Anda di halaman 1dari 37

PENGLIHATAN dan BINOKULER

I. PENGLIHATAN
Perasaan/kesadaran khusus terhadap suatu obyek baik bentuk, warna,
letak, dll. Pada lingkungan luar yang diketahui, melalui rangsangan luar biasa
terhadap cahaya yang mengenai benda dan disampaikan ke retina sebagai suatu
kekuatan melihat.
Penglihatan ===à Otak
 Definisi Penglihatan
Suasana khusus yang dibawa objek, bentuknya, warna, posisi dan lain-lain
di luar lingkungan yang diamati.
Rangsangan menakjubkan yang dibawa cahaya dari objek jatuh di retina,
oleh kerja atau fungsi dari proses kekuatan melihat cahaya.
Komponen Penglihatan Binokuler /Trias penglihatan :
1. Persepsi Serentak/binokuler
Bayangan pada kedua mata harus diterima otak pada waktu yang
bersamaan.
2. Fusi
Penyatuan bayangan menjadi satu (penglihatan tunggal) di otak.
3. Stereopsis
Persepsi penglihatan ruang tiga dimensi secara binokuler berdasarkan
perbedaan retina.
 Syarat Terjadinya Penglihatan
1. Alat Penglihatan à Mata
Media refrakta : kornea, aqueous humor, lensa, Vitreous Body, retina.
2. Prosesor à Otak
Gangguan otak à gangguan penglihatan
3. Objek à Benda-benda
Umum : Bentuk apa saja yang dapat dilihat
Khusus : Test object, Reading chart
4. Media à Cahaya
 Macam-macam Penglihatan
A. Berdasarkan Intensitas Cahaya
1. Photopic ( Penglihatan Terang)
Penglihatan dimana sel kerucut (cone) yang berperan dengan
tingkat illuminasi tinggi ±10 cd/m² atau lebih dan ditandai dengan
kemampuan membedakan warna dan detil yang kecil, disebut pula
sebagai photopia, daylight vision, epicritic vision.

2. Scotopic ( Penglihatan Gelap)


Penglihatan dimana sel batang (rod) yang berperan dengan
tingkat illuminasi di bawah 0,001 cd/m² ditandai dengan
ketidakmampuan membedakan warna dan detil tetapi efektif mendeteksi
gerakan dalam illuminasi rendah, disebut juga sebagai scotopia, dyscritic
vision, night vision.
3. Mesopic ( Penglihatan Redup)
Penglihatan intermediat atau peralihan antara photopic dengan
scotopic, ditandai dengan tingkat illuminasi antara 0,001 cd/m² dan 10
cd/m². Disebut pula sebagai mesopia atau twilight vision.
B. Berdasarkan Jarak
1. Penglihatan Jauh
Penglihatan atau tajam penglihatan untuk benda pada jarak jauh,
umumnya diperlihatkan dengan pendekatan ukuran Dioptri yang sama
dengan tidak terhingga, untuk tujuan klinik umumnya diambil jarak 6 m
atau 20 feet.
2. Penglihatan Dekat
Penglihatan atau tajam penglihatan untuk obyek pada jarak
baca normal, standar klinik berkisar antara 33 cm sampai 40 cm biasanya
diukur dari bidang kacamata (Spectacle plane).
C. Berdasarkan Fungsi Mata
1. Penglihatan Monokuler
Penglihatan atau tajam penglihatan sebagai fungsi hanya dari satu
mata atau masing-masing mata secara terpisah atau penglihatan satu
mata.
2. Penglihatan Binokuler
Penglihatan dimana kedua mata masing-masing memberikan
kontribusi untuk terjadinya penyatuan persepsi tunggal.
3. Penglihatan Binokuler Tunggal
Melihat sebuah benda menjadi benda tunggal dengan kedua mata.
Penglihatan ini dapat dengan melihat serentak, fusi atau dalam bentuk
stereopsis.
Setiap titik retina pada satu mata terdapat titik yang berhubungan
pada mata satunya yang akan memberikan bayangan satu benda tunggal
bila dilihat kedua mata.
D. Berdasarkan Kemampuan Mata
1. Tajam penglihatan /Acies Visus / Visual Acuity
Kejelasan atau ketajaman penglihatan (khususnya dalam
penglihatan bentuk) yang sangat tergantung pada ketajaman fokus retina,
kepekaan elemen-elemen saraf dan interpretasi otak (sensasi cahaya,
daya pisah dan interpretasi psikologis).
2. Tajam Penglihatan Absolut
Ketajaman penglihatan yang diukur pada mata ametropia ketika
akomodasi dalam keadaan benar-benar istirahat dan kelainan refraksi
telah terkoreksi dengan lensa kacamata yang berada di titik fokus depan
mata. Tajam penglihatan ini dinyatakan dengan sudut antara titik fokus
depan lensa koreksi dengan detil huruf yang dikenal.
3. Tajam Penglihatan Relatif
Ketajaman penglihatan yang diukur pada mata ametropia ketika
akomodasi dalam keadaan benar-benar istirahat dan kelainan refraksi
telah terkoreksi dengan lensa kacamata yang tidak berada di titik fokus
depan mata. Tajam penglihatan ini dinyatakan dengan sudut antara titik
fokus depan lensa koreksi dengan detil huruf yang dikenal.
E. Syarat Benda Dilihat Jelas
1. Jarak à jarak penglihatan jelas
Minimum = Punctum Proksimum (PP) à jarak terdekat yang masih
dapat dilihat dengan akomodasi maksimum.
Maksimum = Punctum Remotum (PR) à jarak terjauh yang masih
dapat dilihat dengan akomodasi istirahat.
2. Sudut Penglihatan
> 1‘ ( 1 menit derajat)
Daya pisah minimum yang dapat dilihat.
3. Kuat Cahaya
Cukup dari benda (dipantulkan atau dipancarkan).
Benda à sumber cahaya.
 PERSEPSI
Dictionary of Visual Science :
The process of discriminating between two or more stimulus
presentations.
“Proses membedakan antara dua atau lebih presentasi stimulus”
 Macam Persepsi
1. Persepsi Binokuler
Persepsi dari dua mata secara serentak atau persepsi hasil dari
penyatuan bayangan kedua mata.
2. Kedalaman Persepsi
Persepsi relatif atau absolut dari perbedaan jarak suatu obyek
terhadap pengamat atau persepsi tiga dimensi.
3. Persepsi Serentak
Persepsi bayangan serentak dari kedua mata dengan atau tanpa
penyatuan sensorik.
4. Persepsi cahaya, persepsi warna, persepsi cahaya, persepsi penglihatan,
persepsi serentak, persepsi tiba-tiba, persepsi selektif,persepsi haptic, dll.
 Binokuler vision
 Merupakan kemampuan menggunakan kedua mata secara bersamaan.
 Terjadi penglihatan binokuler yang singgle vision
 Dimana kemampuan pusat penglihatan/cerebral cortex untuk
mengkoordinasikan dua bayangan menjadi satu persepsi tungggal.
 Bayangan harus terfokus diretina dari kedua mata dengan ukuran dan
bentuk yang sama/mendekati sama.
 Syarat pendukung :
- Kemampuan mata menempatkan sedemikian rupa bayangan yang jatuh
pada fovea sentralis dan mata harus terbebas dari penyimpangan
pembiasan (dapat disebabkan oleh lensa koreksi).
- Sensorik dan Motorik harus dalam keadaan baik.
Binokuler vision (Akomodasi)
- Konvergensi pada bayi terlihat ketika mengamati benda yang datang
makin mendekat kemata, kedua mata terlihat saling mendekati dan pupil
terlihat menyempit.
- Otot siliaris akan terus bertambah dalam lima tahun pertama kehidupan
sehingga daya akomodasi selama ini meningkat.
- Ketika near reflex terjadi pada bayi mungkin ia masih terlalu lemah untuk
menghasilkan esotropia.
- Sebelum usia satu tahun strabismus konvergen jarang terjadi sebagai
akibat near reflex.
- Near reflrex merupakan penyebab sejumlah besar kasus strabismus.
- Pengaruh akomodasi terhadap konvergensi yang menyebabkan timbulnya
strabismus dapat dibandingkan dengan rasio AC/A, dimana strabismus
dapat timbul karena adanya esotropia refraktif.
- Merupakan peningkatan kekuatan refraksi lensa mata sebagai akibat
kontraksi otot siliaris.
- Pada bayi akomodasi belum dapat dilakukan karena masih lemahnya otot
siliaris dan belum efektif, menjelang usia 6 bulan baru terjadi
perkembangan kekuatan akomodasi.
- Akomodasi selalu berhubungan dengan konvergensi, dan mengecilnya
pupil.
- Ketiga proses tersebut yang saling berhubungan dikenal dengan nama
near reflex.
- Akomodasi yang selalu merangsang timbulnya konvergensi dan miosis ini
merupakan jenis stimulus akomodasi.
- Sedangkan usaha mata melakukan konvergensi akibat adanya akomodasi
dinamakan respon akomodasi.
Disfungsi/Kelainan Akomodasi
Mengacu pada klasifikasi Duke-Elder, disfungsi akomodasi dapat dibagi
sebagai berikut:
a. Insufisiensi akomodasi (accomodative insufficiency)
Kelainan akomodasi ini timbul ketika amplitudo akomodasi seseorang menjadi
lebih rendah dari yang seharusnya pada usia orang tersebut dan kelainan ini
bukan disebabkan oleh sklerosis lensa mata. Pasien dengan kelainan ini biasa
mengalami kemampuan mempertahankan akomodasi (accomodative
sustaining ability) yang rendah.
b. Keletihan akomodasi (ill-sustained accomodation)
Keletihan akomodasi adalah kondisi di mana amplitudo akomodasi seseorang itu
normal namun terjadi keletihan apabila rangsangan akomodasi diberikan berulang
kali.
c. Inersia akomodasi (accomodative infacility)
Kelainan akomodasi ini terjadi ketika sistem akomodasi seseorang lamban dalam
melakukan perubahan fokus mata, atau ketika ada jeda yang signifikan antara
waktu rangsangan akomodasi diberikan dengan respon akomodasi yang timbul.
Pasien biasa mengeluh penglihatan jauhnya menjadi buram ketika sudah lama
bekerja dalam jarak dekat. Ada yang memperkirakan bahwa gejala ini adalah
tanda akan terjadinya miopia.
d. Kelumpuhan akomodasi (paralysis of accomodation)
Kelainan ini jarang terjadi, yaitu di mana sistem akomodasi seseorang tidak
memberikan respon sama sekali terhadap rangsangan. Penyebabnya beragam,
bisa karena penggunaan obat siklopegik, atau karena trauma, penyakit okuler
atau sistemik, toksisitas, atau keracunan. Kondisi ini dapat terjadi secara
unilateral maupun bilateral, dan dapat berupa pupil yang kaku dan melebar.
e. Kekejangan akomodasi (spasm of accomodation)
Kekejangan akomodasi dapat disebabkan oleh keletihan. Kelainan ini berupa
stimulasi yang berlebihan pada sistem saraf parasimpatetik. Terkadang kelainan
ini merupakan bagian dari SNR (spasm of the near reflex) yang terdiri dari
akomodasi berlebih, konvergensi berlebih, dan kontraksi pupil berlebih
(overaccomodation, overconvergence, miotic pupil). Selain itu, kondisi ini juga
dapat disebabkan oleh penggunaan obat sistemik atau obat kholinergik topikal,
trauma, tumor otak, atau myasthenia gravis (MG).
 Aspek Sensoris
a. Faktor tajam penglihatan/Visual Aquity Value.
o Tajam penglihatan yang baik mempunyai andil yang
sangat besar terhadap perkembangan penglihatan
binokuler.
b. Faktor Fusi Sensorik
o Dalam mencampur dua bayangan yang sama yang
terbentuk pada masing-masing mata sedemikian rupa
sehingga terlihat satu.
c. Faktor “The Hemi-Decussation” dari Nervus Opticus di
chiasma optics beserta integritas dari serabut syarafnya.
d. Faktor Rangsangan Proprioceptive terhadap otot-otot mata
luar ( extrinsic ocular muscles).
 Aspek Motorik/Motor mekanisme.
a. Faktor Anatomis (Satatis).
 Komponen dari organ mata yang terbentuk dalam
proses pertumbuhan.
b. Faktor Physiologis (Dinamis)
 Postural reflex / letak bola mata secara anatomis.
 Psycho optical reflex (Fixation)
 Kynetic reflex / gerak bola mata saat berfiksasi
- GERAKAN KONJUGASI , VERGENSI, DAN FUSI MOTOR
Definisi : koordinasi motorik kedua mata yang menghasilkan fiksasi
bilateral pada sebuah objek.
 Macam – macam gerakan konjugasi :
 Laevoversion : kedua mata bergerak ke kiri
 Dextroversion : kedua mata bergerak ke kanan
 Supraversion : kedua mata bergerak ke atas
 Infraversion : kedua mata bergerak ke bawah
 Dextroelevation : kedua mata bergerak ke kanan atas
 Dextrodepression : kedua mata bergerak ke kanan bawah
 Laevoelevation : kedua mata bergerak ke kiri atas
 Laevodepression : kedua mata bergerak ke kiri bawah
 Conjugate Gaze Palsy
 Adalah kelainan saraf yang melumpuhkan kemampuan mata seseorang untuk
melirik dengan kedua mata pada arah yang sama.
 Kelumpuhan ini dapat mengganggu lirikan ke arah horizontal maupun vertical
tergantung pada jenisnya.
 Tanda dan gejala :
 Ketidakmampuan mata untuk melirik ke arah tertentu
 Pasien lebih sering menggerakan kepala daripada melirik
 Penyebabnya adalah luka atau ketidaknormalan pada jaringan yang disebabkan
cidera atau penyakit tertentu yang menggangu transmisi sinyal dari otak ke
mata.
 Hampir semua pasien lumpuh ini berasal dari luka batang otak , biasanya otak
tengah atau pons.
 Klasifikasi :
 Horizontal Gaze Palsy
 Mempengaruhi lirikan kedua mata , mendekati atau menjauhi posisi
tubuh
 Biasanya disebabkan oleh luka di batang otak , saraf penghubung ,
atau pons
 Horizontal Gaze Palsy with Progressive Scoliosis (HGPPS)
 Jenis paling langka yang hanya dialami beberapa lusin keluarga
sedunia
Pasien tidak dapat melakukan gerakan pada horizontal pada kedua mata
 Selalu terjadi disertai progressive skoliosis , namun biasanya gejala
timbul pada mata terlebih dahulu daripada skoliosis
 Disebabkan mutasi gen ROBO3 , yang berperan penting pada
persilangan saraf motorik dan sinyal sensorik , yang membuat
gerakan horizontal pada mata tidak dapat terjadi
 Vertical Gaze Palsy
 Mempengaruhi lirikan satu mata maupun dua mata , baik gerakan
ke atas , atas bawah , atau ke bawah
 Lebih sering terjadi karena luka di otak tengah akibat stroke atau
tumor.
 Pada kasus lirikan ke bawah saja , biasanya disebabkan progressive
supranuclear palsy.
 Vergensi
- Gerakan bersamaan kedua mata pada arah yang berlawanan untuk
mendapatkan sebuah penglihatan binokuler.
- Vergensi berhubungan erat dengan akomodasi mata , dalam kondisi
normal , merubah fokus mata untuk melihat objek pada jarak yang
berbeda akan menyebabkan vergensi dan akomodasi secara otomatis
( Dikenal dengan refleks akomodasi-konvergensi )
- Macam – macam vergensi secara umum :
o Konvergensi
 Gerakan bersamaan kedua bola mata ke arah nasal
 Near Point of Convergence dapat diukur dengan cara
mendekatkan benda pada hidung hingga pasien mengalami
penglihatan ganda.
o Divergensi
 Gerakan bersamaan kedua bola mata ke arah temporal
RAF RULE

 Macam – macam vergensi secara superposisi :


 Tonic Vergence
 Vergensi yang disebabkan kontraksi otot tanpa akomodasi dan
stimulus pada penglihatan binokuler.
 Accomodative Vergence
 Vergensi yang menghasilkan “blur”
 Fusional Vergence
 Vergensi yang terjadi karena rangsangan terhadap penglihatan
binokuler
 Proximal Vergence
 Vergensi karena kesadaran akan adanya objek fiksasi jauh maupun
dekat yang mendorong terjadinya akomodasi. Termasuk juga
vergensi saat ingin melihat objek dalam gelap
 Kelainan vergensi antara lain :
 Heterophoria
 Exophoria
 Esophoria
 Heterotropia
 Exotropia
 Esotropia
 Convergence Insufficiency
 Divergence Insufficiency
 Convergence Micropsia
 Fusi Motor
 Gerakan vergensi yang dilakukan oleh mata karena respon akan retinal disparitas
dan menghasilkan sebuah gambaran pada titik corresponding retinal
 Fusion Compulsion (Fusi secara paksaan )
- Jika sebuah prisma base out diletakkan di depan sebuah mata ketika sebuah
objek telah terfiksasi , maka akan terlihat dua objek dalam waktu singkat.
- Kedua objek ini akan mendekati satu sama lain dan menyatu.
- Seorang pengamat akan melihat adanya gerakan ke nasal (gerakan vergensi)
pada mata dengan prisma base out.
- Gerakan ini dilakukan untuk mengatasi penglihatan ganda.

Vergensi dengan prisma base out

 Aspek Mekanisme central.


a. Faktor Fusi
o Merupakan usaha mata menyatukan bayangan.
b. Faktor Cortical Motor Control.
o Merupakan kemampuan otak untuk menterjemahkan
bayangan menjadi satu kesatuan.
 Phenomena Binokulus.
Suatu pandangan dimana secara nyata kita memiliki dua mata akan
tetapi kita memiliki suatu persepsi penglihatan seolah olah bertindak sebagai
mata tengah yang satu.
 Physiological Diplopia.
Merupakan bentuk Diplopia yang wajar selama seseorang
mempunyai binokuler single vision.
Penomena dimana apabila penglihatan kita tertuju pada
penglihatan dekat maka objek yang ada dibelakangnya akan terlihat double
dan sebaliknya bila penglihatan tertuju pada suatu objek jauh maka
objek yang berada didepannya akan terlihat double.
 Supresi.
Suatu keadaan dimana bayangan yang terjadi diretina tidak
terbentuk sebagai persepsi penglihatan yang mana hal ini disebabkan otak
menekan/mengabaikan bayangan tadi baik keseluruhan maupun sebagian.

 Konvergensi
 Otot siliaris yang menggerakan bola mata terdapat 6 buah otot yang
melakukan gerak yaitu :
 4 musculi recti dan 2 musculi obliques
 Yaitu :
 Musculus rectus medialis, lateralis, superior dan inferior serta musculus
obliques inferior dan musculus obliques superior.
 Fungsi otot tersebut adalah menggerakan bola mata baik gerak primer
maupun gerak sekunder.
 Termasuk gerak primer :
- Abduksi
- Adduksi
- Elevasi
- Depresi
- Intorsi
- Extorsi
 Termasuk gerak sekunder :
- Adduksi – Intorsi.
- Adduksi – Extorsi.
- Abduksi – Depresi.
- Abduksi – Elevasi.
 Duksi merupakan gerak satu mata secara vertikal atau horizontal.
 Torsi merupakan gerak satu mata secara berputar.
 Versi merupakan gerak dua mata dengan arah yang sama.
 Vergens adalah gerak dua mata kearah yang berlawanan.
- Vergens dapat dibedakan atas :
o Konvergensi : gerak dua mata kearah nasal
o Divergensi : gerak dua mata kearah temporal.
- Konvergensi terjadi ketika benda mendekati mata, dimana musculus
rectus medialis berkontraksi sedangkan lateralis terjadi relaksasi.
- Konvergensi merupakan proses yang aktif, dan kemampuan konvergensi
dapat diukur dengan jarak yang terdekat dan terlihat benda menjadi
doble dimana konvergensi tak dapat dipertahankan dan disebut dengan
near point of convergensy / NPC.
Definisi:
1. Menurut Wikipedia :
Dalam oftalmologi, konvergensi adalah gerakan kedalam secara simultan dari
kedua mata terhadap satu sama lain, biasanya dalam upaya untuk
mempertahankan penglihatan binokular tunggal saat melihat suatu objek. Ini
adalah satu-satunya gerakan mata yang tidak konjugasi, melainkan gerakan
adduct ( kearah nasal) mata.1
2. Konvergensi berarti proses mengarahkan sumbu visual dari mata ke satu titik
dekat. Paralisis berarti kehilangan kemampuan menggerakkan bagian tubuh
sebagai akibat kerusakan input saraf. 2

Ketika mata mengikuti obyek yang mendekat, mata harus berpaling ke dalam
untuk menjaga keselarasan antara sumbu visual dengan objek. Otot-otot rektus
medial yang berkontraksi dan otot-otot rektus lateral bersantai di bawah pengaruh
stimulasi saraf dan inhibisi. 3

Konvergensi adalah sebuah proses aktif dengan volunter yang kuat serta
komponen involunter. Satu pertimbangan penting dalam mengevaluasi otot
extraocular pada strabismus adalah konvergensi.
Jika benda mendekati mata, maka mata berkonvergensi, dimana otot rectus
medialis berkontraksi sedang otot rectus lateralis berelaksasi. Konvergensi
merupakan proses yang aktif.

Untuk menguji konvergensi, sebuah benda kecil secara perlahan dibawa


menuju batang hidung. Perhatian pasien diarahkan ke objek dengan mengatakan,
“Jauhkan gambaran dari penggandaan selama mungkin.” Konvergensi biasanya
dapat dipertahankan sampai obyek hampir ke jembatan hidung. Nilai numerik

1
https://en.wikipedia.org/wiki/Vergence
2
https://ningrumwahyuni.wordpress.com/2010/09/01/convergence-paralysis/
3
ibid
aktual ditempatkan pada konvergensi dengan mengukur jarak dari batang hidung
(dalam sentimeter) kemana mata “istirahat” (yaitu, ketika mata non-dominan
mengayun ke lateral sehingga konvergensi tidak lagi dipertahankan). Titik ini
disebut titik dekat konvergensi, dan nilai hingga 5 cm dianggap dalam batas
normal.

Konvergensi adalah salah satu dari tiga proses mata yang seharusnya
memfokuskan gambar secara benar pada retina. Pada setiap mata, sumbu visual
yang akan menunjuk ke arah objek yang dituju untuk memfokuskannya pada
fovea.

Gbr.2. Konvergensi dari jauh ke objek dekat N

Gbr.3. Efek prisma diinduksi ketika seorang pengamat berfiksasi dekat objek X
memakai lensa kacamata berpusat untuk penglihatan jarak
(A, ditambah lensa menginduksi basis-out efek prismatik dan overconverges
hyperope ke X; B, dikurangi lensa menginduksi dasar-efek prismatik dan myope
underconverges ke X ')

Gbr.4. Base-out prisma menyebabkan gerakan konvergensi relatif positif dari mata

Pengukuran Nilai Konvergensi4

4
Grosvenor Theodore. Primary Care Optomety; Fifth Edition. Hongkong: Butterworth Heineman. 2007. Hal.83
Konvergensi mata diukur dari segi dioptri prisma. Prisma dioptri (∆) adalah
pengukuran tangen, sedangkan derajat dan radian adalah pengukuran busur.
Prisma dioptri didefinisikan sebagai sebanding dengan perpindahan tangen
dari 1cm pada jarak 1cm. Jika pasien memiliki jarak antar pupil berkonvergensi 6
cm ke garis tengah untuk berfiksasi pada titik di jarak 1m , setiap mata akan
berbalik ke dalam 3 ∆ (perpindahan dari 3 cm pada jarak 1m) untuk total 6 ∆
konvergensi untuk kedua mata.
Untuk jarak selain 1m, jumlah dioptri prisma konvergensi ditentukan dengan
mengalikan perpindahan dengan kebalikan dari jarak pengujian, dinyatakan dalam
meter. Dengan demikian, ketika mata berkonvergensi ke garis tengah pada jarak
50cm dan jarak antar pupil 6cm, konvergensi diperlukan untuk setiap mata adalah
3(2) = 6∆, dan total 12∆ untuk kedua mata. Jika, di sisi lain, mata berkonvergensi
ke garis tengah pada jarak 6m. untuk jarak antar pipil 6cm setiap mata akan
berkonvergensi 3(1/6) = 0,50∆, total 1∆ untuk kedua mata.
A) SPESIFIKASI KONVERGENSI5
Konvergensi ditentukan dalam kaitannya dengan pusat rotasi mata bukan
dalam kaitannya dengan bidang (lensa) kacamata. Meskipun telah diketahui
bahwa pusat rotasi mata tak hanya satu titik dan bervariasi dari satu mata ke
yang lain. Pusat rotasi biasanya dianggap terletak 14mm belakang apex kornea,
atau 27mm di belakang bidang (lensa) kacamata.
Uji klinis ditentukan dalam hal jarak dari bidang kacamata; skala pada "reading
rod" yang berada pada refraktor dikalibrasi dalam hal jarak dari bidang (lensa)
kacamata, jadi ketika kartu near-point ditempatkan pada jarak 40cm, stimulus
untuk akomodasi adalah 2.50D, tetapi stimulus untuk konvergensi harus
ditentukan atas dasar jarak 40cm + 2.7cm, atau 42.7cm.
Dalam perhitungan rangsangan akomodasi dan konvergensi pada jarak
pengujian 40cm, jarak antar pupil pasien sering diasumsikan 64mm. Jika
diasumsikan, konvergensi yang diperlukan untuk setiap mata adalah sama dengan
3,2 (1/0.427) = 7,49∆, pembulatan ke 7,5∆, konvergensi diperlukan untuk kedua
mata adalah 15∆.
B) DISPARITAS FIKSASI6
Definisi:
 Ogle (1950) menjelaskan disparitas fiksasi sebagai hasil dari kelicinan gambar
kortika yang berhubungan satu dengan lainnya. Ia menunjukkan bahwa gambar
kortikal tetap secara persepsi menyatu selama disparitas kortikal ini kurang dari
dimensi yang relevan dari daerah fusional Panum ini.

5
ibid
6
ibid
 Carter (1957, 1980) menjelaskan disparitas fiksasi sebagai menit strabismus yang
ada di hadapan korespondensi retina yang normal dan penglihatan binocular
tunggal.
 Disparitas fiksasi adalah suatu kondisi di mana gambar dari objek fiksasi binokular
tidak distimulasi persis tepat pada titik retina tapi masih berada dalam wilayah
fusional Panum ini, sehingga objek terlihat sendiri-sendiri. 7

Adanya disparitas fiksasi menunjukkan bahwa ada sedikit over konvergensi (eso
fiksasi disparitas) atau under konvergensi (exo fiksasi disparitas) dari garis
penglihatan di bawah kondisi binocular. Ketidaksejajaran ini sangat kecil, karena
fusi sensorik sebaliknya tidak akan mungkin.
Meskipun seorang individu mungkin memiliki penglihatan yang jelas, terlepas
dari akomodasi lag dari 1.00D atau lebih, ia mungkin mengalami under
konvergensi (konvergensi rendah) atau over konvergensi (kelebihan konvergensi)
hanya sedikit kasus tanpa disertai diplopia.
Under konvergensi atau Over konvergensi sehubungan dengan bidang yang
dibutuhkan, ini disebut disparitas fiksasi, diukur dalam busur menit dan
tergantung pada ukuran daerah fusional Panumnya.8
9
Disparitas fiksasi biasanya diukur dalam menit busur. Jika dihitung dalam prisma
dioptri, biasanya akan kurang dari 0,25 ∆ dan hampir selalu akan kurang dari 0,75
∆.
Disparitas fiksasi biasanya diukur dengan keselarasan subjektif dari dua garis
kecil atau bar, yang dilihat oleh setiap mata. selain tanda yang digunakan untuk
penyelarasan, semua fitur dari target uji terlihat binocular.
Total dari disparitas fiksasi adalah penjumlahan dari eksentrisitas sudut tanda
keselarasan subyektif sehubungan dengan nilai konvergensi stimulus dari
komponen binocular yang menyatu dari target uji.

7
Gross David A.. Occular Accomodation, Converegence, and Fixation Disparity, Second Edition. USA: Butterworth
Heineman. 2007. Hal.67
8
Grosvenor Theodore. Op.cit hal.83
9
Gross David A.Loc.cit. hal.67
Gbr.5 exo disparitas fiksasi. sudut perbedaan adalah jumlah dari perbedaan sudut pada
kedua mata. Jika satu mata berfiksasi dengan tepat, semua disparitas akan diwakili dalam
penyimpangan sudut mata lainnya.
 Contoh perangkat yang dapat digunakan untuk mengukur fiksasi disparitas
adalah Wesson Fixation Disparity Card dan Sheddy Disparometer. misalnya, di
disparometer, ada beberapa pasang tanda dengan pemisahan yang telah
ditetapkan berbeda; pasangannya dapat ditampilkan secara terpisah sampai satu
dengan kesejajaran semu diangkat.

Gbr.3. Kartu Wesson Disparitas Fiksasi

Gbr 3. Diagram skematik dari Sheddy Disparometer. illustrasi pasangan tanda


diperlihatkan kepada pasien satu per satu dari celah melingkar sampai pasangan yang
subyektif muncul selaras / sejajar dipilih. Pemeriksa kemudian dapat membaca pemisahan
fisik yang sebenarnya pada garis dari celah di belakang instrumen. pemisahan fisik dari
sepasang garis yang muncul sempurna selaras/sejajar adalah ukuran disparitas fiksasi.

Jumlah disparitas fiksasi yang diukur adalah fungsi dari karakteristik individu
pasien dan kondisi pengujian. Yang terakhir, yang tpenting adalah:
(1) Ukuran daerah di mana visi binokular ditiadakan,
(2) Jumlah konvergensi fusional diperlukan,
(3) Jangka waktu yang dibutuhkan untuk beradaptasi dengan prisma berlaku saat
atau sebelum disparitas fiksasi diukur.
Semakin besar area tanpa petunjuk fusi, semakin besar disparitas fiksasi.
Jika jumlah konvergensi positif fusional yang meningkat, disparitas fiksasi bergeser
ke arah exo (keluar). ini menunjukkan under konvergensi meningkat menunjukkan
level konvergensi yang meningkat. Jika jumlah konvergensi fusional negatif
diperlukan untuk penglihatan tunggal meningkat, fiksasi kesenjangan bergerak ke
arah eso (kedalam). Oleh karena itu jika kekuatan base-in atau base-out prisma
yang meningkat, disparitas fiksasi masing-masing menjadi lebih eso atau exo. Jika
waktu yang dibutuhkan untuk adaptasi prisma bertambah, maka disparitas
fiksasinya menurun.
Stres yang terkait dengan penggunaan konvergensi fusional dapat
mengakibatkan asthenopia. Disparitas fiksasi klinis adalah alat diagnostik yang
berguna karena ini berkaitan dengan upaya konvergensi fusional. Ini mudah
ditunjukkan oleh pengamatan bahwa variasi disparitas fiksasi sebagai fungsi dari
kekuatan prisma melalui penglihatan pasien. Selain itu, ada korelasi antara
disparitas fiksasi dengan phoria dissociated.

Gbr. Sebaran menunjukkan hubungan disparitas fiksasi (kurva disparitas fiksasi [FDC] y-
intercept) dengan phoria dissociated. Disparitas fiksasi di busur menit diplot pada sumbu
y, dan phoria dissociated di dioptri prisma diplot pada sumbu x. setiap titik menunjukkan
temuan untuk satu individu.
 Kemampuan penglihatan / Visual skills
 ATTENTION / WARNESS ( PERHATIAN / KESADARAN )
 FIXATION ( FIKSASI )
 TRACKING (MENGGERAKAN PANDANGAN )
 SCANNING (MEMINDAHKAN PANDANGAN)
 ATTENTION / WARNESS ( PERHATIAN / KESADARAN
Sebelum seorang anak dapat melihat dengan baik, maka tahapan yang
secara umum dilakukan adalah adanya kesadaran terhadap berbagai objek yang
ada disekitarnya. Kemudian barulah timbul perhatian terhadap suatu benda asing
yang ada didepan mata yang belum diketahuinya.
 FIXATION ( FIKSASI )
Merupakan tahapan penglihatan yg terkonsentrasi untuk memperhatikan
suatu benda asing.
Dalam proses ini seseorang akan melakukan Localisation / lokalisasi
terlebih dahulu dimana menyadari adanya suatu objek sehingga mata berusaha
untuk memperhatikan objek tersebut secara detail baik dalam mengenali bentuk,
ukuran, warna dll.
 TRACKING (MENGGERAKAN PANDANGAN )
Merupakan tahapan penglihatan mengikuti objek atau pandangan
bergerak mengikuti gerak terhadap suatu objek.
Pada tahapan ini gerakan paling sederhana adalah gerakan horizontal,
kemudian gerakan vertikal, dan dilanjutkan dengan gerakan memutar sedangkan
gerakan tersulit adalah gerakan diagonal.
 SCANNING (MEMINDAHKAN PANDANGAN)
Setelah mata dapat mengikuti gerakan benda secara baik baru kemudian
mata mampu memindahkan penglihatan dari suatu objek ke objek lain, dalam
tahapan ini penglihatan akan sejalan dengan kemampuan kerjasama mata dan
tangan dimana tangan dapat mengambil / melakukan gerakan menemukan
suatu benda yang dituju diantara benda benda yang kompleks.
 Penglihatan Monokuler :
Penglihatan atau ketajaman penglihatan sebagai fungsi dari hanya
satu mata atau penglihatan satu mata secara terpisah.
 Penglihatan Binokuler :
Penglihatan dimana kedua mata menyumbangkan koordinasi
penglihatannya untuk menghasilkan satu persepsi tunggal sebuah
bayangan objek. atau Penglihatan sebagai hasil koordinasi, terhadap
penyatuan (integrasi) bayangan atau berupa hasil dari fungsi serentak
kedua mata.
 Binokulerity / Kemampuan Penglihatan binokuler:
Koordinasi dan integrasi apa yang diterima dari kedua mata secara
terpisah menjadi sebuah persepsi binokuler tunggal.
 Syarat Terbentuknya Penglihatan Binokuler
ditentukan oleh 3 faktor utama :
1. Anatomi alat-alat penglihatan
2. Sistem motorik mata
3. Sistem sensorik mata
 Penglihatan Binokuler Tunggal :
Penglihatan dimana kedua mata aktif membantu untuk menghasilkan satu
persepsi tunggal.
 Syarat Terjadinya Penglihatan :
1. Rangsang cahaya
2. Sensasi
3. Persepsi
Reaksi berantai dari rangsang cahaya – sensasi – persepsi à penglihatan.
Gangguan dari 3 faktor di atas à ¹ penglihatan.
 Fusi :
Usaha atau tindakan mata untuk menyatukan bayangan.
 Persepsi :
Pengertian keadaan fisik melalui perantara satu atau lebih indra.
 Sensasi :
Pengertian keadaan lingkungan luar / keadaan fisik melalui perantara organ-
organ perasa.
 Proses Fiksasi :
Proses, pengarahan mata atau tindakan keadaan pandangan langsung ke obyek
yang diperhatikan dimana kondisi mata normal bayangan obyek akan tepat jatuh
berada di pusat fovea (fovea centralis).
 Fovea Centralis :
Suatu daerah berdiameter 1,5 mm dekat makula lutea yang terdiri dari sel
kerucut (cones) dan sangat peka terhadap ketajaman penglihatan.
B. Panum’s Area :
Daerah di retina pada satu mata terdapat titik tunggal khusus dimana
setiap titik ketika dirangsang akan serentak pada mata yang lain di retina
akan memberikan persepsi penyatuan tunggal.
Disebut juga sebagai Fusion Area (daerah fusi) fusion area ini selalu
berhubungan antar satu mata dengan mata yang lain atau terjadi
Corresponding / kerjasama.
Fusion Area ini disebut juga dengan Coresponding Retinal Area (derah
retina yang selalu berhubungan).
Panum’s Area
Diplopia A B
F
Stereopsis
(Panum’s area) Horopter line

14

 Keterangan Gambar :
Bila bayangan mata kanan dan kiri tidak disatukan (fusi) dan terjadi penglihatan
serentak oleh kedua mata à diplopia. Daya otak untuk menyatukan gambaran ada
batasnya, dlm batas² ini kedua bayangan akan terlihat satu dan memiliki sifat stereo (3
dimensi). Daerah dimana masih terjadi stereopsis à Panum’s area, daerah di luar itu à
diplopia
C. HOROPTER
Horopter adalah kedudukan titik-titik dalam ruang yang menghasilkan
penglihatan tunggal. Hal ini dapat didefinisikan secara teoritis sebagai titik dalam
ruang yang mana bayangan sesuai pada dua retina, yaitu titik anatomis yang
identik. Definisi alternatif adalah kedudukan titik-titik dtersebut membuat sudut
yang sama di kedua mata dengan garis fiksasi
Horopter yang pertama kali ditemukan pada abad kesebelas oleh Ibn al-
Haytham, yang biasa dikenal sebagai "Alhazen". Dibuat berdasarkan
penghlihatan binokuler oleh Ptolemy. Objek diatas garis horizontal yang melewati
titik fiksasi mengakibatkan gambar tunggal, sedangkan objek dengan jarak
normal mengakibatkan gambar ganda. Kemudian ini digambarkan sebagai garis
melingkar diantara mata dan kepala.
Istilah horopter diperkenalkan oleh Franciscus Aguilonius di dua dari
keenam buku-buku optiknya pada tahun 1613. Pada 1818, Gerhard Vieth
berpendapat bahwa horopter harus menjadi lingkaran yang melalui titik fiksasi
dan pusat-pusat lensa dari dua mata. Beberapa tahun kemudian Johannes
Müllermade berkesimpulan sama yaitu bidang horizontal yang mengandung titik
fiksasi, horopter tidak terbatas pada bidang horizontal. Teoritis / horopter
geometris pada bidang horisontal dikenal sebagai lingkaran Vieth-Müller.
Howarth kemudian menjelaskan bahwa horopter geometris pada bidang fiksasi
bukan lingkaran lengkap, tetapi hanya busur yang lebih besar mulai dari satu
titik nodal (pusat lensa mata) ke yang lain.
Pada tahun 1838, Charles Wheatstone menciptakan stereoscope,
memungkinkan dia untuk menjelajahi horopter empiris. Ia menemukan bahwa
ada banyak titik dalam ruang yang menghasilkan visi tunggal, ini sangat berbeda
dari horopter teoritis dan penulis berikutnya telah juga menemukan bahwa
horopter empiris menyimpang dari bentuk yang diharapkan atas dasar geometri
sederhana.
 Lingkaran Vieth-Muller : lokasi objek yang gambaran jatuh pada titik
geometris yang sesuai pada kedua retina.
 Lingkaran Vieth-Muller dan horopter secara teknis berbeda tetapi untuk
keperluan dapat dianggap sama
 Objek pada horoptor terlihat tunggal ketika dilihat dengan kedua mata
 Area panum fusional : wilayah dari tempat, depan dan belakang horopter
yang memungkinkan terjadinya penglihatan binokuler.
 Secara signifikan objek lebih dekat atau lebih jauh dari horopter jatuh pada
titik yang tidak sesuai pada kedua mata dan terlihat sebagai dua objek

 Curva horopter terlihat lebih datar dibandingkan dengan lingkaran Vieth-Muller


 RBSV meluas di kedua sisi horopter, lebih tipis pada titik fiksasi daripada
dipinggir
 Sebuah objek tidak harus berada di wilayah RBSV untuk dilihat kedalaman
stereo relatif terhadap objek fiksasi
 Lingkaran Vieth-Muller, daerah penglihatan binokuler, dan wilayah dari
stereopsis.

D. CORRESPONDENCE RETINAL
Korespondensi retina adalah hubungan yang melekat antara sel-sel visual
retina yang dipasangkan di kedua mata.bayangan dari satu objek menstimulasi
sel, yang mengirimkan informasi ke otak, memungkinkan kesan
visual/penglihatan tunggal yang dilokalisasikan dalam arahdanruang yang sama.
Strabismus dikatakan ada ketika garis pandang dari satu mata gagal
untuk memotong obyek .ketika strabismus terjadi pada anak usia dini, adaptasi
tertentu dapat terjadi,mungkin adaptasi yang termasuk yaitu amblyopia,
penekanan, dan / atau korespondensi retina anomali. makalah ini akan terbatas
pada diskusi korespondensi retina anomali. Namun, jelas bahwa isolasi yang
ketat dari adaptasi yang mungkin sulit.
2 tipe dari correspondence retinal :
1) NRC (Normal Retinal Correspondence) telah dispesifikasikan dalam sejumlah cara
yang berbeda-beda. NRC telah didefinisikan sebagai titik fisik ke titik pencocokan
retina kedua mata dengan fovea-to-foveal korespondensi. Demikian pula, telah
didefinisikan sebagai titik korelasi retina dengan tanda-tanda lokal yang sama atau
arah visual dengan arah foveal menunjuk "lurus ke depan" ketika mata dominan
ada diposisi utama. yaitu, bayangan yang jatuh pada fovea kanan akan dianggap
berada dalam arah yang sama sebagai bayangan jatuh pada fovea
kiri.korespondensi normal ini dapat terjadi independen dari keselarasan mata.
2) ARC (Anamalous Retinal Correspondence) menggambarkan kondisi di mana tanda
kontrol dilihat hanya dengan mata yang menyimpang dari persepsi squinter dalam
penglihatan binocular diarah yang berbeda dari yang diharapkan berdasarkan
korespondensi retina normal.lokalisasi spasial mata menyimpang tampaknya
memiliki sebagian atau sepenuhnya bergeser, sehingga untuk menangkal dampak
deviasi mata. pergeseran dalam lokalisasi directional disebut sudut anomali. jika
sudut anomali sama dengan sudut juling, maka korespondensi anomali
mengkompensasi persis untuk juling dan digambarkan sebagai ARCharmonis
(HAC). jika sudut anomali lebih besar dari nol, tetapi kurang dari sudut juling,
maka digambarkan sebagai tidak harmonis ARC(UHAC). jika sudut anomali dalam
arah kompensasi yang berlawanan atau nonkorespondensi digambarkan sebagai
ARC paradoks(PAC).
3 teknik pengujian umum :
Berbagai teknik, yang dirancang untuk mengevaluasi korespondensi retina, telah
dirancang. masing-masing metodologi pengujian tampaknya dipengaruhi oleh
definisi khusus korespondensi yang diterima oleh pengembang. teknik pengujian
secara umum dapat ditinjau dalam Borishclinical refraction, dari yang tiga metode
pengujian umum diuraikan di sini.
1) Tes HeringatauBielschowsky after-image sering digunakan secara klinis
karena kesederhanaan dan efektivitas yang jelas dalam menentukan
korespondensi retina. terang lumi-line filamen atau lampiran flash digunakan,
dengan tempat buram atau band pada titik tengah dari filamen. subjek fixates
pusat titik monocularly untuk mencapai setelah-bayangan. ini umumnya dilakukan
dengan orientasi yang berbeda untuk setiap mata (catatan: untuk interpretasi
yang benar dari tes ini fiksasi normal atau eksentrik harus ditentukan sebelum
aplikasi). jika korespondensi normal, dua bayangan akan membentuk silang; jika
korespondensi adalah anomali dua poin fiksasi akan terpisah.
2) Amblyoscope dapat digunakan untuk menentukan sudut objektif dan
subjektif dari penyimpangan. dengan menghadirkan target linear berorientasi
berbeda untuk setiap mata melalui lengan terpisah dari amblyoscope, pengukuran
dapat dilakukan dengan cepat dan mudah.masalah, baik yang melibatkan
kegagalan superimposisi bayangan atau penekanan satu bayangan, dapat terjadi
dan mencegah diagnosis ARC.
3) Tes Bagolini striated glass membuat penggunaan lensa plano yang di
atasnya striations dengan lebar 0.005mm telah tertulis.striations seragam atas
setiap mata,tapi sumbu dari striations berorientasi 90 derajat satu sama lain.
menunjukkan sebuah cahaya fiksasi kecil yang menciptakan pengamatan subjektif
dari dua garis-garis kabur dengan sisa tempat visual yang muncul terdistorsi. jika
dua garis silang di lampu terfiksasi, maka pasien menunjukkan baik itu NRC atau
ARC, tergantung pada apakah juling tidak ada atau ada pada masing-masing
mata. satu yang kurang daripada amblyoscope tersebut,yaitu penekanan bisa
menjadi masalah.zona tekanan kecil, tidak diperhatikan oleh pasien,akan didapat
jika pemeriksaan kritis tidak dilakukan. dengan menghindari disosiasi, tes ini
memungkinkan penentuan korespondensi dalam kondisi visual yang normal.
4) Vectographic slides
5) Cupper’s test for determination of retinal correspondence
6) Prism bar and red filter test.
Types Anomaly Correspondence :
Normal retinal correspondence (NC) :
- <D=<S ; <A=0
Anomalous Retinal Correspondence (ARC) :
- <D tidaksamadengan<S
Type :
1) Harmonius (HAC) : <S=0 ; <A=<D
2) Unharmonius (UHAC) : <D greater than <S ; <D greater than <A
3) Paradoxical (PAC) : <A or <S greater than <D ; setelahoperasi strabismus
 PAC 1 : <A greater than <D ; <S smaller than 0
 PAC 2 : <S greater than <D ; <A smaller than 0
Sudutuntukmengetahui ARC
~ sudut objective (D) :
Sudut di mana sumbu visual dari mata yang menyimpang gagal untuk memotong
target berkaitan
~ sudut subjective (S) :
sudut antara titik nol ukuran mata yang menyimpang dan titik mata yang
berkorespondensi dengan fovea mata lainnya
~ sudut anomaly (A) :
pemisahan sudut antara fovea dari satu mata dan titik pada saat mata itu
bersesuaian dengan fovea mata lainnya. (NC, A=0) . A = <D - <S
II. BINOKULER
A. Perkembangan Penglihatan Binokuler
Banyak persamaannya dengan perkembangan penglihatan monokuler :
- Sama-sama belum ada pada waktu lahir.
- Baru terlihat pada bulan² pertama kehidupan.
- Pada fase permulaan kualitasnya terbatas.
- Berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu.
-Bila terjadi halangan perkembangan à tidak dihilangkan dengan cepat à
hambatan fungsi² penglihatan.
- Hambatan à cacat penglihatan à tidak memiliki penglihatan binokuler à
tidak memiliki fiksasi pada fovea monokuler atau binokuler.
- Strabismus kongenital à hambatan yang paling berat à penglihatan
binokuler.
- Pengobatan strabismus à anak masih kecil à mengalahkan faktor²
penghambat seiring dengan meningkatnya usia.
B. Penglihatan Binokuler
Komponen Penglihatan Binokuler :
1. Persepsi Serentak
Bayangan pada kedua mata harus diterima otak pada waktu
yag bersamaan.
2. Fusi
Penyatuan bayangan menjadi satu (penglihatan tunggal) di
otak.
3. Stereopsis
Persepsi penglihatan ruang tiga dimensi secara binokuler
berdasarkan perbedaan retina. Stereopsis = persepsi ruang atau
kedalaman dan jarak pada ruang à hasil pemfusian dua bayangan
yang hampir serupa dari masing² retina.
Syarat :
Salah satu dari kedua bayangan harus tergeser mendatar
kearah hidung atau pelipis à menjauhi fovea pada mata yang
lainnya.
Karena pergeseran yang kecil à otak à informasi à letak relatif
berbagai benda yang terlihat pada bayangan itu.
Stereopsis à perbandingan benda : jarak, kedalaman ruang,
tinggi rendah.
Kesanggupan menilai dengan tepat jarak benda à kedalaman
persepsi.
- Persepsi Serentak
Bisa melihat serentak binokuler tanpa menghasilkan fusi dan
stereopsis à Penglihatan binokuler à menekan salah satu matanya à
ganda è pergeseran bayangan.
Pergeseran tsb. Terlalu jauh à fusi tidak terjadi.
Penglihatan binokuler aktif à mata lurus dan digeser sama² terlihat
à otak tidak mampu menentukan letak benda sebenarnya.
Fungsi otak menentukanbenda dalam ruang à letak fovea dan
sekitarnya.
Titik jatuh di fovea => tepat di depan mata
Titik jatuh di bawah fovea => benda di atas
- Aturan proyeksi : penentuan letak letak benda di otak
“Letak suatu benda dalam ruang ditentukan berlawanan dengan
arah letak pada retina dibandingkan dengan fovea”.
Persepsi dari dua bayangan yang serupa tetapi berbeda letaknya à
penglihatan ganda dimana yang satu lebih rendah dari pada yang
lainnya.
- Fusi
Fungsi :
1. Mempertahankan kelurusan arah kedua mata à sistem saraf
dan otot.
2. Menghilangkan penglihatan ganda.
3. Membentuk stereopsis.
Dasar Fusi :
Refleks bersyarat (Conditional Reflex) = refleks yang timbul
sebagai hubungan dari dua hal yang sebenarnya tidak berhubungan
langsung tetapi diikat oleh satu syarat yaitu keserentakan dan
urutan waktu yang tetap.
Refleks bersyarat : keluar air liur ketika makan.
Prasyarat Timbulnya Refleks :
Letak bayangan pada ratina dari suatu benda tertentu, bayangan²
ini harus diproyeksikan kebagian retina yang nilai arahnya serupa.
Fovea à titik identik sebab tiap bayangan yang jatuh di fovea à di
depan mata.
Bayangan² diproyeksikan sebelah kiri fovea à kanan dari bayangan
yang lurus di depan fovea.
Bayangan² diproyeksikan sebelah atas fovea à bawah dari
bayangan tepat di depan.
Fusi : 2 bayangan à 1 bayangan, syarat : Mata harus baik arahnya.
Bayi à strabismus kongenital à tidak ada fusi.
Strabismus kongenital :
1. Tidak terbentuk penglihatan binokuler
2. Tidak terbentuk fusi
3. Tidak timbul diplopia (penglihatan ganda)
4. Timbul amblyopia
Kemungkinan :
Bila fusi pernah terbentuk à strabismus à Diplopia pada
permulaannya, sebab kedua bay. Jatuh pada daerah retina yg tidak
sesuai lagi.
Hal tsb. Sangat mengganggu penglihatan à anak dpt mengatasinya
dg supresi bay. Dari mata yg berubah arahnya à otak dpt terlatih
untuk tdk mengacuhkan bay. Yg mengganggu tsb. à anak
membentuk sistem nilai arah baru se-olah² sesuai.
Adaptasi (penyesuaian) yg rumit à hubungan retina berkesuaian
tidak normal atau Abnormal Retinal Correspondence.
 Proses Fusi
Terdapat komponen motoris (pengaturan dengan gerakan) à otak
mempunyai kesanggupan untuk mengirimkan perintah pd otot²
mata untuk meluruskan arah mata yg berubah arah.
Fusi à motoris à menggeser bay benda yg sedang dilihat yg tidak
tepat jatuh di fovea sentralis à mensearahkan kedua mata.
Mekanisme kompensasi ini à lelah à sakit kepala dan letih.
Posisi istirahat à penglihatan ganda (diplopia).
 Mekanisme Fusi
Pemeriksaan cover test à menemukan ada tidaknya
kecenderungan perubahan arah bola mata. Dibalik tutupnya à
mata berkisar pd posisi terfusinya, pd saat tutup dipindahkan à
gerakan mata tertutup kembali ke posisi fiksasi fovea à fungsi
motoris dpt mengoreksi macam² tipe deviasi : divergen, konvergen,
vertikal dan berputar.
Pengukuran jauhnya pergeseran mata oleh komponen motoris dari
fusi à Amplitudo Pergeseran Fusi (Fusional Vergence Amplitude)
 Besarnya Amplitudo :
Bidang Horisontal à Terbesar (Konvergensi)
Bidang Vertikal à Terkecil
 Fusi à Deviasi (penyimpangan sumbu bola mata).
Foria à Arah atau orientasi satu mata pada garis penglihatannya
atau suatu acuan lain sumbu atau meridian yang berhubungan
dengan mata lainnya yang memperlihatkan adanya rangsang fusi
yang cukup dan lebih akurat lagi berhubungan dengan kesejajaran
garis penglihatan selama mata melakukan fiksasi binokuler pada
berbagai obyek.
II.Heteroforia
Kecenderungan garis penglihatan untuk menyimpang dari posisi
relatif yang dibutuhkan untuk mempertahankan penglihatan
binokuler tunggal dari berbagai jarak fiksasi, kecenderungan ini
dapat diidentifikasi dengan penutupan pada penyimpangan nyata
pada ketiadaan rangsang yang cukup untuk fusi dan terjadi dalam
berbagai bentuk keadaan atau arah penyimpangan seperti
eksikloforia, insikloforia, esoforia, eksoforia, hyperforia dan
hypoforia.
 Klasifikasi Heteroforia
a. Berdasarkan Arah Penyimpangan
1. Esoforia
2. Eksoforia
3. Hyperforia
4. Sikloforia
b. Berdasarkan Jarak Fiksasi
1. Foria Jauh
2. Foria Dekat
c.Berdasarkan Kekuatan
1. Kompensasi
2. Dekompensasi
 Foria
1. Orthoforia
Deviasi yang masih bisa diatasi sehingga kedua mata tetap
searah.
2. Eksoforia
Kecenderungan mata bergeser sekitar arah temporal
(pelipis).
3. Esoforia
Kecenderungan mata bergeser sekitar arah nasal (hidung).
4. Hyperforia
Kecenderungan mata bergeser sekitar arah vertikal dimana
satu mata lebih tinggi dari posisi normal.
5. Hypoforia
Kecenderungan mata bergeser sekitar arah vertikaldimana
satu
mata lebih rendah dari posisi normal.
6. Sikloforia
Kecenderungan mata berputar arahnya dari sumbu
penglihatan l urus.
A. Insikloforia à kearah dalam
B. Eksikloforia à kearah luar
 Tropia/Strabismus/Oftalmotropia/Juling/Hetero tropia
Keadaan dimana fiksasi binokuler tidak ada di bawah kondisi
penglihatan normal, misalnya garis penglihatan fovea salah satu
mata gagal untuk menyatukan ketika berfiksasi pada obyek
Penyimpangan arah mata yang tidak bisa diluruskan oleh daya fusi.
Pengamatan luar à Terlihat jelas, arah sumbu penglihatan
menyimpang bisa kedalam, keluar, keatas, kebawah, berputar
kearah dalam atau berputar kearah luar.
 Klasifikasi Strabismus
I. Constancy (Ketetapan)
1. Konstan, setiap saat dan dalam segala keadaan.
2. Intermiten, kadang-kadang dan tidak bersamaan.
II. Arah Deviasi
1. Right/Left Convergent
2. Right/Left Divergent
3. Right/Left Hypertropia
4. Right/Left Hypotropia
5. Right Excyclotropia
6. Right Incyclotropia
III. Eye Preference
1. Unilateral, tergantung mata mana yang berdeviasi (kanan
atau kiri).
2. Alternating, bergantian berfiksasi pada waktu tertentu.
Tergantung pada :
2.1. Jarak fiksasi
2.2. Arah pandangan
2.3. Penglihatan dan kelainan refraksi
IV. Status Akomodasi
1. Akomodasi Penuh
2. Akomodasi Sebagian
3. Tidak Berakomodasi
Penelitian :
- 2/3 juling komitan konvergen à elemen akomodasi à sudut
deviasi berkurang pada hipermetropia terkoreksi.
- 1/3 juling komiten konvergen à koreksi kacamata
tidak merubah sudut deviasi à juling tidak berakomodasi.

 Macam Strabismus
1. Strabismus Absolut
Strabismus yang terdapat pada semua posisi bola mata.
2. Strabismus Akomodatif
Strabismus yang terjadi akibat konvergensi berlebihan pada
akomodasi.
3. Strabismus Berganti (Alternating Phoria)
Strabismus dimana terdapat fiksasi pada satu mata kemudian
mata yang lain, yang menunjukkan tidak adanya mata yang
terpilih. Pada kondisi ini terdapat juling bergantian à strabismus
unilateral.
4. Strabismus Divergen
Strabismus dengan sumbu penglihatan yang tidak bersilang di
depan mata (eksotropia).
5. Strabismus Konkomitan
Strabismus yang terjadi akibat salah insersi (tempat lekat otot),
besarnya juling tetap pada setiap perubahan kedudukan mata
karena rangsangan yang diterima sama pada kedua otot
mata.
6. Strabismus Konvergen
Strabismus dengan sumbu penglihatan bersilang di depan.
7. Strabismus Laten
Strabismus yang tidak terlihat dan hanya terjadi bila
diganggu fusi atau terjadi bila mata yang sakit ditutup à
heteroforia.
8. Strabismus Nonkomitan/Paralitik
Strabismus dengan derajat deviasinya berubah bila
kedudukan mata diubah akibat paralisis saraf penggerak
mata.
9. Strabismus Periodik
Strabismus konkomitan yang terlihat terus menerus akan
tetapi pada waktu tertentu
10. Strabismus Spastik
Strabismus akibat kekejangan (spasme otot)
11. Strabismbus Sumsuvergen
Strabismus dimana arah deviasi mata ke atas, sehingga garis
fovea berada di atas obyek fiksasi.
12. Strabismus Unilateral
Strabismus dimana keadaan satu mata berfiksasi sedang
mata lainnya mengalami deviasi.
PEMERIKSAAN STRABISMUS
 Jenis Pemeriksan
I. Motoric Testing (Pemeriksan Gerak)
a. Motor adaptasi untuk mengatasi diplopia dan confusion.
b. Motor adapatasi untuk alter diplopia advantageously dengan seperasi.
II. Sensory Testing (Pemeriksaan Indera)
a. Sensory adaptasi untuk mengurangi diplopia dan confusion dengan supresi.
b. Sensory adaptasi utk mengurangi diplopia & confusion dgn reoriantasi
bayangan.
I) Motoric Testing (Pemeriksan Gerak)
 A. Faktor anatomis (Statis)
 B. Faktor Physiologis (Dinamis)
 1. Postural reflex.
 A. Static reflex
 B. Stato kinetic reflex.
 2. Psycho optical (fiksasi) reflex.
 A. Fixation reflex.
 B. Re-Fixation reflex.
 C. Conjugate fixation reflex.
 D. Disjunctive or Vergence fixation reflex.
 E. Corrective fusion reflex.
 3. Kynetic reflex.
II) Sensory Testing (Pemeriksaan Indera)
a. Visual Acuity value/ kemampuan tajam penglihatan.
b. Hemi Decussationoptic nerves/kerja dr kemampuan integritas serabut
syaraf mata.
c. Extrinsic ocular muscles / rangsang proprioceptive otot bola mata luar.
1) Pemeriksaan Refleks Cahaya
Berkas sinar diarahkan pada mata dengan posisi lurus ke depan, pada
masing² pupil akan terlihat refleks simetris.
Strabismus konvergen à satu refleks di tengah sedang yang lainnya di
temporal.
2) Tes Tutup Mata
Utuk fungsi otot, dengan menutup mata dan melihatnya bila mata dibuka
kembali. Dilihat sifat gerakan mata yang mugkin terjadi pada mata yang tidak
ditutup.
Bila terjadi gerakan waktu dibuka à pengaruh fusi pd penglihatan binokuler yg
dpt diganggu atau mata yg ditutup = dominan.
Bila mata yg terbuka bergerak keluar àesophoria
Bila mata yg terbuka bergerak kedalam àeksophoria
3) Tes Tutup Berganti (Alternate Cover Test)
Untuk uji kuantitatif yang masih belum terlihat pada foria, tropia dan
kedudukan deviasi.
Pasien melihat tes obyek jauh dengan satu mata ditutup, dengan cepat
penutup dipindahkan ada mata sebelahnya à gerakan mata yang terjadi,
dinilai besarnya devasi yang terlihat.
Penutupan mata sebaiknya dilakukan antara 1 sampai dengan 2 detik.
4) Tes Tutup Buka Mata (Cover uncover Test)
Untuk melihat adanya deviasi pada mata dan pengaruh fusi pada foria dan
arah deviasi.
Pasien melihat obyek pada jarak jauh, satu mata ditutup dan dibuka dengan
waktu singkat. Bila ada deviasi à bergerak ke luar atau ke dalam.
Pemeriksa mengikuti gerak an mata pada saat mata tersebut dibuka.
Heteroforia à deviasi laten diganggu fusinya dg dilakukan tutup buka mata
bergantian.
5) Tes Tutup Mata Berganti Prisma
Untuk mengukur derajat devasi mata. Pemeriksaan dilakukan seeperti pada
tes tutup berganti dengan menempatkan prisma pada mata yang berfiksasi
yang perlahan-lahan ditambah kekuatannya sehingga tidak terjadi pergerakan
mata bila dilakukan tes tutup berganti.
6) Tes Tutup Mata Lama
Untuk melihat adanya deviasi laten mata.
Bila dengan pemeriksaan biasa tidak ditemukan deviasi àditutup satu mata
15’.
> TES REFLEKS KORNEA
1) Metode Hirschberg
Pada pemeriksaan ini sumber cahaya (senter) diletakkan pada jarak 30 cm
dan diarahkan langsung pada kornea à amati jarak antar pusat kornea dan
refleks.
Pada kedudukan mata normal à refleks senter terlihat pada sisi dan
kedudukan yg sama pada kornea.
Desentrasi sinar 1 mm à deviasi 7°
Bila refleks terlihat pada limbus à deviasi 45°
Desentrasi 1’ à 7° = 15 Prisma Dioptri.
Refleks berada dekat tengah pupil à juling 5 - 6°.
Refleks berbeda : satu di tengah dan satu di tepi pupil à Juling 15°
= 30 Prisma Dioptri
Refleks di tepi pupil dan limbus à deviasi 25°
Refleks di tepi limbus à Juling 45° = 90 Prisma
Dioptri
Refleks di luar limbus à deviasi 60° - 80°
Refleks di pupil bag. Nasal à Juling ke luar
2) Metode Krimsky
Dilihat letak refleks pupil pada mata yang diperiksa dan dibandingkan letak
refleksnya pada mata sebelahnya.
Kemungkinan :
Bila tidak sama à juling
Koreksi :
Dengan meletakkan prisma pada satu mata atau kedua mata à
posisi refleks sinar simetris à derajat kejulingan.
3) Metode Perimeter
Dengan menggunakan busur Perimeter dan mata yang berfiksasi
mengarahkan pandangan pada titik fiksasi perimeter. Dilakukan
pergeseran sinar dengan meng- gunakan busur periemeter sehingga refleks
pupil pada mata yang berdeviasi terletak tepat di tengah pupil.
Busur perimeter tempat diletakkan lampu yg memberikan refleks tepat di
tengah pupil menunjukkan derajat deviasi mata yang juling.
4) Tes Lancaster Merah – Hijau
Pasien memakai kacamata merah-hijau
Lensa merah à sinar merah yg terlihat
Lensa hijau à sinar hijau yg terlihat
Penderita diminta memegang satu jenis sinar dg warna
tertentu dan diminta untuk menyatukan dg sinar yg diproyeksikan
oleh pemeriksa pada jarak 1 meter di depannya.
Dengan cara ini dapat diketahui beratnya ganguan kelemahan otot
penggerak bola mata.
5) Tes Lensa Bagolini Bergaris
Untuk penilaian korespondensi retina abnormal dan supresi.
Lensa Bagolini yg digunakan jernih dg letak garis saling tegak lurus (OD :
45° dan OS:135°)
Penderita diruruh melihat sumber cahaya jarak jauh dan baca.
Bila ortoforia à kedua garis tegak lurus berpotongan pada sumber
cahaya.
Bila mata berdeviasi dg korespondensi retina normal à kedua garis
bersilang.
dan persilangan tidak pada sumber cahaya à terlihat satu satu sumber
cahaya pada setiap garis.
Bila mata berdeviasi dengan korespondensi retina abnormal à terlihat
kekosongan di dekat persilangan pada garis lampu dengan
kedua garis lurus.
6) Tes Maddox Bersilang
Untuk menentukan derajat deviasi mata.
Penderita ditutup satu mata dengan lensa Maddox merah
Penderita disuruh berfiksasi pada sumber cahaya yg terdapat pada
Maddox bersilang.
Bila terlihat dua titik (satu merah, satu putih) à ada deviasi.
Besarnya deviasi = besar jarak antara lampu merah dan putih.
7) Tes Batang Maddox
Untuk menguji heteroforia dan tropia.
Mata pasien dipasang filter Maddox dan mata lainnya terbuka.
Pasien berfiksasi pada sebuah sumber cahaya dg jarak 5/6 meter atau
30 cm.
Mata yg dipasang batang Maddox akan melihat lampu menjadi garis.
Bila terlihat garis berimpit dengan lampu à Fusi dan kedudukan
mata normal.
8) Tes Near Point Accomodation (NPA)
Untuk mengetahui adanya faktor akomodasi pada juling.
Dengan memakai mistar skala prince, sebuah obyek diletakkan di depan
mata pasien dan digeser perlahan mendekati hidung. Saat pasien
mengatakan obyek kabur (menjadi dua), ukur jaraknya dan nyatakan
dalam Dioptri.
9) Tes Near Point Convergence (NPC)
Untuk melihat titik terdekat dilihat dengan kedua mata.
Mistar skala Prince diletakkan pada kantus luar dan perlahan-lahan target
fiksasi digeser kearah mata. Pada jarak tertentu mata akan berdeviasi ke
luar karena tidak mampu berkonvergensi lagi à pada keadaan ini jarak
diukur. NPC normal 70.mm.
10)Tes Prisma 4 Dioptri Base Out
Untuk menguji penglihatan tunggal.
Pada mata yang melihat serentak pada satu obyek dan salah satu mata
diletakkan prisma BO, maka mata yang terbuka akan berdeviasi keluar à
kedua mata berusaha melihat satu benda tetap tunggal atau
persepsi serentak.
11)Tes Wirst Stereo
Untuk melihat adanya supresi penglihatan.
Pasien memakai kacamata polaroid dan disuruh melihat gambar dengan
daya disparitas kecil yang berbeda-beda sehingga didapatkan
penglihatan stereopsis. Bila daerah supresi kecil maka stereopsis akan
lebih jelas, bila pasien melihat ganda à tidak terdapat supresi. Mata
yang dipakai kadang² mata dominan sehingga mengakibatkan supresi
pada mata lainnya.
12)Tes Wirth atau Titmus Stereo Fly
Untuk menilai penglihatan stereoskopis secara kasar.
Pasien memakai kacamata polaroid pada jarak baca dan disuruh melihat
kartu kupu²
dari Titmus dan Wirt. Bila pasien tidak dapat melihat lalat stereo 3 D à
tidak terdapat stereopsis.
Bila pasien melihat lalat stereo 3 D, seluruh binatang dan 1 – 6 lingkaran à
ada fusi dengan fusi perifer.
Bila dapat melihat 7 – 9 lingkaran à terdapat fusi sentral.
13)Tes Worth’s Four Dot
Untuk menguji fusi dan penglihatan stereopsis, penglihatan binokuler,
korespondensi retina abnormal, supresi pada satu mata dan juling.
Pasien memakai kacamata dengan filter merah pada mata kanan dan hijau
pada mata kiri, dengan jarak pemeriksaan 6 atau 5 meter dan 30 – 40
cm. Disuruh berfiksasi pada obyek berupa 4 buah lingkaran (1 M, 2
H dan 1 P), lingkaran putih akan terlihat merah oleh mata kanan
dan hijau oleh mata kiri, lampu merah hanya dapat dilihat oleh
mata kanan dan lampu hijau oleh mata kiri.
Kemungkinan :
Bila melihat 4 titik à penglihatan binokuler normal.
Bila melihat 5 titik à penglihatan binokuler dengan fusi ke
arah luar.
3 M dan 2 H bersilang à eksotropia
3 M dan 2 H tidak bersilang à esotropia
Bila melihat 2 M saja atau 3 H saja à supresi pada satu
mata
2 M saja à kanan dominan
3 H saja à kiri dominan
14)Tes Maddox Wing
Untuk pengukuran foria atau heterotropia. Pasien memakai filter Maddox
merah di satu matanya dan berfiksasi pada Maddox wing yang terdapat
lampu ditengahnya pada jarak dekat.
15)Tes Kaca Merah
Untuk melihat supresi dan korespondensi retina.
Pada satu mata pasien diletakkan filter merah dan diminta melihat satu
lampu pada jarak jauh (6 atau 5 meter).
Bila mata juling dan tajam penglihatan normal à melihat 2 sinar (putih
dan merah).
Bila kedua lampu terletak tidak bersilang à esodeviasi.
Bila kedua lampu bersilang à eksodeviasi.
Bila lampu merah terlihat pada titik yangsama dengan lampu putih à
korespondensi retina normal.
STEREOPSIS
 Pengertian :
Penglihatan 3D yang terjadi akibat terangsangnya bagian disparitas
horisontal retina secara bersamaan oleh sebuah obyek.
 Dasar : Disparitas (perbedaan) dan tidak tergantung pada komponen
motorik
 Fungsi Stereopsis
1. Memberikan lokasi kedalaman ruang yang tepat.
2. Memberikan kesan penglihatan 3D.

Anda mungkin juga menyukai