Anda di halaman 1dari 189

Buku Panduan Praktikum

Keterampilan Klinis Modul


4.1 Organ Indera dan
Integumentum
Edisi Kelima

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
Buku Panduan Praktikum
Keterampilan Klinis
Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum

Edisi kelima
Copyright®2021 oleh Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab
Desain oleh : Medical Education Unit
Desain sampul oleh : Medical Education Unit
Diterbitkan oleh Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab

Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh


isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun tanpa izin dari
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Abdurrab

2 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
LEMBAR PENGESAHAN DEKAN

Pejabat yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Prof. DR. dr. Yanwirasti, PA (K)
Jabatan : Dekan Fakultas Kedokteran

Dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran, maka


dengan ini kami menyatakan :

Judul Buku : Buku Panduan Praktikum Keterampilan Klinis


Penyusun : dr. Huda Marlina Wati. M.Pd.Ked
dr. Lasiah Susanti, MPH

Unit kerja : Medical Education Unit

Dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan praktikum


keterampilan klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Program Studi
Pendidikan Dokter Universitas Abdurrab.

Demikianlah surat pernyataan ini dibuat semoga dapat


dipergunakan sebagaimana mestinya.

Pekanbaru, Februari 2020


Dekan FKIK Abdurrab

dr. Feriandri Utomo, MBiomed


NIK. 112011010020

3 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
VISI & MISI
FAKULTAS KEDOKTERAN

Visi
Menjadi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang profesional
dan terkemuka berbasis nilai-nilai islami di tingkat nasional pada
tahun 2035

Misi

1. Menyelenggarakan pendidikan kedokteran dan kesehatan sesuai


dengan standar nasional yang berbasis nilai-nilai islami.
2. Mengembangkan penelitian-penelitian di bidang kedokteran dan
kesehatan yang unggul dan inovatif.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat sebagai
penerapan hasil penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan.
4. Menyiapkan dosen dan mahasiswa untuk berprestasi di tingkat
nasional.

Tujuan
1. Menghasilkan dokter dan tenaga kesehatan yang kompeten dan
berkarakter islami.
2. Terlaksananya penelitian-penelitian dalam bidang kedokteran dan
kesehatan yang unggul dan inovatif.
3. Terlaksananya pengabdian masyarakat sebagai penerapan hasil
penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan.
4. Peningkatan prestasi dosen dan mahasiswa di tingkat nasional.

4 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
VISI & MISI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Visi
Menjadi Program Studi (Prodi) pendidikan dokter yang profesional di
tingkat nasional dengan keunggulan penemuan dan pemanfaatan
bahan alam bidang kedokteran yang berlandaskan nilai Rabbani,
Amanah dan Beradab (RAB) pada Tahun 2035.

Misi
1) Menyelenggarakan Program Studi Pendidikan Dokter yang
profesional dengan tata kelola yang sesuai standar mutu dengan
implementasi nilai-nilai RAB.
2) Melaksanakan pendidikan yang menghasilkan lulusan sarjana
kedokteran yang profesional dan memiliki keunggulan dalam
penemuan dan pemanfaatan bahan alam bidang kedokteran yang
berlandaskan nilai RAB.
3) Melaksanakan penelitian di bidang kedokteran dengan keutamaan
di bidang keunggulan prodi dalam usaha meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai RAB.
4) Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat yang
menerapkan hasil penelitian terutama di bidang unggulan prodi
dalam usaha menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat sesuai
dengan nilai-nilai RAB.

Tujuan

1. Menghasilkan lulusan sarjana kedokteran yang profesional dengan


tata kelola yang sesuai standar mutu dengan implementasi nilai-nilai
RAB.
2. Menghasilkan lulusan sarjana kedokteran yang profesional dan
memiliki keunggulan dalam penemuan dan pemanfaatan bahan
alam bidang kedokteran yang berlandaskan nilai RAB.

5 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
3. Menghasilkan penelitian di bidang kedokteran dengan keutamaan di
bidang keunggulan prodi dalam usaha meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai RAB.
4. Menghasilkan pengabdian kepada masyarakat yang menerapkan
hasil penelitian terutama di bidang unggulan prodi dalam usaha
menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat sesuai dengan nilai-
nilai RAB.

6 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa,


maka selesai juga penyusunan Buku Panduan Praktikum
Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum.
Buku ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk pelaksanaan
praktikum keterampilan klinis Modul 4.1
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan pada buku ini
dan perlu dilakukan evaluasi bagi penyempurnaannya. Untuk itu
diharapkan saran dan kritik bagi penyempurnaan buku ini.
Terimakasih kepada kontributor, sejawat dan seluruh pihak
yang terlibat dalam penyusunan buku ini. Semoga Modul 4.1 dapat
berjalan sesuai tujuan dan memberikan manfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, Februari 2020

Penyusun

7 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ..................................................................... 3


Visi dan Misi .................................................................................... 4
Kata Pengantar ............................................................................... 7
Daftar Isi ......................................................................................... 8
Tata Tertib Pelaksanaan Praktikum Keterampilan Klinis ................. 9
Pendahuluan ................................................................................. 10
A. Deskripsi Singkat ...................................................................... 10
B. Susunan Kegiatan ..................................................................... 11
Pemetaan Pencapaian Keterampilan Klinis................................... 14
Sesi I
Teori Praktikum .............................................................................. 29
Checklist Penilaian ........................................................................ 65
Sesi II
Teori Praktikum .............................................................................. 62
Checklist Penilaian ........................................................................ 81
Sesi III
Teori Praktikum .............................................................................. 87
Checklist Penilaian ...................................................................... 100
Sesi IV
Teori Praktikum .................................................................. 107
Checklist Penilaian ...................................................................... 119
Sesi V
Teori Praktikum ............................................................................ 124
Checklist Penilaian ...................................................................... 134
Sumber Rujukan .......................................................................... 137

8 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
TATA TERTIB PELAKSANAAN
PRAKTIKUM KETERAMPILAN KLINIS

1. Mahasiswa wajib hadir tepat pada waktunya dengan batas


keterlambatan 15 menit. Jika mahasiswa datang setelah batas
keterlambatan, maka tidak diperkenankan mengikuti praktikum
2. Ketua/perwakilan masing-masing kelompok meminjam alat dan
bahan yang dibutuhkan kepada asisten lab paling lambat 15
menit sebelum kegiatan dimulai
3. Mahasiswa wajib membawa buku panduan praktikum
keterampilan klinis.
4. Mahasiswa berpakaian rapi dengan jas lab dan nametag
5. Mahasiswa harus mempelajari materi praktikum sebelumnya.
6. Sebelum praktikum dilaksanakan, akan diadakan pretest selama
10 menit tentang materi yang akan dipelajari dalam praktikum
keterampilan klinis tersebut.
7. Selama praktikum berlangsung, mahasiswa tidak diperbolehkan
makan, minum, merokok, bergurau, atau hal-hal lain yang
dapat mengganggu suasana praktikum.
8. Mahasiswa harus merapikan kuku-kuku jari (kuku yang
panjang tidak diperkenankan mengikuti praktikum)
9. Seusai praktikum, mahasiswa wajib membersihkan dan
merapikan ruangan praktikum seperti semula.
10. Mahasiswa yang merusak atau menghilangkan peralatan yang
digunakan selama praktikum wajib mengganti peralatan tersebut.
11. Jika berhalangan hadir karena sakit atau sebab yang lain
segera dilaporkan pada dosen/penanggung jawab praktikum
keterampilan klinis disertai bukti berupa surat (jika sakit, ada
surat dari dokter yang tidak memiliki hubungan keluarga
dengan mahasiswa).

9 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Keterampilan pemeriksaan organ indera dan integumentum
merupakan bagian dari pelatihan keterampilan klinik dasar sebagai
bekal untuk proses pembelajaran selanjutnya. Praktikum
keterampilan klinis sistem indera dan integumentum meliputi
pemeriksaan visus dan buta warna, pemeriksaan garpu tala dan tes
berbisik, pemeriksaan ujud kelainan kulit, dan anamnesis. Selain
modul 4.1, pemeriksaan pemeriksaan diatas juga akan dibahas
pada modul 7.1 Gangguan kulit, mata, dan telinga.
Diharapkan di akhir praktikum mahasiswa mampu melakukan
pemeriksaan pada kasus gangguan visus, gangguan pendengaran,
keluhan kulit, dan anamnesis terkait gangguan visus, gangguan
pendengaran, dan keluhan kulit. Praktikum dilakukan dengan cara
simulasi menggunakan kasus, dengan metode role play dan atau
manekin.

Kompetensi yang diharapkan:


1. Mahasiswa kompeten dalam melakukan pemeriksaan ujud
kelainan kulit
2. Mahasiswa kompeten dalam melakukan pemeriksaan visus,
buta warna, lapang pandang, otot ekstraokuler, cover-uncover
test, segmen anterior, segmen posterior
3. Mahasiswa kompeten dalam melakukan pemeriksaan garpu
tala, tes berbisik, otoskopi
4. Mahasiswa kompeten dalam melakukan anamnesis terkait
keluhan mata, keluhan telinga, dan keluhan kulit

10 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
B. Susunan Kegiatan

Kegiatan ini akan dilaksanakan dalam 5 sesi :


Sesi I : Pelatihan keterampilan pemeriksaan ujud kelainan kulit
Sesi II : Pelatihan keterampilan pemeriksaan visus, lapang
pandang, otot ekstraokuler, cover-uncover test
Sesi III : Pelatihan keterampilan buta warna, segmen anterior dan
segmen posterior
Sesi IV : Pelatihan keterampilan pemeriksaan garpu tala, tes
berbisik, otoskopi
Sesi V : Pelatihan keterampilan anamnesis terkait keluhan mata
keluhan telinga, dan keluhan kulit

Sesi I : Pemeriksaan ujud kelainan kulit


1. Pretest (10 menit)
2. Review teori pemeriksaan ujud kelainan kulit (10 menit)
3. Tutor mendemonstrasikan pemeriksaan ujud kelainan kulit (10
menit)
4. 2-3 mahasiswa melakukan roleplay pemeriksaan ujud kelainan
kulit. Mahasiswa lain dapat memberikan umpan balik setelah
roleplay tersebut (15 menit)
5. Role play : seluruh mahasiswa melakukan latihan secara
berpasangan (40 menit)
6. Mahasiswa mendiskusikan (dengan bantuan check-list) (10
menit)
7. Tutor memberikan feedback mengenai pemeriksaan yang
dilakukan, kelebihan dan kelemahan yang dilakukan secara
spesifik untuk masing-masing mahasiswa.(15 menit)

Sesi II : Pemeriksaan visus, buta warna, lapang pandang , otot


ekstraokuler, cover-uncover test
1. Pretest (10 menit)
2. Review teori pemeriksaan visus, buta warna, lapang pandang ,
otot ekstraokuler, cover-uncover test (10 menit)

11 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
3. Tutor mendemonstrasikan teknik pemeriksaan visus, buta
warna, lapang pandang , otot ekstraokuler, cover-uncover test
(10menit)
4. 2-3 mahasiswa melakukan role – play visus, lapang pandang ,
otot ekstraokuler, cover-uncover test (20 menit)
5. Mahasiswa lain dan tutor memberi komentar teknik
pemeriksaan yang telah dilakukan (10 menit)
6. Seluruh mahasiswa berlatih dalam kelompok kecil, masing –
masing terdiri dari 3 orang (1 dokter, 1 pasien, 1 orang penilai
sesuai checklist) melakukan pemeriksaan (20 menit)
7. Mahasiswa menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang
didapatkan (15 menit)
8. Tutor memberikan feedback mengenai pemeriksaan yang
dilakukan mahasiswa (15 menit)

Sesi III: Pelatihan keterampilan pemeriksaan buta warna, segmen


anterior dan segmen posterior
1. Pretest (10 menit)
2. Review teori pemeriksaan segmen anterior dan segmen
posterior (10 menit)
3. Tutor mendemonstrasikan teknik pemeriksaan segmen
anterior dan segmen posterior (10 menit)
4. 2-3 mahasiswa melakukan role – play pemeriksaan segmen
anterior dan segmen posterior (20 menit)
5. Mahasiswa lain dan tutor memberi komentar teknik
pemeriksaan yang telah dilakukan (10 menit)
6. Seluruh mahasiswa berlatih dalam kelompok kecil, masing –
masing terdiri dari 3 orang (1 dokter, 1 pasien, 1 orang penilai
sesuai checklist) melakukan pemeriksaan (20 menit)
7. Mahasiswa menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang
didapatkan (15 menit)
8. Tutor memberikan feedback mengenai pemeriksaan yang
dilakukan mahasiswa (15 menit)
Sesi IV : Pemeriksaan tes berbisik, garputala, dan otoskopi

12 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
1. Pretest (10 menit)
2. Review teori pemeriksaan garputala dan tes berbisik (10 menit)
3. Tutor mendemonstrasikan teknik pemeriksaan garputala dan
tes berbisik (20 menit)
4. 2-3 mahasiswa melakukan role – play pemeriksaan garputala
dan tes berbisik (30 menit)
5. Mahasiswa lain dan tutor memberi komentar teknik
pemeriksaan yang telah dilakukan (10 menit)
6. Seluruh mahasiswa berlatih dalam kelompok kecil, masing –
masing terdiri dari 3 orang (1 dokter, 1 pasien, 1 orang penilai
sesuai checklist) melakukan pemeriksaan (20 menit)
7. Mahasiswa menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang
didapatkan (15 menit)
8. Tutor memberikan feedback mengenai pemeriksaan yang
dilakukan mahasiswa (15 menit)

Sesi V: Anamnesis terkait keluhan mata, keluhan telinga, dan


keluhan kulit
1. Pretest (10 menit)
2. Review teori anamnesis terkait keluhan mata, keluhan telinga,
dan keluhan kulit (15 menit)
3. 2-3 mahasiswa melakukan role – play anamnesis dan dengan
tutor sebagai pasien (20 menit)
4. Mahasiswa lain dan tutor memberi komentar teknik anamnesis
yang telah dilakukan (10 menit)
5. Seluruh mahasiswa berlatih dalam kelompok kecil, masing–
masing terdiri dari 3 orang (1 dokter, 1 pasien, 1 orang penilai
sesuai checklist) secara bergantian (20 menit)
6. Mahasiswa menginterpretasikan hasil anamnesis (10 menit)
7. Tutor memberikan feedback mengenai anamnesis yang
dilakukan mahasiswa (20 menit)

13 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
DAFTAR MASALAH TERKAIT MODUL (SKDI, 2012)

13 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
DAFTAR PENYAKIT TERKAIT MODUL (SKDI, 2012)

14 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
15 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
16 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
17 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
18 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
TABEL 1. PEMETAAN PENCAPAIAN KOMPETENSI KETERAMPILAN KLINIS

Nama keterampilan (SKDI 2012) Diberikan pada Mata Kuliah/ Metode Tingkat
Modul/ Blok/ Kepaniteraan Pembelajaran keterampilan
Mata
Penilaian penglihatan bayi, anak, dan 4.1 PKK (Praktik 4A
dewasa Keterampilan
Klinis)
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Penilaian refraksi, subjektif 4.1 Kuliah 4A
7.1 Kuliah
Ilmu Penyakit Mata PKK
Penilaian refraksi, subjektif 4.1 Kuliah 2
7.1 Kuliah
Ilmu Penyakit Mata PKK
Lapang pandang, Donders 4.1 PKK 4A
confrontation test 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Lapang pandang, Amsler panes 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
19 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Inspeksi kelopak mata 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi kelopak mata dengan eversi 4.1 PKK 4A
kelopak atas 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi bulu mata 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi konjungtiva, termasuk 4.1 PKK 4A
forniks 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi sklera 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi orifisium duktus lakrimalis 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Palpasi limfonodus pre-aurikular 3.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
20 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Penilaian posisi dengan corneal 4.1 PKK 4A
reflex images 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Penilaian posisi dengan cover 4.1 PKK 4A
uncover test 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Pemeriksaan gerakan bola mata 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Penilaian penglihatan binokular 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi pupil 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Penilaian pupil dengan reaksi 4.1 PKK 4A
langsung terhadap cahaya dan 7.1 PKK
konvergensi Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi media refraksi dengan 4.1 PKK 4A
transilluminasi (pen light) 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
21 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Inspeksi kornea 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Tes sensivitas kornea 2.1 PKK 4A
5.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi bilik mata depan 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi iris 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi lensa 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Pemeriksaan dengan slit-lamp Ilmu Penyakit Mata PKK 3

Fundoscopy untuk melihat fundus 4.1 PKK 4A


reflex 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata

Fundoscopy untuk melihat pembuluh 4.1 PKK 4A


22 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
darah, papil, makula 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata
Tekanan intraokular, estimasi dengan 4.1 PKK 4A
palpasi 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Tekanan intraokular, pengukuran 7.1 PKK 4A
dengan indentasi tonometer (Schiötz) Ilmu Penyakit Mata PKK
PKK
Tekanan intraokular, pengukuran den 7.1 PKK 1
gan aplanasitonometer atau non- Ilmu Penyakit Mata PKK
contact-tonometer
Tes penglihatan warna (dengan buku 4.1 PKK 4A
ishihara 12 plate) 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Penentuan refraksi setelah sikloplegia ( 7.1 Kuliah 1
skiascopy) Ilmu Penyakit Mata PKK
Pemeriksaan lensa kontak fundus, mi 7.1 Kuliah 1
salnya gonioscopy Ilmu Penyakit Mata PKK
7.1 Kuliah 2
Pengukuran produksi air mata Ilmu Penyakit Mata PKK
7.1 Kuliah 2
Pengukuran eksoftalmos (Hertel) Ilmu Penyakit Mata PKK
23 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pembilasan melalui saluran lakrimalis 7.1 Kuliah 2
(Anel) Ilmu Penyakit Mata PKK
7.1 Kuliah 2
Pemeriksaan orthoptic Ilmu Penyakit Mata PKK
7.1 Kuliah 2
Perimetri Ilmu Penyakit Mata PKK
Pemeriksaan lensa kontak dengan ko 7.1 Kuliah 3
mplikasi Ilmu Penyakit Mata PKK
7.1 Kuliah 1
Elektroretinografi Ilmu Penyakit Mata PKK
7.1 Kuliah 1
Electro-oculography Ilmu Penyakit Mata PKK
7.1 Kuliah 1
Visual evoked potentials (VEP/VER) Ilmu Penyakit Mata PKK
Echographic examination: ultrasonogr 7.1 Kuliah 1
aphy (USG) Ilmu Penyakit Mata PKK
7.1 Kuliah 1
Fluorescein angiography (FAG Ilmu Penyakit Mata PKK
Keterampilan terapeutik mata
Peresepan kacamata pada kelainan 7.1 PKK 4A
refraksi ringan (s/d 5D tanpa silindris) Ilmu Penyakit Mata PKK
untuk mencapai visus 6/6
24 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Peresepan kaca mata baca pada 7.1 PKK 4A
penderita dengan visus jauh normal Ilmu Penyakit Mata PKK
atau dapat dikoreksi menjadi 6/6
Pemberian obat tetes mata 7.1 PKK 4A
Ilmu Penyakit Mata PKK
7.1 PKK 4A
Aplikasi salep mata Ilmu Penyakit Mata PKK
7.1 PKK 4A
To apply eyes dressing Ilmu Penyakit Mata PKK
Melepaskan protesa mata 7.1 PKK 3
Ilmu Penyakit Mata PKK
Mencabut bulu mata 7.1 PKK 3
Ilmu Penyakit Mata PKK
Membersihkan benda asing dan 7.1 PKK 4A
debris di konjungtiva Ilmu Penyakit Mata PKK
Membersihkan benda asing dan debri 7.1 Kuliah 3
s di kornea tanpa komplikasi Ilmu Penyakit Mata PKK
Terapi laser 7.1 Kuliah 1
Ilmu Penyakit Mata PKK
Operasi katarak 7.1 Kuliah 2
Ilmu Penyakit Mata PKK
25 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Squint, surgery 7.1 Kuliah 1
Ilmu Penyakit Mata PKK
Vitrectomi 7.1 Kuliah 1
Ilmu Penyakit Mata PKK
Operasi glaukoma dengan trabekuloto 7.1 Kuliah 1
mi Ilmu Penyakit Mata PKK
Transplantasi kornea 7.1 Kuliah 1
Ilmu Penyakit Mata PKK
Cryocoagulation misalnya cyclocryoco 7.1 Kuliah 1
agulation Ilmu Penyakit Mata PKK
Bedah kelopak mata (chalazion, entro 7.1 Kuliah 1
pion, ektropionptosis) Ilmu Penyakit Mata PKK
Operasi detached retina 7.1 Kuliah 1
Ilmu Penyakit Mata PKK
Telinga
Inspeksi aurikula, posisi telinga, dan 4.1 PKK 4A
mastoid 7.1 PKK
Ilmu THT-KL PKK
Pemeriksaan meatus auditorius 4.1 PKK 4A
externus dengan otoskop 7.1 PKK
Ilmu THT-KL PKK
26 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pemeriksaan membran timpani 4.1 PKK 4A
dengan otoskop 7.1 PKK
Ilmu THT-KL PKK
Menggunakan cermin kepala 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu THT-KL PKK
Menggunakan lampu kepala 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu THT-KL PKK
Tes pendengaran, pemeriksaan 4.1 PKK 4A
garpu tala (Weber, Rinne, 7.1 PKK
Schwabach) Ilmu THT-KL PKK
4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Tes pendengaran, tes berbisik Ilmu THT-KL PKK
4.1 PKK 4A
Pemeriksaan pendengaran pada 7.1 PKK
anak-anak Ilmu THT-KL PKK
7.1 Kuliah 2
Otoscopy pneumatic (Siegle) Ilmu THT-KL PKK
Melakukan dan menginterpretasikan ti 7.1 Kuliah 2
mpanometri Ilmu THT-KL PKK
27 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
7.1 Kuliah 2
Pemeriksaan vestibular Ilmu THT-KL PKK
7.1 Kuliah 2
Tes Ewing Ilmu THT-KL PKK

Keterampilan terapeutik telinga


7.1 PKK 4A
Manuver valsava Ilmu Penyakit Mata PKK
4.1 PKK 4A
Pembersihan meatus auditorius 7.1 PKK
eksternus dengan usapan Ilmu Penyakit Mata PKK
Pengambilan serumen 7.1 PKK 4A
menggunakan kait atau kuret Ilmu Penyakit Mata PKK
Pengambilan benda asing di telinga 7.1 PKK 4A
Ilmu Penyakit Mata PKK
Menghentikan perdarahan hidung 7.1 PKK 4A
Ilmu Penyakit Mata PKK
Pengambilan benda asing dari 7.1 PKK 4A
hidung Ilmu Penyakit Mata PKK
Parasentesis 7.1 Kuliah 2
Ilmu Penyakit Mata PKK
28 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Insersi grommet tube 7.1 Kuliah 1
Ilmu Penyakit Mata PKK
Menyesuaikan alat bantu dengar 7.1 Kuliah 2
Ilmu Penyakit Mata PKK
Integumentum
Inspeksi kulit 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin PKK
Inspeksi membran mukosa 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin PKK
Inspeksi daerah perianal 3.3 PKK 4A
6.1 PKK
Ilmu Penyakit Dalam PKK
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Obstetri dan Ginekologi
Inspeksi kuku 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin PKK
Inspeksi rambut dan skalp 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin PKK
29 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Palpasi kulit 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin PKK

Deskripsi lesi kulit dengan 4.1 PKK 4A


perubahan primer dan sekunder, 7.1 PKK
misal ukuran, distribusi, Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin PKK
penyebaran, konfigurasi

Deskripsi lesi kulit dengan 4.1 PKK 4A


perubahan primer dan sekunder, 7.1 PKK
seperti ukuran distribusi, Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin PKK
penyebaran dan konfigurasi

Pemeriksaan dermografisme 4.1 PKK 4A


7.1 PKK
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin PKK

Penyiapan dan penilaian sediaan 4.3 PKK 4A


kalium hidroksida 7.1 PKK
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin PKK
30 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Penyiapan dan penilaian sediaan 4.1 PKK 4A
metilen biru 7.1 PKK
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin PKK
Penyiapan dan penilaian sediaan 4.1 PKK 4A
Gram 7.1 PKK
Ilmu Kulit dan Kelamin PKK
Pemeriksaan dengan sinar UVA Ilmu Kulit dan Kelamin PKK 4A
(lampu Wood)
Biopsi plong (punch biopsy) Ilmu Kulit dan Kelamin PKK 2
Uji tempel (patch test) 7.1 Kuliah 2
Ilmu Kulit dan Kelamin PKK
Uji tusuk (prick test) 7.1 Kuliah 2
Ilmu Kulit dan Kelamin PKK
31 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
32 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
SESI I PEMERIKSAAN UJUD KELAINAN KULIT

Untuk menegakkan diagnosis penyakit kulit, beberapa faktor


perlu dilihat secara komprehensif, karena penyebab penyakit kulit
bukan hanya terletak pada satu faktor. Walaupun kelainan kulit
dapat dilihat dengan mata telanjang, namun dibalik kelainan
tersebut banyak hal yang perlu mendapat perhatian. Untuk itu, perlu
dilakukan pemeriksaan yang cermat dan teliti. Selain harus
mengetahui anatomi, fisiologi, histopatologi, dan imunologi kulit,
pengetahuan tentang epidemiologi dan jenis-jenis ujud kelainan
/efloresensi kulit sangat diperlukan untuk mendapatkan diagnosis
yang tepat.
Dalam menghadapi kasus keluhan kulit, tindakan yang harus
dilakukan ialah anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dalam melakukan pemeriksaan fisik, atau lebih dikenal
dengan pemeriksaan ujud kelainan kulit ada 4 faktor kardinal yang
harus diperhatikan yaitu: tipe, bentuk, susunan lesi multipel,
distribusi. Selain faktor kardinal, harus diperhatikan juga
karakteristik lokasi, dan 3 karakteristik mayor lesi. Karakteristik
mayor lesi ialah, warna, konsistensi, struktur kulit yang terlibat.
A. Langkah Pemeriksaan Kulit
1. Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis, hendaknya dipastikan keluhan
utama dan atau keluhan lain menyertai. Misal pruritus, eritema
yang disertai dengan demam. Kemudian pastikan keluhan
serupa yang dirasakan di tempat lain. Misal, apakah pasien
dengan keluhan pruritus di pipi, apakah juga dirasakan di
tempat lain selain pipi.
2. Inspeksi
Saat inspeksi, pemeriksaan hendaklah dilakukan di ruangan
dengan penerangan yang cukup. Pasien dapat dalam posisi
berbaring ataupun duduk, dengan posisi pemeriksa di depan
atau samping kanan pasien atau kiri jika diperlukan (utamakan
keleluasaan pemeriksaan dan kenyamanan pasien).

33 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pemeriksa sebaiknya menggunakan kaca pembesar untuk
membantu pemeriksaan. Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi,
bentuk, ukuran, penyebaran, batas, dan lesi yang khusus.
Pada pemeriksaan ini diperhatikan adanya tanda-tanda
radang akut atau tidak, misalnya dolor, kalor, fungsiolesa
(rubor dan tumor dapat pula dilihat), ada tidaknya indurasi,
fluktuasi, dan pembesaran kelenjar regional maupun
generalisata.
3. Setelah inspeksi selesai, dapat dilakukan palpasi pada lesi
yang tidak rapuh, ataupun lesi yang membutuhkan palpasi
untuk membantu menentukan ukuran, batas. Selain palpasi,
setelah inspeksi juga dapat dilakukan pemeriksaan lain untuk
membantu penegakan diagnosis, misal diaskopi, tes Nikolsky,
tes goresan lilin, tes Gunawan, dll. Setelah pemeriksaan
dermatologik (inspeksi dan palpasi) dan pemeriksaan umum
(intern) selesai dapat dibuat diagnosis sementara dan
diagnosis banding.

B. Ujud Kelainan Kulit


Lesi kulit dikenal juga dengan istilah ujud kelainan kulit (UKK).
UKK dapat berubah pada seiring proses perjalanan penyakit.
Perubahan ini dapat disebabkan proses patologis, keadaan dari
luar, misalnya trauma garukan, dan pengobatan yang diberikan.
Lesi kulit yang terjadi akibat patogenesis awal penyakit disebut lesi
primer atau UKK primer, sedangkan lesi kulit yang terjadi seiring
proses patogenesis penyakit setelah munculnya UKK primer
disebut UKK sekunder. Menurut Prakken (1966) yang
dikategorikan UKK primer adalah : makula, papul, plak, urtika,
nodus, nodulus, vesikel, bula, pustul dan kista. UKK sekunder
adalah skuama, krusta, erosi, ulkus dan sikatriks. Ada juga kategori
UKK khusus yaitu: kanalikuli, milia, komedo, eksantema, roseola,
purpura.
Pada penetapan UKK primer dan sekunder haruslah
disesuaikan. Misal, pada kasus dermatofitosis ditemukan UKK

34 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
skuama, menurut Prakken (1966), skuama dikategorikan UKK
sekunder, namun merunut pada patogenesis penyakit, skuama
dikategorikan UKK primer. Sehingga pada penetapannya, skuama
untuk kasus dermatofitosis, dikategorikan sebagai UKK primer.
Dermatology Lexicon Project membuat klasifikasi UKK
berdasarkan morfologinya, yaitu sebagai berikut :
1. Lesi sama tinggi permukaan kulit
a. Makula adalah lesi kulit datar (setinggi permukaan kulit)
berbatas tegas, berupa perubahan warna kulit tanpa
perubahan bentuk, berukuran ≤ 0,5cm. Perubahan warna
dapat berupa kemerahan, disebut eritema; lebih pucat
dibanding kulit sekitar, disebut hipopigmentasi; lebih gelap
dibanding kulit sekitar, disebut hiperpigmentasi; putih/sangat
pucat dibandingkan kulit sekitar yang sehat, disebut
depigmentasi. Makula eritem dapat ditemukan pada
purpura, petekie, ekimosis. Makula hiperpigmentasi dapat
ditemukan pada kasus melanoderma, lesi paska inflamasi.
Makula hipopigmentasi dapat ditemukan pada leukoderma,
tinea versicolor, pityriasis versicolor. Makula depigmentasi
dapat ditemukan pada vitiligo. Perubahan warna pada
makula eritema dapat disebabkan vasodilatasi, inflamasi
vaskular, hingga ekstravasasi eritrosit. Sedangkan
perubahan warna pada makula hiperpigmentasi,
hipopigmentasi, dan depigmentasi disebabkan oleh
gangguan pada melanosit dan atau melanin.

(c)

35 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 1a. Ilustrasi makula hiperpigmentasi dalam lapisan
kulit; 1b. Ilustrasi makula eritema dalam lapisan kulit; 1c.
Makula hiperpigmentasi pada nevus

b. Patch merupakan lesi serupa makula namun berukuran >


0,5cm. Terkadang patch juga dapat disertai skuama halus
diatasnya. Patch sering ditemukan pada kasus vitiligo.

Gambar 2. Patch depigmentasi pada vitiligo

c. Eritema adalah perubahan warna kulit berwarna


kemerahan, yang biasa disebabkan vasodilatasi di dermis.
Dapat ditemukan pada erupsi obat.

Gambar 3. Eritema pada erupsi obat

d. Eritroderma adalah perubahan warna kulit berwarna


kemerahan yang melibatkan >90% luas permukaan tubuh
dalam hitungan hari hingga minggu. Proses ini sering diikuti
oleh pembentukan skuama sebagai UKK primer, terutama
pada sindrom Sezary.

36 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 4. Eritroderma generalisata pada eritroderma

2. Lesi lebih tinggi dari permukaan kulit


a. Papula adalah penonjolan di atas permukaan kulit, berbatas
tegas, dengan
diameter
≤0,5cm.

Gambar 5a. Ilustrasi papula dalam lapisan kulit

Bentuk papul dapat bermacam-macam, diantaranya


sebagai berikut:
1) Sessile yaitu penonjolan sama bentuk dari dasar hingga
atap papul

37 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 5b. Sessile papule,smooth papule pada
moluskum kontagiosum

2) Pedunculated yaitu penonjolan dengan bentuk bertangkai


seperti pada fibroma pendulans, veruka vulgaris.

Gambar 6. Pedunculated papule pada veruka vulgaris

3) Dome-shaped yaitu penonjolan dengan bentuk seperti


kubah, seperti pada dermatitis

Gambar 7. Dome-shaped papule pada xanthoderma

4) Filiform yaitu penonjolan dengan bentuk seperti filamen,


seperti pada veruka vulgaris

38 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 8. Filiform papule pada veruka vulgaris

5) Mammilated yaitu penonjolan dengan bentuk seperti


puting payudara seperti pada veruka vulgaris, melanoma.

Gambar 9. Mammilated papule pada moluskum


kontagiosum

6) Acuminated yaitu penonjolan dengan bentuk seperti


kerucut seperti pada keratosis folikularis

Gambar 10. Acuminated papule pada keratosis folikularis

7) Umbilicated yaitu penonjolan dengan bagian tengah lebih


rendah dibanding bagian tepi

39 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 11. Umbilicated papule pada moluskum
kontagiosum

8) Flat-topped yaitu penonjolan dengan bagian atap papul


datar seperti pada veruka plana juvenilis

Gambar 12. Flat topped papule pada liken planus

9) Rough yaitu penonjolan dengan permukaan kasar,


seperti pada liken planus

Gambar 13. Rough papul pada liken planus

10) Smooth yaitu penonjolan dengan permukaan halus.

Warna papul dapat merah akibat peradangan, lebih pucat


dibanding kulit sekitarnya/hipopigmentasi, lebih gelap dibanding

40 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
kulit sekitarnya/ hiperpigmentasi, putih/ depigmentasi, atau seperti
kulit di sekitarnya.

b. Plak adalah penonjolan diatas permukaan kulit dengan


permukaan datar (serupa papula flat-topped), dengan
diameter >0,5cm. Plak dapat berupa papula yang konfluen,
atau bentuk lanjutan papula. Contoh kasus dapat ditemukan
pada psoriasis.

Gambar 14a. Plak pada psoriasis; Gambar 14b. Ilustrasi


plak dalam lapisan kulit

c. Nodul penonjolan diatas permukaan kulit berbentuk elips


atau bulat (seperti papul) dengan diameter >0,5cm. Nodul
diklasifikasikan menurut kedalaman proses patologisnya,
yaitu: 1) epidermal; 2) epidermal-dermal; 3) dermal; 4)
dermal-subdermal; 5) subcutaneous. Untuk membantu
diagnosis, dapat pula dijelaskan warna, keadaan
permukaan nodul, hingga ada tidaknya nyeri. Nodul dapat
ditemukan pada akne, karsinoma sel basal. Bentuk khas
nodul dapat ditemukan pada sifilis tersier berupa nodula
granulomatous yang disebut gumma. Terkadang,nodul
dapat berlanjut menjadi tumor, yaitu penonjolan diatas
permukaan kulit.

41 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 15a. Nodul pada karsinomal sel basal; Gambar
15.b ilustrasi nodul dalam lapisan kulit

d. Kista adalah penonjolan di atas permukaan kulit berupa


kantong berisi cairan serosa atau padat atau setengah
padat, terbentuk dari kelenjar yang melebar dan tertutup,
saluran kelenjar, vaskular, limfe, atau lapisan epidermis.
Dinding kista terdiri atas jaringan ikat dan dilapisi sel epitel
dan endotel. Isi kista terdiri atas hasil dindingnya, yaitu
serum, cairan limfe, keringat, sebum, epitel, lapisan tanduk
dan rambut. Contoh penyakitnya yaitu hidradenoma kistik.

Gambar 16a. Ilustrasi kista dalam lapisan kulit; Gambar


16b. Kista pada hidradenoma kistik

e. Wheal/hives/Urtikaria adalah penonjolan di atas permukaan


kulit berwarna kemerahan, berbatas tidak tegas, dengan
ukuran bervariasi, terkadang berwarna pucat di bagian
tengah, dengan bagian tepi berwarna kemerahan (flare).
Urtikaria muncul akibat edema setempat yang timbul
mendadak dan dapat hilang perlahan. Urtikaria biasanya

42 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
muncul akibat reaksi alergik, seperti pada dermatitis
medikamentosa, gigitan serangga.

Gambar 17a. Ilustrasi urticaria dalam lapisan kulit; Gambar


17b Urtikaria

f. Sikatriks/scar adalah jaringan ikat yang menggantikan


epidermis dan dermis yang sudah hilang. Jaringan ikat ini
dapat lebih cekung dari kulit sekitarnya (sikatriks atropi),
dapat lebih menonjol (sikatriks hipertropi), dan dapat normal
(eutrofi/ luka sayat). Salah satu bentuk khas sikatriks
hipertrofi ialah keloid. Keloid serupa sikatriks, namun
dengan bentuk menyerupai jaring laba laba.

18a 18b

18c
Gambar 18 a. Sikatriks hipertrofi; Gambar 18b. Sikatriks
atrofi paska akne; Gambar 18c. Ilustrasi sikatriks pada
lapisan kulit

43 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
g. Komedo berasal dari folikel rambut yang dilatasi dan diisi
dengan keratin dan lipid. Ketika muara folikel terbuka
dengan massa keratinoceous yang tampak jelas berwarna
hitam, disebut blackhead/ open comedo/ komedo terbuka.
Jika muara folikel tertutup, dan tampak massa keratin putih,
disebut whitehead/ closed comedo/ komedo tertutup.
Komedo ditemukan pada kasus akne.

Gambar 19. Komedo tertutup dan terbuka akne vulgaris

h. Horn/keratosis ialah massa berbentuk kerucut yang berasal


dari kelainan diferensiasi keratinosit. Biasa ditemukan pada
veruka vulgaris.

Gambar 20. Horn pada veruka vulgaris

i. Calcinosis ialah deposit kalsium pada jaringan dermis atau


subkutaneus, dapat berupa nodul atau plak. Dapat
ditemukan pada dermatomiositis.

Gambar 21. Calcinosis pada dermatomiositis

44 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
3. Lesi lebih rendah dari permukaan kulit
a. Erosi adalah lesi yang lebih rendah dari permukaan kulit,
biasanya basah, berbatas tegas, akibat hilangnya
permukaan epidermis. Erosi dapat disebabkan trauma,
maserasi epidermis, rupturnya bula, vesikel, atau nekrosis.

Gambar 22a. Ilustrasi ekskoriasi pada lapisan kulit; Gambar


22b. Ilustrasi erosi pada lapisan kulit; Gambar 22c. Ilustrasi
ulkus pada lapisan kulit; Gambar 22d. Erosi pada pasien
toxic epidermal necrolysis

b. Ulkus ialah defek epidermis dan sebagian dari dermis.


Defek ini biasanya melibatkan struktur penyokong epidermis
dan dermis, sehingga menyebabkan sikatriks ketika
sembuh. Dalam memeriksa ulkus, harus diperhatikan
keadaan kulit disekitar ulkus, UKK lain, hingga keadaan
hidrosis kulit dan pulsasi untuk memastikan keterlibatan
neurovaskular.

Gambar 23a. Ilustrasi ulkus dalam lapisan kulit; Gambar


23b. Ulkus pada pyoderma gangrenosum

45 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
c. Atrofi ialah berkurangnya ukuran sel, jaringan, organ. Atrofi
dapat terjadi pada lapisan dermis maupun epidermis. Atrofi
pada epidermis, kulit yang atrofi tampak berkilat, hampir
transparan, tipis, berkerut. Sedangkan atrofi pada dermis
tanpa disertai epidermis, kulit hanya tampak menipis.

Gambar 24. Atrofi pada penuaan

d. Poikiloderma adalah kombinasi atrofi, teleangiektasia dan


kelainan pigmentasi (hiper atau hipo). UKK ini dapat
ditemukan pada radiodermatitis.

Gambar 25. Poikiloderma

e. Sinus adalah saluran yang menghubungkan rongga


supuratif dengan permukaan kulit. Rongga biasanya berisi
pus, cairan, keratin. Sinus dapat ditemukan pada kasus
hidradenitis supuratif.

Gambar 26. Sinus pada hidradenitis supuratif

f. Striae adalah garis depresi linear yang berukuran beberapa


sentimeter. Striae disebabkan perubahan kolagen retikular

46 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
disebabkan peregangan kulit berlebihan. Permukaan striae
dapat berupa kerutan, berwarna pink hingga merah dan
meninggi hingga kemudian menjadi pucat dan mendatar.
Striae dapat ditemukan pada striae gravidarum.

Gambar 27. Striae pada wanita dengan peningkatan berat


badan berlebihan

g. Burrow/kanalikuli ialah berupa saluran-saluran pada stratum


korneum, yang timbul sejajar dengan permukaan kulit,
seperti yang terdapat pada skabies.

Gambar 28. Kanalikuli

h. Sklerosis ialah pengerasan atau indurasi akibat fibrosis


dermis. Kulit akan teraba sangat keras, disertai gangguan
pigmentasi. Epidermis diatas sklerosis dermis dapat
mengalami atrofi. Dapat ditemukan skleroderma

Gambar 29. Sklerosis pada skleroderma

47 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
4. Perubahan permukaan
a. Skuama adalah pelepasan lapisan stratum korneum dari
permukaan kulit. Dapat berupa skuama halus (pitiriasiformis),
sedang (dermatitis), atau kasar (psoriasis). Skuama dapat
berwarna putih (psoriasis), coklat, atau seperti sisik ikan
(iktiosis).

Gambar 30. Skuama pada psoriasis

b. Krusta adalah deposit serum, darah, dan eksudat purulen


yang mengering di permukaan kulit. Penampakan krusta
terutama warna sangat heterogen, bergantung pada asal
deposit. Warna coklat kekuningan merujuk asal dari cairan
serous, warna hijau kekuningan merujuk asal dari cairan
purulen, warna merah kehitaman merujuk asal dari sekresi
hemoragik, warna kecoklatan seperti madu merujuk asal dari
proses impetiginasi. Krusta yang berasal dari sebagian
epidermis biasanya tampak tipis, sedangkan krusta yang
berasal dari sebagian besar epidermis akan tampak tebal.
Misalnya pada impetigo krustosa, dermatitis kontak. Krusta
dapat berwarna hitam (pada jaringan nekrosis), merah (asal
darah) atau coklat (asal darah, nanah, serum).

48 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 31. Krusta kecoklatan seperti madu pada impetigo
krustosa

c. Ekskoriasi adalah ekskavasi permukaan epidermis yang


disebabkan garukan, biasa didahului oleh pruritus. Terkadang
ekskoriasi dapat menyebabkan perdarahan jika disebabkan
pruritus hebat.

Gambar 32. Ekskoriasi


d. Fissura adalah hilangnya kontinuitas permukaan kulit linear,
diakibatkan tekanan berlebihan atau berkurangnya elastisitas
jaringan. Fissura seringkali terjadi pada bagian kulit dengan
stratum korneum tebal seperti tumit, fissura terutama
ditemukan pada kasus dermatitis kontak iritan.

Gambar 33. Fissura pada dermatitis kontak iritan


e. Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis-garis
lipatan/ relief kulit tampak lebih jelas sehingga menyerupai
cabang pohon(tree bark). Likenifikasi disebabkan perubahan
kolagen pada permukaan dermis. Lesi ini juga dapat disertai

49 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
ekskoriasi dan skuama, sering ditemukan pada kasus liken
simpleks kronis.

Gambar 34. Likenifikasi pada liken simpleks kronis


f. Keratoderma adalah hiperkeratosis pada kulit yang
menyebabkan penebalan kulit kekuningan terutama pada
telapak tangan dan tumit. Hiperkeratosis dapat merupakan
kelainan yang diturunkan dan atau kelainan dapatan yang
disebabkan trauma mekanis berulang.

Gambar 35. Keratoderma


g. Eschar merujuk pada nekrosis jaringan, infark, gangren, dan
proses ulserasi lainnya. Biasanya lesi ini berbatas tegas pada
permukaan kulit yang lembab, kaya protein, dan avaskular.
Eschar dapat meluruh secara alami, sering ditemukan pada
kasus luka bakar.

Gambar 36. Eschar pada luka bakar

50 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
5. Lesi berisi cairan
a. Vesikel adalah gelembung berisi cairan dengan diameter ≤
0,5cm. Vesikel biasanya berasal dari proses patologis tepat
dibawah stratum korneum/subkorneum atau intraepidermal.
Gelembung vesikel dapat merupakan UKK primer, misal
pada infeksi virus, atau merupakan UKK sekunder lanjutan
dari spongiosis, akantolisis, ataupun degenerasi balon.

Gambar 37a. Ilustrasi bula dalam lapisan kulit; Gambar 37b.


Ilustrasi vesikel dalam lapisan kulit. Gambar 37c. Vesikel
pada impetigo.

b. Bula adalah gelembung berisi cairan dengan diameter


>0,5cm. Bula dapat berasal dari subkorneum, namun
seringkali berasal dari proses patogenesis di epidermal-
dermal junction. Dinding bula seringkali tipis dan transparan
sehingga dapat menunjukkan isinya. Bula dapat berisikan
cairan jernih, serous, hemoragik, hingga pus. Bula dapat
ditemukan pada kasus impetigo bulosa.

Gambar 38. Bula pada pemfigus bulosa

51 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
c. Pustul adalah gelembung pada epidermis berisikan pus.
Dapat dikatakan juga bahwa pustul merupakan vesikel
berisi nanah. Eksudat pus dapat berwarna putih, kuning,
kuning-kehijauan. Pustul dapat pula muncul pada folikel
rambut. Pustul sering ditemukan pada kasus pioderma.
Terkadang dapat ditemukan cairan pus mengendap pada
dasar lesi yang disebut vesikel hipopion.

Gambar 39. Pustul pada pioderma

d. Furunkel merupakan bentuk folikulitis yang mengalami


nekrosis dan disertai supurasi. Tampak berupa follicle
centered nodule dengan diameter >1cm. Bagian tengahnya
tampak massa nekrotik pustul pada bagian dasarnya.
Beberapa furunkel dapat bergabung membentuk karbunkel.

Gambar 40a. Furunkel Gambar 40b.


Karbunkel

e. Abses adalah akumulasi material purulen dalam dermis dan


atau jaringan subkutan. Abses tampak kemerahan, teraba
hangat, nyeri, dan biasanya disertai demam.

52 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 41. Abses pada pioderma

6. Lesi vaskular
a. Purpura adalah ekstravasasi eritrosit ke kulit yang tampak
sebagai bercak merah keunguan. Petechiae adalah purpura
seukuran ujung jarum, sedangkan ekimosis purpura
berukuran besar serupa patch. Dalam perjalanannya,
purpura akan berubah warna menjadi kuning kecoklatan.
Dapat ditemukan pada vaskulitis, atau paska trauma.

Gambar 42. Purpura, petechiae

Gambar 43. Ekimosis


b. Teleangiektasia adalah dilatasi ireversibel kapiler kecil pada
permukaan dermis.

53 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 44. Teleangiektasis

c. Infark adalah nekrosis kulit disebabkan proses inflamasi


atau oklusi pembuluh darah. Infark tampak sebagai makula
atau plak merah keabuan, kadang sebagai lesi depresi,
dengan area sekeliling infark tampak hiperemia. Dapat
disebabkan oleh embolus.

Gambar 45. Infark pada embolus

Keluhan kulit paling sering ialah kemerahan, bila terdapat


kemerahan pada kulit ada tiga kemungkinan: eritema,
purpura dan telangiektasis. Cara membedakannya yakni
ditekan dengan jari dan digeser. Pada eritema warna
kemerahan akan hilang dan warna tersebut akan kembali
setelah jari dilepaskan karena terjadi vasodilatasi kapiler.
Sebaliknya pada purpura tidak menghilang sebab terjadi
perdarahan di kulit, demikian pula telangiektasis akibat
pelebaran kapiler yang menetap. Cara lain ialah yang
disebut diskopi yang berarti menekan dengan benda
transparan (diaskop) pada tempat kemerahan tersebut

54 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Diaskopi disebut positif, jika warna merah menghilang
(eritema), disebut negatif bila warna merah tidak
menghilang (purpura atau telangiektasis). Pada
telangiektasis akan tampak kapiler yang berbentuk seperti
tali yang berkelok-kelok dapat berwarna merah atau biru.

C. Bentuk, Susunan, Distribusi Lesi/UKK


Tanda kardinal lain yang perlu diperhatikan ialah, bentuk dan
susunan/konfigurasi lesi. Dermatologic lexicon project
mengklasifikasikan bentuk dan susunan/konfigurasi/distrinbusi lesi
sebagai berikut :

1. Bentuk dan susunan/konfigurasi lesi tunggal


a. Anular/sirsinar, lesi bersusun berbentuk cincin, dimana
bagian tengah lesi berbeda dengan bagian pinggir lesi.
Dapat ditemukan pada tinea corporis.

Gambar 46. Lesi anular pada tinea corporis

b. Numular/diskoid, lesi berbentuk bulat atau oval seperti


koin/coin shaped lesions. Biasa ditemukan pada psoriasis,
dermatitis numularis.

Gambar 47. Lesi numular pada dermatitis numularis

55 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
c. Polisiklik, lesi membentuk lingkaran atau cincin atau
setengah lingkaran dengan UKK yang koalesen/menyatu.
Biasa ditemukan pada urtikaria.

Gambar 48. Lesi polisiklik pada urtikaria


d. Arkuata, lesi berbentuk seperti busur, atau anular tak
lengkap. Dapat ditemukan pada urtikaria dan tinea corporis.

Gambar 49. Lesi arkuata pada tinera corporis

e. Linear, lesi berbentuk garis lurus, biasa ditemukan pada


kanalikuli skabies.

Gambar 50. Lesi linear pada skabies

56 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
f. Retikularis, berbentuk seperti jaring yang diselingi kulit
sehat diantaranya. Biasa ditemukan pada livedo reticularis.

Gambar 51. Lesi retikularis pada livedo reticularis

g. Serpiginosa, berbentuk berkelok kelok seperti ular. Biasa


ditemukan pada cutaneus larva migrans.

Gambar 52. Lesi serpiginosa pada cutaneus larva migrans

h. Targetoid/irisformis, target-like, lesi berbentuk seperti


sasaran tembak. Dapat ditemukan pada eritema multiforme.

Gambar 53. Lesi target pada eritema multiforme

57 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
2. Susunan lesi multipel
a. Herpetiformis, lesi berkelompok/bergerombol, biasa
ditemukan pada varicella, gigitan serangga.

Gambar 54. Lesi herpetiformis pada varicella


b. Scattered/iregular, lesi menyebar tidak beraturan.

Gambar 55. Lesi iregular pada pioderma

3. Distribusi lesi multipel


a. Dermatomal, zosteriform,menyebar sesuai area dermatom
tubuh. Ditemukan pada herpes zoster.

Gambar 56. Lesi dermatomal pada herpes zoster

b. Blaschkold, berdasarkan embriogenesis kulit. Dapat


ditemukan pada nevus.

58 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 57. Lesi blaschkold pada nevus

c. Limfangitik, sesuai penyebaran vasa limfatikus. Dapat


ditemukan pada selulitis.

Gambar 58. Lesi limfangitik pada selulitis

d. Sun exposed, terpapar sinar matahari. Dapat ditemukan


pada subcutaneus lupus erythematosus.
e. Sun protected, terlindung dari sinar matahari, tertutup
pakaian. Dapat ditemukan pada kasus dermatofitosis.
f. Akral, pada anggota tubuh distal. Dapat ditemukan pada
pustulosis palmoplantar.
g. Truncal, pada bagian batang tubuh. Dapat ditemukan pada
tinea cruris.
h. Ekstensor, pada bagian dorsal ekstremitas. Dapat
ditemukan pada psoriasis.
i. Fleksor, pada bagian otot fleksor. Dapat ditemukan pada
kasus dermatitis atopik.

59 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
j. Interttriginosa, pada lipatan tubuh. Dapat ditemukan pada
kandidiasis.
k. Regional/lokalisata, hanya pada satu lokasi tubuh saja.
Dapat ditemukan pada selulitis.
l. Generalisata, menyeluruh pada seluruh anggota tubuh.
Biasa ditemukan pada erupsi obat.
m. Bilateral simetris, pada kedua belah bagian tubuh
(mirroring). Dapat ditemukan pada vitiligo.
n. Universal, melibatkan hampir seluruh permukaan kulit.

D. Istilah Lain dalam Dermatologic Lexicon Project

Ada beberapa istilah yang telah lama digunakan dalam


dermatologi di Indonesia namun tidak dibahas dalam klasifikasi
Dermatologic Lexicon Project. Diantaranya ialah sebagai berikut:
1. Ukuran lesi
a. Miliar : sebesar kepala jarum pentul
b. Lentikular :sebesar kacang hijau-jagung
c. Numular : sebesar uang logam seratus rupiah
d. Plakat : lebih besar dari nummular

60 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
59a 59b

59c 59d
Gambar 59a. Lesi ukuran miliar pada liken nitidus; Gambar 59b.
Lesi ukuran lentikular pada pioderma; Gambar 59c. Lesi ukuran
numular pada dermatitis numularis; Gambar 59d. Lesi ukuran plakat
pada psoriasis

a. Bentuk lesi
a. Teratur : bulat, oval dan sebagiannya

Gambar 60a. Bentuk oval (ptiriasis rosea)

61 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 60b. Bentuk bulat (dermatitis numularis)

b. Tidak teratur : tidak mempunyai bentuk teratur


c. Korimbiformis : efloresensi besar dikelilingi oleh
efloresensi kecil (hen and chicken configuration)

Gambar 60.c. Lesi bentuk korimbiformis pada amiloidosis

b. Distribusi lesi
a.Solitar jika hanya satu lesi, dapat ditemukan pada ulkus
durum
b.Multipel jika lesi banyak , dapat ditemukan pada varisela
c. Difus, jika lesi tidak berbatas tegas

62 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 61. Batas lesi tidak tegas/difus pada dermatitis kontak
iritan

d. Sirkumskrip, jika lesi berbatas tegas

Gambar 62. Lesi berbatas tegas pada hidradenoma kistik

e. Konfluen, jika beberapa lesi menyatu.

Gambar 63. Lesi konfluen pada tinea corporis

63 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
f. Diskrit : lesi-lesi terpisah satu dengan yang lain pada
ektima.

Gambar 64. Lesi diskrit pada pioderma

g.Unilateral menyerang separuh badan seperti pada


herpes zoster.

Gambar 65. Lesi unilateral pada herpes zoster

64 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
E. Regio-regio pada tubuh
1. Regio kepala, wajah dan leher

Gambar 66. Regio Capitis, Fascialis dan Cervicalis

Identifikasi regio anatomi pada gambar 66 dan isikan pada


tabel berikut

Regio Capitis
No Nama regio
1
2
3
4
5
6

65 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Regio Facialis
No Nama regio
7
8
9
10
11
12
13
14

Regio Cervicalis
15
15.1
15.2
15.3
15.4
16
16.1
17
17.1
17.2
18
66 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
2. Regio Badan dan Ekstremitas (tungkai)

Gambar 67. Regio badan dan ekstremitas

Regio Thoracicae
No
1
2
3
67 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Regio Dorsalis
13
14
15
16
17
Regio Perinealis
18
19
Regio membri superior
20
21
22
23
24
25
Regio membri inferior
26
27
28
29
30
31
32
68 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Penulisan status dermatologik
Pertama-tama harus ditentukan lokalisasi kelainan, yaitu secara :
- regional : r. fasialis, r. torakalis, r. abdominalis
- dan atau dengan regio relatif : 1/3 proksimal ekstremitas
inferior kiri, 1/3 tengah lengan kanan, dll.
Setelah penentuan lokasi, maka dituliskan lebih dahulu UKK
primer, UKK sekunder (warna, konsistensi jika belum
terjelaskan dalam penulisan UKK) , jumlah UKK (jika UKK
primer tunggal, namun UKK sekunder multipel, maka ditulis
terpisah langsung), bentuk dan susunan/konfigurasi UKK,
distribusi UKK. Jika dalam menentukan bentuk dan susunan,
serta distribusi, jika tidak ditemukan istilah yang sesuai dapat
dituliskan tidak khas
Contoh:

Pada regio fascialis,


Gambar frontalis, tampak
1. (a) hipopigmentasi (b) komedo
eritema tertutup,
makula hiperpigmentasi, sikatriks, multipel, bentuk tidak
khas, susunan tidak beraturan, regional.

69 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Check list Pemeriksaan Ujud Kelainan Kulit

Nama :
NIM :
Tanggal observasi :

No Aspek yang dinilai Skor


0 1 2
1. Mampu menentukan lokasi UKK
2. Mampu menentukan jenis UKK (primer lebih
dahulu)
*critical step
3. Mampu menentukan jumlah UKK
4. Mampu menentukan ukuran UKK
5. Mampu menentukan gambaran/susunan UKK
0: tidak mampu menentukan gambaran/susunan
UKK dan atau tidak mampu mengenali ada
tidaknya gambaran/susunan UKK
1: mampu menentukan gambaran/susunan UKK
6. Mampu menentukan bentuk UKK
0: tidak mampu menentukan bentuk UKK dan atau
tidak mampu mengenali ada tidaknya bentuk UKK
1: mampu menentukan bentuk UKK
7. Mampu menentukan penyebaran UKK
0: tidak mampu menentukan penyebaran UKK dan
atau tidak mampu mengenali ada tidaknya
penyebaran UKK
1: mampu menentukan penyebaran UKK
Observer,
Total Skor = x 100% = %
10
(.....................................)

70 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
71 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
SESI II PEMERIKSAAN VISUS, LAPANG PANDANG, OTOT
EKSTRAOKULER, COVER-UNCOVER TEST

1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)


Pemeriksaan visus wajib dilakukan bagi pasien dengan
keluhan gangguan penglihatan. Sebelumnya, pasien hendaklah
dilakukan pemeriksaan fisik mata tahap inspeksi awal terlebih
dahulu. Saat inspeksi perhatikan apakah pasien menggunakan
kacamata atau lensa kontak; kelopak mata, apakah terdapat ptosis,
proptosis; bola mata , apakah terdapat strabismus; pupil, perhatikan
ukuran dan simetrisitasnya; sklera, apakah mengalami perubahan
warna eritema, atau ikterik; dan terakhir keadaan sekitar mata,
apakah tampak tanda trauma, sikatriks, tumor, dll. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan visus. Jika dari inspeksi ataupun keluhan
pasien ditemui adanya kelainan pada salah satu mata, maka yang
didahulukan ialah mata yang tanpa kelainan. Pemeriksaan visus
meliputi pemeriksaan visus jauh, dekat, dan buta warna.

Gambar 68a. Pupil anisokor; Gambar 68b. Ptosis oculo dekstra

Gambar 68c. Proptosis/eksoftalmus

72 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 69b. Tanda
peradangan pada mata area
nasal, pada dakriosistitis

Gambar 69a. Macam strabismus; Gambar 69c. Sklera merah


pada perdarahan subkonjungtival

a. Pemeriksaan visus jauh


Pemeriksaan visus jauh pada dewasa maupun anak pada
prinsipnya sama, mengukur setiap mata secara bergantian pada
jarak tertentu, dengan mata yang tidak diperiksa harus dalam
keadaan tertutup, namun tidak ditekan. Pengukuran visus
menggunakan optotype/optotip, yaitu simbol standar untuk
pengukuran visus. Optotip dapat berupa huruf, bentuk, gambar, dll.
Ada banyak jenis optotip, namun yang dibahas ialah digunakan
berdasarkan rekomendasi optometrist. Pada pasien dewasa optotip

73 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
digunakan pada jarak 5-6m atau 20feet dari pasien, sedangkan
pada pasien anak pada jarak 3-4m atau 9-10 feet dari pasien.
Untuk pasien dewasa, optotip yang dipakai untuk memeriksa
visus jauh adalah kartu Snellen/Snellen chart. Kartu ini digunakan
pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien. Pada pinggir tiap baris ada
kode angka yang menunjukkan berapa meter huruf sebesar itu oleh
mata normal masih bisa dibaca. Sebagai contoh: huruf terkecil yang
masih bisa terbaca jelas adalah pada 10 meter, maka visus pasien
itu adalah 6/10 (artinya pasien tersebut membaca huruf dengan
jelas pada jarak 6 meter sedangkan mata normal mampu membaca
sejauh 10 meter).
Untuk pasien yang visusnya sangat buruk, digunakan
pemeriksaan dengan objek jari tangan, goyangan/lambaian tangan,
dan berkas cahaya. Masing-masing objek tersebut dapat dilihat
dengan mata normal pada jarak 60 m, 300 m, dan tidak terhingga
jauhnya.

Gambar 70. Snellen chart

74 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Cara Pemeriksaan visus jauh untuk dewasa:
1) Pasien diminta duduk pada jarak 5-6 meter menghadap kartu
Snellen. Apabila berkaca mata, mintalah untuk melepas kaca
matanya.
2) Biasakan memeriksa mata kanan terlebih dahulu baru mata
kiri.
3) Mintalah pasien menutup mata kirinya dengan telapak tangan,
tanpa tekanan. Pasien diminta melihat ke depan dengan
santai, tanpa melirik atau mengerutkan kelopak mata.
4) Mintalah pasien mengidentifikasi angka atau huruf atau simbol
yang tertera pada Snellen chart, mulai dari atas sampai ke
bawah.
5) Bilamana pasien hanya mampu mengenali sampai pada baris
20 m sementara jarak pasien adalah 5 m, maka visusnya 5/20
(jangan disingkat menjadi ¼). Kalau dari baris itu ada yang
salah tambahlah huruf F (false=salah).
6) Bila tulisan terbesar tidak dapat terbaca, mintalah pasien
menghitung jari yang pemeriksa acungkan mulai dari 1 m,
kemudian semakin mundur hingga jarak terjauh yang bisa
dilihat pasien. Bila pasien menghitung benar jumlah jari pada
jarak 1 m, visusnya 1/60 bila pada 2 m visusnya 2/60 dst,
sampai maksimal 5/60.
7) Bila pasien tidak dapat melihat jari anda dari jarak 1 m,
lakukan pemeriksaan goyangan/lambaian tangan. Goyangkan
tangan di depan pasien dan mintalah pasien mengatakan
arah goyangannya vertikal/horizontal. Bila dapat mengenali,
visusnya 1/300.
8) Bila pasien tidak dapat melihat goyangan tangan anda,
lakukan pemeriksaan dengan lampu senter. Nyalakan lampu
senter di depan pasien dan mintalah pasien menyebutkan
apakah senter menyala dan dari arah mana. Bila pasien bisa
menyebutkan dengan benar maka visusnya 1/tak terhingga.
Bila arah cahaya bisa dikenali dengan benar, maka visusnya
ditambahkan keterangan ‘proyeksi sinar baik’.

75 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
9) Menghitung jari, goyangan tangan dan berkas cahaya,
masing-masing dapat dilihat mata normal pada jarak 60 m,
300 m, dan tidak terhingga jauhnya, maka tajam penglihatan
dituliskan 1/60, 1/300, dan 1/∞.
10) Bila cahaya tidak dikenali, maka tajam penglihatannya adalah
0 atau tidak ada persepsi cahaya.
11) Bila visus kurang dari 6/6, dilakukan tes pinhole;
12) Bila dengan tes pinhole visus maju/ membaik (bisa 6/6),
berarti terdapat kelainan refraksi yang belum terkoreksi.
13) Bila dengan tes pinhole visus tidak maju/ tidak membaik
kemungkinan terdapat kelainan organik.
14) Apabila pinhole maju/ membaik maka dicoba untuk dikoreksi
dengan lensa spheris negatif atau positif (lensa sferis negatif
dari kecil ke besar, lensa sferis positif dari besar ke kecil).
15) Bila setelah koreksi maksimal visus belum mencapai 6/6,
dilakukan pemeriksaan astigmat dial
16) Bila pada astigmat dial melihat ada garis yang paling tegas,
diperiksa dengan lensa cylindris negatif atau positif (dengan
metode trial and error) dimana axisnya tegak lurus pada garis
yang paling tegas tersebut, sampai dapat mencapai 6/6.
17) Demikian sebaliknya diperiksa visus mata kirinya.

Untuk pasien anak, metode pemeriksaan visus jauh


tergantung pada usia anak. Untuk anak pada usia bayi dan batita
menggunakan fixed preference test dan preferential looking acuity
test. Fixed preference test menggunakan lensa 10 dioptri untuk
memicu diplopia ,dan sesuai untuk mendeteksi ambliopia.
Preferential looking acuity test menggunakan Keeler dan Teller
acuity card atau dalam bentuk papan. Kartu/papan ini berisikan pola
bergaris kontras hitam dan putih. Anak diminta untuk mengenali
kartu/papan dengan pola bergaris ini dan kemudian diminta untuk
menunjukkannya setelah dipindahposisikan dalam keadaan
kartu/papan yang ditutup.

76 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 71. a Keeler dan Teller acuity card

Gambar 71b. Papan Keeler dan Teller

Untuk pasien anak balita dapat digunakan Lea symbol chart,


broken wheel acuity cards, HOTV test. Lea symbol chart
menggunakan 4 bentuk dasar, lingkaran, persegi empat, rumah,
dan apel. Anak akan diperlihatkan salah satu dari keempat bentuk,
kemudian diminta untuk menunjukkan bentuk yang sesuai pada
chart berjarak 3-4 meter dari anak.

Gambar 72. Lea symbol chart

Broken wheel test biasa digunakan untuk anak anak


berkebutuhan khusus yang sulit mengenal bentuk. Tes ini

77 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
menggunakan gambar mobil dengan beberapa roda yang rusak.
Berbeda dengan Lea, broken wheel menggunakan kartu bergambar
dengan berbagai ukuran standar visus yang diperlihatkan dari jarak
3 meter.

Gambar 73. Broken wheel acuity card

HOTV test menggunakan chart berisikan huruf H O T V yang


ditempatkan pada jarak 3-4 meter.

Gambar 74. HOTV chart

78 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Untuk anak berusia 3 tahun, Lea symbol chart terbukti lebih
efektif dan efisien, sedangkan untuk anak berusia 4-5 tahun, HOTV
hampir sama efektif dengan Lea.
Pada pasien anak usia 6-8 tahun dapat digunakan modifikasi
Snellen chart, sehingga dapat digunakan pada jarak 3meter.
Biasanya modifikasi juga dapat berupa baris yang dipisahkan
dengan garis untuk mempermudah menandai huruf yang dapat
dibaca anak dengan visus normal pada jarak 3meter untuk Snellen
chart dewasa yang digunakan dewasa pada jarak 6meter.
Terkadang Snellen juga dapat menggunakan optotip berupa
gambar bagi anak yang belum dapat membaca.

Gambar 75a. Modifikasi Snellen chart dengan garis, Gambar


75b. Modifikasi Snellen chart menggunakan gambar hewan

b. Pemeriksaan visus dekat


Pemeriksaan visus dekat biasanya dilakukan pada pasien
dengan keluhan gangguan penglihatan dekat, terutama pada
pasien dewasa berusia diatas 45 tahun. Pada pasien dewasa
pemeriksaan menggunakan kartu Jaeger atau Snellen yang
berisikan optotip berupa rangkaian kata dan atau kalimat. Kartu ini
dibaca pada jarak 14 inci atau 35- 40cm bergantian antara mata
satu dan mata lainnya. Sama seperti visus jauh, mata yang tidak

79 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
digunakan tidak boleh ditekan kemudian kartu dibaca dari tulisan
berukuran terbesar hingga terkecil. Jika pasien tidak mampu
membaca tulisan berukuran terbesar, dilakukan pemeriksaan hitung
jari, jika tidak mampu melihat juga dilakukan pemeriksaan lambaian
tangan, jika tidak mampu melihat lambaian tangan dilakukan
pemeriksaan dengan cahaya. Meski urutannya serupa dengan
pemeriksaan visus jauh, namun jarak pemeriksaan pada visus
dekat sama untuk semua pemeriksaan yaitu 14 inci. Sedangkan
untuk pasien anak, pemeriksaan ini dapat dilakukan pada anak usia
diatas 3 tahun dengan menggunakan kartu Lea atau HOTV untuk
pemeriksaan visus dekat.

Gambar 76a. Lea symbol chart, dan Gambar 76b. HOTV chart
untuk pemeriksaan visus dekat pada anak

80 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 76c. Kartu baca Snellen untuk pemeriksaan visus dekat
pada dewasa; Gambar 76d. Kartu baca Jaeger

Pasien dengan gangguan visus jauh yang dikonfirmasi melalui


pemeriksaan visus, dapat pula dilakukan pemeriksaan pinhole test.
Uji ini bertujuan memastikan bahwa gangguan visus yang dialami
pasien ialah akibat kelainan refraksi. Pemeriksaan ini menggunakan
kacamata uji dengan lubang lubang di lensanya, lalu pasien diminta
membaca ulang Snellen Chart. Prinsipnya, pin hole test
memperbaiki fokus cahaya dan bayangan yang masuk ke mata
akibat kelainan refraksi, sehingga menghasilkan penglihatan yang
lebih baik. Jika pinhole test positif, artinya ada perbaikan visus
pasien dengan menggunakan kacamata pinhole, maka
kemungkinan besar pasien tersebut mengalami gangguan visus
akibat kelainan refraksi.

Gambar 77a. Lensa Coba Pin Hole Test, Kacamata coba Pin Hole
Test

81 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
2. Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan lapang pandang dapat membantu penegakan
diagnosis dan penentuan lokasi lesi. Lesi dapat terjadi dimana saja
sepanjang jaras korteks striatum lobus oksipital hingga retina dan
menyebabkan defisit lapang pandang yang khas. Dengan bantuan
pemeriksaan ini diharapkan dapat membantu menentukan
pemeriksaan lanjutan dan penatalaksanaan.

OS: oculo sinistra


OD: oculo dextra
ON: ophthalmic nerve
CH: chiasma LGB:
lateral geniculatum
body OT: optical
tract OR: optic
radiation

Gambar 75. Skema jaras visual.

82 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Tabel 2. Defek lapang pandang dan letak lesi
No Defek Letak lesi
Anopsia monocular Traktus nervus opticus
sinistra temporalis sinistra
1
Traktus nervus opticus nasal
dekstra
2 Bitemporal hemianopia Chiasma
Anopsia monocular Traktus nervus opticus
dekstra temporalis sinistra
3 Quadranatopia superior Traktus nervus opticus nasal
sinistra oculo sinistra dekstra
Optic radiation superior dekstra
Hemianopia nasal Traktus nervus opticus nasal
4
dekstra oculo sinistra sinistra
Hemianopia homonim Traktus nervus opticus dekstra
5
sinistra
Hemianopia inkongruos Optic radiation superior sinistra
6
inkomplit dekstra
No Defek Letak lesi
Hemianopia inkongruos Optic radiation inferior sinistra
7
inkomplit dekstra Korteks lobus parietal sinistra
Hemianopia homonim Korteks lobus parietal sinistra
8
dekstra
Hemianopia homonim Korteks lobus oksipital sinistra
9 dekstra dengan spasi
makular
Hemianopia homonim Korteks lobus oksipital dekstra
10 sinistra dengan spasi
makular
Hemianopia sinistra Optic radiation superior korteks
11
ocular sinistra lobus oksipital dekstra

83 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan dengan cara
tes konfrontasi, atau dengan perimetri. Pada prinsipnya
pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan memberikan
stimulus pada area lapang pandang yang ditetapkan. Pemeriksaan
perimetri menggunakan alat perimeter yaitu perimetri Goldman,
Tangent screen, automated perimetry, Amsler grid test. Metode
pemeriksaan perimetri menggunakan metode kinetik dan statik.
Prinsipnya ketika pemeriksaan lapang pandang, pasien fokus pada
satu titik untuk kemudian mendeteksi stimulus yang diberikan.
Metode kinetik menggunakan stimulus yang digerakkan, sedangkan
metode statik menggunakan stimulus yang diletakkan pada lokasi
lokasi tertentu.
Perimeter Goldman berupa mangkuk besar sebagai latar
belakang pemberian stimulus. Stimulus dapat menggunakan
cahaya dengan metode statik maupun kinetik. Tangent screen
menggunakan layar gelap, dengan stimulus dari tongkat yang
ujungnya berwarna warni. Stimulus digerakkan oleh pemeriksa
sementara pasien fokus pada sebuah titik. Automated perimeter
menggunakan mesin yang memberi stimulus berupa cahaya
dengan metode statik. Tiap stimulus yang dapat dilihat pasien
kemudian diberi skoring. Amsler grid test lebih merupakan uji
fungsi makula. Dengan menggunakan grid atau kumpulan kotak-
kotak , pasien fokus pada satu titik kemudian memperhatikan
apakah garis yang menyusun kotak menjadi bergelombang.

Gambar 78a. Perimeter Goldman; Gambar 78b. Tangent screen;

84 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 78c. Automated perimetry Gambar 78d. Amsler grid test

Pemeriksaan lapang pandang yang sering digunakan di praktik


dokter umum ialah tes konfrontasi/Donders test. Cara pemeriksaan
tes konfrontasi ialah sebagai berikut:
1) Pasien duduk di hadapan pemeriksa dengan jarak kurang
lebih 1m. Posisi mata sejajar antara pasien dan pemeriksa.
2) Mintalah pasien untuk menutup satu mata tanpa menekannya.
Minta pasien menutup mata kirinya dengan tangan kiri,
sembari pemeriksa menutup mata kanan pemeriksa dengan
tangan kanan.
3) Minta pasien untuk fokus melihat mata pemeriksa, kemudian
dengan perlahan, gerakkan jari/pensil/objek kecil lainnya dari
perifer ke arah tengah untuk delapan arah mata angin.
Mintalah pasien memberi tanda tepat ketika ia mulai melihat
objek tersebut.

Gambar 79. Pemeriksaan lapang pandang secara konfrontasi

85 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
4) Selama pemeriksaan, jagalah agar objek selalu berjarak sama
dari mata pemeriksa dan mata pasien, agar pemeriksa dapat
membandingkan lapang pandangnya dengan lapang pandang
pasien.

Jika ditemukan defek lapangan pandang temporal salah satu


mata, kemungkinan akan ada defek lapangan pandang nasal mata
lainnya. Normalnya bintik buta pada lapangan pandang mata dapat
ditemukan pada 15° temporal.

3. Pemeriksaan otot ekstraokuler


Gerakan tiap bola mata diatur oleh koordinasi dari enam
macam otot, yaitu empat buah otot rektus dan dua buah otot
oblikus. Fungsi tiap otot beserta saraf yang mempersarafinya dapat
diperiksa dengan meminta pasien menggerakkan mata ke arah aksi
pokok otot tersebut.

Gambar 80. Otot ekstraokuler dan arah pergerakannya

86 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Cara pemeriksaan otot ekstraokuler adalah sebagai berikut
1) Pasien duduk di depan pemeriksa
2) Pemeriksa menggerakkan pen light dengan perlahan dan tidak
terburu buru, membentuk huruf H dimulai dari bagian sejajar
hidung pasien dengan urutan: kanan, kanan atas, kanan
bawah, kiri, kiri atas, kiri bawah
3) Diperhatikan gerakan kedua mata, keduanya bebas ke segala
arah ataukah ada yang tertinggal.

4. Pemeriksaan cover-uncover test

Pemeriksaan cover uncover test bertujuan memastikan posisi bola


mata, dan untuk mendeteksi ada tidaknya gangguan posisi bola
mata berupa heterotropia ataupun heterophoria. Heterotropia ialah
kelainan posisi bola mata yang tidak terperbaiki dengan
penglihatan binokular sehingga pada inspeksi akan tampak jelas
mata pasien mengalami deviasi. Heterophoria ialah kelainan posisi
bola mata yang terperbaiki dengan penglihatan binokular sehingga
pada inspeksi mata pasien tampak normal, kelainan baru akan
tampak jika pasien tidak sedang melakukan penglihatan binokular.
Prinsip penglihatan binokular ini yang menjadi dasar cover-uncover
test. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada pasien dengan
visus jauh yang baik. Pada pasien dengan tampakan kecurigaan
heterotropia pada salah satu mata, lakukan tes lebih dahulu pada
mata yang abnormal (mata normal yang ditutup).
Caranya, untuk cover test pasien diminta melihat ke samping
kepala pemeriksa lalu, tutup mata pasien tanpa menekan, bisa
dengan menggunakan lensa coba atau ditutup dengan tangan
pemeriksa selama 1-2 detik lalu buka kembali secara cepat
(uncover test).
Perhatikan posisi dan gerakan bola mata yang dibuka dan ditutup,
pada keadaan normal, posisi bola mata tidak berubah. Pada
pasien heterotropia, bola mata yang tadinya tidak pada posisinya
akan bergerak ke arah tengah untuk memfokuskan penglihatan.

87 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pada pasien dengan heterophoria, ketika tutup dibuka, bola mata
yang ditutup akan bergerak sesuai dengan kelainan yang dialami
karena tidak sedang digunakan untuk penglihatan binokular
(cover), kemudian kembali lagi digunakan untuk penglihatan
binokular (uncover).
Ilustrasi dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 81. Ilustrasi cover-uncover test pada pasien dengan


eksotropia mata kiri. A: Posisi bola mata pasien dengan eksotropia
mata kiri, B: Mata kanan ditutup, maka mata kiri eksotropia semula
deviasi ke arah temporal, akan bergerak ke arah nasal untuk
memfokuskan penglihatan, diiringi dengan mata kanan yang
bergerak ke arah temporal. C: Ketika tutup dibuka (uncover test),
akan tampak mata kiri kembali bergerak kearah temporal, dan
mata kanan kembali ke posisi semula di tengah. D: ketika mata kiri

88 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
yang mengalami eksotropia ditutup, mata kanan yang sehat, tidak
mengalami pergerakan.

Gambar 82. Ilustrasi cover-uncover test pada pasien dengan


eksophoria. E: Posisi bola mata pasien sebelum pemeriksaan. F:
Mata kiri pasien ditutup, muncul kelainan eksophoria, bola mata
deviasi ke arah temporal. G: Posisi bola mata pasien setelah
dibuka cepat, tampak gerakan bola mata kiri dari temporal ke nasal
secara cepat, menunjukkan pasien mengalami eksophoria mata kiri

Pemeriksaan cover-uncover test dapat diulang hingga 3 kali untuk


memastikan hasil pemeriksaan adalah keadaan yang
sesungguhnya. Pada pasien dengan tampakan bola mata normal,
pemeriksaan dapat dilakukan lebih dahulu pada mata kanan. Pada
pasien normal maka hasil pemeriksaan dapat dinyatakan tidak ada
deviasi posisi bola mata. Selain cover-uncover test, ada
pemeriksaan alternate cover test. Pemeriksaan ini adalah
modifikasi cover-uncover, caranya dengan secara cepat bergantian
membuka tutup mata kanan dan kiri untuk memastikan adanya
heterophoria.

89 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pemeriksaan Mata dan Visus

Pemeriksaan visus dan pin hole test

Abnormalitas pemeriksaan cover-uncover test

90 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Checklist pemeriksaan visus, lapang pandang, otot
ekstraokuler, cover-uncover test

Nama :
NIM :
Tanggal observasi :
Skor
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan memperkenalkan diri
Menanyakan identitas pasien (nama, alamat, umur,
2.
pekerjaan)
Menjelaskan tujuan dan cara pemeriksaan, serta
meminta persetujuan pasien
2 : Menjelaskan kedua poin dan meminta
persetujuan dengan profesional
3.
1 : Menjelaskan salah satu poin dan meminta
persetujuan
0 : Tidak menjelaskan kedua poin dan atau tidak
meminta persetujuan
Mengecek kelayakan dan mempersiapkan alat
yang akan digunakan yaitu headlamp, penlight ,
lup, Snellen chart, kacamata pin hole, lensa coba
cover-uncover test
2: Dicek kelayakan dan dipersiapkan di dekat
4.
pemeriksa tanpa mengganggu pemeriksaan
1 : Hanya dicek kelayakan saja dan atau hanya
dipersiapkan saja
0 : Hanya menyebutkan alat alat dan atau tidak
dilakukan
5. Mencuci tangan *critical step
Meminta pasien duduk di hadapan pemeriksa,
6. posisi berhadapan pemeriksa (lutut jangan
bersentuhan)
7. Inspeksi awal mata pasien dengan menggunakan

91 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
headlamp untuk persiapan pemeriksaan visus dan
memastikan apakah pasien menggunakan alat
bantu penglihatan seperti kacamata dan lensa
kontak. Pemeriksa juga menilai keadaan palpebra,
konjungtiva dan sklera.
2 : Melaporkan hasil inspeksi secara tepat ≥ 80% ,
dan memastikan pasien melepas alat bantu
penglihatan (jika menggunakan alat bantu)
1 : Melaporkan hasil inspeksi secara tepat ≤ 80%
dan memastikan pasien melepas alat bantu
penglihatan (jika menggunakan alat bantu)
0 : Hanya menyebutkan hal yang diinspeksi tanpa
melaporkan hasil dan atau tidak dilakukan
Visus
Pemeriksaan Snellen chart
Meminta pasien duduk dengan santai di kursi/berdiri
8. yang berjarak 6m dari Snellen chart ,dengan posisi
mata sejajar dengan Snellen Chart
Meminta pasien menutup mata kiri dengan telapak
tangan tanpa menekan mata (jika kedua mata
9. pasien tidak tampak kelainan pada inspeksi awal.
Jika ada kelainan, mata yang tidak ada kelainan
yang diperiksa lebih dahulu)
Pemeriksa meminta pasien membaca huruf yang
10.
tertera di Snellen chart, dari paling atas
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
11.
yang diperiksa
Meminta pasien menutup mata yang belum
12. diperiksa dengan telapak tangan tanpa menekan
mata
Pemeriksa meminta pasien membaca huruf yang
13.
tertera di Snellen chart dari paling atas
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
14.
yang diperiksa
92 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pemeriksa mampu menentukan dan melakukan
pemeriksaan visus lainnya jika pasien tidak mampu
15.
membaca huruf terbesar pada Snellen Chart (visus
pasien 1/60)
Pemeriksaan hitung jari
Meminta pasien menutup mata kiri dengan telapak
tangan tanpa menekan mata (jika kedua mata
16. pasien tidak tampak kelainan pada inspeksi awal.
Jika ada kelainan, mata yang tidak ada kelainan
yang diperiksa lebih dahulu)
Meminta pasien menghitung jari yang pemeriksa
17. acungkan mulai dari jarak 5 m, kemudian semakin
maju hingga jarak 1 meter dari pasien
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
18.
yang diperiksa
Meminta pasien menutup mata yang belum
19. diperiksa dengan telapak tangan tanpa menekan
mata
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
20.
yang diperiksa
Meminta pasien menghitung jari yang pemeriksa
21. acungkan mulai dari jarak 1 m, kemudian semakin
mundur hingga jarak terjauh yang bisa dilihat pasien
Pemeriksa mampu menentukan dan melakukan
22. pemeriksaan visus lainnya jika pasien tidak mampu
melihat jari pemeriksa (visus pasien < 1/60)
Pemeriksaan lambaian tangan
Meminta pasien menutup mata kiri dengan telapak
tangan tanpa menekan mata (jika kedua mata
23. pasien tidak tampak kelainan pada inspeksi awal.
Jika ada kelainan, mata yang tidak ada kelainan
yang diperiksa lebih dahulu)
Pemeriksa menggoyangkan/ melambaikan tangan
24.
di depan pasien (jarak 1 m) dan meminta pasien
93 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
mengatakan arah goyangannya vertikal/horizontal.
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
25.
yang diperiksa
Meminta pasien menutup mata yang belum
26. diperiksa dengan telapak tangan tanpa menekan
mata
Pemeriksa menggoyangkan/ melambaikan tangan
27. di depan pasien (jarak 1 m) dan meminta pasien
mengatakan arah goyangannya vertikal/horizontal.
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
28.
yang diperiksa
Pemeriksa mampu menentukan dan melakukan
pemeriksaan visus lainnya jika pasien tidak mampu
29.
melihat lambaian tangan pemeriksa (visus pasien
<1/300)
Pemeriksaan proyeksi sinar
Meminta pasien menutup mata kiri dengan telapak
tangan tanpa menekan mata (jika kedua mata
30. pasien tidak tampak kelainan pada inspeksi awal.
Jika ada kelainan, mata yang tidak ada kelainan
yang diperiksa lebih dahulu)
Pemeriksa menyalakan lampu senter di depan
pasien dan meminta pasien menyebutkan apakah
31.
senter menyala atau tidak dan menanyakan arah
senter menyala
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
32.
yang diperiksa
Meminta pasien menutup mata yang belum
33. diperiksa dengan telapak tangan tanpa menekan
mata
Pemeriksa meyalakan lampu senter di depan
pasien dan meminta pasien menyebutkan apakah
34.
senter menyala atau tidak dan menanyakan arah
senter menyala
94 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
35.
yang diperiksa
36. Bila mata visus  5/5 atau 6/6 dapat melakukan dan
menjelaskan uji pinhole
Pemeriksaan Lapang Pandang
Meminta pasien duduk berhadapan dengan
37. pemeriksa dalam jarak ± 1m, wajah pasien
memandang lurus ke depan
Meminta pasien untuk menutup satu mata pada
38. sisi yang sama dengan pemeriksa ( pasien mata
kanan, pemeriksa mata kiri, dst)
Menjelaskan cara pemeriksaan, pemeriksa akan
menggerakkan jari tangan/pen light lalu meminta
39.
pasien untuk menyatakan ya jika mulai melihat
obyek atau jari pemeriksa
Pemeriksa menggunakan tangan (dalam posisi
40. menunjuk) atau pen light (dalam keadaan mati)
yang digerakkan dari perifer ke sentral
Menggerakkan obyek dari 8 arah mata angin,
41.
dengan mempertahankan jarak pasien-pemeriksa
42. Menilai lapang pandang pasien
Pemeriksaan Otot Ekstra Okuler
Meminta pasien untuk mengikuti gerakan jari
43. pemeriksa atau penlight yang dimatikan, dengan
kedua mata tanpa merubah posisi wajah
Menggerakkan pen light dengan perlahan dan tidak
44. terburu buru, membentuk huruf H dimulai dari
bagian sejajar hidung pasien dengan urutan: kanan,
kanan atas, kanan bawah, kiri, kiri atas, kiri bawah
45. Menilai keadaan otot ekstraokuler
Pemeriksaan cover-uncover test
Meminta pasien untuk melihat ke samping kepala
46.
pemeriksa
47. Menutup mata pasien dengan lensa coba/tangan
95 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
pemeriksa selama 1-2 detik tanpa menekan dan
membuka tutup mata pasien secara cepat pada
mata kanan
Memperhatikan gerak bola mata pasien yang
48.
ditutup dan yang tidak ditutup
Menutup mata pasien dengan lensa coba/tangan
pemeriksa selama 1-2 detik tanpa menekan dan
49.
membuka tutup mata pasien secara cepat pada
mata kiri
Memperhatikan gerak bola mata pasien yang yang
50.
ditutup dan yang tidak ditutup
51. Menilai posisi bola mata pasien
52. Mencuci tangan *critical step
Menjelaskan keseluruhan hasil pemeriksaan
53. dengan bahasa yang dapat dipahami pasien dan
menanyakan kembali hal lain yang ingin ditanyakan
pasien.
Observer,
Total Skor = x 100% = %
55 (...................................)

96 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
SESI III PEMERIKSAAN BUTA WARNA, SEGMEN ANTERIOR
DAN OFTALMOSKOPI

1. Pemeriksaan Buta Warna


Pemeriksaan buta warna dilakukan dengan menggunakan
buku Ishihara. Buku tes Ishihara berupa gambar-gambar
pseudoisokromatik yang terdiri atas titik dengan kepadatan warna
berbeda sehingga orang normal dapat mengsenal gambar yang
dibentuk oleh titik tsb. Gambar titik terdiri atas warna primer dengan
dasar warna yang hampir sama atau abu-abu. Titik disusun akan
menghasilkan pola dan bentuk tertentu oleh orang tanpa kelainan
persepsi warna.
Tes Ishihara terutama dipakai untuk mengenal adanya buta
warna merah dan hijau, dan tidak dapat digunakan untuk penderita
buta warna biru dan kuning. Penderita buta warna atau dengan
kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian ataupun sama
sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan.

Gambar 83. Contoh Ishihara test

Ishihara test berisikan 38 plates , plates 1-25 berisikan angka,


plates 26-38 berisikan garis yang menghubungkan 2 titik X yang
ditelusuri dengan jari pasien. Pada pasien yang mampu membaca
numerik, gunakan plates 1-25, pada pasien yang tidak mampu

97 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
membaca numerik, gunakan plates 26-38. Pemeriksaan dilakukan
di ruangan dengan penerangan cukup, tanpa menyilaukan mata.
Kemudian pasien diminta melihat gambar dan menentukan angka
yang terlihat dalam waktu ≤ 3 detik. Untuk plates 26-38, pasien
diminta menelusuri garis/pola yang tampak dengan jari, dan harus
diselesaikan dalam waktu ≤ 10 detik

Cara pemeriksaan buta warna


1) Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan, tes menggunakan
buku ischihara
2) Pastikan pasien mampu membaca numerik
3) Lakukan pemeriksaan dengan pemeriksa meminta pasien
menyebutkan angka/menelusuri pola yang ada di buku
ishihara dalam jarak 75cm dari mata pasien

Interpretasi awal pemeriksaan berdasarkan kemampuan pasien


membaca plates no 1-21:
a. Pasien dinyatakan normal jika mampu membaca ≥ 17 plates
pada plates no 1-21
b. Pasien harus diuji ulang dengan tes buta warna lain jika
mampu membaca 14-16 plates pada plates no 1-21
c. mengalami buta warna jika mampu membaca ≤ 13 plates pada
plates no 1-21
d. pengecualian pada pasien yang membaca angka pada
plates18, 19, 20,21 dan kurang (kesulitan membaca dan atau
butuh lebih dari 3 detik untuk membaca) dan atau tidak
mampu membaca angka pada plates 10,13,14,17, meski
secara keseluruhan dihitung mampu membaca ≥ 17 plates,
pasien tetap dikategorikan abnormal

Plates 22-25 digunakan untuk mengidentifikasi lebih spesifik


gangguan buta warna yang dialami pasien, cara identifikasi dapat
dilihat pada tabel 3. Plates 26-38 digunakan pada pasien yang tidak
mampu membaca numerik, cara identifikasi dapat dilihat pada tabel

98 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Tabel 3. Interpretasi pemeriksaan Ishihara
Plate Angka/bentuk yang Angka/bentuk yang tampak pada
tampak pada pasien pasien buta warna merah-hijau
normal
1 12 12
2 8 3
3 6 5
4 29 70
5 57 35
6 5 2
7 3 5
8 15 17
9 74 21
10 2 Tidak ada /selain angka 2
11 6 Tidak ada / selain angka 6
12 97 Tidak ada /selain angka 97
13 45 Tidak ada /selain angka 45
14 5 Tidak ada / selain angka 5
15 7 Tidak ada /selain angka 7
16 16 Tidak ada /selain angka 16
17 73 Tidak ada / selain angka 73
18 Tidak ada 5
*pasien buta warna total tidak
mampu melihat angka
19 Tidak ada 2
*pasien buta warna total tidak
mampu melihat angka
20 Tidak ada 45
*pasien buta warna total tidak
mampu melihat angka
21 Tidak ada 73
*pasien buta warna total tidak
mampu melihat angka

99 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
22 26 Protanopia/protanomalia: 6
Deuteranopia/deuteranomalia : 2
23 42 Protanopia/protanomalia: 2
Deuteranopia/deuteranomalia : 4
24 35 Protanopia/protanomalia: 5
Deuteranopia/deuteranomalia : 3
25 96 Protanopia/protanomalia: 6
Deuteranopia/deuteranomalia : 9
26 Mengidentifikasi dan Protanopia/protanomalia: Garis
menelusuri garis dari dari bintik ungu saja
bintik ungu dan garis Deuteranopia/deuteranomalia :
dari bintik merah garis dari bintik merah saja
27 Mengidentifikasi dan Protanopia/protanomalia: Garis
menelusuri garis dari dari bintik ungu saja
bintik ungu dan garis Deuteranopia/deuteranomalia :
dari bintik merah garis dari bintik merah saja
28 Tidak ada Menelusuri sebuah garis
29 Tidak ada Menelusuri sebuah garis
30 Mengidentifikasi dan Tidak ada/ salah menelusuri garis
menelusuri garis dari
bintik biru kehijauan
31 Mengidentifikasi dan Tidak ada/ salah menelusuri garis
menelusuri garis dari
bintik biru kehijauan
32 Mengidentifikasi dan Tidak ada/ salah menelusuri garis
menelusuri garis dari
bintik oranye
33 Mengidentifikasi dan Tidak ada/ salah menelusuri garis
menelusuri garis dari
bintik oranye
34 Mengidentifikasi dan Mengidentifikasi dan menelusuri
menelusuri garis dari garis dari bintik biru hijau kebiruan
bintik biru hijau dan ungu
kebiruan dan hijau *pasien buta warna total tidak
100 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
kekuningan mampu menelusuri garis
35 Mengidentifikasi dan Mengidentifikasi dan menelusuri
menelusuri garis dari garis dari bintik biru hijau kebiruan
bintik biru hijau dan ungu
kebiruan dan hijau *pasien buta warna total tidak
kekuningan mampu menelusuri garis
36 Mengidentifikasi dan Mengidentifikasi dan menelusuri
menelusuri garis dari garis dari bintik ungu dan hijau
bintik ungu dan oranye kebiruan
37 Mengidentifikasi dan Mengidentifikasi dan menelusuri
menelusuri garis dari garis dari bintik ungu dan hijau
bintik ungu dan oranye kebiruan
38 Mengidentifikasi dan Mengidentifikasi dan menelusuri
menelusuri garis dari garis dari bintik biru kehijauan dan
bintik ungu dan oranye ungu ( garis yang ditelusuri sama
seperti pada normal, hanya salah
identifikasi warna)

2. Pemeriksaan segmen anterior mata


Pemeriksaan segmen anterior meliputi kelopak mata,
apparatus lakrimalis, konjungtiva, sklera, kornea, lensa, kamera
okuli anterior, iris dan pupil. Adapun tahap pemeriksaannya ialah
sebagai berikut:
a. Pemeriksa duduk di depan pasien pada jarak jangkauan
tangan. Ruangan dibuat agak gelap, gunakan lampu senter
yang cukup terang dengan sinar yang terfokus baik.
b. Biasakan mencuci tangan sebelum melakukan
pemeriksaan, dan periksa mata kanan dahulu baru mata
kiri.
c. Mulailah dengan memeriksa kelopak mata, inspeksi
keadaan kulitnya, apakah terdapat tanda peradangan
seperti hiperemia atau pembengkakan, tonjolan, dll.

101 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 84. Blefaritis (inflamasi kelopak mata)

d. Periksa lebar rima palpebrae, apakah sama kanan dan kiri.


Lihat daerah pupil, tertutup kelopak mata atau ada tidaknya
keadaan ptosis. Secara normal, kelopak mata harus sama
tinggi. Selain itu, bila kelopak mata diangkat, maka harus
simetris pula.

Gambar 85. Ptosis

e. Amati silia dan margo palpebra. Apakah ada silia yang


tumbuh ke dalam (entropion) atau tidak. Jika perlu, lihatlah
dengan lup (kaca pembesar) pada daerah akar bulu mata,
adakah keropeng, skuama, atau parasit yang menempel.
Perhatikan kontinuitas margo palpebra, warnanya, serta
muara kelenjar Meibom.

Gambar 86a. Ilustrasi kelopak mata normal, entropion, dan


ekstropion

102 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 86b. Entropion; Gambar 86c. Ekstropion

f. Tekanan bola mata dapat diperiksa dengan kasar, yaitu


dengan palpasi sklera bagian atas dari arah palpebra,
bandingkan dengan mata normal. Pemeriksaan bola mata
dapat dilakukan secara teliti dengan menggunakan
tonometer Schiotz atau aplanasi Goldmann.

Gambar 87a. Pemeriksaan palpasi tekanan bola mata;


Gambar 87b. Tonometri Schiotz

g. Inspeksi konjungtiva bulbi apakah normal warnanya,


corakan pembuluh darahnya, adakah penonjolan
(proptosis/eksoftalmos) atau pembengkakan. Kalau perlu
tariklah kelopak mata ke atas atau ke bawah agar daerah
yang diperiksa dapat diamati. Amati warna sklera, adakah
penipisan atau kelainan lainnya.

103 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 88a. Proptosis/eksoftalmus, Gambar 88b. Sklera
ikterik

h. Periksa konjungtiva palpebra inferior dengan meminta


pasien melirik ke atas. Tangan kiri menarik palpebra inferior
ke bawah sedangkan tangan kanan memegang senter.
Amati warna permukaan dan adanya tonjolan atau kelainan
lainnya.

Gambar 89a. Pemeriksaan konjungtiva palpebra inferior,


konjungtiva normal; gambar 89b. Konjungtiva anemis

i. Konjungtiva palpebra superior diperiksa dengan meminta


pasien melirik ke bawah dengan ibu jari dan telunjuk tangan
kiri pemeriksa membalikkan kelopak mata, sehingga
konjungtiva palpebra superior berada di luar. Kembalikan ke
posisi semula setelah pemeriksaan.

104 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 90a. Pemeriksaan konjungtiva palpebra superior
dengan menggunakan cotton bud; 90b. Granuloma
palpebra superior

j. Periksa kornea, dengan menggunakan pen light untuk


memberi cahaya dari arah depan dan samping, perhatikan
corneal light reflex (Hirschberg test), kejernihan, bentuknya,
ukuran, kecembungan, dan adanya kelainan lain, seperti
perdarahan, pterigium, dll.

Gambar 91a. Pemeriksaan kornea dengan penlight;


Gambar 91b. Bentuk kornea seperti kerucut/Keratoconus
dan kekeruhan lensa

105 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 91c. Corneal light reflex (Hirschberg test) A: pada
mata normal, refleks cahaya kornea simetris pada bagian
tengah pupil. B: pada mata dengan endotropia mata kiri,
refleks cahaya asimetris

k. Periksalah kamera okuli anterior dengan sinar yang


diarahkan dari depan maupun samping untuk mendapatkan
kesan ukurannya (kedalaman), kejernihannya, dll.
Kedalaman kamera okuli anterior dapat dilihat ketika
disinari dari samping arah temporal, jika normal, sinar akan
teriluminasi hingga bagian nasal. Jika kamera okuli anterior
dangkal seperti pada kasus glaukoma, maka bagian nasal
mata akan tampak lebih gelap. kamera okuli anterior akan
tampak keruh oleh pus pada kasus hipopion, kemerahan
oleh darah pada kasus hyphema.

Gambar 92a. Kedalaman bilik mata depan normal; Gambar


92b. Bilik mata depan dangkal

106 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 92c. Bilik mata depan keruh pada hipopion;
Gambar 92d. Bilik mata depan kemerahan pada hyphema

l. Periksalah refleks pupil secara langsung (direk) maupun


tidak langsung (indirek/konsensual). Prinsipnya
pemeriksaan ini mengetahui respon pupil pada cahaya,
pada cahaya terang, pupil akan mengecil dan sebaliknya.
Pada refleks direk, reflek diamati langsung pada mata yang
disinari, sedangkan refleks indirek, refleks diamati pada
mata yang tidak disinari. Normalnya pada refleks direk pupil
akan berkonstriksi/mengecil, dan pada refleks indirek pupil
yang tidak disinari akan ikut berkonstriksi/mengecil. Cara
pemeriksaan dengan menyinari mata pasien menggunakan
tangan kanan (sebaliknya jika kidal), posisikan tangan kiri
pada hidung pasien untuk memastikan cahaya tidak
menyinari kedua mata.

Gambar 93. Refleks pupil direk mata kanan, refleks pupil indirek
mata kiri

107 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
m. Perhatikan iris pasien. Nilai warna dan corakannya.
Perhatikan apakah pupil bulat atau berbentuk lain.
Perhatikan adakah kelainan iris, seperti koloboma, sinekia
anterior/posterior, dll.

Gambar 94a. Koloboma; Gambar 94b. Synechia

n. Lensa diperiksa dengan penyinaran terfokus tajam dengan


arah lebih mendekati sumbu mata, kemudian periksa letak
dan kejernihannya.

Gambar 95. Lensa mata keruh pada katarak

3. Pemeriksaan segmen posterior dengan oftalmoskop


Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat dan menilai
kelainan dan keadaan pada fundus okuli. Cara pemeriksaan
dengan cahaya yang dimasukkan kedalam fundus menggunakan
oftalmoskop . Alat yang digunakan yaitu Oftalmoskop dan Obat
melebarkan pupil/midriatik :tropicamide 0.5%-1%, fenilefrin
hidroklorida 2.5% yang diberikan sebelum pemeriksaan.
Sebaiknya melakukan pemeriksaan dengan pupil dilebarkan,
kecuali bila :

108 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
- Bilik mata yang dangkal
- Trauma kepala
- Implan fiksasi pada iris
- Pasien pulang mengendarai kendaraan sendiri
- Pasien glaukoma sudut sempit

Gambar 96. Oftalmoskop Link Oftalmoskopi

Cara pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara direk


maupun indirek. Cara pemeriksaan Oftalmoskopi direk ialah
sebagai berikut:
1) Mata kanan pasien dengan mata kanan pemeriksa, mata kiri
pasien dengan mata kiri pemeriksa kecuali bila pasien dalam
keadaan tidur dapat dilakukan dari atas.
2) Sebelum melakukan pemeriksaan, sesuaikan fokus alat
oftalmoskop dengan visus pemeriksa, kemudian hidupkan
lampunya dan pilihlah cahaya yang terbesar
3) Memegang Oftalmoskop menempel pada mata pemeriksa
dengan arah cahaya ke pupil pasien dengan jarak ±10-15 cm
untuk menilai reflex fundus/red reflex (positif atau negatif).

109 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
97a 97b
Gambar 97 a. Refleks Fundus/red reflex normal pada pupil
midriasis. Gambar 97b. Refleks Fundus/red reflex abnormal
pada pasien katarak

4) Sambil tetap memegang oftalmoskop menempel pada mata,


lalu perlahan bergerak maju mendekati pasien dan meminta
pasien pandangannya tetap lurus ke depan. Pemeriksa
menggerakkan pelan-pelan oftalmoskop mendekati mata
pasien dan melalui oftalmoskop dicari diskus nervus optikus
di bagian nasal, kemudian pembuluh darah ke arah temporal.

Gambar 98. Optic disc/diskus nervus optikus, vena/ vein,


artery, macula pada mata kanan normal

5) Diperhatikan warna, tepi, dan pembuluh darah yang keluar


dari papil saraf optik.

110 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
6) Dilakukan pemeriksaan pada seluruh bagian retina.

Gambar 99. Optic disc abnormal, eksudat, microaneurysm,


cotton wool spot, dan perdarahan/haemorrhage pada kasus
retinopati diabetik proliferatif

7) Mata pasien diminta melihat sumber cahaya oftalmoskop


yang dipegang pemeriksa, dan pemeriksa dapat melihat
keadaan makula lutea pasien.

Cara pemeriksaan Oftalmoskopi indirek ialah sebagai berikut:


1) Pemeriksa menggunakan kedua mata
2) Alat diletakkan tepat didepan kedua mata dengan bantuan
pengikat
3) di sekeliling kepala
4) Pada celah oftalmoskop dipasang lensa konveks +4D
5) yang menghasilkan bayangan jernih bila akomodasi
diistirahatkan
6) Jarak dengan penderita kurang lebih 40cm
7) Pemeriksaan juga membutuhkan suatu lensa tambahan ,
disebut
8) lensa objektif yang berkekuatan S +13 D, ditempatkan 7-10
9) cm didepan mata penderita

111 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
10) Bila belum memproleh bayangan yang baik, lensa objektif
ini
11) digeser mendekat dan menjauh.

Tabel 4. Perbandingan Hasil Oftalmoskop Direk dan Indirek


Direk Indirek
Sifat bayangan Tegak Terbalik
Pembesaran 15x 4-5x
Lapang Kecil Lebih besar
pandang
Hal-hal khusus Refleks macula General view
dan detail retina Stereoskopik, penting
lebih jelas pada ablatio retina
Non stereoskopik Masih dapet
Tidak berfungsi memperlihatkan
pada kekeruhan gambaran fudus
media meskipun media
keruh

Oftalmoskop menilai keadaan 4 struktur segmen posterior mata,


yaitu makula, vaskularisasi retina, retina, dan papil nervus optikus.
Adapun hasil ataupun temuan yang penting ialah sebagai berikut:
1) Pada papil saraf optic
a. Papiledema
b. Hilangnya pulsasi vena saraf optic
c. Ekskavasi papil saraf optik pada glaucoma
d. Atrofi saraf optic
e. Normal:
f. Warna : merah kekuningan dengan bagian temporal
lebih terang dari bagian nasal
g. Bentuk : bulat
h. Batas papil : tegas
i. Cup disc (C/D) ratio 0,3 – 0,5
2) Pada retina
a. Perdarahan subhialoid
b. Perdarahan intra retina, lidah api, dots, blots

112 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
c. Edema retina
d. Edema macula
e. Ablasio
f. Sikatrik
3) Pembuluh darah retina
a. Perbandingan atau rasio arteri vena (normal=2:3)
b. Perdarahan dari arteri atau vena
c. Adanya mikroaneurisma dari vena
d. Normal : Warna pembuluh darah arteri tampak merah terang
dan vena merah tua, tidak ada selubung pembuluh darah.
Perbandingan caliber pembuluh arteri/vena (A/V) adalah 2:3
4) Makula :
a. Eksudat atau sikatrik di sekitar macula
b. Reflex fovea menurun atau negative (Normal : refleks fovea
positif)

Gambaran 100. Funduskopi: Retina

113 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Checklist pemeriksaan buta warna, segmen anterior dan
oftalmoskopi

Nama :
NIM :
Tanggal observasi :
Skor
No Aspek yang dinilai
0 1
1. Memberi salam dan memperkenalkan diri
Menanyakan identitas pasien (nama, alamat,
2.
umur, pekerjaan)
Menjelaskan tujuan dan cara pemeriksaan
(memastikan pasien mampu membaca numerik),
serta meminta persetujuan pasien
2 : Menjelaskan kedua poin dan meminta
3. persetujuan dengan profesional
1 : Menjelaskan salah satu poin dan meminta
persetujuan
0 : Tidak menjelaskan kedua poin dan atau tidak
meminta persetujuan
Mengecek kelayakan dan mempersiapkan alat
yang akan digunakan yaitu buku ishihara, pen
light, lup, oftalmoskopi dan mydriatil
2: Dicek kelayakan dan dipersiapkan di dekat
4. pemeriksa tanpa mengganggu pemeriksaan
1 : Hanya dicek kelayakan saja dan atau hanya
dipersiapkan saja
0 : Hanya menyebutkan alat alat dan atau tidak
dilakukan
5. Mencuci tangan *critical step
Pemeriksaan buta warna
Memastikan cahaya ruangan harus dibuat cukup,
6. tidak terlalu terang dan tidak terlalu redup agar
warna pada buku ishihara terlihat jelas

114 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pasien diminta untuk membaca tulisan pada buku
7.
ishihara dengan jarak ± 75 cm
Setiap plate dibaca dalam waktu 3 detik, hasil
8.
pembacaan dituliskan dalam tabel evaluasi
Setelah ke-12 plate terbaca, hasil pembacaan pada
9.
tabel evaluasi disimpulkan
Mahasiswa menyimpulkan hasil pemeriksaan buta
10.
warna pasien
Pemeriksaan Segmen Anterior
Palpebra
Meminta pasien duduk di hadapan pemeriksa,
11. posisi berhadapan pemeriksa (lutut jangan
bersentuhan)
Menilai keadaan palpebra superior dan inferior
kanan dan kiri, kulit, rima palpebra, margo, dan
silia
2 : Melakukan inspeksi dan mampu menilai
12. keadaan palpebra
1 : Melakukan inspeksi dan mampu menilai
keadaan palpebra > 50%
0 : Melakukan inspeksi saja dan atau mampu
menilai keadaan palpebra >50%
Meminta pasien melihat ke bawah dan
membalik palpebra superior kanan dan kiri untuk
menilai bagian konjungtiva palpebra superior
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
dan menilai keadaan konjungtiva palpebra
13. dengan baik
1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan
kurang baik namun mampu menilai keadaan
konjungtiva palpebra
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan
atau tidak mampu menilai keadaan konjungtiva
palpebra
115 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Meminta pasien melihat ke atas dan dengan ibu
jari di bawah palpebra inferior kanan dan kiri,
periksalah bagian konjungtiva palpebra inferior
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
dan menilai keadaan konjungtiva palpebra
14. dengan baik
1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan
kurang baik namun mampu menilai keadaan
konjungtiva palpebra
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan
atau tidak mampu menilai keadaan konjungtiva
palpebra
Konjungtiva bulbi
Menilai keadaan konjungtiva bulbi kanan dan kiri
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
dan menilai keadaan konjungtiva bulbi dengan
baik
15. 1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan kurang
baik namun mampu menilai keadaan
konjungtiva bulbi
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan atau
tidak mampu menilai keadaan konjungtiva
palpebra
Kornea
Menilai keadaan kornea kanan dan kiri dengan
menggunakan lup dan senter
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
16. dan menilai keadaan kornea dengan baik
1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan kurang
baik namun mampu menilai keadaan kornea
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan atau
tidak mampu menilai keadaan kornea
Bilik mata depan, iris, lensa, refleks pupil
116 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
17. Melakukan pemeriksaan dengan menggunakan lup
dan senter
Menyinari kedua mata dari arah temporal dan nasal
untuk menilai keadaan Kamera Okuli Anterior
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
dan menilai keadaan kamera okuli anterior
dengan baik
18. 1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan kurang
baik namun mampu menilai keadaan kamera
okuli anterior
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan atau
tidak mampu menilai keadaan kamera okuli
anterior
Menyinari kedua mata dari arah temporal dan nasal
untuk menilai keadaan iris
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
19. dan menilai keadaan iris dengan baik
1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan kurang
baik namun mampu menilai keadaan iris
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan atau
tidak mampu menilai keadaan iris
Menyinari kedua mata dari arah temporal dan nasal
untuk menilai keadaan lensa
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
20. dan menilai keadaan lensa dengan baik
1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan kurang
baik namun mampu menilai keadaan lensa
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan atau
tidak mampu menilai keadaan lensa
Melakukan pemeriksaan refleks pupil direk- indirek
mata kiri dan kanan menggunakan senter
21. 2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
dan menilai reflek direk-indirek pada kedua mata
1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan kurang
117 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
baik namun mampu menilai reflek direk-indirek
pada kedua mata
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan atau
tidak mampu menilai reflek direk-indirek pada
kedua mata
Pemeriksaan segmen posterior (oftalmoskopi)
Mempersilahkan pasien duduk dengan posisi saling
berhadapan dengan pemeriksa dan kedua kaki
22. antara pasien dan pemeriksa saling menyamping
1 : melakukan
0: tidak melakukan
Sebelum melakukan pemeriksaan sesuaikan fokus
alat oftalmoskop dengan visus pemeriksa ,
kemudian hidupkan lampu pada oftalmoskop dan
23. pilihlah cahaya yang terbesar.
2 : melakukan secara sempurna
1 : melakukan tidak sempurna
0 : tidak melakukan
Pemeriksa menjelaskan kepada pasien bahwa
selama pemeriksaan, lampu ruangan akan
24. dimatikan / diredupkan critical step*
1 : melakukan
0: tidak melakukan
Memeriksa mata kanan pasien dengan mata kanan
pemeriksa dan pemeriksa memegang oftalmoskop
dengan tangan kanannya dan begitu juga dengan
25. mata sebaliknya (sebutkan: dilakukan juga
pemeriksaan pada mata sebelahnya)
2 : melakukan secara sempurna
1 : melakukan tidak sempurna
0 : tidak melakukan
Meminta pasien membuka matanya dan melihat
fokus ke belakang bahu pemeriksa, cahaya lampu
oftalmoskop di arahkan kemata pasien dengan jarak
26. ± 15 cm kemudian nilai refleks fundus apakah
normal atau tidak
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna

118 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
2 : melakukan secara sempurna
Meminta pasien pandangannya tetap lurus ke
depan, pemeriksa menggerakkan pelan-pelan
opthalmoskop mendekati mata pasien dan melalui
ophtalmoskop dicari diskus N. Optikus di bagian
nasal, kemudian pembuluh darah ke arah temporal,
setelah itu meminta pasien melihat kearah
27. oftalmoskop dan nilai makula retina , tentukah
apakah ada kelainan atau tidak (menunjukkan apa
yang dicari saat pemeriksaan dan menjelaskan
hasil funduskopi dari photo yang telah disediakan
kepada observer)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna
2 : melakukan secara sempurna
Mencuci tangan setelah melakukan pemeriksaan
28. 0 : tidak melakukan
1 : melakukan
Observer,
Total Skor = x 100% = %
44 (............................)

119 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
120 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
SESI IV PEMERIKSAAN TES BERBISIK , GARPU TALA, DAN
OTOSKOP

Pemeriksaan tes berbisik dan garpu tala digunakan untuk


menentukan gangguan pendengaran. Penelitian menunjukkan Tes
berbisik lebih baik dalam mendeteksi gangguan pendengaran
daripada garpu tala. Namun yang sering digunakan pada praktik
klinis ialah tes garpu tala saja. Hal ini disebabkan tes berbisik
memerlukan ruangan bebas kebisingan yang akan sulit ditemui
pada praktik klinis.

1.Tes berbisik
Tes berbisik memerlukan ruangan bebas kebisingan, yang
memiliki panjang/lebar minimal 6meter. Ruangan juga harus bebas
gema karena dapat mengganggu pemeriksaan. Sebagai sumber
pemeriksa mengucapkan gabungan huruf dan angka ( contoh :4-k-
2), atau kumpulan angka ( contoh: 2-3-4) atau spondee words yang
terdiri atas 2 suku kata (bisyllabic) bukan pengulangan, berupa
kata-kata yang digunakan sehari-hari, mudah dikenal, seperti nama
benda dan nama kota ( contoh: Rumah Sakit, Pekanbaru, mobil
balap, dll) . Setiap suku kata dibisikkan dengan tekanan yang
sama. Untuk memeriksa nada rendah dipakai kata atau angka yang
mengandung huruf vokal contoh: tiga-lima, batu-bata sedangkan
untuk nada tinggi digunakan konsonan suara berdesis, contoh:
kursi-besi. Namun, penelitian menunjukkan, sumber bunyi
sebaiknya menggunakan gabungan angka dan huruf. Cara
pemeriksaannya ialah sebagai berikut:
a. Sebelum melakukan pemeriksaan, pasien harus diberi
instruksi yang jelas, misalnya pemeriksa akan mengucapkan
kata-kata dan setiap kata yang didengar harus diulangi lagi
oleh pasien
b. Posisikan pasien dalam jarak 0,6m (sejangkauan lengan) dari
pemeriksa dalam posisi duduk santai. Pemeriksa berada di
belakang pasien. Telinga tidak diperiksa ditutup dengan ujung

121 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
jari pasien di area tragus, sembari melakukan gerakan
memutar.

Gambar 101. Cara menutup telinga pasien yang tidak diperiksa


pada tes berbisik

c. Pemeriksa melakukan ekspirasi maksimal sebelum memulai


membisikkan kombinasi huruf dan angka.
d. Bisikkan kombinasi huruf dan angka contoh (4-k-2), jika pasien
mampu mengulang dengan benar maka pendengaran
dikategorikan normal. Jika pasien tidak mampu mengulang
dengan benar, ulangi tes dengan membisikkan kombinasi angka
dan huruf yang berbeda (5-j-7). Pasien dikategorikan normal jika
mampu mengulang minimal 3 huruf/angka yang benar dari 2 kali
percobaan.
Pasien yang tidak mampu mengulang ≥ 3 huruf/angka maka
kemungkinan mengalami gangguan pendengaran pada rentang 30-
40dB.

Tes berbisik

122 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
2. Tes Garpu Tala
Tes ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari
5 garpu tala dengan frekuensi 2048 Hz,1024 Hz, 512 Hz, 256 Hz,
dan 128 Hz, namun yang paling sering digunakan ialah garpu tala
dengan frekuensi 512Hz. Tes ini terutama berguna untuk
membandingkan hantaran udara dan tulang akan bunyi, dengan
menggunakan suara yang dihasilkan dari getaran garpu tala
sebagai sumber bunyi. Getaran garpu tala dapat dilakukan dengan
cara memukulkan ujung garpu tala pada telapak tangan kita atau
dengan cara menekan kedua ujung garpu tala ke arah dalam
kemudian dilepaskan. Terdapat tiga macam tes garpu tala, yaitu
tes Rinne, Weber, dan Schwabach. Pada praktik klinis, tes yang
paling sering digunakan ialah Rinne dan Weber. Schwabach jarang
digunakan karena mendasarkan asumsinya pada normalnya
pendengaran pemeriksa,sehingga sulit menjamin spesifisitas dan
sensitivitasny.
a. Tes Rinne
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga. Pada telinga normal, hantaran
udara lebih panjang daripada hantaran tulang, juga pada tuli
sensorineural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran
tulang. Di lain pihak, pada tuli konduktif hantaran tulang lebih
panjang daripada hantaran udara. Cara Pemeriksaannya yaitu
sebagai berikut:
a. Posisikan pasien untuk duduk dengan rileks. Pemeriksa
boleh dalam posisi duduk berhadapan dengan pasien
ataupun berdiri dekat pasien.
b. Sampaikan pada pasien tujuan dan prosedur pemeriksaan.
Instruksikan untuk memberi tanda dengan mengangkat
tangan jika suara garpu tala sudah tidak terdengar lagi
c. Ujung garpu tala 256 Hz atau 512 Hz digetarkan pada
telapak tangan pemeriksa, kemudian pangkalnya diletakkan
pada planum mastoideum telinga yang akan diperiksa.

123 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
d. Segera setelah pasien mengangkat tangan, garpu tala
dipindahkan hingga ujung bergetar berada kira-kira 3 cm di
depan meatus akustikus eksternus, dengan ujung bentuk U
yang didekatkan.
e. Tanyakan pada pasien apa masih mendengar suara garpu
tala
f. Lakukan hal ini untuk kedua telinga
Bila pasien masih mendengar suara ketika dipindahkan ke
depan meatus akustikus eksternus, dikatakan tes Rinne (+). Bila
tidak mendengar lagi, dikatakan tes Rinne (-). Tes Rinne (+) dapat
ditemukan pada pendengaran normal atau tuli sensorineural. Tes
Rinne (-) dapat diartikan sebagai tuli konduktif.
Dalam melakukan tes Rinne, harus selalu hati-hati dengan apa
yang dikatakan tes Rinne (-) palsu. Hal ini dapat terjadi pada tuli
sensorineural yang unilateral dan berat. Pada waktu meletakkan
garpu tala di planum mastoideum getarannya ditangkap oleh telinga
yang baik dari sisi yang tidak diperiksa (cross hearing). Kemudian
setelah garpu tala diletakkan di depan meatus akustikus eksternus
getaran tidak terdengar lagi sehingga dikatakan tes Rinne (-). Hal
ini dapat menimbulkan kesalahan diagnosis menjadi tuli konduktif,
meskipun pasien mengalami tuli sensorineural. Untuk mencegah
hal ini maka selalu periksa kedua telinga, dan gunakan
pemeriksaan lain (contoh : tes Weber, audiometri) untuk konfirmasi
temuan sebelum merujuk diagnosis.

Gambar 102.Tes Rinne

124 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
b. Tes Weber
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga
kiri dan kanan. Pada telinga normal, hantaran tulang kiri dan kanan
akan sama. Cara Pemeriksaannya ialah sebagai berikut:
a. Posisikan pasien untuk duduk dengan rileks. Pemeriksa
boleh dalam posisi duduk berhadapan dengan pasien
ataupun berdiri dekat pasien.
b. Sampaikan pada pasien tujuan dan prosedur pemeriksaan.
Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah digetarkan
diletakkan pangkalnya pada dahi atau vertex.
c. Pasien ditanya apakah mendengar suara dengung garpu
tala atau tidak.
d. Bila mendengar langsung ditanyakan di telinga mana suara
didengar lebih keras.
Bila terdengar lebih keras di telinga kanan disebut lateralisasi
ke kanan dan sebaliknya. Bila terjadi lateralisasi ke kanan,
maka ada beberapa kemungkinan:
a. Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal
b. Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensorineural
c. Telinga kanan normal, kiri tuli sensorineural
d. Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih berat
e. Kedua telinga tuli sensorineural, kiri lebih berat
Dengan kata lain, tes Weber maupun Rinne tidak dapat berdiri
sendiri, oleh karena tidak dapat menegakkan diagnosis secara
pasti dan memerlukan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.

Gambar 103. Pemeriksaan Weber

125 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
c. Tes Schwabach
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang
dari penderita dengan hantaran tulang pemeriksa dengan catatan
bahwa telinga pemeriksa harus normal.
Cara pemeriksaan:

1) Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh secara lunak
diletakkan pangkalnya pada planum mastoideum penderita.
2) Kemudian kepada penderita ditanyakan apakah mendengar,
sesudah itu sekaligus diinstruksikan agar mengangkat tangannya
bila sudah tidak mendengar dengungan.
3) Bila penderita mengangkat tangan garpu tala segera dipindahkan
ke planum mastoideum pemeriksa.

Ada 2 kemungkinan pemeriksa masih mendengar dikatakan


Schwabach memendek atau pemeriksa sudah tidak mendengar
lagi. Bila pemeriksa tidak mendengar harus dilakukan cross yaitu
garpu tala mula-mula diletakkan pada planum mastoideum
pemeriksa kemudian bila sudah tidak mendengar lagi garpu tala
segera dipindahkan ke planum mastoideum penderita dan
ditanyakan apakah penderita mendengar dengungan.Bila penderita
tidak mendengar lagi dikatakan Schwabach normal dan bila masih
mendengar dikatakan schwabach memanjang.

Evaluasi test Schwabach


1) Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar
dengungan dan keadaan ini ditemukan pada tuli sensori neural
2) Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar
dengungan dan keadaan ini ditemukan pada tuli konduktif
3) Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama
tidak mendengar dengungan. Karena telinga pemeriksa normal
berarti telinga penderita normal juga.

126 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Tabel 5. Interpretasi Tes Garputala
Tes Tes Weber Tes Diagnosis
Rinne Schwabach
Positif Tidak ada Sama dengan Normal
lateralisasi pemeriksa
Negatif Lateralisasi ke Memanjang Tuli konduktif
telinga yang sakit
Positif Lateralisasi ke Memendek Tuli sensorineural
telinga yang
sehat

Pemeriksaan Rinne, Weber, Schwabach

3. Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi bertujuan untuk melihat keadaan
kanalis auditoris dan membran timpani. Namun sebelumnya
hendaklah diperiksa keadaan aurikulus dan jaringan disekitarnya
untuk mengetahui deformitas, benjolan, ataupun lesi kulit yang
dapat mengganggu ataupun menjadi kontraindikasi otoskopi.
Kontraindikasi otoskopi adalah jika kanalis auditoris mengalami
edema dan atau inflamasi, sehingga tidak memungkinkan untuk
memasukkan spekulum.

127 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 104a. Auricular aksesorius; Gambar 104b. Preauricular pit;
Gambar 104c. Mastoiditis

Gambar 104d. Perichondral haematoma; Gambar 104e. Erisipelas

Setelah inspeksi, lakukan palpasi pada telinga, untuk


mengetahui nyeri tekan pada tragus, aurikula, atau tanda-tanda
pembesaran kelenjar pre- dan post-aurikuler.
Otoskopi dilakukan dengan memposisikan kanalis auditorius
sedemikian rupa agar diperoleh aksis kanalis auditorius yang
sejajar dengan arah pandang mata, sehingga keseluruhan kanalis
sampai permukaan membran timpani dapat terlihat. Adapun cara
pemeriksaan otoskopi ialah sebagai berikut:

128 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
1) Posisikan pasien untuk duduk dengan rileks. Pemeriksa boleh
dalam posisi duduk berhadapan dengan pasien ataupun
berdiri dekat pasien.
2) Sampaikan pada pasien tujuan dan prosedur pemeriksaan.
3) Siapkan peralatan berupa otoskopi, spekulum yang sesuai
ukuran telinga pasien, kapas alkohol untuk membersihkan.

Gambar 105a. Otoskop dan spekulumnya; Gambar 105b.


Penggunaan otoskopi

4) Cuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan, gunakan


handscoon jika diperlukan, misal telinga pasien yang infeksi.
5) Posisikan kanalis auditorius dengan menjepit auricula
menggunakan ibu jari dan jari tengah dan menariknya ke arah
superior-dorso-lateral. Jika masih kurang tepat posisi kanalis,
dapat juga ditambahkan mendorong tragus ke anterior dengan
menggunakan jari telunjuk. Cara ini dilakukan dengan tangan
kanan bila akan memeriksa telinga kiri dan sebaliknya
digunakan tangan kiri bila akan memeriksa telinga kanan.

129 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 106. Cara memegang dan melakukan pemeriksaan
otoskopi

6) Nyalakan dan masukkan spekulum otoskopi secara perlahan


ke kanalis auditorius. Cara memegang otoskopi seperti
memegang pulpen, jari kelingking dan jari manis disandarkan
pada pipi pasien untuk berjaga jaga jika pasien melakukan
gerakan tiba tiba.
7) Nilai keadaan meatus akustikus eksternus, nilai ada tidaknya
tanda inflamasi, infeksi, ataupun massa. Jika ditemui keadaan
seperti otitis eksterna, benda asing, serumen, maka spekulum
tidak boleh dimasukkan lebih dalam lagi. Spekulum hanya
dapat dimasukkan lebih dalam lagi jika benda asing telah
dikeluarkan, serumen dibersihkan, tidak ada inflamasi.

Gambar 107a. Otitis eksterna; Gambar 107b. Otitis eksterna


fungal

130 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 108. Cerumen prop

i. Jika keadaan meatus akustikus memungkinkan untuk


spekulum masuk lebih ke dalam lagi, maka dorong perlahan
spekulum hingga tampak membran tympani. Nilai keadaan
membran tympani dan keadaan di belakang membran
tympani jika memungkinkan. Jika terdapat perforasi dan
atau kelainan pada membran tympani, untuk memudahkan
maka membran tympani dibagi menjadi empat kuadran
dengan berpatokan pada malleus dan cone of light. Cara
membaginya garis imajiner vertikal ditarik sejajar malleus,
kemudian tepat diatas cone of light tarik garis imajiner
horizontal, sehingga terbagi menjadi 4 kuadran. Kuadran
diatas cone of light disebut kuadran I atau anterior superior,
kuadran dengan cone of light ialah kuadran II atau anterior
inferior. Disamping kuadran II ialah kuadran III atau
posterior inferior, diatas kuadran II disamping kuadran I
ialah kuadran IV atau posterior superior.

Untuk telinga kanan pasien, maka cone of light akan


berada pada bagian kanan pemeriksa, dan sebaliknya

131 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 108a. Membran tympany normal (telinga kanan) dan
pembagian kuadrannya

Gambar 108b. Pembagian kuadran membran tympani kanan dan


Gambar 108c. Pembagian kuadran membran tympani kiri

Gambar 108.d. Bulging membran timpani pada otitis media stadium


supurasi ; Gambar 108.e. Membran tympani tampak berwarna
keputihan pada otosclerosis

132 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 108.f. Perforasi membran tympani kuadran III posterior
inferior telinga kanan

Otoskopi

133 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Checklist pemeriksaan otoskopi dan garputala

Nama :
NIM :
Tanggal observasi :

No Aspek yang dinilai Skor


0 1 2
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri kepada pasien
0 : tidak melakukan atau salah satu
1 : melakukan kedua item
2. Menjelaskan kepada pasien mengenai
pemeriksaan yang akan dilakukan, tujuan
pemeriksaan dan meminta persetujuan
0 : tidak menjelaskan
1 : Menjelaskan salah satu atau
menggunakan bahasa yang sulit (bahasa
medis)
2 : menjelaskan seluruh item dan
menggunankan bahasa yang mudah
dimengerti pasien
3. Menyiapkan dan menyebutkan alat yang
digunakan untuk pemeriksaan ( head
lamp/lampu kepala, otoskop, kapas alkoho
dan garputala )
0 : tidak melakukan
1 : melakukan
4. Mencuci tangan sebelum melakukan
pemeriksaan (critical step, sebutkan saja)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan
Inspeksi dan Palpasi Telinga
5. Mempersilahkan pasien duduk berhadapan
dengan pemeriksa dan kaki pemeriksa dan
kaki pasien saling menyilang
0 : tidak melakukan

134 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
1 : melakukan, tetapi kaki tidak saling
menyilang
2 : melakukan dengan sempurna
6. Melakukan inspeksi daun telinga dan jaringan
sekitarnya. (nilai: ada/tidak deformitas,
benjolan, fistel, abses)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna
2 : melakukan secara sempurna
7. Melakukan inspeksi meatus akustikus
eksternus; daun telinga ditarik ke arah atas
dan ke belakang. (nilai: ada/tidak, secret
ada/tidak, tanda-tanda inflamasi, serumen,
furunkel)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna
2 : melakukan secara sempurna
8. Melakukan penekanan pada tragus dan
daerah dibelakang daun telinga.
(nilai: ada nyeri tekan/tidak)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna
2 : melakukan secara sempurna
9. Meminta hasil kepada penguji
Pemeriksaan otoskopi
10. Memilih ukuran spekulum telinga yang sesuai
dan mempersiapkan otoskop (bersihkan
spekulum telinga dengan alcohol)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna
2 : melakukan secara sempurna
11. Menarik daun telinga pasien ke arah atas dan
belakang / posterior superior (pasien dewasa)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna/salah
2 : melakukan secara sempurna
12. Menyalakan lampu otoskop dan memegang
otoskop ditangan sisi yang sama dengan
135 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
telinga pasien yang akan diperiksa (pegang
otoskop dengan tangan kanan untuk
memeriksa telinga kanan)
0 : tidak melakukan atau tidak menyalakan
lampu otoskop
1 : melakukan tidak sempurna
2 : melakukan secara sempurna
13. Memasukan spekulum dengan hati-hati ke
dalam liang telinga dengan arah ke bawah
dan ke depan
0 : tidak melakukan atau melakukan tetapi
tidak memperhatikan kenyamanan pasien
1 : melakukan dengan sempurna
14. Menempatkan punggung jari tangan yang
memegang otoskop pada kepala pasien
0 : tidak melakukan atau salah
1: melakukan sempurna
15. Menilai dan melaporkan inspeksi liang telinga
dan membran timpani
0 :tidak melakukan
1:melakukan tidak sempurna
2:melakukan dengan sempurna
16. Mencuci tangan setelah melakukan
pemeriksaan
0 : tidak disebutkan
1 : menyebutkan
PEMERIKSAAN TAJAM PENDENGARAN
17. Meminta pasien duduk dengan rileks

18. Menggetarkan garpu tala untuk


diperdengarkan pada pasien dan menjelaskan
bahwa bunyi tersebut yang digunakan dalam
pemeriksaan
Tes Rinne
19. Menginstruksikan kepada pasien agar
mengangkat tangan jika sudah tidak
mendengar bunyi garpu tala
136 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
20. Menggetarkan garputala dan meletakkan
pangkal garputala pada planum mastoideum
kanan pasien.
2 : melakukan dengan sempurna
1 : melakukan tidak sempurna
0 : tidak melakukan
21. Memindahkan garpu tala ke depan meatus
akustikus setelah pasien mengangkat tangan
2 : melakukan dengan sempurna
1 : melakukan tidak sempurna
0 : tidak melakukan
22. Menggetarkan garputala dan meletakkan
pangkal garputala pada planum mastoideum
kiri pasien.
2 : melakukan dengan sempurna
1 : melakukan tidak sempurna
0 : tidak melakukan
23. Memindahkan garpu tala ke depan meatus
akustikus setelah pasien mengangkat tangan
2 : melakukan dengan sempurna
1 : melakukan tidak sempurna
0 : tidak melakukan
Weber
24. Menggetarkan garputala, meletakkan di dahi/
vertex
2 : melakukan dengan sempurna
1 : melakukan tidak sempurna
0 : tidak melakukan
25. Menanyakan telinga mana yang lebih jelas
mendengar bunyi.
Schwabach
26. Menggetarkan garputala, meletakkan di
planum mastoid kanan pasien
2 : melakukan dengan sempurna
1 : melakukan tidak sempurna
0 : tidak melakukan
27. Pasien diinstruksikan untuk mengangkat
tangan bila sudah tidak mendengar bunyi dari
137 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
garpu tala

28. Pindahkan garputala ke planum mastoid


kanan pemeriksa bila penderita sudah tidak
mendengar
29. Menggetarkan garputala, meletakkan di
planum mastoid kanan pemeriksa
30. Pindahkan garputala ke planum mastoid
kanan pemeriksa bila pemeriksa sudah tidak
mendengar
31. Pasien diinstruksikan untuk mengangkat
tangan bila sudah tidak mendengar bunyi dari
garputala
32. Hal serupa dilakukan pada telinga kiri pasien
(disebutkan saja)
33. Interpretasi hasil pemeriksaan Rinne, Weber
dan Schwabach
2 : mampu menyimpulkan hasil ketiga
pemeriksaan dengan sempurna
1 : mampu menyimpulkan hasil salah satu
pemeriksaan dengan sempurna
0 : tidak mampu menyimpulkan
34. Penutup dan salam

Observer
Total Skor = x 100% =
48 (..................................)

138 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
SESI V ANAMNESIS TERKAIT GANGGUAN VISUS ,
GANGGUAN PENDENGARAN, DAN KELUHAN KULIT

Anamnesis merupakan skills dasar yang wajib dimiliki seorang


dokter. Anamnesis yang baik dapat mempersempit diagnosis
banding dan menegakkan diagnosis yang akurat. Pencapaian
anamnesis yang baik membutuhkan kemampuan komunikasi
berupa sambung rasa dan pendekatan kepada pasien. Untuk itu
pemeriksa/dokter harus memiliki kemampuan menjadi pembicara
dan pendengar yang baik, mengetahui/menguasai bahasa non
verbal, cara bertanya yang baik,mampu menjaga suasana aman
dan nyaman.
Selama anamnesis diharapkan pemeriksa/dokter dapat
menggali informasi dari pasien untuk kemudian dijadikan dasar
menyusun diagnosis banding. Berdasarkan diagnosis banding yang
diperoleh, dapat ditentukan pemeriksaan fisik dan penunjang yang
sesuai untuk membantu menegakkan diagnosis dan menentukan
penatalaksanaan. Keterampilan klinis anamnesis kali ini akan
membahas mengenai organ indera khusus mata dan telinga.
1. Anamnesis penyakit mata
Keluhan utama yang sering muncul pada penyakit mata adalah :
a. Hilangnya penglihatan/tidak dapat melihat
Keluhan ini dikaitkan dengan retina, dan atau glaukoma.
Pembeda utama ialah keberadaan nyeri. Jika keluhan
mendadak dan disertai nyeri sangat hebat, maka
kemungkinan besar pasien menderita glaukoma sudut
tertutup akut. Jika nyeri yang menyertai tidak hebat, ada
kemungkinan glaukoma sudut terbuka.
Keluhan tidak dapat mendadak tanpa nyeri dapat terjadi
akibat oklusi pembuluh darah retina atau ablasio retina.
Hilangnya penglihatan secara mendadak disertai rasa nyeri
terdapat pada serangan galukoma sudut sempit akut.
Hilangnya penglihatan secara berangsur tanpa nyeri
biasanya terdapat pada glaukoma simpleks menahun.

139 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
b. Nyeri di mata
Nyeri mata banyak penyebabnya, untuk itu penting
ditanyakan deskripsi nyeri yang dirasakan. Beberapa hal
yang dapat ditanyakan ialah sebagai berikut:
i. Onset
Onset mendadak biasa ditemukan pada glaukoma
sudut tertutup akut
ii. Karakteristik
Nyeri seperti rasa tertekan biasa ditemukan pada
glaukoma, rasa panas biasa ditemukan pada dry eyes,
konjuntivitis alergi, iritis
iii. Lokasi nyeri
Nyeri pada bagian depan mata biasanya disebabkan
penyakit yang melibatkan segmen anterior seperti
konjungtivitis, keratitis, uveitis. Nyeri pada bagian
dalam mata dapat disebabkan endoftalmitis.
iv. Faktor memperberat nyeri
Faktor yang memperberat nyeri misal berkedip, dapat
ditemukan pada kasus benda asing mata, keratitis,
abrasi kornea, dry eyes.
v. Keluhan lain yang menyertai, seperti fotofobia dapat
ditemukan pada konjungtivitis, keratitis, uveitis.
Terkadang nyeri hebat dapat disertai mual, muntah
seperti pada pasien glaukoma.
c. Penglihatan ganda
Diplopia atau penglihatan ganda adalah keluhan umum.
Pasien biasanya menutupi salah satu matanya untuk
mengatasi ini ataupun menyesuaikan sikap kepalanya
untuk mengatasi penglihatan ganda. Keluhan diplopia dapat
terjadi binocular ataupun monocular. Diplopia binocular
dapat ditemukan pada dapat disebabkan penyakit sistemik
ataupun gangguan neuromuskular mata, seperti pada kasus
strabismus. Diplopia monocular dapat ditemukan pada

140 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
kasus keratoconus, kelainan pada lensa, lesi pada korteks
visual, dan kelainan refraksi astigmatisma.
d. Mata berair berlebihan/epifora atau mata kering/xeroftalmia
Air mata yang berlebihan mungkin disebabkan oleh
inflamasi pada segmen anterior mata seperti konjungtivitis,
keratitis, benda asing, uveitis,dll. Dapat juga disebabkan
adanya bendungan/ obstruksi pada aliran keluarnya seperti
pada dakriosistitis. Kekeringan terjadi akibat gangguan
sekresi kelenjar lakrimal atau kelenjar tambahan lakrimal
seperti pada pasien dengan penyakit terkait jaringan ikat,
systemic lupus erythematosus (SLE), rheumatoid arthritis.
Dapat juga disebabkan disfungsi kelenjar meibom,
gangguan hormonal androgen.
e. Mata belekan
Sekret dari mata mungkin sekret berair, berlendir atau
bernanah. Sekret mukoid seringkali berhubungan dengan
keadaan alergi atau penyakit virus, sedangkan purulen
sering dihubungkan dengan infeksi bakteri.

Gambar 100a. Sekret mata purulen pada konjungtivitis


bakterial; Gambar 100b. Sekret mata mukoid pada
konjungtivitis virus

f. Mata merah
Mata merah dapat berupa injeksi (kemerahan pada
konjungtiva akibat vasodilatasi), hematoma. Injeksi dapat
berupa injeksi siliar (pada kornea, iris, badan siliar) ataupun
injeksi konjungtiva (pada konjungtiva). Untuk

141 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
membedakannya, injeksi siliar bermula disekitar kornea, iris
dan sekitarnya dan tampak melingkar mengelilingi struktur
tersebut. Injeksi konjungtiva, bermula dari konjungtiva
palpebra yang dapat meluas ke konjungtiva bulbi. Injeksi
siliar dapat ditemukan pada kasus uveitis, keratitis,
sedangkan injeksi konjungtiva pada kasus konjungtivitis.
Hematoma sering terjadi akibat trauma. Perbedaan
hematoma dan injeksi sangat jelas, dimana karena injeksi
disebabkan vasodilatasi sehingga bentuk kemerahan
tampak seperti jejaring laba laba sesuai vasodilatasi.
Sedangkan hematoma tampak berbatas tegas dan
berwarna lebih gelap.

Gambar 101a. Injeksi siliar pada kasus uveitis; Gambar 101b.


Injeksi konjungtiva pada
kasus konjungtivitis

Gambar 101c. Hematoma

142 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Tabel 1. Gejala Visual Mata Umum dan Penyakit Terkait
Gejala Penyakit Terkait
Hilangnya penglihatan Neuritis optika
Ablasio retina
Perdarahan retina
Oklusi arteri retina sentralis
Bintik-bintik Tidak ada makna patologis
Kilatan Migrain
Ablasio retina
Ablasio vitreous posterior
Hilangnya lapangan Ablasio retina
pandang atau tampak Perdarahan retina
bayangan atau tirai
Fotofobia Iritis
Meningitis
Distorsi penglihatan Ablasio retina
Edema makula
Sukar melihat dalam cahaya Miopia
remang Defisiensi vitamin A
Degenerasi retina
Halo berwarna sekitar Glaukoma sudut sepit akut
lampu Kekeruhan dalam lensa atau
kornea
Perubahan penglihatan Katarak
berwarna Obat (digitalis meningkatkan
penglihatan kuning)
Penglihatan ganda Paresis atau paralisis otot
ekstraokuler

143 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Tabel 2. Gejala Mata Nyeri, Non-visual Umum
dan Penyakit Terkait
Gejala Mata Nyeri, Non-visual Penyebab terkait
Sensasi benda asing Benda asing
Abrasi kornea
Rasa panas Kesalahan refraksi yang tak
dikoreksi
Konjungtivitis
Sindrom Sjögren
Berdenyut nyeri Iritis akut
Sinusitis
Nyeri tekan Radang kelopak
Konjungtivitis
Iritis
Nyeri kepala Kesalahan refraksi
Migrain
Sinusitis
Perasaan tertarik Kesalahan refraksi yang tak
dikoreksi

144 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Tabel 3. Gejala Mata Tak Nyeri, Non-visual Umum
dan Penyakit Terkait
Gejala Tak Nyeri, Non-visual Penyebab terkait
Gatal Mata kering
Kelelahan mata
Alergi
Mata berair Keadaan emosi
Hipersekresi air mata
Sumbatan drainase
Kekeringan Sindrom Sjögren
Penurunan sekresi akibat
menua
Kemasukan pasir Konjungtivitis
Mata terasa penuh Proptosis (bola mata menonjol)
Perubahan menua pada
kelopak
Kedutan Fibrilasi orbikularis okuli
Kelopak terasa berat Kelelahan
Edema kelopak
Pusing Kesalahan refraksi
Penyakit serebelar
Berkedip-kedip Iritasi setempat
Facial tic
Kelopak mata menutup Penyakit radang kelopak atau
bersama konjungtiva

145 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
2.Anamnesis penyakit telinga
Keluhan utama telinga dapat berupa : gangguan pendengaran/
pekak (tuli), suara berdenging/ berdengung (tinitus), rasa pusing
yang berputar (vertigo), rasa nyeri di dalam telinga (otalgia), keluar
cairan dari telinga (otore)
a. Gangguan pendengaran
Bila ada keluhan gangguan pendengaran, perlu ditanyakan
apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua telinga,
timbul tiba-tiba atau bertambah berat secara bertahap dan
sudah berapa lama diderita. Adakah riwayat trauma kepala,
telinga tertampar, trauma akustik, terpajan bising, pemakaian
obat ototoksik sebelumya atau pernah menderita penyakit
infeksi virus seperti parotitis, influensa berat, dan meningitis.
Apakah gangguan pendengaran ini diderita sejak bayi
sehingga terdapat gangguan bicara dan komunikasi. Pada
orang dewasa tua perlu ditanyakan apakah gangguan ini
lebih terasa ditempat yang bising atau ditempat yang lebih
tenang.
b. Telinga berdenging
Keluhan telinga berbunyi (tinitus) dapat berupa suara
berdengung atau berdenging, yang dirasakan di kepala atau
di telinga. Apakah tinitus ini disertai gangguan pendengaran
dan keluhan pusing berputar.
c. Pusing berputar
Keluhan rasa pusing berputar (vertigo) merupakan
gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh yang disertai
rasa mual, muntah, rasa penuh ditelinga, telinga berdenging
yang mungkin kelainannya terdapat di labirin. Bila vertigo
disertai keluhan neurologis seperti disartri, gangguan
penglihatan kemungkinan letak kelainannya di sentral.
Apakah keluhan ini timbul pada posisi kepala tertentu dan
berkurang bila pasien berbaring dan akan timbul lagi bila
bangun dengan gerakan yang cepat. Kadang-kadang
keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan otot-otot di

146 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
leher. Penyakit diabetes melitus, hipertensi, arteriosklerosis,
penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis dapat juga
menimbulkan keluhan vertigo dan tinitus.
d. Nyeri dalam telinga
Bila ada keluhan nyeri di dalam telinga (otalgia) perlu
ditanyakan apakah pada telinga kiri atau kanan dan sudah
berapa lama. Nyeri alih ke telinga (referred pain) dapat
berasal dari ras nyeri di gigi molar atas, sendi mulut, dasar
mulut, tonsil, atau tulang servikal karena telinga dipesarafi
oleh sensoris yang berasal dari organ-organ tsb.
e. Keluar cairan telinga
Cairan atau sekret yang keluar dari kanalis auditorius di
sebut otore/otorhea. Penting diperhatikan apakah sekret ini
keluar dari satu atau kedua telinga, disertai rasa nyeri atau
tidak dan sudah berapa lama. Otore pada kedua telinga
jarang ditemukan, seringnya hanya pada satu telinga saja.
Otore yang disertai nyeri sering dihubungkan dengan
kolesteatoma, sedangkan otore yang didahului nyeri
dihubungkan dengan otitis media. Sekret yang sedikit dan
bercampur serumen biasanya berasal dari otitis eksterna .
Sekret yang banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal
dari telinga tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya
kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai adanya
infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar
seperti air jernih, harus waspada adanya cairan likuor
serebrospinal.

147 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 101a. Sekret purulen pada otitis media; Gambar 101b.
Sekret mukoid bercampur serumen pada otitis eskterna

148 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Checklist anamnesis

Nama :
NIM :
Tanggal observasi :

Skor
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
Membina sambung rasa
a. Memperlihatkan kontak mata secara wajar
b. Menyapa dengan sopan
c. Mempersilakan duduk dengan sopan
d. Menunjukkan sikap tubuh (posisi,cara duduk)
yang baik dan sopan
1.
e. Berpakaian sopan

2: sempurna (poin a-e)


1: tidak sempurna (poin a +e+ b/c/d)
0: tidak dilakukan atau hanya 2 poin saja atau
berpakaian tidak sopan
Memberi salam dan memperkenalkan diri.
2. 1: melakukan keduanya
0: tidak melakukan/melakukan hanya salah satu
Menanyakan identitas pasien: nama, umur, alamat,
pekerjaan
3. 2: 4 item
1: 2-3 item
0: <2 item
4. Menanyakan keluhan utama pasien.
Menggali riwayat penyakit sekarang pasien.
1 : melakukan
5. 0 : tidak melakukan
a. onset dan durasi
b. frekuensi

149 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
c. karakter atau sifat keluhan
d. berat-ringannya kelainan (severity)
e. faktor-faktor yang memperberat
f. faktor-faktor yang meringankan keluhan
g. keluhan lain yang menyertai
Melakukan anamnesis sistem lain yang
berhubungan dengan keluhan utama pasien.
a. Menanyakan fungsi yang terganggu,relevan
6. dengan keluhan utama pasien
b. Ditanyakan sistematis
2: poin a+b
1: salah satu poin saja
Menggali riwayat penyakit dahulu yang berhubungan
dengan keluhan pasien.
2: menanyakan dan berhubungan dengan RPS
7.
1: menanyakan tapi tidak berhubungan dengan RPS
0: tidak menanyakan

Menggali riwayat penyakit keluarga yang


berhubungan dengan keluhan pasien.
8. 2: menanyakan dan berhubungan dengan RPS
1: menanyakan tapi tidak berhubungan dengan RPS
0: tidak menanyakan
Menanyakan kebiasaan dan gizi pasien.
a. Menanyakan apakah orang sekitar tempat
tinggal/kerja/sekolah yang mengeluhkan serupa
b. Menanyakan kebiasaan pasien/masyarakat
sekitar tempat tinggal/kerja/sekolah yang relevan
9. (jika faktor lingkungan berperan dalam munculnya
keluhan)
2: poin a atau poin a+b (jika faktor lingkungan
berperan)
1: menanyakan tapi tidak relevan
0: tidak menanyakan
150 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Bertanya dengan kalimat terbuka dan melakukan
cross check terhadap jawaban pasien.
10. 2: sempurna
1: tidak sempurna
0: tidak melakukan
Menanyakan pada pasien apakah masih ada yang
11.
ingin ditanyakan.
Menjelaskan kemungkinan diagnosis dan diagnosis
banding dengan menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh pasien.
2: menjelaskan kemungkinan diagnosis dengan
benar, menggunakan bahasa yang dipahami pasien
12.
tanpa menggunakan bahasa medis
1: menjelaskan kemungkinan diagnosis dengan
benar menggunakan bahasa medis
0: tidak dilakukan atau salah menjelaskan
kemungkinan diagnosis
Mencatat hasil kesimpulan anamnesis
2: mencatat dan merangkum sistematis (data berupa
laporan singkat)
13.
1: tidak menuliskan diagnosis banding
0: tidak dilakukan atau hanya berupa coretan tidak
bermakna

Observer,
Total Skor = __ x 100% = %

(...................................)

151 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Sumber Rujukan

Riordan PA and Cunningham ET. 2015. Vaughan and Ashbury


General Opthalmology 18th ed. McGraw-Hill-Lange
Olver J and Cassidy L.2005.Opthalmology at a Glance. Wiley-
Blackwell
Lynn B dan Peter G.S. 2018. Bates Buku Ajar Pemeriksaan
Fisik dan Riwayat Kesehatan, Edisi 11. EGC Jakarta
Soepardi EA, Iskandar N, Baharuddin J, Nurbati R. 2011. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorkan-Kepala Leher.
FKUI. Jakarta.
Goldsmith LA, Katz. S, Gilschreht BA, Paller SA, Leffel DJ,
Wolff K. 2008.
Fitzpatrick Dermatology in General Medicine 7th ed. McGraw-
Hill
Boies et al.1989. Boies Fundamental of Otolaryngology: A
Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases.
Nagel P and Gurkov R. 2011. Dasar dasar Ilmu THT ed 2.
EGC
Valzon, May. 2017. Bahan Ajar Anatomi Modul Fundamental
Tubuh: Pengantar Anatomi, Cranium dan Vertebrae. Universitas
Abdurrab: Pekanbaru
Bell,A,MD; Rodes,M.A, MD, Med, Kellar, L.A. MD, Msce.
Childhood Eye Examination. Am Fam
Physician. 2013 Aug 15;88(4):241-248.
https://www.aafp.org/afp/2013/0815/p241.html
Ishihara,Shinobu. Ishihara Instructions.Kanehara Trading,
Tokyo.https://www.good-
lite.com/cw3/Assets/documents/730019%20Ishihara%20Instruction
s-web.pdf
Pirozzo,S. Papinczak T.Glasziou P. 2003. Whispered voice test
for screening for hearing impairment in adults and children:
systematic review. British Medical Journal , 2003;327:967.
https://www.bmj.com/content/327/7421/967

152 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum

Anda mungkin juga menyukai