Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS

I. Konsep Penyakit
I.1 Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat

Meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membran (selaput) yang mengelilingi
otak dan medulla spinalis. Penyebab meningitis meliputi 1) bakteri, piogenik yang
disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil
influenza; 2) virus, yang disebabkan oleh agens-agens virus yang sangat bervariasi; dan 3)
organisme, jamur. (Muttaqin, 2012)

I.2 Etiologi
I.2.1 Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa
I.2.2 Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
I.2.3 Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan
wanita
I.2.4 Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan
I.2.5 Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
I.2.6 Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan
sistem persarafan

I.3 Tanda Dan Gejala


Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
I.3.1 Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
I.3.2 Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
I.3.3 Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut :
I.3.3.1 Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
I.3.3.2 Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
I.3.3.3 Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut
dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremitas yang
berlawanan.
I.3.4 Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
I.3.5 Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat
purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-
tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur,
sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
I.3.6 Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
I.3.7 Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler
diseminata

I.4 Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia,
yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan
pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian
tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya
ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam
meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran
darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat
meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak
dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari
peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier otak), edema
serebral dan peningkatan TIK.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis.
Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan
dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromwaterhouse-friderichssen)
sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan
oleh meningokokus.

I.5 Pemeriksaan Penunjang


I.5.1 Analisis CSS dari fungsi lumbal :
I.5.1.1 Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip
terhadap beberapa jenis bakteri.
I.5.1.2 Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
I.5.2 Glukosa serum : meningkat (meningitis)
I.5.3 LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
I.5.4 Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)
I.5.5 Elektrolit darah : Abnormal
I.5.6 ESR/LED : meningkat pada meningitis
I.5.7 Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
I.5.8 MRI/CT scan : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
I.5.9 Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

I.6 Komplikasi
I.6.1 Hidrosefalus obstruktif
I.6.2 MeningococcL Septicemia (mengingocemia)
I.6.3 Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
I.6.4 SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone)
I.6.5 Efusi subdural
I.6.6 Kejang
I.6.7 Edema dan herniasi serebral
I.6.8 Cerebral palsy
I.6.9 Gangguan mental
I.6.10 Gangguan belajar
I.6.11 Attention deficit disorder

I.7 Penatalaksanaan
I.7.1 Kaji tanda vital dan cek status neurologis setiap 2-4 jam sesuai indikasi
I.7.2 Kaji fungsi saraf dengan melihat saraf cranial III, IV, VI, VII, dan VIII dan monitor
perubahannya
I.7.3 Managemen nyeri dengan obat atau tanpa obat-obatan
I.7.4 Berikan intervensi untuk mengobati atau mencegah peningkatan TIK.
I.7.5 Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
I.7.5.1 Antimikroba : Penisilin, ampisilin, kloramfenikol
I.7.5.2 Untuk dehidrasi dan syok : Berikan tambahan volume cairan
I.7.5.3 Kejang : Diazepam, fenitoin
I.7.5.4 Edema serebral : Diuretik osmotic (manitol)
I.7.6 Lindungi klien dari injuri pada saat timbul serangan
I.8 Pathway
Faktor-faktor predisposisi mencakup, infeksi jalan napas bagian atas,
otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
prosedur bedah saraf baru, trauma kepala, dan pengaruh imunologis

Invasi kuman ke jaringan serebral via saluran vena nasofaring


posterior, telinga bagian tengah, dan saluran mastoid

Reaksi peradangan jaringan


serebral

Eksudat meningen Gangguan metabolism serebral Hipoperfusi

Trombus daerah korteks


dan aliran darah serebral ↓

Kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi, kerusakan


endotel, dan nekrosis pembuluh darah

Infeksi/septikimia jaringan otak

Iritasi meningen

Sakit kepala dan demam Perubahan fisiologis intrakranial

1. Hipertermi
2. Nyeri
Edema serebral dan peningkatan TIK Peningkatan permeabilitas darah otak

Penekanan area Adhesi Perubahan Perubahan Penurunan


fokal kortikal ↓ tingkat gastrointestinal tingkat
Kelumpuhan saraf kesadaran kesadaran Bradikardi
Perubahan
Kaku kuduk, perilaku Mual muntah,
tanda kering Koma Disorientasi intake nutrisi Penurunan
(+), tanda Fotofobia pe↑ kemampuan 3.Resiko
Brudzinski sekresi ADH batuk Perubahan
Kematian Peningkatjan perfusi
produksi jaringan
7. Resiko
Kejang mukus otak
defisit
11. Takut cairan
8. Resoko 5.Ketidakefek- 4. Resiko
12. Kecemasan gangguan
dari nutrisi tifan pola
9. Resiko cedera kurang pernapasan perfusi
!0. Resiko kejang keluarga perifer
dari 6.Ketidakefek-
berulang kebutuhan tifan
bersihan
jalan nafas

Prosedur invasif,
lumbal pungsi Kelemahan Pe ↑ permeabilitas
fisik kapiler dan retensi cairan

13. Hambatan 10. Resiko berlebihnya


ADL volume cairan
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Meningitis
II.1 Pengkajian
II.1.1 Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise)
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
II.1.2 Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi,
disritmia.
II.1.3 Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi
II.1.4 Makan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
II.1.5 Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri
II.1.6 Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena,
kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan
halusinasi penciuman.
Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi,
kehilangan memori, afasia, anisokor, nistagmus, ptosis, kejang umum/lokal,
hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kering positif, rigiditas nukal, babinski
positif, reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki
II.1.7 Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala (berdenyut hebat, frontal)
Tanda : gelisah, menangis
II.1.8 Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

II.2 Riwayat keperawatan


II.2.1 Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting untuk mengetahui jenis kuman penyebab.
Harus ditanya jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai terjadinya
serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengakajian biasanya didapatkan
keluhan yang berhubungan dengan akibat infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan
tersebut diantaranya sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
II.2.2 Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi presdiposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien
mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel
sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan
adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru dan
pemakaian obat-obatan juga dapat menambah komprehensifnya pengkajian.

II.3 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Nyeri akut (NANDA NIC-NOC, 2015: 317 [45])
II.3.1 Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study of Pain); awitan
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.
II.3.2 Batasan karakteristik
II.3.2.1 Perubahan selera makan
II.3.2.2 Perubahan tekanan darah
II.3.2.3 Perubahan frekuensi jantung
II.3.2.4 Perubahan frekuensi pernapasan
II.3.2.5 Laporan isyarat
II.3.2.6 Diaforesis
II.3.2.7 Perilaku distraksi (mis. Berjalan mondar-mandir mencari orang lain dan
atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
II.3.2.8 Mengekspresikan perilaku (mis. Gelisah, merengek, menangis)
II.3.2.9 Masker wajah (mis. Mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu focus meringis)
II.3.2.10 Sikap melindungi area nyeri
II.3.2.11 Fokus menyempit (mis. gangguan persepsi nyeri, hambatan proses
berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
II.3.2.12 Indikasi nyeri yang dapat diamati
II.3.2.13 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
II.3.2.14 Sikap tubuh melindungi
II.3.2.15 Dilatasi pupil
II.3.2.16 Melaporkan nyeri secara verbal
II.3.2.17 Gangguan tidur
II.3.3 Faktor yang berhubungan
Agen cedera (mis. biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

Diagnosa 2 : Hipertermia (NANDA NIC-NOC, 2011: 390)


2.2.1 Definisi : Peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal
2.2.2 Batasan karakteristik
Objektif
Kulit merah
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal
[Frekuensi nafas meningkat]
Kejang atau konvulsi
[Kulit] teraba hangat
Takikardia
Takipnea
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Dehidrasi
Penyakit atau trauma
Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat
Pakaian yang tidak tepat
Peningkatan laju metabolisme
Obat atau anestesia
Terpajan pada lingkungan yang panas [jangka panjang]
Aktivitas yang berlebihan

Diagnosa 3 : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral (NANDA NIC-NOC, 2011:


806
3.1.1 Definisi : penurunan oksigen yang mengakibatkan keggalan pengiriman nutrisi ke
jaringan pada tingkat kapiler
3.1.2 Batasan karaktersitik
Perubahan status mental
Perubahan perilaku
Perubahan respons motoric
Perubahan reaksi pupil
Kesulitan menelan
Kelemahan atau paralisis ekstremitas
Paralisis
Ketidaknormalan dalam berbicara
3.1.3 Faktor yang berhubungan
Perubahan afinitas hemoglobin terhadap oksigen
Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
Keracunan enzim
Gangguan pertukaran
Hipervolemia
Hipoventilasi
Hipovolemia
Gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membran kapiler
Gangguan aliran arteri atau vena
Ketidaksesuaian antara ventilasi dan aliran darah

3.2 Perencanaan
No. Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi (NIC) Rasional
Dx (NOC)
1. Setelah dilakukan asuhan 1. Pemberian analgesik 1. Menggunakan agen-agen
keperawatan selama … x farmakologi untuk mengurangi
24 jam diharapkan pasien atau menghilangkan nyeri
tidak mengalami nyeri 2. Manajemen medikasi 2. Memfasilitasi penggunaan obat
dengan kriteria hasil : resep atau obat bebas secara
1. Memperlihatkan teknik aman dan efektif
relaksasi secara 3. Manajemen nyeri 3. Meringankan atau mengurangi
individual yang efektif nyeri sampai pada tingkat
untuk mencapai kenyamanan yang dapat
keamanan diterima oleh pasien
2. Mempertahankan 4. Manajemen sedasi 4. Memberikan sedative,
tingkat nyeri pada __ memantau respon pasien, dan
atau kurang memberikan dukungan
3. Melaporkan nyeri pada fisiologis yang dibutuhkan
penyedia layanan selama prosedur diagnostic
kesehatan atau terapeutik
4. Tidak mengalami
gangguan dalam
frekuensi pernapasan,
frekuensi jantung atau
tekanan darah
2. Setelah dilakukan asuhan 1. Terapi demam 1. Penatalaksanaan pasien yang
keperawatan selama … x mengalami hiperpireksia
24 jam diharapkan pasien akibat faktor selain lingkungan
tidak mengalami 2. Regulasi suhu 2. Mencapai atau
hipertermia dengan kriteria mempertahankan suhu tubuh
hasil : dalam rentang normal
1. Berkeringat saat panas 3. Pemantauan tanda vital 3. Mengumpulkan dan
2. Menunjukkan metode menganalisis data
yang tepat untuk kardiovaskular, pernapasan
mengukur suhu dan suhu tubuh untuk
3. Menjelaskan tindakan menentukan serta mencegah
untuk mencegah atau komplikasi
meminimalkan
peningkatan suhu tubuh
4. Melaporkan tanda dan
gejala hipertermia

3. Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan penjelasan kepada 1. Keluarga lebih berpartisipasi


keperawatan selama … x keluarga klien tentang dalam proses penyembuhan
24 jam diharapkan pasien sebab-sebab peningkatan
tidak mengalami gangguan TIK dan akibatnya
perfusi jaringan serebral 2. Anjurkan kepada klien 2. Untuk mencegah perdarahan
dengan kriteria hasil : untuk bed rest total ulang
1. Mempunyai sistem saraf 3. Observasi dan catat tanda- 3. Mengetahui setiap perubahan
pusat dan perifer yang tanda vital dan kelainan yang terjadi pada klien secara
utuh tekanan intrakranial tiap 2 dini dan untuk penetapan
2. Menunjukkan fungsi jam tindakan yang tepat
sensorimotor kranial 4. Berikan posisi kepala lebih 4. Mengurangi tekanan arteri
yang utuh tinggi 15-30 dengan letak dengan meningkatkan drainage
3. Menunjukkan fungsi jantung ( beri bantal tipis) vena dan memperbaiki
otonom yang utuh sirkulasi serebral
4. Mempunyai pupil yang
5. Anjurkan klien untuk 5. Batuk dan mengejan dapat
sama besar dan reaktif
menghindari batuk dan meningkatkan tekanan intra
5. Terbebas dari aktivitas
mengejan berlebihan kranial dan potensial terjadi
kejang
6. Tidak mengalami sakit perdarahan ulang
kepala 6. Ciptakan lingkungan yang 6. Rangsangan aktivitas yang
tenang dan batasi meningkat dapat meningkatkan
pengunjunng kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan
mungkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik/perdarahan lainnya
7. Kolaborasi dengan tim 7. Memperbaiki sel yang masih
dokter dalam pemberian viable
obat
III. Daftar Pustaka
Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9
Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/4/Chapter%20II.pdf (Diakses 20
Desember 2016)

http://www.academia.edu/6559846/Laporan_Pendahuluan_dan_Askep_Meningitis
(Diakses 20 Desember 2016)

M a n s j o e r, A . ( 2 0 0 0 ) . Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:


Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Muttaqin, A. (2012). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit
Mediaction.

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa
Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC

Martapura, Desember 2016

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(…………………..……..) (…………………..……..)

Anda mungkin juga menyukai