Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun telah menjadi negara berkembang


dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi maupun populasi penduduknya
yang pesat. Hal ini memicu meningkatnya angka kemiskinan yang
diasosiasikan dengan rendahnya tingkat kebersihan, akses air yang sulit, dan
kepadatan hunian. Tingginya kepadatan hunian dan interaksi atau kontak
fisik antar individu memudahkan perpindahan tungau scabies yang pada
umumnya ditemukan di lingkungan dengan kepadatan penghuni dan kontak
interpersonal tinggi seperti penjara, panti asuhan, dan pondok pesantren
(Ratnasari dan Sungkar, 2014)
World Health Organization (WHO) menyatakan angka kejadian skabies
pada tahun 2014 sebanyak 130 juta orang didunia2. Tahun 2014
menurutInternasional Alliance for the Control Of Scabies (IACS) kejadian
skabies bervariasi mulai dari 0,3% menjadi 46%. Berdasarkan data
Riskesdas tahun 2013 prevalensi nasional penyakit kulit (Scabies) sebanyak
6,8%. Prevalensi Scabies di Malang Raya adalah 61%, paling tinggi terjadi
di Kabupaten Malang yaitu sebesar 48,6% sedangkan paling rendah di Kota
Batu sebesar 12,4% (Setyaningrum, 2016)Pada Puskesmas
Poncokusumo,penyakit Scabies termasuk dalam lima besar penyakit yang
paling banyak diderita oleh pasien rawat jalan dengan prevalensi
10,41%(Buku indikator mutu Puskesmas Poncokusumo,
2016).Berdasarkan hasil studi WHO (World Health Organization)
menunjukkan bahwa gangguan pola tidur memiliki prevalensi tertinggi
pada pasien dengan Scabies yaitu sebesar 10,2 % dari masalah penyerta
lainnya (Dirjen Med, 2012). Hal ini berarti, dari seluruh pasien yang
mengalami Scabies, ternyata 10,2 % mengalami gangguan pola tidur.
Hasil penelitian Puskesmas Poncokusumo (2015) menunjukkan prevalensi
Scabies pada laki-laki 57,4% dan perempuan 42,9% dengan sulit memulai
tidur karena gatal (33,8%) dan terbangun saat tidur karena gatal (29,2%).
(laporan bidang pengendalian mutu Puskesmas Pamotan Kabupaten
Malang, 2015). Dari data data tersebut, divalidasi dengan Intervensi pada
klien Skabies disertai gangguan pola tidur bisa dengan teknik farmakologi
maupun nonfarmakologi, teknik nonfarmakologi. Salah satu penyelesaian
masalah yang dapat dilakukan, banyak pilihan yang bisa dilakukan untuk
mengatasi insomnia selain obat tidur. Menurut Campbell (2012), gangguan
tidur terbuka untuk ditangani dengan terapi musik. Semua pasien selain satu
orang melaporkan perbaikan dalam tidur dan beberapa mampu berhenti
meminum obat-obatan untuk mengatasi insomnianya. Dalam memberikan
terapi musik, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, salah satunya
adalah jenis musik yang akan diberikan. Terdapat beberapa jenis musik,

1
2

misalnya musik klasik, musik rock, musik gamelan, musik jawa dan lain-
lain. Musik jawa adalah salah satu jenis musik sesuai.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik meneliti adanya fenomena
yang terjadi dimasyarakat sebagaimana telah tertulis diatas. Maka dengan
demikian penulis berminat untuuk mengkaji lebih dalam tentang penyakit
skabies dengan kerusakan integritas kulit di Puskesmas Poncokusumo.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skabies Dengan
Gangguan Pola Tidur Di Puskesmas Poncokusumo Kabupaten Malang?
1.3.Tujuan

1.3.1. Tujuan umum


Memberikan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skabies
Dengan Gangguan Pola Tidur Di Puskesmas Poncokusumo
Kabupaten Malang.

1.3.2. Tujuan khusus


1. Melakukan pengkajian Pada Pasien Skabies dengan Gangguan
Pola Tidur di Puskesmas Poncokusumo kabupaten Malang

2. Menyusun Diagnosa Keperawatan sesuai dengan prioritas


masalah Pada Pasien Skabies Dengan Gangguan Pola Tidur
Poncokusumo Di Puskesmas Poncokusumo Kabupaten Malang.

3. Merencanakan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skabies


Dengan Gangguan Pola Tidur Di Puskesmas Poncokusumo
Kabupaten Malang.

4. Melakukan tindakan Pada Pasien Skabies Dengan Gangguan


Pola Tidur Di Puskesmas Poncokusumo Kabupaten Malang.

5. Mengevaluasi Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skabies


Dengan Gangguan Pola Tidur Di Puskesmas Poncokusumo
Kabupaten Malang.
1.4. Manfaat

1.4.1. Mangfaat Teoritis

Digunakan sebagai data dasar maupun acuan untuk


melakukan asuhan keperawatan selanjutnya yang berkaitan dengan
Skabies disertai dengan Gangguan Pola Tidur.
3

1.4.2. Mangfaat Praktis


1. Bagi pasien
Memberikan informasi dan penatalaksanaan secara dini
mengenai Skabies ,sehingga bisa membantu klien untuk
mengcegah dan menghindari resiko dan komplikasi yang
ditimbulkan.

2. Bagi Peneliti
Diharapkan peneliti dapat memperluas ilmu pengetahuan
dan menambah wawasan tentang Pasien Skabies disertai dengan
Gangguan Pola Tidur.

3. Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan dapat menambah pustaka perpustakaan STIKes
Kendedes Malang dan sebagai sarana belajar mahasiswa STIKes
Kendedes Malang.

4. Bagi Puskesmas
Menjadikan wawasan dan pengetahuan perawat dalam
mengaplikasikan intervensi yang sesuia untuk Skabies dengan
masalah keperawatan Gangguan Pola Tidur secara lebih tepat
dan sesuai dalam instansi kesehatan lebih tepatnya Puskesmas
Poncokusumo.

5. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menambah refrensi dalam melakukan
asuhan keperawatan khususnya pada pasien Skabies disertai
Gangguan Pola Tidur.

Anda mungkin juga menyukai