Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


DIABETES MELLITUS TIPE 1

1.1 Definisi
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016, Diabetes mellitus
adalah suatu penyakit kronis dimana organ pankreas tidak memproduksi cukup
insulin atau ketika tubuh tidak efektif dalam menggunakannya.
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik atau kelainan
heterogen dengan karakteristik kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
disebabkan karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau
keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf dan pembuluh darah (ADA, 2012)
Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik dengan adanya peningkatan
gula darah (hiperglikemia) yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin dan
kerja insulin (Septiyanti, 2013).

1.2 Klasifikasi
Menurut ADA (2013) klasifikasi diabetes mellitus meliputi empat kelas klinis
yaitu :
1. Diabetes Mellitus tipe 1 Hasil dari kehancuran sel beta pankreas, biasanya
menyebabkan defisiensi insulin yang absolut atau tubuh tidak mampu
menghasilkan insulin. Penyebab dari diabetes mellitus ini belum diketahui
secara pasti. Tanda dan gejala dari diabetes mellitus tipe 1 ini adalah poliuria
(kencing terus menerus dalamjumlah banyak), polidipsia (rasa cepat haus),
polipagia (rasa cepat lapar), penurunan berat badan secara drastis, mengalami
penurunan penglihatan dan kelelahan.

1
2. Diabetes Mellitus tipe 2 Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif
yang menjadi latar belakang terjadinya resistensi insulin atau ketidakefektifan
penggunaan insulin di dalam tubuh. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan tipe
diabetes yang paling banyak dialami oleh seseorang di dunia dan paling
sering disebabkan oleh karena berat badan berlebih dan aktivitas fisik yang
kurang. Tanda dan gejala dari diabetes mellitus tipe 2 ini hampir sama
dengan diabetes mellitus tipe 1, tetapi diabetes mellitus tipe 2 dapat
didiagnosis setelah beberapa tahun keluhan dirasakan oleh pasien dan pada
diabetes mellitus komplikasi dapat terjadi.
3. Diabetes tipe spesifik lain Diabetes tipe ini biasanya terjadi karena adanya
gangguan genetik pada fungsi sel beta, gangguan genetik pada kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas dan dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti
pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
4. Gestational Diabetes Diabetes tipe ini terjadinya peningkatan kadar gula
darah atau hiperglikemia selama kehamilan dengan nilai kadar glukosa darah
normal tetapi dibawah dari nilai diagnostik diabetes mellitus pada umumnya.
Perempuan dengan diabetes mellitus saat kehamilan sangat berisiko
mengalami komplikasi selama kehamilan. Ibu dengan gestational diabetes
memiliki risiko tinggi mengalami diabetes mellitus tipe 2 dikemudian hari.
Gestational diabetes lebih baik didiagnosa dengan pemeriksaan saat prenatal
karena lebih akurat dibandingkan dengan keluhan langsung yang dirasakan
klien (Arisman, 2011).

1.3 Etiologi
Diabetes melitus tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas yang
diperantarai berbagai faktor (Rustama dkk., 2010) :
1. Faktor Genetik
Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi
suatu predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan ditmukannya 

2
tipeantigen HLA (Human Leucolyte antoge) tertentu pada individu tertentu.
Berikut adalah gen yang rentan terhadap timbulnya diabetes mellitus tipe 1:
a. HLA: kombinasi genotip DR4-DQ8/DR3-DQ2: paling utama dan umum
menyebabkan  DM 1, 90% terdapat pada anak-anak penderita DM 1
b. Bayi yang memiliki gen ini, onset timbul DM 1 lebih dini daripada bayi
yang memiliki gen lainnya
c. Kromosom II, 10% kontribusi timbulnya DM 1
d. Kromosom 2q33 sebagai gen ketiga yang rentan terhadap timbulnya DM
1
e. Varian PTPN22, gen encoding LYP sebagai gen ke-4 yang rentan
terhadap DM 1
2. Faktor Imunologi
Pada diabetae tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibody
terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan tersebut
seolah-olah sebagai jeringan abnormal.
3. Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta,
contoh hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

1.4 Patofisiologi
Diabetes mellitus adalah kumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat kerusakan sekresi insulin, kinerja insulin, atau keduanya.
Pada DM tipe 1 terjadi penurunan produksi dan sekresi insulin akibat destruksi
sel-sel beta pankreas oleh proses autoimun. Insulin memegang peranan penting
dalam proses sintesis cadangan energi sel. Pada keadaan normal, insulin
disekresikan sebagai respon terhadap adanya peningkatan glukosa darah yang
diatur oleh suatu mekanisme kompleks yang melibatkan sistem neural, hormonal,
dan substrat. Hal ini memungkinkan pengaturan disposisi energi yang berasal
dari makanan menjadi energi yang akan dipakai ataupun disimpan dalam bentuk

3
lain. Dengan menurunnya produksi insulin pada DM tipe 1, cadangan glukosa
tidak dapat masuk kedalam hepar ataupun sel otot untuk disimpan (glikogenesis)
dan menimbulkan keadaan hiperglikemia post prandial (sesudah makan) di dalam
darah. Menurunnya insulin post prandial pada DM tipe 1 akan mempercepat
proses katabolisme. Akibat glukosa yang tidak dapat memasuki hepar ataupun sel
otot, maka akan dikirimkan sinyal bahwa tubuh kekurangan cadangan glukosa.
Hal ini mengakibatkan tubuh memproduksi glukosa dengan berbagai cara, yaitu
glikogenolisis (pemecahan glikogen dalam hepar untuk diubah menjadi glukosa)
dan glukoneogenesis (proses pembentukan glukosa dari bahan selain
karbohidrat). Kedua proses tersebut memperparah kondisi hiperglikemia yang
sebelumnya telah terjadi. Akan tetapi karena glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel hepar ataupun sel otot, maka hepar akan berusaha lebih keras
lagi untuk memproduksi glukosa. Selain juga akan terjadi proteolisis (proses
pemecahan cadangan protein dalam sel otot menjadi asam amino) dan lipolisis
(proses pemecahan lipid dalam jaringan adipose menjadi gliserol dan asam lemak
bebas). Keseluruhan proses tersebut akhirnya menimbulkan kondisi
hiperglikemia puasa (Rustama dkk., 2010). Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi (>180 mg/dL), ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar. Hal ini mengakibatkan lolosnya glukosa tersebut dari
proses rearbsorpsi ginjal dan glukosa akan muncul dalam urin (glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik yang menyebabkan pasien mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria). Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan,
pasien akan mengalami dehidrasi dan rasa haus (polidipsia) (Homenta, 2012).

4
1.5 WOC

Faktor Faktor Faktor


Genetik Imunologi Imunologi

Reaksi
autoimun

Sel  pancreas
hancur

Defisiensi insulin

Hiperglikemi Katabolisme protein Lipolisis

Flesibilitas darah merah


BB
Poliuria
Pelepasan O2
MK : Resiko Defisit
MK : Resiko Nutrisi
Hipoksia perifer Ketidakseimbangan
Cairan

MK : Perfusi Perifer
Tidak Efektif
MK : Gangguan Rasa
Nyaman Nyeri

5
1.6 Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit diabetes melitus tipe 1 melalui 4 tahapan sebelum akhirnya
menetap seumur hidup. Keempat tahapan tersebut adalah:
1. Tahap pre-diabetes Fase pre-diabetes diawali dengan kerentanan genetik dan
diakhiri dengan kerusakan total sel beta pankreas. Kerusakan sel beta
pankreas ditandai oleh menurunnya sekresi C-peptide. Periode ini ditandai
dengan ditemukannya Islet cell autoantibodies (ICA), Glutamic acid
decarboxylas (GAD) autoantibodies, Insulin autoantibodies (IA), dan IA2
(dikenal sebagai ICA 512 atau tyrosine posphatase autoantibodies) yang
merupakan prediktor terhadap timbulnya diabetes klinis. Ditemukannya lebih
dari satu autoantibodi akan meningkatkan kemungkinan timbulnya diabetes.
Sebagai salah satu contoh, jika terdapat IA2 dan GAD, maka risiko untuk
menjadi DM tipe 1 dalam kurun waktu lima tahun adalah sebesar 70% (Nam
dkk., 2013).
2. Tahap manifestasi klinis diabetes Studi observasional jangka panjang
menunjukkan bahwa gejala klinis DM tipe 1 sangat bervariasi, mulai dari
gejala klasik DM yang muncul dalam beberapa minggu atau muncul sebagai
ketoasidosis diabetikum yang terjadi secara akut. Selain itu, penelitian
Diabetes Prevention Trial menunjukkan bahwa 73% pasien yang didiagnosis
DM tipe 1 tidak menunjukkan gejala klinis (Rustama dkk., 2010).
3. Tahap "honeymoon" Periode "honeymoon" ini merupakan periode "remisi
parsial" akibat berfungsinya kembali jaringan residual pankreas sehingga
pankreas mensekresikan kembali sisa insulin. Periode ini berakhir apabila
pankreas sudah menghabiskan seluruh sisa insulin. Secara klinis, periode ini
dicurigai bila seorang penderita baru DM tipe 1 sering mengalami serangan
hipoglikemia sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi untuk menghindari
hipoglikemia. Periode ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu
atau bulan setelah terapi insulin. Kriteria periode "honeymoon" yaitu bila
kebutuhan insulin kurang dari 0,5 U/kgBB/hari dengan HbAlc. Hal ini perlu
dijelaskan kepada keluarga yang biasanya menganggap fenomena ini sebagai

6
tanda-tanda kesembuhan serta perlu dijelaskan kepada keluarga bahwa pada
saat cadangan insulin sudah habis, penderita akan kembali membutuhkan
insulin dan mulai memasuki periode ketergantungan total terhadap insulin
(Rustama dkk., 2010).
4. Tahap ketergantungan terhadap insulin Perjalanan penyakit dari periode
"honeymoon" ke periode ketergantungan insulin seumur hidup biasanya
cukup lama, tetapi bisa dipercepat dengan adanya penyakit lain. Terapi sulih
insulin merupakan satu-satunya pengobatan untuk DM tipe 1. Sebagian besar
penderita DM tipe 1 mempunyai riwayat perjalanan klinis yang akut.
Biasanya gejala poliuria, polidipsi, polifagia, dan berat badan yang cepat
menurun terjadi antara satu sampai dua minggu sebelum diagnosis
ditegakkan. Apabila gejala-gejala klinis ini disertai dengan hiperglikemia
maka diagnosis DM tipe 1 tidak diragukan lagi.

1.7 Penatalaksanaan
Hal pertama yang harus dipahami bahwa DM tipe 1 tidak dapat disembuhkan
tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan
mengusahakan kontrol metabolik yang baik. Kontrol metabolik yang baik adalah
mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati
nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia. Walaupun masih ada kelemahan,
parameter HbAlc merupakan parameter kontrol metabolik standar pada diabetes
melitus tipe 1. Nilai HbAlc < 6,5% berarti kontrol metabolik baik, HbAlc < 8%
cukup, dan HbA1c > 8% dianggap buruk. Kriteria ini pada anak perlu
disesuaikan dengan usia anak mengingat semakin rendah HbA1c semakin tinggi
risiko terjadinya hipoglikemia. Komponen pengelolaan DM tipe 1 meliputi
pemberian insulin, pengaturan makan, olahraga, edukasi yang didukung oleh
pemantauan mandiri. Keseluruhan komponen berjalan secara terintegrasi untuk
mendapatkan kontrol metabolik yang baik (Rustama dkk., 2010) :

7
1. Insulin
Merupakan elemen utama kelangsungan hidup penyandang DM tipe 1. Saat
ini telah dikembangkan beberapa jenis insulin yang memungkinkan
pemberian insulin dalam berbagai macam regimen. Dosis pemberian insulin
tergantung pada banyak faktor antara lain usia, berat badan, status pubertas,
hasil pemantauan kadar glukosa darah dan HbA1c, lama dan fase diabetes,
asupan makanan, pola olahraga, dan rutinitas sehari-hari (Homenta, 2012).
2. Diet
Pengaturan makanan segera dilakukan setelah diagnosis. Ada beberapa cara
untuk menghitung kebutuhan kalori, antara lain berdasarkan berat badan ideal
dan berdasarkan umur. Jumlah kalori yang dibutuhkan jika dihitung
berdasarkann berat badan ideal memerlukan data umur, jenis kelamin, tinggi
badan dan berat badan saat penghitungan serta data kecukupan kalori yang
dianjurkan.
3. Olahraga
Pada penderita DM tipe 1 olahraga dapat membantu menurunkan kadar
glukosa darah, menimbulkan perasaan sehat dan meningkatkan sensitivitas
terhadap insulin, sehingga dapat mengurangi kebutuhan terhadap insulin.
Perlu diwaspadai bahwa o1ahraga pada penderita DM tipe 1 dapat
menyebabkan keadaan hipoglikemia. Oleh karena itu, penderita DM tipe 1
sebaiknya berolahraga teratur, dengan menentukan waktu, lama, jenis, dan
intensitas olahraga sebelumnya. Pemberian asupan karbohidrat 1-3 jam
sebelum berolahraga dan pemantauan terhadap gula darah selama
berolahraga wajib dilakukan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia.
4. Edukasi dengan pemantauan mandiri
Salah satu tujuan dalam pengelolaaan pasien DM tipe 1 adalah kemampuan
mengelola penyakitnya secara mandiri. Pasien sendiri dan keluarganya
mampu mengukur kadar glukosa darahnya secara cepat dan tepat.
Pengukuran kadar glukosa darah beberapa kali dalam sehari harus dilakukan

8
untuk menghindari terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia, yang sangat
penting untuk dapat menyesuaikan dosis insulin (Rustama dkk., 2010).

1.8 KONSEP KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes
Mellitusdilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata,
riwayatkesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa
lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.Hal yang perlu dikaji pada
klien degan Diabetes Mellitus :
a. Aktivitas dan istirahat : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot,
gangguan istirahat dantidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan koma. 
b. Sirkulasi : Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri,
kesemutan padaekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering,
merah, dan bola matacekung.
c. Eliminasi : Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan
pucat.
d. Nutrisi : Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
e. Neurosensori : Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan,
lemah otot,disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri : Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi : Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan : Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dengan poliuria
b. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan hiperglikemia

9
c. Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakefektifan metabolisme
makanan
d. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri berhubungan dengan penyakit kronis

3. Intervensi
a. Resiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dengan polyuria
- Observasi
1) Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan nadi, akral,
pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan
darah)
2) Monitor berat badan harian
3) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K,
Cl, berat jenis urin , BUN)
4) Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika
tersedia)
- Terapeutik
1) Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam
2) Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
3) Berikan cairan intravena bila perlu
- Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
b. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan hiperglikemia
- Observasi
1) Identifikasi penyebab perubahan sensasi
2) Identifikasi penggunaan alat pengikat, prostesis, sepatu, dan
pakaian
3) Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
4) Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
5) Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
6) Monitor terjadinya parestesia, jika perlu

10
7) Monitor perubahan kulit
8) Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
- Terapeutik
1) Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu
panas atau dingin)
- Edukasi
1) Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air
2) Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
3) Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
- Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu

c. Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakefektifan metabolisme


makanan
- Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

11
6) Berikan suplemen makanan, jika perlu
7) Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
- Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
- Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

4. Impelentasi
Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai
dengan intevensi atau rencana keperawatan yang telah ditentukan.

5. Evaluasi
Merupakan proses keperawatan yang paling akhir, yaitu hasil yang didapat
dari tindakan yang telah dikakukan.

12
DAFTAR PUSTAKA

ADA (2012) Diagnosis And Classification Of Diabetes Mellitus.Diabetes Care.

Arisman. 2011. Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC, 44-54.

Homenta, H. 2012. Diabetes Melitus Tipe I. Universitas Brawijaya. Malang.

Rustama, D.S., dkk., 2010. Diabetes Mellitus. Dalam: Jose RL. Batubara, dkk,
Endokrinologi Anak, Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta

WHO (2016). Global Report On Diabetes. France: World Health Organization.

13

Anda mungkin juga menyukai