. Pembukaan: 20 menit
- Instruktur dan mahasiswa berdo’a sebelum memulai kegiatan.
- Instruktur mengisi absen dan membagikan QR Code
Absen SIMFONI mahasiswa, sekaligus mengecek kehadiran
mahasiswa.
- Instruktur memberi pengantar mengenai tujuan dan topik
pembelajaran.
- Instruktur dan mahasiswa mendiskusikan kasus, teori, alat, bahan
dan prosedur tindakan.
c. Inti 60 menit
- Instruktur menunjuk satu orang mahasiswa untuk menjadi orang
percobaan/pasien.
- Instruktur memperagakan cara melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik kepada mahasiswa.
- Untuk melakukan pemeriksaan fisik, minta pasien membuka
pakaian terutama abdomennya
- Pasien dengan posisi telentang dengan bantal tipis.
- Minta pasien untuk rileks, tangan bebas disamping.
- Instruksikan pasien untuk fleksi pada lutut, dan bernafas normal. Bila
perlu, ajaklah pasien berbicara untuk membuat suasana rileks.
- Gunakanlah waktu yang cukup untuk melakukan pemeriksaan
abdomen ini. Setiap penemuan adalah penting.
- Berdirilah atau duduklah disebelah kanan pasien
- Beritahu pasien setiap jenis pemeriksaan yang Anda lakukan
- Mintalah pasien memberikan respon bila adanya nyeri atau sensasi
lain saat pemeriksaan
- Pemeriksaan rektum dilakukan bila ada indikasi .
- Setelah instruktur selesai memperagakan, instruktur meminta
mahasiswa bergiliran untuk menjadi dokter/pemeriksa.
- Penilai melakukan penilaian dan umpan balik.
Seorang pria berusia 25 tahun datang ke dokter Puskesmas dengan keluhan buang air besar
cair yang berdarah dan bercampur lendir sejak tiga hari yang lalu. Sebelumnya, pasien ini jajan sate
yang lewat di depan rumah. Selain itu, pasien juga mengeluh dada rasa terbakar yang semakin
meningkat. Nyeri rasa terbakar ini sebenarnya telah dirasakan sejak setahun yang lalu, namun
keluhannya hilang timbul. Nyeri terutama di belakang dinding dada, makin hebat bila meminum air
atau makanan panas, dan langsung terasa setelah habis makan. Nyeri juga terasa bila pasien duduk
atau berbaring. Untuk nyeri dada ini, pasien sudah sering berobat ke dokter dan mendapat antasid.
Dari hasil pemeriksaan fisik oleh dokter didapatkan hasil: inspeksi abdomen dalam batas normal.
Palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan pada epigastrium. Perkusi abdomen didapatkan timpani dan
auskultasi didapatkan peristaltik usus meningkat. Dokter merencanakan rujukan ke dokter spesialis
penyakit dalam untuk penanganan lebih lanjut.
3. Gangguan Struktur Lainnya Pada Sistem Pencernaan, Baik Pada Sistem Pencernaan Bagian
Atas Maupun Sistem Pencernaan Bagian Bawah
Gangguan ini meliputi perdarahan pada sistem pencernaan, baik yang bersumber dari sistem
pencernaan bagian atas, maupun dari sistem pencernaan bagian bawah, tumor sistem pencernaan,
primer ataupun sekunder, hemorrhoid, kelainan kongenital, misalnya atresia ani, dan lain-lain.
Muskulus rektus abdominis dapat diidentifikasi bila seseorang disuruh mengangkat kepala
dan bahu dalam posisi tiduran. Untuk memudahkan, keterangan abdomen umumnya dibagi dalam
empat kuadran dengan jalan membuat garis khayal yang memotong umbilicus, yaitu kuadran kanan
atas, kanan bawah, kiri atas dan kiri bawah. Cara lain dapat juga dengan membagi abdomen menjadi
9 seksi (regio). Tiga istilah sering dipakai yaitu: epigastric, umbilikal, dan hypogastric atau supra pubik.
1.5.2.2 Identifikasi Kuadran Abdomen Dan Proyeksi Alat/ Organ Dalam Abdomen
Bila kita memeriksa abdomen, beberapa struktur organ normal dalam abdomen dapat
diidentifikasi. Kolon sigmoid dapat diraba seperti tabung di kuadran kiri bawah sedangkan caecum
dan bahagian dari kolon asenden seperti tabung yang lunak dan lebih lebar pada kuadran kanan
bawah. Kolon transversum dan kolon desenden juga mungkin dapat diraba.
Metode Kuadran
(a) (b)
Gambar 1.2 Garis imajiner pada abdomen, yaitu (a) Kuadran, dan (b) Regio
Meskipun pinggir bawah hepar terletak di bawah pinggir arcus costarum kanan, konsistensinya
yang lunak sukar untuk diraba melalui dinding abdomen. Pada level yang lebih bawah pada kuadran
kanan atas, pool bawah ginjal kanan, kadang-kadang dapat diraba. Pulsasi dari aorta abdominalis
sering terlihat dan dapat diraba pada abdomen atas, sedangkan pulsasi arteri iliaca kadang-kadang
dapat diraba di kuadran bawah. Vesica urinaria yang terisi penuh dan uterus hamil dapat diraba di
atas simpisis pubis.
Cavum abdominal meluas ke atas di bawah iga-iga ke arah dome dari diaphragma, pada
ruangan ini terletak sebahagian besar hepar dan gaster dan seluruh limpa normal yang dapat dicapai
2. Palpasi
Palpasi superfisial berguna untuk mengidentifikasi adanya tahanan otot (muscular resistance),
nyeri tekan dinding abdomen, dan beberapa organ dan masa yang superfisial. Dengan tangan dan
lengan dalam posisi horizontal, mempergunakan ujung – ujung jari cobalah gerakan yang enteng dan
gentle (Gambar 1.7).
Hindari gerakan yang tiba-tiba dan tidak diharapkan. Secara pelan, gerakkan dan rasakan
seluruh kuadran. Identifikasi setiap organ atau massa, area yang nyeri tekan, atau tahanan otot yang
meningkat (spasme). Gunakanlah kedua telapak tangan, satu di atas yang lain pada tempat yang susah
dipalpasi (contoh, pada orang gemuk).
Palpasi dalam dibutuhkan untuk mencari massa dalam abdomen. Dengan menggunakan
permukaan palmaris dari jari-jari anda, lakukanlah palpasi di seluruh kuadran untuk mengetahui
adanya massa, lokasi, ukuran, bentuk, mobilitas terhadap jaringan sekitarnya dan nyeri tekan. Massa
dalam abdomen dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara: fisiologis seperti uterus yang hamil;
inflamasi seperti divertikulitis kolon, pseudokista pankreas; vaskular seperti aneurisma aorta;
neoplastik seperti mioma uteri, kanker kolon atau kanker ovarium atau karena obstruksi seperti
pembesaran vesika urinaria karena retensi urin.
Hal yang dinilai saat melakukan palpasi:
a. Penilaian Adanya Iritasi Peritoneum
Nyeri abdomen dan nyeri tekan abdomen, terutama bila disertai dengan spasme otot dinding
perut akan menyokong adanya inflamasi dari peritoneum parietal. Tentukan lokasinya secara akurat
dan tepat. Sebelum melakukan palpasi, suruh pasien batuk dan menunjukkan dengan satu jari lokasi
nyeri tersebut, kemudian palpasi tempat tersebut secara gentle. Dan carilah adanya nyeri tekan lepas.
Caranya dengan menekankan jari-jari secara lambat pada dinding perut, kemudian tiba- tiba
dilepaskan. Bila waktu jari tangan dilepaskan menyebabkan nyeri yang tidak hanya nyeri tekan, maka
disebut nyeri lepas positif.
b. Palpasi Hepar / Hati
Letakkan tangan kiri anda di bawah dan dorong setinggi iga 11 dan 12 pada posisi pasien
tidur telentang. Suruh pasien relaks. Dengan cara menekan tangan kiri ke arah depan maka hepar
akan mudah diraba dengan tangan kanan di anterior. Letakkan tangan kanan pada perut sebelah
kanan, lateral dari muskulus rektus dengan ujung jari di bawah dari batas pekak hepar. Posisikan jari-
jari ke arah cranial atau obliq, tekanlah ke bawah dan ke atas.
Suruh pasien mengambil nafas dalam. Usahakan meraba hepar pada ujung jari karena hepar
akan bergerak ke caudal. Jika anda telah meraba nya, lepaskan tekanan palpasi sehingga hepar dapat
d. Palpasi Ginjal
1) Ginjal kanan
Letakkan tangan kiri di bawah dan paralel dengan iga 12 dengan ujung jari menyentuh sudut
costovertebrae. Angkat dan dorong ginjal kanan ke arah anterior. Letakkan tangan kanan secara
gentle di kuadran kanan atas sebelah lateral dan paralel dengan muskulus rektus. Suruh pasien
bernafas dalam. Saat pasien di puncak inspirasi, tekan tangan kanan cepat dan dalam ke kuadran
kanan atas di bawah pinggir arcus costarum dan ginjal kanan akan teraba diantara- antara tangan.
Suruh pasien menahan nafas. Lepaskan tekanan tangan kanan secara pelan-pelan dan rasakan
bagaimana ginjal kanan kembali ke posisi semula dalam ekspirasi. Jika ginjal kanan teraba tentukan
ukuran, contour, dan adanya nyeri tekan.
2) Ginjal kiri
Untuk meraba ginjal kiri, pindahlah ke
sebelah kiri pasien. Gunakan tangan kanan untuk
mendorong dan mengangkat dari bawah, kemudian
gunakan tangan kiri menekan kuadran kiri atas.
Lakukan seperti sebelumnya. Pada keadaan normal
ginjal kiri jarang teraba.
3. Perkusi
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, guna mengukur besarnya hepar dan kadang limpa,
mengetahui adanya cairan ascites, massa padat, massa yang berisi cairan, dan adanya udara dalam
gaster dan usus. Pada pasien dengan nyeri abdomen, perkusi tidak dilakukan, hanya palpasi.
a. Orientasi Perkusi
Lakukan perkusi yang benar di atas keempat kuadran untuk menilai distribusi dari timpani
dan pekak (dullness). Timpani biasanya menonjol bila adanya gas dalam traktus digestivus, sedangkan
cairan normal dan feses menyebabkan bunyi pekak (dullness). Catat dimana timpani berubah menjadi
pekak pada masing-masing sisi. Cek area suprapubik, adakah pekak karena vesika urinaria yang penuh
atau karena uterus yang membesar.
b. Perkusi Hepar
Lakukan perkusi pada linea midklavikularis kanan, mulailah setinggi bawah umbilikus (area
timpani) bergerak ke arah atas ke hepar (area pekak, pinggir bawah hepar). Selanjutnya lakukan
perkusi dari arah paru pada linea midklavikularis kanan ke arah bawah ke hepar (pekak) untuk
mengidentifikasi pinggir atas hepar. Sekarang ukurlah dalam centimeter “vertical Span” / tingginya
dari pekak hepar. Biasanya ukurannya lebih besar pada laki laki daripada wanita, orang yang tinggi
dari orang pendek. Hepar dinilai membesar, bila pinggir atas hepar di atas dari ruang intercostalis V
dan 1 cm di atas arcus costalis, atau panjang pekak hepar lebih dari 6-12 cm, dan lobus kiri hepar 2
cm di bawah processus xyphoideus.
Perkusi dari limpa akan dipengaruhi oleh isi gaster dan kolon, tetapi menyokong suatu
splenomegali sebelum organ tersebut teraba.
4. Auskultasi
Auskultasi berguna dalam menilai pergerakan usus dan adanya stenosis arteri atau adanya
obstruksi vaskular lainnya. Auskultasi paling baik dilakukan sebelum palpasi dan perkusi karena
palpasi dan perkusi akan mempengaruhi frekuensi dari bising usus. Letakkan stetoskop di abdomen
secara baik.
Dengarlah bunyi usus dan catatlah frekuensi dan karakternya. Normal bunyi usus terdiri dari
“Clicks” dan “gurgles” dengan frekuensi 5 – 15 kali per menit. kadang- kadang bisa didengar bunyi
“Borborygmi” yaitu bunyi usus “gurgles” yang memanjang dan lebih keras karena hiperperistaltik.
Bunyi usus dapat berubah dalam keadaan seperti diare, obstruksi intestinal, ileus paralitik, dan
peritonitis.
Pada pasien dengan hipertensi dengarkan di epigastrium dan pada masing kuadran atas
bunyi “bruits vascular” yang hampir sama dengan bunyi bising jantung (murmur). Adanya bruit sistolik
dan diastolik pada pasien hipertensi akibat dari stenosis arteri renalis. Bruit sistolik di epigastrium
dapat terdengar pada orang normal. Jika kita mencurigai adanya insufisiensi arteri pada kaki maka
dengarkanlah bruit sistolik di atas aorta, arteri iliaca, dan arteri femoralis (gambar 1.16).
5. Pemeriksaan Tambahan :
a. Melakukan pemeriksaan nyeri lepas pada daerah yang nyeri.
Adanya nyeri lepas menunjukkan inflamasi pada peritoneum seperti appendisitis.
b. Melakukan test Tanda Rovsing (Rovsing Sign) dan radiasi dari nyeri lepas.
Tekanlah kuadran kiri bawah perut dan kemudian lepaskan tiba tiba. Bila nyeri terasa pada kuadran
kanan bawah ketika perut sebelah kiri ditekan, menunjukkan pemeriksaan tanda Rovsing positif.
Nyeri yang dirasakan pada kuadran kanan bawah ketika tekanan dilepaskan menyokong suatu
radiasi nyeri lepas yang positif.
c. Mencari tanda Psoas (Psoas Sign):
Letakkan tangan kanan pada lutut kanan penderita dan perintahkan penderita untuk mengangkat
kaki dan paha melawan tangan anda. Atau perintahkan pasien untuk tidur dengan sisi kiri dan
ekstensikan tungkai pada sendi coxae. Fleksi kaki pada sendi coxae akan mengkontraksikan M.
psoas. Adanya nyeri perut dengan maneuver ini dikenal dengan Psoas sign positif, yang
menyokong adanya iritasi otot psoas oleh appendiks yang sedang inflamasi.
d. Menentukan adanya tanda Obturator (Obturator Sign).
Fleksikan kaki pasien pada articulatio coxae kanan dan sendi lutut. Kemudian rotasikan ke arah
dalam (internal rotasi) pada sendi coxae. Nyeri pada hipogastrica kanan, menandakan tanda
obturator positif. Ini menyokong adanya iritasi pada otot obturator.
e. Mencari adanya hiperesthesia di daerah kanan bawah dengan cara memegang lipatan kulit
dengan ibu jari dan jari telunjuk. Pada keadaan normal, manuever ini tidak menimbulkan nyeri.
1.7. Prosedur
1.7.1.1. Inspeksi
Perhatikan :
1) Kontour dan keadaan umum
2) Keadaan dari permukaan perut
3) Apakah ada retraksi atau penonjolan dinding perut
4) Bentuk simetris atau asimetris dari perut
5) Perhatikan dan catat pergerakan kulit selama pernafasan
6) Perhatikan apakah adanya pigmentasi kulit, jaringan parut, pelebaran vena–vena (venektasia)
7) Perhatikan umbilikus (penonjolan atau retraksi)
1.7.1.2. Palpasi
1) Lakukan palpasi abdomen superficial secara sistematik. Tentukanlah tonus dan inflamasi dari otot
abdomen, dan adanya penonjolan
2) Periksalah adanya nyeri tekan dan nyeri lepas
3) Periksalah adanya ascites
4) Lakukan palpasi hepar
5) Lakukan palpasi limpa
6) Lakukan palpasi ginjal, vesica urinaria, dan aorta
1.7.1.3. Perkusi
Lakukan perkusi untuk mendapatkan adanya daerah yang timpani dan pekak pada seluruh
kuadran. Perkusi bagian bawah antara paru dan arcus aorta. Catatlah adanya daerah pekak (dullness)
pada sebelah kanan (daerah hepar) dan timpani pada sebelah kiri.
Perkusi Hepar
1) Lakukan perkusi pada linea midklavikular kanan mulai dari bawah arcus costa (suara timpani) ke
arah cranial sampai terdengar pekak dari pinggir bawah hepar.
2) Kemudian cobalah untuk menentukan pinggir atas dari hepar dengan cara perkusi seperti cara di
atas, tapi dari kranial ke kaudal. Cobalah mengukur area pekak hepar dengan centimeter dan juga
coba perkusi lobus kiri dari umbilikus ke mid sternum.
Perkusi Lien
Perkusilah ruangan interkostal di bawah linea aksilaris anterior kiri. Bagaimana bunyinya?
Kemudian perintahkan pasien menarik nafas dalam dan lakukanlah seperti yang tadi. Apakah ada
perbedaan?
1.7.1.4. Auskultasi
Letakkan stetoskop anda pada area abdomen. Lakukanlah auskultasi secara simetris. Catatlah
kalau ditemui bruit dan identifikasi bunyi usus normal.
Lakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya ascites dengan cara shifting dullness.
Referensi
1. Lynn. S. Bickley (2003). Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8 th Edition, Lippincott.
2. Simadibrata MK (2006). Pemeriksaan abdomen, urogenital dan anorektal. Dalam: Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK. S, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal: 51-55.
NAMA MAHASISWA :
NO. BP :
KELOMPOK :
2. Sikap (attitude)
Padang,…………………………………..20….
Instruktur
(……………………………………………………….)
NIP.
TOPIK 2
MANAJEMEN JALAN NAFAS
Alokasi Waktu
No Kegiatan
(2x100 menit)
1. Pertemuan 1 100 menit
a. Sebelum pertemuan:
- Mahasiswa membaca buku panduan dan belajar mandiri terkait Bebas
topik yang akan dipelajari.*
- Mahasiswa menonton video pembelajaran berikut secara mandiri:
https://www.youtube.com/watch?v=e5IkYeDk1Vs&t=191s
b. Pembukaan: 30 menit
- Instruktur dan mahasiswa berdo’a sebelum memulai kegiatan.
- Instruktur mengisi absen dan membagikan QR Code absen
SIMFONI mahasiswa, sekaligus mengecek kehadiran mahasiswa.
- Instruktur memberi pengantar mengenai tujuan dan topik
pembelajaran.
Seorang pasien laki-laki umur 25 tahun masuk ke IGD RSUP DR. M. Djamil Padang. Pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas dan mengalami cedera kepala dengan GCS 7, frekuensi napas
35x/menit, SpO2 80%, nafas pasien ngorok. Hemodinamik relatif stabil. Apa tindakan saudara untuk
manajemen jalan nafas?
Fokus topik adalah memastikan jalan nafas terbuka dan mampu mensuport pertukaran gas.
Tujuan keduanya meliputi menjaga stabilitas kardiovaskular dan mencegah aspirasi dari isi lambung
selama manajemen jalan nafas. Intubasi endotrakeal adalah hal yang penting dilakukan namun
menjaga dan mempertahankan patensi jalan nafas menjadi prioritas awal sebelum intubasi.
Untuk kesuksesan dalam melakukan manajemen jalan nafas, mahasiswa harus memahami
anatomi jalan nafas khususnya jalan nafas atas yang terdiri dari nasal, oral kapitis, faring, laring, trakea
dan bronkus primer. Penilaian patensi jalan nafas dan usaha untuk bernafas spontan adalah tahapan
Menurut American Society of Anesthesiologists (ASA), kesulitan jalan nafas (difficult airway)
didefinisikan sebagai situasi klinis di mana anestesiologis terlatih mengalami kesulitan dalam
melakukan tindakan yang tidak terbatas pada satu atau lebih hal berikut: sungkup muka (facemask),
laringoskopi, Supraglottic Airway Device (SAD), intubasi trakea, ekstubasi, atau tindakan invasif jalan
nafas.
Ventilasi menggunakan bag mask resuscitation unit atau fase mask diindikasikan pada:
a. Pasien apnea.
b. Tidal volum nafas spontan tidak adekuat.
c. Mengurangi work of breathing (WOB) dengan membantu pasien selama inspirasi spontan.
d. Jika hipoksemia terkait dengan ventilasi spontan yang jelek.
Diperkirakan 5% dari populasi kemungkinan sulit dilakukan ventilasi manual. Prediktor-
prediktor yang menyebabkan sulit ventilasi adalah adanya jambang, ompong, riwayat OSA
(Obstruktif Sleet Apnea), BMI >26 kg/m2, usia diatas 55 tahun. Jika terdapat sekurangnya 2 faktor
tadi maka besar kemungkinan pasien ini sulit ventilasi.
Supraglottic Airway Devices (SAD) dapat digunakan pada pasien yang bernafas spontan
maupun yang diberikan bantuan manual ventilasi. LMA menyediakan alternatif terhadap penggunaan
face mask atau intubasi endotrakeal. Posisi LMA berada di faring di belakang lidah. LMA melindungi
secara parsial laring dari sekresi faring (namun tidak terhadap regurgitasi lambung). Kontra indikasi
LMA meliputi pasien dengan patologi laring (abses), faringeal obstruksi, lambung penuh (Ibu hamil),
atau compliance paru yang rendah (penyakit restriktif jalan nafas).
Intubasi Endotrakeal
Indikasi intubasi endotrakeal:
1. Proteksi jalan nafas
2. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
3. Memungkinkan untuk ventilasi mekanik dan terapi oksigen.
4. Gagal nafas
5. Pasien syok
6. Hiperventilasi untuk pasien hipertensi intra kranial
2. E = Evaluasi 3-3-2
Aturan 3-3-2 berfungsi untuk memperkirakan apakah anatomi leher memungkinkan
pembukaan tenggorokan dan laring yang tepat.
3. M: Mallampati
● Kelas 1 menunjukkan bahwa struktur yang terlihat, yaitu palatum lunak, palatum keras, fauces,
uvula, dan pilar tonsil.
● Kelas 2 menunjukkan palatum lunak, palatum keras, fauces, dan uvula.
● Kelas 3 menunjukkan palatum lunak, dan palatum keras.
● Kelas 4 menunjukkan palatum keras
4. O: Obstruksi/obesitas
- ET tube
- laringoskop
- stetoskop
- guedel
2.7. Prosedur
1. Memperkenalkan diri kepada keluarga pasien dan melakukan evaluasi terhadap kondisi pasien.
2. Mencuci tangan (hand hygiene)
3. Memastikan patensi jalan nafas baik dengan manuver jalan nafas (head tilt, chin lift, pasang
guedel).
4. Informed consent intubasi (rencana tindakan dan alasan medisnya, prosedur kerja, efek samping
atau resiko tindakan dan antisipasinya, izin keluarga pasien)
5. Persiapkan peralatan untuk tindakan intubasi dan gunakan proteksi diri (masker dan handschoen).
6. Posisikan kepala pada posisi netral sedikit ektensi atau sniffing.
7. Preokseginisasi (menggunakan ambu bag).
8. Masukkan blade laringoskop dari pinggir kanan mulut pasien sambil menggeser lidah ke kiri.
9. Insersikan tip dari blade ke valecula sambil visualisasi epiglotis dan pita suara (cegah jangan
sampai bibir terjepit)
10. Handel laringoskop diangkat sehingga pita suara lebih jelas tervisualisasi dan insersikan ET tube
kedalamnya sampai batas yang ditentukan (pasang stylet yang telah diberi jelly ke dalam ET)
11. Kembangkan Cuff ET tube dan cek posisi ET tube dengan auskultasi di kedua lapang paru pada
daerah apek dan basal (pastikan suara nafas vesikuler simetris)
12. Fiksasi posisi ET di pinggir mulut pasien dengan plester dan melanjutkan bantuan ventilasi
13. Penjelasan ke keluarga hasil dari tindakan intubasi dan tindakan medis selanjutnya serta ucapan
terima kasih.
2.8. Referensi
NAMA MAHASISWA :
NO. BP :
KELOMPOK :
2. Sikap (attitude)
3. Lain-lain
Padang,…………………………………..20….
Instruktur
(……………………………………………………….)
NIP.
TOPIK 3
FESES 2: PARASIT USUS DAN ANAL SWAB
Penulis: Dr. Hasmiwati, M. Kes dan dr. Selfi Renita Rusjdi, M. Biomed
Alokasi waktu
No. Kegiatan
(3x100 menit)
1. Pertemuan 1 dan 2 100 menit
a. Sebelum pertemuan: Bebas
- Mahasiswa membaca buku panduan dan belajar mandiri terkait
topik yang akan dipelajari.
- Mahasiswa menonton video pembelajaran berikut secara
mandiri:
o Pemeriksaan Feses (2)
https://www.youtube.com/watch?v=AKae-CruyPE
o Pemeriksaan anal swab
https://www.youtube.com/watch?v=lNoZvIK0xGs
b. Pembukaan: 30 menit
- Instruktur dan mahasiswa berdo’a sebelum memulai kegiatan.
- Instruktur mengisi absen dan membagikan QR Code Absen
SIMFONI mahasiswa, sekaligus mengecek kehadiran mahasiswa.
Seorang anak laki-laki 6 tahun dibawa ibunya ke Puskesmas dengan keluhan sering lelah, lesu
dan tidak bersemangat. Pasien ini sering terganggu tidurnya pada malam hari dikarenakan mengalami
gatal-gatal di daerah anus yang makin berat pada malam hari. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien
sering bermain di luar rumah tanpa alas kaki. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis.
Pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi didapatkan gambaran anemia mikrositik hipokrom. Dokter
puskesmas menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui ada / tidaknya
infeks parasit pada pasien ini.
Pemeriksaan feses secara langsung menggunakan larutan eosin / lugol / NaCl fisiologis. Untuk
pemeriksaan cacing usus sebaiknya digunakan eosin / larutan NaCl fisiologis, sedangkan untuk
pemeriksaan protozoa sebaiknya digunakan lugol/eosin.
Pada pemeriksaan feses langsung, larutan eosin dan lugol memiliki keunggulan dan
kelemahan masing-masing. Pada sediaan eosin parasit mudah ditemukan, pada pemeriksaan cacing
latar belakang sediaan lebih jelas, tampak pergerakan bentuk vegetatif, tampak bentuk parasit,
ektoplasma, endoplasma, dinding kista, vakuol, benda kromatoid, sisa organel, dan inti entamoeba
kadang-kadang samar-samar. Pada sediaan lugol, stadium vegetatif sukar dikenal, inti parasit jelas,
benda kromatoid tidak tampak, sisa organel jelas, dan stadium kista lebih jelas.
1. Kaca objek
2. kaca penutup
3. larutan: eosin/lugol/garam fisiologis
4. lidi atau aplikator lainnya
5. mikroskop
6. specimen feses
a b
c d e
1. Pada pangkal stik es diberi busa / gabus yang nantinya sekaligus berfungsi menutup tabung
reaksi.
2. Pasang cellophan tape pada tounge spatel / tangkai es dengan bagian yang berperekat di sebelah
luar. Dan ikat bagian pangkal dengan karet atau selofan.
3. Jelaskan kepada pasien / orang tua pasien cara pengambilan sampel:
a. Tempelkan bagian berperekat anal swab ini ke perianal anak pada pagi hari baru bangun
tidur sebelum mandi dan BAB.
b. Swab seluruh bagian perianal
c. Masukkan anal swab ke wadah tabung reaksi, tanpa menyentuh dinding tabung
d. Bawa ke laboratorium
4. Keluarkan anal swab dari tabung reaksi, kemudian letakkan ujung stik pada kaca objek
5. Gunting salah satu pangkal anal swab lalu tempelkan ke kaca objek
6. Kemudian potong ujung lain. Ratakan diatas kaca objek
7. Teteskan toluol melalui pinggir pita selofan, tunggu beberapa menit
8. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 4x dan 10 x.
9. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan telur atau cacing dewasa dari Oxyuris vermicularis
3.8. Referensi
NAMA : ……………………………………………
NO. BP : ……………………………………………
KELOMPOK/GRUP : ……………………………………………
2. Sikap (attitude)
3. Lain-lain
Padang,…………………………………..20….
Instruktur
(……………………………………………………….)
NIP.
NAMA : ……………………………………………
NO. BP : ……………………………………………
KELOMPOK/GRUP : ……………………………………………
2. Sikap (attitude)
3. Lain-lain
Padang,…………………………………..20….
Instruktur
(……………………………………………………….)
NIP.
TOPIK 4
RESEP 2: PENULISAN RESEP RASIONAL
Alokasi Waktu
No Kegiatan
(2x100 menit)
1. Pertemuan 1 100 menit
a. Sebelum pertemuan: Bebas
- Mahasiswa membaca Panduan Keterampian Klinik Penulisan
Resep 2
- Mahasiswa Menonton Video Keterampian Klinik Penulisan Resep
2 https://youtu.be/8Tr6MQ75syU
- Mahasiswa membaca kembali materi KP yang terkait
b. Pembukaan : 30 Menit
Seorang ibu peserta BPJS membawa anaknya (5 th) ke puskesmas dengan keluhan batuk
berdahak, demam dan sedikit sesak. Setelah dokter melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dokter mendiagnosa pasien tersebut Bronchitis Akut. Tulislah resep yang diberikan oleh
dokter dengan tipe magistralis dan officinalis.
Cara & Rumus Mencari Dosis Untuk Anak Berdasarkan Dosis Dewasa (Lihat Fi)
Resep adalah wujud akhir dari kompentensi, pengetahuan, dan keahlian dokter dalam
menerapkan bidang farmakologi dan terapi yang diperuntukan untuk satu penderita.
Pembagian Resep
1. Prescriptio
a. Nama dokter
b. Alamat dokter
c. SIP ( Surat Izin Praktek )
d. Hari praktek
e. Jam praktek
f. No telepon
g. Nama kota
h. Tanggal resep dibuat oleh dokter
2. Superscriptio ( R/ )
3. Inscriptio
a. Remidium cardinale
Remidium cardinale adalah bahan obat utama yang mutlak harus ada.
1) Tunggal
2) Terdiri dari beberapa bahan obat
b. Remidium adjuvant
1) Coringgens
a) Coringgens saporis
b) Coringgens odoris
c) Coringgen coloris
2) Vehiculum / Constituen
a) Obat dalam : Sacarum Lactis (SL)
b) Obat Luar : Talkum
4. Subscriptio adalah bentuk sediaan obat
5. Signatura adalah aturan pemakaian obat yang ditulis dalam bahasa latin. Aturan pakai
ditandai dengan signature biasanya disingkat S
6. Nama penderita di belakang kata ‘Pro :’
7. Umur penderita
8. Alamat penderita
9. Tanda tangan dokter atau paraf dokter
Penting: Untuk BSO injeksi dan obat golongan narkotika harus dibubuhi tanda
tangan dokter.
Padang, 17-5-2022
R/ Paracetamol 250 mg
SL q s
m f pulv d t d No XV
Sprn pulv I max t d d
Paraf / T T
Pro : Nadia
Umur : 5 th
Alamat : Jln Proklamasi No 17 Padang
2. Tipe Officinalis
Tipe officinalis adalah resep yang ditulis berdasarkan formula yang ada yang diperuntukan
untuk satu penderita.
o Contoh penulisan resep offisinalis untuk pasien dewasa:
Dr Radeya
Praktek Umum
SIP : No.07 / tahun 2022
Alamat : Jln Ganting II No 16 Padang
Telp : 0751890114
Praktek Senin – Jumat
Jam 17.00 - 19.00
Padang, 17-5-2022
R/ Tab Paracetamol No X
S p r n tab 1 max tdd
Paraf
Pro : Sarah
Umur : 17 th
Alamat : Jln Proklamasi No 17 Padang
Padang, 17-5-2022
Pro : Nadia
Umur : 2 th
Alamat : Jln Proklamasi No 17 Padang
Cara menghitung jumlah tablet yang diperlukan pada penulisan resep offisinalis yaitu:
Dosis Lazim /Terapi 1 x pakai = 250 mg
Singnatura = tiga kali sehari ( Sprn pulv 1 max tdd)
Untuk sehari = 3 x 250 mg = 750 mg
Lama pemberian 5 hari = 5 x 750 mg = 3750 mg
Jadi jumlah tablet yg diambil = 3750 mg/ sediaan di FORNAS untuk layanan Primer
= 3750 mg /250 mg = 15 tab
4.6. Prosedur
1. Mahasiwa menuliskan resep dengan benar meliputi:
a. Prescription
b. Superscription (R/)
c. Inscriptio
d. Subscriptio (BSO)
e. Signatura
f. Nama penderita
g. Umur penderita
h. Alamat penderita
2. Paraf/TTD Dokter
3. Menuliskan resep dengan tulisan yang jelas terbaca dan
4. Menuliskan resep tanpa coretan
4.7. Referensi
1. Kementerian Kesehatan RI. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Layanan Primer tth
2022
2. Guide to Good Prescribing, WHO, Action Program on Essential Drugs, Genewa.
3. WHO Model Formulary, 2010
4. How to Investigate drug use in health bfacilities, Department of Essensial Drugs and Medicine
Policy
NAMA MAHASISWA :
NO.BP :
KELOMPOK :
Nilai
Kompetensi 0 1 2 3 Score Bobot (Score x
Bobot)
1. Tatalaksana Mahasiswa Mahasiswa menuliskan Mahasiswa menuliskan Mahasiwa menuliskan
Farmakoterapi tidak kurang dari 4 indikator minimal 4 indikator dan minimal 7 indikator dan
(penulisan resep menuliskan dengan benar: indikator ke 3 harus benar: indikator ke 3 harus benar:
obat oral) resep sama 1. Prescription 1. Prescription 1. Prescription
sekali 2. Superscription 2. Superscription 2. Superscription
(R/) (R/) (R/)
3. Inscriptio 3. Inscriptio 3. Inscriptio 6
4. Subscriptio (BSO) 4. Subscriptio (BSO) 4. Subscriptio (BSO)
5. Signatura 5. Signatura 5. Signatura
6. Nama penderita 6. Nama penderita 6. Nama penderita
7. Umur penderita 7. Umur penderita 7. Umur penderita
8. Alamat penderita 8. Alamat penderita 8. Alamat penderita
9. Paraf/TTD Dokter 9. Paraf/TTD Dokter Paraf/TTD Dokter
2. Perilaku Mahasiswa : Mahasiswa : Mahasiswa : Mahasiswa :
profesional Menuliskan Menuliskan resep dengan Menuliskan resep dengan
resep Menuliskan resep dengan tulisan yang jelas terbaca tulisan yang jelas terbaca
dengan tulisan yang sulit dibaca tapi dan
tulisan yang tapi
sulit dibaca Menuliskan resep dengan Menuliskan resep tanpa
4
dan Menuliskan resep tanpa coretan coretan
coretan
Menuliskan
resep
dengan
coretan
Sikap (attitude)
Lain-lain
Padang, ……………………………………………
Nilai maksimal : 3 x 10 = 30 Instruktur,