Anda di halaman 1dari 21

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, terjadi
peningkatan jumlah penduduk baik populasi maupun variasinya. Keadaan ini
memungkinkan adanya multikultural atau variasi kultur pada setiap wilayah.
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas pun
semakin tinggi. Hal ini menuntut setiap tenaga kesehatan profesional termasuk
perawat untuk mengetahui dan bertindak setepat mungkin dengan prespektif
global dan medis bagaimana merawat pasien dengan berbagai macam latar
belakang kultur atau budaya yang berbeda dari berbagai tempat di dunia dengan
memperhatikan namun tetap pada tujuan utama yaitu memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas. Penanganan pasien dengan latar belakang budaya
disebut dengan transkultural nursing. Tanskultural nursing adalah suatu
daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan
yang fokusnya memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepda manusia (Leininger,
2012). Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik
perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan
pasien.
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran
perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual
klien. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal
aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose
harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (2011) “ orang yang mengalami penyakit terminal
dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis
spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.

1
2

Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari


keluarga, seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting
dilakukan. Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan
keperawatan yang sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan
hal-hal lain yang bersifat mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak
sekali tugas perawat dalam memberi intervensi terhadap lansia, menjelang
kematian, dan saat kematian.
Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment
(gizi ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup
gizi makanan tetapi juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset
Psycho Spiritual For AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness
Patient, menyatakan bahwa orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis
spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 2011).

1.2 Rumusan Masalah


1) Apakah pengertian perspektif transkultural dalam keperawatan?
2) Bagaimana konsep dan prinsip dalam asuhan keperawatan transkultural?
3) Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan budaya?
4) Bagaimana diagnosa keperawatan pada perspektif keperawatan?
5) Bagaimana aplikasi konsep dan prinsip transkultural sepanjang daur
kehidupan manusia?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Untuk mengetahui pengertian perspektif transkultural dalam keperawatan
2) Untuk mengetahui konsep dan prinsip dalam asuhan keperawatan
transkultural
3) Untuk mengetahui pengkajian asuhan keperawatan budaya
4) Untuk mengetahui keperawatan pada perspektif keperawatan
5) Untuk mengetahui aplikasi konsep dan prinsip transkultural sepanjang
daur kehidupan manusia.
3

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Perspektif Transkultural dalam Keperawatan


Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita
ketahui apa arti kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system
gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam
rangka kehidupan masyarakat (koentjoroningrat, 2011).
Wujud-wujud kebudayaan antara lain :
2.1.1 Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan
2.1.2 Kompleks aktivitas atau tindakan
2.1.3 Benda-benda hasil karya manusia
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang
dapat dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Teori
transkultural dari keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau
konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan
nilai-nilai cultural yang melekat dalam masyarakat.
Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan
nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut
diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural
shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu
beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya.
Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang
difokuskan pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan
atau meningkatkan perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai
latar belakang budaya. Sedangkan menurut Leinenger (2011), keperawatan
transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisa dan
studi perbandingan tentang perbedaan budaya.
Tujuan dari transkultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji,
mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam
meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah

3
4

berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi


serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada
manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena
universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat
dengan tempat lainnya.

2.2 Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural


Konsep dalam keperawatan transkultural adalah :
1) Budaya : Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
2) Nilai budaya : Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
suatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan
3) Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan : Merupakan bentuk yang
optimal dalam pemberian asuhan keperawatan
4) Etnosentris : Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi
yang dimiliki individu menganggap budayanya adalah yang terbaik
5) Etnis : Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim
6) Ras : Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan
asal muasal manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid,
negroid,mongoloid.
7) Etnografi/Ilmu budaya : Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi
memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada
pemberdayaan budaya setiap individu.
8) Care; Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian
untuk memenuhikebutuhan baik actual maupun potensial untuk
meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia
9) Caring : Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada
5

keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi


kehidupan manusia
10) Culture care : Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan
dan pola ekspresi digunakan untuk membimbing, mendukung atau member
kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat dan berkembang bertahan hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai.
11) Cultural imposition : Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan
kepercayaan, praktek dan nilai karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh
perawat lebih tinggi dari kelompok lain.
Paradigma keperawatan transkultural (Leininger 2012), adalah cara
pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang
sesuai latar belakang budaya, terhadap 4 konsep sentral keperawatan yaitu :
1) Manusia : Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki
nilai-nilaidan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan
pilihan danmelakukan pilihan. Menurut Leininger (2011) manusia
memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapundia berada (Geiger and Davidhizar, 2011).
2) Sehat; Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan
merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang
digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang
dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai
tujuan yang samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang
sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 2011).
3) Lingkungan : didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan
dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan
budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik,
sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau
diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan,
pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir
6

tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.


Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat
yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti
struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan
simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu
atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa
dan atribut yang digunakan.
4) Keperawatan : Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian
kegiatan pada praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai
dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan
memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang
digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya
dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 2011).

2.3 Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya


Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem
perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui
asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan
3 prinsip asuhan keperawatan yaitu :
1) Mempertahankan budaya : Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya
pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah
dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan
status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
2) Negosiasi budaya : Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini
dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang
lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat
memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
7

berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang
lain.
3) Restrukturisasi budaya : Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya
yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya
merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak
merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model). Geisser (2012) menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi
terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 2011). Pengelolaan asuhan
keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and
Davidhizar, 2011). Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada
pada”Sunrise Model” yaitu:
1) Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat
perlu mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi
masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih
pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini.
2) Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat
kuat untuk mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas
kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah:
agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap
8

penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak


positif terhadap kesehatan.
3) Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe
keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien
dengan kepala keluarga.
4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya
adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada
penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan
jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan,
kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, perseosi
sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan membersihkan
diri.
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas
budaya (Andrew and Boyle, 2015 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah:
peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah
anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang
dirawat.
6) Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material
yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor
ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien,
sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari
sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan
antar anggota keluarga.
7) Faktor pendidikan ( educational factors )
9

Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh


jalur formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka
keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional
dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai
dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah:
tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk
belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak
terulang kembali.
Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
1) Jangan menggunakan asumsi.
2) Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang
pelit,orang Jawa halus.
3) Menerima dan memahami metode komunikasi.
4) Menghargai perbedaan individual.
5) Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.
6) Menyediakan privasi terkait kebutuhan pribadi.

2.4 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya
yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger
and Davidhizar, 2015). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering
ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu :
1) gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
2) gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
3) ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.

2.5 Perencanaan dan Pelaksanaan


Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses
memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang
sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 2015).
10

Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural


(Andrew and Boyle, 2015) yaitu :
1) mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan,
2) mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan
kesehatan dan
3) Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan.
Dan ada 3 pedoman pelaksanaan yang ditawarkan dalam keperawatan
transkultural tersebut, antara lain :
1) Cultural care preservation/maintenance
- Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
- Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
- Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
2) Cultural careaccomodation/negotiation
- Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
- Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
- Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
3) Cultual care repartening/reconstruction
- Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
- Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
- Gunakan pihak ketiga bila perlu
- Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang
dapat dipahami oleh klien dan orang tua
- Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing
melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan
budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat
tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga
hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman
11

budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan


perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

2.6 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan
klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi
budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya
baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien.
Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar
belakang budaya klien.

2.7 Aplikasi Konsep dan Prinsip Transkultural Sepanjang Daur


Kehidupan Manusia
1) Perawatan Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya
dalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu, fisiologi kelahiran secara
universal sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang
berbeda oleh aneka kelompok masyarakat (Jordan, 2013).
Berbagai kelompok yang memiliki penilaian terhadap aspek kultural
tentang kehamilan dan kelahiran menganggap peristiwa itu merupakan tahapan
yang harus dijalani didunia. Salah satu kebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi
Jambi misalnya, wanita hamil dilarang makan rebung karena menurut masyarakat
setempat jika wanita hamil makan rebung maka bayinya akan berbulu seperti
rebung. Makan jantung pisang juga diyakini menurut keyakinan mereka akan
membuat bayi lahir dengan ukuran yang kecil. Dalam kebudayaan Batak, wanita
hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh bulan diberikan kepada ibunya ulos
tondi agar wanita hamil tersebut selamat dalam proses melahirkan. Ketika sang
bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan lagi ulos tondi kepada cucunya
sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan menggendong anaknya dengan ulos
tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat besar. Ulos tersebut dinamakan ulos
parompa.
12

Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih
dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini,
pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat untuk
menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya
berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien dan keluarga
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang
sering menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa
kehamilan dan kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat
mereka terdapat berbagai upacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran
bayi seperti pada upacara mitoni, procotan, dan brokohan.
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan
kelahiran oleh dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya,
kesehatan modern penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain
sebagainya tapi penangana dengan adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia
Farida Swasono dukun bayi umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai
kebudayaan tertentu, dukun bayi adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali
Hindu yang disebut balian manak dengan usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak
dapat digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong persalinan, sang
dukun harus membacakan mantra mantra yang hanya boleh diucapkan oleh laki
laki karena sifat sakralnya.
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacam
macam. Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses belajar
yang diwariskan dari nenek atau ibunya, namun ada pula yang mempelajari dari
seorang guru karena merasa terpanggil. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya
merupakan suatu proses semata mata berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja,
namun tempat melahirkan pun harus terhindar dari berbagai kotoran tapi “kotor”
dalam arti keduniawian, sehingga kebudayaan menetapkan bahwa proses
mengeluarkan unsur unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di
tempat yang sesuai keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka
dukun bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin,
umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan bahan
13

lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses
persalinan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan
dan kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan
sebagai proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti;
pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para
pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara
pencegahan bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara
menolong kelahiran, pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai
pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi
kliennya yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki
keterampilan dalam pengkajian budaya yang akurat dan komprehensif sepanjang
waktu berdasarkan warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi
sosial, agama dan kepercayaan serta pola komunikasi. Semua budaya mempunyai
dimensi lampau, sekarang dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat
memahami orientasi waktu wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif
terhadap warisan budaya keluarganya.
2) Perawatan dan Pengasuhan Anak
Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa transisi dari
awal masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta mempengaruhi
peralihan tersebut. Dalam asuhan keperawatan budaya, perawat harus paham dan
bias mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap daur kehidupan manusia. Salah
satu contohnya yaitu aplikasi transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak.
Setiap anak diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan,
baik perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar
kesehatan, yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu dipetakan
berbagai unsur yang terlibat dalam proses perkembangan anak sehingga dapat
dioptimalkan secara sinergis. Menurut Urie Bronfenbrenner (2011) setidaknya ada
5 (lima) sistem yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu :
Pertama, sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak
tumbuh dan berkembang yang meliputi : keluarga, teman sebaya, sekolah dan
14

lingkungan sekitar tetangga. Kedua,sistem meso yang merupakan hubungan di


antara mikro sistem,misalnya hubungan pengalaman-pengalaman yang didapatkan
di dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah atau pengalaman dengan teman
sebaya. Ketiga, sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh
dalam setting sosial yang berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh
langsung terhadap perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media
massa. Keempat,sistem makro yang merupakan budaya di mana individu hidup
seperti:ideologi,budaya,sub-budaya atau strata sosial masyarakat. Kelima,sistem
chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis transisional (kondisi sosio-
historik).
Keempat sistem pertama harus mampu dioptimalkan secara sinergis dalam
pengembangan berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan,pola
pembelajaran,pola pergaulan termasuk penggunaan media massa,dan pola
kebiasaan (budaya) yang koheren dan saling mendukung. Proses sosialisasi pada
anak secara umum melalui 4 fase, yaitu:
a. Fase Laten (Laten Pattern), pada fase ini proses sosialisasi belum terlihat
jelas. Anak belum merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan
dapat melakukan kontak dengan lingkungannya. Pada fase ini anak masih
dianggap sebagai bagian dari ibu,dan anak pada fase ini masih
merupakan satu kesatuan yang disebut “two persons system”.
b. Fase Adaptasi (Adaption), pada fase ini anak mulai mengenal lingkungan
dan memberikan reaksi atas rangsangan-rangsang an dari lingkungannya.
Orangtua berperan besar pada fase adaptasi,karena anak hanya dapat
belajar dengan baik atas bantuan dan bimbingan orangtuanya.
c. Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment), pada fase ini dalam
sosialisasinya anak tidak hanya sekadar memberikan umpan balik atas
rangsangan yang diberikan oleh lingkungannya,tapi sudah memiliki
maksud dan tujuan. Anak cenderung mengulangi tingkah laku tertentu
untuk mendapatkan pujian dan penghargaan dari lingkungannya.
d. Fase Integrasi (Integration), pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi
hanya sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan
15

penghargaan, tapi sudah menjadi bagian dari karakter yang menyatu


dengan dirinya sendiri.
Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung telah
mengenalkan dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di sekelilingnya.
Lingkungan dan keluarga turut berperan serta dalam tumbuh kembang anak. Hal
ini pun tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh budaya yang ada di sekitarnya.
Sebagai perawat, dalam memberikan pengasuhan dan perawatan perlu
mengarahkan anak pada perilaku perkembangan yang normal, membantu dalam
memaksimalkan kemampuannya dan menggunakan kemampuannya untuk koping
dengan membantu mencapai keseimbangan perkembangan yang penting. Perawat
juga harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses perkembangan.
Karena preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan sosial yang meningkat
sehingga dapat merencanakan aktifitas perkembangan.
Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara
kooperatif dalam kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang
budaya. Dalam proses ini, anak mungkin menghadapi masalah kesehatan
psikososial dan fisik (misalnya meningkatnya kerentanan terhadap infeksi
pernapasan, penyesuaian yang salah di sekolah, hubungan dengan kawan sebaya
tidak adekuat, atau gangguan belajar). Perawat harus merancang intervensi
peningkatan kesehatan anak dengan turut mengkaji kultur yang berkembang pada
anak. Agar tidak terjadi konflik budaya terhadap anak yang akan mengakibatkan
tidak optimalnya pegasuhan dan perawatan anak.
3) Perawatan Menjelang Kematian
Perawat sebagai pelayan kesehatan memiliki peran yang sangat penting bagi
keluaraga dan pasien yang akan menjelang ajal.Seorang perawat harus dapat
berbagi penderitaan dan mengintervensi pada saat klien menjelang ajal untuk
meningkatkan kualitas hidup.
Menjelang ajal atau kondisi terminal adalah suatu proses yang progresi
menuju kematian berjalan melalui tahapan proses penurunan fisik,psikososial,dan
spiritual bagi individu. Secara umum pengaplikasian caring pada klien menjelang
ajal berupa:
a. Peningkatan kenyamanan
16

Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan


perbedaan distress (oncology society and the American Nurses
Association,1974). Hal hal yang harus diperhatikan dalam peningkatan
kenyamanan:
b. Kontrol nyeri : Seluruh pelayan kesehatan dan keluarga harus dapat
membantu klien mengatasi rasa nyeri,karena nyeri dapat mempengaruhi
klien dalam memenuhi kebutuhan istirahat tidur,nafsu makan,mobilitas
dan fungsi psikologis.
c. Ketakutan : Tenaga kesehatan dan keluarga harus dapat membantu
klien mengurangi rasa ketakutan terhadap gejala yang ditimbulkan
seperti nyeri umum yang selalu datang setiap saat yang dapat membuat
sagala aktifitas terganggu.
Pemberian terapi dan pengendalian gejala penyakit; Pemberian terapi
merupakan bagian yang dapat mengurangi rasa tidak nyaman seperti
rasa nyeri dapat teratasi setelah pemberian terapi,pemberian
chemotherapi,dan radiasi dapat membantu mengurangi penyebaran
penyakit.
d. Higiene personal ; Pemenuhan kebersihan diri merupakan salah satu
yang harus dipenuhi agar klien merasa segar dan nyaman.
4) Pemeliharaan Kemandirian
Adalah pilihan yang diberikan kepada klien menjelang ajal untuk memilih
tempat perawatan dan memberikan kebebasan sesuai kemampuan klien,karena
sebagian besar klien menjelang ajal menginginkan sebanyak mungkin mapan diri.
Dalam pemeliharaan kemandirian dapat dilakukan bisa perawatan akut dirumah
sakit,ada juga perawatan dirumah atau perawatan hospice.
5) pemeliharaan kemandirian di rumah sakit
Klien yang memilih tempat perawatan menjelang ajal dirumah sakit
diberikan kebebasan sesuai kemampuan. Sikap perawat dalam pemeliharaan
kemandirian di rumah sakit :
a. Perawat harus mengimformasikan klien tentang pilihan
b. Perawat dapat memberikan dorongan dengan berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan untuk memberikan rasa kontrol klien
17

c. Perawat tidak boleh memaksakan bantuan


d. Perawat memberikan dorongan kepada keluarga untuk memberikan
kebebasan klien membuat keputusan.
b. pemeliharaan kemandirian dirumah (perawatan hospice)
c. Adalah perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang untuk
membantu klien sakit terminal untuk dapat dengan nyaman dan
mempertahankan gaya hidupnya senormal mungkin sepanjang proses
menjelang ajal. Menurut Pitorak (1985) mengambarkan komponen
perawatan hospice sebagai berikut :
- Perawatan dirumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan
dibawah administrasi rumah sakit
- Kontrol gejala (fisik,sosiologi,fisiologi, dan spiritual ).
- elayanan yang diarahkan dokter
- Perawatan interdisiplin ilmu
- Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu
- Klien dan keluarga sebagai unit perawatan
- Tindak lanjut kehilangan karena kematian
- Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian tim
- Penerimaan kedalam program berdasarkan pada kebutuhan perawatan
kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk membayar.
d. Pencegahan Kesepian dan isolasi
e. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori perawat
menintervensi kualitas lingkungan. Hal-hal yang dilakukan untuk
mencegah kesepian dan isolasi.
f. Tempatkan pasien pada ruangan biasa ( bergabung dengan pasien lain)
tidak perlu ruangan tersendiri, kecuali pada keadaan kritis atau tidak
sadar.
g. libatkan klien dalam program perawatan sesuai kemampuan klien, agar
klien merasa diperhatikan.
h. Berikan pencahayaan yang baik dan bisa diatur agar memberikan
stimulus yang bermakna.
18

i. memberikan stimulus berupa gambar, benda yang menyenangkan, atau


surat dari anggota keluarga.
j. Libatkan keluarga dan teman untuk lebih perhatian
k. Berikan waktu yang cukup kepada keluarga untuk menjenguk atau
menemani klien.
6) Peningkatan ketenangan spiritual
Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar
kunjung rohani. Perawat dapat memberikan dukungan kepada klien dalam
mengekspresikan filosofi kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering
mencari ketenangan dengan menganalisa nilai dan keyakinan yang berhubungan
dengan hidup dan mati. Perawat dan keluarga dapat membantu klien dengan
mendengarkan dan mendorong klien untuk mengekspresikan tentang nilai dan
keyakinan, perawat dan keluarga dapat memberikan ketenangan spiritual dengan
menggunakan keterampilan komunikasi, mengekspresikan simpati, berdoa dengan
klien.
7) Dukungan untuk keluarga yang berduka
Dukungan diberikan agar keluarga dapat menerima dan tidak terbawa
kedalam situasi duka berkepanjangan. Hal-hal yang dilakukan perawat, perhatikan
a. perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan
membantu mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal.
b. mengembangkan hubungan suportif.
c. menghilangkan ansietas dan ketakutan keluarga
d. menetapkan apakah mereka/ kelurga ingin dilibatkan.
8) Perawatan Setelah Kematian
Perawat mungkin orang yang paling tepat untuk merawat tubuh klien
setelah kematian karena hubungan terapeutik perawat-klien yang telah terbina
selama fase sakit. Dengan demikian perawat mungkin lebih sensitif dalam
menangani tubuh klien dengan martabat dan sensitivitas.
Peran perawat :
a. perawat menyiapkan tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah
dan senyaman mungkin
19

b. perawat memberikan kesempatan pada keluarga untuk melihat tubuh


klien
c. perawat memberikan pendampingan pada keluar pada saat melihat tubuh
klien
d. perawat harus meluangkan wakyu sebanyak mungkin dalam membantu
keluarga yang berduka
20

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan :
Proses keperawatan transkultural merupakan salah satu dasar teori untuk
memenuhi asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya pasien.
Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik
perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan
pasien. Perilaku budaya terkait sehat sakit masyarakat secara umum masih banyak
dilakukan pada keluarga secara turun temurun.
Sehat dan sakit atau kesehatan dalam perspektif transkultural nursing
diartikan pandangan masyarakat tentang kesehatan spesifik bergantung pada
kelompok kebudayaannya teknologi dan non-teknologi pelayanan kesehatan yang
diterima bergantung pada budaya nilai dan kepercayaan yang dianutnya. Proses
keperawatan transkultural terdiri dari tahap pengkajian keperawatan transkultural,
diagnosa keperawatan transkultural, rencana tindakan keperawatan transkultural,
tindakan keperawatan transkultural dan evaluasi tindakan keperawatan
transkultural.
Prinsip pengkajian keperawatan transkultural berpedoman pada model
konsep dari Leininger. Konsep utama dari model sunrise berupa cultural care,
world view, culture and social culture dimention, generic care system,
proffesional system, culture care preservation, culture care accomodation, culture
care repattering, culture congruent. Rencana tindakan transkultural didasari pada
prinsip rencana tindakan dari teori Sunrise Model yang terdiri dari 3 strategi
tindakan, yaitu perlindungan perawatan budaya atau pemeliharaannya, akomodasi
perawatan budaya atau negosiasi budaya, perumusan kembali dan restrukturasi.

3.2 Saran
Adapun saran yang penuulis sampaikan pada makalah ini adalah sebagai
berikut :
Kepada mahasiswa keperawatan hendaknya lebih memahami prinsip
keperawatan transkultural serta aplikasinya baik teori maupun pelaksanaan di

20
21

lapangan. Pendekatan ilmu pengetahuan hendaknya mencakup pelayanan kepada


klien sehingga profesionalitas keperawatan tetap terjaga. Penggunaan alat
teknologi mendukung kinerja dan tidak mengurangi pelayanan keperawatan
transkultural.

Anda mungkin juga menyukai