Anda di halaman 1dari 19

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT DENGAN JUDUL

ABLASIO RETINA NON REGMATOGENOSA

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat untuk


menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata di RSAU dr. Esnawan Antariksa
Periode 19 Agustus 2019 – 21 September 2019

Disusun oleh:
Larissa Iranny
11. 2018. 193

Pembimbing,
RSAU dr. Esnawan Antariksa

dr. Moch. Soewandi, Sp.M

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan referat dengan judul “ABLASIO RETINA NON
REGMATOGENOSA”. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Kesehatan Mata di RSAU dr. Esnawan Antariksa periode
19 Agustus 2019-21 September 2019. Saya sebagai penulis Skripsi ini menyadari bahwa tanpa
adanya bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak, Referat ini tidak dapat diselesaikan. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Moch. Soewandi, Sp.M selaku konsulen
dan pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan serta semua konsulen dan
pembimbing di RSAU dr Esnawan Antariksa dan teman-teman satu kepaniteraan klinik mata di
RSAU dr. Esnawan Antariksa.
Akhir kata, saya sebagai penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan referat ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan sangat bermanfaat. Semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Jakarta, September 2019

Larissa Iranny

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................2
KATA PENGANTAR......................................................................................................3
DAFTAR ISI.....................................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................7
2.1 Anatomi Retina................................................................................................7
2.2 Ablasio Retina………………………………………………………………....8
2.3 Ablasio Retina Primer …………………………………………..……………..9
2.4 Ablasio Retina Sekunder ………………………………………....………......11
2.5 penentuan diagnostik…………………………………….......………………..13
2.6 Penatalaksanaan …………………………………………………………..…..14
2.7 Prognosis .....................…………………………………………………….….17
BAB III PENUTUP……………………………………………………………….18
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….19

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lapisan Retina……………………………………………………………..……..8


Gambar 2. Ablasio retina tipe regmatogenosa……………………………………………….………11
Gambar 3. Gambaran funduskopi ablasio retina traksi ………………………………….……...11
Gambar 4. Ablasio retina tipe eksudati………………………………………………….……...13
Gambar 5. Spons silikon dijahit pada bola mata ......................... ……………………….……...15
Gambar 6. Penekanan yang didapatkan dari spons silikon................... …………………………15
Gambar 7. Setelah pengangkatan gel vitreus....................................... …………………………16

4
BAB I
PENDAHULUAN
Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan ketiga
bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea yang
merupakan jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Retina
berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina. Antara retina dan koroid
terdapat rongga yang potensial yang bisa mengakibatkan retina terlepas dari koroid. Hal
ini yang disebut sebagai ablasio retina.1
Ablasio retina merupakan suatu keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan sel
batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat
erat dengan membrana Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan
titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.1
Ablasio retina terbagi menjadi dua tipe yaitu tipe regmatogenosa dan tipe non
regmatogenosa, dimana tipe non regmatogenosa ini terbagi lagi menjadi tipe traksi dan tipe
eksudatif.2

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina


Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina
sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch, koroid dan sklera. Disebagian besar
tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu
ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan
ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat sehingga membatasi
perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang
subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera yang meluas ke taji sklera.
Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars
plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior
iris merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium pigmen retina. Permukaan
dalam retina menghadap ke vitreus.3

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:1
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen ini bertanggung jawab
untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi
hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke
korteks penglihatan ocipital.
3. Membrana limitans externa
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari
batang dan kerucut.
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor .

6
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar .
8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion (urutan
kedua neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus.
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan
retina dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat yang
Muller, dan pada dasarnya adalah
dasar membran.
Warna retina biasanya jingga, kadang pucat pada anemia dan iskemia, merah
pada hyperemia. Retina menerima darah dari dua sumber yaitu arteri sentralis retina
dan arteri koriokapilaris. Arteri retina sentralis merupakan cabang dari arteri oftalmika
memperdarahi 2/3 daerah retina bagian dalam sementara 1/3 lapisan retina bagian luar
diperdarahi oleh arteri koriokapilaris. Fovea sentralis sendiri diperdarahi hanya oleh
arteri koriokapilar. Arteri retina sentralis terbagi menjadi 4 cabang yang tidak
beranastomosis satu sama lain, yaitu nasosuperior, temporosuperior, nasoinferior, dan
temporoinferior. 1

Gambar 1. Lapisan retina


2.2 Ablasio Retina
2.2.1 Definisi
Ablasio retina merupakan suatu keadaan dimana terpisahnya sel
kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel

7
epitel pigmen masih melekat erat dengan membrana Bruch. Sesungguhnya
antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan
structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah
yang potensial untuk lepas secara embriologis.1
2.2.2 Epidemiologi
Penyebab The most common worldwide etiologic factors associated
with retinal detachment are myopia (ie, nearsightedness), aphakia,
pseudophakia (ie, cataract removal with lens implant), and traumpaling umum
di seluruh dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah miop, afakia,
pseudofakia, dan trauma. Approximately 40-50% of all patients with
detachments have myopia, 30-40% have undergone cataract removal, and 10-
20% have encountered direct ocular trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien
dengan ablasio memiliki miop, 30-40% mengalami pengangkatan katarak, dan
10-20% telah mengalami trauma okuli. Traumatic detachments are more
common in young persons, and myopic detachment occurs most commonly in
persons aged 25-45 years.Dablasio ablasio retina yang terjadi akibat trauma
lebih sering terjadi pada orang muda, dan miop terjadi paling sering pada usia
25-45 tahun.Although no studies are available to estimate incidence of retinal
detachment related to contact sports, specific sports (eg, boxing and bungee
jumping) have an increased risk of retinal detachment. CSexNo predilection
exists; overall, incidence is unchanged even when corrections for the higher
rate of ocular trauma in men is considered.cedera pada anak-anak dan remaja
merupakan penyebab umum dari cedera mata, yang termasuk ablasio retina
traumatik.4
2.2.3 Klasifikasi
Ablasio retina terbagi menjadi dua tipe yaitu tipe regmatogenosa dan
tipe non regmatogenosa, dimana tipe non regmatogenosa ini terbagi lagi
menjadi tipe traksi dan tipe eksudatif.2
2.3 Ablasio Retina Primer (Ablasio Retina Regmatogenosa)

Ablasio regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang berarti


diskontuinitas atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi
adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel
dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreus) yang masuk

8
melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan
retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasio regmantogenosa spontan
biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum posterior.1,3

Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain:3,5

a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun usia tidak
menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang mempengaruhi.
b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan
perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2
c. Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena
seseorang mengalami miop.
d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada
seseorang yang fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke anterior
selama atau setelah pembedahan. Lebih sering terjadi setelah ruptur kapsul,
kehilangan vitreus dan vitrektomi anterior. Ruptur kapsul saat bedah katarak
dapat mengakibatkan pergeseran materi lensa atau sesekali, seluruh lensa ke
dalam vitreus.
e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
f. Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio retina
dalam kasus banyak.
g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis pada
pasien AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina terjadi,
kemudian, cairan dari rongga vitreous dapat mengalir melalui istirahat dan
melepas retina tanpa ada hadir traksi vitreoretinal terbuka. This commonly occurs
in acute retinal necrosis syndrome and in cytomegalovirus (CMV) retinitis in
AIDS patients.
Ablasio retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya gangguan
penglihatan yang kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang menutupi (floaters) akibat
dari vitreous cepat degenerasi dan terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada
lapangan penglihatan akibat sensasi berkedip cahaya karena iritasi retina oleh gerakan
vitreous.1,5
Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat berbahaya karena
dapat mengangkat macula. Penglihatan akan turun secara akut bila lepasnya retina
mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat

9
berwarna pucat dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi)
bergoyang. Kadang – kadang terdapat pigmen didalam badan kaca. Pada pupil terdapat
adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan
dapat meninggi bila telah terjadi neovaskuler glaucoma pada ablasi yang telah lama.1

Gambar 2.Ablasio retina tipe regmatogenosa


2.4 Ablasio Retina Sekunder (Ablasio Retina Non Regmatogenosa)
Ablasio retina non regmatogenosa merupakan ablasio retina yang terjadi akibat dari
penyakit lain. Ablasio tipe ini terbagi menjadi dua yaitu ablasio retina traksi dan
eksudatif.
2.4.1 Ablasio Retina Traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca (korpus vitreus). Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang
dapat disebabkan diabetes mellitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca
akibat bedah atau infeksi.1
Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina
regmatogenosa. Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan
membuat retina menjadi semakin halus dan tipis, sehingga dapat menyebabkan
terbentuknya proliferative vitreoretinophaty (PVR) yang sering ditemukan pada tipe
regmatogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi akibat kegagalan dalam
penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina, sel
glia, dan sel lainnya yang berada di dalam maupun di luar retina serta pada badan
vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan

10
menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan
terdapatnya robekan baru atau berkembang menjadi ablasio retina traksi.6
Gambar 3. Gambaran funduskopi ablasio retina traksi

2.4.2 Ablasio Retina Eksudatif

Pada kasus ini, penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai dengan
berat. Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahun- tahun setelah
penyebabnya berkurang atau hilang.1

Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan


eksudat di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan cairan
subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid.1
Penyebab Ablasio retina eksudatif dibagi menjadi dua yaitu penyakit
sistemik yang meliputi Toksemia gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis
nodosa. Sedangkan penyakit mata meliputi akibat inflamasi (skleritis
posterior, selulitis orbita), akibat penyakit vascular (central serous retinophaty,
and axudative retinophaty of coats, akibat neoplasma (malignant neoplasma
koroid dan retinoblastoma), akibat perforasi bola mata pada operasi
intraokuler.3,5 Tetapi, walaupun letaknya yang penuh dengan vaskularisasi, tipe
ini jarang meluas, tidak seperti tipe regmatogenosa atau tipe traksi.

Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain:5

a. Tidak adanya photopsia, lubang / air mata, lipatan dan undulations.


b. Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor itu
biasanya bulat dan tetap dan bisa menunjukkan gangguan pigmen.

11
c. Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu akibat adanya
neovaskularisasi di puncak tumor.
d. Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah terpisah
dengan gravitasi adalah ciri khas yang dari detasemen retina eksudatif.
e. Pada tes transillumination satu ablasio sederhana muncul transparan
sedangkan ablasio padat.

Gambar 4. Ablasio retina tipe eksudatif

2.5 Penentuan Diagnosis

Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan


pemeriksaan penunjang.
2.5.1 Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah:
a. Floaters (terlihatnya benda melayang – laying) yang terjadi karena adanya
kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau
degenerasi vitreus itu sendiri.3,5
b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di
sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam
keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.5
c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian
seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang
telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.1,5
Tahap awal masih relative terlokalisir, tetapi jika hal tersebut tidak
diperhatikan oleh penderita maka akan berkembang menjadi lebih berat jika

12
berlangsung sedikit sedikit demi sedikir menuju ke arah makula. Keadaan ini juga
tidak menimbulkan rasa sakit tiba- tiba kehilangan penglihatan terjadi ketika
kerusakannya sudah parah. Pasien seperti biasanya mengeluhkan kemunculan tiba –
tiba awan gelap atau kerudung didepan mata.3,5
Selain itu perlu di anamnesa adanya faktor predisposisi yang menyebakan
teradi ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan sebelumnya
seperti ekstraksi katarak, pengangkatan korpus alienum inoukler, riwayat penyakit
mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, amblopia, galukoma, dan retinopati
diabetik). Riwayat keluarga dengan sakit mata yang sama serta penyakit serta
panyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes melitus, tumor,
sickle cell leukimia, eklamsia, dan prematuritas).1,3,5
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan oftalmoskopi
Adapun tanda – tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antar lain :
a. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila
makula lutea ikut terangkat. 3,5
b. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih atau mungkin normal.1,5
c. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk
mendiagnosa ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop indirek
binokuler. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak
sebagai membran abu – abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler
koroid. Jika terdapat akumulasi cairan pada ruang subretina, didapatkan
pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang
terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok – kelok dan membengkok di
tepi ablasio. Pada retina yang terjadi ablasio telihat lipatan – lipatan halus.
Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh
koroid dibawahnya. 1,5,6
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang5
a. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada.
b. Ultrasonography mngkonfirmasikan diagnosis. Ini adalah nilai khusus
pada pasien media berkabut terutama dihadapan padat katarak.

13
2.6 Penatalaksanaan

Tujuan utama dilakukan bedah ablasi adalah untuk menemukan dan


memeperbaiki semua robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk
menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah
influks cairan lebih lanjut kedalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke
dalam ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina.5
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip bedah pada
ablasio retina yaitu :7
1. Menemukan semua bagian yang terlepas
2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina yang
terlepas.
3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk
menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah subretinal.
Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :
1. Scleral buckling
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa
terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi
robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan
scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon
padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung posisi lokasi dan
jumlah robekan retina. Pertama – tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk
memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk
dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga
terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan
cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 5,7,8

Gambar 5. Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina setelah
drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi

14
Gambar 6. Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan
traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan

2. Retinopeksi pneumatik
Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan
pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada
bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan
menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan
menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui
robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal
biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan
dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus
mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan
gelembung terus menutupi robekan retina.3,6

Gambar 7.Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon inert
disuntikan ke dalam rongga

3. Vitrektomi
pengobatan ablasi akibat tarikan di dalam kaca dilakukan dengan
melepaskan tarikan jaringan parut atau fibrosis di dalam badan kaca dengan
tindakan vittrektomi.1

15
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio
akibat diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus
atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil
pada dinding bola mata kemudian memasukkan instruyen ingá cavum vitreous
melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk
menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan –
perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-
teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu
kali operasi.5,7

2.7 Prognosis

Pada penyakit ini kita bisa melihat dari kondisi pasien, yaitu melihat dari kondisi
makula dan melihat ketajaman visual dari pasien. Jika keadaannya sudah melibatkan
macula maka akan sulit untuk menghasilkan hasil operasi yang baik.
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan macula dan perlangsungannya kurang dari
1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh seteah dilakukan tindakan operasi, namun
untuk kemampuan visualnya tidak bisa kembali seperti semula.
Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan dapat menyebabkan
kemampuan visual lebih menurun.

16
17
BAB III
PENUTUP
Ablasio retina merupakan suatu keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan sel
batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membrana Bruch. Ablasio retina terbagi menjadi dua tipe yaitu tipe
regmatogenosa dan tipe non regmatogenosa, dimana tipe non regmatogenosa ini terbagi
lagi menjadi tipe traksi dan tipe eksudatif. Untuk menda[atkan diagnostik yang pasti, bisa
dilakukan pemeriksaan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah melakukan
pembedahan, tujuan utama dilakukan bedah ablasi adalah untuk menemukan dan
memeperbaiki semua robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan
adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik. Jika keadaannya sudah melibatkan
macula maka akan sulit untuk menghasilkan hasil operasi yang baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2004. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6
2. Sanitato JJ. 2000. oftalmology umum Edisi 14. Jakarta : Penerbit widya medika.
3. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General
ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199
4. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment.[serial online] 8th septembe 2010 [cited 5th
September 2019]. Available from : http//emedicine.medscape.com/article/1226426
5. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition. New Age
International Limited Publisher: India. p. 249- 279.
6. Regiello C, Chang TS. Johnson MW. Retinal Detachment. In : Retinal and Vitreus. Chapter
11 Section 12. American Academy of Opthalmology 2008-2009. Singapore. P.292-302.
7. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2007-2008.
Singapore: LEO; 2008. p. 9-299
8. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p. 117-7

19

Anda mungkin juga menyukai