DI SUSUN OLEH
KELOMPOK I
A. Latar Belakang
Jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada tahun
2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi, sebesar 0,58% atau 39 juta orang
menderita kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low vision. 65%
orang dengan gangguan penglihatan dan 82% dari penyandang kebutaan berusia 50
tahun atau lebih.
Berdasarkan hasil survei nasional pada tahun 1993-1996 mengenai angka
kesakitan mata di 8 provinsi di Indonesia, penyakit mata terbanyak di indonesia
dengan angka prevalensi sebesar 13,9%. Berdasarkan hasil penelitian yang di
lakukan Gazzard di Indonesiam, di temukan bahwa prevalensi tertinggi ditemukan di
Provinsi Sumatera.
Untuk menangani permasalahan kebutaan dan gangguan penglihatan, WHO
membuat program Vision 2020 yang direkomendasikan untuk diadaptasi oleh
negara-negara anggotanya. Vision 2020 adalah suatu inisiatif global untuk
penanganan kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia.
Gangguan pada penglihatan pada mata maupun kelainan yang timbul pada
mata merupakan suatu masalah yang serius, karena menimbulkan rasa tidak
nyaman pada penderitanya, dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari dan
kaitannya sangat erat kualitas dari sumber daya manusia.
Indonesia merupakan daerah tropis yang endemik untuk beberapa penyakit
yang berkaitan dengan mata. Hal ini sangat mempengaruhi produktivitas pada
beberapa orang.Mata memiliki banyak struktur dan ada beberapa bagian yang
kaitannya sangat erat dengan fungsi penglihatan. Pada keadaan tertentu, salah satu
bagian dari mata dapat mengalami suatu kelainan yang di sebabkan oleh berbagai
hal.
Penyakit pada mata yang sering terpapar oleh sinar matahari secara
langsung contohnya pada pekerja seperti nelayan dan petani sehingga penderita
pterygium banyak terjadi terutama di daerah tropis salah satunya di Indonesia
adalah pterigium. Bagian dari mata yang kaitannya sangat erat terhadap fungsi
penglihatan dalam hal ini adalah kornea mata.
Pada penderita pterygium seseorang akan merasakan rasa tidak nyaman
pada bagian mata, kemudian akan mengakibatkan penurunan dari fungsi
penglihatan. Hal ini disebabkan karena terjadi pertumbuhan stroma konjungtiva
bulbi ke arah dalam yang membentuk segitiga dan mengarah pada kornea mata.
Jika pertumbuhan ini terus terjadi dan bersifat progresif maka akan
menyebabkan penurunan fungsi penglihatan pada penderitanya sehingga penderita
pterygium banyak datang dengan keluhan mengalami gangguan pada penglihatan.
Pandangan islam mengenai menjaga kesehatan fisik yang kaitannya dengan
fungsi dari anggota tubuh dan indera pada manusia. Manusia diciptakan Allah
sebagai mahluk yang paling sempurna, dimuliakan lebih dari mahluk lain.
Manusia dijadikan khalifah dimuka bumi, dan diberi tugas untuk membawa
rahmat bagi seluruh alam. Manusia diberikan berbagai nikmat oleh Allah, nikmat
paling tinggi sesudah iman dan islam ialah kesehatan yang harus kita syukuri oleh
segenap manusia dalam hidupnya. Allah SWT juga menempatkan kesehatan jasad
dan alat-alat tubuh sebagai amanat yang diserahkan kepada manusia untuk
dipelihara dengan sebaik-baiknya. Dalam pengertian untuk dijaga agar berfungsi
dengan baik digunakan untuk beramal sholeh. Allah Swt berfirman pada ayat 1- 4
surat At-Tiin.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa, penyakin
pretigium kejadiannya cukup tinggi pada daerah yang beriklim tropis seperti di
Indonesia. Pterigium juga menjadi salah satu penyebab dari berkurangnya fungsi
faktor resiko yang dapat memicu terjadinya pterigium ini belum dapat diketahui pasti,
namun diantaranya berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin dan pekerjaan.
C. Tujuan
D. Manfaat
Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang penyakit pada mata.
BAB II
TEORI TINJAUAN
A. Pengertian
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau
konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena
biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea,
sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika
sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium
merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering
kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea.
Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak
begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya
sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah
lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi
merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses
cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun
pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan
hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan menentukan
tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya
pembesaran pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping
dari pengobatan dan perawatan yang diberikan.
B. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan suatu
neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka
yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik
matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak
terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab
paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang
diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas)
yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula
dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya.
Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di
dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak.
C. Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat
dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan
elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini
tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada
daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang
berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini
menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian
atas.
PATWAYS
Tenjadi iritasi
Menjalar ke kornea
Perubahan rasa
Perubahan rasa nyaman
nyaman Menutupi kornea
(Rasa kemeng di mata,
(sensasi benda asing di
Sensasi benda
mata) asing)
Pandangan kabur Perubahan
persepsi sensori
Risiko Cidera
D. Manifestasi Klinis
1. Mata iritatatif, merah, gatal, dan mungkin menimbulkan astigmatisme.
2. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone
Optic).
3. Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis
besi yang terletak di ujung pteregium.
G. Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila
pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.
Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan
bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau
pterygium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering
dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan
bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata
buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor (prednisone asetat) maka perlu
kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.
Tindakan Operatif :
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan bila
pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi seluruh
permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk mengangkat
pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi penglihatan atau secara
tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya akan diberikan terapi lanjut
seperti penggunaan sinar radiasi B atau terapi lainnya.
H. Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan memberi
kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya
menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan
pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan
focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
1. Infeksi
2. Reaksi material jahitan
3. Diplopia
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Corneal scarring
6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan
vitreous, atau retinal detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium
adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat
memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan pterygium adalah :
1. Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Pekerjaan, Status perkawinan, Alamat,
Pendidikan.
2. Keluhan utama
Biasanya penderita mengeluhkan adanya benda asing pada matanya, penglihatan
kabur.
b. Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur /
tidak jelas.
c. Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan mata menjadi merah sekali,
pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur.
d. Rasa Aman
Yang harus dikaji adalah kecemasan pasien akan penyakitnya maumun
tindakan operatif yang akan dijalaninya.
e. Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( pterigium ) kaji riwayat
keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji
riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi,
steroid / toksisitas fenotiazin.
7. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data fokus pada mata : adanya jaringan yang tumbuh
abnormal pada mata biasanya tumbuh menuju ke kornea.
B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Perubahan rasa nyaman (sensasi benda asing) berhubungan dengan adanya
penebalan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler
3. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.
Post Operasi
1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
akibat pembedahan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entry sebagai akibat diskontinuitas
jaringan.
3. Perubahan dalam presepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post
operasi.
4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.
C. Perencanaan
Pre Operasi
1. Perubahan rasa nyaman (rasa kemeng, sensasi benda asing) berhubungan dengan
adanya penebalan konjungtifa bulbi yang menjalar ke kornea.
a. Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien merasa nyaman, dan
dapat memahami penjelasan perawat.
b. Kriteria Hasil :
Pasien merasa nyaman.
Pasien dapat rileks
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Post operasi
b. Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan tidak terjadi infeksi pada pasien.
b. Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien: kalor, dolor, rubor, tumor,
fungsiolaesa.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
b. Kriteria hasil: pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya dan cara
perawatannya.
Intervensi Rasional
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus,
dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
E. EVALUASI
1. Pasien merasa nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat.
2. Tidak terjadi infeksi pada mata pasien.
3. Pasien tidak mengalami cedera.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Pterigium adalah suatu perluasan fibrovaskular dari conjungtiva yang bertumbuh dan mengarah
ke kornea. Benbentuk seperti daging, berwarna kuning sampai putih. Pada keadaan ini penderita
akan merasa kurang nyaman dan jika perluasaan dari pinguecula ini sudah mencapai bagian dari
kornea mata, maka penderitanya akan mengalami penurunan dalam fungsi penglihatan.
2. Saran
Diharapkan kepada para petugas medis yang menangani penderita pterigium untuk memberikan
edukasi berupa pencegahan untuk mengurangi risiko terjadinya keparahan pada penyakit pterigium
dengan cara menggukan kacamata sebagai pelindung dari paparan sinar matahari yang dapat
meningkatkan progresifitas pterigium.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Salim S Anissa (2005), Asuhan Keperawatan pada Pasien Pterigium,
www.google.com,