Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PTRIGIUM

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK I

1. Ade Jihan Farida A Sipi


2. Afita
3. Aisa Simintuat
4. Alfia
5. Andi Rasni

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKes )
MALUKU HUSADA
AMBON
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada tahun
2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi, sebesar 0,58% atau 39 juta orang
menderita kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low vision. 65%
orang dengan gangguan penglihatan dan 82% dari penyandang kebutaan berusia 50
tahun atau lebih.
Berdasarkan hasil survei nasional pada tahun 1993-1996 mengenai angka
kesakitan mata di 8 provinsi di Indonesia, penyakit mata terbanyak di indonesia
dengan angka prevalensi sebesar 13,9%. Berdasarkan hasil penelitian yang di
lakukan Gazzard di Indonesiam, di temukan bahwa prevalensi tertinggi ditemukan di
Provinsi Sumatera.
Untuk menangani permasalahan kebutaan dan gangguan penglihatan, WHO
membuat program Vision 2020 yang direkomendasikan untuk diadaptasi oleh
negara-negara anggotanya. Vision 2020 adalah suatu inisiatif global untuk
penanganan kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia.
Gangguan pada penglihatan pada mata maupun kelainan yang timbul pada
mata merupakan suatu masalah yang serius, karena menimbulkan rasa tidak
nyaman pada penderitanya, dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari dan
kaitannya sangat erat kualitas dari sumber daya manusia.
Indonesia merupakan daerah tropis yang endemik untuk beberapa penyakit
yang berkaitan dengan mata. Hal ini sangat mempengaruhi produktivitas pada
beberapa orang.Mata memiliki banyak struktur dan ada beberapa bagian yang
kaitannya sangat erat dengan fungsi penglihatan. Pada keadaan tertentu, salah satu
bagian dari mata dapat mengalami suatu kelainan yang di sebabkan oleh berbagai
hal.
Penyakit pada mata yang sering terpapar oleh sinar matahari secara
langsung contohnya pada pekerja seperti nelayan dan petani sehingga penderita
pterygium banyak terjadi terutama di daerah tropis salah satunya di Indonesia
adalah pterigium. Bagian dari mata yang kaitannya sangat erat terhadap fungsi
penglihatan dalam hal ini adalah kornea mata.
Pada penderita pterygium seseorang akan merasakan rasa tidak nyaman
pada bagian mata, kemudian akan mengakibatkan penurunan dari fungsi
penglihatan. Hal ini disebabkan karena terjadi pertumbuhan stroma konjungtiva
bulbi ke arah dalam yang membentuk segitiga dan mengarah pada kornea mata.
Jika pertumbuhan ini terus terjadi dan bersifat progresif maka akan
menyebabkan penurunan fungsi penglihatan pada penderitanya sehingga penderita
pterygium banyak datang dengan keluhan mengalami gangguan pada penglihatan.
Pandangan islam mengenai menjaga kesehatan fisik yang kaitannya dengan
fungsi dari anggota tubuh dan indera pada manusia. Manusia diciptakan Allah
sebagai mahluk yang paling sempurna, dimuliakan lebih dari mahluk lain.
Manusia dijadikan khalifah dimuka bumi, dan diberi tugas untuk membawa
rahmat bagi seluruh alam. Manusia diberikan berbagai nikmat oleh Allah, nikmat
paling tinggi sesudah iman dan islam ialah kesehatan yang harus kita syukuri oleh
segenap manusia dalam hidupnya. Allah SWT juga menempatkan kesehatan jasad
dan alat-alat tubuh sebagai amanat yang diserahkan kepada manusia untuk
dipelihara dengan sebaik-baiknya. Dalam pengertian untuk dijaga agar berfungsi
dengan baik digunakan untuk beramal sholeh. Allah Swt berfirman pada ayat 1- 4
surat At-Tiin.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa, penyakin

pretigium kejadiannya cukup tinggi pada daerah yang beriklim tropis seperti di

Indonesia. Pterigium juga menjadi salah satu penyebab dari berkurangnya fungsi

penglihatan pada penderita yang mengalami penyakit pterigium. Mengenai faktor-

faktor resiko yang dapat memicu terjadinya pterigium ini belum dapat diketahui pasti,

namun diantaranya berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin dan pekerjaan.

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi pterigium

2. Faktor penyebab pterigium

3. untuk Pengobatan pterigium

4. Untuk Mengetahui Asuhan keperawatan pada pasien ptrigium

D. Manfaat
Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang penyakit pada mata.

khususnya pterigium dan Mengetahui Asuhan Keperawatan ptrigium

BAB II
TEORI TINJAUAN

A. Pengertian
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau
konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena
biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea,
sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika
sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium
merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering
kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea.
Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak
begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya
sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah
lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.

Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi
merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses
cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun
pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan
hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan menentukan
tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya
pembesaran pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping
dari pengobatan dan perawatan yang diberikan.

B. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan suatu
neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka
yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik
matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak
terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab
paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang
diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas)
yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula
dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya.
Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di
dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak.

C. Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat
dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan
elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini
tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada
daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang
berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini
menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian
atas.

PATWAYS

Sinar Ultra Violet Angin Asap Debu


Semua alergi menuju ke bagian nasal orbita

Meatus nasi inferior

Tenjadi iritasi

Penebalan dan pertumbuhan


Konjungtiva bulbi

Menjalar ke kornea

Perubahan rasa
Perubahan rasa nyaman
nyaman Menutupi kornea
(Rasa kemeng di mata,
(sensasi benda asing di
Sensasi benda
mata) asing)
Pandangan kabur Perubahan
persepsi sensori

Risiko cidera Dilakukan tindakan operatif Ansietas

Terjadi trauma jaringan (luka)

Perubahan persepsi Risiko Infeksi


sensori
Nyeri

Risiko Cidera

D. Manifestasi Klinis
1. Mata iritatatif, merah, gatal, dan mungkin menimbulkan astigmatisme.
2. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone
Optic).
3. Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis
besi yang terletak di ujung pteregium.

E. Klasifikasi Dan Grade


1. Klasifikasi Pterygium:
a. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.
b. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.

2. Grade pada Pterygium :


a.Grade 1:
Tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva sklera
masih dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
b.Grade 2:
Pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
c. Grade 3:
Resiko kambuh, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah kambuh.
d.Grade 4:
Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.

F. Pemeriksaan Dan Penegakan Diagnostik


1. Anamnesis
Menanyakan pasien tentang keluhan yang diderita, durasi keluhan, faktor risiko
seperti pekerjaan, paparan sinar matahari dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Melihat kedua mata pasien untuk morfologi pterygium, serta memeriksa visus
pasien. Diagnosa dapat didirikan tanpa pemeriksaan lanjut. Anamnesa positif
terhadap faktor risiko dan paparan serta pemeriksaan fisik yang menunjang
anamneses cukup untuk membuat suatu diagnosa pterygium.

3. Pemeriksaan Slit Lamp


Jika perlu, dokter akan melakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk memastikan
bahwa lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari diagnosa banding
lain. Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri dari
lensa pembesar dan lampu sehingga pemeriksa dapat melihat bagian luar bola
mata dengan magnifikasi dan pantulan cahaya memungkinkan seluruh bagian luar
untuk terlihat dengan jelas.

G. Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila
pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.
Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan
bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau
pterygium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering
dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan
bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata
buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor (prednisone asetat) maka perlu
kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.

Tindakan Operatif :
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan bila
pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi seluruh
permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk mengangkat
pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi penglihatan atau secara
tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya akan diberikan terapi lanjut
seperti penggunaan sinar radiasi B atau terapi lainnya.

H. Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea

Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan memberi
kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya
menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan
pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan
focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
1. Infeksi
2. Reaksi material jahitan
3. Diplopia
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Corneal scarring
6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan
vitreous, atau retinal detachment.

Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium
adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat
memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan pterygium adalah :
1. Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Pekerjaan, Status perkawinan, Alamat,
Pendidikan.

2. Keluhan utama
Biasanya penderita mengeluhkan adanya benda asing pada matanya, penglihatan
kabur.

3. Riwayat penyakit sekarang


Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada
pasien dengan pterygium adalah penurunan ketajaman penglihatan. Sejak kapan
dirasakan, sudah berapa lama, gambaran gejala apa yang dialami, apa yang
memperburuk atau memperingan, apa yang dilakukan untuk menyembuhkan
gejala.

4. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM,
hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolik lainnya
memicu resiko pterygium.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ada atau tidak keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama seperti
pasien.

6. Data Bio – Psiko – Sosial – Spiritual


a. Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya
atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.

b. Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur /
tidak jelas.

c. Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan mata menjadi merah sekali,
pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur.

d. Rasa Aman
Yang harus dikaji adalah kecemasan pasien akan penyakitnya maumun
tindakan operatif yang akan dijalaninya.

e. Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( pterigium ) kaji riwayat
keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji
riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi,
steroid / toksisitas fenotiazin.

7. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data fokus pada mata : adanya jaringan yang tumbuh
abnormal pada mata biasanya tumbuh menuju ke kornea.

B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Perubahan rasa nyaman (sensasi benda asing) berhubungan dengan adanya
penebalan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler
3. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.

Post Operasi
1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
akibat pembedahan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entry sebagai akibat diskontinuitas
jaringan.
3. Perubahan dalam presepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post
operasi.
4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.

C. Perencanaan
Pre Operasi
1. Perubahan rasa nyaman (rasa kemeng, sensasi benda asing) berhubungan dengan
adanya penebalan konjungtifa bulbi yang menjalar ke kornea.
a. Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien merasa nyaman, dan
dapat memahami penjelasan perawat.
b. Kriteria Hasil :
 Pasien merasa nyaman.
 Pasien dapat rileks

Intervensi Rasional

1) Kaji dan dokumentasikan keluhan 1) Untuk mengetahui penyebab


pasien. penyakit pasien.
2) Beri pemahaman kepada pasien 2) Agar pasien paham dan mengerti
tentang penyakitnya. dengan penyakitnya sehingga
mampu menjalani pengobatan sesuai
saran dokter.
3) Beri penjelasan kepada pasien
3) Untuk mengurangi pemaparan sunar
mengenai tindakan yang dapat
ultraviolet maupun debu pada mata.
membantu pasien agar merasa lebih
nyaman seperti: memakai kaca mata
gelap pada siang hari, beerusaha
memperkecil kemunginan kontak
dengan angin, asap, debu, dan sinar
4) Untuk mengetahui perkembangan
matahari.
penyakit mata yang pasien alami.
4) Sarankan kepada pasien agar segera
berkonsultasi dengan dokter bila
5) Untuk mempercepat proses
terjadi perubahan yang signifikan
penyembuhan.
pada matanya.
5) Sarankan kepada pasien untuk
memakai obat yang telah diresepkan
oleh dokter.
6) Kolaborasi dalam pelaksanaan
eksterpasi pterygium.

2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler


a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,
mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Kriteria Hasil :
 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
 Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi Rasional

1) Tentukan ketajaman penglihatan, 1) Penemuan dan penanganan awal


kemudian catat apakah satu atau komplikasi dapat mengurangi
dua mata terlibat dan observasi resiko kerusakan lebih lanjut.
tanda-tanda disorientasi.
2) Orientasikan klien tehadap 2) Meningkatkan keamanan
lingkungan. mobilitas dalam lingkungan.
3) Perhatikan tentang suram atau 3) Cahaya yang kuat menyebabkan
penglihatan kabur dan iritasi mata, rasa tak nyaman setelah
dimana dapat terjadi bila penggunaan tetes mata dilator.
menggunakan tetes mata.
4) Ingatkan klien menggunakan 4) Membantu penglihatan pasien.
kacamata.

3. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.


a. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami cedera.
b.Kriteria Hasil:
Pasien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh, tergores, tertusuk, dsb).

Intervensi Rasional

1) Orientasikan pasien dengan 1) Agar pasien terbiasa dan hafal


lingkungannya. dengan situasi disekelilingnya.
2) Awasi pasien selama proses 2) Mencegah terjadinya risiko cidera
pemeriksaan berlangsung. pada pasien.
3) Bimbing pasien berjalan selama 3) Agar pasien merasa aman dan
pemeriksaan bila pengelihatannya mencegah terjadinya cidera pada
sangat kabur. pasien.
4) Bersihkan jalan yang dilewati 4) Untuk menghindari risiko cidera,
pasien dan yakinkan ruangan dan lebih memperjelas penglihatan
dalam keadaan terang. pasien.
5) Libatkan keluarga dalam 5) Mencegah terjadinya cidera pada
pengawasan pasien sehari-hari.
6) Anjurkan untuk menjauhkan pasien.
benda-benda yang berbahaya di 6) Mencegah terjadinya cidera pada
sekitar lingkungan pasien. pasien.
7) Anjurkan untuk menghindari
7) Mencegah terjadinya cidera/jatuh
pasien melintasi lantai licin.
pada pasien.

4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.


a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan kecemasan pasien
berkurang.
b. Kriteria Evaluasi
 Pasien tidak cemas
 Pasien tampak rileks

Intervensi Rasional

1) Kaji tingkat ansietas, derajat 1) Factor ini mempengaruhi persepsi


pengalaman nyeri/ timbulnya pasien terhadap ancaman diri,
gejala tiba-tiba dan pengetahuan potensial siklus ansietas, dan dapat
kondisi saat ini. mempengaruhi upaya medic untuk
mengontrol TIO.
2) Berikan informasi yang akurat
2) Menurunkan ansietas sehubungan
dan jujur. Diskusikan
dengan ketidaktahuan/harapan yang
kemungkinan bahwa pengawasan
akan datang dan memberikan dasar
dan pengobatan dapat mencegah
fakta untuk membuat pilihan
kehilangan penglihatan tambahan.
informasi tentang pengobatan.
3) Dorong pasien untuk mengakui
3) Memberikan kesempatan untuk
masalah dan mengekspresikan
pasien menerima situasi nyata,
perasaan.
mengklarifikasi salah konsepsi dan
pemecahan masalah.
4) Jelaskan dengan jujur mengenai
4) Pasien mengerti tentang prosedur
prosedur tindakan operatif yang
operasi sehingga kecemasan pasien
akan dijalaninya.
akan berkurang.
5) Identifikasi sumber/ orang yang
5) Memberikan keyakinan bahwa
menolong.
pasien tidak sendiri dalam
menghadapi masalah.

Post operasi

1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan


akibat pembedahan.

a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan nyeri pasien berkurang atau


terkontrol.

b. Kriteria hasil :

 Pasien mengeluh tidak nyeri

 Skala nyeri 0 dari skala 0-10 yang diberikan.

Intervensi Rasional

1) Monitor TTV pasien 1) Mengetahui keadaan umum


pasien.

2) Kaji tingkat nyeri yang dialami 2) Untuk mengetahui tingkat nyeri


oleh klien. pasien.

3) Berikan posisi yang nyaman. 3) Membantu pasien untuk rileks.

4) Ajarkan kepada klien tekhnik 4) Untuk mengurangi rasa nyeri.


distraksi / relaksasi.

5) Anjurkan pasien untuk tidak 5) Vasokontraksi dapat


melakukan aktifitas yang dapat meningkatkan tekanan bola
meningkatkan vasokontraksi, mata sehinggan dapat
seperti mengedan dan batuk meningkatkan nyeri yang
beruntun. dirasakan.

6) Ciptakan tempat tidur yang


nyaman. 6) Memberikan kenyamanan pada
7) Kolaborasi dengan tim medis pasien
untuk pemberian analgetik
7) Mengurangi nyeri secara
farmakokinetik.

2. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur (invasif) bedah.

a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan tidak terjadi infeksi pada pasien.

b. Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien: kalor, dolor, rubor, tumor,
fungsiolaesa.
Intervensi Rasional

1) Kaji karakteristik luka, pantau 1) Mengetahui keadaan umum


adanya tanda infeksi (rubor, luka dan mengidentifikasi
kalor, dolor, tumor, dan adanya tanda-tanda infeksi.
fungsiolaesa).

2) Gunakan tehnik aseptik dalam 2) Untuk mencegah terjadinya


perawatan post operatif. kontaminasi terhadap mikroba

3) Beri tahu klien tentang 3) Mencegah terjadinya infeksi.


pentingnya kebersihan dan Bila tangan yang menyentuh
cara mencuci tangan yang daerah mata kotor maka akan
baik. Yaitu cuci tangan mempermudah jalan masuknya
dibawah air mengalir dan mikrooorganisme pathogen ke
gunakan 6 langkah cuci tangan dalam luka.
yang baik dan benar.
Informasikan untuk melakukan
cuci tangan yg benar sebalum
dan sesudah menyentuh daera
mata.
4) Air hangat-hangat kuku dapat
4) Ajarkan untuk membersihkan membunuh beberapa jenis
mata dengan kapas yang mikroorganisme pathogen
dibasahi dengan air hangat-
hangat kuku bila mata tersa
gatal.
5) Membantu membunuh
5) Kolaborasi dalam pemberian mikroorganisme patogen.
antibiotika.

3. Perubahan dalam pesepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post


operasi.

a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,


mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Kriteria Hasil :
 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
 Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan

Intervensi Rasional

1) Tentukan ketajaman penglihatan. 1) Mengetahui tingkat ketajaman


pengeliatan pasien.

2) Orientasikan klien pada 2) Memudahkan pasien


lingkungan, staf, orang lain di berkomunikasi dengan orang
sekitar. disekitar.

3) Letakkan barang yang sering 3) Memudahkan pasien


diperlukan dalam jangkauan . mengambil barang-barang
yang sering digunakan.

4) Buah-buahan yang berwarna


4) Anjurkan klien untuk
kuning memiliki kandungan
mengkonsumsi nutrisi yang
vit. A yang tinggi dan baik
bergizi, misalnya buah-buahan
untuk mata. Dan asupan nutrisi
yang berwarna kuning, seperti
yang baik dapat mempercepat
pepaya, wortel dan lain-lain.
proses penyembuhan luka.
5) Mempercepat penyembuhan
5) Berikan obat-obatan sesuai
secara farmakokinetik.
terapi.

4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.


c. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami cedera.
d.Kriteria Hasil:
Pasien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh, tergores, tertusuk, dsb).

Intervensi Rasional

1) Orientasikan pasien dengan 1) Agar pasien terbiasa dan hafal


lingkungannya. dengan situasi disekelilingnya.
2) Bimbing pasien berjalan selama 2) Agar pasien merasa aman dan
pemeriksaan bila pengelihatannya mencegah terjadinya cidera pada
sangat kabur. pasien.
3) Bersihkan jalan yang dilewati 3) Untuk menghindari risiko cidera,
pasien dan yakinkan ruangan dalam dan lebih memperjelas penglihatan
keadaan terang. pasien.
4) Anjurkan pasien tidak melakukan 4) Peningkatan tekanan pada bola
aktifitas yang dapat meningkatkan mata yang terdapat luka berisiko
tekanan pada bola mata seperti memperparah cidera pada mata
menunduk, mengedan, dan batuk yang luka.
beruntun.
5) Tidur kearah mata yang sakit dapat
5) Anjurkan pasien agar tidak miring
menyebabkan meningkatnya
kearah mata yang sakit/ luka pada
tekanan pada bola mata yang sakit,
saat tidur.
sehingga berisiko menyebabkan
cidera/ pendarahan pada luka.
6) Anjurkan pasien untuk makan 6) Pencernaan yang lancar
makanan tinggi serat (sayur- mengurangi kemungkinan pasien
sayuran dan buah-buahan) agar mengedan saat BAB, sehingga
pencernaan menjadi lancar. mengurangi risiko cidera.
7) Libatkan keluarga dalam 7) Mencegah terjadinya cidera pada
pengawasan pasien dan membantu pasien.
pasien memenuhi kebutuhan sehari-
8) Mencegah terjadinya cidera pada
hari.
pasien.
8) Anjurkan keluarga untuk
menciptakan lingkungan yang
aman bagi pasien misalnya
menjauhkan benda-benda yang
berbahaya di sekitar lingkungan 9) Mencegah terjadinya cidera/jatuh
pasien dan gunakan tempat tidur pada pasien
yang rendah dengan pagar
pengaman di tepi tempat tidur
untuk pasien.
9) Anjurkan untuk menghindari pasien
melintasi lantai licin

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai


perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.

a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan pasien mengetahui tentang


penyakitnya.

b. Kriteria hasil: pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya dan cara
perawatannya.

Intervensi Rasional

1) Berikan penjelasan mengenai 1) Menambah pengetahuan pasien


kondisi penyakit, proses tentang penyakitnya.
sebelumnya dan sesudah dilakukan
pembedahan.

2) Jelaskan dan ajarkan perawatan 2) Menambah pengetahuan pasien


secara teratur di pelayanan tentang cara perawatannya.
kesehatan terdekat.

3) Libatkan orang terdekat klien 3) Memudahkan dalam membantu


dalam melaksanakan aktivitas pasien dalam melakukan ADL.
kehidupan sehari-hari.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus,
dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.

E. EVALUASI
1. Pasien merasa nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat.
2. Tidak terjadi infeksi pada mata pasien.
3. Pasien tidak mengalami cedera.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Pterigium adalah suatu perluasan fibrovaskular dari conjungtiva yang bertumbuh dan mengarah
ke kornea. Benbentuk seperti daging, berwarna kuning sampai putih. Pada keadaan ini penderita
akan merasa kurang nyaman dan jika perluasaan dari pinguecula ini sudah mencapai bagian dari
kornea mata, maka penderitanya akan mengalami penurunan dalam fungsi penglihatan.

2. Saran

Diharapkan kepada para petugas medis yang menangani penderita pterigium untuk memberikan
edukasi berupa pencegahan untuk mengurangi risiko terjadinya keparahan pada penyakit pterigium
dengan cara menggukan kacamata sebagai pelindung dari paparan sinar matahari yang dapat
meningkatkan progresifitas pterigium.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Salim S Anissa (2005), Asuhan Keperawatan pada Pasien Pterigium,
www.google.com,

Anda mungkin juga menyukai