OLEH :
(P07120015105)
TINGKAT 3.3
B. PENYEBAB
Hingga saat ini etiologi pasti pterygium masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor resiko pterygium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro
trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu beberapa kondisi
kekurangan fungsi lakrimal film baik secara kuantitas maupun kualitas,
konjungtivitis kronis dan defisiensi vitamin A juga berpotensi menimbulkan
pterygium. Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa etiologi pterygium
merupakan suatu fenomena iritatif akibat pengeringan dan lingkungan dengan
banyak angin karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya
berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir.
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan
berdasarkan penelitian menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium,
kemungkinan diturunkan autosom dominan.
Terdapat banyak perdebatan mengenai etiologi atau penyebab pterygium.
Disebutkan bahwa radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya.
Sinar UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen
suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa
adanya apoptosis (program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta
akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada
sistem kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. Perubahan patologis tersebut
termasuk juga degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovesikular,
seringkali disertai dengan inflamasi. Lapisan epitel dapat saja normal, menebal
atau menipis dan biasanya menunjukkan dysplasia. Selain itu paparan sinar
matahari merupakan salah satu factor penyebab pterigium ini menjelaskan
mengapa insidennya sangat tinggi pada populasi yang berada pada daerah dekat
equator dan pada orang –orang yang menghabiskan banyak waktu di lapangan.
Terdapat teori bahwa faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya
pterigium adalah alergen, bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu,
polutan). Orang yang banyak menghabiskan waktunya dengan melakukan
aktivitas di luar ruangan lebih sering mengalami pterygium dan pinguekula
dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas di dalam ruangan.
Kelompok masyarakat yang sering terkena pterygium adalah petani, nelayan atau
olahragawan (golf) dan tukang kebun. Kebanyakan timbulnya pterygium memang
multifaktorial dan termasuk kemungkinan adanya keturunan (faktor herediter).
Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :
1. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui
pada usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak.
2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan
sinar UV.
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi
geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang
dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di
khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih tinggi. Survei
lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama
kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki risiko penderita
pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang lebih selatan.
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.
5. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab
pterygium.
6. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu
seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
pterygium.
C. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kasus pterygium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2%
untuk daerah di atas 400 lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang
280-360. Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya
meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk
daerah di bawah garis lintang utara ini.
Di dunia, hubungan antara menurunnya insidensi pada daerah atas lintang
utara dan relative terjadi peningkatan untuk daerah di bawah garis balik lintang
utara.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium,
Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan
basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat
dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang
sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada
daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang
berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi
ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea
bagian atas.
Pathway :
Terjadi IritasI
Pre operasi ;
Penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi Gangguan
persepsi sensori
Menjalar ke kornea Risiko tinggi
cedera
Ansietas
Menutupi kornea
Pandangan kabur
Intra operasi :
Dilakukan tindakan operatif Risiko
infeksi
Post operasi :
Terjadi trauma jaringa (luka)
Nyeri
Gangguan
persepsi
sensori
Risiko cedera
Risiko infeksi
Kurang
E. GEJALA KLINIS
Pada awal proses penyakit, pterigium biasanya asimtomatis. Namun pterigium
juga dapat memberikan keluhan mata kering (seperti terbakar atau gatal dan
berair), iritatif, merah, dan memberikan keluhan gangguan penglihatan. Sejalan
dengan progresivitas penyakit, lesi bertambah besar dan kasat mata sehingga
secara kosmetik mengganggu pasien. Pertumbuhan lebih lanjut, lesi menyebabkan
gejala visual karena terjadinya astigmatisma ireguler (Aminlari dkk, 2010).
Keluhan lain yang mungkin didapat dari pasien adalah rasa mengganjal di mata
seperti ada benda asing.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan massa jaringan kekuningan akan terlihat
pada lapisan luar mata (sklera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea
dan puncak pada permukaan kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata
(konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan (Inascrs, 2011).
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang
tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis
menurut Youngson ):
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Slit Lamp
Jika perlu, akan dilakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk memastikan bahwa
lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari diagnosa banding
lain. Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri
dari lensa pembesar dan lampu sehingga pemeriksa dapat melihat bagian luar
bola mata dengan magnifikasi dan pantulan cahaya memungkinkan seluruh
bagian luar untuk terlihat dengan jelas.
2. Topografi kornea
Untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang
disebabkan oleh pterygium
G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis:
Pada kasus ringan, kemerahan dan rasa perih dari pterygium dapat diatasi
dengan tetes mata (air mata buatan). Pasien dapat diberikan:
a. Air mata buatan (GenTeal)
Air mata artifisial dapat memberi lubrikasi okuler untuk pasien dengan
kornea yang irreguler akibat tumbuhnya pterygium.
b. Prednisolone acetate
Suspensi kortikosteroid untuk penggunaan topikal. Penggunaan dibatasi
pada mata dengan inflamasi yang signifikan dan tidak diatasi dengan
lubrikan topikal.
2. Non-Farmakologis-Terapi Bedah
Jika gejala mata merah, iritasi dan pandangan kabur tidak dapat ditangani
dengan terapi tetes mata, atau penglihatan terpengaruh oleh pertumbuhan
pterygium, maka terapi bedah perlu diusulkan.Dalam beberapa tahun, dokter
bedah telah menggunakan beberapa teknik untuk mengurangi terhadinya
ulang pterygium. Ini mencakup terapi radiasi dan penggunaan antimetabolite
yang dapat mencegah pertumbuhan jaringan. Setiap dari teknik ini
mempunyai risiko yang dapat mengancam kesehatan mata setelah terapi,
seperti ulkus pada permukaan mata dan melelehnya kornea (corneal melting).
a. Conjunctival Autograft with Stitches (Autograf conjunctiva dengan
penjahitan)
Metode autograph konjunctiva digunakan karena risiko terjadinya
pterygium ulang yang rendah. Dengan metode ini, pterygium dibuang dan
diganti dengan jaringan yang diambil dari bagian bawah kelopak mata
atas.Autograft dijahit dengan jahitan kecil yang akanlarut setelah
beberapa minggu, atau dapat dibuka oleh dokter bedah. Karena jahitan
member pasien rasa tidak nyaman, telah dikembangkan teknik yang tidak
memerlukan jahitan.
b. No-Stitch Pterygium/Autograft Surgery(Autograf conjunctiva tanpa
penjahitan)
Pada teknik ini, pasien diberi anastesi local pada mata agar
pasien merasa nyaman. Jaringan korena abnormal diganti dengan graft
tipis dari jaringan normal. Metode ini dapat dilakukan karena adanya lem
jaringan. Lem ini terdiri dari protein pembeku darah.
2) Data Subyektif :
a) Pasien mengatakan pengelihaatannya kabur seperti berawan
b) Pasien mengatakan sulit beraktifitas
c) Pasien mengatakan ada seperti bayangan saat melihat
Data Obyektif :
a) Pasien di bantu oleh keluarga saat beraktifitas
b) Pasien tampak meraba-raba saat berjalan
Diagnosa yang mungkin muncul:
Risiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
pengelihatan kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.
3) Data Subyektif :
a) Pasien mengatakan cemas dengan penyakit yang di derita
b) Pasien mengatakan takut jika harus menjalani operasi
c) Pasien mengatakan takut jika operasi yang dijalani gagal
Data Obyektif :
a) Pasien tampak cemas
b) Pasien gugup saat diperiksa
c) Pasien terus bertanya mengenai operasi yang akan dijalani
Diagnosa yang mungkin muncul:
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadap
prosedur penatalaksanaan/tindakan pembedahan
b. Intra Operasi
1) Data Subyektif :
-
Data Obyektif :
a) Terlihat pembedahan pada mata
b) Terlihat luka insisi saat operasi
Diagnosa yang mungkin muncul:
Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.
2) Data Subyektif :
-
Data Obyektif :
a) Pasien tampak menggigil
b) Ekstremitas teraba dingin
c) Suhu ruangan berkisar 18-20 oC
Diagnose yang mungkin muncul :
Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin
c. Post operasi
1) Data Subyektif:
a) Pasien mengatakan nyeri pada mata yang dioperasi
b) Pasien mengatakan nyerinya tidak tertahankan
Data Obyektif :
a) Pasien tampak meringis
b) Pasien tampak memegang bagian sekitar mata yang di operasi
c) Pasien tampak gelisah dan memanggil-manggil keluarganya
Diagnosa yang mungkin muncul:
Nyeri berhubungan dengan luka pasca operasi
2) Data Subyektif :
a) Pasien mengatakan pengelihatannya terhalang
b) Pasien mengatakan sulit untuk melihat
Data Obyektif :
a) Mata pasien yang di operasi tertutup verban
b) Pasien terlihat di bantu saat beraktifitas
Diagnosa yang mungkin muncul:
Gangguan persepsi sensori perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera pasca operasi.
3) Data Subyektif :
a) Pasien mengatakan sulit beraktifitas
b) Pasien mengatakan sulit melihat karena mata tertutup verban
Data Obyektif :
a) Pasien tampak sulit beraktifitas
b) Pasien dibantu keluarga beraktifitas
c) Mata pasien yang dioperasi tertutup verban
Diagnosa yang mungkin muncul:
Risiko cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular
(TIO), perdarahan, kehilangan vitreus.
4) Data Subyektif
a) Pasien mengatakan tubuhnya panas beberapa hari setelah operasi
b) Pasien mengatakan matanya merah setelah operasi dalam waktu
yang lama
c) Pasien mengatakan matanya sakit tidak tertahankan setelah
operasi dilakukan dalam jangka waktu yang lama
Data Obyektif
a) Suhu tubuh pasien >37,50C
b) Mata pasien terlihat merah
c) Pasien tampak meringis
Diagnosa yang mungkin muncul:
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
4) Data Subyektif :
a) Pasien menanyakan bagaimana cara perawatan di rumah setelah
operasi.
b) Pasien mengatakan belum tahu apa yang harus dilakukan untuk
perawatan dirumah.
Data Obyektif :
a) Pasien tampak bingung.
b) Pasien banyak bertanya tentang perawatan di rumah pasca
operasi
Diagnose yang mungkin muncul:
Kurang pengetahuan berhubungan dengan pengobatan lanjutan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi :
1. Gangguan persepsi sensori- perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
3. Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan / tindakan
pembedahan.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan
/tindakan pembedahan.
Intera Operasi :
1. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan luka pascaoperasi.
2. Gangguan persepsi sensori- perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
3. Risiko cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular
(TIO), perdarahan, kehilangan vitreus.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan pengobatan lanjutan.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Pre Operasi
c. Perhatikan c. Gangguan
tentang suram pengelihatan/irita
atau penglihatan si dapat berakhir
kabur dan iritasi 1-2 jam setelah
mata, dimana tetesan mata
dapat terjadi bila tetapi secara
menggunakan bertahap menurun
tetes mata. dengan
penggunaan.
d. Ingatkan klien
menggunakan d. Perubahan
Intra Operasi
d. Lakukan teknik
d. Menghindarkan
aseptik pada saat
terkontaminasi
membuka
dari
peralatan operasi
mikroorganisme
yang sudah steril.
yang dapat
memberikan
resiko infeksi
selama operasi.
Post Operasi
meningkatkan
d. Hindarkan dari d. Menurunkan
cedera
lantai licin dan terjadinya risiko
benda-benda cedera
tajam
4 Risiko infeksi Setelah dilakukan a. Diskusikan a. Menurunkan
berhubungan asuhan keperawatan pentingnya jumlah bakteri
dengan prosedur selama 1x 15 menit mencuci tangan pada tangan,
invasif. diharapkan tidak sebelum mencegah
terjadi infeksi, menyentuh / kontaminasi area
dengan kriteria hasil: mengobati mata. operasi.
a. Keluarga pasien b. Gunakan / b. Tekhnik aseptik
memahami cara tunjukkan tekhnik menurunkan
perawatan mata yang tepat untuk resiko penyebaran
post operasi. membersihkan bakteri dan
b. Tidak terjadi bola mata. kontaminasi
tanda-tanda silang.
infeksi
c. Tekankan c. Mencegah
pentingnya tidak kontaminasi dan
menyentuh / kerusakan sisi
menggaruk mata operasi.
yang dioperasi.
berat. diinginkan.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan berdasarkan perencanaan ( intervensi ) keperawatan
yang telah ditentukan sebelumnya.
E. EVALUASI
Evaluasi berdasarkan tujuan dan outcome
DAFTAR PUSTAKA
Nanda. Buku Saku Diagnosa Keperawatan definisi keperawatan dan klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. 2011. Klien Gangguan Mata Dan Penglihatan : Keperawatan Medikal-
Bedah. Jakarta : EGC
Wijaya, Saferi A. 2013. Keperawatan Medikal Bedah keperawatan dewasa teori dan contoh
askep cetakan pertam., Jakarta: Nuha Medika
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 Diagnosa NANDA
Intervensi NIC Kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Mengetahui Denpasar, Desember 2014
Mengetahui
Pembimbing Akademik
NIP: