Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN 

             HIPOSPADIA

2.1    DEFINISI
Hipospadia adalah anomali perkembangan yang ditandai dengan lokasi abnormal meatus uretra
pada permukaann ventral penis, scrotum atau perineum; sering berhubungan dengan gryposis
penis (lengkungan ventral penis) dan abnormalitas preputium penis (Kaplan &
McAleer, 1999 ; Murphy, 2000 ; Pulito, 1999)

Hipospadia terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke
10 sampai ke 14. Gangguan penutupan ini mengakibatkan orifisium uretra tertinggal di suatu
tempat dibagian ventral penis antara di scrotum dan glands penis. ( Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak, A.H. Markum, 2002 )

Hipospadia adalah cacat bawaan lahir yang disebabkan oleh embriogenesis yang berubah atau
mengalami kelainan terhadap perkembangan janin selama bulan ke-3 sampai bulan ke - 5
kehamilan ( Pediatric Nursing, Nicki L.Potts, 2007)

Hipospadia merupakan anomali penis berhubungan dengan ketidaknormalan letak meatus uretra
eksterna. Meatus dapat terletak di bawah glands penis atau dimana saja di sepanjang permukaan
ventral penis, skrotum, atau perineum tersebut. (Maternal Child Nursing Care; Perry,dkk ; 2010).
Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan letak orifisium uretra eksternum atau
meatusnya.
a.       Tipe sederhana
Tipe balanitik atau glandular, disini meatus terletak pada pangkal glands penis. Pada kelainan ini
secara klinis umumnya bersifat asimptomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus
agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.

b.      Tipe Penil
Meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Pada tipe ini umumnya disertai kelainan
penyerta, yaitu tidak adanya kulit preputium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung
kebawah (Chordee) atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe penil diperlukan
intervensi tindakan bedah bertahap. Mengingat kulit dibagian ventral preputium tidak ada,
sebaiknya pada anak ini tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna
untuk tindakan bedah plastik selanjutnya. Tindakan koreksi untukchordee umumnya dilakukan
sekitar umur 2 tahun, sedangkan reparasi hipospadia umunya dilakukan sekitar umur 3 – 5 tahun.
c.       Tipe penosskrotal dan tipe perineal
Kelainan ini cukup besar, umunya pertumbuhan penis akan terganggu, adakalanya disertai
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Pada kejadian ini
perlu diperhatikan kemungkinan adanyapseudohermafroditisme. Tindakan bedah bertahap
dilakukan pada tahun pertama kehidupan bayi.
d.      Koronal
Meatus terletak pada leher kepala penis.
e.       Skrotal
Meatus terletak pada scrotum atau kantung kemaluan.

2.2    ANATOMI FISIOLOGI
Genitalia ekstrena pria terdiri dari penis dan skrotum
1.      Penis
Penis terdiri dari glans dan korpus. Korpus penis dibentuk terutama oleh jaringan
erektil. Glans penis adalah struktur yang terbentuk seperti kerucut pada ujung penis dan
mengandung jaringan sensori dan jaringan erektil. Korona adalah area seperti mahkota dimana
glans menonjol dari korpus penis. Kulit ini dipotong pada saat sirkumsisi. Uretra terletak
didalam korpus penis, dengan meatus uretra yang terletak ditengah ujung glands .
penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa yang dibungkus oleh tunika albugenia yang tebal
dan fibrous dengan septum dibagian tengahnya. Uretra melintasi penis di dalam korpus
spongiosum yang terletak dalam posisi ventral pada alur diantara kedua korpora kavernosa.
Uretra muncul pada ujung distal dari glan penis yang berbentuk konus. Fascia spermatika atau
tunika dartos adalah suatu lapisan longgar penis yang terletak pada fascia tersebut. Dibawah
tunika dartos terdapat fascia Bucks yang mengelilingi korpora kavernosa dan kemudian memisah
untuk menutupi korpus spongiosum secara terpisah. Berkas neurovaskuler dorsal terletak dalam
fascia Bucks diantara kedua kavernosa.
2.      Skrotum
merupakan kantung yang longgar dan berkerut yang terletak di dasar penis. Skrotum
mempunyai dua kompartemen, setiap kompartemen berisi testis, epididimis, dan bagian vas
deferens merupakan organ-organ seks internal pria.
Testis berbentuk seperti telur dan seperti karet. Panjang testis pada bayi adalah1,5 cm.
panjang testis ini tetap tidak berubah secara nyata sampai masa pubertas. Kemudian testis
membesar secara bertahap panjang testis orang dewasa, yaitu  4-5 cm. testis kiri agak lebih
rendah dari pada testis kanan. Fungsi utama dari testis adalah menghasilkan sperma dan
hormone. Selama ejakulasi sperma mengalir ke dalam epididimis, dan kemudian ke dalam vas
deferens sebelum melewati uretra.
Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-bulisampai
orifisium uretra eksterna glans penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra pria dibagi menjadi
dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra posterior dibagi uretra pars
prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra pendulare
uretra dan bulbus uretra.
1.      Uretra bagian anterior Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini
dimulai dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa
tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi
relatif mudah.
2.      Uretra bagian posterior Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang
dkelilingi kelenjar prostate dinamakan prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra membransea
yang memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian
ini terdapat otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat
menahan kemih dan berhenti pada waktu berkemih. Uretra membransea terdapat dibawah dan
di belakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra
membranasea

EMBRIOGENESIS GENITALIA
            Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ectoderm dan
endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan ditengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian
bermigrasi ke perifer, memisakan ectoderm dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap
bersatu membentuk membran kloaka. Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara
umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Di bawahnya pada garis tengah terbentuk
lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold.
Pada usia kehamilan 7 minggu, terjadi diferensiasi gonad dari jaringan gonad indifiren.
Diferensiesi seks antara pria dan wanita tergantung dari ada tidaknya determinan maskulinisasi.
Genitalia eksterna pria dan wanita berasal dari jaringan embrionik yang sama yaitu; Genitalia
tubercle, urethral folds, dan labioscrotal sweelings. Pada diferensiasi genitalia pria hormon
testosteron (DHT) menyebabkan maskulinisasi, Genital tubercle menjadi glans penis, urethral
folds menjadi penis, dan labioscrotal sweelings menjadi skrotum dan preputium. Bila terjadi
agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tidak terbentuk, sehingga penis tidak terbentuk.
Pada pria kromosom Y adalah penentu testis pada daerah penentu seks ( SRY ) yang
menyebabkan berkembangnya korda medulla (testis), terbentuknya tunika albuginea, dan korda
korteks (ovarium) gagal berkembang. Bila tidak ada kromosom Y, pembentukan ovarium akan
terangsang disertai dengan perkembangan korda korteks yang khas, hilangnya korda medulla
(testis), dan gagalnya tunika albuguinea untuk berkembang. Pada kehamilan minggu ke-8,
produksi testosteron oleh sel Leydig sudah mulai, dan testis sekarang sudah mampu
mempengaruhi diferensiasi seksual duktus genitalia dan organ kelamin luar.
Perkembangan Alat Kelamin Luar
Dalam perkembangan minggu ke-3, sel-sel mesenkim yang berasal dari daerah alur
primitif bermigrasi ke sekitar membrana kloakalis untuk membantu sepasang lipatan yang agak
menonjol yaitu lipatan kloaka. Pada minggu ke-6 membrana kloakalis dibagi lagi menjadi
membrana urogenitalis dan membrana analis. Membran urogenitalia akan ruptur dan membentuk
sinus. Lipatan kloaka juga dibagi menjadi lipatan uretra di anterior dan lipatan anus di posterior.
Jika lipatan itu (genital folds) gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan terjadi
Hipospadia.

Pada akhir minggu ke-6 sulit membedakan kedua jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Perkembangan genitalia eksterna pada pria dipengaruhi oleh hormon androgen yang oleh testis
ditandai oleh cepat memanjang tuberculum genitel yang dinamakan yang dinamakan phallus
(penis). Pada akhir bulan ke-3 kedua lipatan uretra menutup di atas lempeng uretra dan
membentuk uretra pars cavernosa.
            Pada bulan ke-4 ketika sel-sel ektoderm dari ujung glans menembus masuk ke dalam dan
membentuk sebuah korda epitel pendek. Korda ini memperoleh rongga sehingga membentuk
orifisium uretra eksternum. Perkembangan selanjutnya, tonjolan ini bergerak ke kaudal dan tiap
tonjolan membentuk setengah skrotum.

2.3    ETIOLOGI
Etiologi yang pasti untuk hipospadia belum diketahui, namun ada beberapa faktor pencetus
terjadinya hipospadia, seperti :
a.       Faktor Endokrin
Terdapat kelainan pada reseptor testosteron dan juga kelainan pada hormon androgen
b.      Faktor Genetik
Berdasarkan penelitian Alexander (2007), pada keluarga yang memiliki kelainan kelamin
( hipospadia ) , maka resiko yang akan terulang pada saudara laki-laki kurang dari 7% - 9%
hipospadia. Jika orang tua kandung laki-laki memiliki kelainan kelamin ( hipospadia ) maka
resiko yang akan diturunkan pada anak kandung laki-laki kurang lebih 12% - 14. Hipospadia
terjadi karena gagalnya sintesis androgen, hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang
mengkode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi
c.       Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. Pencemaran limbah industri berperan
sebagai Endocrin discrupting chemicals baik bersifat eksogenik maupun anti androgenik
seperti polychorobiphenyls, dioxin, furan, peptisida, organochlorin, alkiphenol polyethoxsylates
dan phtalites. Sudah diketahui bahwa setelah tingkat indefenden maka perkembangan genital
eksterna laki-laki selanjutnya dipengaruhi oleh estrogen yang dihasilkan testis primitif. Suatu
hipotesis mengemukakan bahwa kekurangan estrogen atau terdapat anti androgen akan
mempengaruhi pembentukan genetalia eksterna laki-laki
d.      Faktor hormon
Faktor hormon androgen sangat berpengaruh terhadap kejadian hipospadia karena berpengaruh
terhadap proses maskulinisasi masa embrional. Androgen dihasilkan oleh testis  dan placenta
karena terjadi defisiensi androgen akan menyebabkan penurunan produksi dehidrotestosterone
(DHT) yang dipengaruhi oleh 5 ɑ reduktase, ini berperan dalam pembentukan penis sehingga
bila terjadi defisiensi androgen akan menyebabkan kegagalan pembentukan bumbung uretra
yang disebut hipospadia. Hormon  yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang
mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen
sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan
memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon
androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.

2.4  MANIFESTASI KLINIS
a.       Preputium (kulup) membentuk tudung diatas kepala penis yang abnormal
b.      Penis melengkung ke bawah
c.       Lubang penis berada dibawah atau didasar penis
d.      Pancaran urin membelok

2.5  TEST DIAGNOSTIK
Test tambahan yang dapat dilakukan untuk penderita hipospadia:
a.       Pemeriksaan fisik
b.      Prenatal USG
c.       Uretroskopi dan sistoskopi membantu dalam mengevaluasi perkembangan organ reproduksi
internal.
d.      Sex kromatin
e.       Radiologi urografi : IVP dan sistouretrografi untuk menilai gambaran saluran kemih
keseluruhan dengan bantuan kontras.

2.6   PENATALAKSANAAN
a.       Pembedahan
Tujuan dari dilakukannya pembedahan:
a)      Agar meningkatkan kemampuan anak untuk membatalkan dalam posisi berdiri dengan aliran
lurus
b)      Untuk meningkatkan penampilan fisik alat kelamin untuk alasan psikologis.
c)      Untuk menjaga organ seksual yang memadai. banyak prosedur telah dijelaskan bahwa mencapai
satu atau lebih tujuan ini. Pilihan prosedur bedah dipengaruhi terutama oleh keparahan kerusakan
dan adanya anomali terkait.
Hipospadia kelenjar (cacat pada glans penis) dapat periksa dengan glans approximation
procedure (GAP) atau meatal advancement glanuloplasty(MAGPI) prosedur biasanya, usia yang
sesuai untuk dilakuakan operasi berkisar  6 sampai 18 bulan, sebelum anak telah
mengembangkan citra tubuh dan kecemasan. Pembedahan hipospadia diusia 3 bulan telah
berhasil tanpa insiden yang lebih tinggi komplikasi (sugar and others, 1993). Kadang-
kadang dilakukan terapi testosteron yang diberikan sebelum operasi untuk mencapai ukuran
penis yang normal.
Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
1.      Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada
glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada
tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit
penis
2.      Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat jaringan  sudah lunak. Dibuat
insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit
dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian
sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap
pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.

Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap:


Dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan
hipospadia jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan
kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
2.7  KOMPLIKASI
Komplikasi setelah pembedahan:
a.       Komplikasi awal yang terjadi adalah perdarahan, infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis flap,
dan edema
b.      Komplikasi lanjutan
1.      Stenosis sementara karena edema atau hipertrofi scar pada tempat anastomosis
2.      Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama
3.      Fistula uretrocutaneus
4.      Striktur uretra

2.8  ASUHAN KEPERAWATAN
2.8.1     Pengkajian
1.      Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
         Riwayat kesehatan keluarga?
         Kondisi lingkungan rumah dan lingkungan kerja ibu saat mengandung.

2.      Pola Eliminasi
         Kebiasaan BAK: posisi, pancaran urin
         Bentuk penis dan lokasi meatus
3.      Pola Persepsi dan Konsep Diri
         Perasaan anak dengan penyakit yang dialami ?
4.      Pola Peran dan Hubungan dengan sesama
         Adakah rasa minder, malu, kurang percaya diri, menutup diri  ?
5.      Pola Mekanisme Koping
         Cara mengatasi perasaan malu dan kurang percaya ?
6.      Pola reproduksi
         Apakah testis pada anak sudah turun atau belum?

2.8.2     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Pre-operasi
DP 1 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan disfungsi seksual
HYD: gangguan citra tubuh dapat teratasi secara bertahap yang ditandai dengan :
         Anak menerima perubahan citra tubuh
         Orangtua mengidentifikasi keterbatasan
         Anak menyatakan perasaan positif terhadap dirinya sendiri

Intervensi:
1.      Terima persepsi persepsi diri anak dan berikan jaminan bahwa ia dapat mengatasi krisis ini
R/:  untuk memvalidasi perasaannya
2.      Ketika membantu anak yang sedang melakukan perawatan diri, kaji pola koping dan tingkat
harga dirinya
R/:  untuk mendapatkan nilai dasar pada pengukuran kemajuan psikologinya
3.      Bimbing dan kuatkan fokus anak pada aspek-aspek positif dari penampilannya dan upayanya
menyesuaikan diri dengan perubahan citra tubuhnya
R/: untuk mendukung adaptasi dan kemajuan yang berkelanjutan

DP 2 Kecemasan (anak dan orangtua) berhubungan dengan prosedur operasi

HYD : Kecemasan anak berkurang ditandai dengan:


         Anak tidak rewel atau menangis
         Anak muda didekati perawat/petugas kesehatan
Intervensi:
1.      Kaji adanya kecemasan anak, misalnya anak rewel atau menangis
R/ : mengetahui intervensi keperawatan selanjutnya dan evaluasi atas tindakan keperawatan yang
sudah dilakukan
2.      Anjurkan orangtua untuk selalu menemani anak selama menjelang operasi
R/ : dengan ditemani orang tua diharapkan dapat memberikan rasa aman pada anak
3.      Jelaskan kepada anak dan orangtua prosedur yang akan dilakukan sebelum, selama operasi,
maupun setelah operasi
R/ :mengurangi rasa cemas dan memberi informasi yang dibutuhkan keluarga
4.      Berikan anak lingkungan yang tenang dan nyaman
R/ : untuk mengurangi stress maupun kecemasan anak
5.      Anjurkan orangtua membawa mainan kesukaan anak, bila memungkinkan
R/ :diharapkan anak dapat menjadi tenang dan mengurangi rasa cemas
DP 3 Defisit pengetahuan berubungan dengan proses penyakit dan prosedur pembedahan
HYD: Defisit pengetahuan dapat teratasi yang ditandai dengan :
         Orangtua mengkomunikasikan semua keperluan yang diketahui
         Orangtua anak menyatakan pemahaman tentang apa yang telah diajarkan
         Orangtua anak mendemonstrasikan kemampuan untuk melakukan perilaku baru yang
berhubungan dengan kesehatan sesuai dengan yang diajarkan kepada mereka dan menyebutkan
ketrampilan khusus dan target yang realistis untuk melakukannya.
Intervensi:
1.      Jelaskan tentang prosedur pembedahan dan tujuannya kepada orang tua dan anak.
Gunakan istilah yang dimengerti dan sesuai usia anak dalam penjelasan. Apabila
memungkinkan, tunjukan pada keluarga gambar alat prosedur yang akan digunakan. Jelaskan
prosedur tersebut akan menghabiskan waktu selama 30-60 menit, bergantung pada area tubuh
yang akan diperiksa.
R/: Memberi penjelasan tentang prosedur dan peralatan secara jelas dan tepat, dapat menigkatkan
kerja sama keluarga, dan dapat mengurangi rasa cemas.
2.      Jelaskan kepada anak dan orangtua bahwa anak harus berbaring tenang selama prosedur.
R/: Untuk memungkin hasil yang akurat selama proses pemeriksaan.
3.      Pilih strategi pengajaran (diskusi, demonstrasi, bermain peran, materi visual) yang tepat untuk
gaya pembelajaran secara individual.
R/: Untuk meningkatkan keefektifan pengajaran
4.      Ajarkan keterampilan yang anak atau keluarga klien harus masukan kedalam gaya hidup sehari-
hari. Biarkan anak mendemonstrasikan kembali setiap keterampilan yang baru
R/: Untuk membantu mendapatkan rasa percaya.
5.      Masukan keterampilan yang dipelajari anak kedalam rutinitas sehari-hari selama hospitalisasi
R/: Tindakan ini memungkinkan anak mempraktikan keterampilan baru dan menerima umpan
balik.

Diagnosa Post-Operasi
DP 1 Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan teratasi ditandai dengan:
         Anak menunjukan nyeri berkurang dan merasa lebih nyaman (tidak rewel, menangis)
         Anak tidak tampak meringis
         Anak dapat beraktivitas tanpa terganggu
Intervensi :
1.      Kaji keluhan nyeri dengan pendekatan PQRST
R/: Pendekatan komprehensif dapat membantu menyusun intervensi
2.      Berikan anak posisi nyaman
R/: Posisi semi fowler dengan kaki difleksikan akan membantu mengurangi tegangan pada otot
perut sehingga mengurangi nyeri.
3.      Ajarkan anak teknik napas dalam ketika nyeri muncul
R/: Teknik napas dalam membantu merelaksasikan otot perut dan mengurangi nyeri.
4.      Anjurkan orangtua untuk menggunakan teknik pengalihan perhatian.
R/: Pengalihan perhatian dapat membantu mengurangi nyeri dan ketergantungan pada analgesik
5.      Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik
R/: Obat analgesik dapat menghambat respon nyeri dalam tubuh.

DP 2 Resiko infeksi berhubungan dengan penggunaan kateter

HYD : Resiko infeksi berkurang yang ditandai :


         Urin bewarna kuning jernih, tidak berbau dan tidak ada endapan
         Tempat masuk kateter tidak memperlihatkan tanda-tanda inflamasi
         Anak minum cairan … ml dan mengkonsumsi protein setiap hari
         Anak tetap terbebas dari infeksi
Intervensi:
1.      Gunakan tekni aseptic yang tepat  pada saat memasukan kateter dan perawatan luka
R/: untuk ,menghindari penyebaran pathogen
2.      Ganti selang kateter dan berikan perawatan daerah genitalia setiap 24-48 jam atau sesuai
kebijakan yang ditetapkan di rumah sakit
R/: untuk membantu mencegah pathogen masuk dalam tubuh
3.      Anjurkan asupan cairan sesuai dengan berat badan pasien setiap hari
R/: untuk membantu menipiskan sekresi mukosa
4.      Asupan yang adekuat, berikan suplemen tinggi protein bila tidak ada kontra indikasi
R/: tindakan ini membantu menstabilkan berat badan, meningkatkan tonus dan massa otot serta
membantu penyembuhan luka
DP 3 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan abnormal meatus uretra
HYD: Gangguan eliminasi urin dapat teratasi yang di tandai dengan :
         Orangtua dan anak  mempertahankan keseimbangan cairan asupan sebanding dengan haluaran
         Anak meningkatkan tingkat kenyamanan
         Anak dan anggota keluarga mendemonstrasikan keterampilan mengelola eliminasi urine.
         Komplikasi dapat dihindari dan diminimalkan
Intervensi :
1.      Pantau status pola berkemih anak, dokumentasikan dan laporkan asupan dan haluaran
R/: Pengukuran asupan dan haluaran yang akurat sangat penting untuk pemberian terapi
penggantian cairan yang benar
2.      Berikan perawatan untuk kondisi perkemihan anak dengan tepat dan sesuai program; pantau
kemajuannya.
R/: Untuk membantu mendukung pemulihan
3.      Jelaskan kepada anak dan anggota keluarga atau pasangan tentang alasan terapi dan efek yang
diharapkan
R/: untuk meningkatkan pemahaman anak dan membangun rasa percaya kepada pemberi asuhan
4.      Bantu anak dalam tindakan higine umum dan kenyamanan sesuai kebutuhan
R/: Kebersihan mencegah pertumbuhan bakteri dan meningkatkan kenyamanan
5.      Berikan obat nyeri yang diprogramkan dan pantau kefektifannya
R/: kesadaran bahwa nyeri dapat diredakan akan menurunkan intensitas nyeri, yaitu melalui
penurunan ketegangan akibat ansietas.

2.8.3 Manajemen Keperawatan
Pada anak dengan hypospadia post-operasi hal yang harus diperhatikan oleh perawat adalah
menjaga agar tidak terjadi cedera yang dapat memperparah kondisi anak dalam proses
penyembuhannya. Dalam hal ini bagian yang dikonstruksi (penis) dibungkus dalam balutan
sederhana, dan stent untuk drainase urin dan untuk mempertahankan kepatenan dari pembukaan
baru. Selama perawatan stent, darah segar dapat terlihat pada pembalut, namun pada urin tidak
terlihat adanya darah. Pastikan stent tidak tercabut dan tetap pada posisinya, imobilisasi anak,
intake cairan adekuat untuk mempertahankan output urin dan kepatenan stent. Nyeri akan
dirasakan berhubungan dengan spasme kandung kemih. Medikasi antikolinergik seperti,
oxybutynin atau hyoscyamine. Ibuprofen atau atau acetaminofen dapat diberikan juga untuk
meredakan nyeri. Pemberian antibiotik sampai stent/kateter urin dilepaskan. Ajarkan orangtua
mengganti popok, untuk melindungi dan mempertahankan stent menggunakan teknik dua kali
lipat popok, intake cairan, administrasi obat, serta tanda dan gejala infeksi.
Perawatan Anak di rumah oleh Keluarga

a. Menggunakan teknik dua kali lipat popok untuk melindungi dan mempertahankan
stent (tube kecil yang mengalirkan urin) atau kateter urin dari kontaminasi

b. Jangan mandikan bayi dalam tub sampai stent atau kateter dilepaskan

c. Batasi atau hindari infant atau toddler dari aktivitas yang dapat memberikan
tekanan pada bagian konstruksi (bermain, mengendarai mainan). Hindari menggendong
mereka dengan mengangakangi pinggul. Batasi aktivitas selama 2 minggu.

d. Berikan antibiotik sampai selesai untuk menghindari infeksi

Anda mungkin juga menyukai