Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

SIMULASI PENDIDIKAN KESEHATAN PADA GANGGUAN MIOPIA DAN


HIPERMETROPIA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengampu: Dr. Hj. Nunung Herlina, S.Kp, M.Pd

Disusun Oleh:
Dobby Aldinatha Juce NIM. 1911102411143
Dhita Fitriyanti NIM. 1911102411144
Mohd. Ibdarul Fajar NIM. 1911102411149
Ratna Ariyani NIM. 1911102411184
Yusnita kambuno NIM. 1911102411187
Hernita Ajeng Cahyarini NIM. 1911102411194
Juliana Saputri NIM. 1911102411199
Monika Safitri NIM. 1911102411200

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR


PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN ALIH JENJANG
FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah
ini. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini dengan benar.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Simulasi Pendidikan


Kesehatan Pada Gangguan Miopia Dan Hipermetropia” ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Samarinda, 16 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I...............................................................................................................................1

PENDAHULUAN..............................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................2

BAB II..............................................................................................................................3

PEMBAHASAN................................................................................................................3

A. Konsep Dasar Medis........................................................................................3

1. Miopia..........................................................................................................3

2. Hipermetropia..............................................................................................9

B. Konsep Asuhan Keperawatan........................................................................15

1. Pengkajian..................................................................................................15

2. Diagnosa Keperawatan..............................................................................18

3. Intervensi Keperawatan...................................................................................19

C. Konsep Pendidikan Kesehatan......................................................................24

1. Pengertian Pendidikan Kesehatan.............................................................24

2. Sasaran Pendidikan Kesehatan..................................................................24

3. Metode Pendidikan Kesehatan..................................................................24

4. Pendidikan Kesehatan Meningkatkan Kesehatan Mata............................25

5. SAP Miopia dan Hipermetropia.................................................................26

6. Leaflet Miopia dan Hipermetropia............................................................33

BAB III...........................................................................................................................36

PENUTUP......................................................................................................................36
ii
A. Kesimpulan....................................................................................................36

B. Saran..............................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai fungsi
yang sangat besar. Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi sangat
membatasi fungsi tersebut. Ada tiga kelainan refraksi, yaitu: miopia,
hipermetropia, astigmatisme, atau campuran kelainan-kelainan tersebut. Diantara
kelainan refraksi tresebut, miopia adalah yang paling sering dijumpai, kedua
adalah hipermetropia, dan yang ketiga adalah astigmatisma (Ilyas, 2007).
Menurut WHO (2008) Miopia merupakan salah satu gangguan mata yang
mempunyai prevalensi yang tinggi. Kejadian miopia semakin lama semakin
meningkat dan diestimasikan bahwa separuh dari penduduk dunia menderita
miopia pada tahun 2020.
Miopia yang merupakan kelainan rekfraksi dapat menyebabkan kebutaan
jika tidak dilakukan tindakan dengan segera. World Health Organization (WHO),
memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, di mana
sepertiganya berada di Asia Tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap
menit di dunia, dan 4 orang di antaranya berasal dari Asia Tenggara, sedangkan
di Indonesia diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Sebagian
besar orang buta (tunanetra) di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi
sosial ekonomi lemah.
Hipermetropi dapat menyebabkan gangguan pada penglihatan, dimana
penglihatnya kesulitan melihat benda yang jaraknya dekat, kepala sering pusing,
dimana hal ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari klien. Diharapkan dengan
dibuatnya makalah asuhan keperawatan dengan klien dengan hipermetropi ini
dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan benar bagi penderita
hipermetropi dan dapat mengurangi keparahan berkelanjutan pada penderita.
Berdasarkan survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun
1993-1996, menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sebesar 1,5%, dengan
penyebab utama adalah Hipermetropi (0,78%); glaukoma (0,20%); kelainan
refraksi (0,14%); dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan lanjut
usia (0,38%). Dibandingkan dengan negara-negara di regional Asia Tenggara,
angka kebutaan di Indonesia adalah yang tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%,

1
Thailand 0,3%). Sedangkan insiden Hipermetropi 0,1% (210.000 orang/tahun),
sedangkan operasi mata yang dapat dilakukan lebih kurang 80.000 orang/ tahun.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat diambil
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar medis, konsep asuhan keperawatan dan konsep
pendidikan kesehatan pada gangguan miopi?
2. Bagaimana konsep dasar medis, konsep asuhan keperawatan dan konsep
pendidikan kesehatan pada gangguan hipermetropi?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, penulis
berharap pembaca dapat:
1. Untuk mengetahui konsep dasar medis, konsep asuhan keperawatan dan
konsep pendidikan kesehatan pada gangguan miopi.
2. Untuk mengetahui konsep dasar medis, konsep asuhan keperawatan dan
konsep pendidikan kesehatan pada gangguan hipermetropi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Medis
1. Miopia
a. Pengertian
Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan
difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi
berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisirefraktif dimana
cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh
didepan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa Yunani
“muopia” yang memilikiarti menutup mata. Miopia merupakan
manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernyaadalah
“nearsightedness” (American Optometric Association, 2006).
Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan
jenis kerusakan mata yangdisebabkan pertumbuhan bola mata yang
terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung (Sidarta,
2007).

Gambar 1. Titik Bayangan Pada Miopi

b. Etiologi
Pada miopia karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu
kuat, maka sumber cahaya dekat dibawa ke retina tanpa akomodasi
(meskipun akomodasi dalam keadaan normal digunakan unuk melihat
benda dekat), sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina
dan tampak kabur (Sherwood, 2011).

3
Faktor yang mempengaruhi miopia adalah aktivitas melihat dekat.
Adanya kemajuan teknologi dan telekomunikasi. Faktor gaya hidup
mendukung tingginya akses terhadap visual yang ada apabila tidak
disertai pengawasan terhadap jarak lihat yang terlalu dekat serta istirahat
yang kurang dapat meningkatkan terjadinya miopia (Sahat, 2006).
Miopia dikatakan bersifat genetik. Apabila salah satu atau kedua
orang tua memiliki miopia maka 35% turunannya akan mengalami miopia.
Selain itu stress visual seperti mata kelelahan juga dapat menjadi faktor
resiko miopia.
c. Klasifikasi
Miopi dibagi berdasarkan beberapa karakteristik sebagai berikut:
1) Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi:
a) Miopi aksial, dimana diameter antero-posterior dari bola mata
lebih panjang dari pada panjang dari normal;
b) Miopi kurvartu,yaitu adanya peningkatan curvature kornea atau
lensa; dan
c) Miopi indeks, terjadi peningkatan indeks biasa pada cairan mata.
2) Menurut perjalan penyakitnya miopi dibagi atas:
a) Miopi stasioner yaitu yang menetap setelah dewasa;
b) Miopi progeresif, yaitu miopi yang bertambah terus pada usia
dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata;
c) Miopi maligna, yaitu keadaan yang lebih berat dari miopi
progeresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan
(Ilyas, 2005).
3) Berdasarkan sifat
a) Miopi simplex.
Sering dijumpai pada umur muda dan bersifat menetap dan tidak
menimbulkan kelainan pada fundus.
b) Miopi progressive.
Minus terus bertambah sehingga bisa terjadi gangguan pada
choroid disebur juga miopi degenerasi, tidak bisa mencapai 6/6.

4
c) Miopi maligna.
Lebih cepat choroid miopi degeneration.
4) Miopi berdasarkan berat ringan
a) Miopi ringan;
b) Sangat ringan, apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata 0.25 s/d
1.0D;
c) Ringan, apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata -1 s/d -3 D;
d) Miopi sedang dapat dikoreksi dengan kaca mata -3 s/d -6;
e) Miopi tinggi dapat dikoreksi dengan kaca mata -6 s/d -10 D; dan
f) Miopi berat dapat dapat dikoreksi dengan kacamata > -10 D
d. Patofisiologi
Secara anatomi dan fisiologi, sklera memberikan berbagai
respons terhadap induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami
perubahan pada stres. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat
meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti
konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat
meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg. Juga pada penutupan paksa
kelopak mata meningkat sampai70-110 mmHg. Gosokan paksa pada mata
merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering diantara mata miopia,
sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokular (Sativa, 2003).
Untuk melihat sesuatu objek dengan jelas, mata perlu
berakomodasi. Akomodasi berlaku apabila kita melihat objek dalam jarak
jauh atau terlalu dekat. Menurut Dr. Hemlholtz, ototsiliari mata
melakukan akomodasi mata. Teori Helmholtz mengatakan akomodasi
adalah akibat daripada ekspansi dan kontraksi lensa, hasil daripada
kontraksi otot siliari. Teori Helmholtz merupakan teori yang sekarang
sering digunakan oleh dokter. Menurut Dr. Bates, dua otot oblik mata
yang melakukan akomodasi mata dengan mengkompresi bola mata
ditengah hingga memanjangkan mata secara melintang. Akibat
daripada kelelahan mata menyebabkan kelelahan pada otot mata. Otot
mata berhubungan dengan bola mata hingga menyebabkan bentuk mata

5
menjadi tidak normal. Kejadian ini adalah akibat akomodasi yang tidak
efektif hasil dari otot mata yang lemah dan tidak stabil. Pada mata
miopia, bola mata terfiksasi pada posisi memanjang menyulitkan untuk
melihat objek jauh (Dave, 2005).

e. Pathway

f. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala myopia juga terdiri dari:
1) Gejala subjektif :
a) Kabur bila melihat jauh.
b) Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat.
c) Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai
dengan akomodasi)
d) Astenovergens.
2) Gejala objektif :
a) Myopia simpleks :
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil
yang relative lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang
agak menonjol. Pada segmen posterior biasanya terdapat

6
gambaran yang normal atau dapat disertai kresen myopia (myopic
cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik.
b) Myopia patologik :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks.
Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa
kelainan-kelainan pada:
(1) Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan
atau degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-
benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang
ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan myopia.
(2) Papil saraf optic: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia,
papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian
temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran papil
sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang
atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur
(3) Makula: Berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang
ditemukan pendarahan subretina pada daerah macula.
(4) Retina bagian perifer: Berupa degenersi kista retina bagian
perifer Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa
penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka
bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai
fundus tigroid. (Illyas, 2005).
g. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Nonfarmakologi
a. Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa
pilihan untuk mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita
myopia.
b. Latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi. Akan tetapi,
kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh para ahli pengetahuan
dan para praktisi peduli mata. Pada tahun 2005, dilakukan

7
peninjauan ilmiah pada beberapa subjek. Dari peninjauan tersebut
disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti (fakta) ilmiah yang
menyatakan bahwa latihan pergerakan mata adalah pengobatan
myopia yang efektif.
c. Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis
(LASIK) atau operasi lasik mata, yang telah populer dan banyak
digunakan para ahli bedah untuk mengobati miopia. Selain lasik
digunakan juga terapi lain yaitu Photorefractive Keratotomy (PRK)
untuk jangka pendek, tetapi ini menggunakan konsep yang sama
yaitu dengan pergantian kembali kornea mata tetapi
menggunakan prosedur yang berbeda.
2) Penatalaksanaan Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata
untuk mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat
tradisional pun banyak digunakan ada penderita myopia.
h. Pemeriksaan Penunjang
Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata
secara umum atau standarpemeriksaan mata, (Sidarta, 2003) terdiri dari:
1) Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen)
dan jarak dekat (Jaeger).
2) Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam
pemakaian kaca mata.
3) Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan
kemungkinan ada atautidaknya kebutaan.
4) Uji gerakan otot-otot mata.
5) Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina.
6) Mengukur tekanan cairan di dalam mata.
7) Pemeriksaan retina.
8) Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran
bulan sabityang terlihat pada polus posterior fundus mata myopia,
sclera oleh koroid.

8
i. Pencegahan
Menurut Wardani (2009) ada cara untuk mencegah terjadinya miopia,
yaitu dengan:
1) Melakukan pemeriksaan mata secara berkala setiap 1 tahun sekali
atau sebelum 1 tahun bila ada keluhan (terutama yang telah memakai
kacamata).
2) Istirahat yang cukup supaya mata tidak cepat lelah.
3) Kurangi kebiasaan yang kurang baik untuk mata, misalnya membaca
sambil tiduran dengan cahaya yang redup. Jarak aman untuk
membaca adalah sekitar 30 cm dari mata dengan posisi duduk dengan
penerangan yang cukup baik (tidak boleh terlalu silau atau redup).
Lampu harus difokuskan pada buku yang dibaca.
4) Jaga jarak aman aman saat menonton televisi. Jarak yang ideal adalah
2 meter dari layar televisi dan usahakan posisi layar sejajar dengan
mata dan pencahayaan ruangan yang memadai.
5) Bila bekerja di depan komputer, usahakan setiap 1-1,5 jam sekali
selama 5-10 menit untuk memandang ke arah lain yang jauh, dengan
maksud untuk mengistirahatkan otot-otot bola mata. Dan jangan lupa
untuk sering berkedip supaya permukaan bola mata selalu basah.
6) Perbanyak konsumsi makanan, baik sayuran maupun buah-buahan
yang banyak mengandung vitamin A, C, E dan lutein yang berfungsi
sebagai antioksidan karotenoid pemberi warna kuning jingga pada
sayuran dan buahbuahan.
7) Tidak merokok dan hindari asap rokok, karena rokok dapat
mempercepat terjadinya katarak dan asap rokok dapat membuat
mata menjadi cepat kering.
8) Gunakanlah sunglasses yang dilapisi dengan anti UV bila beraktifitas di
luar ruangan pada siang hari. Hal ini untuk mencegah paparan sinar
matahari yang berlebihan oleh karena sinar matahari mengandung
sinar ultraviolet (UV) yang tidak baik untuk sel-sel saraf di retina.

9
9) Aturlah suhu ruangan bila menggunakan pendingin ruangan (AC).
Kelembaban yang baik untuk permukaan mata berkisar antara 22-
25⁰C. Jadi bila menggunakan AC jangan terlalu dingin karena
penguapan mata menjadi lebih cepat sehingga mata menjadi cepat
kering.
2. Hipermetropia
a. Pengertian
Hipermetropi atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan
kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan
sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropi
sinar sejajar difokuskan di belakang macula lutea (Ilyas, 2007).
Pada hipermetropi bola mata terlalu pendek atau lensa terlalu
lemah benda jauh difokuskan di retina hanya dengan akomodasi,
sedangkan benda dekat terfokus di belakang retina bahkan dengan
akomodasi oleh karena itu tampak kabur (Sherwood, 2011).
Hipermetropi atau rabun dekat karena bola mata yang berukuran
lebih pendek daripada ukuran normal dan berkas cahaya yang sejajar
difokuskan di belakang retina akan menyebabkan akomodasi yang terus
menerus sehingga akan menimbulkan kelelahan dan dapat menyebabkan
nyeri kepala dan semakin mengaburkan pandangan.

10
Gambar 2. Hipermetropi dengan Koreksi lensa Cembung

b. Etiologi
Hipermetropi dapat disebabkan:
1) Hipermetropi sumbu atau aksial merupakan kelainan refraksi akibat
bola mata pendek, atau sumbu arteroposterior yang pendek
2) Hipermetropi kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina
3) Hipermetropi refraktif, dimana terdapat indeks bias kurang pada
sistem optik mata (Ilyas, 2007)
c. Klasifikasi
Hipermetropi dikenal dalam bentuk:
1) Hipermetropia manifest
ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif
maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia
ini terdiri atas hipermetropia absolute ditambah dengan
hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifest didapatkan tanpa
sikloplegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi
kacamata maksimal.
2) Hipermeropia absolut
11
Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama
sekali disebut sebagai hipermetropia absolute, sehingga jumlah
hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolute adalah
hipermetropia manifes.
3) Hipermetropia fakultatif
Pasien yang hanya mempunyai hipermetropi fakultatif akan melihat
normal tanpa kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal
maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia
manifest yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai
hipermetropia fakultatif.
4) Hipermetropia laten
Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia.
Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang.
Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga
hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian
akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari
diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien
masih muda dan daya akomodasinya masih kuat.
5) Hipermetropia total
Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan
sikloplegia. (Sidarta Ilyas, 2010).
d. Patofisiologi
Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan
bola mata yang terlalu lemah, kelengkungan kornea dan lensa tidak
adekuat perubahan posisi lensa dapat menyebapkan sinar yang masuk
dalam mata jatuh di belakang retina sehingga penglihatan dekat jadi
terganggu (Sidarta Ilyas, 2010).
e. Pathway

12
f. Manifestasi Klinik
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan
mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus
berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak
di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini
disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka
bola mata bersama-sama melakukan konvergasi dan mata akan seering
terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam (Sidarta
Ilyas, 2010).
Gejala klinis hipermetropia:
1) subjektif :
a) kabur bila melihat dekat
b) mata cepat lelah, berair, sering mengantuk dan sakit kepala
(astenopia akomodatif).
2) objektif :
a) pupil agak miosis
b) bilik mata depan lebih dangkal (Indriani Istiqomah, 2004).

13
g. Penatalaksanaan
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi
hipermetropia manifes dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa
positif maksimal yang memberikan tajaman penglihatan normal. Bila
terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi
hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar
(eksoforia) maka diberikan kacamata koreksi positif kurang.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata
sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan
tajam penglihatan maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan +
3.25 memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata +
3.25. Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-
anak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan
sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan
otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kacamata
dengan mata yang istirahat (Sidarta Ilyas, 2010).
Pada prosedur operasi refraktif biasanya dilakukan untuk
mengatasi rabun jauh, tindakan ini juga bisa disarankan untuk pasien
dengan hipermetropi ringan hingga sedang. Metode operasi refraktif
dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Laser-assisted in situ keratomileusis (LASIK)
Dengan prosedur ini, ahli bedah mata akan membuat lipatan tipis,
berengsel ke kornea. Kemudian laser akan digunakan untuk
menyesuaikan kurva kornea yang bisa memperbaiki hipermetropi
(rabun dekat).
2) Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)
Dalam prosedur ini, dokter bedah akan membuat lipatan sangat tipis
di penutup pelindung luar kornea (epitel). Dokter kemudian akan
menggunakan laser untuk membentuk ulang lapisan luar kornea,
mengubah lekukan, dan menggantikan epitelum.
3) Photorefractive keratectomy (PRK)

14
Prosedur ini mirip dengan LASEK, tapi tindakan ini mengambil
keseluruhan epitelium. Dokter kemudian akan menggunakan laser
untuk membentuk ulang kornea mata. Epitelium tidak digantikan
dengan yang baru, tapi akan tumbuh dengan sendirinya dan
menyesuaikan diri dengan bentuk baru kornea.
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien hipermetropia adalah sebagai
berikut:
1) Refraksi subjektif, metode “trial and error” dengan menggunakan
kartu snellen, mata diperiksa satu persatu, ditentukan visus masing-
masing mata, pada dewasa dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa
sferis positif. Pada anak-anak dan remaja dengan dengan visus 6/6
dan keluhan astenopia akomodasi dikoreksi dengan sikloplegik.
2) Refraksi objektif, retinoskop dengan lensa kerja S +2.00 pemeriksa
mengawasi reaksi fundus yang bergerak berlawanan dengan gerakan
retinoskop (agains movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis
positif sampai tercapai netralisasi, autorefraktometer (computer).
(Indriani Istiqomah, 2004).

15
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Melakukan pengkajian meliputi hal berikut:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
b. Keluhan yang dirasakan
1) Riwayat Penyakit sekarang
Klien mengeluh pandangan kabur pada jarak jauh/dekat, klien
mengatakan padangan kabur setiap saat, kesulitan memfokuskan
pandangan, epifora, pusing, sering lelah dan mengantuk dan terjadi
astenopia akomodasi yang menyebabkan klien lebih sering beristirahat
2) Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan, sebelumnya belum pernah mengalami hal seperti
ini.
3) Riwayat Penyakit keluarga
Klien mengatakan ibu klien mengalami hal yang sama seperti yang
dialami klien.
4) Riwayat Kebiasaan
Klien mengatakan sering membaca buku dengan jarak yang sangat
dekat dan dalam keadaan tidak terlalu terang.
c. Pengkajian Fisik
1) Pengkajian Ketajaman Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu Snellen.
a) Pasien duduk dengan dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen
dengan satu mata ditutup.
b) Pasien diminta membaca huruf yang tertulis pada kartu, mulai dari
baris paling atas kebawah, dan tentukan baris terakhir yang masih
dapat dibaca seluruhnya dengan benar.
c) Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar) maka
dilakuan uji hitung jari dari jarak 6 meter.

16
d) Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter, maka
jarak dapat dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak penguji
dengan pasien 1 meter.
e) Jika pasien tetap tidak bisa melihat, dilakukan uji lambaian tangan,
dilakukan uji dengan arah sinar.
f) Jika pengelihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar, maka
dikatakan pengelihatanya adalah 0 (nol) atau buta total.
Penilaian :
Tajam pengelihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat
membaca seluruh huruf dalam kartu Snellen dengan benar. Bila baris
yang dapat dibaca selurunya bertanda 30 maka dikatakan tajam
pengelihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 meter
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30
meter. Bila dalam uji hitung jari pasien hanya dapat melihat atau
menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pad jarak 3 meter, maka
dinyatakan tajam pengelihatan 3/60. Jari terpisah dapat dilihat orang
normal pada jarak 60 meter.
Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada
jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada
jarak 1 meter, berarti tajam pengelihatan adalah 1/300.
Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja,tidak dapat melihat
lambaian tangan, maka dikatakan sebagai satu per minus. Orang
normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak terhingga.
d. Pengkajian Gerakan Mata
1) Uji Menutup
Salah satu mata pasien di tutup dengan karton atau tangan
pemeriksa, dan pasien di minta memfokuskan mata yang tidak tertutup
pada satu benda diam sementara mata yang di tutup karton/tangan tetap
terbuka. Kemudian karton atau tangan tiba-tiba di singkirkan, dan akan
nampak gerakan abnormal mata. Bila mata, saat di tutup bergeser ke
sisi temporal, akan kembali ke titik semula ketika penutup di buka.
Sebaliknya, bila bergeser ke sisi nasal, fenomena sebaliknya akan
terjadi. Kecenderungan mata untuk bergeser, ketika di tutup, ke sisi

17
temporal, di namakan eksoforia; kecenderungan mata untuk bergeser
ke sisi nasal di sebut esoforia.
2) Lirikan Terkoordinasi
Benda di gerakkan ke lateral ke kedua sisi sepanjang sumbu
horizontal dankemudian sepanjang sumbu oblik. Masing-masing
membentuk sumbu 60 derajat dengan sumbu horizontal. Tiap posisi
cardinal lirikan menggambarkan fungsi salah satu dari keenam otot
ekstraokuler yang melekat pada tiap mata. Bila terjadi diplopia
(pandangan ganda), selama transisi dari salah satu posisi cardinal
lirikan, pemeriksa dapat mengetahui adanya salah satu atau lebih otot
ekstraokuler yang gagal untuk berfungsi dengan benar. Keadaan ini
bias juga terjadi bila salah satu mata gagal bergerak bersama dengan
yang lain.
3) Pengkajian Lapang Pandang
Pemeriksa dan pasien duduk dengan jarak 1 sampai 2 kaki,
saling berhadapan. Pasien di minta menutup salah satu mata dengan
karton, tanpa menekan, sementara ia harus memandang hidung
pemeriksa. Sebaliknya pemeriksa juga menutup salah satu matanya
sebagai pembanding. Bila pasien menutup mata kirinya, misalnya,
pemeriksa menutup mata kanannya. Pasien di minta tetap melirik pada
hidung pemeriksa dan menghitung jumlah jari yang ada di medan
superior dan inferior lirikan temporal dan nasal. Jari pemeriksa di
gerakkan dari posisi luar terjauh ke tengah dalam bidang vertical,
horizontal dan oblik. Medan nasal, temporal, superior dan inferior di
kaji dengan memasukkan benda dalam penglihatan dari berbagai titik
perifer. Pada setiap manuver, pasien memberi informasi kepada
pemeriksa saat ketika benda mulai dapat terlihat sementara
mempertahankan arah lirikannya ke depan.
4) Pemeriksaan Fisik Mata
a) Kelopak mata harus terletak merata pada permukaan mata.
b) Buku mata, posisi dan distribusinya.
c) Sistem lakrimal, struktur dan fungsi pembentukan dan drainase air
mata.

18
d) Pemeriksaan Mata Anterior, sclera dan konjungtiva bulbaris
diinspeksi secara bersama.
e) Pemeriksaan Kornea, normalnya kornea tampak halus dengan
pantulan cahaya seperti cermin, terang, simetris dan tunggal.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Kartu snellen mesin telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan): mungkin terganggu dengan kerusakan kornea lensa aquous
atau vitreus humor, kesalahan refraksi atau penyakit syaraf atau
penglihatan keretina atau jalan optik.
1) Alat:
a) Kartu Snellen.
b) Bingkai percobaan.
c) Sebuah set lensa coba.
2) Teknik:
a) Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.
b) Pada mata dipasang bingkai percobaan.
c) Satu mata ditutup.
d) Minta penderita untuk membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar
sampai pada huruf terkecil yang masih bisa terbaca.
e) Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan jika tajam
penglihatan menjadi lebih baik ditambah kekuatannya perlahan-
lahan hingga dapat membaca huruf yang paling terkecil dari kartu
Snellen tersebut.
f) Lakukan kembali pada mata yang sebelahnya.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Miopi

a. D.0078 Nyeri akut b.d agen pencendera fisiologis

b. D.0080 Ansietas b.d krisis situasional (perubahan status kesehatan)

c. D.0085 Gangguan persepsi sensori b.d gangguan penglihatan

d. D.0111 Defisit pengetahuan tentang kurang terpapar informasi

19
e. D.0136 Risiko cedera d.d faktor resiko (terpapar patogen/ perubahan
sensasi.

Diagnosa keperawatan Hipermetropi

a. D.0074 Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit


b. D.0080 Ansietas b.d krisis situasional (perubahan status kesehatan)
c. D.0085 Gangguan persepsi sensori b.d gangguan penglihatan
d. D.0111 Defisit pengetahuan tentang kurang terpapar informasi
e. D.0136 Risiko cedera d.d faktor resiko (terpapar patogen/ perubahan
sensasi.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan Miopi

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan


keperawatan
D.0078 Nyeri Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama
akut b.d agen keperawatan selama… X 24
1. Manajemen nyeri
pencendera jam maka Nyeri akut
2. Pemberian analgesik
fisiologis menurun dengan kriteria
Intervensi pendukung
hasil:
1. Edukasi manajemen nyeri
 Keluhan nyeri menurun
2. Edukasi tehnik napas
 Meringis menurun
3. Latihan pernapasan
 Sikap protektif menurun
4. Manajemenn kenyamanan
 Gelisah menurun
lingkungan
 Kesulitan tidur menurun
5. Terapi relaksasi
 Frekuensi nadi membaik
D.0080 Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama
Ansietas b.d keperawatan selama… X 24 1. Reduksi ansietas
krisis jam maka Tingkat ansietas 2. Terapi relaksasi
situasional menurun dengan kriteria hasil Intervensi pendukung
(perubahan : 1. Dukungan pengungkapan
status  Verbalisasi kebingungan kebutuhan
kesehatan) menurun 2. Teknik distraksi
20
 Verbalisasi khawatir 3. Teknik menenangkan
akibat kondisi yang
dihadapi menurun
 Perilaku gelisah menurun
 Perilaku tegang menurun
 Keluhan pusing menurun
D.0085 Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama
Gangguan keperawatan selama… x 24 Minimalisasi rangsangan
persepsi jam maka fungsi sensori Intervensi pendukung

sensori b.d membaik dengan kriteria 1. Kaji ketajaman

gangguan hasil : penglihatan dan koreksi


 ketajaman penglihatan mata miopi/ hipermetropi
penglihatan
meningkat dengan memakai lensa
 fungsi sensorik kranial kontak/ kaca mata dengan
meningkat ukuran teringan yang
 fungsi motorik kranial sesuai
meningkat 2. Dukungan pengungkapan
 Klien mengidentifikasi kebutuhan, orientasikan
dan menunjukkan pola- pasien akan lingkungan
pola alternatif untuk fisik sekitarnya
meningkatkan 3. Terapi relaksasi
penerimaan rangsang 4. Anjurkan penggunaan
penglihatan alternative rangsang
lingkungan
D.0111 Defisit Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama
pengetahuan keperawatan selama… X 24 1. Edukasi kesehatan
tentang kurang jam maka Tingkat Intervensi pendukung
terpapar pengetahuan meningkat 1. Edukasi aktivitas/istirahat
informasi dengan kriteria hasil: 2. Edukasi perawatan mata
 Perilaku sesuai anjuran 3. Edukasi program
meningkat pengobatan
 Perilaku sesuai dengan
pengetahuan meningkat
D.0136 Risiko Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama

21
cedera d.d keperawatan selama… X 24 1. Manajemen keselamatan
faktor resiko jam maka Tingkat cedera lingkungan
(terpapar menurun dengan kriteria 2. Pencegahan cedera
patogen/ hasil: Intervensi pendukung
perubahan  Klien dapat melakukan 1. Edukasi keselamatan
sensasi) aktivitas tanpa lingkungan
mengalami cidera 2. Edukasi pengurangan
 Klien dapat risiko
mengidentifikasi 3. Identifikasi risiko
potensial bahaya dalam
lingkungan

Intervensi Keperawtan Hipermetropi

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan


keperawatan
D.0074 Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama
Gangguan rasa keperawatan selama …X24 1. Manajemen gangguan rasa
nyaman b.d jam maka Status nyaman
gejala penyakit kenyamanan membaik 2. Terapi relaksasi
dengan kriteria hasil: Intervensi pendukung
 Kesejahteraan fisik 1. Edukasi aktivitas/istirahat
meningkat Anjurkan agar klien cukup
 Klien tanpak rileks/ rileks istirahat dan tidak
meningkat melakukan aktifitas
 Perawatan sesuai membaca terus menerus
kebutuhan meningkat 2. Edukasi kesehatan
3. Edukasi penyakit
4. Manajemen keselamatan
lingkungan
D.0080 Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama
Ansietas b.d keperawatan selama… X 24 3. Reduksi ansietas
krisis jam maka Tingkat ansietas 4. Terapi relaksasi
situasional menurun dengan kriteria hasil Intervensi pendukung
(perubahan : 4. Dukungan pengungkapan
22
status  Verbalisasi kebingungan kebutuhan
kesehatan) menurun 5. Teknik distraksi
 Verbalisasi khawatir 6. Teknik menenangkan
akibat kondisi yang
dihadapi menurun
 Perilaku gelisah menurun
 Perilaku tegang menurun
 Keluhan pusing menurun
D.0085 Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama
Gangguan keperawatan selama… x 24 Minimalisasi rangsangan
persepsi jam maka fungsi sensori Intervensi pendukung

sensori b.d membaik dengan kriteria 5. Kaji ketajaman

gangguan hasil : penglihatan dan koreksi


 ketajaman penglihatan mata miopi/ hipermetropi
penglihatan
meningkat dengan memakai lensa
 fungsi sensorik kranial kontak/ kaca mata dengan
meningkat ukuran teringan yang
 fungsi motorik kranial sesuai
meningkat 6. Dukungan pengungkapan
 Klien mengidentifikasi kebutuhan, orientasikan
dan menunjukkan pola- pasien akan lingkungan
pola alternatif untuk fisik sekitarnya
meningkatkan 7. Terapi relaksasi
penerimaan rangsang 8. Anjurkan penggunaan
penglihatan alternative rangsang
lingkungan
D.011 1 Defisit Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama
pengetahuan keperawatan selama… X 24 2. Edukasi kesehatan
tentang kurang jam maka Tingkat Intervensi pendukung
terpapar pengetahuan meningkat 4. Edukasi aktivitas/istirahat
informasi dengan kriteria hasil: 5. Edukasi perawatan mata
 Perilaku sesuai anjuran 6. Edukasi program
meningkat pengobatan
 Perilaku sesuai dengan
23
pengetahuan meningkat
D.0136 Risiko Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama
cedera d.d keperawatan selama… X 24 3. Manajemen keselamatan
faktor resiko jam maka Tingkat cedera lingkungan
(terpapar menurun dengan kriteria 4. Pencegahan cedera
patogen/ hasil: Intervensi pendukung
perubahan  Klien dapat melakukan 4. Edukasi keselamatan
sensasi) aktivitas tanpa lingkungan
mengalami cidera 5. Edukasi pengurangan
 Klien dapat risiko
mengidentifikasi 6. Identifikasi risiko
potensial bahaya dalam
lingkungan

24
C. Konsep Pendidikan Kesehatan
1. Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk
menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya
pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari bagaimana cara
memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal
yang merugikan kesehatan dirinya dan kesehatan orang lain, kemana
seharusnya mencari pengobatan jika sakit dan sebagainya (Windasari, 2014).
2. Sasaran Pendidikan Kesehatan
Menurut Kemenkes (2011), menyatakan dalam pelaksanaan promosi
kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu:
a. Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya pendidikan kesehatan sesungguhnya adalah
pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari
masyarakat.
b. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
(misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain- lain) maupun pemuka
formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain),
organisasi kemasyarakatan dan media massa.
c. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain
yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan
sumber daya.
3. Metode Pendidikan Kesehatan
Metode yang digunakan dalam pendidikan kesehatan didasarkan pada tujuan
yang akan dicapai. Ada beberapa metode dalam memberikan pendidikan
kesehatan, yaitu (Windasari, 2014):
a. Metode Ceramah
1) Dapat digunakan pada orang dewasa.
2) Penggunaan waktu yang efisien.
3) Dapat dipakai pada kelompok yang besar.

25
4) Tidak terlalu banyak melibatkan alat bantu pengajaran.
5) Dapat dipakai untuk memberi pengantar pada pelajaran atau suatu
kegiatan.
b. Metode Diskusi Kelompok
1) Memberi kemungkinan untuk saling mengemukakan pendapat.
2) Merupakan pendekatan yang demokratis, mendorong rasa kesatuan.
3) Dapat memperluas pandangan atau wawasan.
4) Problem kesehatan yang dihadapi akan lebih menarik untuk dibahas
karena proses diskusi melibatkan semua anggota termasuk orang-orang
yang tidak suka berbicara.
c. Metode panel
1) Dapat membangkitkan pemikiran.
2) Dapat mengemukakan pandangan yang berbeda-beda.
3) Mendorong para anggota untuk melakukan analisis.
4) Memberdayakan orang yang berpotensi.
d. Metode Forum Panel
1) Memungkinkan setiap anggota berpartisipasi.
2) Memungkinkan peserta menyatakan reaksinya terhadap materi yang
sedang didiskusikan.
3) Membuat peserta mendengar dengan penuh perhatian.
4) Memungkinkan tanggapan terhadap pendapat panelis.
4. Pendidikan Kesehatan Meningkatkan Kesehatan Mata
a. Periksa mata setiap 12 bulan
Masalah penglihatan yang tidak ditangani akan berkembang semakin
parah, dan memakai lensa kontak atau kacamata yang tidak lagi cocok
untuk anda dapat menyebabkan masalah penglihatan.
b. Di musim panas pakailah kacamata hitam
Sinar ultra violet dapat membuat kerusakan serius pada mata. Kacamata
yang baik dapat mencengah hal ini. Ketika membeli kacamata, pastikan
yang dapat memantulkan paling tidak 98% radiasi ultra violet.
c. Makanlah nutrisi yang baik untuk mata

26
Studi baru-baru ini menunjukkan bahwa vitamin dan kelompok antioksida
dan dapat mencegah, atau paling tidak memperlambat degerasi macula dan
pertumbuhan katarak.
d. Jika membaca atau berkerja menggunakan computer, pastikan cahayanya
tepat
Bekerja dengan cahaya minim dapat menyebabkan kelelahan mata, tapi
cahaya yang terlalu terang juga tidak baik. Arah cahaya terbaik jika
bekerja menggunakan computer adalah dari lampu meja bercahaya lembut
dari arah samping. Kurangi tingkat terang (brightness) monitor. Warna
memang jadi tak terlalau tajam, tapi mata akan jadi lebih nyaman.
e. Istirahatkan mata
Hampir semua orang merasakan mata mereka jadi tidak nyaman setalah
duduk seharian di depan layar computer. Hal ini disebabkan mata jadi
kering. Satu hal yang bisa dilakukan adalah menutup mata Anda dan
menghitung sampai 5 sebelum membukanya kembali. Hal lainnya adalah
berpaling dari layar monitor dan focus pada sebuah objek yang jauh,
sesering mungkin.
f. Cari lensa kontak dengan kualitas baik
Tidak semua lensa kontak sama. Ada yang aman untuk mata Anda, dan
ada juga yang berisiko merusak mata. Untuk melihat referensi tentang
lensa kontak.
g. Pakailah lensa kontak sesuai jadwal yang disarankan
Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah, semangkin lama anda
memakai lensa kontak anda, semangkin tinggi resiko mata anda terkena
infeksi (Kesehatan Mata, 2009).
5. SAP Miopia dan Hipermetropia
1) Pokok pembahasan : Miopia dan Hipermetropi
2) Sub pokok bahasan : 1) menjelaskan pengertian miopia
2) Mampu menjelaskan penyebab miopia
3) Mampu menjelaskan tanda dan gejala miopia
4) Mampu menjelaskan cara penanganan myopia
5) Mampu menjelaskan pengertian hypermetropi
6) Mampu menjelaskan penyebab hypermetropi
7) Mampu menjelaskan tanda dan gejala
hypermetropi
8) 27
Mampu menjelaskan cara penanganan
3) Sasaran : Masyarakat

A. Analisa situasi
Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai
fungsi yang sangat besar. Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi
sangat membatasi fungsi tersebut. Ada tiga kelainan refraksi, yaitu:
miopia, hipermetropia, astigmatisme, atau campuran kelainan-kelainan
tersebut. Diantara kelainan refraksi tresebut, miopia adalah yang paling
sering dijumpai, kedua adalah hipermetropia, dan yang ketiga adalah
astigmatisma (Ilyas, 2007).
Miopia yang merupakan kelainan rekfraksi dapat menyebabkan
kebutaan jika tidak dilakukan tindakan dengan segera. World Health
Organization (WHO), memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan
di dunia, di mana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Diperkirakan 12
orang menjadi buta tiap menit di dunia, dan 4 orang di antaranya berasal
dari Asia Tenggara, sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit ada
satu orang menjadi buta. Sebagian besar orang buta (tunanetra) di
Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi lemah.
B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan masyarakat
dapat memahami tentang miopia dan hipermetropi
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan kesehatan Masyarakat dapat mengetahui
tentang myopia dan hipermetropi:
a. Mampu menjelaskan pengertian miopia
b. Mampu menjelaskan penyebab miopia
c. Mampu menjelaskan tanda dan gejala miopia
d. Mampu menjelaskan cara penanganan myopia
e. Mampu menjelaskan pengertian hypermetropi

28
f. Mampu menjelaskan penyebab hypermetropi
g. Mampu menjelaskan tanda dan gejala hypermetropi
h. Mampu menjelaskan pencegahan hypermetropi
i. Mampu menjelaskan cara penanganan hypermetropi
C. Metode
1. menerangkan
2. Tanya Jawab
D. Media
Leaflet
E. Kegiatan Pembelajaran
Waktu Kegiatan penyuluhan Penyuluh Sasaran
5 menit Pembukaan : 1. Memberi salam 1. Menjawab salam
1. Salam 2. Memperkenalkan 2. Mendengarkan
2. Perkenalan diri 3. Memperhatikan
3. Tujuan 3. Menjelaskan
tujuan
penyuluhan

15 menit Menjelaskan materi 1. Menjelaskan 1. Mendengarkan dan


secara sistematis yaitu pengertian miopi memahami materi
tentang : 2. Menjelaskan yang disampaikan
1. Pengertian myopia penyebab miopi 2. Mendengarkan dan
2. Penyebab miopia 3. Menjelaskan memahami
3. Tanda dan gejala Tanda dan gejala
3. Memperhatikan
dari miopia miopi
4. Cara 4. Menjelaskan
penatalaksanaan penatalaksanaan
miopia miopi
5. Pengertian 5. Menjelaskan
Hipermetropi pengertian
6. Penyebab hipermetropia
Hipermetropi 6. Menjelaskan
7. Tanda dan gejala penyebab
hipermetropi hipermetropia
29
8. Cara penanganan 7. Menjelaskan
hipermetropi tanda dan gejala
hypermetropia
8. Menjelaskan
pencegahan
hipermetropi
9. Menjelaskan
penanganan
hipermetropia
5 menit Evaluasi : 1. Memberikan 1. Memberikan
Tanya Jawab kesempatan pada pertanyaan
Masyarakat 2. Menyampaikan
untuk bertanya kesimpulan hasil
2. Memberikan penyuluhan.
kesempatan
kepada
Masyarakat
untuk
menjelaskan/men
yebutkan
kembali
kesimpulan dari
materi yang telah
disampaikan
5 menit Penutup : 1. Mengevaluasi 1. Memperhatikan
Kesimpulan perasaan 2. Menerima leaflet
Terima kasih masyarakat dengan antusias
Saran setelah 3. Memperhatikan

penyuluhan 4. menjawab salam

2. Membagikan
leaflet tentang
myopia dan
Hipermetropi

30
3. Mengucapkan
terima kasih atas
peran serta
partisipasi
masyarakat
4. Mengucapkan
salam penutup

1) Evaluasi 1) Evaluasi Proses


a. Masyarakat antusias terhadap materi penyuluhan.
b. Masyarakat tidak meninggalkan tempat penyuluhan sampai acara
selesai.
c. Masyarakat mengajukan pertanyaan dan dapat menyimpulkan hasil
penyuluhan.
2) Evaluasi Hasil
Mengevaluasi hasil

Lampiran materi
Miopia dan Hipertropia
A. Pengertian myopia
Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan
di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga
dapat dijelaskan pada kondisirefraktif dimana cahaya yang sejajar dari
suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh didepan retina, tanpa
akomodasi.Miopia berasal dari bahasa Yunani “muopia” yang
memilikiarti menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur bila
melihat jauh. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana cahaya
paralet yang memasuki mata secara keseluruhan dibawa menuju focus
didepan retina. Miopiayang umumnya disebut sebagai rabun jauh/ terang
dekat (syafa, 2010)

B. Penyebab myopia

31
Faktor yang mempengaruhi miopia adalah aktivitas melihat dekat.
Adanya kemajuan teknologi dan telekomunikasi. Faktor gaya hidup
mendukung tingginya akses terhadap visual yang ada apabila tidak
disertai pengawasan terhadap jarak lihat yang terlalu dekat serta istirahat
yang kurang dapat meningkatkan terjadinya miopia (Sahat, 2006).
C. Manifestasi klinis myopia
Tanda dan gejala myopia juga terdiri dari:
1. Kabur bila melihat jauh.
2. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat.
3. Mata lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai
dengan akomodasi)
4. Sering menyipitkan mata untuk dapat melihat objek dengan jelas
5. Sakit kepala
D. Pencegahan myopia
1. Periksa mata setiap 12 bulan
2. Dimusim yang panas pakailah kacamata hitam
3. Makanlah nutrisi yang baik untuk mata
4. Jika membaca atau bekerja menggunakan computer, pastikan
cahayanya tepat
5. Istirahatkan mata
E. Penananan myopia
1) Penatalaksanaan Non farmakologi
a. Kacamata, kontak lensa merupakan pilihan untuk mengobati
gejala-gejala visual pada pada penderita myopia.
b. Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis
(LASIK) atau operasi lasik mata, yang telah populer dan banyak
digunakan para ahli bedah untuk mengobati miopia.
c. Photorefractive Keratotomy (PRK) menghilangkan lapisan jaringan
kornea, mulai dari tepi terluarnya sehingga kornea menjadi rata
(disesuaikan dengan derajat rabun jauhnya) sehingga
memungkinkan cahaya lebih focus jatuh kepermukaan retina.

2) Penatalaksanaan Farmakologi
32
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata
untuk mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat
tradisional pun banyak digunakan ada penderita myopia.
F. Pengertian Hipermetropi
Hipermetropi atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan
sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Hal ini menyebabkan
kesulitan unutk memfokuskan objek yang dekat dari mata. Hipermetropi
atau rabun dekat karena bola mata yang berukuran lebih pendek daripada
ukuran normal dan berkas cahaya yang sejajar difokuskan di belakang
retina akan menyebabkan akomodasi yang terus menerus sehingga akan
menimbulkan kelelahan dan dapat menyebabkan nyeri kepala dan
semakin mengaburkan pandangan.
G. Penyebab Hipermetropi
Hipermetropi terjadi akibat cahaya yang masuk ke mata tidak terfokus ke
retina. Hal ini disebabkan oleh bentuk kornea maupun lensa mata yang
tidak normal. Terapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko
seseorang menderita hipermetropi yaitu:
1) Memiliki riwayat keluarga yang menderita hypermetropia
2) Berusia diatas 40 tahun
3) Menderita kanker disekitar mata atau gangguan pembuluh darah
diarea retina
H. Manifestasi klinis Hipermetropi
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh
matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk
melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula
agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia
akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata
bersama-sama melakukan konvergasi dan mata akan seering terlihat
mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam (Sidarta Ilyas,
2010).

Gejala klinis hipermetropia:


33
a) penglihatan tidak focus ketika melihat objek yang dekat
b) mata cepat lelah, berair, sering mengantuk dan sakit kepala usai
melihat pada jarak dekat dalam waktu lama, misalnya menulis,
membaca atau menggunakan komputer
c) mata terasa tegang atau sakit
I. Pencegahan Hipermetropi
Pencegahan hipermetropi :
1) Mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A
2) Menjaga mata dari terpaan cahaya matahari langsung
3) Melihat objek dekat secara periodic
4) Hindari mengucek mata terlalu sering
J. Penanganan Hipermetropi
1) menggunakan kacamata/ lensa yang positif
2) kurangi aktivitas yang apat membuat mata lelah
3) periksakan mata
6. Leaflet Miopia dan Hipermetropia
a) Leaflet Miopia

34
b) Leaflet Hipermetropi

35
36
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mata merupakan salah satu alat indera. Mata merupakan indera
penglihatan yang mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk melihat semua
objek baik itu yang makroskopis maupun mikroskopis.
Namun ada beberapa gangguan yang terjadi pada mata, antara lain; Miopi
(Rabun Jauh) adalah mata yang tidak mampu melihat benda yang jauh. Jadi pada
penderita miopi matanya terlalu cembung oleh karena itu dibantu dengan lensa
cekung sehingga bayangan tepat jatuh pada retina.
Hipermetropi (Rabun Dekat) adalah keadaan mata yang dapat melihat dari
jarak jauh lebih baik daripada jarak dekat. Jadi, pada penderita hipermetropi lensa
matanya terlalu cekung sehingga dibantu dengan lensa cembung agar bayangan
tepat jatuh di retina.
B. Saran
Dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Pembahasan dalam makalah
ini tentang simulasi pendidikan kesehatan pada gangguan miopia dan
hipermetropia, oleh karena itu penulis menyarankan agar para pembaca
memahami tentang isi makalah ini.

37
DAFTAR PUSTAKA
Hamsah. 2014. Askep hipermetropia.
(http://hamsahpk4.blogspot.com/2014/12/askep-hipermetropia.html)
diakses pada tanggal 11 September 2020.
Herdianti, Rosi. 2019. Konsep Askep Gangguan Miopi.
(https://rosiherdianti15.blogspot.com/2019/11/konsep-askep-gangguan-
miopi.html) diakses pada tanggal 11 September 2020.
Hidayati, Lili Nur. 2011. Pendidikan Kesehatan.
(http://repository.ump.ac.id/958/3/LILI%20NUR%20HIDAYATI%20BAB
%20II.pdf) diakses pada tanggal 11 September 2020.
Park, Bitter Coffe. 2019. Asuhan Keperawatan Miopi.
(http://ohmrhendes.blogspot.com/2019/05/asuhan-keperawatan-
miopi.html) diakses pada tanggal 11 September 2020.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Yuliantini, Kadek Dewi. 2013. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Miopi. (https://pdfslide.net/documents/laporan-
pendahuluan-asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-miopi.html) diakses
pada tanggal 11 September 2020.

iv
v

Anda mungkin juga menyukai