Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN


PTERYGIUM

OLEH :

PUTU WAHYU PUSPA WANDHINI

(P07120015105)

TINGKAT 3.3

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
DENPASAR
2018
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau
konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena
biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah
kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke
pupil, jika sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu.
Suatu pterygium merupakan massa ocular eksternal superficial yang
mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan
akan meluas ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari
yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga
jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan topografi
kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi
pusat optik dari kornea.Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran
bagian putih mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus,
pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye
syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila
kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si
penderita.

B. PENYEBAB
Hingga saat ini etiologi pasti pterygium masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor resiko pterygium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro
trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu beberapa kondisi
kekurangan fungsi lakrimal film baik secara kuantitas maupun kualitas,
konjungtivitis kronis dan defisiensi vitamin A juga berpotensi menimbulkan
pterygium. Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa etiologi pterygium
merupakan suatu fenomena iritatif akibat pengeringan dan lingkungan dengan
banyak angin karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya
berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir.
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan
berdasarkan penelitian menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium,
kemungkinan diturunkan autosom dominan.
Terdapat banyak perdebatan mengenai etiologi atau penyebab pterygium.
Disebutkan bahwa  radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya.
Sinar UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen
suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa
adanya apoptosis (program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta
akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada
sistem kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. Perubahan patologis tersebut
termasuk juga degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovesikular,
seringkali disertai dengan inflamasi. Lapisan epitel dapat saja normal, menebal
atau menipis dan biasanya menunjukkan dysplasia. Selain itu paparan sinar
matahari merupakan salah satu factor penyebab pterigium ini menjelaskan
mengapa insidennya sangat tinggi pada populasi yang berada pada daerah dekat
equator dan pada orang –orang yang menghabiskan banyak waktu di lapangan.
Terdapat teori bahwa faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya
pterigium adalah alergen, bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu,
polutan). Orang yang banyak menghabiskan waktunya dengan melakukan
aktivitas di luar ruangan lebih sering mengalami pterygium dan pinguekula
dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas di dalam ruangan.
Kelompok masyarakat yang sering terkena pterygium adalah petani, nelayan atau
olahragawan (golf) dan tukang kebun. Kebanyakan timbulnya pterygium memang
multifaktorial dan termasuk kemungkinan adanya keturunan (faktor herediter).
Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :
1. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui
pada usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak.
2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan
sinar UV.
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi
geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang
dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di
khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih tinggi. Survei
lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama
kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki risiko penderita
pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang lebih selatan.
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.
5. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab
pterygium.
6. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu
seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
pterygium.

C. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kasus pterygium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2%
untuk daerah di atas 400 lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang
280-360. Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya
meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk
daerah di bawah garis lintang utara ini.
Di dunia, hubungan antara menurunnya insidensi pada daerah atas lintang
utara dan relative terjadi peningkatan untuk daerah di bawah garis balik lintang
utara.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium,
Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan
basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat
dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang
sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada
daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang
berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi
ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea
bagian atas.

Pathway :

Sinar Ultra Violet Angin Asap Debu

Semua alergi menuju nasal orbita

Meatus nasi inferior

Terjadi IritasI
Pre operasi ;
Penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi  Gangguan
persepsi sensori
Menjalar ke kornea  Risiko tinggi
cedera
 Ansietas
Menutupi kornea

Pandangan kabur
Intra operasi :
Dilakukan tindakan operatif  Risiko
infeksi
Post operasi :
Terjadi trauma jaringa (luka)
 Nyeri
 Gangguan
persepsi
sensori
 Risiko cedera
 Risiko infeksi
Kurang
E. GEJALA KLINIS
Pada awal proses penyakit, pterigium biasanya asimtomatis. Namun pterigium
juga dapat memberikan keluhan mata kering (seperti terbakar atau gatal dan
berair), iritatif, merah, dan memberikan keluhan gangguan penglihatan. Sejalan
dengan progresivitas penyakit, lesi bertambah besar dan kasat mata sehingga
secara kosmetik mengganggu pasien. Pertumbuhan lebih lanjut, lesi menyebabkan
gejala visual karena terjadinya astigmatisma ireguler (Aminlari dkk, 2010).
Keluhan lain yang mungkin didapat dari pasien adalah rasa mengganjal di mata
seperti ada benda asing.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan massa jaringan kekuningan akan terlihat
pada lapisan luar mata (sklera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea
dan puncak pada permukaan kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata
(konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan (Inascrs, 2011).
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang
tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis
menurut  Youngson ):

a. Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea


b. Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih
dari 2 mm melewati kornea
c. Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter
pupil sekitar 3-4 mm)
d. Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan (Inascrs, 2011).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Slit Lamp
Jika perlu, akan dilakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk memastikan bahwa
lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari diagnosa banding
lain. Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri
dari lensa pembesar dan lampu sehingga pemeriksa dapat melihat bagian luar
bola mata dengan magnifikasi dan pantulan cahaya memungkinkan seluruh
bagian luar untuk terlihat dengan jelas.
2. Topografi kornea
Untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang
disebabkan oleh pterygium

G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis:
Pada kasus ringan, kemerahan dan rasa perih dari pterygium dapat diatasi
dengan tetes mata (air mata buatan). Pasien dapat diberikan:
a. Air mata buatan (GenTeal)
Air mata artifisial dapat memberi lubrikasi okuler untuk pasien dengan
kornea yang irreguler akibat tumbuhnya pterygium.
b. Prednisolone acetate
Suspensi kortikosteroid untuk penggunaan topikal. Penggunaan dibatasi
pada mata dengan inflamasi yang signifikan dan tidak diatasi dengan
lubrikan topikal.

2. Non-Farmakologis-Terapi Bedah
Jika gejala mata merah, iritasi dan pandangan kabur tidak dapat ditangani
dengan terapi tetes mata, atau penglihatan terpengaruh oleh pertumbuhan
pterygium, maka terapi bedah perlu diusulkan.Dalam beberapa tahun, dokter
bedah telah menggunakan beberapa teknik untuk mengurangi terhadinya
ulang pterygium. Ini mencakup terapi radiasi dan penggunaan antimetabolite
yang dapat mencegah pertumbuhan jaringan. Setiap dari teknik ini
mempunyai risiko yang dapat mengancam kesehatan mata setelah terapi,
seperti ulkus pada permukaan mata dan melelehnya kornea (corneal melting).
a. Conjunctival Autograft with Stitches (Autograf conjunctiva dengan
penjahitan)
Metode autograph konjunctiva digunakan karena risiko terjadinya
pterygium ulang yang rendah. Dengan metode ini, pterygium dibuang dan
diganti dengan jaringan yang diambil dari bagian bawah kelopak mata
atas.Autograft dijahit dengan jahitan kecil yang akanlarut setelah
beberapa minggu, atau dapat dibuka oleh dokter bedah. Karena jahitan
member pasien rasa tidak nyaman, telah dikembangkan teknik yang tidak
memerlukan jahitan.
b. No-Stitch Pterygium/Autograft Surgery(Autograf conjunctiva tanpa
penjahitan)
Pada teknik ini, pasien diberi anastesi local pada mata agar
pasien merasa nyaman. Jaringan korena abnormal diganti dengan graft
tipis dari jaringan normal. Metode ini dapat dilakukan karena adanya lem
jaringan. Lem ini terdiri dari protein pembeku darah.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
2. Keluhan utama
Keluhan utama pada pterygium adalah mata terasa kering (seperti terbakar
atau gatal dan berair), iritatif, merah, dan memberikan keluhan gangguan
penglihatanseperti ada benda asing
3. Riwayat keperawatan
a. Riwayat penyakit dahulu
Diketahui pasien mempunyai riwayat diabetes mellitus, hipertensi,
memiliki alergi debu, makanan dan obat-obatan
b. Riwayat penyakit keluarga
Adanya keluarga yang mengidap pterygium dan mereka yang pernah
mengalami trauma atau pembedahan mata, atau yang mempunyai riwayat
diabetes mellitus, hipertensi, memiliki alergi debu, makanan dan obat-
obatan.
4. Data Fokus
a. Pre operasi
1) Data Subyektif :
a) Pasien mengatakan pengelihatannya kabur dan berkabut
b) Pasien mengatakan ada seperti bayangan saat melihat
c) Pasien mengatakan pengelihatannya silau saat terpapar cahaya
Data Obyektif :
a) Visus pasien berkurang (normal 6/6)
b) Sklera : khususnya Konjungtiva bulbi berwarna merah atau
kuning, adanya tumbuh daging atau tidak
c) Kornea : keruh atau tidak
d) Iris : mampu mengatur reflek pupil saat terkena cahaya atu tidak
e) Lensa : keruh atau tidak, ada kerusakan atau tidak
f) Pupil : pupil keruh atau tidak, reflek pupil ketika terkena cahaya
Diagnosa yang mungkin muncul:
Gangguan persepsi sensori perseptual pengelihatan berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.

2) Data Subyektif :
a) Pasien mengatakan pengelihaatannya kabur seperti berawan
b) Pasien mengatakan sulit beraktifitas
c) Pasien mengatakan ada seperti bayangan saat melihat
Data Obyektif :
a) Pasien di bantu oleh keluarga saat beraktifitas
b) Pasien tampak meraba-raba saat berjalan
Diagnosa yang mungkin muncul:
Risiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
pengelihatan kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.

3) Data Subyektif :
a) Pasien mengatakan cemas dengan penyakit yang di derita
b) Pasien mengatakan takut jika harus menjalani operasi
c) Pasien mengatakan takut jika operasi yang dijalani gagal
Data Obyektif :
a) Pasien tampak cemas
b) Pasien gugup saat diperiksa
c) Pasien terus bertanya mengenai operasi yang akan dijalani
Diagnosa yang mungkin muncul:
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadap
prosedur penatalaksanaan/tindakan pembedahan

b. Intra Operasi
1) Data Subyektif :
-
Data Obyektif :
a) Terlihat pembedahan pada mata
b) Terlihat luka insisi saat operasi
Diagnosa yang mungkin muncul:
Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.
2) Data Subyektif :
-
Data Obyektif :
a) Pasien tampak menggigil
b) Ekstremitas teraba dingin
c) Suhu ruangan berkisar 18-20 oC
Diagnose yang mungkin muncul :
Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin

c. Post operasi
1) Data Subyektif:
a) Pasien mengatakan nyeri pada mata yang dioperasi
b) Pasien mengatakan nyerinya tidak tertahankan
Data Obyektif :
a) Pasien tampak meringis
b) Pasien tampak memegang bagian sekitar mata yang di operasi
c) Pasien tampak gelisah dan memanggil-manggil keluarganya
Diagnosa yang mungkin muncul:
Nyeri berhubungan dengan luka pasca operasi
2) Data Subyektif :
a) Pasien mengatakan pengelihatannya terhalang
b) Pasien mengatakan sulit untuk melihat
Data Obyektif :
a) Mata pasien yang di operasi tertutup verban
b) Pasien terlihat di bantu saat beraktifitas
Diagnosa yang mungkin muncul:
Gangguan persepsi sensori perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera pasca operasi.

3) Data Subyektif :
a) Pasien mengatakan sulit beraktifitas
b) Pasien mengatakan sulit melihat karena mata tertutup verban

Data Obyektif :
a) Pasien tampak sulit beraktifitas
b) Pasien dibantu keluarga beraktifitas
c) Mata pasien yang dioperasi tertutup verban
Diagnosa yang mungkin muncul:
Risiko cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular
(TIO), perdarahan, kehilangan vitreus.

4) Data Subyektif
a) Pasien mengatakan tubuhnya panas beberapa hari setelah operasi
b) Pasien mengatakan matanya merah setelah operasi dalam waktu
yang lama
c) Pasien mengatakan matanya sakit tidak tertahankan setelah
operasi dilakukan dalam jangka waktu yang lama
Data Obyektif
a) Suhu tubuh pasien >37,50C
b) Mata pasien terlihat merah
c) Pasien tampak meringis
Diagnosa yang mungkin muncul:
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

4) Data Subyektif :
a) Pasien menanyakan bagaimana cara perawatan di rumah setelah
operasi.
b) Pasien mengatakan belum tahu apa yang harus dilakukan untuk
perawatan dirumah.
Data Obyektif :
a) Pasien tampak bingung.
b) Pasien banyak bertanya tentang perawatan di rumah pasca
operasi
Diagnose yang mungkin muncul:
Kurang pengetahuan berhubungan dengan pengobatan lanjutan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi :
1. Gangguan persepsi sensori- perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
3. Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan / tindakan
pembedahan.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan
/tindakan pembedahan.

Intera Operasi :
1. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.

Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan luka pascaoperasi.
2. Gangguan persepsi sensori- perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
3. Risiko cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular
(TIO), perdarahan, kehilangan vitreus.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan pengobatan lanjutan.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Pre Operasi

No Diagnosa Tujuan dan Perencanaan Rasional


Kriteria Hasil Keperawatan

1 Gangguan persepsi Setelah dilakukan a. Tentukan a. Kebutuhan


sensori- perseptual asuhan keperawatan ketajaman individu dan
penglihatan selama 1x 30 menit penglihatan, pilihan intervensi
berhubungan diharapkan pasien kemudian catat bervariasi sebab
dengan gangguan dapat meningkatkan apakah satu atau kehilangan
penerimaan ketajaman dua mata terlibat. penglihatan
sensori/status penglihatan dengan terjadi lambat dan
organ indera. kriteria hasil : progresif.
a. Mengenal Bila bilateral, tiap
gangguan sensori mata dapat
dan berkompensasi berlanjut pada
terhadap laju yang
perubahan. berbeda, tetapi
b. Mengidentifikasi/ biasanya hanya
memperbaiki satu mata
potensial bahaya diperbaiki per
dalam lingkungan. prosedur.

b. Observasi tanda- b. Menurunkan


tanda disorientasi. risiko jatuh bila
pasien bingung/
tak kenal ukuran
tempat tidur.

c. Perhatikan c. Gangguan
tentang suram pengelihatan/irita
atau penglihatan si dapat berakhir
kabur dan iritasi 1-2 jam setelah
mata, dimana tetesan mata
dapat terjadi bila tetapi secara
menggunakan bertahap menurun
tetes mata. dengan
penggunaan.

d. Ingatkan klien
menggunakan d. Perubahan

kacamata katarak ketajaman dan

yang tujuannya kedalaman

memperbesar persepsi dapat

kurang lebih 25 menyebabkan

persen, pelihatan bingung

perifer hilang dan pengelihatan/

buta titik meningkatkan

mungkin ada. risiko cedera


sampai pasien
belajar untuk
mengkompensasi.

2 Risiko tinggi Setelah dilakukan a. Diskusikan apa a. Membantu


terhadap cedera asuhan keperawatan yang terjadi pada mengurangi rasa
berhubungan kepada pasien selama pascaoperasi takut dan
dengan kerusakan 1x 30 menit tentang nyeri, meningkatkan
fungsi sensori diharapkan pasien pembatasan kerja sama dalam
pengelihatan tidak berisiko aktivitas. pembatasan yang
kehilangan vitreus, mengalami cedera diperlukan.
pandangan kabur dengan kriteria hasil : b. Ambulansi b. Untuk menjada
dan perdarahan dengan bantuan. keselamatan
a. Menunjukkan
intraokular. pasien dan
perubahan
menghindari
perilaku, pola
terjadinya cedera.
hidup untuk
menurunkan
c. Batasi aktivitas c. Menurunkan
factor resiko dan
seperti risiko terjadinya
untuk melindungi
menggaruk mata. cedera pada mata.
diri dari ceder
b. Mengubah
d. Pertahankan d. Untuk menjaga
lingkungan sesuai
perlindungan mata dari cedera
dengan indikasi
mata sesuai dan menurunkan
untuk
dengan indikasi. gerakan mata.
meningkatkan
keamanan.
c. Menyatakan e. Hindari lantai e. Untuk
pemahaman licin dan benda- menghindarkan
terhadap factor benda tajam pasien dari
yang terlibat cedera.
dalam
kemungkinan
cedera.
d. Pasien tidak
melaporkan
terjadinya cedera
3 Ansietas Setelah dilakukan a. Kaji keadaan a. Untuk mengetaui
berhubungan asuhan keperawatan umum pasien. keadaan umum
kurangnya selama 1x 10 menit pasien sebelum di
pengetahuan diharapkan pasien operasi.
terhadap prosedur tidak cemas dengan b. Memberikan HE
penatalaksanaan / kriteria hasil : kepada pasien b. Agar pasien
tindakan a. Pasien tentang keadaan mengetahui dan
pembedahan. mengatakan ruang operasi tidak merasa
Kecemasan secara terperinci. cemas dengan
pasien berkurang keadaan ruang
atau hilang operasi.
b. Pasien tidak c. Anjurkan pasien
terlihat untuk melakukan c. Agar pasien
cemas/tegang teknik relaksasi merasa tenang
dan distraksi. dalam menjalani
operasi.

d. Lakukan orientasi d. Agar pasien


dan perkenalan mengetahui
pasien terhadap tenaga kesehatan
ruangan, petugas, yang memberikan
dan peralatan tindakan kepada
pasien.

e. Beri penjelasan e. Agar memiliki


dan suport pada kepercayaan diri
pasien pada setiap yang lebih dalam
melakukan menjalani operasi.
prosedur tindakan

Intra Operasi

No Diagnosa Tujuan dan Perencanaan Rasional


Kriteria Hasil Keperawatan

1 Risiko infeksi Setelah dilakukan a. Cuci tangan a. Mencuci tangan


berhubungan asuhan keperawatan sebelum dan sebelum
dengan tindakan selama 1x30 menit sesudah melakukan
invasif. diharapkan pasien melakukan tindakan dapat
tidak berisiko tindakan mencegah
mengalami infeksi penyebaran
dengan kriteria hasil : penyakit kepada
a. Pasien tidak pasien
mengalami infeksi.
b. Alat operasi yang
b. Monitoring tanda- b. Untuk
digunakan steril.
tanda vital pasien mengetahui
keadaan pasien
secara umum

c. Memakai baju c. Menjaga pasien


operasi,masker,pe dan tim medis
nutup kepala dan dari bahaya
terkontaminasi
dari bakteri
maupaun cairan
tubuh

d. Lakukan teknik
d. Menghindarkan
aseptik pada saat
terkontaminasi
membuka
dari
peralatan operasi
mikroorganisme
yang sudah steril.
yang dapat
memberikan
resiko infeksi
selama operasi.

e. Lakukan tindakan e. Mengurangi


sesuai dengan kesalahan yang
prosedur berakibat fatal
pada pasien
2 Hipotermia Setelah dilakukan 1. Pasangkan 1. Pemasangan
berhubungan asuhan keperawatan selimut pada selimut dapat
dengan pemajanan selama 1x30 menit tubuh pasien yang menjaga suhu tubuh
lingkungan yang diharapkan pasien tidak menjalani pasien sehingga dapat
dingin tidak berisiko pembedahan mencegah terjadinya
mengalami infeksi pasien hipotermia.
dengan kriteria hasil :
1.Pasien tidak
menggigil
2. suhu tubuh pasien
normal (36,0 oC
-37,5oC)

Post Operasi

No Diagnosa Tujuan dan Perencanaan Rasional


Kriteria Hasil Keperawatan

1 Nyeri Setelah dilakukan a. Kaji derajat nyeri a. Normalnya nyeri


berhubungan asuhan keperawatan setiap hari terjadi dalam
dengan luka selama 1x 20 menit waktu kurang dari
pascaoperasi. diharapkan pasien lima hari setelah
tidak merasakan operasi dan
nyeri dengan kriteria berangsur
hasil : menghilang.
a. Pasien Nyeri dapat
mengatakan nyeri meningkat karena
berkurang atau peningkatan TIO
tidak mengeluh 2-3 hari
nyeri pascaoperasi.
b. Ekspresi wajah b. Anjurkan untuk Nyeri mendadak
Pasien tidak melaporkan menunjukkan
meringis perkembangan peningkatan TIO
Skala nyeri 0 dari nyeri setiap hari masif.
0-10 atau segera saat b. Memberikan
terjadi rasa aman untuk
peningkatan nyeri peningkatan
mendadak. dukungan
psikologi

c. Ajarkan teknik c. Menurunkan


distraksi dan tegangan dan
relaksasi. mengurangi nyeri

d. Anjurkan klien d. Beberapa


tidak melakukan kegiatan dapat
gerakan tiba-tiba meningkatkan
yang dapat nyeri seperti
memprovokasi gerakan tiba-tiba,
nyeri membungkuk,
mengucek mata,
mengejan, dll

2 Gangguan persepsi Setelah dilakukan a. Tentukan a. Kebutuhan


sensori- perseptual asuhan keperawatan ketajaman individu dan
penglihatan selama 1x 30 menit penglihatan, pilihan intervensi
berhubungan diharapkan pasien kemudian bervariasi sebab
dengan gangguan dapat meningkatkan catat apakah kehilangan
penerimaan ketajaman satu atau dua penglihatan
sensori/status penglihatan dengan mata terlibat. terjadi lambat dan
organ indera pasca kriteria hasil : progresif. Bila
operasi. a. Mengenal bilateral, tiap
gangguan sensori mata dapat
dan berlanjut pada
berkompensasi laju yang
terhadap berbeda, tetapi
perubahan. biasanya hanya
b. Mengidentifikasi/ satu mata
memperbaiki diperbaiki per
potensial bahaya prosedur.
dalam lingkungan b. Observasi tanda- b. Menurunkan
tanda disorientasi. risiko jatuh bila
pasien bingung/
tak kenal ukuran
tempat tidur.
c. Perhatikan c. Gangguan
tentang suram pengelihatan/irita
atau penglihatan si dapat berakhir
kabur dan iritasi 1-2 jam setelah
mata, dimana tetesan mata
dapat terjadi bila tetapi secara
menggunakan bertahap menurun
tetes mata. dengan
penggunaan.
d. Ingatkan klien d. Perubahan
menggunakan ketajaman dan
kacamata katarak kedalaman
yang tujuannya persepsi dapat
memperbesar menyebabkan
kurang lebih 25 bingung
persen, pelihatan pengelihatan/
perifer hilang dan meningkatkan
buta titik risiko cedera
mungkin ada. sampai pasien
belajar untuk
mengkompensasi.
3 Risiko cedera Setelah dilakukan a. Diskusikan a. Meningkatkan
berhubungan asuhan keperawatan tentang rasa sakit, kerjasama dan
dengan selama 1x 30 menit pembatasan pembatasan yang
peningkatan diharapkan tidak aktivitas dan diperlukan.
tekanan intraokular terjadi cedera pembalutan mata.
(TIO), perdarahan, pascaoperasi, denga b. Anjurkan untuk b. Istirahat mutlak
kehilangan vitreus. kriteria hasil: tidak membatasi diberikan hanya
a. Pasien tidak pergerakan beberapa menit
melaporkan mendadak serta hingga satu atau
terjadinya cedera. menggerakkan dua jam
b. Pasien kepala berlebihan. pascaoperasi
mengetahui hal atau satu malam
yang dapat jika ada
mengakibatkan komplikasi.
cedera.
c. Bantu aktivitas
c. Pasien tidak c. Menurunkan
selama vase
melakukan risiko terjadinya
istirahat.
aktivitas yang cedera.

meningkatkan
d. Hindarkan dari d. Menurunkan
cedera
lantai licin dan terjadinya risiko
benda-benda cedera
tajam
4 Risiko infeksi Setelah dilakukan a. Diskusikan a. Menurunkan
berhubungan asuhan keperawatan pentingnya jumlah bakteri
dengan prosedur selama 1x 15 menit mencuci tangan pada tangan,
invasif. diharapkan tidak sebelum mencegah
terjadi infeksi, menyentuh / kontaminasi area
dengan kriteria hasil: mengobati mata. operasi.
a. Keluarga pasien b. Gunakan / b. Tekhnik aseptik
memahami cara tunjukkan tekhnik menurunkan
perawatan mata yang tepat untuk resiko penyebaran
post operasi. membersihkan bakteri dan
b. Tidak terjadi bola mata. kontaminasi
tanda-tanda silang.
infeksi
c. Tekankan c. Mencegah
pentingnya tidak kontaminasi dan
menyentuh / kerusakan sisi
menggaruk mata operasi.
yang dioperasi.

d. Berikan obat d. Digunakan untuk


sesuai indikasi. menurunkan
inflamasi.
5 Kurangnya Setelah dilakukan a. Beri petunjuk a. Agar keluarga
pengetahuan asuhan keperawatan tertulis mengenai pasien memiliki
berhubungan 1x10 menit perawatan post acuan dalam
dengan pengobatan diharapkan pengetah operasi memberikan
lanjutan. uan pasien bertambah perawatan post
dengan kriteria hasil: operasi

a. Menyatakan b. Beri penjelasan


b. Agar pasien dan
pemahaman perawatan post
keluarga
kondisi/proses operasi
memahami lebih
penyakit dan
jelas perawatan
pengobatan.
post operasi
b. Melakukan
dengan prosedur c. Berikan dorongan
untuk melakukan c. Untuk
benar dan
program memotivasi
menjelaskan
pengobatan pasien kontrol
alasan tindakan.
mata setelah
operasi

d. Informasikan d. Agar tidak


pasien untuk terjadi kesalahan
menghindari obat obat
yang di jual bebas

e. Anjurkan pasien e. Agar tidak

menghindari terjadi cedera

pekerjaan yang yang tidak

berat. diinginkan.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan berdasarkan perencanaan ( intervensi ) keperawatan
yang telah ditentukan sebelumnya.

E. EVALUASI
Evaluasi berdasarkan tujuan dan outcome
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas Sidarta, 2004.Ilmu Perawatan Mata.Jakarta: CV. Sagung Seto

Nanda. Buku Saku Diagnosa Keperawatan definisi keperawatan dan klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC

Tamsuri, Anas. 2011. Klien Gangguan Mata Dan Penglihatan : Keperawatan Medikal-
Bedah. Jakarta : EGC

Wijaya, Saferi A. 2013. Keperawatan Medikal Bedah keperawatan dewasa teori dan contoh
askep cetakan pertam., Jakarta: Nuha Medika

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 Diagnosa NANDA
Intervensi NIC Kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Mengetahui Denpasar, Desember 2014

Pembimbing Praktek Mahasiswa

Ni Luh Putu Yuliatini, S.Kep Ns. Ni Putu Nitasari


NIP: 197007041994032006 NIM: P07120013003

Mengetahui
Pembimbing Akademik

NIP:

Anda mungkin juga menyukai