Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

OD KATARAK SENILIS MATUR

Oleh
Aldio Rais Mony
(2014-83-008)

Pembimbing
dr. Carmila L. Tamtelahitu, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus guna
penyelesaian tugas kepaniteraan klinik pada bagian Mata dengan judul “OD Katarak
Senilis Matur”.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, banyak pihak yang telah terlibat untuk
penyelesaiannya. Oleh karena itu, penulis ingin berterima kasih kepada:
1. dr. Carmila L. Tamtelahitu, Sp.M selaku dokter spesialis pembimbing laporan
kasus, yang membimbing penulisan laporan kasus ini sampai selesai.
2. Orangtua dan semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa sesungguhnya laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukan berupa kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk perkembangan penulisan laporan kasus
diwaktu yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Ambon, September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien ................................................................................. 1
B. Anamnesis ........................................................................................ 1
C. Pemeriksaan Fisik ............................................................................. 2
D. Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 4
E. Diagnosis Kerja ................................................................................ 4
F. Diagnosis Banding ............................................................................ 4
G. Perencanaan ...................................................................................... 4
H. Prognosis .......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Lensa .................................................................................. 6
B. Fisiologi Lensa ................................................................................. 6
C. Katarak
1. Definisi ...................................................................................... 7
2. Epidemiologi .............................................................................. 7
3. Klasifikasi .................................................................................. 8
4. Manifestasi Klinis ...................................................................... 12
5. Diagnosa .................................................................................... 13
6. Tatalaksana ................................................................................ 14
7. Komplikasi ................................................................................ 17
8. Prognosis ................................................................................... 18
BAB III DISKUSI .......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... iv

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. YO
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 78 tahun
Alamat : Benteng
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaaan : Petani
Tempat Pemeriksaan : Klinik Mata Utama Maluku
Waktu Pemeriksaan : Selasa, 10 September 2019

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Penglihatan kabur pada kedua mata, mata kanan tidak dapat melihat.
Anamnesis Terpimpin
Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata sejak 2 balun
yang lalu. Pasien mengaku penglihatannya menjadi sangat kabur dalam 1 bulan
terakhir. Pasien mendeskripsikan penglihatan kabur seperti berkabut dan melihat
cahaya warna merah dan kuning pada mata kanan. Pasien mengatakan awal mula
penglihatan kabur pada mata kanan kemudian perlahan diikuti mata kiri, namun
saat ini penglihatan mata kanan hilang hanya dapat melihat cahaya. Tidak ada
faktor yang memperberat atau memperingan keluhan tersebut. Keluhan tidak
disertai mata merah ataupun nyeri pada kedua mata. Pasien sebelumnya tidak
pernah menggunakan kacamata untuk membaca maupun berpergian. Pasien
mengaku memiliki keluhan seperti melihat cahaya warna merah dan kuning
seperti bulatan-bulatan kecil yang mengikuti arah gerak mata.

1
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien menyangkal memiliki keluhan yang sama sebelumnya. Adanya riwayat
hipertensi.
Riwayat Keluarga
Tidak ada
Riwayat Pengobatan
Tidak ada

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis:
a. Kesadaran : GCS E4V5M6/Compos Mentis
b. Tekanan Darah : 160/90 mmHg
c. Nadi : 80 x/menit
d. Pernapasan : 20 x/menit
e. Suhu : 36,50C

2. Status Oftamologi:
a. Visus:
VOD : LP (+)
VOS : 6/24 PH 6/21 -> tidak terkoreksi

b. Segmen Anterior (pemeriksaan dilakukan menggunakan penlight)


OD Segmen OS
anterior bola
mata
Palpebra superior Palpebra Palpebra superior
a. Edema (-) a. Edema (-)
b. Blefarospasme (-) b. Blefarospasme (-)
c. Eritema (-) c. Eritema (-)
d. Ektropion (-) d. Ektropion (-)
e. Entropion (-) e. Entropion (-)

2
f. Hematom (-) f. Hematom (-)
Palpebra inferior Palpebra inferior
a. Edema (-) a. Edema (-)
b. Blefarospasme (-) b. Blefarospasme (-)
c. Eritema (-) c. Eritema (-)
d. Ektropion (-) d. Ektropion (-)
e. Entropion (-) e. Entropion (-)
f. Hematom (-) f. Hematom (-)
Kemosis (-), Konjungtiva Kemosis (-),
subkonjunctival subkonjunctival
bleeding (-), hiperemis bleeding (-), hiperemis
(-), anemis (-), (-), anemis (-),
pterigium (+), injeksi pterigium (-), injeksi
konjungtiva (-) konjungtiva (-)
Jernih, infiltrat (-), arcus Kornea Jernih, infiltrat (-),
senilis (-), edema (-), arcus senilis (-), edema
ulkus (-), korpus (-), ulkus (-), korpus
alienum (-) alienum (-)
Dalam, hifema (-), Bilik mata Dalam, hifema (-),
hipopion (-) depan hipopion (-)
Warna cokelat tua, Iris Warna cokelat tua,
radier, sinekia (-) radier, sinekia (-)
Bulat, RFCL (+) 3 mm Pupil Bulat, RFCL (+) 3 mm
Keruh menutupi seluruh Lensa Keruh menutupi seluruh
bagian lensa bagian lensa
Iris shadow test (-) Iris shadow test (-)

c. Tekanan Intraokular : OD 15 mmHg / OS 20 mmHg


d. Pergerakan Bola Mata : ODS normal, bisa ke segala arah
e. Funduskopi ODS : Tidak dilakukan

3
Foto Klinis

4
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

E. DIAGNOSIS KERJA
OD katarak senilis imatur

F. DIAGNOSIS BANDING
OD katarak hipermatur
Glaukoma
Retinopati

G. PERENCANAAN
1. Terapi
Pro operasi OD ECCE (SICS) + Intraokular Lensa (IOL)
Monitoring: keluhan, visus dan segmen anterior mata

2. Edukasi
a. Kondisi mata (keadaan sekarang, komplikasi dan prognosis)
b. Persiapan operasi
c. Tindakan yang akan dilakukan pada pasien
d. Komplikasi yang mungkin terjadi
e. Penggunaan obat yang teratur post operasi
f. Prognosis

H. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : bonam
2. Quo ad functionam : dubia ad bonam
3. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avascular tidak berwarna dan
transparan. Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris
yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan
menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa
yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk
serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian
sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa.1
Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau
serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus
embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih
muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan
nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya disebut
korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras di banding
korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn
yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.1

B. Fisiologi Lensa
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:1
1) Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung.
2) Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan.
3) Terletak ditempatnya.

6
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Agar dapat
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliar berelaksasi, mengangkan
zonula Zinn dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang
terkecil, dan refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya parallel atau terfokus ke
retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliar berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang.2

C. Katarak
1. Definisi
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggeris Cataract dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan
kekuruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.1
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun
dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak umumnya
merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan
kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit
mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis
pigmentosa bahskan toksik khusus (kimia dan fisik). Katarak dapat berhubungan
dengan proses penyakit intraokular lainnya.1
2. Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab utama terjadinya kebutaan di dunia dan
merupakan penyakit mata paling umum. Berdasarkan data dari World Health
Organization (WHO) katarak merupakan kelainan mata yang menyebabkan kebutaan
dan gangguan penglihatan yang paling sering ditemukan. WHO menyatakan 17 juta
(47,8%) dari 37 juta orang di dunia buta akibat katarak. Jumlah ini diperkirakan akan
meningkat hingga 40 juta pada tahun 2020. Katarak memiliki derajat kepadatan yang
sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses

7
degeneratif. Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. Sebesar 20-
40% usia 60 tahun keatas mengalami kekeruhan lensa, sedangkan pada usia 80 tahun
keatas insiden terjadinya katarak mencapai 60-80%. Sementara itu prevalensi katarak
kongenital di negara maju berkisar antara 2-4 setiap 10.000 kelahiran hidup.2
Indonesia tercatat sebagai negara urutan ketiga di dunia dan urutan pertama
dengan jumlah penderita katarak tertinggi di tingkat Asia Tenggara. Perkiraan insiden
katarak 0,1% per tahun atau setiap tahun diantara 1.000 orang terdapat seorang
penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita
katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, prevalensi penderita
katarak di Indonesia yaitu 1,8% dimana prevalensi katarak tertinggi yaitu provinsi
Sumatera Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). Sedangkan
provinsi dengan prevalensi katarak terendah ditemukan di DKI Jakarta (0,9%),
Sulawesi Barat (1,1%) dan Maluku (2,2%).3
3. Klasifikasi Katarak
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam:1
b. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun.
c. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.
d. Katarak senilis, katarak setelah usia 50 tahun.
Berdasarkan etiologi diklasifikasikan sebagai berikut:4,5
a. Katarak kongenital
b. Katarak akuisita, meliputi katarak senilis, katarak traumatika, katarak
komplikata, katarak metabolik, katarak oleh karena cedera listrik, katarak oleh
karena radiasi, katarak oleh karena logam berat dan obat-obatan, katarak yang
berhubungan dengan penyakit kulit maupun tulang, katarak dengan sindroma
lainnya seperti sindrom Down.
Berdasarkan morfologisnya diklasifikasikan sebagai berikut:4,5
a. Katarak kapsular, meliputi kapsul yaitu katarak kapsular anterior dan katarak
kapsular posterior.

8
b. Katarak subkapsular, mengenai bagian superfisial dari korteks (dibawah kapsul)
yaitu katarak subkapsular anterior dan katarak subkapsular posterior.
c. Katarak kortikal, meliputi sebagian besar dari korteks.
d. Katarak supranuklear, meliputi bagian dalam korteks (diluar nukleus).
e. Katarak nuklear, meliputi nukleus dari lensa.
f. Katarak polaris, meliputi kapsul dan bagian superfisial dari korteks pada daerah
polar yaitu katarak polaris anterior dan katarak polaris posterior.
Berdasarkan klasifikasi Burrato:4,5
a. Grade I : nukleus lunak
Biasa terjadi pada usia < 50 tahun. Visus biasa masih lebih baik dari 6/12,
nukleus tampak sudut keruh dengan warna agak keputihan dan refleks fundus
masih mudah diperoleh.
b. Grade II : nukleus dengan kekerasan ringan
Nukleus mulai sedikit berwarna kekuningan. Visus biasa antara 6/12 atau
6/30, refleks fundus masih mudah diperoleh dan sering memberikan gambaran
katarak subkapsularis posterior.
c. Grade III : nukleus dengan kekerasan sedang/medium
Biasa semakin tua pasien nukleus semakin keras. Nukleus berwarna kuning
disertai kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan. Visus antara 3/60 sampai
6/30.
d. Grade IV : nukleus keras
Usia pasien lebih dari 65 tahun dengan visus antara 3/60 sampai 1/60.
Nukleus tampak berwarna kuning kecoklatan dan refleks fundus maupun
keadaan fundus sudah sulit dinilai.
e. Grade V : nukleus sangat keras
Usia pasien lebih dari 65 tahun dengan visus antara 1/60 atau lebih jelek.
Nukleus tampak berwarna kecoklatan bahkan ada yang kehitaman disebut juga
brumescent cataract atau black cataract.

9
Katarak Senilis
Katarak senilis (age-related cataract) merupakan jenis katarak akuisita
(didapat) yang paling sering ditemukan pada laki-laki maupun perempuan, biasanya
berusia di atas 50 tahun. Pada usia sekitar 70 tahun, hampir 90% individu menderita
katarak. Kondisi kekeruhan biasanya bilateral akan tetapi hampir selalu kondisi salah
satu mata lebih berat dari mata lainnya. Secara morfologis katarak senilis dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu katarak kortikal dan katarak nuklear. Kedua jenis katarak ini
sering terjadi secara bersamaan. Penyebab katarak senilis sampai saat ini tidak
diketahui secara pasti. Namun beberapa teori dicetuskan terkait konsep penuaan
sebagai penyebab katarak senilis, sebagai berikut:1
a. Teori putaran biologik (A biologic clock)
b. Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali kemudian mati.
c. Imunologis, dengan bertambahnya usia akan bertambah cacat imunologik yang
mengakibatkan kerusakan sel.
d. Teori mutasi spontan.
e. Teori “A free radical”
1) Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat
2) Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi
3) Free radical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vitamin E
f. Teori “A cross link”
Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan
molekul protein sehingga mengganggu fungsi.

Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur,
intumesen, matur, hipermatur, dan morgagni.

10
Perbedaan stadium katarak senilis1
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang
masuk) (air+masa lensa
keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Normal Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma

Katarak Insipien. Pada stadium ini akan terlihat kekeruhan mulai dari tepi
ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal),
vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan
mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan
korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama.
Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat
lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga
bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa
ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi
pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan
ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga lensa akan mencembung dan daya biasnya
akan bertambah, yang memberikan miopisasi.
Katarak Imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum
mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume
lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.

11
Katarak Matur. Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa
lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,
sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh
lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan
berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
Katarak Hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut,
dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang pengkerutan
berjalan terus sehingga hubungan dengan Zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk
sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa
karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.
Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra)
terutama pada nukleus lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes melitus
dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik daripada dugaan sebelumnya
dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum
memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.
4. Manifestasi Klinis
Pasien datang biasanya dengan keluhan sebagai berikut:1,6
a. Penurunan tajam penglihatan (visus). Katarak menyebabkan penurunan
penglihatan progresif tanpa rasa nyeri. Umumnya pasien katarak menceritakan
riwayat klinisnya langsung tepat sasaran. Dalam situasi lain, pasien hanya
menyadari adanya gangguan penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan. Pada
katarak kupuliform (opasitas sentral) gejala lebih buruk ketika siang hari dan

12
membaik ketika malam hari. Pada katarak kuneiform (opasitas perifer) gejala
lebih buruk ketika malam hari.
b. Silau. Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi keparahannya
mulai dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang hingga
silau pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau kondisi serupa
di malam hari. Keluhan silau tergantung dengan lokasi dan besar kekeruhannya,
biasanya dijumpai pada tipe katarak subkapsular posterior.
c. Perubahan miopik atau myopic shift, perubahan katarak sering meningkatkan
kekuatan dioptrik lensa yang menimbulkan miopia derajat sedang hingga berat.
Umumnya, pematangan katarak nuklear ditandai dengan kembalinya penglihatan
dekat oleh karena meningkatnya miopia akibat kekuatan refraktif lensa nuklear
sklerotik yang menguat, sehingga kacamata baca atau bifocal tidak diperlukan
lagi. Keadaan ini disebut dengan second sight. Akan tetapi, seiring dengan
penurunan kualitas optikal lensa, kemampuan tersebut akhirnya hilang.
d. Noda: berkabut pada lapangan pandang.
e. Penglihatan ganda (diplopia). Terkadang, perubahan nuklear terletak pada
lapisan dalam nukleus lensa, menyebabkan daerah pembiasan multiple di tengah
lensa sehingga menyebabkan refraksi yang ireguler karena indeks bias yang
berbeda.
5. Diagnosa
Katarak biasanya didiagnosa melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian besar
katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat mata awam sampai menjadi cukup padat
(matur atau hipermatur) dan dapat menimbulkan kebutaan. Namun katarak pada
stadium perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang
dilatasi maksimum dengan opthalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp.1,7
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya
kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak
biasanya telah matang dan pupil mungkin tampak putih. Pemeriksaan yang dilakukan
pada pasien katarak adalah pemeriksaan slit lamp, snellen chart, funduskopi pada

13
kedua mata dengan pupil dilebarkan dan tonometri. Tujuan dari pemeriksaan slit
lamp adalah untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa. Makin sedikit lensa keruh
pada bagian posterior maka makin besar bayangan iris pada lensa yang keruh
tersebut, sedangkan makin tebal kekeruhan lensa makin kecil bayangan iris pada
lensa yang keruh.7
Selain itu, pemeriksaan prebedah yang diperlukan lainnya seperti adanya
infeksi pada kelopak mata dan konjungtiva, karena dapat menyebabkan komplikasi
yang berat pasca bedah misalnya endoftalmitis.7
6. Tatalaksana
Tindakan non-bedah:1,8
a. Pengobatan dari penyebab katarak. Penyebab katarak harus dicari, karena apabila
penyakit tersebut dapat ditemui dan diobati seringkali menghentikan
progresifitasnya, misalnya:
1) Kontrol gula darah pada pasien diabetes melitus
2) Menghentikan penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid
3) Pengobatan uveitis untuk mencegah komplikasi
b. Memperlambat progresifitas: penggunaan yodium, kalium, kalsium, vitamin E
dan aspirin dihubungan dengan memperlambat kataraktogenesis.
c. Meningkatkan penglihatan pada katarak insipien dan imatur dengan refraksi dan
pencahayaan. Pada opasitas sentral menggunakan penerangan yang terang,
sedangan pada opasitas perifer menggunakan penerangan yang sedikit redup.
d. Penggunaan kacamata hitam ketika beraktivitas diluar ruangan pada pasien
dengan opasitas sentral.
e. Midriatikum pada pasien dengan katarak aksial yang kecil.
Indikasi operasi katarak adalah:1,8
1) Fungsi penglihatan. Ini merupakan indikasi paling sering. Operasi katarak
dilakukan ketika cacat visus menjadi penyebab gangguan signifikan pada
kehidupan sehari-hari pasien.

14
2) Indikasi medis, meskipun pasien merasa nyaman dari aspek penglihatan, operasi
dapat dianjurkan apabila pasien menderita glaukoma lens-induced, endoftalmitis
fakoanafilaktik dan penyakit retina seperti retinopati diabetikum dan ablasio
retina yang terapinya terganggu karena adanya kekeruhan lensa.
3) Indikasi kosmetik. Terkadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi
katarak agar pupil kembali menjadi hitam.
Evaluasi preoperatif1,8
a) Pemeriksaan umum: untuk melihat apakah passion memiliki penyakit diabetes
melitus, hipertensi dan masalah jantung, PPOK dan daerah potensi infeksi seperti
periodontitis dan infeksi saluran kemih. Gula darah harus terkontrol dan tekanan
darah tidak boleh diatas 160/100 mmHg.
b) Pemeriksaan fungsi retina:
1) Persepsi sinar: apakah operasi tersebut akan menguntungkan dengan melihat
apakah fungsi retina masih baik atau tidak.
2) RAPD: apabila positif maka kemungkinan ada lesi nervus optikus.
3) Persepsi warna.
4) Pemeriksaan diskriminasi dua sinar.
5) Pemeriksaan objektif seperti elektroretinogram, EOG dan VOR.
c) Mencari sumber infeksi lokalis: infeksi konjungtiva, meibomitis, blefaritis dan
infeksi sakus lakrimalis harus disingkirkan. Dilakukan uji anel untuk melihat
patensi sakus lakrimalis apabila pasien memiliki riwayat mata berair. Apabila
terdapat penyakit dakrisistitis, maka harus dilakukan dakriosistektomi atau
dakriosistorinostomi.
d) Evaluasi segmen anterior: apakah ada tanda-tanda uveitis seperti keratik
presipitasi, efek Tyndall dan harus diobati sebelum operasi katarak.
e) Pengukuran TIO: tekanan intraokular yang tinggi merupakan prioritas
pengobatan sebelum ekstraksi katarak.

15
Penyulit yang mungkin timbul setelah operasi katarak:8
1) Peradangan pada hari pertama post operasi, dapat dicegah dengan pemberian
antibiotik lokal dan sistemik.
2) Prolaps iris melewati lubang diantara sayatan atau tempat jahitan.
3) Jika prolaps iris dibiarkan, maka sekitar hari ke 4-5 dapat menyebabkan bilik
mata depan dangkal, kemudian dapat menimbulkan ablasi retina akibat badan
siliar kedepan.
Pembedahan katarak senilis1
a. Ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat
dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus.
Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder dan
merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama. Teknik ini tidak bisa dilakukan
pada pasien yang muda karena zonula Zinn masih kuat. Pada usia 40-50 tahun
digunakan enzim alphachymotrypsin yang melemahkan zonula.
Pembedahan dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan pemakaian alat
khusus sehingga penyulit tidak banyak seperti sebelumnya. Indikasi dilakukan ICCE
adalah subluksasi dan dislokasi lensa. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan
ini adalah astigmatisma, glaukoma, uveitis, endoftalmitis dan perdarahan.
b. Ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut, kemudian dikeluarkan melalui
insisi 9-10 mm, lensa intraokular diletakkan pada kapsul posterior sebagai penyangga
lensa implant tersebut. Yang termasuk dalam golongan ECCE adalah ekstraksi linear,
aspirasi dan irigasi. Pembedahan dilakukan pada pasien dengan katarak imatus,
kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intraokular posterior, implantasi
sekunder lensa intraokular, kemungkinan dilakukan bedah glaukoma, predisposisi
prolaps vitreous, sebelumnya mata mengatasi ablasi retina dan sitoid makular edema.

16
Semua pasien katarak baik anak maupun dewasa diindikasikan ECCE, sedangkan
kontraindikasinya adalah subluksasi dan dislokasi lensa.
c. Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan
nukleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm dan kemudian dimasukkan
lensa intraokular yang dapat dilipat. Keuntungan yang didapat dengan tindakan insisi
kecil ini adalah pemulihan visus lebih cepat, induksi astigmatisma akibat operasi
minimal, komplikasi dan inflamasi pasca bedah minimal. Penyulit yang dapat timbul
pada pembedahan katarak ekstrakapsular, dapat terjadi katarak sekunder yang dapat
dihilangkan atau dikurangi dengan tindakan Yag laser.
Lensa tanam intraokular
Implantasi lensa intraokular merupakan metode pilihan untuk koreksi afakia.
Biasanya bahan lensa intraokular terbuat dari polymethylmetharcrylate (PMMA).
Pembagian besar dari lensa intraokular berdasarkan metode fiksasi pada mata ialah:
a. IOL COA. Lensa di depan iris dan disangga oleh sudut dari COA.
b. Lensa yang disangga iris: lensa dijahit kepada iris, memiliki tingkat komplikasi
yang tinggi.
Lensa bilik mata belakang: lensa diletakkan di belakang iris, disangga oleh
sulkus siliaris atau kapsula posterior lensa.
7. Komplikasi8
Komplikasi intraoperatif
Edema kornea, COA dangkal, rupture kapsul posterior, perdarahan atau efusi
suprakoroid, perdarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incaserata ke dalam
luka serta retinal light toxicity.
Komplikasi dini pasca operatif
a. COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya cairan yang keluar
dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma dan
epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea perifer dengan daerah
sentral bersih paling sering).

17
b. Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolapse vitreus.
c. Prolaps iris, dimana iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada
periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi
insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera
dengan pembedahan.
d. Perdarahan biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi.
Komplikasi lambat pasca operatif
a. Ablasio retina.
b. Endoftalmitis kronik yang timbul karena organisme dengan virulensi rendah
yang terperangkap dalam kantong kapsuler. Komplikasi infektif ekstraksi katarak
yang serius namun jarang terjadi. Pasien datang dengan mata merah yang terasa
nyeri, penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari setelah
pembedahan, terjadi pengumpulan sel-sel darah putih di bilik mata depan
(hipopion).
c. Astigmatisma pasca operasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea
untuk mengurangi astigmatisma kornea. Ini dilakukan sebelum pengukuran
kacamata baru namun dilakukan setelah luka insisi operasi sembuh.
d. Post capsular capacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah.
8. Prognosis2
Dengan teknik bedah yang mutakhir, komplikasi maupun penyulit menjadi
sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapat 95%. Apabila dilakukan
penanganan yang tepat sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan
tindakan pembedahan pada saat yang tepat maka prognosis katarak senilis umumnya
baik.

18
BAB III
DISKUSI

Dari hasil anamnesis, didapatkan pasien datang dengan keluhan penglihatan


kabur pada kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengaku penglihatannya
menjadi sangat kabur dalam 1 bulan terakhir. Pasien mendeskripsikan penglihatan
kabur seperti berkabut dan melihat cahaya warna merah dan kuning pada mata kanan.
Tidak ada faktor yang memperberat atau memperingan keluhan tersebut. Keluhan
tidak disertai mata merah ataupun nyeri pada kedua mata.
Pasien sebelumnya tidak pernah menggunakan kacamata untuk membaca
maupun berpergian. Pasien mengaku memiliki keluhan seperti melihat cahaya warna
merah dan kuning seperti bulatan-bulatan kecil yang mengikuti arah gerak mata.
Pasien menyangkal memiliki keluhan sering menabrak saat berjalan. Pasien
juga menyangkal sulit melihat ketika dalam ruangan atau keadaan gelap.
Berdasarkan hasil anamnesis diatas, gejala yang dialami pasien merujuk pada
katarak dimana pasien merasakan penglihatan turun secara perlahan-lahan dan pada
hasil pemeriksaan visus pasien yaitu OD LP (+) OS 6/24 PH 6/21 namun visus tidak
bias dikoreksi. Pasien juga sudah berada pada usia lanjut yaitu 78 tahun sehingga
berdasarkan jenis katarak, maka pasien dapat dimasukan dalam katarak senilis.
Penurunan tajam penglihatan awalnya dirasakan pada mata kanan kemudian perlahan
diikuti mata kiri, namun saat ini penglihatan mata kanan tidak dapat melihat objek
hanya dapat melihat cahaya. Pada pemeriksaan segmen anterior dengan penlight,
tampak kekeruhan pada lensa maka diagnosis OD katarak senilis matur.
Terdapat beberapa diagnosa banding untuk pasien ini, yaitu glaukoma dan
retinopati. Akan tetapi, retinopati dapat disingkirkan karena tidak ditemukan adanya
penyakit sistemik pada pasien. Kemungkinan adanya glaukoma juga dapat
disingkirkan karena berdasarkan anamnesis, pasien tidak memiliki keluhan lain
seperti melihat di dalam terowongan dan juga pasien tidak memiliki keluhan berupa
sakit kepala disertai rasa sakit dan mual-muntah.

19
Tatalaksana pada pasien ini adalah rencana untuk dilakukan pembedahan.
Pasien tidak diberikan obat-obatan peroral sebelum dilakukan pembedahan.
Prognosis pasien katarak umumnya baik karena katarak tidak mengancam kehidupan,
sehingga qua ad vitam dubia ad bonam. Fungsi mata penderita dapat kembali normal
tergantung pembedahan dan penatalaksanaan yang tepat, sehingga pada pasien ini
prognosis qua ad functionam dubia ad bonam.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed. 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2015.
2. Mutiarasari D, Handayani F. Katarak Juvenill. Inspirasi. 2015;14.
3. RISKESDAS. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI
Tahun 2013. [Internet] 2013 [cited on 18 Auguts 2019]. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%2020
13.pdf
4. Voughan, Asbury. Oftalmologi umum. Ed. 17. Jakarta: EGC; 2010. h.119.
5. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: systemic approach. 7th Ed.
Saunders; 2012.
6. Lang. Opthalmology a pocket textbook atlas. 2nd Ed. NewYork: Thieme; 2006.
p.170-95.
7. Wong TY. The ophthalmology examination review. Singapore: World Scientific
Pub; 2011.
8. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th Ed. Anshan Publishers; 2007
Cao CE. Corneal foreign body removal. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/82717-overview#a7

iv

Anda mungkin juga menyukai