HIPERMETROPIA
1.3 Klasifikasi
Klasifikasi hipermetropia terbagi menjadi lima, yaitu:
1) Hipermetropia manifest
Adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif
maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri
atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif.
Hipermetropia manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat
dilihat dengan koreksi kacamata yang maksimal.
2) Hipermetropia Absolut
Dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan
memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten
yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang
tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia
absolut, sehingga jumlah hipermatropia fakultatif dengan hipermetropia absolut
adalah hipermetropia manifes.
3) Hipermetropia Fakultatif
Dimana kelainan hipermatropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun
dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif
akan melihat normal tanpa kaca mata yang bila diberikan kaca mata positif yang
memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan
istrahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut
sebagai hipermetropia fakultatif.
4) Hipermetropia Laten
Dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegi ( atau dengan obat yang
melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia
laten hanya dapat diukur bila siklopegia. Makin muda makin besar komponen
hipermetropi laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan
akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan
kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari
diatasi pasien dengan akomodasi terus menerus, teritama bila pasien masih muda
dan daya akomodasinya masih kuat.
5) Hipermetropia Total
Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia.
(Sidarta Ilyas, 2010 : 78-79).
1.4 Patofisiologi
Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata
yang terlalu lemah, kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan
posisi lensa dapat menyebapkan sinar yang masuk dalam mata jatuh di belakang
retina sehingga penglihatan dekat jadi terganggu.
Akibat dari bola mata yang terlalu pendek, yang menyebabkan bayangan
terfokus di belakang retina
Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea
dan lensa yang lebih lemah, dan perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar
sejajar yang dating dari objek terletak jauh tak terhingga di biaskan di belakang
retina.
1.5 WOC HIPERMETROMIA
Lensa mata tidak mampu memfokuskan cahaya objek jauh dari yang tepat dari retina
Bayangan
difokuskan di
belakang retina
HIPERMETROPI
Pasien cemas Melihat objek jauh kabur dan objek dekat lebih kabur kurang adekuatnya
Bertanya akan informasi akan
Kondisi Mata berkerja keras untuk berakomodasi prognosis penyakitnya
Penglihatannya
Sakit kepala silau pandangan
Kurang pengetahuan
Ansietas di frontal, ganda, merasa juling
mata lelah, Daya akomodasi mata
mata panas menurun Resiko cidera
mata sakit
Perubahan sensori
persepsi visual
Nyeri akut
1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah:
1) Penglihatan dekat dan jauh kabur
2) Penglihatan tidak nyaman (asthenopia)
Terjadi ketika harus fokus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama.
3) Akomodasi akan lebih cepat lelah terpaku pada suatu level tertentu dari
ketegangan
4) Sakit kepala
Sakit kepala biasanya pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat
dekat jangka panjang. Jarang terjadi pada pagi hari, cenderung terjadi setelah
siang hari dan bisa membaik spontan kegiatan melihat dekat dihentikan.
5) Silau/Sensitive terhadap cahaya
6) Bila 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua, pasien mengeluh penglihatan
jauh kabur.
7) Penglihatan dekat lebih cepat buram
Akan lebih terasa lagi pada keadaan kelelahan, atau penerangan yang
kurang
8) kadang rasa juling atau lihat ganda
Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama
melakukn konvergasi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan
esotropia atau juling ke dalam
1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah esotropia dan glaucoma. Esotropia
atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi.
Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan
mempersempit sudut bilik mata.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien hipermetropia adalah sebagai berikut:
1) Refraksi subjektif
Metode “trial and error” dengan menggunakan kartu snellen, mata diperiksa
satu persatu, ditentukan visus masing-masing mata, pada dewasa dan visus tidak
6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif. Pada anak-anak dan remaja dengan
dengan visus 6/6 dan keluhan astenopia akomodasi dikoreksi dengan sikloplegik.
2) Refraksi objektif
Retinoskop dengan lensa kerja S +2.00 pemeriksa mengawasi reaksi fundus
yang bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop (agains movement)
kemudian dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi,
autorefraktometer (computer).