Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

KATARAK SENILIS HIPERMATUR

Oleh :

Ahmad Paruq Pulungan

1908436828

Pembimbing:
dr. Bagus Sidharto, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Setiap kekeruhan pada lensa disebut katarak.1 Katarak adalah kekeruhan


pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya sehingga menyebabkan penurunan
kualitas fungsi penglihatan.2 Penurunan kualitas fungsi penglihatan berupa
penurunan sensitivitas kontras serta tajam penglihatan.3
Katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan yang reversible dan
dapat mengganggu aktifitas yang sering kali dialami oleh setiap orang terutama
masyarakat dengan sosioeknonomi yang rendah atau pada negara yang sedang
berkembang.2 Menurut WHO, sekitar 95 juta orang mengalami kebutaan karena
katarak pada tahun 2014. Di wilayah Asia Tenggara seperti Indonesia, India,
Bangladesh dan Sri Lanka, katarak merupakan penyebab kebutaan dengan
presentase lebih dari 50%.4 Berdasarkan Report of Vision 2020 IAPB Workshop
tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat tertinggi penderita kebutaan di Asia
Tenggara, yaitu di angka 1,5% populasi, diikuti oleh Bangladesh 1%, India 0,7%
dan Thailand 0,3%. Penyebab kebutaan tertinggi di Indonesia adalah katarak yang
tidak diobati dengan presentase 0,78%, diikuti oleh glaucoma, gangguan refraksi,
penyakit retina dan kelainan kornea.5
Penglihatan buram seperti terhalang kabut, yang tidak dapat diperbaiki
dengan kaca mata merupakan hal yang dikeluhkan pasien dengan katarak.3
Terkadang pasien juga akan merasa silau, sukar melihat pada malam hari atau
penerangan yang redup, melihat ganda, melihat warna terganggu, melihat halo
(adanya pelangi disekitar cahaya), serta visus menurun.2 Menanggapi hal tersebut,
operasi katarak merupakan satu-satunya penanganan yang sering digunakan di
banyak negara dalam mengatasi gangguan penglihatan yang disebabkan oleh
katarak.6

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lensa
2.1.1 Anatomi Lensa
Lensa berasal dari jaringan embrio ectoderm dan merupakan bagian dari
mata yang memiliki struktur yang lunak, elastis, avaskular (tidak memiliki
pembuluh darah), biconvex, yang pada orang dewasa memiliki diameter sebesar
9-10 mm dengan ketebalan anteroposterior sekitar 3,5 mm dengan berat 225 mg.
Kekuatan refraksi lensa adalah +17D dengan indeks refraksi 1.39%. Berada
menggantung di depan vitreus dengan bantuan ligament suspensorium (Zonula
zinni) dari badan siliar. Bagian bagian dari lensa yaitu:6
a) Kapsul Lensa
Kapsul lensa tersusun dari membran basal yang tebal yang menutupi
seluruh permukaan lensa. Ketebalan kapsul lensa pada bagian anterior yaitu 12-21
mikrometer dan pada bagian posterior 2-9 mikrometer. Kapsul lensa merupakan
tempat insersi dari serat zonular dan merupakan hal yang penting dalam merubah
bentuk lensa dalam proses akomodasi.
b) Epitel Lensa
Epitel anterior merupakan lapisan yang terdiri dari sel dengan epitel
kuboid dan hanya terletak bagian anterior lensa. Pada bagian ekuator, epitel
kuboid dapat berubah menjadi kolumnar dan memanjang membentuk serat lensa.
c) Korteks dan Nukleus Lensa
Serat lensa yang baru akan berlanjut bergerak dari luar lensa yang berasal
dari diferensiasi dari sel epitel lensa. Serat lensa lama, nukleus embrionik dan
fetal yang dihasilkan pada saat masa embrionik, kehilangan nukleusnya, dan
menetap di tengah dari2w2 lensa. Serat terluar yang baru terbentuk, membentuk
korteks lensa dan terdiri dari serat-serat yang berasal dari sel-sel epitel lensa yang
berdiferensiasi.

3
d) Zonula Fibers
Lensa didukung oleh zonular fibers yang melekat pada anterior dan
posterior kapsul lensa pada bagian tengah. Zonula fibers menahan lensa pada
tempatnya, yang dimana bagian ini melekat pada prosesus badan siliaris.

Gambar 2.1 Bentuk dan Posisi Lensa pada Mata7

Gambar 2.2 Anatomi Lensa6

2.1.2 Akomodasi Lensa


Akomodasi adalah kemampuan lensa dalam merubah bentuk sehingga
dapat memfokuskan jatuhnya cahaya tepat pada retina. Proses ini disebut
akomodasi yang membuat manusia dapat melihat benda jauh dan dekat yang
difokuskan pada retina. Saat istirahat, otot siliaris akan berelaksasi, dan zonula
akan menarik lensa. Pada keadaan ini lensa dalam keadaan mendatar,
menyebabkan mata dapat melihat benda jauh. Lensa melakukan akomodasi

4
melalui kemampuan kontraksi dan relaksasi dari otot siliaris yang mempengaruhi
zonula dalam mengubah bentuk lensa.9

Gambar 2.3 Akomodasi Lensa9

Otot siliaris merupakan otot polos yang melingkari lensa membentuk suatu
cincin yang melekat melalui ligamentum suspensorium. Otot siliaris dikontrol
oleh system saraf autonom melalui stimulasi simpatis yang menyebabkan
relaksasi dan stimulasi parasimpatis menyebabkan kontraksi (midriasis). Saat otot
siliaris distimulasi oleh saraf simpatis, ligamentum suspensorium akan menegang
dan ligamentum akan menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif,
pupil akan akan mengecil (miosis). Sebaliknya, saat otot siliaris distimulasi oleh
saraf parasimpatis, otot ini akan berelaksasi sehingga tegangan pada ligamentum
suspensorium berkurang yang akan menyebabkan lensa menjadi lebih bulat
karena elastisitas inherennya. Adanya mekanisme tersebut yang menyebabkan
kelengkungan lensa bertambah akan meningkatkan kekuatan lensa dan lebih
membelokkan berkas sinar. Mekanisme normal pada lensa yakni otot siliaris
berelaksasi dan lensa menggepeng untuk melihat jauh, tetapi berkontraksi agar
lensa menjadi konveks dan lebih kuat untuk melihat dekat.9

2.2 Katarak
2.2.1 Definisi Katarak
Katarak berasal dari bahasa Yunani, Inggris dan Latin. Dalam bahasa
Yunani yakni katarrhakie, bahasa Inggris yakni cataract dan bahasa Latin yakni

5
cataracta yang berarti air terjun. Di Indonesia, katarak dapat diartikan sebagai
penglihatan yang seperti tertutup air hujan akibat lensa yang keruh atau disebut
bular. Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-
duanya sehingga menyebabkan penurunan tajam penglihatan (visus).2 Katarak
timbul karena multifactorial, namun proses penuaan merupakan penyebab utama.
Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus serta pemakaian obat-obatan
khususnya yang mengandung steroid, juga banyak berhubungan dengan
percepatan timbulnya katarak.3

2.2.2 Epidemiologi Katarak


Data WHO menjelaskan sekitar 95 juta orang mengalami kebutaan karena
katarak pada tahun 2014. Di wilayah Asia Tenggara seperti Indonesia, India,
Bangladesh dan Sri Lanka, katarak merupakan penyebab kebutaan dengan
presentase lebih dari 50%.4 Menurut Global Burden of Disease 2010, 32,4 juta
individu di seluruh dunia mengalami kebutaan (ketajaman visual <3/60) dan 191
juta individu dengan gangguan penglihatan (ketajaman visual <20/60, tetapi
≥3/60) pada tahun 2010. Secara global, penyebab utama keseluruhan kebutaan
adalah katarak, diikuti oleh gangguan refraksi.10 Berdasarkan Report of Vision
2020 IAPB Workshop tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat tertinggi
penderita kebutaan di Asia Tenggara, yaitu di angka 1,5% populasi, diikuti oleh
Bangladesh 1%, India 0,7% dan Thailand 0,3%. Penyebab kebutaan tertinggi di
Indonesia adalah katarak yang tidak diobati dengan presentase 0,78%, diikuti oleh
glaucoma, gangguan refraksi, penyakit retina dan kelainan kornea.5

2.2.3 Patogenesis Katarak


Lensa berbentuk bikonveks yang transparan, yang menyebabkan
pembiasan dan memfokuskan cahaya ke retina. Lensa manusia terdiri dari serat,
tertutup oleh kapsul tipis, dan diatur oleh zonula di kedua sisi. Serat lensa dibuat
dari epitel lensa dan bermigrasi dari margin menuju pusat. Selanjutnya, nukleus
lensa berasal dari serat lensa yang lebih tua, dan serat lensa yang baru dibentuk
ditempatkan pada lapisan terluar lensa, yang dikenal sebagai korteks.6

6
Berdasarkan lokasi kekeruhan dalam lensa, katarak terkait usia
diklasifikasikan menjadi tiga jenis: kortikal, nuklear, dan subkapsular posterior.
Sel-sel epitel lensa adalah sel yang sangat aktif secara metabolik. Sel-sel ini
kemudian bermigrasi ke pusat lensa untuk membentuk serat lensa yang semakin
progresif dan yang nantinya menghasilkan sklerosis nuklear dari lensa.6
Patogenesis katarak bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya dipahami.
Lensa akan mengatur metabolisme dan pertumbahan sel sendiri sehingga sel-sel
lensa terus bertambah sepanjang hidup tetapi tidak ada sel-sel yang dibuang.
Metabolisme ini penting untuk mempertahankan integritas, transparansi, dan
fungsi lensa. Epitel lensa berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan ion dan
transportasi nutrisi, mineral, dan air kedalam lensa.8 Kandungan air lensa biasanya
stabil dan seimbang dengan aquous humor, namun seiring bertambahnya usia
akan berkurang sedangkan protein lensa (albuminoid) akan meningkat. Hal ini
menyebabkan lensa menjadi lebih keras, kurang elastis (daya akomodasi
menurun), dan menjadi kurang transparan.8
Kondisi sistemik dapat menjadi penyebab katarak seperti diabetes
mellitus. Kadar glukosa yang tinggi akan mempengaruhi kadar glukosa di aqous
humor menjadi kondisi hiperglikemik. Hal ini akan menyebabkan difusi glukosa
ke dalam lensa meningkat, dan akan diolah oleh enzim hexokinase. Enzim
heksokinase akan merubah glukosa menjadi glukosa-6-fosfat dengan bantuan ATP
lalu akan berlanjut melalui siklus glikolisis anaerob (tekanan oksigen di lensa
rendah, sehingga hanya 3% glukosa yang akan masuk ke silkus krebs). Namun
enzim heksokinase memiliki mekanisme inhibisi umpan balik sehingga kadarnya
akan menurun bila terpapar glukosa tinggi terus menerus. Hal ini yang akan
mengaktivasi jalur enzim aldose reductase. Enzim ini akan mengubah glukosa
menjadi sorbitol yang nantinya akan diubah lagi menjadi fruktosa dengan bantuan
enzim polyoldehydrogenase. Afinitas enzim ini sangat rendah terhadap sorbitol,
sehingga akan terjadi penumpukan sorbitol di lensa. Akibatnya tekanan osmotik
meningkat yang kemudian akan menarik air masuk ke dalam lensa.6

7
Gambar 2.4 Metabolisme Glukosa di Lensa6

8
9
2.2.4 Klasifikasi Katarak
Klasifikasi katarak dapat dibedakan atas waktu terjadinya, maturitas dan
morfologi. Berdasarkan waktu terjadinya, katarak dibagi atas katarak kongenital,
juvenile dan senile. Berdasarkan morfologi, katarak dibagi atas katarak nuklear,
kortikalis dan supkapsuler posterior.2,6

Berdasarkan usia, katarak dapat dibagi menjadi;2


1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak pada bayi berusia kurang dari 1 tahun.
Katarak kongenital dapat terjadi sebagai kejadian primer atau dapat
berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau umum.
2. Katarak Juvenile
Katarak juvenile adalah katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun hingga 50
tahun. Katarak juvenile dapat merupakan penyulit dari penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti otot, traumatik, komplikata,
herediter, degeneratif, anoksik, toksik dan radiasi.
3. Katarak senilis
Katarak senilis adalah katarak yang terjadi pada usia diatas 50 tahun. Katarak
senilis terdiri atas 4 stadium yaitu insipien, immature, matur, dan hipermatur.

Berdasarkan stadium, katarak senilis dapat dibagi menjadi;2,6


1. Katarak iminens/insipiens
Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuki air, kekeruhan lensa masih
ringan, visus biasanya > 6/60. Pada pemeriksaan dapat ditemukan iris normal,
bilik mata depan normal, sudut bilik mata normal, serta shadow test negatif.
2. Katarak imatur
Opasitas lensa akan bertambah dan visus mulai menurun menjadi 5/60 sampai
1/60 pada stadium ini. Cairan lensa bertambah akibatnya iris terdorong dan
bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata sempit, dan sering terjadi
glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test positif.
3. Katarak matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan visus
menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat lambaian tangan
dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test negatif.
4. Katarak hipermatur
Korteks lensa akan mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa jadi turun dari
kapsulnya (Morgagni) pada tahap ini. Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus
sudah sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi
berupa uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans,
bilik mata depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif
palsu.

Tabel 2.1 Perbedaan Stadium Katarak2

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Berkurang
Bertambah
Cairan Lensa Normal Normal (air+masa lensa
(air masuk)
keluar)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik Mata
Normal Dangkal Normal Dalam
Depan

Sudut Bilik
Normal Sempit Normal Terbuka
Mata

Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos

Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma

Berdasarkan morfologi, katarak dapat dibagi menjadi;


1. Katarak nuklear
Katarak nuklear ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna
lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang

11
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai
menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat
juga unilateral. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk
membedakan corak warna. Katarak nuklear secara khas lebih mengganggu
gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. Nukleus lensa mengalami
pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks refraksi, dinamai
miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia dapat membaca dekat
tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut sebagai second sight.6,12

Gambar 2.6 Katarak Nuklear; A. penerangan difus; B. slit-lamp; C. skematik6

2. Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi protein
pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral dan menimbulkan
gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan penglihatan
bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk melihat
ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel
posterior, dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior dengan
gambaran seperti embun.6,12

Gambar 2.7 Katarak Kortikal Imatur; A. penerangan difus; B. skematik6 12


Gambar 2.8 Katarak Kortikal Matur; A. penerangan difus; B. skematik6

Gambar 2.9 Katarak Kortikal Hipermatur; Gambar 2.10 Katarak Morgagnian;


A. penerangan difus; B. skematik6 A. penerangan difus; B. skematik6

Gambar 2.11 Katarak Subkapsuler Posterior; A&B penerangan indirek; C. skematik6

3. Katarak subkapsuler posterior

13
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan seperti
plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau, penglihatan buruk
pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan
jauh.6,12

Gambar 2.12 Klasifikasi Katarak 13

2.2.5 Diagnosis Katarak


Dalam mendiagnosis suatu katarak, sebagai dokter kita harus melakukan
pemeriksaan menyeluruh mulai pengenalan terhadap faktor risiko hingga
pemeriksaan yang baik sehingga dapat menatalaksana katarak dengan benar.
Faktor risiko tersebut yaitu:2
- Usia lebih dari 40 tahun
- Diabetes mellitus
- Penyakit radang mata
- Trauma pada mata
- Penggunaan steroid jangka panjang
- Riwayat penyakit katarak pada keluarga
- Merokok
- Riwayat pembedahan mata lainnya
- Terpajan banyak sinar matahari (sinar ultra violet)

14
Pasien dengan katarak akan mengeluh gangguan penglihatan mata
berupa:2,3
- Penglihatan buram
- Berkabut
- Second sight
- Diplopia monocular
- Merasa silau
- Sukar melihat dimalam hari atau penerangan redup
- Melihat warna terganggu
- Melihat halo sekitar sinar
- Penglihatan menurun
Konfirmasi keluhan tersebut, dalam pemeriksaan fisik harus dilakukan
pemeriksaan tajam penglihatan, Oblique illumination examination, shadow test,
pemeriksaan oftalmoskopik, pemeriksaan dengan slit lamp.14
1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Pemeriksaan ini bergantung pada lokasi dan tingkat maturitas katarak. Pada
pemeriksaan visus dapat berkisar dari 6/9 hingga tak terhingga.
2. Oblique Illumination Examination.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat warna lensa pada pupil yang berbeda
tergantung tipe katarak.
3. Shadow test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan tipe katarak matur dan imatur.
Pada pemeriksaan, bayangan cahaya yang masuk ke pupil akan membentuk
gambaran bulan sabit pada tepi lensa akibat adanya peningakatan opasitas
lensa yang menjadi berwarna abu-abu pada katarak imatur. Saat lensa
transparan atau sangat buram (matur) bayangan iris tidak terbentuk sehingga
pada katarak matur, hasil pemeriksaan shadow test akan negatif.
4. Pemeriksaan Oftalmoskop
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya cahaya kuning
kemerahan pada pemeriksaan fundus. Pada penyakit dengan peningaktan
opsitas pada bagain tengah, bayangan merah kekuningan tidak akan

15
ditemukan. Pada katarak partial akan menunjukan bayangan hitam. Katarak
matur tidak akan menunjukkan bayangan merah.

Gambar 2.13 (A) Katarak Imatur dengan Iris Shadow positif. (B)
Katarak matur dengan iris shadow negatif.15

5. Pemeriksaan dengan Slit Lamp


Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan pupil yang berdilatasi maksimal.
Dilatasi pupil tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tetes mata
Tropikamid 0.5% atau dengan cara memeriksa pasien pada ruang gelap. Pada
pemeriksaan ini dapat menunjukkan morfologi katarak matur berupa posisi,
ukuran, bentuk pola warna dan kekerasan nukleus.

2.2.6 Tatalaksana
Pada katarak akibat penyakit lain seperti diabetes mellitus, harus diterapi
penyebabnya. Selain itu pemberian obat-obatan belum dapat memberikan hasil
yang memuaskan, seperti penggunaan agen inhibitor aldose reductase dalam
mengubah glukosa menjadi sorbitol. Hal ini masih dalam tahap eksperimental
serta pemberian kaca mata masih dapat dipertimbangkan pada katarak dini. 6
Beberapa upaya untuk menunda perkembangan katarak dapat mengguanakan
preparat topikal yang mengandung garam iodide dari kalsium dan potassium pada
katarak tahap awal serta peran vitamin E dan aspirin dalam menunda proses
kataraktogenesis.14 Pengobatan definitif yang masih merupakan pilihan satu-
satunya dan merupakan pilihan terbaik untuk memperbaiki fungsi penglihatan
pada katarak adalah melalui operasi katarak.3

16
Terdapat beberapa indikasi dilakukannya pembedahan, yaitu:14
a. Perbaikan visual (Visual improvement)
Tindakan bedah dilakukan bila sudah mengganggu aktivitas. Perbaikan visual
pada tiap individu bervariasi, tergantung pada kebutuhan visual individu.
b. Indikasi medis
Indikasi medis untuk dilakukan operasi katarak adalah jika terjadi komplikasi
seperti glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis, dislokasi lensa ke
bilik mata depan dan katarak yang sudah sangat padat yang dapat
menghalangi gambaran fundus, sehingga menghalangi untuk melihat adanya
retinopati diabetik atau glaukoma.
c. Kosmetik
Terkadang pasien dengan katarak matur memilih untuk dilakukan ekstraksi
katarak meskipun tanpa harapan untuk mendapatkan visual.

Selain tiga indikasi di atas, terdapat indikasi berdasarkan mata yang terkena,
unilateral atau bilateral. Katarak unilateral atau monocular cataract dilakukan
tindakan operasi bila terdapat gangguan stereopsis, penyempitan lapang pandang
perifer, gejala silau yang sangat mengganggu, dan anisometropia yang
mengganggu. Tindakan operasi yang dilakukan pada katarak bilateral cukup rumit
dibanding katarak unilateral. Operasi awal dilakukan pada mata dengan kondisi
katarak lebih berat. Namun pada pasien rentan dengan penyakit sistemik penyerta
yang berat, operasi dilakukan pada mata dengan potensi visual yang lebih baik.6

Talaksana defenitif katarak ialah operasi. Pilihan operasi yang bisa dilakukan
yakni ekstraksi katarak intrakapsuler (EKIK) dan ekstraksi katarak ekstrakapsuler
(EKEK).8,14
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK) atau Intracapsular Cataract
Extraction (ICCE)
Ekstraksi katarak intrakapsuler (EKIK) adalah operasi katarak yang
dilakukan dengan cara membuang lensa beserta kapsul. Operasi dilakukan
pada zonula yang lemah dan sudah mengalami degenerasi, serta mudah

17
rapuh, sehingga operasi ini merupakan kontraindikasi bagi pasien yang
berusia kurang dari 40 tahun.
Operasi ektraksi katarak intrakapsuler menggunakan mikroskop dan
alat khusus sehingga penyulit yang didapatkan minimal. Penyulit yang dapat
terjadi diantaranya astigmat, glaukoma, perdarahan, endoftalmitis dan
uveitus.2

2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler (EKEK) atau extracapsular cataract


extraction (ECCE).
Ekstraksi katarak ekstrakapsuler merupakan operasi katarak yang
dilakukan dengan cara mengeluarkan isi lensa dan meninggalkan lensa
intraokular yang diletakkan pada kapsul posterior. Operasi dilakukan pada
pasien dengan katarak imatur, keratoplasti, endotel, implantasi lensa
intraokular posterior, implantasi sekunder lensa intra ocular, glaukoma dan
presdiposisi prolaps vitreous.2 Teknik ini adalah operasi pilihan untuk saat ini
karena dapat digunakan pada semua usia kecuali jika ada kontraindikasi
(subluksasi lensa).
a. Prosedur konvensional
Operasi ini dilakukan dengan membuang nukleus dan korteks lensa
melalui lubang yang dibuat di kapsul anterior dan meninggalkan kapsul
sebagai tempat untuk meletakkan lensa intraokular (IOL). Kelebihan operasi
ini adalah membuat irisan yang kecil sehingga luka akan cenderung stabil dan
aman. Risiko untuk terjadinya astigmatisma lebih kecil serta proses
penyembuhan luka berlangsung lebih cepat. Kapsul posterior yang intak akan
mengurangi risiko terjadinya CME, ablasio retina, edema kornea, penempelan
vitreus ke iris, IOL atau kornea.14
b. Small incision cataract surgery (SICS)
Opersi ini dilakukan dengan membuat irisan dengan lebar 7-8mm,
sehingga dengan demikian tidak dibutuhkan jahitan dan proses penyembuhan
lebih cepat. Metode ini akan mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau
dihancurkan terlebih dahulu.14
c. Fakoemulsifikasi

18
Operasi ini dilakukan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk
memecahkan nukleus lensa dengan membuat sayatan 2,5-3 mm. Selanjutnya
nukleus yang sudah dipecah akan diaspirasi bersamaan dengan korteks lensa
melalui insisi kecil. Kemudian dilakukan pemasangan IOL ruang posterior
kedalam kantong kapsul.2,14
Kelebihan teknik ini adalah perbaikan tajam penglihatan lebih cepat,
timbulnya astigmatisma minimal serta minimalnya komplikasi dan inflamasi
pasca bedah.2 Hingga saat ini

Follow up Pasca Operasi


Setelah dilakukan operasi, pasien harus diperiksa dan dievaluasi dengan
tujuan mengoptimalkan hasil operasi dan mengindetifikasi komplikasi yang
muncul. Pasien yang tidak memiliki risiko tinggi atau tanpa tanda dan gejala
komplikasi, maka follow-up dapat dilakukan dalam waktu 48 jam. Pasien yang
memiliki risiko komplikasi yang tinggi saat operasi dan pasca operasi, maka
evaluasi dilakukan sesegara mungkin yakni dalam waktu 24 jam setelah operasi
dan follow-up rutin dibutuhkan. Evaluasi pasca operasi pasien katarak yang harus
dilakukan yaitu;6
1. Riwayat penyakit yang muncul setelah dilakukannya operasi seperti keluhan
akibat konsumsi obat pasca operasi, simptom atau gejala yang baru muncul
dan keluhan penglihatan lainnya.
2. Pemeriksaan tajam penglihatan
3. Pengukuran tekanan intraorbital
4. Pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp
5. Edukasi pasien
Pasien diinstruksikan untuk segera berobat ke dokter mata jika mengalami
gejala penurunan penglihatan yang signifikan, nyeri dan kemerahan yang
meningkat, atau pembengkakan periokular karena gejala ini dapat menunjukkan
timbulnya endoftalmitis.6
Pemeriksaan fundus dengan melebarkan pupil diindikasikan jika terdapat
gejala atau resiko yang berhubungan dengan segmen posterior, namun pelebaran
seringkali penting untuk menilai masalah segmen anterior seperti kontraktur
kapsul, malposisi IOL dan masalah retina lainnya. Saat evaluasi visus, jika tidak

19
terdapat perbaikan visus sesuai yang diharapkan, pemeriksaan penunjang
tambahan diperlukan untuk mengevaluasi penyebabnya. Pemeriksaan yang
dibutuhkan dapat berupa OCT, fluorescein angiografi, tofografi kornea atau
automated visual fields serta pemeriksaan lainnya jika diperlukan.6
Koreksi visus dan resep kacamata dapat ditentukan pada jadwal kontrol
terakhir pasien. Koreksi visus dapat ditentukan antara minggu 1 sampai 4 setelah
operasi katarak dengan sayatan kecil dan 6 sampai 12 minggu setelah operasi
dengan sayatan besar dan 3 sampai 4 minggu setelah operasi katarak dengan
fakoemulsifisikasi.6,14

2.2.7 Komplikasi
Katarak dapat menimbulkan komplikasi berupa phacoanaphylactic uveitis,
glaucoma dan subluksasi. Pada katarak hipermatur dapat membuat protein lensa
bocor dan memasuki ruang anterior mata, sehingga protein ini dianggap sebagai
antigen dan menginduksi reaksi antigen antibodi yang mengarah ke uveitis.
Glaukoma dapat dapat terjadi karena mekanisme yang berbeda-beda seperti
pembengkakan lensa (phacomorphic glaucoma), protein lensa yang bocor ke
ruang anterior (glaucoma phacolytic). Subluksasi atau dislokasi lensa dapat terjadi
akibat generasi zonula dalam tahap hipermatur. 14 Selain itu, komplikasi operasi
dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif dan komplikasi
yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra ocular lens, IOL) dapat berupa
Posterior capsule opacification (PCO), glaucoma sekunder, peradangan area
mata, IOL malposisi, endoftalmitis.8

2.2.8 Prognosis
Umunya operasi katarak efektif mengembalikan penglihatan. Prognosis
penyakit ini sangat baik pada pasien yang mengikuti instruksi pasca operasi dan
pengobatan farmakologi yang diberikan oleh dokter spesialis mata, namun
prognosis tersebut dipengaruhi oleh multifaktor seperti tingkat gangguang
pengelihatan, tipe katarak, waktu intervensi, model teknik operasi, kualitas hidup,
6
keterlibatan
RAHASIAmata unilateral atau bilateral serta adanya penyakit sistemik lainnya.

BAB III

20
STATUS BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R Pekerjaan : IRT
Umur : 51 tahun Pendidikan : SD
Jenis kelamin : Perempuan MR : 01054216
Alamat : Rokan Hilir Tgl pemeriksaan : 2/12/2020
Status : Menikah

KELUHAN UTAMA:
Mata kiri tidak bisa melihat tanpa mata merah sejak 5 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pandangan mata kiri tidak bisa melihat sejak 5 bulan yang lalu.
Penglihatan kabur seperti melihat di dalam kabut sudah dirasakan sejak 1 tahun
yang lalu, kemudian memberat sampai tidak bisa melihat sejak 5 bulan terakhir.
Mata kabur tidak disertai mata merah maupun nyeri. Riwayat jatuh atau menabrak
sesuatu saat jalan tidak ada. Riwayat trauma sebelumnya tidak ada. Penglihatan
semakin memburu sehingga pasien datang ke poliklinik mata RSUD AA
Pekanbaru.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Diabetes melitus (+) sejak 10 tahun yang lalu, tidak terkontrol
Hipertensi (+) sejak 15 tahun yang lalu, tidak terkontrol
Riwayat penggunaan kacamata (-)

Riwayat Pengobatan :
Riwayat konsumsi obat anti diabetes (+) metforrmin
Riwayat konsumsi obat anti hipertensi (+) amlodipine
Riwayat konsumsi obat anti diabetes (+) metformin

21
Riwayat pemakaian tetes mata steroid jangka panjang (-)
Riwayat operasi katarak mata kanan 2 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat katarak

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tanda – tanda vital : TD : 150/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,6 0C
GDS : 217 mg/dL

STATUS OFTALMOLOGI
OD OS
Visus tanpa
1/300 1/∞.p.b
koreksi
Visus dengan
3/60 Tidak dikoreksi
koreksi
Posisi bola mata
(Ortoforia)
Gerakan bola
Baik, kesegala arah Baik, kesegala arah
mata
Tekanan bola
16 mmHg mata (Tonometri Tidak ternilai
non kontak)
Tidak ditemukan kelainan Palpebra Tidak ditemukan kelainan
Tidak ditemukan kelainan Konjungtiva Tidak ditemukan kelainan
Jernih, erosi (-) Kornea Jernih, erosi (-)
Injeksi silier (-) Sklera Injeksi silier (-)
Dalam COA Dalam
Bulat, sentral, reguler,
Bulat, sentral, reguler,
ᴓ 4 mm, reflek cahaya (+/+) Iris/pupil
ᴓ 2mm, reflek cahaya (+/+)
iris ditemukan.
Afakia Lensa Keruh, shadow test (-)

22
Gambar 3.1. Mata Kanan
Gambar 3.2. Mata Kiri

RESUME :
Perempuan 51 tahun, mata tidak bisa melihat tanpa mata merah sejak 5
bulan SMRS, awalnya mata kabur perlahan seperti melihat di dalam asap.
Riwayat DM tidak terkontrol sejak 10 tahun lalu. Pada pemeriksaan oftalmologi
tanpa koreksi didapatkan VOD 1/300 dan VOS 1/∞. Lensa keruh pada mata kiri,
shadow test OD (-) dan OS (- ).

Diagnosis Kerja:
Katarak senilis hipermatur OS
Afakia OD
DM tipe 2 tak terkontrol
Hipertensi grade II

Penatalaksanaan
Nonfarmakologi :
- Operasi fakoemulsifikasi OS
- Konsul penyakit dalam

Prognosis
OD OS
Quo ad vitam : Bonam Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad kosmetikum : Bonam Quo ad kosmetikum : Bonam

DAFTAR PUSTAKA

23
1. Vaughan & Asbury’s. General ophthalmology. 19th Ed. United States:
McGraw-Hill Education.Inc. 2018. p. 399-410.

2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 5. Jakarta: BP FKUI.


2017. hlm. 210-22.

3. Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S dan Bani AP. Buku Ajar Oftalmologi
edisi ke 1. Jakarta. BP FKUI. 2017.hlm. 195.

4. Murthy GVS, Malhotr S, Vashist P. Status of eye care in south east asia
region. Delhi J Ophthalmol 2013;24(2): 114-8.

5. Report of vision 2020. IAPB Workshop Indonesia 2014. Hal : 6-7.

6. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. San Francisco, CA:
American Academy of Ophthalmology. 2014.p.128-76.

7. Tortora GJ and Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 12 th Ed.


USA: John Wiley & Sons, Inc. 2009.

8. Lang GK. Ophthalmology; A pocket textbook Atlas. 2th nd. New York:
Thieme.2006.p.169-203.

9. Despopoulos A and Silbernagi S. Color atlas of physiology. 5thEd. New York:


Thieme. 2003. p. 344-61.

10. Stevens GA, et al. Global prevalence of vision impairment and blindness:
magnitude and temporal trends, 1990–2010. Ophthalmology. 2015;1:2377–
84.

11. Mahmood A. Cataract : pathogenesis and clinical findings. 2016. [Cited 5


descember 2020]. Available from : www.thecalgaryguide.com.

12. Kanski JJ. Clinical ophthalmology: A Systematic Approach. 8th ed.


Edinburgh: Butterworth Heinemann/Elsevier; 2016.

13. Boyd K. What are cataract?. American Academy of Ophthalmology. 2020


[Cited 5 descember 2020]. Available from : www.aao.org.

14. Khurana A. Comprehensive ophtalmology. 6th ed. India: New Age


International; 2015:167-204.

24

Anda mungkin juga menyukai