TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Definisi
Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang
menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di belakang
retina. Gangguan ini terjadi pada diameter anteroposterior bola mata yang pendek sehingga jarak
antara lensa dan retina juga pendek dan sinar difokuskan di belakang retina. Hal ini menyebabkan
kesulitan melihat objek dekat dan disebut farsightedness atau hyperopia (Indriani Istiqomah, 2004
: 205).
Hipermetropi adalah cacat mata yang disebabkan oleh lensa mata terlalu pipih sehingga bayangan
dari benda yang dekat jatuh dibelakang retina. Hipermetropi disebut pula juga rabun dekat,
karena tidak dapat melihat benda yang jaraknya dekat. Penderita hipermetropi hanya mampu
melihat jelas benda yang jauh. Untuk menolong penderita hipermetropi, dipakai kacamata lensa
cembung (lensa positif). (Abdullah, Mikrajuddin, dkk, 2007. IPA Terpadu SMP dan MTS.Tanpa
Hipermetropi atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana
sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak dibelakang retina. Pada
hipermetropia sinar sejajar difokuskan di belakang makula lutea (Sidarta Ilyas, 2010 : 78).
2.3 Etiologi
a. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata
c. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias kurang pada sistem optik mata (Sidarta
ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan
tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolute ditambah dengan
dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif
untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia
absolute ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut
dimana kelainan hipermetropia dengan diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata
positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropi fakultatif akan melihat normal tanpa kaca
mata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan
istirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai
hipermetropia fakultatif.
dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau dengan obat yang melemahkan akomodasi)
diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan
sikloplegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua
seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia
fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari
diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya
hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia. (Sidarta Ilyas, 2010 :
78-79).
2.5 Patofisiologi
Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah,
kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi lensa dapat menyebapkan sinar
yang masuk dalam mata jatuh di belakang retina sehingga penglihatan dekat jadi terganggu
2.6 Komplikasi
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia dan glaukoma.
Esotropia atau juling ke dalam dapat terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi.
Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit kepala,
silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda. Pasien hipermetropia sering disebut sebagai pasien
rabun dekat.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena
terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di
belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif.
Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergasi dan
mata akan seering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam (Sidarta Ilyas,
2010 : 79).
a. subjektif :
1) kabur bila melihat dekat
2) mata cepat lelah, berair, sering mengantuk dan sakit kepala (astenopia akomodatif).
b. objektif :
2) bilik mata depan lebih dangkal (Indriani Istiqomah, 2004 : 206).
2.7 Penatalaksanaan
sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajaman penglihatan
normal.
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi hipermetropia total. Bila
terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka diberikan kacamata koreksi positif
kurang.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis positif terkuat atau lensa
positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila pasien dengan + 3.0
ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata +
3.25. Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata. Pada pasien dimana akomodasi masih sangat
kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan
sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka
Pada pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih
masih mampu melalukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien dengan
banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada pasien yang telah lanjut, akan
memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata
Pada pasien ini diberikan kacamata sferis positif terkuat yang memberikan penglihatan maksimal.
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia dan glaucoma.
Estropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma
sekunder terjadi akibat hipertrofi otot silisr pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik
a. refraksi subjektif, metode “trial and error” dengan menggunakan kartu snellen, mata
diperiksa satu persatu, ditentukan visus masing-masing mata, pada dewasa dan visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis positif. Pada anak-anak dan remaja dengan dengan visus 6/6 dan
b. Refraksi objektif, retinoskop dengan lensa kerja S +2.00 pemeriksa mengawasi reaksi fundus
yang bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop (agains movement) kemudian dikoreksi
dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi, autorefraktometer (computer). (Indriani
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
umur, pekerjaan perlu dikaji terutama pada pekerjaan yang memerlukan penglihatan ekstra dan
pada pekerjaan yang membutuhkan kontak dengan cahaya yang terlalu lama, seperti operator
pandangan atau penglihatan kabur, kesulitan memfokuskan pandangan, epifora, pusing, sering
lelah dan mengantuk dan terjadi astenopia akomodasi yang menyebabkan klien lebih sering
beristirahat.
Diagnosa yang dapat diambil pada kasus hipermetropia adalah sebagai berikut :
a. Gangguan rasa nyaman (pusing) berhubungan dengan usaha memfokuskan pandangan
b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan kemampuan memfokuskan sinar
pada retina
c. Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan (Indriani Istiqomah, 2004 : )
4.3 Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman (pusing) berhubungan dengan usaha memfokuskan pandangan
Tujuan :
Kriteria hasil :
2) Klien mengenal gejala gangguan sensori dan dapat berkompensasi terhadap perubahan yang
terjadi.
Intervensi :
1) Jelaskan penyebab pusing, mata lelah. Rasional : mengurangi kecemasan dan meningkatkan
2) Anjurkan klien agar pasien cukup istirahat dan tidak melakukan aktivitas membaca terus
3) Gunakan lampu atau penerangan yang cukup (dari atas dan belakang) saat membaca.
pada retina
Tujuan :
2) Klien mengenal gangguan sensori yang terjadi dan melakukan kompensasi terhadap
perubahan
Intervensi :
penyebab mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif
2) Lakukan uji ketajaman penglihatan. Rasional : mengetahui visus dasar klien dan
3) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lensa kontak atau kacamata bantu atau
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
1) Jelaskan tentang kemungkinan yang terjadi akibat penurunan tajam penglihatan. Rasional :
perubahan ketajaman penglihatan dan kedalaman persepsi dapat meningkatkan risiko cidera
3) Batasi aktivitas seperti mengendarai kendaraan pada malam hari. Rasional : mengurangi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa miopi adalah suatu kondisi ketika kemampuan
refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa
adanya kelainan pada bola mata yang terlalu pendek, indeks bias yang kurang dan kelengkungan
kornea yang kurang. Pasien hipermetropia biasanya mengalami kekaburan jika melihat di jarak
yang dekat dan jauh, sakit kepala, silau dan rasa juling.
4.2 Saran
memperhatikan konsumsi vitamin A, banyak beolahraga dan meminimalkan kerja mata agar tidak
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia
Vaughan dan Asbury. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC.
Penyakit Hipermetropi adalah kelainan refraksi mata dimana bayangan dari sinar yang masuk kemata jatuh
dibelakang retina. Penderita kelainan mata tidak dapat membaca pada jarak yang normal (30 cm) dan harus
menjauhkan bahan bacaanya untuk dapat membaca secara jelas. Sistem pakar adalah sistem yang berusaha
menambah pengetahuan manusia ke komputer yang dirancang untuk memodelkan kemampuan menyelesaikan
masalah seperti layaknya pakar. Sistem pakar adalah sistem perangkat lunak komputer dengan menggunakan
ilmu, fakta dan teknik berfikir dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
biasanya hanya dapat diseleaikan oleh tenaga ahli dalam bidang yang bersangkutan. Adapun tujuan yang akan
dicapai adalah untuk membuat aplikasi sistem pakar yang berguna sebagai alat bantu untuk mendapatkan