BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, terjadi
peningkatan jumlah penduduk baik populasi maupun variasinya. Keadaan ini
memungkinkan adanya multikultural atau variasi kultur pada setiap wilayah.
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas pun
semakin tinggi. Hal ini menuntut setiap tenaga kesehatan profesional termasuk
perawat untuk mengetahui dan bertindak setepat mungkin dengan prespektif
global dan medis bagaimana merawat pasien dengan berbagai macam latar
belakang kultur atau budaya yang berbeda dari berbagai tempat di dunia dengan
memperhatikan namun tetap pada tujuan utama yaitu memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas. Penanganan pasien dengan latar belakang budaya
disebut dengan transkultural nursing. Tanskultural nursing adalah suatu
daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan
yang fokusnya memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepda manusia (Leininger,
2012). Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik
perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan
pasien.
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran
perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual
klien. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal
aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose
harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (2011) “ orang yang mengalami penyakit terminal
dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis
spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.
1
2
BAB 2
PEMBAHASAN
3
4
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang
lain.
3) Restrukturisasi budaya : Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya
yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya
merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak
merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model). Geisser (2012) menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi
terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 2011). Pengelolaan asuhan
keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and
Davidhizar, 2011). Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada
pada”Sunrise Model” yaitu:
1) Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat
perlu mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi
masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih
pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini.
2) Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat
kuat untuk mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas
kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah:
agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap
8
2.6 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan
klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi
budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya
baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien.
Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar
belakang budaya klien.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih
dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini,
pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat untuk
menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya
berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien dan keluarga
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang
sering menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa
kehamilan dan kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat
mereka terdapat berbagai upacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran
bayi seperti pada upacara mitoni, procotan, dan brokohan.
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan
kelahiran oleh dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya,
kesehatan modern penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain
sebagainya tapi penangana dengan adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia
Farida Swasono dukun bayi umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai
kebudayaan tertentu, dukun bayi adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali
Hindu yang disebut balian manak dengan usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak
dapat digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong persalinan, sang
dukun harus membacakan mantra mantra yang hanya boleh diucapkan oleh laki
laki karena sifat sakralnya.
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacam
macam. Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses belajar
yang diwariskan dari nenek atau ibunya, namun ada pula yang mempelajari dari
seorang guru karena merasa terpanggil. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya
merupakan suatu proses semata mata berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja,
namun tempat melahirkan pun harus terhindar dari berbagai kotoran tapi “kotor”
dalam arti keduniawian, sehingga kebudayaan menetapkan bahwa proses
mengeluarkan unsur unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di
tempat yang sesuai keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka
dukun bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin,
umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan bahan
13
lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses
persalinan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan
dan kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan
sebagai proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti;
pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para
pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara
pencegahan bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara
menolong kelahiran, pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai
pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi
kliennya yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki
keterampilan dalam pengkajian budaya yang akurat dan komprehensif sepanjang
waktu berdasarkan warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi
sosial, agama dan kepercayaan serta pola komunikasi. Semua budaya mempunyai
dimensi lampau, sekarang dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat
memahami orientasi waktu wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif
terhadap warisan budaya keluarganya.
2) Perawatan dan Pengasuhan Anak
Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa transisi dari
awal masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta mempengaruhi
peralihan tersebut. Dalam asuhan keperawatan budaya, perawat harus paham dan
bias mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap daur kehidupan manusia. Salah
satu contohnya yaitu aplikasi transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak.
Setiap anak diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan,
baik perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar
kesehatan, yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu dipetakan
berbagai unsur yang terlibat dalam proses perkembangan anak sehingga dapat
dioptimalkan secara sinergis. Menurut Urie Bronfenbrenner (2011) setidaknya ada
5 (lima) sistem yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu :
Pertama, sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak
tumbuh dan berkembang yang meliputi : keluarga, teman sebaya, sekolah dan
14
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan :
Proses keperawatan transkultural merupakan salah satu dasar teori untuk
memenuhi asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya pasien.
Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik
perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan
pasien. Perilaku budaya terkait sehat sakit masyarakat secara umum masih banyak
dilakukan pada keluarga secara turun temurun.
Sehat dan sakit atau kesehatan dalam perspektif transkultural nursing
diartikan pandangan masyarakat tentang kesehatan spesifik bergantung pada
kelompok kebudayaannya teknologi dan non-teknologi pelayanan kesehatan yang
diterima bergantung pada budaya nilai dan kepercayaan yang dianutnya. Proses
keperawatan transkultural terdiri dari tahap pengkajian keperawatan transkultural,
diagnosa keperawatan transkultural, rencana tindakan keperawatan transkultural,
tindakan keperawatan transkultural dan evaluasi tindakan keperawatan
transkultural.
Prinsip pengkajian keperawatan transkultural berpedoman pada model
konsep dari Leininger. Konsep utama dari model sunrise berupa cultural care,
world view, culture and social culture dimention, generic care system,
proffesional system, culture care preservation, culture care accomodation, culture
care repattering, culture congruent. Rencana tindakan transkultural didasari pada
prinsip rencana tindakan dari teori Sunrise Model yang terdiri dari 3 strategi
tindakan, yaitu perlindungan perawatan budaya atau pemeliharaannya, akomodasi
perawatan budaya atau negosiasi budaya, perumusan kembali dan restrukturasi.
3.2 Saran
Adapun saran yang penuulis sampaikan pada makalah ini adalah sebagai
berikut :
Kepada mahasiswa keperawatan hendaknya lebih memahami prinsip
keperawatan transkultural serta aplikasinya baik teori maupun pelaksanaan di
20
21