Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Mata adalah alat optik yang digunakan untuk melihat yang dimiliki oleh manusia
maupun hewan.Mata adalah satu-satunya alat optik yang canggih dan bukan buatan
manusia.Sifat bayangan pada mata adalah nyata, terbalik dan dapat diperkecil.Mata memiliki
bagian-bagian yang sifat dan fungsinya berbeda-beda. Berikut ini adalah bagian-bagian mata
antar lain:
a. Kornea, bersifat tembus pandang, selalu dibasahi oleh air mata yang dihasilkan oleh
kelenjar air mata dan berfungsi untuk melindungi lensa mata
b. Iris, disebut juga selaput pelangi kaena tiap manusia dari ras yang berbeda memiliki
warna iris yang berbeda. Iris mata sendiri memiliki fungsi untuk memberi warna mata.
c. Pupil, adalah celah lingkaran ditengah-tengah mata yang berfungsi sebagai shutter yaitu
tempat jalan masuk cahaya ke dalam rongga mata. Pupil bisa melebar dan menyempit
yang dipengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke mata.
d. Lensa mata, berfungsi untuk memfokuskan bayangan supaya jatuh diretina (bintik
kuning). Lensa mata bersifat cembung, tapi lensa mata bersifat lentur bisa berubah
menebal atau menipis karena dipengaruhi adanya otot-otot akomodasi. Kemampuan
menebal dan menipis disebut daya akomodasi.
e. Retina, berfungsi sebagai tempat jatuhnya bayangan hasil proyeksi lensa mata. Terdiri
atas bintik kuning yang peka terhadap cahaya karena mengandung jutaan sel syaraf.
f. Sel saraf, berfungsi menangkap sinyal visual dan mengirimnya kesaraf pusat penglihatan
otak. Ada dua macam sel saraf yaitu sel batang dan sel kerucut
KELAINAN REFRAKSI
Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan
sinar tidak difokuskan pada retina (bintik kuning).Untuk memasukkan sinar atau
bayangan benda ke mata diperlukan suatu system optik. Pada kelainan refraksi, sinar
tidak dibiaskan tepat pada retina akan tetapi dapat didepan atau belakang retina dan
mungkin tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk
myopia, hipermotroia dan astigmatisme. Dalam makalah kami ini kelainan refraksi yang
akan kami bahas adalah hipermetropia.
1.2 Rumusan masalah

Dalam bab selanjutnya akan dibahas beberapa hal yang menjadi rumusan masalah
diantaranya ialah:
a. Bagaimana konsep teori kelainan refraksi pada miopi dan hipermetropi
b. Bagaimana konsep asuhan keperawatan klien dengan kelainan refraksi hipermetropi
(berdasarkan NIC NOC 2015-2017)
1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
dan untuk menambah pemahaman tentang kelainan refraksi hipermetropi, baik oleh dipahami
oleh penulis maupun pembaca.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep teori
2

GANGGUAN REFRAKSI
Gangguan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana penglihatan terganggu karena terlalu
pendek atau teralu panjang bola mata sehingga mencegah cahaya terfokus dengan jelas pada
retina (Timby, Scherer dan Smith, 2000).
Gangguan refraksi mata adalah pembiasan sinar oleh media penglihatan yang terdiri dari kornea,
cairan mata, lensa, badan kara atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak
tepat didaerah macula lutea tanpa bantuan akomodasi, keadaan ini disebut Ametropia
(Mansjoer,A:1999).
Gangguan refraksi mata adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring dari satu
medium ke medium lain yang berbeda densitasnya. Penyimpangan tersebut terjadi pada
permukaan pembatas kedua medium tersebut yang dikenal sebagai permukaan refraksi
(Dorland,1996).
Kelainan refraksi adalah penurunan ketajaman penglihatan yang dapat dikoreksi dengan
kacamata. Ketajaman penglihatan dikatakan normal apabila mata tanpa akomodasi dapat dengan
jelas melihat gambar/tulisan pada jarak 6 meter dengan sudut pandang 5 derajat (sudut visualis)
Kelainan refraksi adalah suatu kondisis ketika sinar datang sejajar pada sumbu mata dalam
keadaan tidak berakomodasi yang seharusnya direfraksikan oleh mata tepat pada retina (macula
lutea), sehingga tajam penglihatan maksimum tidak direfraksikan oleh mata tepat pada retina
(macula lutea), baik itu didepan, dibelakang maupun tidak dibiaskan pada satu titik.
Kelainan refraksi menurut Timmby, Scherer dan Smith,E (2000) terbagi 2 yaitu:

Ametropia
adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi dimana mata yang dalam keadaan
tanpa akomodasi atau istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada focus yang tidak
terletak pada retina. Ametropia sendiri dapat ditemukan empat kelainan yaitu

miopia,hipermetropia, afakia dan astigmatisme.


Presbiopia
Adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat kelemahan otot
akomodasi, lensa meta tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sclerosis lensa.

Dalam pembahasan tugas kelompok ini, kami akan membahas gangguan refraksi Ametropia pada
kelainan hipermetropi.
2.1.1 Definisi
Gangguan refraksi hipermetropi adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke
mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di belakang
retina.
Hipermetropi atau rabun dekat adalah jenis kelaiinan mata yang menyebabkan penderitanya
dapat melihat obyek dari jarak jauh dengan sempurna, tapi pandangan menjadi kabur bila melihat
obyek berjarak dekat.Rabun dekat disebut juga mata plus atau hyperopia.
Hipermetropia merupakan gangguan penglihatan yang lebih disebabkan menurunnya
kemampuan otot dan saraf mata sehingga pengobatan dengan obat terapi mata alami dapat
menyembuhkan secara total.Mekanismenya adalah meremajakan kembali saraf, otot dan organorgan dimata agar berfungsi normal.
Hipermetropi atau rabun dekat adalah cacat mata yang mengakibatkan seseorang tidak dapat
melihat benda dari jarak dekat. Titik dekat pederita rabun dekat akan bertambah, tidak lagi
sebesar 25cm tapi mencapai jarak tertentu yang lebiih jauh.
2.1.2 Klasifikasi
Gangguan refraksi hipermetropi diklasifikasikan berdasarkan kemampuan akomodasi terbagi
menjadi:

Hipermetropia manifest
Adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang
memberikan tajam pengihatan normal. Terbagi atas:
o Hipermetropia manifest absolut adalah dimana kelainan refraksi tidak diimbangi
dengan akomodasi dan memerlukan kaca mata positif untuk melihat jauh.
Biasanya hipermetropi laten yang berakhir dengan hpermetropi absolut.
o Hipermetropi manifest fakultatif adalah kelainan hipermetropia dapat diimbangi
dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya
mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata yang
4

bila diberikan kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot
akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropi manifes yang masih

memakai tenaga akomodasi disebut hipermetropia fakultatif.


Hipermetropi laten
Kelainan hipermetropia tanpa siklopedia (atau dengan obat yang melemahkan
akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya bisa

diukur bila siklopedia.


Hipermetropia total
Hipermetropi yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklpedia.

Hipermetropi berdasarkan pada konfigurasi anatomi bola mata anatara lain:


Hipermetropi aksial, bola mata lebih pendek dari normal pada diameter antero-posterior,
meskipun media refraksi (misalnya lensa atau kornea) normal.
Hipermetropi kurvatura, adalah keadaan dimana kelengkungan lensa atau korneanya
lebih tipis dari normal dan power refraksinya turun. Sekitar setiap 1mm penurunan dari
radius kelengkungan tersebut menghasilkan hipermetropi 6D.
Hipermetropi indeks refraksi, adalah terjadinya penurunan dari densitas beberapa atau
seluruh bagian dari system optic mata, juga penurunan power refraksi mata. Biasanya
terjadi pada usia tua dan juga pada penderita diabetes terkontrol.

Hipermetropi berdasarkan kelainan refraksi terbagi atas:

Hipermetropi ringan: -0,25 s/d -3,00


Hipermetropi sedang: -3,25 s/d -6,00
Hipermetropi berat: -6,25 atau lebih

2.1.3 Etiologi
Penyebab hipermetropi adalah sebagai berikut:

Sumbu utama bola mata (antero-posterior) yang terlalu pendek. Biasanya terjadi karena
mikropthalmia, renitisnsentralis, atau ablasio retina (lapisan retina lepas kedepan
sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan)

Daya pembiasan bola mata yang terlalu kurang/lemah, diakibatkan gangguan-gangguan


refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa dan vitreus humor. Gangguan yang dapat
menyebabkan hipermetroi adalah perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga
kekuatan refraksi menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus
humor. Missal pada penderita diabetes militus terjadi hipermetropi jika kadar gula darah

dibawah normal.
Kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat atau berkurang, sehingga bayangan

difokuskan dibelakang retina.


Perubahan pposisi lensa, dalam hal ini posisi lensa menjdi lebih posterior.

2.1.4 Patofisiologi
Diameter antero-posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea dan lensa yang
lebih lemah dan perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar sejajar yang datang dari
obyek terletak jauh tak terhingga dibiaskan dibelakang retina.

Pathway hipermetropi

2.1.5 Manifestasi klinis


Tanda dan gejala klien dengan hipermetropi antara lain:

Secara obyektif klien sulit melihat pada jarak dekat. Akan mengeluh rabun dan tidak
jelas
Sakit kepala biasanya pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat jangka
panjang.
Penglihatan tidak nyaman (asthenopia), terjadi ketika harus fokus pada suatu jarak
tertentu untuk waktu yang lama.
Akomodasi akan lebih cepat lelah, terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.
Bila 3 dioptri atau lebih atau pada usia tua, klien akan mengeluh penglihatan kabur.
Penglihatan dekat akan lebih cepat buram, akan lebih terasa lagi pada keadaan kelelahan
atau penerangan yang kurang.
Eyestrain
Sensitive terhadap cahaya
Spasme akomodasi, yaitu terjadinya kram muskulus ciliaris diikuti penglihatan buram
intermiten.
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada klien dengan gangguan refraksi hipermetropi adalah sebagai berikut:

Kacamata, dilakukan koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam

penglihatan terbaik
Lensa kontak, diberikan pada anisometropia (hipermetropia tinggi)

2.1.7 Pemeriksaan diagnostic


Refraksi subyektif
Dengan metoda trial and error, jarak pemeriksaan 6 atau 5 meter atau 20 kaki, mata
diperiksa satu persatu dengan menggunakan kartu snellen, bila visus mata tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis positif. Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan
keluhan astenopia akomodativa dilakukan tes sikloplegik kemudian ditentukan
koreksinya.
Refraksi obyektif
o Retinoskopi, dengan lensa kerja +2.00, pemeriksa mengamati reflek fundus yang
bergerak searah dengan arah retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi
dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi.
o Autorefraktometer (computer)
8

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian

Identitas klien, meliputi:


o Nama
o Umur
o Jenis kelamin
o Agama
o Pendidikan
o Alamat
o Pekerjaan
o Status perkawinan
Riwayat kesehatan
o Keluhan utama, biasanya klien mengeluh pandangan kabur saat melihat dekat
seperti membaca
o Riwayat penyakit saat ini, penyakit kronis yang diderita saat ini misalnya Diabetes
Militus, saat kadar gulanya turun bisa terjadi hipermetropi
o Riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit kronis yang diderita Riwayat

penyakit keluarga, dikaji mengenai riwayat penyakit keluarga yang herediter


o Genogram, untuk mengetahui silsilah keluarga dan resiko penyakit herediter
Riwayat kesehatan lingkungan
DS: Pengkajian lingkungan sekitar bertujuan untuk mengetahui apakah klien hidup
dilingkungan yang kadar polusi dan paparan sinar UV nya tinggi. Dilingkungan seperti

tersebut akan beresiko tinggi terjadinya katarak.


Pengkajian pola aktifitas
DS/DO:Dalam aktifitas sehari-hari terganggu dikarenakan keluhan dari mata yang kabur
saat melihat dekat seperti aktifitas membaca
Pengkajian pola nutrisi
Pola eliminasi
Pola istirahat tidur, saat timbul gejala hipermetropi akan tersa pusing yang frontal dan
akan bertambah ketika keluhan hipermetropi yang parah
Pola kebersihan diri
Pola toleransi-koping stress
DS: Kadang klien akan terganggu pola pikirnya akibat keluhan/penyakit yang diderita
dikarenakan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita.
Pengkajian konsep diri
9

Pengkajian pola peran dan hubungan


Pola komunikasi
Pemeriksaan fisik, meliputi:
o Keadaan umum klien, meliputi:
- kesadaran diukur menggunakan skala GCS
- tensi, apakah didapatkan hipertensi/tidak
- nadi, didapatkan nadi normal/tachicardi/bradicardi
- suhu, didapatkan suhu normal/hipotermi/hipertermi
- respirasi, didapatkan respirasi normal/tachipneu
- tinggi badan
- berat badan, didapatkan BB normal/kurang/obesitas
o Kepala
o Mata
DO: Saat inspeksi akan tampak pengembunan seperti mutiara keabu-abuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak (Smeltzer 2000).
o Hidung
o Mulut dan tenggorokan
o Telinga
o Leher
o Jantung
o Paru-paru
o Payudara dan ketiak
o Punggung dan tulang belakang
o Abdomen
o Genetalia dan anus
o Extremitas
o System neurologi
o Kulit dan kuku
Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan kartu mata snellen/mesin teebinokuler
o Lapang penglihatan, terjadi penurunan penglihatan
o Oftalmoskopi
o Darah lengkap dan LED
o Tes toleransi glukosa

10

Pathway hipermetropi

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada kasus hipermetropi adalah

Gangguan rasa nyaman pusing (00214)


11

Nyeri akut (00132)


Resiko cidera (00035)

2.2.3 Intervensi
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain:
1. Gangguan rasa nyaman pusing (00214)
NOC:
o Tingkat ketidaknyamanan (2109)
o Fungsi sensori penglihatan (2404)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 3x24 jam, klien akan merasa
lebih nyaman dengan indikasi sebagai berikut
- Klien merasa lebih nyaman dengan kondisinya sekarang
- Klien mengatakan tidak pusing/ berkurang
- Klien dapat melakukan aktifitas sehai-hari
NIC :Manajemen Nyeri (1400)
Aktivitas keperawatan :

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.


Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien.
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan.


Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi

dan interpersonal).
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri.
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
Tingkatkan istirahat

12

Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri

tidak berhasil.
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.

Analgesic Administration (2210)


Aktivitas keperawatan :
Tentukan lokasi,karakteristik,kualitas dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat.
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi.
Cek riwayat alergi.
Pilih analgesik yang diperlukan atau kominasi dari analgesikketika

pemberian lebih dari satu.


Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,dan dosis optimal.
Pilih rute pemberian secara IV,IM untuk pengobatan nyeri secara

teratur.
Monitor vital sign seelum dan sesudah pemberian analgesik pertama

kali.
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping).

2. Nyeri akut
NOC:
Tingkat Nyeri (2102)
Kontrol Nyeri (1605)
Efek yang mengganggu (2101), yang dibuktikan dengan indikator sebagai berikut
(1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering/selalu)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 3x24 jam klien akan mampu
mengontrol nyeri post operasi dengan ditunjukkan dengan kriteria hasil

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)


Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal

NIC :
13

Manajemen Nyeri (1400)


Aktivitas keperawatan :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.


Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien.
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan.


Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi

dan interpersonal).
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri.
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri

tidak berhasil.
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.

Analgesic Administration (2210)


Aktivitas keperawatan :
Tentukan lokasi,karakteristik,kualitas dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat.
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi.
Cek riwayat alergi.
Pilih analgesik yang diperlukan atau kominasi dari analgesikketika

pemberian lebih dari satu.


Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,dan dosis optimal.
Pilih rute pemberian secara IV,IM untuk pengobatan nyeri secara

teratur.
Monitor vital sign seelum dan sesudah pemberian analgesik pertama

kali.
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping).
14

3. Resiko cedera
NOC:
o Kontrol resiko gangguan penglihatan (1916)
o Perilaku: pecegahan jatuh (1909)
Setelah dilakukan tindakan minimal 3x24 jam, klien dapat mengetahui tindakan
untuk mengontrol resiko cedera. Yang ditandai dengan kriteria
-

Klien mampu mengatasi resiko jatuh


Mampu mengenali perubahan status kesehatan

NIC: Peningkatan komunikasi: kurang penglihatan (4974)


o Identifikasi kebutuhan keamanan klien sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
o
o
o
o
o
o
o

kognitif klien
Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien
Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
Sediakan ruangan dengan pencahayaan cukup
Minimalkan cahaya silau
Bantu klien untukmeningkatkan stimulasi indera-indera lainnya
Gambarkan lingkungan yang baru kepada klien
Hindara menata ulang ruangan tanpa memberitahu klien

2.2.4

Implementasi

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien.Agar implementasi/pelaksanaan dapat tepat
waktu dan efektif, maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, mamantau dan
mencatat

respon

pasien

terhadap

setiap

intervensi

yang

dilakukan

serta

mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.


2.2.5

Evaluasi

Yang perlu dievaluasi pada mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah
terdapat :
Nyeri yang menetap atau bertambah
Kebutuhan akan rasa nyaman terpenuhi

15

Mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan,


tindakan perawatan diri preventif.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipermetropi atau rabun dekat dalah cacat mata yang mengakibatkan seseorang
tidak dapat melihat benda pada jarak dekat.Penyebab penyakit hipermetropi yaitu sumbu
utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah,
kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat, perubahan posisi lensa.Komplikasi yang
dapat terjadi adalah esotropia atau juling ke dalam yang diakibatkan akomodasi yang
terus menerus dan glaucoma.
3.2 Saran
Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting bagi kehidupan
manusiadan penglihatan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kwalitas
hidup manusia. Tanpa mata manusia mungkin tidak dapat melihat sama sekali apa yang
ada disekitarnya, maka dari itu jagalah mata.

16

DAFTAR PUSTAKA

Diagnosis Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 edisi 10, EGC 2014
Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah vol 3.EGC:Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan Medikal Bedah, EGC:Jakarta
Moorhead Johnson, Maas Swanson : NOC Edisi Bahasa Indonesia Edisi Kelima , Elsevier
Bulechek Butcher, Dochterman Wagner : NIC Edisi Bahasa Indonesia Edisi Keenam, Elsevier

17

18

Anda mungkin juga menyukai