Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

PRESBIOPIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik KMB

Oleh:
KEPERAWATAN A
Adriana Febriani
70300117016

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(..........................) (.............................)

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2020
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi
Presbiopia merupakan keadaan dimana semakin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata seiring dengan bertambahnya usia.
Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan
kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa
sehingga terjadi gangguan akomodasi Pada presbiopia terjadi kekakuan lensa
seiring dengan bertambahnya usia, sehingga kemampuan lensa untuk
memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut menyebabkan
pandangan kabur saat melihat dekat. (AOA, 2011).
Presbiopi atau mata tua yang disebabkan karena daya akomodasi lensa
mata tidak bekerja dengan baik akibatnya lensa mata tidak dapat memfokuskan
cahaya ke titik kuning dengan tepat. sehingga mata tidak bisa melihat yang jauh
maupun dekat. daya akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk
mencembung dan memipih.(Ilyas S, 2010)

Gambar 1 : Skema Presbiopi

B. Anatomi Dan Fisiologi


Menurut Pearce, Evelyn C. (2010) Indra penglihatan yang terletak
pada mata ( organ visus ) yang terdiri dari organ okuli assesoria (alat bantu mata)
dan okulus (bola mata). Saraf indra penglihatan, saraf optikus, muncul dari sel
sel ganglion dalam retina, bergabung untuk membentuk saraf optikus.
1. Organ Okuli Assesoria
Organ okuli assesoria (alat bantu mata), terdapat di sekitar bola mata
yang sangat erat hubungannya dengan mata, terdiri dari :
a. Kavum orbita, merupakan rongga mata yang bentuknya seperti
kerucut dengan puncaknya mengarah ke depan dan ke dalam.
b. Supersilium (alis mata) merupakan batas orbita dan potongan kulit
tebal yang melengkung , ditumbuhi oleh bulu pendek yang berfungsi
sebagai kosmetik atau alat kecantikan dan sebagai pelindung mata
dari sinar matahari yang sangat terik.
c. Palpebra (kelopak mata) merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah
kulityang terletak didepan bulbus okuli. Kelopak mata atas lebih
besar dari pada kelopak mata bawah. Fungsinya adalah pelindung
mata sewaktu-waktu kalau ada gangguan pada mata.
d. Aparatus lakrimalis (air mata). Air mata dihasilkan oleh kelenjar
lakrimalis superior dan inferior. Melalui duktus ekskretorius lakrimalis
masuk ke dalam sakus konjungtiva. Melalui bagian depan bola mata
terus ke sudut tengah bola mata ke dalam kanalis lakrimalis mengalir
ke duktus nasolakrimatis terus kemeatus nasalis inferior.
e. Muskulus okuli (otot mata) merupakan otot ekstrinsik mata terdiri dari :
1) Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya
mengangkat kelopak mata.
2) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk
menutup mata.
3) Muskulus rektus okuli inferior, fungsinya untuk menutup mata.
4) Muskulus rektus okuli medial, fungsinya menggerakan bola mata.
5) Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakan bola
mata kedalam dan ke bawah.
6) Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke
atas, ke bawah dan ke luar.
7) Konjungtiva.
Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva palpebra,
merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan
kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi.
Pada konjungtiva ini sering terdapat kelenjar limfe dan pembuluh
darah.
2. Okulus
Okulus (mata) meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus optikus
saraf otak, merupakan saraf otak yang menghubungkan bulbu okuli
dengan otak dan merupakan bagian penting organ visus.
3. Tunika okuli
Tonika okuli terdiri dari :
a. Kornea, merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita
dapat melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea lebih tebal
dari sklera, terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika
anterior (bowmen), 3 subtansi propia, 4 lamina elastika posterior, dan
5 endotelium. Kornea tidak mengandung pembuluh darah peralihan,
antara kornea ke sclera.

b. Sklera, merupakan lapisan fibrosa yang elastis yang merupakan


bagian dinding luar bola mata dan membentuk bagian
putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva.
4. Tunika vaskula okuli
Tunika vaskula okuli merupakan lapisan tengah dan sangat peka
oleh rangsangan pembuluh darah. Lapisan ini menurut letaknya terbagi
menjadi 3 bagian yaitu :
a. Koroid, merupakan selaput yang tipis dan lembab merupakan bagian
belakang tunika vaskulosa. Fungsinya memberikan nutrisi pada
tunika.
b. Korpus siliaris, merupakan lapisan yang tebal, terbentang
mulai dari ora serata sampai ke iris. Bentuk keseluruhan seperti
cincin, dan muskulus siliaris. Fungsinya untuk terjadinya akomodasi.
c. Iris, merupakan bagian terdepan tunika vaskulosa okuli, berwarna
karena mengandung pigmen, berbentuk bulat seperti piring dengan
penampang 12 mm, tebal 12 mm, di tengah terletak bagian
berlubang yang disebut pupil. Pupil berguna untuk mengatur cahaya
yang masuk ke mata, sedangkan ujung tepinya melanjut sampai
korpus siliaris. Pada iris terdapat 2 buah otot:Muskulus sfingter pupila
pada pinggir iris, muskulus dilatator pupila terdapat agak pangkal iris
dan banyak mengandung pembuluh darah dan sangat mudah
terkena radang, bisa menjalar ke korpus siliaris.
5. Tunika nervosa
Tunika nervosa merupakan lapisan terdalam bola mata, disebut retina.
Retina dibagi atas 3 bagian :
a. Pars optika retina, dimulai dari kutub belakang
bola mata sampai di depan khatulistiwa bola mata.
b. Pars siliaris, merupakan lapisan yang dilapisi bagian dalam korpus siliar.
c. Pars iridika melapisi bagian permukaan belakang iris.

C. Etiologi
Menurut Ilyas, S, (2015). Proses melihat dimulai saat mata menangkap
cahaya yang memantul dari suatu objek. Cahaya tadi akan menembus selaput
bening mata (kornea), dan diteruskan ke lensa yang terletak di belakang selaput
pelangi (iris). Kemudian, lensa akan membengkokkan cahaya agar fokus ke
retina, yang akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik ini akan
dikirim ke otak, yang akan memproses sinyal menjadi sebuah gambar.
Lensa mata dikelilingi otot yang bersifat elastis, sehingga bisa mengubah
bentuk lensa untuk memfokuskan cahaya. Namun seiring bertambahnya usia,
otot di sekitar lensa mata akan kehilangan elastisitasnya dan mengeras. Kondisi
mengerasnya otot-otot lensa itu lah yang menyebabkan presbiopi. Lensa menjadi
kaku dan tidak bisa berubah bentuk, membuat cahaya yang masuk ke retina
tidak fokus. (Istiqamah, 2014).
Menurut American Academy Of Pthalmology,(2010). Ada beberapa faktor
yang memperbesar risiko seseorang menderita presbiopi, yaitu sebagai berikut :
1. Usia. Hampir semua orang akan mengalami gejala presbiopi setelah usia 40
tahun
2. Obat-obatan. Beberapa obat seperti antihistamin, antidepresan, dan diuretik
dihubungkan dengan gejala presbiopi prematur, yaitu presbiopi pada individu
di bawah usia 40 tahun.
3. Penyakit. Diabetes, multiple sclerosis, atau penyakit jantung dan pembuluh
darah dapat meningkatkan risiko presbiopi prematur

D. Patofisiologi
Cahaya masuk ke mata dan dibelokkan (refraksi) ketika melalui
korneadan struktur-struktur lain dari mata (kornea, humor aqueus, lensa,
humorvitreus) yang mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di
retina. Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang
jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Penglihatan
dekat memerlukan kontraksi dari cilliary body, yang bisa memendekkan jarak
antara kedua sisi cilliary body yang diikuti relaksasi ligament pada lensa. Lensa
menjadi lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina.(Sjamsu
Budiono, 2013)
Pada mata presbiopia yang dapat terjadi karena kelemahan otot
akomodasi atau lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya,
menyebabkan kurang bisa mengubah bentuk lensa untuk memfokuskan
matasaat melihat. Akibat gangguan tersebut bayangan jatuh di belakang retina.
Karena daya akomodasi berkurang, maka titik dekat mata makin menjauh
(Istiqamah, 2014).
Akomodasi suatu proses aktif yang memerlukan usaha otot, sehingga
dapat lelah. Jelas musculus cilliary salah satu otot yang terlazim digunakan
dalam tubuh. Derajat kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan jelas terbatas
dan sinar cahaya dari suatu objek yang sangat dekat individu tak dapat dibawa
ke suat focus di atas retina, bahkan dengan usaha terbesar. Titik terdekat
dengan mata, tempat suatu objek dapat dibawa ke focus jelas dengan
akomodasi dinamai titik dekat penglihatan. Titik dekat berkurang
selama hidup, mula-mula pelan pelan dan kemudian secara cepat dengan
bertambahnya usia, dari sekitar 9 cm pada usia 10 tahun sampai sekitar 83 cm
pada usia 60 tahun. Pengurangan ini terutama karena peningkatan kekerasan
lens, dengan akibat kehilangan akomodasi karena penurunan terus-menerus
dalam derajat kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan. Dengan berlalunya
waktu, individu normal mencapa usia 40-45 tahun, biasanya kehilangan
akomodasi, telah cukup menyulitkan individu membaca dan pekerjaan dekat.
(American Academy Of Pthalmology, 2010)
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks
lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur
maka lensa menjadi lebih keras (sklerotik) dan kehilangan elastisitasnya untuk
menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
(Sjamsu Budiono, 2013)

Gambar 4. Akomodasi lensa


E.Tanda dan Gejala
Karena daya akomodasi berkurang, maka titik dekat mata makin menjauh
dan pada awalnya klien akan kesulitan membaca dekat. Dalam upaya untuk
membaca lebih jelas, maka klien cenderung menegakkan punggungnya atau
menjauhkan objek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekat klien, dengan
demikian objek dapat dibaca lebih jelas. Klien akan memberikan keluhan setelah
membaca mata lelah, berair dan sering merasa pedas (Istiqamah, 2014).
Gejala umumnya adalah sukar melihat pada jarak dekat yang biasanya
terdapat pada usia 40 tahun, di mana pada usia ini amplitudo akomodasi pada
klien hanya menghasilkan titik dekat sebesar 25 cm. Pada jarak ini seseorang
emetropia yang berusia 40 tahun dengan jarak baca 25 cm akan menggunakan
akomodasi maksimal sehingga menjadi cepat lelah, membaca dengan
menjauhkan kertas yang dibaca, dan memerlukan sinar yang lebih terang
(Masjoer, dkk 2011).
Ketika individu menjadi presbiopia mereka mendapati perlu memegang
buku, majalah, surat kabar, daftar menu dan bahan bacaan lain agak jauh agar
fokus dengan sebaik baiknya. Ketika mereka melakukan pekerjaan dekat, seperti
menyulam atau menulis tangan, mereka mungkin merasa sakit kepala atau
kelelahan mata, atau merasa letih.(Smletzer, 2010)
Gejala pertama kebanyakan orang presbiopia adalah kesulitan membaca
huruf cetak yang halus, terutama sekali dalam kondisi cahaya redup; kelelahan
mata ketika membaca dalam waktu yang lama; kabur pada jarak dekat atau
pandangan dikaburkan sebentar ketika mengalihkan di antara jarak pandang.
Banyak penderita presbiopia telah lanjut mengeluh lengan mereka dirasa
menjadi too short untuk memegang bahan bacaan pada jarak yang nyaman.
Lebih singkatnya tanda dan gejala presbiopi antara lain. (AOA, 2011);
1. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair dan sering terasa pedih.
Bisa juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu
lama.
2. Menyipitkan mata saat membaca
3. Membaca dengan cara menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan
tampak kabur pada jarak baca yang biasa.
4. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam
hari
5. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca.
6. Terganggu secara emosional dan fisik

F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Menurut Sjamsu Budiono, (2013) Adapun pemeriksaan diagnostik/
penunjang pada presbiopia adalah sebagai berikut :
1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopi
2. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan Kartu Snellen
a. Cara Pemeriksaan
1) Pasien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen dengan satu
mata ditutup.
2) Pasien diminta membaca huruf yang tertulis di kartu, mulai dari
baris paling atas ke bawah, dan ditentukan baris terakhir yang
masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar
3) Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar),
maka dilakukan uji hitung jari dari jarak 6 m.
4) Jika pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m,
maka jarak dapat dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak
penguji dengan pasien satu meter.
5) Jika pasien tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan
dari jarak satu meter.
6) Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan
uji dengan arah sinar
7) Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,
maka dikatakan penglihatannya adalah nol (0) atau buta total.
b. Penilaian
1) Tajam penglihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat
membaca seluruh huruf dalamkartu snellen dengan benar.
2) Bila baris yang dapat dibaca seluruhnya bertanda 30, maka
dikatakan tajam penglihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat
melihat pada jarak 6 m yang oleh orang normal huruf tersebut
dapat dilihat pada jarak 30 m.
3) Bila dalam uji hitung jari, pasien hanya dapat melihat atau
menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 m,
maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60. Jari terpisah dapat
dilihat orang normal pada jarak 60 m. Orang normal dapat
melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 m. Bila
mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter,
berarti tajam penglihatan adalah 1/300.
4) Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melih
atlambaian tangan, maka dikatakan sebagai 1/~. Orang normal
dapatmelihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.
3. Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Dilakukan pada satu mata secara bergantian, biasanya dimulai
dengan mata kanan kemudian mata kiri. Dilakukan setelah tajam
penglihatan diperiksa dan diketaui terdapat kelainan refraksi
a. Cara Pemeriksaan
1) Pasien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen
2) Satu mata ditutup, dengan mata yang terbuka pasien diminta
membaca baris terkecil yang masih dapat dibaca.
3) Pada mata yang terbuka diletakkan lensa positif +0,50 untuk
menghilangkan akomodasi pada saat pemeriksaan. kemudian
diletakkan lensa positif tambahan, dikaji :
a) Bila penglihatan tidak bertambah baik, berarti pasien tidak
hipermetropia.
b) Bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang
ditambah perlahan-lahan bertambah baik, berarti pasien
menderita hipermetropia. Lensa positif terkuat yang masih
memberikan ketajaman terbaik merupakan ukuran lensa koreksi
untuk mata hipermetropia tersebut.
c) Bila penglihatan tidak bertambah baik, maka diletakkan lensa
negatif. Bila menjad jelas, berarti pasien menderita myopia.
Ukuran lensa koreksi adalah lensa negatif teringan yang
memberikan ketajamam penglihatan maksimal.
d) Bila baik dengan lensa negatif maupun positif penglihatan tidak
maksimal (penglihatan tidak dapat mencapai 6/6), maka
dilakukan uji pinhole. Letakkan pinhole di depan mata yang
sedang diuji dan diminta membaca baris terakhir yang masih
dapat dibaca sebelumnya. Bila :
i. Pinhole tidak memberikan perbaikan, berarti mata tidak
dapat dikoreksi lebih lanjut karena media penglihatan
keruh, terdapa tkelainan pada retina atau saraf optik.
ii. Terjadi perbaikan penglihatan, maka berarti terdapat
astigmatisme atau silinder pada mata tersebut yang belum
mendapat koreksi
e) Bila pasien astigmatisme , maka pada mata tersebut dipasang
lensa positif yang cukup besar untuk membuat pasien
menderita kelainan refraksi astigmatismus miopikus.
f) Pasien diminta untuk melihat kartu kipas astigmat dan ditanya
garis pada kipas yang paling jelas terlihat.
g) Bila pebedaan tidak terlihat, lensa positif diperlemah sedikit
demi sedikit hingga pasien dapat melihat garis yang terjelas dan
kabur.
h) Dipasang lensa silinder negative dengan sumbu sesuai dengan
garis terkabur pada kipas astigmat
i) Lensa silinder negative diperkuat sedikit demi sedikit pada sum
bu tersebut hingga sama jelasnya dengan garis lainnya.
j) Bila sudah sama jelasnya, dilakukan tes kartu snellen kembali.
k) Bila tidak didapatkan hasil 6/6, maka mungkin lensa positif yang
diberikan terlalu berat, harus dikurangi perlahan-lahan, atau
ditambah lensa negative perlahan-lahan sampai tajam
penglihatan menjadi 6/6. Derajat astigmat adalah ukuran lensa
silinder negative yang dipakai hingga gambar kipas astigmat
tampak sama jelas.
4. Pemeriksaan Presbiopia
Untuk usia lanjut dengan keluhan dalam membaca, dilanjutkan
dengan pemeriksaan presbiopia. Cara Pengujian (Masjoer, dkk 2011):
a. Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan koreksi kelainan refraksi bila
terdapat myopia, hipermetropia, atau astigmatisma, sesuai prosedur
diatas.
b. Pasien diminta membaca kartu baca pada jarak 30-40 cm (jarak baca).
c. Diberikan lensa mulai +1 dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf
terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.
d. Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu.
G. Komplikasi
Jika dibiarkan tidak ditangani presbiopi bisa menimbulkan komplikasi
berupa astigmatisme, yaitu kondisi penglihatan yang kabur akibat kelengkungan
kornea yang tidak sempurna. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi adalah miopi
(rabun jauh) dan hiperopia (rabun dekat). (Istiqamah, 2014).

H. Penatalaksanaan
Menurut (AOA, 2011) penatalaksanaan pada persbiopia adalah sebagai
berikut ;
1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi adalah untuk
mengompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek
yang dekat.
2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahkan dengan lensa positif
sesuai usia dan hasil pemeriksaan subyektif sehingga pasien mampu
membaca tulisan pada kartu Jaeger 20/303.
3. Karena jarak biasanya 33 cm, maka adisi + 3,00 D adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak
melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan
yang dibaca terletak pada titik focus lensa +3,00 D.
Usia ( tahun) Kekuatan lensa positif yang ditimbulkan
40 tahun + 1.00 D
45 tahun +1,50 D
50 tahun + 2,00 D
55 tahun + 2,50 D
60 tahun + 3.00 D

4. Selain kacamata untuk kelainan presbiopi saja, ada beberapa jenis lensa lain
yang digunakan untuk mengoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada
bersamaan dengan presbiopi, ini termasuk :
a. Bifokal, untuk mengoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif
b. Trifocal, untuk mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa
yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
c. Bifocal kontak, untuk mengoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian
bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan
hasil koreksinya/
d. Monovision kontak, lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan,
dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata
yang dominan umumnya adalah mata yang digunakan untuk focus pada
kamera untuk mengambil foto.
e. Monovision modified, lensa kontak bifocal pada mata non-dominandan
lensa kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata
digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.
f. Pembedahan, refraktif seperti keratoplasti konduktif LASIK, LASEK dan
karatektomi fotorefrakti

I. Prognosis
Hampir semua pasien presbiopi dapat berhasil dalam menggunakan
salah satu pilihan penatalaksanaan. Dalam beberapa kasus (misalnya, pasien
presbiopi yang baru menggunakan kacamata, pemakai lensa kontak pasien yang
memiliki riwayat kesulitan beradaptasi dengan koreksi visual), tambahan
kunjungan untuk tidak lanjut mungkin diperlukan. Selama kunjungan tersebut,
dokter mata dapat memberikan anjuran kepada pasien, verifikasi resep lensa dan
penyesuaian bingkai. Kadang-kadang perubahan dalam desain lensa diperlukan.
(American Academy Of Pthalmology, 2010).
J. Pathway

Usia bertambah
Penurunan kekuatan otot
Proses penuaan cilliary (otot yang
membelokkan dan
Pengerasan lensa mata (sclerosis) meluruskan lensa)

Penurunan elastisitas lensa mata


Kelemahan otot
akomodasi
Penurunan daya akomodasi lensa mata

Terlalau lama membaca, Bayangan benda tidak fokus


mnulis, menjahit,dsb
Pandangan jadi kabur/ tidak jelas
Sakit kepala, pusing

Penurunan kemampuan melihat Resiko cedera


Gangguan rasa nyaman ( dekat maupun jauh)

Gangguan persepsi
sensori / nyeri akut

Sumber : Ilyas S, (2015)


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut (Istiqamah, 2004). adapun pengakjian pada presbiopia adalah
sebagai berikut :
1. Data Demografi
a. Umur, presbiopia dapat terjadi mulai asia 40 tahun.
b. Pekerjaan, perlu dikaji terutama pada pekerjaan yang memerlukan pengl
ihatan
ekstra dan pada pekerjaan yang membutuhkan kontak cahayayang terla
lu lama, seperti operator computer, reparasi jam.
2. Keluhan yang Dirasakan
a. Pandangan atau penglihatan kabur
b. Kesulitan memfokuskan pandangan
c. Epifora, menunjukkan adanya air mata berlebihan sehingga melimpah
keluar.
d. Pusing atau sakit kepala
e. Mata lelah dan mengantuk
f. Mata sering terasa pedas setelah membaca
3. Keadaan atau Status Okuler Umum
a. Apakah klien mengenakan kacamata atau lensa kontak.
b. Di mana klien terakhir dikaji.
c. Apakah klien sedang mendapat asuhan teratur seorang ahli oftalmologid.
d. Kapan pemeriksaan mata terakhir.
e. Apakah tekanan mata diukur.
f. Apakah klien mengalami kesulitan membaca focus ) pada jarak
dekat atau jauh.
g. Apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton TV.
h. Bagaimana dengan masalah membedakan warna,
atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer.
i. Apakah klien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata
j. Masalah mata yang tedapat pada keluarga klienk.
k. Penyakit mata apa yang terakhir diderita
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum klien : composmentis
b. Sistem pernafasan : pernafasan klien normal
c. Sistem kardiovaskuler : biasanya klien memiliki riwayat hipertensi
d. Sistem perncernaan : normal
e. Sistem indra
1) Mata
Kesulitan membaca tulisan dengan huruf yang kecil, menjauhkan
bacaan pada saat membaca, mampu membedakan warna, bisa
menggerakan bola mata kesegala arah, mata tampak bersih, tidak
ada nyeri tekan.
2) Hidung
a) Mampu membedakan berbagai macam aroma.
b) Tidak ada sekret.
3) Telinga
Tampak simetris, tidak terdapat udem telinga, tidak ada sekret dan
bau pada telinga, mampu membedakan bunyi, Telinga tampak
bersih, tidak ada nyeri tekan pada telinga.
f. Sistem saraf
1) Nervus I (olvactorius) : Fungsi penciuman baik.
2) Nervus II ( Optikus ) : Penglihatan kabur saat
melihat dekat.
3) Nervus III, IV, VI (Okulomotorius, troklearis, abdusen ) : fungsi
kontraksi terhadap cahaya baik.
4) Nervus V (Trigeminus) : Dapat merasakan usapan
5) Nervus VII (fasialis) : Mampu merasakan rasa asin, manis
dan pahit.
6) Nervus VIII (Auditorius) : Klien tidak bisa mendengar dengan
baik.
7) Nervus IX (Glasofaringeus) : Mampu menelan
8) Nervus X (Vagus) : Mampu bersuara
9) Nervus XI (Assesorius) : Mampu menoleh dan mengangkat
bahu.
10) Nervus XII (Hipoglosus) : Mampu menggerakan lidah.
g. Sistem muskuloskeletal : tidak ada masalah
h. Sistem integumen : tidak ada masalah
i. Sistem endokrin : tidak ada masalah
j. Sistem perkemihan : tidak ada masalah
5. Aktivitas Sehari-Hari
a. Nutrisi : tidak ada masalah untuk makan pada klien ini, klien dapat
mencerna makanan secara normal.
b. Cairan : tidak ada masalah untuk minum
c. Eliminasi ( BAB & BAK ) : tidak ada masalah pda pola eliminasi
d. Aktivitas / Istirahat Tidur
Merasa malas beraktivitas karena matanya mengalami gangguan,
lebih sering berada di dalam ruangan atau rumah atau kamar
e. Olahraga
f. Rokok / alkohol dan obat-obatan
g. Personal hygiene ; tidak ada masalah
6. Data psikososial
Sedikit merasa tidak percaya diri
7. Data psikologis
Biasanya Klien tampak cemas dan gelisah. Dan klien sering menanyakan
tentang penyakitnya.
8. Data spritual
Apakah Klien taat beribadah.
9. Pemeriksaan
Klien terlebih dahulu dikoreksi penglihatan jauhnya dengan metode
“trial and error” hingga visus 6/6. Dengan menggunakan koreksi, jauhnya
kemudian secara binokuler ditambahkan lensa sferis positif dan diperiksa
dengan menggunakan kartu Jaeger pada jarak 30 cm (Istiqamah, 2004).

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Sjamsu Budiono (2013), Diagnosa yang dapat diambil pada kasus
hipermetropia sesuai dengan Buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia,
(2017) adalah sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan
sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial
Penyebab :
a. Gejala penyakit
b. Kurang pengendalian situasional/lingkungan
c. Ketidakadekuatan sumber daya (mis. Dukungan finansial, sosial, dan
pengetahuan )
d. Kurangnya privasi
e. Kurangny stimulis lingkungan
f. Efek samping terapi (mis. Medikasi,radiasi, kemoterapi
g. Gangguan adaptasi kehamilan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
Mengeluh tidak nyaman
Objektif :
Gelisah
Gejala dan tanda minor :
Subjektif :
a. Mengeluh sulit tidur
b. Tidak mampu rileks
c. Mengeluh kedinginan/kepanasan
d. Merasa gatal
e. Mengeluh mual
f. Mengeluh lelah
Objektif :
a. Menunjukkan gejala distres
b. Tampak merintih/menangis
c. Pola eliminasi berubah
d. Postur tubuh berubah
e. iritabilitas
2. Gangguan persepsi sensori adalah perubahan persepsi terhadap
stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang
berkurang, berlebihan atau terdistorsi
Penyebab
a. Gangguan penglihatan
b. Gangguan pendengaran
c. Gangguan penghiduan
d. Gangguan perabaan
e. Hipoksia serebral
f. Penyalahgunaan zat
g. Usia lanjut
h. Pemanjanan toksin lingkungan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
a. Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
b. Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman,perabaan, atau
pengecapan
Objektif :
a. Distorsi sensori
b. Respon tidak sesuai
c. Bersikap seolah melihat,mendengar,mengecap,atau mencium sesuatu
Gejala dan tanda minor
Subjektif
Menyatakan kesal
Objektif
a. Menyendiri
b. Melamun
c. Konsentrasi buruk
d. Disorientasi waktu, tempat,orang atau situasi
e. Curiga
f. Melihat ke satu arah
g. Mondar-mandir
h. Bicara sendiri
3. Risiko cidera adalah beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik
yang menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam
kondisi baik.
Faktor risiko :
Eksternal
a. Terpapar patogen
b. Terpapar zat kimia toksik
c. Terpapar agen nosokomial
d. Ketidakamanan transportasi
Internal :
a. Ketidaknormalan profil darah
b. Perubahan orientasi afektif
c. Perubahan sensasi
d. Disfungsi autoimun
e. Disfungsi biokimia
f. Hipoksia jaringan
g. Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
h. Malnutrisi
i. Perubahan fungsi psikomotor
j. Perubahan fungsi kognitif
4. Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan
Penyebab
a. Agen pencendera fisiologis ( mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
b. Agen pencedera kimiawi ( mis. Terbakar,bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik ( mis. Abses,amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat,prosedur operasi , trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
a. Mengeluh nyeri
Objektif :
a. Tampak meringis
b. Bersikap protektif ( mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
( tidak tersedia)
Objektif :
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola napas berubah
c. Nafsu makan berubah
d. Proses berpikir terganggu
e. Menarik diri
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaforesis

C. Intervensi Keperawatan
Diambil dari buku standar intervensi keperawatan indonesia (2018),
Intervensi dari masing-masing diagnosa di atas adalah sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman
Intervensi :
Edukasi kesehatan adalah mengajarkan pengelolaan faktor risiko penyakit
dan perilaku hidup bersih serta sehat
Observasi
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b. Odentifikasi faktor- faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidupe bersih dan sehat
Terapeutik
a. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
a. Jelaskan fakto risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
b. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
c. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
2. Gangguan persepsi sensori
Minimalisasi rangsangan adalah mengurangi jumlah atau pola
rangsangan yang ada (baik internal atau eksternal)
Observasi :
Periksa status mental, status sensori dan tingkat kenyamanan (mis. Nyeri,
kelelahan)
Terapeutik :
a. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori ( mis.nyeri,
kelelahan)
b. Batasi stimulus lingkungan (mis. Cahaya ,suara, aktivitas)
c. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
d. Kombinasikan prosedur/ tindakan dalam satu waktu, sesuai
kebutuhan
Edukasi :
a. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. Mengatur pencahayaan
ruangan, mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
Kolaborasi
b. Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
c. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus
3. Resiko cedera
Pencegahan cedera adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko
mengalami bahaya atau kerusakan fisik
Intervensi :
Observasi
a. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
b. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
c. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada
ekstremitas bawah
Terapeutik
a. Sediakan pencahayaan yang memadai
b. Gunakan lampu tdur selama jam tidur
c. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat
(mis. Pengguanaan telepon, tempat tidur penerangan ruangan dan
lokasi kamar mandi)
d. Gunakan alas lantai jika beresiko mengalami cedera serius
e. Sediakan alas kaki antislip
f. Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi di tempat tidur, jika perlu
g. Pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau
h. Pastikan barang –barang pribadi mudah dijangkau
i. Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat digunakan
j. Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci
k. Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
l. Pertimbangkan pengguanaan alarm elektronik pribadi atau alarm
sensor pada tempat tidur atau kursi
m. Diskusikan mengenal latihan dan terapi fisik yang diperlukan
n. Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai (mmis,
tongkat atau alat bantu jalan)
o. Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi
pasien
p. Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi
a. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
b. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum berdiri
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( mis.
Inflamasi,iskemia,neoplasma)
Intervensi :
Manajemen nyeri adalah mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
fungsional dengan omset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat dan konstan
a. Observasi :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas, intentitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik :
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, boifeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/ dingin,
terapi bermain.
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisinginan )
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi :
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
Kolaborasi analgetik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

American Optometric Association.2011. Optometric Clinical Practice Guideline


Care Of The Patient With Presbyopia : USA
Ilyas, Sidarta. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Istiqomah, Indriani N. 2014. Askep Klien Gangguan Mata. Jakarta : Egc.
Mansjoer, A Srif, Dkk, 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Pt.
Gramedia
Smlezter, Suzanne.C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC
Sjamsu Budiono. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya : Airlangga
University Press
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia.Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia.Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai