Edisi kelima
Copyright®2021 oleh Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab
Desain oleh : Medical Education Unit
Desain sampul oleh : Medical Education Unit
Diterbitkan oleh Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab
2 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
LEMBAR PENGESAHAN DEKAN
3 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
VISI & MISI
FAKULTAS KEDOKTERAN
Visi
Menjadi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang profesional
dan terkemuka berbasis nilai-nilai islami di tingkat nasional pada
tahun 2035
Misi
Tujuan
1. Menghasilkan dokter dan tenaga kesehatan yang kompeten dan
berkarakter islami.
2. Terlaksananya penelitian-penelitian dalam bidang kedokteran dan
kesehatan yang unggul dan inovatif.
3. Terlaksananya pengabdian masyarakat sebagai penerapan hasil
penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan.
4. Peningkatan prestasi dosen dan mahasiswa di tingkat nasional.
4 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
VISI & MISI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
Visi
Menjadi Program Studi (Prodi) pendidikan dokter yang profesional di
tingkat nasional dengan keunggulan penemuan dan pemanfaatan
bahan alam bidang kedokteran yang berlandaskan nilai Rabbani,
Amanah dan Beradab (RAB) pada Tahun 2035.
Misi
1) Menyelenggarakan Program Studi Pendidikan Dokter yang
profesional dengan tata kelola yang sesuai standar mutu dengan
implementasi nilai-nilai RAB.
2) Melaksanakan pendidikan yang menghasilkan lulusan sarjana
kedokteran yang profesional dan memiliki keunggulan dalam
penemuan dan pemanfaatan bahan alam bidang kedokteran yang
berlandaskan nilai RAB.
3) Melaksanakan penelitian di bidang kedokteran dengan keutamaan
di bidang keunggulan prodi dalam usaha meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai RAB.
4) Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat yang
menerapkan hasil penelitian terutama di bidang unggulan prodi
dalam usaha menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat sesuai
dengan nilai-nilai RAB.
Tujuan
5 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
3. Menghasilkan penelitian di bidang kedokteran dengan keutamaan di
bidang keunggulan prodi dalam usaha meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai RAB.
4. Menghasilkan pengabdian kepada masyarakat yang menerapkan
hasil penelitian terutama di bidang unggulan prodi dalam usaha
menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat sesuai dengan nilai-
nilai RAB.
6 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
KATA PENGANTAR
Penyusun
7 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
DAFTAR ISI
8 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
TATA TERTIB PELAKSANAAN
PRAKTIKUM KETERAMPILAN KLINIS
9 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Keterampilan pemeriksaan organ indera dan integumentum
merupakan bagian dari pelatihan keterampilan klinik dasar sebagai
bekal untuk proses pembelajaran selanjutnya. Praktikum
keterampilan klinis sistem indera dan integumentum meliputi
pemeriksaan visus dan buta warna, pemeriksaan garpu tala dan tes
berbisik, pemeriksaan ujud kelainan kulit, dan anamnesis. Selain
modul 4.1, pemeriksaan pemeriksaan diatas juga akan dibahas
pada modul 7.1 Gangguan kulit, mata, dan telinga.
Diharapkan di akhir praktikum mahasiswa mampu melakukan
pemeriksaan pada kasus gangguan visus, gangguan pendengaran,
keluhan kulit, dan anamnesis terkait gangguan visus, gangguan
pendengaran, dan keluhan kulit. Praktikum dilakukan dengan cara
simulasi menggunakan kasus, dengan metode role play dan atau
manekin.
10 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
B. Susunan Kegiatan
11 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
3. Tutor mendemonstrasikan teknik pemeriksaan visus, buta
warna, lapang pandang , otot ekstraokuler, cover-uncover test
(10menit)
4. 2-3 mahasiswa melakukan role – play visus, lapang pandang ,
otot ekstraokuler, cover-uncover test (20 menit)
5. Mahasiswa lain dan tutor memberi komentar teknik
pemeriksaan yang telah dilakukan (10 menit)
6. Seluruh mahasiswa berlatih dalam kelompok kecil, masing –
masing terdiri dari 3 orang (1 dokter, 1 pasien, 1 orang penilai
sesuai checklist) melakukan pemeriksaan (20 menit)
7. Mahasiswa menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang
didapatkan (15 menit)
8. Tutor memberikan feedback mengenai pemeriksaan yang
dilakukan mahasiswa (15 menit)
12 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
1. Pretest (10 menit)
2. Review teori pemeriksaan garputala dan tes berbisik (10 menit)
3. Tutor mendemonstrasikan teknik pemeriksaan garputala dan
tes berbisik (20 menit)
4. 2-3 mahasiswa melakukan role – play pemeriksaan garputala
dan tes berbisik (30 menit)
5. Mahasiswa lain dan tutor memberi komentar teknik
pemeriksaan yang telah dilakukan (10 menit)
6. Seluruh mahasiswa berlatih dalam kelompok kecil, masing –
masing terdiri dari 3 orang (1 dokter, 1 pasien, 1 orang penilai
sesuai checklist) melakukan pemeriksaan (20 menit)
7. Mahasiswa menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang
didapatkan (15 menit)
8. Tutor memberikan feedback mengenai pemeriksaan yang
dilakukan mahasiswa (15 menit)
13 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
DAFTAR MASALAH TERKAIT MODUL (SKDI, 2012)
13 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
DAFTAR PENYAKIT TERKAIT MODUL (SKDI, 2012)
14 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
15 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
16 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
17 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
18 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
TABEL 1. PEMETAAN PENCAPAIAN KOMPETENSI KETERAMPILAN KLINIS
Nama keterampilan (SKDI 2012) Diberikan pada Mata Kuliah/ Metode Tingkat
Modul/ Blok/ Kepaniteraan Pembelajaran keterampilan
Mata
Penilaian penglihatan bayi, anak, dan 4.1 PKK (Praktik 4A
dewasa Keterampilan
Klinis)
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Penilaian refraksi, subjektif 4.1 Kuliah 4A
7.1 Kuliah
Ilmu Penyakit Mata PKK
Penilaian refraksi, subjektif 4.1 Kuliah 2
7.1 Kuliah
Ilmu Penyakit Mata PKK
Lapang pandang, Donders 4.1 PKK 4A
confrontation test 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Lapang pandang, Amsler panes 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
19 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Inspeksi kelopak mata 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi kelopak mata dengan eversi 4.1 PKK 4A
kelopak atas 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi bulu mata 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi konjungtiva, termasuk 4.1 PKK 4A
forniks 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi sklera 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi orifisium duktus lakrimalis 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Palpasi limfonodus pre-aurikular 3.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
20 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Penilaian posisi dengan corneal 4.1 PKK 4A
reflex images 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Penilaian posisi dengan cover 4.1 PKK 4A
uncover test 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Pemeriksaan gerakan bola mata 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Penilaian penglihatan binokular 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi pupil 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Penilaian pupil dengan reaksi 4.1 PKK 4A
langsung terhadap cahaya dan 7.1 PKK
konvergensi Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi media refraksi dengan 4.1 PKK 4A
transilluminasi (pen light) 7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
21 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Inspeksi kornea 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Tes sensivitas kornea 2.1 PKK 4A
5.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi bilik mata depan 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi iris 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Inspeksi lensa 4.1 PKK 4A
7.1 PKK
Ilmu Penyakit Mata PKK
Pemeriksaan dengan slit-lamp Ilmu Penyakit Mata PKK 3
33 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pemeriksa sebaiknya menggunakan kaca pembesar untuk
membantu pemeriksaan. Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi,
bentuk, ukuran, penyebaran, batas, dan lesi yang khusus.
Pada pemeriksaan ini diperhatikan adanya tanda-tanda
radang akut atau tidak, misalnya dolor, kalor, fungsiolesa
(rubor dan tumor dapat pula dilihat), ada tidaknya indurasi,
fluktuasi, dan pembesaran kelenjar regional maupun
generalisata.
3. Setelah inspeksi selesai, dapat dilakukan palpasi pada lesi
yang tidak rapuh, ataupun lesi yang membutuhkan palpasi
untuk membantu menentukan ukuran, batas. Selain palpasi,
setelah inspeksi juga dapat dilakukan pemeriksaan lain untuk
membantu penegakan diagnosis, misal diaskopi, tes Nikolsky,
tes goresan lilin, tes Gunawan, dll. Setelah pemeriksaan
dermatologik (inspeksi dan palpasi) dan pemeriksaan umum
(intern) selesai dapat dibuat diagnosis sementara dan
diagnosis banding.
34 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
skuama, menurut Prakken (1966), skuama dikategorikan UKK
sekunder, namun merunut pada patogenesis penyakit, skuama
dikategorikan UKK primer. Sehingga pada penetapannya, skuama
untuk kasus dermatofitosis, dikategorikan sebagai UKK primer.
Dermatology Lexicon Project membuat klasifikasi UKK
berdasarkan morfologinya, yaitu sebagai berikut :
1. Lesi sama tinggi permukaan kulit
a. Makula adalah lesi kulit datar (setinggi permukaan kulit)
berbatas tegas, berupa perubahan warna kulit tanpa
perubahan bentuk, berukuran ≤ 0,5cm. Perubahan warna
dapat berupa kemerahan, disebut eritema; lebih pucat
dibanding kulit sekitar, disebut hipopigmentasi; lebih gelap
dibanding kulit sekitar, disebut hiperpigmentasi; putih/sangat
pucat dibandingkan kulit sekitar yang sehat, disebut
depigmentasi. Makula eritem dapat ditemukan pada
purpura, petekie, ekimosis. Makula hiperpigmentasi dapat
ditemukan pada kasus melanoderma, lesi paska inflamasi.
Makula hipopigmentasi dapat ditemukan pada leukoderma,
tinea versicolor, pityriasis versicolor. Makula depigmentasi
dapat ditemukan pada vitiligo. Perubahan warna pada
makula eritema dapat disebabkan vasodilatasi, inflamasi
vaskular, hingga ekstravasasi eritrosit. Sedangkan
perubahan warna pada makula hiperpigmentasi,
hipopigmentasi, dan depigmentasi disebabkan oleh
gangguan pada melanosit dan atau melanin.
(c)
35 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 1a. Ilustrasi makula hiperpigmentasi dalam lapisan
kulit; 1b. Ilustrasi makula eritema dalam lapisan kulit; 1c.
Makula hiperpigmentasi pada nevus
36 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 4. Eritroderma generalisata pada eritroderma
37 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 5b. Sessile papule,smooth papule pada
moluskum kontagiosum
38 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 8. Filiform papule pada veruka vulgaris
39 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 11. Umbilicated papule pada moluskum
kontagiosum
40 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
kulit sekitarnya/ hiperpigmentasi, putih/ depigmentasi, atau seperti
kulit di sekitarnya.
41 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 15a. Nodul pada karsinomal sel basal; Gambar
15.b ilustrasi nodul dalam lapisan kulit
42 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
muncul akibat reaksi alergik, seperti pada dermatitis
medikamentosa, gigitan serangga.
18a 18b
18c
Gambar 18 a. Sikatriks hipertrofi; Gambar 18b. Sikatriks
atrofi paska akne; Gambar 18c. Ilustrasi sikatriks pada
lapisan kulit
43 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
g. Komedo berasal dari folikel rambut yang dilatasi dan diisi
dengan keratin dan lipid. Ketika muara folikel terbuka
dengan massa keratinoceous yang tampak jelas berwarna
hitam, disebut blackhead/ open comedo/ komedo terbuka.
Jika muara folikel tertutup, dan tampak massa keratin putih,
disebut whitehead/ closed comedo/ komedo tertutup.
Komedo ditemukan pada kasus akne.
44 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
3. Lesi lebih rendah dari permukaan kulit
a. Erosi adalah lesi yang lebih rendah dari permukaan kulit,
biasanya basah, berbatas tegas, akibat hilangnya
permukaan epidermis. Erosi dapat disebabkan trauma,
maserasi epidermis, rupturnya bula, vesikel, atau nekrosis.
45 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
c. Atrofi ialah berkurangnya ukuran sel, jaringan, organ. Atrofi
dapat terjadi pada lapisan dermis maupun epidermis. Atrofi
pada epidermis, kulit yang atrofi tampak berkilat, hampir
transparan, tipis, berkerut. Sedangkan atrofi pada dermis
tanpa disertai epidermis, kulit hanya tampak menipis.
46 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
disebabkan peregangan kulit berlebihan. Permukaan striae
dapat berupa kerutan, berwarna pink hingga merah dan
meninggi hingga kemudian menjadi pucat dan mendatar.
Striae dapat ditemukan pada striae gravidarum.
47 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
4. Perubahan permukaan
a. Skuama adalah pelepasan lapisan stratum korneum dari
permukaan kulit. Dapat berupa skuama halus (pitiriasiformis),
sedang (dermatitis), atau kasar (psoriasis). Skuama dapat
berwarna putih (psoriasis), coklat, atau seperti sisik ikan
(iktiosis).
48 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 31. Krusta kecoklatan seperti madu pada impetigo
krustosa
49 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
ekskoriasi dan skuama, sering ditemukan pada kasus liken
simpleks kronis.
50 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
5. Lesi berisi cairan
a. Vesikel adalah gelembung berisi cairan dengan diameter ≤
0,5cm. Vesikel biasanya berasal dari proses patologis tepat
dibawah stratum korneum/subkorneum atau intraepidermal.
Gelembung vesikel dapat merupakan UKK primer, misal
pada infeksi virus, atau merupakan UKK sekunder lanjutan
dari spongiosis, akantolisis, ataupun degenerasi balon.
51 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
c. Pustul adalah gelembung pada epidermis berisikan pus.
Dapat dikatakan juga bahwa pustul merupakan vesikel
berisi nanah. Eksudat pus dapat berwarna putih, kuning,
kuning-kehijauan. Pustul dapat pula muncul pada folikel
rambut. Pustul sering ditemukan pada kasus pioderma.
Terkadang dapat ditemukan cairan pus mengendap pada
dasar lesi yang disebut vesikel hipopion.
52 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 41. Abses pada pioderma
6. Lesi vaskular
a. Purpura adalah ekstravasasi eritrosit ke kulit yang tampak
sebagai bercak merah keunguan. Petechiae adalah purpura
seukuran ujung jarum, sedangkan ekimosis purpura
berukuran besar serupa patch. Dalam perjalanannya,
purpura akan berubah warna menjadi kuning kecoklatan.
Dapat ditemukan pada vaskulitis, atau paska trauma.
53 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 44. Teleangiektasis
54 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Diaskopi disebut positif, jika warna merah menghilang
(eritema), disebut negatif bila warna merah tidak
menghilang (purpura atau telangiektasis). Pada
telangiektasis akan tampak kapiler yang berbentuk seperti
tali yang berkelok-kelok dapat berwarna merah atau biru.
55 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
c. Polisiklik, lesi membentuk lingkaran atau cincin atau
setengah lingkaran dengan UKK yang koalesen/menyatu.
Biasa ditemukan pada urtikaria.
56 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
f. Retikularis, berbentuk seperti jaring yang diselingi kulit
sehat diantaranya. Biasa ditemukan pada livedo reticularis.
57 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
2. Susunan lesi multipel
a. Herpetiformis, lesi berkelompok/bergerombol, biasa
ditemukan pada varicella, gigitan serangga.
58 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 57. Lesi blaschkold pada nevus
59 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
j. Interttriginosa, pada lipatan tubuh. Dapat ditemukan pada
kandidiasis.
k. Regional/lokalisata, hanya pada satu lokasi tubuh saja.
Dapat ditemukan pada selulitis.
l. Generalisata, menyeluruh pada seluruh anggota tubuh.
Biasa ditemukan pada erupsi obat.
m. Bilateral simetris, pada kedua belah bagian tubuh
(mirroring). Dapat ditemukan pada vitiligo.
n. Universal, melibatkan hampir seluruh permukaan kulit.
60 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
59a 59b
59c 59d
Gambar 59a. Lesi ukuran miliar pada liken nitidus; Gambar 59b.
Lesi ukuran lentikular pada pioderma; Gambar 59c. Lesi ukuran
numular pada dermatitis numularis; Gambar 59d. Lesi ukuran plakat
pada psoriasis
a. Bentuk lesi
a. Teratur : bulat, oval dan sebagiannya
61 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 60b. Bentuk bulat (dermatitis numularis)
b. Distribusi lesi
a.Solitar jika hanya satu lesi, dapat ditemukan pada ulkus
durum
b.Multipel jika lesi banyak , dapat ditemukan pada varisela
c. Difus, jika lesi tidak berbatas tegas
62 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 61. Batas lesi tidak tegas/difus pada dermatitis kontak
iritan
63 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
f. Diskrit : lesi-lesi terpisah satu dengan yang lain pada
ektima.
64 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
E. Regio-regio pada tubuh
1. Regio kepala, wajah dan leher
Regio Capitis
No Nama regio
1
2
3
4
5
6
65 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Regio Facialis
No Nama regio
7
8
9
10
11
12
13
14
Regio Cervicalis
15
15.1
15.2
15.3
15.4
16
16.1
17
17.1
17.2
18
66 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
2. Regio Badan dan Ekstremitas (tungkai)
Regio Thoracicae
No
1
2
3
67 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Regio Dorsalis
13
14
15
16
17
Regio Perinealis
18
19
Regio membri superior
20
21
22
23
24
25
Regio membri inferior
26
27
28
29
30
31
32
68 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Penulisan status dermatologik
Pertama-tama harus ditentukan lokalisasi kelainan, yaitu secara :
- regional : r. fasialis, r. torakalis, r. abdominalis
- dan atau dengan regio relatif : 1/3 proksimal ekstremitas
inferior kiri, 1/3 tengah lengan kanan, dll.
Setelah penentuan lokasi, maka dituliskan lebih dahulu UKK
primer, UKK sekunder (warna, konsistensi jika belum
terjelaskan dalam penulisan UKK) , jumlah UKK (jika UKK
primer tunggal, namun UKK sekunder multipel, maka ditulis
terpisah langsung), bentuk dan susunan/konfigurasi UKK,
distribusi UKK. Jika dalam menentukan bentuk dan susunan,
serta distribusi, jika tidak ditemukan istilah yang sesuai dapat
dituliskan tidak khas
Contoh:
69 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Check list Pemeriksaan Ujud Kelainan Kulit
Nama :
NIM :
Tanggal observasi :
70 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
71 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
SESI II PEMERIKSAAN VISUS, LAPANG PANDANG, OTOT
EKSTRAOKULER, COVER-UNCOVER TEST
72 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 69b. Tanda
peradangan pada mata area
nasal, pada dakriosistitis
73 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
digunakan pada jarak 5-6m atau 20feet dari pasien, sedangkan
pada pasien anak pada jarak 3-4m atau 9-10 feet dari pasien.
Untuk pasien dewasa, optotip yang dipakai untuk memeriksa
visus jauh adalah kartu Snellen/Snellen chart. Kartu ini digunakan
pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien. Pada pinggir tiap baris ada
kode angka yang menunjukkan berapa meter huruf sebesar itu oleh
mata normal masih bisa dibaca. Sebagai contoh: huruf terkecil yang
masih bisa terbaca jelas adalah pada 10 meter, maka visus pasien
itu adalah 6/10 (artinya pasien tersebut membaca huruf dengan
jelas pada jarak 6 meter sedangkan mata normal mampu membaca
sejauh 10 meter).
Untuk pasien yang visusnya sangat buruk, digunakan
pemeriksaan dengan objek jari tangan, goyangan/lambaian tangan,
dan berkas cahaya. Masing-masing objek tersebut dapat dilihat
dengan mata normal pada jarak 60 m, 300 m, dan tidak terhingga
jauhnya.
74 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Cara Pemeriksaan visus jauh untuk dewasa:
1) Pasien diminta duduk pada jarak 5-6 meter menghadap kartu
Snellen. Apabila berkaca mata, mintalah untuk melepas kaca
matanya.
2) Biasakan memeriksa mata kanan terlebih dahulu baru mata
kiri.
3) Mintalah pasien menutup mata kirinya dengan telapak tangan,
tanpa tekanan. Pasien diminta melihat ke depan dengan
santai, tanpa melirik atau mengerutkan kelopak mata.
4) Mintalah pasien mengidentifikasi angka atau huruf atau simbol
yang tertera pada Snellen chart, mulai dari atas sampai ke
bawah.
5) Bilamana pasien hanya mampu mengenali sampai pada baris
20 m sementara jarak pasien adalah 5 m, maka visusnya 5/20
(jangan disingkat menjadi ¼). Kalau dari baris itu ada yang
salah tambahlah huruf F (false=salah).
6) Bila tulisan terbesar tidak dapat terbaca, mintalah pasien
menghitung jari yang pemeriksa acungkan mulai dari 1 m,
kemudian semakin mundur hingga jarak terjauh yang bisa
dilihat pasien. Bila pasien menghitung benar jumlah jari pada
jarak 1 m, visusnya 1/60 bila pada 2 m visusnya 2/60 dst,
sampai maksimal 5/60.
7) Bila pasien tidak dapat melihat jari anda dari jarak 1 m,
lakukan pemeriksaan goyangan/lambaian tangan. Goyangkan
tangan di depan pasien dan mintalah pasien mengatakan
arah goyangannya vertikal/horizontal. Bila dapat mengenali,
visusnya 1/300.
8) Bila pasien tidak dapat melihat goyangan tangan anda,
lakukan pemeriksaan dengan lampu senter. Nyalakan lampu
senter di depan pasien dan mintalah pasien menyebutkan
apakah senter menyala dan dari arah mana. Bila pasien bisa
menyebutkan dengan benar maka visusnya 1/tak terhingga.
Bila arah cahaya bisa dikenali dengan benar, maka visusnya
ditambahkan keterangan ‘proyeksi sinar baik’.
75 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
9) Menghitung jari, goyangan tangan dan berkas cahaya,
masing-masing dapat dilihat mata normal pada jarak 60 m,
300 m, dan tidak terhingga jauhnya, maka tajam penglihatan
dituliskan 1/60, 1/300, dan 1/∞.
10) Bila cahaya tidak dikenali, maka tajam penglihatannya adalah
0 atau tidak ada persepsi cahaya.
11) Bila visus kurang dari 6/6, dilakukan tes pinhole;
12) Bila dengan tes pinhole visus maju/ membaik (bisa 6/6),
berarti terdapat kelainan refraksi yang belum terkoreksi.
13) Bila dengan tes pinhole visus tidak maju/ tidak membaik
kemungkinan terdapat kelainan organik.
14) Apabila pinhole maju/ membaik maka dicoba untuk dikoreksi
dengan lensa spheris negatif atau positif (lensa sferis negatif
dari kecil ke besar, lensa sferis positif dari besar ke kecil).
15) Bila setelah koreksi maksimal visus belum mencapai 6/6,
dilakukan pemeriksaan astigmat dial
16) Bila pada astigmat dial melihat ada garis yang paling tegas,
diperiksa dengan lensa cylindris negatif atau positif (dengan
metode trial and error) dimana axisnya tegak lurus pada garis
yang paling tegas tersebut, sampai dapat mencapai 6/6.
17) Demikian sebaliknya diperiksa visus mata kirinya.
76 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 71. a Keeler dan Teller acuity card
77 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
menggunakan gambar mobil dengan beberapa roda yang rusak.
Berbeda dengan Lea, broken wheel menggunakan kartu bergambar
dengan berbagai ukuran standar visus yang diperlihatkan dari jarak
3 meter.
78 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Untuk anak berusia 3 tahun, Lea symbol chart terbukti lebih
efektif dan efisien, sedangkan untuk anak berusia 4-5 tahun, HOTV
hampir sama efektif dengan Lea.
Pada pasien anak usia 6-8 tahun dapat digunakan modifikasi
Snellen chart, sehingga dapat digunakan pada jarak 3meter.
Biasanya modifikasi juga dapat berupa baris yang dipisahkan
dengan garis untuk mempermudah menandai huruf yang dapat
dibaca anak dengan visus normal pada jarak 3meter untuk Snellen
chart dewasa yang digunakan dewasa pada jarak 6meter.
Terkadang Snellen juga dapat menggunakan optotip berupa
gambar bagi anak yang belum dapat membaca.
79 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
digunakan tidak boleh ditekan kemudian kartu dibaca dari tulisan
berukuran terbesar hingga terkecil. Jika pasien tidak mampu
membaca tulisan berukuran terbesar, dilakukan pemeriksaan hitung
jari, jika tidak mampu melihat juga dilakukan pemeriksaan lambaian
tangan, jika tidak mampu melihat lambaian tangan dilakukan
pemeriksaan dengan cahaya. Meski urutannya serupa dengan
pemeriksaan visus jauh, namun jarak pemeriksaan pada visus
dekat sama untuk semua pemeriksaan yaitu 14 inci. Sedangkan
untuk pasien anak, pemeriksaan ini dapat dilakukan pada anak usia
diatas 3 tahun dengan menggunakan kartu Lea atau HOTV untuk
pemeriksaan visus dekat.
Gambar 76a. Lea symbol chart, dan Gambar 76b. HOTV chart
untuk pemeriksaan visus dekat pada anak
80 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 76c. Kartu baca Snellen untuk pemeriksaan visus dekat
pada dewasa; Gambar 76d. Kartu baca Jaeger
Gambar 77a. Lensa Coba Pin Hole Test, Kacamata coba Pin Hole
Test
81 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
2. Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan lapang pandang dapat membantu penegakan
diagnosis dan penentuan lokasi lesi. Lesi dapat terjadi dimana saja
sepanjang jaras korteks striatum lobus oksipital hingga retina dan
menyebabkan defisit lapang pandang yang khas. Dengan bantuan
pemeriksaan ini diharapkan dapat membantu menentukan
pemeriksaan lanjutan dan penatalaksanaan.
82 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Tabel 2. Defek lapang pandang dan letak lesi
No Defek Letak lesi
Anopsia monocular Traktus nervus opticus
sinistra temporalis sinistra
1
Traktus nervus opticus nasal
dekstra
2 Bitemporal hemianopia Chiasma
Anopsia monocular Traktus nervus opticus
dekstra temporalis sinistra
3 Quadranatopia superior Traktus nervus opticus nasal
sinistra oculo sinistra dekstra
Optic radiation superior dekstra
Hemianopia nasal Traktus nervus opticus nasal
4
dekstra oculo sinistra sinistra
Hemianopia homonim Traktus nervus opticus dekstra
5
sinistra
Hemianopia inkongruos Optic radiation superior sinistra
6
inkomplit dekstra
No Defek Letak lesi
Hemianopia inkongruos Optic radiation inferior sinistra
7
inkomplit dekstra Korteks lobus parietal sinistra
Hemianopia homonim Korteks lobus parietal sinistra
8
dekstra
Hemianopia homonim Korteks lobus oksipital sinistra
9 dekstra dengan spasi
makular
Hemianopia homonim Korteks lobus oksipital dekstra
10 sinistra dengan spasi
makular
Hemianopia sinistra Optic radiation superior korteks
11
ocular sinistra lobus oksipital dekstra
83 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan dengan cara
tes konfrontasi, atau dengan perimetri. Pada prinsipnya
pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan memberikan
stimulus pada area lapang pandang yang ditetapkan. Pemeriksaan
perimetri menggunakan alat perimeter yaitu perimetri Goldman,
Tangent screen, automated perimetry, Amsler grid test. Metode
pemeriksaan perimetri menggunakan metode kinetik dan statik.
Prinsipnya ketika pemeriksaan lapang pandang, pasien fokus pada
satu titik untuk kemudian mendeteksi stimulus yang diberikan.
Metode kinetik menggunakan stimulus yang digerakkan, sedangkan
metode statik menggunakan stimulus yang diletakkan pada lokasi
lokasi tertentu.
Perimeter Goldman berupa mangkuk besar sebagai latar
belakang pemberian stimulus. Stimulus dapat menggunakan
cahaya dengan metode statik maupun kinetik. Tangent screen
menggunakan layar gelap, dengan stimulus dari tongkat yang
ujungnya berwarna warni. Stimulus digerakkan oleh pemeriksa
sementara pasien fokus pada sebuah titik. Automated perimeter
menggunakan mesin yang memberi stimulus berupa cahaya
dengan metode statik. Tiap stimulus yang dapat dilihat pasien
kemudian diberi skoring. Amsler grid test lebih merupakan uji
fungsi makula. Dengan menggunakan grid atau kumpulan kotak-
kotak , pasien fokus pada satu titik kemudian memperhatikan
apakah garis yang menyusun kotak menjadi bergelombang.
84 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 78c. Automated perimetry Gambar 78d. Amsler grid test
85 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
4) Selama pemeriksaan, jagalah agar objek selalu berjarak sama
dari mata pemeriksa dan mata pasien, agar pemeriksa dapat
membandingkan lapang pandangnya dengan lapang pandang
pasien.
86 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Cara pemeriksaan otot ekstraokuler adalah sebagai berikut
1) Pasien duduk di depan pemeriksa
2) Pemeriksa menggerakkan pen light dengan perlahan dan tidak
terburu buru, membentuk huruf H dimulai dari bagian sejajar
hidung pasien dengan urutan: kanan, kanan atas, kanan
bawah, kiri, kiri atas, kiri bawah
3) Diperhatikan gerakan kedua mata, keduanya bebas ke segala
arah ataukah ada yang tertinggal.
87 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pada pasien dengan heterophoria, ketika tutup dibuka, bola mata
yang ditutup akan bergerak sesuai dengan kelainan yang dialami
karena tidak sedang digunakan untuk penglihatan binokular
(cover), kemudian kembali lagi digunakan untuk penglihatan
binokular (uncover).
Ilustrasi dapat dilihat pada gambar berikut
88 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
yang mengalami eksotropia ditutup, mata kanan yang sehat, tidak
mengalami pergerakan.
89 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pemeriksaan Mata dan Visus
90 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Checklist pemeriksaan visus, lapang pandang, otot
ekstraokuler, cover-uncover test
Nama :
NIM :
Tanggal observasi :
Skor
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan memperkenalkan diri
Menanyakan identitas pasien (nama, alamat, umur,
2.
pekerjaan)
Menjelaskan tujuan dan cara pemeriksaan, serta
meminta persetujuan pasien
2 : Menjelaskan kedua poin dan meminta
persetujuan dengan profesional
3.
1 : Menjelaskan salah satu poin dan meminta
persetujuan
0 : Tidak menjelaskan kedua poin dan atau tidak
meminta persetujuan
Mengecek kelayakan dan mempersiapkan alat
yang akan digunakan yaitu headlamp, penlight ,
lup, Snellen chart, kacamata pin hole, lensa coba
cover-uncover test
2: Dicek kelayakan dan dipersiapkan di dekat
4.
pemeriksa tanpa mengganggu pemeriksaan
1 : Hanya dicek kelayakan saja dan atau hanya
dipersiapkan saja
0 : Hanya menyebutkan alat alat dan atau tidak
dilakukan
5. Mencuci tangan *critical step
Meminta pasien duduk di hadapan pemeriksa,
6. posisi berhadapan pemeriksa (lutut jangan
bersentuhan)
7. Inspeksi awal mata pasien dengan menggunakan
91 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
headlamp untuk persiapan pemeriksaan visus dan
memastikan apakah pasien menggunakan alat
bantu penglihatan seperti kacamata dan lensa
kontak. Pemeriksa juga menilai keadaan palpebra,
konjungtiva dan sklera.
2 : Melaporkan hasil inspeksi secara tepat ≥ 80% ,
dan memastikan pasien melepas alat bantu
penglihatan (jika menggunakan alat bantu)
1 : Melaporkan hasil inspeksi secara tepat ≤ 80%
dan memastikan pasien melepas alat bantu
penglihatan (jika menggunakan alat bantu)
0 : Hanya menyebutkan hal yang diinspeksi tanpa
melaporkan hasil dan atau tidak dilakukan
Visus
Pemeriksaan Snellen chart
Meminta pasien duduk dengan santai di kursi/berdiri
8. yang berjarak 6m dari Snellen chart ,dengan posisi
mata sejajar dengan Snellen Chart
Meminta pasien menutup mata kiri dengan telapak
tangan tanpa menekan mata (jika kedua mata
9. pasien tidak tampak kelainan pada inspeksi awal.
Jika ada kelainan, mata yang tidak ada kelainan
yang diperiksa lebih dahulu)
Pemeriksa meminta pasien membaca huruf yang
10.
tertera di Snellen chart, dari paling atas
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
11.
yang diperiksa
Meminta pasien menutup mata yang belum
12. diperiksa dengan telapak tangan tanpa menekan
mata
Pemeriksa meminta pasien membaca huruf yang
13.
tertera di Snellen chart dari paling atas
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
14.
yang diperiksa
92 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pemeriksa mampu menentukan dan melakukan
pemeriksaan visus lainnya jika pasien tidak mampu
15.
membaca huruf terbesar pada Snellen Chart (visus
pasien 1/60)
Pemeriksaan hitung jari
Meminta pasien menutup mata kiri dengan telapak
tangan tanpa menekan mata (jika kedua mata
16. pasien tidak tampak kelainan pada inspeksi awal.
Jika ada kelainan, mata yang tidak ada kelainan
yang diperiksa lebih dahulu)
Meminta pasien menghitung jari yang pemeriksa
17. acungkan mulai dari jarak 5 m, kemudian semakin
maju hingga jarak 1 meter dari pasien
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
18.
yang diperiksa
Meminta pasien menutup mata yang belum
19. diperiksa dengan telapak tangan tanpa menekan
mata
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
20.
yang diperiksa
Meminta pasien menghitung jari yang pemeriksa
21. acungkan mulai dari jarak 1 m, kemudian semakin
mundur hingga jarak terjauh yang bisa dilihat pasien
Pemeriksa mampu menentukan dan melakukan
22. pemeriksaan visus lainnya jika pasien tidak mampu
melihat jari pemeriksa (visus pasien < 1/60)
Pemeriksaan lambaian tangan
Meminta pasien menutup mata kiri dengan telapak
tangan tanpa menekan mata (jika kedua mata
23. pasien tidak tampak kelainan pada inspeksi awal.
Jika ada kelainan, mata yang tidak ada kelainan
yang diperiksa lebih dahulu)
Pemeriksa menggoyangkan/ melambaikan tangan
24.
di depan pasien (jarak 1 m) dan meminta pasien
93 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
mengatakan arah goyangannya vertikal/horizontal.
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
25.
yang diperiksa
Meminta pasien menutup mata yang belum
26. diperiksa dengan telapak tangan tanpa menekan
mata
Pemeriksa menggoyangkan/ melambaikan tangan
27. di depan pasien (jarak 1 m) dan meminta pasien
mengatakan arah goyangannya vertikal/horizontal.
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
28.
yang diperiksa
Pemeriksa mampu menentukan dan melakukan
pemeriksaan visus lainnya jika pasien tidak mampu
29.
melihat lambaian tangan pemeriksa (visus pasien
<1/300)
Pemeriksaan proyeksi sinar
Meminta pasien menutup mata kiri dengan telapak
tangan tanpa menekan mata (jika kedua mata
30. pasien tidak tampak kelainan pada inspeksi awal.
Jika ada kelainan, mata yang tidak ada kelainan
yang diperiksa lebih dahulu)
Pemeriksa menyalakan lampu senter di depan
pasien dan meminta pasien menyebutkan apakah
31.
senter menyala atau tidak dan menanyakan arah
senter menyala
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
32.
yang diperiksa
Meminta pasien menutup mata yang belum
33. diperiksa dengan telapak tangan tanpa menekan
mata
Pemeriksa meyalakan lampu senter di depan
pasien dan meminta pasien menyebutkan apakah
34.
senter menyala atau tidak dan menanyakan arah
senter menyala
94 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pemeriksa mampu menentukan visus mata pasien
35.
yang diperiksa
36. Bila mata visus 5/5 atau 6/6 dapat melakukan dan
menjelaskan uji pinhole
Pemeriksaan Lapang Pandang
Meminta pasien duduk berhadapan dengan
37. pemeriksa dalam jarak ± 1m, wajah pasien
memandang lurus ke depan
Meminta pasien untuk menutup satu mata pada
38. sisi yang sama dengan pemeriksa ( pasien mata
kanan, pemeriksa mata kiri, dst)
Menjelaskan cara pemeriksaan, pemeriksa akan
menggerakkan jari tangan/pen light lalu meminta
39.
pasien untuk menyatakan ya jika mulai melihat
obyek atau jari pemeriksa
Pemeriksa menggunakan tangan (dalam posisi
40. menunjuk) atau pen light (dalam keadaan mati)
yang digerakkan dari perifer ke sentral
Menggerakkan obyek dari 8 arah mata angin,
41.
dengan mempertahankan jarak pasien-pemeriksa
42. Menilai lapang pandang pasien
Pemeriksaan Otot Ekstra Okuler
Meminta pasien untuk mengikuti gerakan jari
43. pemeriksa atau penlight yang dimatikan, dengan
kedua mata tanpa merubah posisi wajah
Menggerakkan pen light dengan perlahan dan tidak
44. terburu buru, membentuk huruf H dimulai dari
bagian sejajar hidung pasien dengan urutan: kanan,
kanan atas, kanan bawah, kiri, kiri atas, kiri bawah
45. Menilai keadaan otot ekstraokuler
Pemeriksaan cover-uncover test
Meminta pasien untuk melihat ke samping kepala
46.
pemeriksa
47. Menutup mata pasien dengan lensa coba/tangan
95 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
pemeriksa selama 1-2 detik tanpa menekan dan
membuka tutup mata pasien secara cepat pada
mata kanan
Memperhatikan gerak bola mata pasien yang
48.
ditutup dan yang tidak ditutup
Menutup mata pasien dengan lensa coba/tangan
pemeriksa selama 1-2 detik tanpa menekan dan
49.
membuka tutup mata pasien secara cepat pada
mata kiri
Memperhatikan gerak bola mata pasien yang yang
50.
ditutup dan yang tidak ditutup
51. Menilai posisi bola mata pasien
52. Mencuci tangan *critical step
Menjelaskan keseluruhan hasil pemeriksaan
53. dengan bahasa yang dapat dipahami pasien dan
menanyakan kembali hal lain yang ingin ditanyakan
pasien.
Observer,
Total Skor = x 100% = %
55 (...................................)
96 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
SESI III PEMERIKSAAN BUTA WARNA, SEGMEN ANTERIOR
DAN OFTALMOSKOPI
97 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
membaca numerik, gunakan plates 26-38. Pemeriksaan dilakukan
di ruangan dengan penerangan cukup, tanpa menyilaukan mata.
Kemudian pasien diminta melihat gambar dan menentukan angka
yang terlihat dalam waktu ≤ 3 detik. Untuk plates 26-38, pasien
diminta menelusuri garis/pola yang tampak dengan jari, dan harus
diselesaikan dalam waktu ≤ 10 detik
98 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Tabel 3. Interpretasi pemeriksaan Ishihara
Plate Angka/bentuk yang Angka/bentuk yang tampak pada
tampak pada pasien pasien buta warna merah-hijau
normal
1 12 12
2 8 3
3 6 5
4 29 70
5 57 35
6 5 2
7 3 5
8 15 17
9 74 21
10 2 Tidak ada /selain angka 2
11 6 Tidak ada / selain angka 6
12 97 Tidak ada /selain angka 97
13 45 Tidak ada /selain angka 45
14 5 Tidak ada / selain angka 5
15 7 Tidak ada /selain angka 7
16 16 Tidak ada /selain angka 16
17 73 Tidak ada / selain angka 73
18 Tidak ada 5
*pasien buta warna total tidak
mampu melihat angka
19 Tidak ada 2
*pasien buta warna total tidak
mampu melihat angka
20 Tidak ada 45
*pasien buta warna total tidak
mampu melihat angka
21 Tidak ada 73
*pasien buta warna total tidak
mampu melihat angka
99 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
22 26 Protanopia/protanomalia: 6
Deuteranopia/deuteranomalia : 2
23 42 Protanopia/protanomalia: 2
Deuteranopia/deuteranomalia : 4
24 35 Protanopia/protanomalia: 5
Deuteranopia/deuteranomalia : 3
25 96 Protanopia/protanomalia: 6
Deuteranopia/deuteranomalia : 9
26 Mengidentifikasi dan Protanopia/protanomalia: Garis
menelusuri garis dari dari bintik ungu saja
bintik ungu dan garis Deuteranopia/deuteranomalia :
dari bintik merah garis dari bintik merah saja
27 Mengidentifikasi dan Protanopia/protanomalia: Garis
menelusuri garis dari dari bintik ungu saja
bintik ungu dan garis Deuteranopia/deuteranomalia :
dari bintik merah garis dari bintik merah saja
28 Tidak ada Menelusuri sebuah garis
29 Tidak ada Menelusuri sebuah garis
30 Mengidentifikasi dan Tidak ada/ salah menelusuri garis
menelusuri garis dari
bintik biru kehijauan
31 Mengidentifikasi dan Tidak ada/ salah menelusuri garis
menelusuri garis dari
bintik biru kehijauan
32 Mengidentifikasi dan Tidak ada/ salah menelusuri garis
menelusuri garis dari
bintik oranye
33 Mengidentifikasi dan Tidak ada/ salah menelusuri garis
menelusuri garis dari
bintik oranye
34 Mengidentifikasi dan Mengidentifikasi dan menelusuri
menelusuri garis dari garis dari bintik biru hijau kebiruan
bintik biru hijau dan ungu
kebiruan dan hijau *pasien buta warna total tidak
100 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
kekuningan mampu menelusuri garis
35 Mengidentifikasi dan Mengidentifikasi dan menelusuri
menelusuri garis dari garis dari bintik biru hijau kebiruan
bintik biru hijau dan ungu
kebiruan dan hijau *pasien buta warna total tidak
kekuningan mampu menelusuri garis
36 Mengidentifikasi dan Mengidentifikasi dan menelusuri
menelusuri garis dari garis dari bintik ungu dan hijau
bintik ungu dan oranye kebiruan
37 Mengidentifikasi dan Mengidentifikasi dan menelusuri
menelusuri garis dari garis dari bintik ungu dan hijau
bintik ungu dan oranye kebiruan
38 Mengidentifikasi dan Mengidentifikasi dan menelusuri
menelusuri garis dari garis dari bintik biru kehijauan dan
bintik ungu dan oranye ungu ( garis yang ditelusuri sama
seperti pada normal, hanya salah
identifikasi warna)
101 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 84. Blefaritis (inflamasi kelopak mata)
102 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 86b. Entropion; Gambar 86c. Ekstropion
103 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 88a. Proptosis/eksoftalmus, Gambar 88b. Sklera
ikterik
104 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 90a. Pemeriksaan konjungtiva palpebra superior
dengan menggunakan cotton bud; 90b. Granuloma
palpebra superior
105 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 91c. Corneal light reflex (Hirschberg test) A: pada
mata normal, refleks cahaya kornea simetris pada bagian
tengah pupil. B: pada mata dengan endotropia mata kiri,
refleks cahaya asimetris
106 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 92c. Bilik mata depan keruh pada hipopion;
Gambar 92d. Bilik mata depan kemerahan pada hyphema
Gambar 93. Refleks pupil direk mata kanan, refleks pupil indirek
mata kiri
107 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
m. Perhatikan iris pasien. Nilai warna dan corakannya.
Perhatikan apakah pupil bulat atau berbentuk lain.
Perhatikan adakah kelainan iris, seperti koloboma, sinekia
anterior/posterior, dll.
108 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
- Bilik mata yang dangkal
- Trauma kepala
- Implan fiksasi pada iris
- Pasien pulang mengendarai kendaraan sendiri
- Pasien glaukoma sudut sempit
109 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
97a 97b
Gambar 97 a. Refleks Fundus/red reflex normal pada pupil
midriasis. Gambar 97b. Refleks Fundus/red reflex abnormal
pada pasien katarak
110 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
6) Dilakukan pemeriksaan pada seluruh bagian retina.
111 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
10) Bila belum memproleh bayangan yang baik, lensa objektif
ini
11) digeser mendekat dan menjauh.
112 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
c. Edema retina
d. Edema macula
e. Ablasio
f. Sikatrik
3) Pembuluh darah retina
a. Perbandingan atau rasio arteri vena (normal=2:3)
b. Perdarahan dari arteri atau vena
c. Adanya mikroaneurisma dari vena
d. Normal : Warna pembuluh darah arteri tampak merah terang
dan vena merah tua, tidak ada selubung pembuluh darah.
Perbandingan caliber pembuluh arteri/vena (A/V) adalah 2:3
4) Makula :
a. Eksudat atau sikatrik di sekitar macula
b. Reflex fovea menurun atau negative (Normal : refleks fovea
positif)
113 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Checklist pemeriksaan buta warna, segmen anterior dan
oftalmoskopi
Nama :
NIM :
Tanggal observasi :
Skor
No Aspek yang dinilai
0 1
1. Memberi salam dan memperkenalkan diri
Menanyakan identitas pasien (nama, alamat,
2.
umur, pekerjaan)
Menjelaskan tujuan dan cara pemeriksaan
(memastikan pasien mampu membaca numerik),
serta meminta persetujuan pasien
2 : Menjelaskan kedua poin dan meminta
3. persetujuan dengan profesional
1 : Menjelaskan salah satu poin dan meminta
persetujuan
0 : Tidak menjelaskan kedua poin dan atau tidak
meminta persetujuan
Mengecek kelayakan dan mempersiapkan alat
yang akan digunakan yaitu buku ishihara, pen
light, lup, oftalmoskopi dan mydriatil
2: Dicek kelayakan dan dipersiapkan di dekat
4. pemeriksa tanpa mengganggu pemeriksaan
1 : Hanya dicek kelayakan saja dan atau hanya
dipersiapkan saja
0 : Hanya menyebutkan alat alat dan atau tidak
dilakukan
5. Mencuci tangan *critical step
Pemeriksaan buta warna
Memastikan cahaya ruangan harus dibuat cukup,
6. tidak terlalu terang dan tidak terlalu redup agar
warna pada buku ishihara terlihat jelas
114 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Pasien diminta untuk membaca tulisan pada buku
7.
ishihara dengan jarak ± 75 cm
Setiap plate dibaca dalam waktu 3 detik, hasil
8.
pembacaan dituliskan dalam tabel evaluasi
Setelah ke-12 plate terbaca, hasil pembacaan pada
9.
tabel evaluasi disimpulkan
Mahasiswa menyimpulkan hasil pemeriksaan buta
10.
warna pasien
Pemeriksaan Segmen Anterior
Palpebra
Meminta pasien duduk di hadapan pemeriksa,
11. posisi berhadapan pemeriksa (lutut jangan
bersentuhan)
Menilai keadaan palpebra superior dan inferior
kanan dan kiri, kulit, rima palpebra, margo, dan
silia
2 : Melakukan inspeksi dan mampu menilai
12. keadaan palpebra
1 : Melakukan inspeksi dan mampu menilai
keadaan palpebra > 50%
0 : Melakukan inspeksi saja dan atau mampu
menilai keadaan palpebra >50%
Meminta pasien melihat ke bawah dan
membalik palpebra superior kanan dan kiri untuk
menilai bagian konjungtiva palpebra superior
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
dan menilai keadaan konjungtiva palpebra
13. dengan baik
1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan
kurang baik namun mampu menilai keadaan
konjungtiva palpebra
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan
atau tidak mampu menilai keadaan konjungtiva
palpebra
115 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Meminta pasien melihat ke atas dan dengan ibu
jari di bawah palpebra inferior kanan dan kiri,
periksalah bagian konjungtiva palpebra inferior
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
dan menilai keadaan konjungtiva palpebra
14. dengan baik
1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan
kurang baik namun mampu menilai keadaan
konjungtiva palpebra
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan
atau tidak mampu menilai keadaan konjungtiva
palpebra
Konjungtiva bulbi
Menilai keadaan konjungtiva bulbi kanan dan kiri
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
dan menilai keadaan konjungtiva bulbi dengan
baik
15. 1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan kurang
baik namun mampu menilai keadaan
konjungtiva bulbi
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan atau
tidak mampu menilai keadaan konjungtiva
palpebra
Kornea
Menilai keadaan kornea kanan dan kiri dengan
menggunakan lup dan senter
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
16. dan menilai keadaan kornea dengan baik
1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan kurang
baik namun mampu menilai keadaan kornea
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan atau
tidak mampu menilai keadaan kornea
Bilik mata depan, iris, lensa, refleks pupil
116 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
17. Melakukan pemeriksaan dengan menggunakan lup
dan senter
Menyinari kedua mata dari arah temporal dan nasal
untuk menilai keadaan Kamera Okuli Anterior
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
dan menilai keadaan kamera okuli anterior
dengan baik
18. 1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan kurang
baik namun mampu menilai keadaan kamera
okuli anterior
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan atau
tidak mampu menilai keadaan kamera okuli
anterior
Menyinari kedua mata dari arah temporal dan nasal
untuk menilai keadaan iris
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
19. dan menilai keadaan iris dengan baik
1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan kurang
baik namun mampu menilai keadaan iris
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan atau
tidak mampu menilai keadaan iris
Menyinari kedua mata dari arah temporal dan nasal
untuk menilai keadaan lensa
2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
20. dan menilai keadaan lensa dengan baik
1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan kurang
baik namun mampu menilai keadaan lensa
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan atau
tidak mampu menilai keadaan lensa
Melakukan pemeriksaan refleks pupil direk- indirek
mata kiri dan kanan menggunakan senter
21. 2 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan baik
dan menilai reflek direk-indirek pada kedua mata
1 : Mampu melakukan pemeriksaan dengan kurang
117 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
baik namun mampu menilai reflek direk-indirek
pada kedua mata
0 : Tidak mampu melakukan pemeriksaan dan atau
tidak mampu menilai reflek direk-indirek pada
kedua mata
Pemeriksaan segmen posterior (oftalmoskopi)
Mempersilahkan pasien duduk dengan posisi saling
berhadapan dengan pemeriksa dan kedua kaki
22. antara pasien dan pemeriksa saling menyamping
1 : melakukan
0: tidak melakukan
Sebelum melakukan pemeriksaan sesuaikan fokus
alat oftalmoskop dengan visus pemeriksa ,
kemudian hidupkan lampu pada oftalmoskop dan
23. pilihlah cahaya yang terbesar.
2 : melakukan secara sempurna
1 : melakukan tidak sempurna
0 : tidak melakukan
Pemeriksa menjelaskan kepada pasien bahwa
selama pemeriksaan, lampu ruangan akan
24. dimatikan / diredupkan critical step*
1 : melakukan
0: tidak melakukan
Memeriksa mata kanan pasien dengan mata kanan
pemeriksa dan pemeriksa memegang oftalmoskop
dengan tangan kanannya dan begitu juga dengan
25. mata sebaliknya (sebutkan: dilakukan juga
pemeriksaan pada mata sebelahnya)
2 : melakukan secara sempurna
1 : melakukan tidak sempurna
0 : tidak melakukan
Meminta pasien membuka matanya dan melihat
fokus ke belakang bahu pemeriksa, cahaya lampu
oftalmoskop di arahkan kemata pasien dengan jarak
26. ± 15 cm kemudian nilai refleks fundus apakah
normal atau tidak
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna
118 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
2 : melakukan secara sempurna
Meminta pasien pandangannya tetap lurus ke
depan, pemeriksa menggerakkan pelan-pelan
opthalmoskop mendekati mata pasien dan melalui
ophtalmoskop dicari diskus N. Optikus di bagian
nasal, kemudian pembuluh darah ke arah temporal,
setelah itu meminta pasien melihat kearah
27. oftalmoskop dan nilai makula retina , tentukah
apakah ada kelainan atau tidak (menunjukkan apa
yang dicari saat pemeriksaan dan menjelaskan
hasil funduskopi dari photo yang telah disediakan
kepada observer)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna
2 : melakukan secara sempurna
Mencuci tangan setelah melakukan pemeriksaan
28. 0 : tidak melakukan
1 : melakukan
Observer,
Total Skor = x 100% = %
44 (............................)
119 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
120 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
SESI IV PEMERIKSAAN TES BERBISIK , GARPU TALA, DAN
OTOSKOP
1.Tes berbisik
Tes berbisik memerlukan ruangan bebas kebisingan, yang
memiliki panjang/lebar minimal 6meter. Ruangan juga harus bebas
gema karena dapat mengganggu pemeriksaan. Sebagai sumber
pemeriksa mengucapkan gabungan huruf dan angka ( contoh :4-k-
2), atau kumpulan angka ( contoh: 2-3-4) atau spondee words yang
terdiri atas 2 suku kata (bisyllabic) bukan pengulangan, berupa
kata-kata yang digunakan sehari-hari, mudah dikenal, seperti nama
benda dan nama kota ( contoh: Rumah Sakit, Pekanbaru, mobil
balap, dll) . Setiap suku kata dibisikkan dengan tekanan yang
sama. Untuk memeriksa nada rendah dipakai kata atau angka yang
mengandung huruf vokal contoh: tiga-lima, batu-bata sedangkan
untuk nada tinggi digunakan konsonan suara berdesis, contoh:
kursi-besi. Namun, penelitian menunjukkan, sumber bunyi
sebaiknya menggunakan gabungan angka dan huruf. Cara
pemeriksaannya ialah sebagai berikut:
a. Sebelum melakukan pemeriksaan, pasien harus diberi
instruksi yang jelas, misalnya pemeriksa akan mengucapkan
kata-kata dan setiap kata yang didengar harus diulangi lagi
oleh pasien
b. Posisikan pasien dalam jarak 0,6m (sejangkauan lengan) dari
pemeriksa dalam posisi duduk santai. Pemeriksa berada di
belakang pasien. Telinga tidak diperiksa ditutup dengan ujung
121 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
jari pasien di area tragus, sembari melakukan gerakan
memutar.
Tes berbisik
122 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
2. Tes Garpu Tala
Tes ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari
5 garpu tala dengan frekuensi 2048 Hz,1024 Hz, 512 Hz, 256 Hz,
dan 128 Hz, namun yang paling sering digunakan ialah garpu tala
dengan frekuensi 512Hz. Tes ini terutama berguna untuk
membandingkan hantaran udara dan tulang akan bunyi, dengan
menggunakan suara yang dihasilkan dari getaran garpu tala
sebagai sumber bunyi. Getaran garpu tala dapat dilakukan dengan
cara memukulkan ujung garpu tala pada telapak tangan kita atau
dengan cara menekan kedua ujung garpu tala ke arah dalam
kemudian dilepaskan. Terdapat tiga macam tes garpu tala, yaitu
tes Rinne, Weber, dan Schwabach. Pada praktik klinis, tes yang
paling sering digunakan ialah Rinne dan Weber. Schwabach jarang
digunakan karena mendasarkan asumsinya pada normalnya
pendengaran pemeriksa,sehingga sulit menjamin spesifisitas dan
sensitivitasny.
a. Tes Rinne
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga. Pada telinga normal, hantaran
udara lebih panjang daripada hantaran tulang, juga pada tuli
sensorineural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran
tulang. Di lain pihak, pada tuli konduktif hantaran tulang lebih
panjang daripada hantaran udara. Cara Pemeriksaannya yaitu
sebagai berikut:
a. Posisikan pasien untuk duduk dengan rileks. Pemeriksa
boleh dalam posisi duduk berhadapan dengan pasien
ataupun berdiri dekat pasien.
b. Sampaikan pada pasien tujuan dan prosedur pemeriksaan.
Instruksikan untuk memberi tanda dengan mengangkat
tangan jika suara garpu tala sudah tidak terdengar lagi
c. Ujung garpu tala 256 Hz atau 512 Hz digetarkan pada
telapak tangan pemeriksa, kemudian pangkalnya diletakkan
pada planum mastoideum telinga yang akan diperiksa.
123 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
d. Segera setelah pasien mengangkat tangan, garpu tala
dipindahkan hingga ujung bergetar berada kira-kira 3 cm di
depan meatus akustikus eksternus, dengan ujung bentuk U
yang didekatkan.
e. Tanyakan pada pasien apa masih mendengar suara garpu
tala
f. Lakukan hal ini untuk kedua telinga
Bila pasien masih mendengar suara ketika dipindahkan ke
depan meatus akustikus eksternus, dikatakan tes Rinne (+). Bila
tidak mendengar lagi, dikatakan tes Rinne (-). Tes Rinne (+) dapat
ditemukan pada pendengaran normal atau tuli sensorineural. Tes
Rinne (-) dapat diartikan sebagai tuli konduktif.
Dalam melakukan tes Rinne, harus selalu hati-hati dengan apa
yang dikatakan tes Rinne (-) palsu. Hal ini dapat terjadi pada tuli
sensorineural yang unilateral dan berat. Pada waktu meletakkan
garpu tala di planum mastoideum getarannya ditangkap oleh telinga
yang baik dari sisi yang tidak diperiksa (cross hearing). Kemudian
setelah garpu tala diletakkan di depan meatus akustikus eksternus
getaran tidak terdengar lagi sehingga dikatakan tes Rinne (-). Hal
ini dapat menimbulkan kesalahan diagnosis menjadi tuli konduktif,
meskipun pasien mengalami tuli sensorineural. Untuk mencegah
hal ini maka selalu periksa kedua telinga, dan gunakan
pemeriksaan lain (contoh : tes Weber, audiometri) untuk konfirmasi
temuan sebelum merujuk diagnosis.
124 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
b. Tes Weber
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga
kiri dan kanan. Pada telinga normal, hantaran tulang kiri dan kanan
akan sama. Cara Pemeriksaannya ialah sebagai berikut:
a. Posisikan pasien untuk duduk dengan rileks. Pemeriksa
boleh dalam posisi duduk berhadapan dengan pasien
ataupun berdiri dekat pasien.
b. Sampaikan pada pasien tujuan dan prosedur pemeriksaan.
Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah digetarkan
diletakkan pangkalnya pada dahi atau vertex.
c. Pasien ditanya apakah mendengar suara dengung garpu
tala atau tidak.
d. Bila mendengar langsung ditanyakan di telinga mana suara
didengar lebih keras.
Bila terdengar lebih keras di telinga kanan disebut lateralisasi
ke kanan dan sebaliknya. Bila terjadi lateralisasi ke kanan,
maka ada beberapa kemungkinan:
a. Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal
b. Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensorineural
c. Telinga kanan normal, kiri tuli sensorineural
d. Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih berat
e. Kedua telinga tuli sensorineural, kiri lebih berat
Dengan kata lain, tes Weber maupun Rinne tidak dapat berdiri
sendiri, oleh karena tidak dapat menegakkan diagnosis secara
pasti dan memerlukan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.
125 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
c. Tes Schwabach
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang
dari penderita dengan hantaran tulang pemeriksa dengan catatan
bahwa telinga pemeriksa harus normal.
Cara pemeriksaan:
1) Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh secara lunak
diletakkan pangkalnya pada planum mastoideum penderita.
2) Kemudian kepada penderita ditanyakan apakah mendengar,
sesudah itu sekaligus diinstruksikan agar mengangkat tangannya
bila sudah tidak mendengar dengungan.
3) Bila penderita mengangkat tangan garpu tala segera dipindahkan
ke planum mastoideum pemeriksa.
126 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Tabel 5. Interpretasi Tes Garputala
Tes Tes Weber Tes Diagnosis
Rinne Schwabach
Positif Tidak ada Sama dengan Normal
lateralisasi pemeriksa
Negatif Lateralisasi ke Memanjang Tuli konduktif
telinga yang sakit
Positif Lateralisasi ke Memendek Tuli sensorineural
telinga yang
sehat
3. Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi bertujuan untuk melihat keadaan
kanalis auditoris dan membran timpani. Namun sebelumnya
hendaklah diperiksa keadaan aurikulus dan jaringan disekitarnya
untuk mengetahui deformitas, benjolan, ataupun lesi kulit yang
dapat mengganggu ataupun menjadi kontraindikasi otoskopi.
Kontraindikasi otoskopi adalah jika kanalis auditoris mengalami
edema dan atau inflamasi, sehingga tidak memungkinkan untuk
memasukkan spekulum.
127 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 104a. Auricular aksesorius; Gambar 104b. Preauricular pit;
Gambar 104c. Mastoiditis
128 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
1) Posisikan pasien untuk duduk dengan rileks. Pemeriksa boleh
dalam posisi duduk berhadapan dengan pasien ataupun
berdiri dekat pasien.
2) Sampaikan pada pasien tujuan dan prosedur pemeriksaan.
3) Siapkan peralatan berupa otoskopi, spekulum yang sesuai
ukuran telinga pasien, kapas alkohol untuk membersihkan.
129 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 106. Cara memegang dan melakukan pemeriksaan
otoskopi
130 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 108. Cerumen prop
131 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 108a. Membran tympany normal (telinga kanan) dan
pembagian kuadrannya
132 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 108.f. Perforasi membran tympani kuadran III posterior
inferior telinga kanan
Otoskopi
133 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Checklist pemeriksaan otoskopi dan garputala
Nama :
NIM :
Tanggal observasi :
134 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
1 : melakukan, tetapi kaki tidak saling
menyilang
2 : melakukan dengan sempurna
6. Melakukan inspeksi daun telinga dan jaringan
sekitarnya. (nilai: ada/tidak deformitas,
benjolan, fistel, abses)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna
2 : melakukan secara sempurna
7. Melakukan inspeksi meatus akustikus
eksternus; daun telinga ditarik ke arah atas
dan ke belakang. (nilai: ada/tidak, secret
ada/tidak, tanda-tanda inflamasi, serumen,
furunkel)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna
2 : melakukan secara sempurna
8. Melakukan penekanan pada tragus dan
daerah dibelakang daun telinga.
(nilai: ada nyeri tekan/tidak)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna
2 : melakukan secara sempurna
9. Meminta hasil kepada penguji
Pemeriksaan otoskopi
10. Memilih ukuran spekulum telinga yang sesuai
dan mempersiapkan otoskop (bersihkan
spekulum telinga dengan alcohol)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna
2 : melakukan secara sempurna
11. Menarik daun telinga pasien ke arah atas dan
belakang / posterior superior (pasien dewasa)
0 : tidak melakukan
1 : melakukan tidak sempurna/salah
2 : melakukan secara sempurna
12. Menyalakan lampu otoskop dan memegang
otoskop ditangan sisi yang sama dengan
135 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
telinga pasien yang akan diperiksa (pegang
otoskop dengan tangan kanan untuk
memeriksa telinga kanan)
0 : tidak melakukan atau tidak menyalakan
lampu otoskop
1 : melakukan tidak sempurna
2 : melakukan secara sempurna
13. Memasukan spekulum dengan hati-hati ke
dalam liang telinga dengan arah ke bawah
dan ke depan
0 : tidak melakukan atau melakukan tetapi
tidak memperhatikan kenyamanan pasien
1 : melakukan dengan sempurna
14. Menempatkan punggung jari tangan yang
memegang otoskop pada kepala pasien
0 : tidak melakukan atau salah
1: melakukan sempurna
15. Menilai dan melaporkan inspeksi liang telinga
dan membran timpani
0 :tidak melakukan
1:melakukan tidak sempurna
2:melakukan dengan sempurna
16. Mencuci tangan setelah melakukan
pemeriksaan
0 : tidak disebutkan
1 : menyebutkan
PEMERIKSAAN TAJAM PENDENGARAN
17. Meminta pasien duduk dengan rileks
Observer
Total Skor = x 100% =
48 (..................................)
138 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
SESI V ANAMNESIS TERKAIT GANGGUAN VISUS ,
GANGGUAN PENDENGARAN, DAN KELUHAN KULIT
139 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
b. Nyeri di mata
Nyeri mata banyak penyebabnya, untuk itu penting
ditanyakan deskripsi nyeri yang dirasakan. Beberapa hal
yang dapat ditanyakan ialah sebagai berikut:
i. Onset
Onset mendadak biasa ditemukan pada glaukoma
sudut tertutup akut
ii. Karakteristik
Nyeri seperti rasa tertekan biasa ditemukan pada
glaukoma, rasa panas biasa ditemukan pada dry eyes,
konjuntivitis alergi, iritis
iii. Lokasi nyeri
Nyeri pada bagian depan mata biasanya disebabkan
penyakit yang melibatkan segmen anterior seperti
konjungtivitis, keratitis, uveitis. Nyeri pada bagian
dalam mata dapat disebabkan endoftalmitis.
iv. Faktor memperberat nyeri
Faktor yang memperberat nyeri misal berkedip, dapat
ditemukan pada kasus benda asing mata, keratitis,
abrasi kornea, dry eyes.
v. Keluhan lain yang menyertai, seperti fotofobia dapat
ditemukan pada konjungtivitis, keratitis, uveitis.
Terkadang nyeri hebat dapat disertai mual, muntah
seperti pada pasien glaukoma.
c. Penglihatan ganda
Diplopia atau penglihatan ganda adalah keluhan umum.
Pasien biasanya menutupi salah satu matanya untuk
mengatasi ini ataupun menyesuaikan sikap kepalanya
untuk mengatasi penglihatan ganda. Keluhan diplopia dapat
terjadi binocular ataupun monocular. Diplopia binocular
dapat ditemukan pada dapat disebabkan penyakit sistemik
ataupun gangguan neuromuskular mata, seperti pada kasus
strabismus. Diplopia monocular dapat ditemukan pada
140 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
kasus keratoconus, kelainan pada lensa, lesi pada korteks
visual, dan kelainan refraksi astigmatisma.
d. Mata berair berlebihan/epifora atau mata kering/xeroftalmia
Air mata yang berlebihan mungkin disebabkan oleh
inflamasi pada segmen anterior mata seperti konjungtivitis,
keratitis, benda asing, uveitis,dll. Dapat juga disebabkan
adanya bendungan/ obstruksi pada aliran keluarnya seperti
pada dakriosistitis. Kekeringan terjadi akibat gangguan
sekresi kelenjar lakrimal atau kelenjar tambahan lakrimal
seperti pada pasien dengan penyakit terkait jaringan ikat,
systemic lupus erythematosus (SLE), rheumatoid arthritis.
Dapat juga disebabkan disfungsi kelenjar meibom,
gangguan hormonal androgen.
e. Mata belekan
Sekret dari mata mungkin sekret berair, berlendir atau
bernanah. Sekret mukoid seringkali berhubungan dengan
keadaan alergi atau penyakit virus, sedangkan purulen
sering dihubungkan dengan infeksi bakteri.
f. Mata merah
Mata merah dapat berupa injeksi (kemerahan pada
konjungtiva akibat vasodilatasi), hematoma. Injeksi dapat
berupa injeksi siliar (pada kornea, iris, badan siliar) ataupun
injeksi konjungtiva (pada konjungtiva). Untuk
141 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
membedakannya, injeksi siliar bermula disekitar kornea, iris
dan sekitarnya dan tampak melingkar mengelilingi struktur
tersebut. Injeksi konjungtiva, bermula dari konjungtiva
palpebra yang dapat meluas ke konjungtiva bulbi. Injeksi
siliar dapat ditemukan pada kasus uveitis, keratitis,
sedangkan injeksi konjungtiva pada kasus konjungtivitis.
Hematoma sering terjadi akibat trauma. Perbedaan
hematoma dan injeksi sangat jelas, dimana karena injeksi
disebabkan vasodilatasi sehingga bentuk kemerahan
tampak seperti jejaring laba laba sesuai vasodilatasi.
Sedangkan hematoma tampak berbatas tegas dan
berwarna lebih gelap.
142 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Tabel 1. Gejala Visual Mata Umum dan Penyakit Terkait
Gejala Penyakit Terkait
Hilangnya penglihatan Neuritis optika
Ablasio retina
Perdarahan retina
Oklusi arteri retina sentralis
Bintik-bintik Tidak ada makna patologis
Kilatan Migrain
Ablasio retina
Ablasio vitreous posterior
Hilangnya lapangan Ablasio retina
pandang atau tampak Perdarahan retina
bayangan atau tirai
Fotofobia Iritis
Meningitis
Distorsi penglihatan Ablasio retina
Edema makula
Sukar melihat dalam cahaya Miopia
remang Defisiensi vitamin A
Degenerasi retina
Halo berwarna sekitar Glaukoma sudut sepit akut
lampu Kekeruhan dalam lensa atau
kornea
Perubahan penglihatan Katarak
berwarna Obat (digitalis meningkatkan
penglihatan kuning)
Penglihatan ganda Paresis atau paralisis otot
ekstraokuler
143 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Tabel 2. Gejala Mata Nyeri, Non-visual Umum
dan Penyakit Terkait
Gejala Mata Nyeri, Non-visual Penyebab terkait
Sensasi benda asing Benda asing
Abrasi kornea
Rasa panas Kesalahan refraksi yang tak
dikoreksi
Konjungtivitis
Sindrom Sjögren
Berdenyut nyeri Iritis akut
Sinusitis
Nyeri tekan Radang kelopak
Konjungtivitis
Iritis
Nyeri kepala Kesalahan refraksi
Migrain
Sinusitis
Perasaan tertarik Kesalahan refraksi yang tak
dikoreksi
144 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Tabel 3. Gejala Mata Tak Nyeri, Non-visual Umum
dan Penyakit Terkait
Gejala Tak Nyeri, Non-visual Penyebab terkait
Gatal Mata kering
Kelelahan mata
Alergi
Mata berair Keadaan emosi
Hipersekresi air mata
Sumbatan drainase
Kekeringan Sindrom Sjögren
Penurunan sekresi akibat
menua
Kemasukan pasir Konjungtivitis
Mata terasa penuh Proptosis (bola mata menonjol)
Perubahan menua pada
kelopak
Kedutan Fibrilasi orbikularis okuli
Kelopak terasa berat Kelelahan
Edema kelopak
Pusing Kesalahan refraksi
Penyakit serebelar
Berkedip-kedip Iritasi setempat
Facial tic
Kelopak mata menutup Penyakit radang kelopak atau
bersama konjungtiva
145 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
2.Anamnesis penyakit telinga
Keluhan utama telinga dapat berupa : gangguan pendengaran/
pekak (tuli), suara berdenging/ berdengung (tinitus), rasa pusing
yang berputar (vertigo), rasa nyeri di dalam telinga (otalgia), keluar
cairan dari telinga (otore)
a. Gangguan pendengaran
Bila ada keluhan gangguan pendengaran, perlu ditanyakan
apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua telinga,
timbul tiba-tiba atau bertambah berat secara bertahap dan
sudah berapa lama diderita. Adakah riwayat trauma kepala,
telinga tertampar, trauma akustik, terpajan bising, pemakaian
obat ototoksik sebelumya atau pernah menderita penyakit
infeksi virus seperti parotitis, influensa berat, dan meningitis.
Apakah gangguan pendengaran ini diderita sejak bayi
sehingga terdapat gangguan bicara dan komunikasi. Pada
orang dewasa tua perlu ditanyakan apakah gangguan ini
lebih terasa ditempat yang bising atau ditempat yang lebih
tenang.
b. Telinga berdenging
Keluhan telinga berbunyi (tinitus) dapat berupa suara
berdengung atau berdenging, yang dirasakan di kepala atau
di telinga. Apakah tinitus ini disertai gangguan pendengaran
dan keluhan pusing berputar.
c. Pusing berputar
Keluhan rasa pusing berputar (vertigo) merupakan
gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh yang disertai
rasa mual, muntah, rasa penuh ditelinga, telinga berdenging
yang mungkin kelainannya terdapat di labirin. Bila vertigo
disertai keluhan neurologis seperti disartri, gangguan
penglihatan kemungkinan letak kelainannya di sentral.
Apakah keluhan ini timbul pada posisi kepala tertentu dan
berkurang bila pasien berbaring dan akan timbul lagi bila
bangun dengan gerakan yang cepat. Kadang-kadang
keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan otot-otot di
146 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
leher. Penyakit diabetes melitus, hipertensi, arteriosklerosis,
penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis dapat juga
menimbulkan keluhan vertigo dan tinitus.
d. Nyeri dalam telinga
Bila ada keluhan nyeri di dalam telinga (otalgia) perlu
ditanyakan apakah pada telinga kiri atau kanan dan sudah
berapa lama. Nyeri alih ke telinga (referred pain) dapat
berasal dari ras nyeri di gigi molar atas, sendi mulut, dasar
mulut, tonsil, atau tulang servikal karena telinga dipesarafi
oleh sensoris yang berasal dari organ-organ tsb.
e. Keluar cairan telinga
Cairan atau sekret yang keluar dari kanalis auditorius di
sebut otore/otorhea. Penting diperhatikan apakah sekret ini
keluar dari satu atau kedua telinga, disertai rasa nyeri atau
tidak dan sudah berapa lama. Otore pada kedua telinga
jarang ditemukan, seringnya hanya pada satu telinga saja.
Otore yang disertai nyeri sering dihubungkan dengan
kolesteatoma, sedangkan otore yang didahului nyeri
dihubungkan dengan otitis media. Sekret yang sedikit dan
bercampur serumen biasanya berasal dari otitis eksterna .
Sekret yang banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal
dari telinga tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya
kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai adanya
infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar
seperti air jernih, harus waspada adanya cairan likuor
serebrospinal.
147 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Gambar 101a. Sekret purulen pada otitis media; Gambar 101b.
Sekret mukoid bercampur serumen pada otitis eskterna
148 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Checklist anamnesis
Nama :
NIM :
Tanggal observasi :
Skor
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
Membina sambung rasa
a. Memperlihatkan kontak mata secara wajar
b. Menyapa dengan sopan
c. Mempersilakan duduk dengan sopan
d. Menunjukkan sikap tubuh (posisi,cara duduk)
yang baik dan sopan
1.
e. Berpakaian sopan
149 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
c. karakter atau sifat keluhan
d. berat-ringannya kelainan (severity)
e. faktor-faktor yang memperberat
f. faktor-faktor yang meringankan keluhan
g. keluhan lain yang menyertai
Melakukan anamnesis sistem lain yang
berhubungan dengan keluhan utama pasien.
a. Menanyakan fungsi yang terganggu,relevan
6. dengan keluhan utama pasien
b. Ditanyakan sistematis
2: poin a+b
1: salah satu poin saja
Menggali riwayat penyakit dahulu yang berhubungan
dengan keluhan pasien.
2: menanyakan dan berhubungan dengan RPS
7.
1: menanyakan tapi tidak berhubungan dengan RPS
0: tidak menanyakan
Observer,
Total Skor = __ x 100% = %
(...................................)
151 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum
Sumber Rujukan
152 Panduan Praktikum Keterampilan Klinis Modul 4.1 Organ Indera dan Integumentum