Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN ANAK ANALISIS JURNAL

“EFEKTIFITAS PIJAT/SENTUHAN BAYI TERHADAP KADAR BILIRUBIN


PADA BAYI IKTERIK DI RUANG BAYI
RS YOGYAKARTA TAHUN 2019”

OLEH : KELOMPOK 24

Ni Putu Rusmiathi 20.901.2649


Ni Wayan Adriani 20.901.2551
Putu Wahyu Puspa Wandhini 20.901.2587
Putu Laudy Mita Anggarini 20.901.2514
Ni Putu Indrayani 20.901.2651

PROGRAM STUDI PROFESI NERS NON REGULER


STIKES WIRA MEDIKA BALI
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kadar Bilirubin yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan otak yang

permanen atau kernikterus. Sebanyak 60 % dari bayi sehat akan mengalami penyakit

kuning/ikterik dan 75 % dilakukan perawatan di Rumah Sakit (Rawat inap) terutama

dalam minggu pertama kelahiran (Maisels, 2008; Lin et al 2015). Hal ini juga

dikemukakan oleh Karbandi et al (2016) dan Moghadam et al (2015), yang

menyatakan bahwa peningkatan kadar bilirubin diatas normalnya terjadi pada bayi

premature sebanyak 80 % dan bayi cukup bulan sebnayak 60 % pada minggu pertama

kelahiran.

Peningkatan kadar bilirubin darah disebabkan karena bilirubin yang tidak

terkonjugasi yang dikarenakan hati pada neonatus tidak mampu membersihkan

bilirubin dalam darah dengan cepat. Kurangnya asupan kalori dan cairan, penurunan

berat badan atau tertundannya buang air besar menyebabkan resiko bayi mengalami

kuning. Salah satu jenis penyakit kuning adalah ikterik fisiologis, dimana penyakit

ini dikategorikan tidak berbahaya, namun jika kadar bilirubin sangat berlebih atau

bisa mengarah ke patologis maka harus segera ditangani dengan cepat. Penanganan

yang dilakukan diantarannya fototerapi, tranfusi tukar dan pijat bayi untuk mencegah

terjadinya encephalopathy atau kernicterus (Kaplan, 2011; McClurg, 2011;

Seyyedrasooli, 2015).
Pijat bayi memiliki banyak manfaat diantaranya adalah meningkatkan

berat badan, meningkatkan intake kalori, meningkatkan aktivitas vagal, meningkatkan

motilitas lambung, meningkatkan sistem imun, tidur, menurunkan kadar bilirubin

dan memperpendek rawat inap di rumah sakit (Niemi, 2017). Mohhadam et al,

(2015) menyatakan bahwa pijat bayi akan menurunkan kadar bilirubin dalam darah

dari pada yang tidak dilakukan pijat bayi dengan p= 0,0003. Lin et al (2015) juga

menyatakan bahwa pijat bayi sangat signifikan menurunkan kadar bilirubin dalam

darah dengan p= 0,03. Di Daerah Wates dan Sleman neonatal banyak mengalami

komplikasi diantaranya adalah asfiksia, ikterus, hipotermi, sepsis, trauma lahir dan

gangguan pernafasan. Pada tahun 2015 angka kejadian komplikasi neonatal mencapai

124,5 %, dimana jumlah perkiraan neonatus dengan komplikasi sebanyak 785 kasus

dan ternyata yang mendapat penanganan sebanyak 977 kasus dan angka tersebut

melebihi jumlah angka nasional yaitu sebesar (15%) (Dinas Kesehatan Kulon Progo

Sleman, 2016). Tindakan yang dilakukan untuk menangani bayi ikterik di rumah

sakit masih sebatas tindakan medis diantaranya pemberian fototerapi dan tranfusi

tukar. untuk tindakan keperawatan baru sepatas pemberian ASI atau edukasi kepada

orang tua untuk lebih sering memberikan ASI. Untuk tindakan mandiri keperawatan

masih minim. Oleh karena itu peneliti mencoba melihat teori yang berkaitan dengan

penatalaksanaan pada bayi ikterik salah satunya adalah Pijat bayi atau terapi

sentuhan.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana analisa jurnal menggunakan PICO tersebut?


C. Tujuan

1. Untuk mengetahui analisa jurnal menggunakan PICO tentang Efektifitas

Pijat/Sentuhan Bayi terhadap Kadar Bilirubin pada Bayi Ikterik di Ruang

Bayi RS Yogyakarta?

D. Manfaat

1. Hasil analisis jurnal ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi

klinis bagi perawat untuk memastikan penelitian yang dicari sesuai dengan

pernyataan klinis sehingga dapat memberikan pelayanan kepada pasien.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. IKTERIK NEONATUS

1. Pengertian

Ikterik neonatus atau penyakit kuning adalah kondisi umum pada

neonatus yang mengacu pada warna kuning pada kulit dan sklera yang disebabkan

terlalu banyaknya bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg/dl pada 24 jam pertama

kehidupan (PPNI, 2017).. Ikterik neonatus adalah keadaan dimana bilirubin

terbentuk lebih cepat daripada kemampuan hati bayi yang baru lahir (neonatus)

untuk dapat memecahnya dan mengeluarkannya dari tubuh, Ikterik adalah warna

kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau organ lain akibat

penumpukan bilirubin. Bilirubin merupakan hasil penguraian sel darah merah di

dalam darah. Penguraian sel darah merah merupakan proses yang dilakukan oleh

tubuh manusia apabila sel darah merah telah berusia 120 hari. Hasil penguraian

hati (hepar) dan dikeluarkan dari badan melalui buang air besar (BAB) dan Buang

air kecil (BAK) (Marmi, 2015).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ikterik neonatus

adalah warna kuning yang terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau organ

lain pada nenonatus akibat kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg/dl pada

24 jam pertama kehidupan, dan terjadi karena bilirubin tidak terkonjugasi oleh

hepar, sehingga tidak dapat dieksresikan dari tubuh dan menumpuk pada darah,
bila tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan terjadinya kern ikterus yang

merupakan kerusakan otak akibat perlekatan bilirubin indirek pada otak.

2. Penyebab

Penyebab ikterik pada neonatus dapat berdiri sendiri ataupun dapat

disebabkan oleh beberapa factor, secara garis besar etioologi ikterik neonates

(PPNI, 2017):

a. Penurunan Berat Badan abnormal (7-8% pada bayi baru lahir yang

menyusui ASI, >15% pada bayi cukup bulan)

b. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik

c. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin

d. Usia kurang dari 7 hari

e. Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)

3. Klasifikasi

Menurut (Ridha, 2014) Ikterik neonatus dapat diklasifikasikan menjadi

dua yaitu Ikterik Fisiologis dan Ikterik Patologis:

a. Ikterik fisiologis

Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul pada hari kedua atau ketiga

dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan menghilang sampai

hari kesepuluh. Ikterik fisiologis tidak mempunyai dasar patologis potensi

kern icterus. Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa, kadar

bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl dan pada

BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat belas, kecepatan kadar

bilirubin tidak melebihi 5% perhari.


b. Ikterik patologis

Ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik timbul dalam 24 jam pertama

kehidupan: serum total lebih dari 12 mg/dl. Terjadi peningkatan kadar

bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum serum

melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg%pada bayi

cukup bulan, ikterik yang disertai dengan proses hemolisis (inkompatibilitas

darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis). Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl

atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl per-jam atau lebih 5 mg/dl perhari.

Ikterik menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih dari

14 hari pada bayi baru lahir BBLR. Beberapa keadaan yang menimbulkan

ikterik patologis:

1) Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidak cocokan golongan darah

ibu dan anak seperti rhesus antagonis, ABO dan sebagainya.

2) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-PD (Glukosa-6 Phostat

Dehidrokiknase), talesemia dan lain-lain.

3) Hemolisis: Hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.

4) Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit, karena

toksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan sebagainya.

5) Kelainan metabolik: hipoglikemia, galaktosemia.

6) Obat- obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti

solfonamida, salisilat, sodium benzoate, gentamisin, dan sebagainya.


7) Pirau enterohepatic yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi, penyakit

hiscprung, stenosis, pilorik, meconium ileus dan sebagainya.

4. Manifestasi Klinik

Dikatakan Hiperbilirubinemia apabila ada tanda-tanda sebagai berikut (Ridha,

2014):

a. Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau

organ lain akibat penumpukan bilirubin

b. Ikterik terjadi pada 24 jam pertama

c. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.

d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus cukup bulan, dan 12,5

mg% pada neonatus kurang bulan.

e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.

f. Ikterik yang disertai dengan berat badan lahir kurang 2000 gr, masa esfasi

kurang 36 mg, defikasi, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi

trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.

5. Penanganan

Penanganan pada ikterik neonatus menurut (Marmi , 2015):

a. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin

1) Menyusui bayi denga ASI, bilirubin dapat pecah jika bayi banyak

mengeluarkan feses dan urine, untuk itu bayi harus mendapatkan

cukup ASI. Seperti yang diketahui ASi memiliki zat zat terbaik yang

dapat memperlancar BAB dan BAK


2) Pemberian fenobarbital, fenobarbital berfungsi untuk mengadakan

induksi enzim mikrosoma, sehingga konjungsi bilirubin berlangsung

dengan cepat.

b. Pijat/ Massage Bayi

Pijat bayi memiliki banyak manfaat diantaranya adalah meningkatkan

berat badan, meningkatkan intake kalori, meningkatkan aktivitas vagal,

meningkatkan motilitas lambung, meningkatkan sistem imun, tidur,

menurunkan kadar bilirubin dan memperpendek rawat inap di rumah sakit.

c. Terapi Sinar Matahari

Terapi sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya

dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya bisa

dijemur selama setengah jam dengan porsi yang berbeda-beda. Lakukan

antara jam 07.00-09.00.

d. Fototerapi

Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol

yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut

dalam air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin

menurun.

1) Cara kerja fototerapi

Foto terapi dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu

senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol

yang mudah larut dalam air dan cairan empedu duodenum dan

menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus


sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan keluar dalam

feses.

2) Komplikasi fototerapi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada fototerapi adalah:

a) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan

peningkatan Insensible Water Loss (penguapan cairan). Pada BBLR

kehilangan cairan dapat meningkat 2-3 kali lebih besar.

b) Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya

bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan peristaltic

usus. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena

sinar (berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika fototerapi

selesai.

c) Gangguan pada retina jika mata tidak ditutup.

d) Kenaikan suhu akibat sinar lampu, jika hal ini terjadi sebagian

lampu dimatikan, tetapi diteruskan dan jika suhu terus naik, lampu

semua dimatikan sementara, dan berikan ekstra minum kepada bayi.

e. Transfusi tukar

Transfuse tukar dilakukan pada keadaan hyperbilirubinemia yang tidak

dapat diatasi dengan tindakan lain, misalnya telah diberikan fototerapi

kadar bilirubin tetap tinggi. Pada umumnya transfuse tukar dilakukan pada

ikterus yang disebabkan hemolisis yang terdapat pada ketidakselarasan

rhesus ABO, defisiensi enzim glukuronil transferase G-6-PD, infeksi

toksoplasmosis dan sebagainya. Indikasi untuk melakukan transfusi tukar


adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%, peningkatan kadar

bilirubin indirek cepat yaitu 0,3-1 mg% per-jam, anemia berat pada

neunatus dengan gejala gagal jantung, bayi dengan kadar hemoglobin tali

pusat kurang dari 14 mg% dan uji comb positif. Tujuan transfuse tukar

adalah mengganti ertitrosit yang dapat menjadi hemolisis, membuang

antibodi yang menyebabkan hemolisis, menurunkan kadar bilirubin

indirek dan memperbaiki anemia.


BAB III

PEMBAHASAN

A. Analisa Jurnal PICO (Population, Intervention, Comparison, Outcome)

1. Population (P): Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien bayi

hiperbilirubinemia di 2 rumah sakit di Yogyakarta yaitu RSUD Sleman dan

RSIA Sadewa pada tahun 2018. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30

responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Adapun Kriteria Inklusi :

a. usia gestasi ≥ 34 minggu,

b. APGAR Score lahir 8-10,

c. bayi berusia 1-7 hari dan menerima fototerapi,

d. Kadar bilirubin > 12 mg/dl.

Kriteria eklusi :

a. Kelainan kongenital, infeksi,

b. Obstruksi pencernaan, atresia biliari, inkompabilitas golongan darah ABO

dan Rhesus

c. Perdarahan subgaleal.

2. Intervention (I): Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan

menggunakan desain Quasi Eksperimen dengan menggunakan rancangan pre

post-test. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan teknik Accidental

Sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil kasus

atau responden yang kebetulan ada atau tersedia disuatu tempat sesuai dengan
kriteria inklusi dan eklusi maka bisa dijadikan sampel penelitian. Dengan

analisa bivariate menggunakan Mann-Whitney. Pengolahan data melalui

aditing, coding, entering, dan cleaning. Sebelum diberikan intervensi

responden akan diberikan posisi terlentang di tempat tidur atau memberikan

posisi senyaman mungkin kepada bayi, sambal menjelaskan kepada orang tua

tindakan yang akan dilakukan kepada bayi. Responden juga akan dilakukan

pengambilan darah untuk mengecek bilirubin. Tindakan selanjutnya yaitu

pijat bayi (+fototerapi) dilakukan sebanyak 2 kali pada pagi hari dan sore

dilakukan selam 10 menit selama 2 hari , sebelum dilakukan pijat bayi

fototerapi dimatikan terlebih dahulu. Selanjutnya setelah selesai dilakukan

pijat bayi dan kadar bilirubin turun kemudian peneliti mendokumentasikannya

di lembar observasi (posttest)

3. Comparison (C): Dalam jurnal “Efektifitas Pijat/Sentuhan Bayi Terhadap

Kadar Bilirubin Pada Bayi Ikterik di Ruang Bayi RS Yogyakarta” kelompok

kontrol hanya dilakukan fototerapi saja sesuai dengan prosedur (2 hari).

Setelah sesuai ketentuan maka dilakukan pengambilan darah untuk mengecek

kadar bilirubin setelah intervensi. Secara statistik tidak ada perbedaan yang

bermakna tetapi dilihat dari penurunan kadar bilirubin, pada kelompok

intervensi penurunan kadar bilirubin lebih baik dibandingkan dengan

kelompok kontrol dengan selisih 0,62. Adanya terapi pijat maka terjadi

penurunan bilirubin pada kelompok intervensi yang jauh lebih baik dari

kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan pijat bayi adalah cara memberikan

stimulasi berupa sentuhan dengan cara pemijatan.


4. Outcome (O): Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan antara pijat bayi

dan fototerapi dengan penurunan kadar bilirubin, dan tidak ada perbedaan

yang bermakna antara bayi yang mendapatkan pijat bayi dan fototerapi

dengan bayi yang mendapatkan fototerapi saja dengan penurunan kadar

bilirubin dalam darah.


DAFTAR PUSTAKA

Marmi, & Raharjo, K. (2015). Asuhan neonates, bayi, balita, dan anak prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Paulinus Deny Krisnanto,dkk.(2019). Efektifitas Pijat/Sentuhan Bayi Terhadap


Kadar Bilirubin Pada Bayi Ikterik di Ruang Bayi RS Yogyakarta.
http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/article/view/290/pdf.

Ridha, H.N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Anda mungkin juga menyukai