Anda di halaman 1dari 22

BAB I

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. TerusanArjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus: 12 September 2019
SMF ILMU PENAKIT MATA
RSAU dr. Esnawan Antariksa

I. IDENTITAS
Nama : Ny H
Umur : 66 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Kel. Makasar No 34 RT 006/007
Tanggal Pemeriksaan : Kamis, 27 Agustus 2019
Pemeriksa :
Moderator :
II. ANAMNESIS
Auto Anamnesis tanggal : 27 Agustus 2019
Keluhan Utama : Penglihatan buram

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Poliklinik Mata RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan mata
kana penglihatannya buram, keluhan di rasakan selama 1 bulan SMRS, awalnya pasien
menyadari mata kanan nya buram ketika pasien sedang berjalan namun suka menabrak
barang-barang di sekitarnya, selama ini pasien mengandalkan penglihatan mata sebelah
kanan karena mata sebelah kiri sudah tidak bisa digunakan lagi untuk melihat. Selain itu,
pasien mengeluhkan timbulnya rasa nyeri yang sangat hebat pada bagian kepala dan mata

1
pasien. Keluhan nyeri mendadak pada mata, mual/ muntah, melihat seperti halo, sakit kepala
dikatakan pasien tidak pernah dirasakan sebelum maupun saat mata menjadi buram.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala atau pun trauma pada
pasien. Riwayat menggunakan obat- obatan baik yang di minum ataupun di tetes
disangkal. Riwayat operasi mata di sangkal. Pasien juga mengatakan dirinya tidak pernah
menggunakan kacamata. Pasien mengaku pada mata kirinya sudah tidak dapat berfungsi
dengan baik, pasien sudah tidak bisa melihat dengan mata kiri, selama ini pasien hanya
melihat dengan mata kanan.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Di keluarga tidak ada yang memiliki penyakit serupa dengan yang dialami
pasien.dan tidak ada yang memiliki riwayat penakit tertentu.

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital : HR: 78 x/menit
RR: 18 x/menit
Suhu: 36,5 C
TD : 130/90 mmHg
Kepala : Normosefal
Mulut : Rongga mulut dalam batas normal
THT : Dalam batas normal
Toraks : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal

2
Status Ophthalmologis

Keterangan OD OS
1. Visus
Visus Naturalis 1/300 0
Koreksi Tidak ada Tidak ada
Addisi Tidak ada Tidak ada
Distansia Pupil Tidak ada Tidak ada
Kacamata Lama Tidak ada Tidak ada
2. Kedudukan Bola Mata
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. Supersilia
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris
4. Palpebra Superior dan Inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Punctum Lakrimal Tanda radang (-) Tanda radang (-)
Fissura Palpebra Dalam batas normal Dalam batas normal
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. Konjungtiva Superior dan Inferior
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
6. Konjungtiva Bulbi
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi SIliar Tidak ada Tidak ada
Perdarahan Tidak ada Tidak ada
Subkonjungtiva
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosa Tidak ada Tidak ada

3
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. Sklera
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
8. Kornea
Kejernihan Keruh Keruh
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arcus Senilis Tidak ada Tidak ada
Edema (+) (+)
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. Bilik Mata Depan
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Keruh Keruh
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndal Tidak ada Tidak ada
10. Iris
Warna Coklat Coklat
Kripte Jelas Jelas
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
11. Pupil
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks Cahaya (+) Menurun (-)
Langsung
Refleks Cahaya tak (+) Menurun (-)
Langsung
12. Lensa
Kejernihan Jernih Keruh
Letak Sentral Sentral
Tes Shadow Tidak dilakukan Tidak dilakukan
13. Badan Kaca
Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
14. Fundus Occuli
Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4
Rasio Arteri: Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C/D Rasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula Lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. Palpasi
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Occuli - -
Tonometri Schiots 59,1 59,1
16. Kampus Visi
Tes Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan

V RESUME

Pasien datang ke Poliklinik Mata RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan mata
kana penglihatannya buram, keluhan di rasakan selama 1 bulan SMRS, awalnya pasien
menyadari mata kanan nya buram ketika pasien sedang berjalan namun suka menabrak
barang-barang di sekitarnya, selama ini pasien mengandalkan penglihatan mata sebelah
kanan karena mata sebelah kiri sudah tidak bisa digunakan lagi untuk melihat. Selain itu,
pasien mengeluhkan timbulnya rasa nyeri yang sangat hebat pada bagian kepala dan mata
pasien. Keluhan nyeri mendadak pada mata, mual/ muntah, melihat seperti halo, sakit kepala
dikatakan pasien tidak pernah dirasakan sebelum maupun saat mata menjadi buram.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya edema pada kornea, bilik mata depan
dalam, reflek cahaya masih ada sedikit pada mata kanan, namun negatif pada mata kiri.
Humor vitreus keruh, lapang pandang (-) dan peningkatan tekanan bola mata mencapai 59,1
pada mata kanan dan kiri, untuk pemeriksaan CD rasio dengan funduskopi tidak dilakukan.

VI. DIAGNOSIS KERJA

ODS Glaukoma kronis

VII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

-Pemeriksaan Fundus Oculi

5
-Pemeriksaan Gonioskopi

-pemeriksaan Lapang Pandang

VIII. PENATALAKSANAAN

- Cendo-Timol 0,5 2x1 ODS


- Glauseta tab 3x1
- Aspar-K 3x1
- Asam Mefenamat 3x1
- Cendo-Glaopen 1x1 ODS

IX PROGNOSIS

Ad vitam: bonam

Ad fungsionam: malam

Ad sanasionam: dubia ad bonam

6
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi


Mata bekerja seperti shutter sebagai fungsi perlindungan mata terhadap
lingkungan luar. Bola mata berbentuk sferis memiliki tiga lapisan, dari luar terdapat
sklera-kornea, koroid-badan silier-iris, dan retina. Pada bagian dalam mata terdapat
dua kavitas berisi air yang dipisahkan oleh lensa transparan untuk pembiasan cahaya
yang berasal dari kornea ke retina. Kavitas terbesar pada bagian belakang retina
memiliki cairan dengan konsistensi jeli transparan disebut dengan vitreous humor
dengan fungsi mempertahankan bentuk sferis dari bola mata. Kavitas cairan anterior
memiliki konsistensi cair disebut dengan aqueous humor yang memiliki fungsi
pembawa nutrisi untuk kornea dan lensa karena sifatnya yang avascular.1

Gambar 1. Anatomi bola mata


2.1.1 Anatomi sudut kamera okuli anterior dan fisiologi aqueous humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan silier kurang lebih 2.5 mcL/ menit
dan memiliki konsentrasi tekanan osmotic lebih tinggi dari plasma. Aliran
aqueous humor memiliki dua jalur, yaitu jalur konvensional dan jalur non
konvensional.1

8
a. Pada jalur trabecular/ konvensional, setelah diproduksi, 90% humor
memasuki kamera okuli posterior (COP) melewati pupil menuju ke kamera
okuli anterior (COA) sehingga dapat melakukan pertukaran komponen dari
darah ke iris.

Gambar 2. Aliran aqueous humor.

Gambar 3. Sudut kamera okuli anterior


Terdapat struktur anatomi trabecular meshwork yang tersusun dari
kolagen dan jaringan elastis yang berfungsi sebagai penyaring cairan
sebelum masuk ke kanalis schlemm.

b. Pada jalur uveokleral/ non konvesional, humor yang masuk ke kanalis


schlemm akan didrainase ke sinus kavernosus dan cavum suprakoroidal

9
dan menuju ke sistem vena pada badan silier, koroid dan sklera. Jalur
humor lain juga melewati iris namun dalam volume yang sedikit.1

Gambar 4. Jalur aliran aqueous humor


2.2 Glaukoma

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan berkurangnya
lapangan pandang.2
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini disebabkan oleh
bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran cairan
mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil. Pada glaukoma akan terdapat
melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapangan pandang dan kerusakan anatomi
berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.2
Beberapa klasifikasi glaukoma berdasarkan American Academy of Ophthalmology adalah
sebagai berikut: glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup dan childhood glaucoma.3
Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta penduduk Amerika
Serikat terkena glaukoma, dan di antara kasus-kasus tersebut, sekitar 50% tidak terdiagnosis.
Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat glaucoma, termasuk 100.000 penduduk
Amerika, menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di
Amerika Serikat. Ras kulit hitam memiliki risiko yang lebih besar mengalami onset dini,
keterlambatan diagnosis, dan penurunan penglihata yang berat dibadingkan ras kulit putih.

10
Glaukoa sudut tertutup didapatkan pada 10-15% kasus ras kulit putih. Glaukoma sudut
tertutup primer berperan pada lebih dari 90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di China.4
2.3 Epidemiologi

Data Survei Kesehatan Indera yang tercantum pada Riskesdas Kementrian Kesehatan
2015, dari seluruh populasi penduduk di Indonesia, sebanyak 1.5% populasi mengalami
kebutaan dengan penyebab penyakit glaucoma adalah 0.20%. Menurut jenis glaucoma,
glaucoma primer sudut terbuka memiliki prevalensi 0.48%, glaucoma primer sudut tertutup
1.89%, dan glaucoma sekunder 0.16%.5

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi: 6
1. Glaukoma primer:
a. Glaukoma sudut terbuka :
- Glaukoma sudut terbuka kronik, glaukoma sederhana kronik.
- Glaukoma tekanan normal : glaukoma tekanan rendah.
b. Glaukoma sudut tertutup : Akut, Subakut,Kronik, Iris Plateau.
2. Glaukoma kongenital:
a. Glaukoma kongenital primer
b. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain :
- Sindrom pembelahan bilik mata depan: Sindrom Axenfeld, Sindrom Rieger,
Sindrom Peter
- Aniridia
c. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular :
- Sindrom Sturge – Weber
- Sindrom Marfan
- Neurofibromatosis
- Sindrom Lowe
- Rubela kongenital
2. Glaukoma Sekunder :
a. Glaukoma pigmentasi
b. Sindrom eksfoliasi
c. Akibat kelainan lensa ( fakogenik ) :
- Dislokasi
- Intumesensi

11
- Fakolitik
d. Akibat kelainan traktus uvea :
- Uveitis
- Sinekia posterior ( seklusio pupilae )
- Tumor
e. Sindrom iridokorneo endotel ( ICE )
f. Trauma :
- Hifema
- Kontusio / resesi sudut
- Sinekia anterior perifer
g. Pascaoperasi :
- Glaukoma sumbatan siliaris ( glaukoma maligna )
- Sinekia anterior perifer
- Pertumbuhan epitel ke bawah
- Pascabedah tandur kornea
- Pascabedah pelepasan retina
h. Glaukoma neovaskular :
- Diabetes melitus
- Sumbatan vena retina sentralis
- Tumor intraokular
i. Peningkatan tekanan vena episklera :
- Fistula karotis – kavernosa
- Sindrom Sturge – Weber
j. Akibat steroid
3. Glaukoma absolut: hasil akhir semua glaukoma yang tidak dapat terkontrol berupa mata
yang keras, tidak dapat melihat dan sering nyeri.
2.5 Glaukoma kronis
2.5.1 Definisi
Glaucoma sudut terbuka primer sering disebut dengan glaucoma kronis
yang terjadi pada 90% kasus glaucoma, dapat terjadi bilateral, dan apabila
terjadi unilateral akan memiliki karakteristik: terjadi pada dewasa, sudut COA
normal atau terbuka, dan tanpa disertai penyebab sekunder.7

12
2.5.2 Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab utama terjadinya kebutaan ireversibel
setelah degenerasi macula. The Ocular Hypertension Treatment Study (OHTS)
menjelaskan bahwa risiko TIO pada pasien glaucoma kronis adalah 24-31
mmHg tanpa gejala glaucoma dapat terjadi glaucoma dalam 5 tahun.
Glaucoma sudut terbuka primer memiliki prevalensi tinggi pada ras kulit
hitam dibanding kaukasian maupun mongoloid, disebabkan rata-rata ketebalan
kornea yang tipis dibanding ras lain. Dari segi usia, usia diatas 40 tahun
merupakan faktor risiko terbentuknya glaucoma kronis hingga 15%.
Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Indera pada Riskesdas 2015,
sebesar 1.5% penduduk Indonesia menderita kebutaan dikarenakan glaucoma
sebesar 0.20%. Jakarta Urban Eye Health Study tahun 2008 menjelaskan bawa
glaucoma primer sudut terbuka sebesar 0.48% dari penyebab kebutaan. 5,8
2.5.3 Etiologi dan patofisiologi

Etiologi terkuat terjadinya glaucoma sudut terbuka primer adalah


terdapat kerusakan pada akson sel ganglion pada lamina kribrosa di head
nervus optikus yang secara perlahan menurunkan visus. Optic nerve head
(ONH) merupakan bagian dimana sel ganglion retina meninggalkan bola mata
melalui kanal sklera.7,9 Disfungsinya akson sel ini dapat terjadi karena proses
mekanik maupun vasogenik dimana terdapat iskemi dan hipoksia sel saraf.

Menurut definisinya, glaucoma merupakan keadaan neuropati optic


kronis yang menyebabkan penggaungan diskus optikus dan penyempitan
lapang pandang yang terjadi karena faktor peningkatan tekanan intraocular.7,9
Penggaungan diskus optikus
Glaucoma memiliki karakteristik degenerasi progresif dari sel
ganglion retina. Sel ganglion retina merupakan bagian akson dan badan sel
yang merupakan perpanjangan dari neuron sistem saraf pusat. 10 Degenerasi
dari serat saraf ini menyebabkan penggaungan pada diskus optikus
sehingga terjadi penurunan visus. Degenerasi ini terjadi karena tingginya
TIO yang menjadi beban mekanis atau meregankan struktur posterior bola
mata, yaitu lamina kribrosa. Sklera mengalami perforasi pada bagian
lamina dimana serat saraf optic (akson sel ganglion) keluar dari mata.
Lamina merupakan bagian paling rapuh pada dinding mata ketika terdapat

13
tekanan dan regangan sehingga menyebabkan kompresi, deformasi dan
remodeling dari lamina kribrosa.9,10
Penyempitan lapang pandang/ glaucomatous visual field loss
Penyempitan lapang pandang dikarenakan kerusakan sel ganglion
retina yang terjadi karena tidak adekuatnya suplai darah ke area retina.
Ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) atau lapisan serat saraf retina
mempengaruhi lapang pandang, sehingga apabila lapisan serat saraf pada
suatu bagian retina mengalami kerusakan, tentu akan menurunkan
kemampuan area memandang pasien. Cahaya harus melewati sel ganglion
dan lapisan bipolar sebelum mencapai ke sel fotoreseptor kecuali pada
fovea. Pada fovea, sel ganglion dan bipolar tertarik ke samping sehingga
cahaya langsung mengenai sel fotoreseptor, dan memberikan gambaran
visus paling jelas.11 Makula merupakan daerah yang mengelilingi fovea
yang juga memiliki tingkat acuity terbaik karena memiliki konsentrasi sel
kerucut yang tinggi, namun macula masih memiliki lapisan bipolar dan sel
ganglion. Macula memiliki kira-kira 8° luas lapang pandang dari 2% total
area retina. Pada glaucoma terjadi degenerasi pada akson sel ganglion pada
lamina kribrosa. Penyempitan lapang pandang terjadi karena kematian sel
saraf akibat desakan pada lamina kribrosa, sehingga apabila seluruh serat
saraf optikus telah mengalami kerusakan akan terjadi penyempitan lapang
pandang.
Peningkatan tekanan intraocular
Peningkatan TIO bukan berupakan definisi klinis dari glaucoma,
karena glaucoma sudut terbuka primer dapat terjadi pada TIO yang normal
(10-21mmHg), namun peningkatan TIO merupakan faktor risiko penting.
Menurut beberapa penelitian, penyebab terjadinya glaucoma sudut terbuka
primer adalah faktor mutasi genetic yang menyebabkan gangguan pada
trabecular meshwork sehingga terjadi kerusakan maupun kematian sel
trabekular. Sel endotel trabecular mempertahankan struktur trabecular dan
memfasilitasi aliran aqueous humor dari mata dan mencegah debris
menyumbat aliran humor. Penurunan jumlah sel maupun perubahan
struktur trabecular meningkatkan resistensi aliran aqueous dan
meningkatkan TIO yang berujung pada kerusakan nervus optikus.12

14
2.5.4 Gejala klinis
Glaucoma memiliki faktor risiko peningkatan TIO yang ditandai dengan
gejala pandangan buram yang dapat muncul hilang timbul, terihat cincin
berwarna disekitar lampu, nyeri mata dan sakit kepala.13
2.5.5 Diagnosis
a. Anamnesis

Pada glaucoma biasanya didapatkan karakteristik penggaungan diskus


optikus dan penyempitan lapang pandang yang memiliki hubungan dengan
meningkatnya tekanan intraocular (TIO) dan penyempitan lapang pandang.
Glaucoma kronis dapat tidak memiliki gejala, namun penyempitan lapang
pandang dapat terjadi dalam waktu yang lama dan akhirnya menyebabkan
turunnya visus. Glaucoma sudut tertutup kronis bersifat progresif, pasien
biasanya tidak memiliki keluhan atau asimtomatis hingga glaucoma
memberat.

Pada kasus ini didapatkan adanya pasien mengatakan awalnya


pandangan buram pada mata kanan namun perlahan semakin memberat dan
dalam 1 bulan mata kanan tidak dapat melihat namun masih dapat melihat
cahaya. Pasien sebelumnya tidak merasa nyeri pada mata, sakit kepala, pada
pasien juga diketahui kebiasaan pasien yang suka menabrak barang di
sekitarnya hal ini membuktikan adanya penyempitan lapang pandangan yang
dialami oleh pasien.

b. Pemeriksaan Fisik
Tonometri digunakan untuk mengukur tekanan intraocular. TIO
normal adalah 11-21 mmHg dan berfluktuasi sepanjang hari, Pemeriksaan
lapang pandang pada pasien glaucoma dapat menggunakan metode
konfrontasi, layar tangent, amsler grid dan perimeter goldmann maupun
otomatis.Segmen anterior dapat diperiksa menggunakan slit lamp atau senter
dimana akan terdapat temuan terbuka atau tertutupnya sudut COA, patologi
kornea, hingga penyebab sekunder terjadi peningkatan TIO. Ppada pasien
didapatkan adanya peningkatan TIO sebesar 59.1 mmHg, dan setelah disenter
didapatkan COA dalam.

15
c. Pemeriksaan Penunjang
-Tonometri 
Tonometri diperlukan  untuk memeriksa tekanan intraokuler.  Ada 3 macam
tonometri, yaitu:
 Digital
Merupakan  teknik  yang  paling  mudah  dan  murah
karena  tidak memerlukan alat. Caranya dengan melakukan
palpasi pada kelopak mata atas, lalu membandingkan  tahanan
kedua  bola  mata  terhadap  tekanan  jari.  Hasil pemeriksaan
ini diinterpretasikan sebagai T.N yang berarti tekanan normal,
T n+1 untuk tekanan yang agak tinggi, dan T n-1 untuk tekanan
yang agak rendah. Tingkat ketelitian teknik ini dianggap paling
rendah karena penilaian dan interpretasinya bersifat subjektif.

 Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz ini bentuknya sederhana, mudah
dibawa, gampang digunakan dan harganya murah. Pasien tidur
terlentang tanpa menggunakan bantal, dan diberi anestesi local
(pantokain) pada kedua mata. Dengan pasien menatap lurus ke
depan, kelopak mata ditahan agar tetap terbuka dengan menarik
kulit palpebra dengan hati-hati pada tepian orbita. Tonometer
diturunkan oleh tangan lainnya sampai ujung cekung laras
menyentuh kornea. Dengan gaya yang ditetapkan dengan beban
terpasang, tonjolan plunger berujung tumpul menekan pada

16
kornea dan sedikit melekukkan pusat kornea. Tahanan kornea,
yang sebanding dengan tekanan inraokuler, akan mendesak
plunger ke atas. Sewaktu bergeser ke atas didalam selongsong,
plunger menggeser jarum penunjuk skala. Makin tinggi tekanan
intraokuler, makin besar tahanan kornea terhadap indentasi,
makin tinggi pula geseran plunger ke atas, sehingga makin jauh
menggeser jarum penunjuk skala. Pembacaan skala disesuaikan
dengan kalibrasi dari Zeiger-Ausschlag Scale yang
diterjemahkan ke dalam tekanan intraokuler.
 Tonometer aplanasi Goldmann
Alat ini cukup mahal dan tidak praktis, selain itu
memerlukan slitlamp yang juga mahal. Dengan alat ini,
kekakuan sclera dapat diabaikan sehingga hasil yang
didapatkan menjadi lebih akurat. Setelah anestesi lokal dan
pemberian flourescein, pasien duduk di depan slitlamp dan
tonometer disiapkan. Agar dapat melihat flourescein, dipakai
filter cobalt blue dengan penyinaran paling terang. Setelah
memasang tonometer didepan kornea, pemeriksa melihat
melalui slitlamp okuler saat ujungnya berkontak dengan
kornea. Sebuah percounter balance yang dikendalikan dengan
tangan mengubah-ubah beban yang diberikan pada ujung
tonometer. Setelah berkontak, ujung tonometer meratakan
bagian tengah kornea dan menghasilkan garis flourescein
melingkar tipis. Sebuah prisma di ujung visual memecah
lingkaran ini menjadi dua setengah lingkaran yang tampak
hijau melalui okuler slitlamp. Beban tonometer diatur secara
man ual sampai kedua setengah lingkaran tersebut tepat
bertumpuk.

17
- Gonioskopi
Sudut COA dapat diukur dengan senter maupun slit lamp,
namun gonioskopi merupakan pengukur terbaik kedalaman COA.
Gonioskopi memberikan visualisasi penuh dari trabecular meshwork,
spur sklera dan processus iris. Gonioskopi juga dapat melihat garis
Schwalbe apabila sudut COA terbuka, apabila garis Schwalbe tidak
terlihat maka mengindikasikan sudut COA tertutup.

Gambar 5. Pemeriksaan gonioskopi14

- Pemeriksaan diskus optikus


Diskus optikus merupakan bagian yang dapat terlihat dari ONH atau optic
nerve head, ukuran kanal sklera menentukan ukuran diskus optikus. Diskus
optikus yang normal memiliki sedikit cekungan ditengahnya. Tanda awal
glaucoma adalah penipisan lapisan serat saraf retina disekitar diskus
optikus. Atrofi optic glaukomatosa menunjukkan gambaran pembesaran
gaung dari diskus optikus dan warna yang lebih pucat disekitar
penggaungan. CD ratio memiliki ukuran rata-rata 0.4 dan bervariasi mulai
dari 0.0 – 0.9. Pada pemeriksaan dengan hasil pengukuran CD ratio lebih

18
dari sama dengan 0.8 dianggap sebagai tanda glaukomatosa optic
neuropati.15
2.5.6 Tatalaksana
a. Medikamentosa16
Terapi medika mentosa erupakan lini pertama untuk pengobatan
glaukoma. Prinsip utama yang harus dilakkan adlah turunkan TIO, Dan
pertahankan TIO. Untuk menurunkan TIO maka digunakan obat-obat
yang mampu menghambat produksi humor aqueous, meningkatkan
drainase humor aqueous pada trabekula dan uvoskleral. 16
 Beta –blocker
o Timolol maleate 0,25-0,50%, 1-2 kali tetes sehari 
menghambat produksi humor aquos
 Miotik :
o Pilokarpin 2-4%, 3-6 kali 1 tetes sehari  meningkatkan
pengeluaran Humor Aquous
o Eserin ¼-1 %, 3-6 kali 1 tetes sehari  meningkatkan
pengeluaran air mata –outflow
 Carbonic anhidrase inhibitor
o Asetazolamid 250 mg, 4 x 1 tablet (menghambat produksi
humor aquos)
Pasien harus diberikan edukasi untuk memahami bahwa
pengobatan glaucoma adalah suatu proses seumur hidup dan bahwa
penilaian ulang secara teratur oleh dokter spesalis mata. Dan menjaga agar
tidak terjadi block pupil.
b. Pembedahan 6
Trabekuloplasti dilakukan apabila medikasi topical gagal
menurunkan TIO, terdapat efek samping obat atau pasien kesulitan
menjalankan pengobatan. Pembedahan merupakan lini ketiga ketika
medikamentosa dan trabekuloplasti tidak memberikan hasil optimal
dalam menurunkan TIO.

Jenis- jenis pembedahan :


-Laser Trabeculoplasty 

19
Dilakukan  pada  glaucoma sudut terbuka. Sinar laser
(biasanya argon)  ditembakkan  ke  anyaman trabekula  sehingga
sebagian anyaman  mengkerut.  Kerutan  ini dapat mempermudah
aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa kasus,terapi
medikamentosa  tetapdiperlukan.  Tingkat  keberhasilan dengan
argon laser trabeculoplasty mencapai  75%.  Karena  adanya proses
penyembuhan  luka  maka kerutan ini hanya akan bertahan selama 2
tahun.
- Pembedahan Filtrasi
Indikasi: Pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut
sudah berlangsung lama atau penderita sudah masuk stadium
glaukoma kongestif kronik.
 Trepanasi Elliot: sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm dibuat
di daerah kornea-skleral, kemudian ditutup oleh konjungtiva
dengan tujuan agar aquoeus mengalir langsung dari bilik mata
depan ke ruang subkonjungtiva.
 Sklerektomi Scheie : kornea-skleral dikauterisasi agar luka
tidak menutup kembali dengan sempurna, dengan tujuan agar
aquoeus mengalir langsung dari bilik mata depan ke ruang
subkonjungtiva.
 Trabekulektomi yaitu dengan mengangkat trabekulum sehingga
terbentuk celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam
kanal Schlemm.
Setelah kondisi pasien sudah stabil, bisa dilakukan
pemeriksaan gonioskopi. Tujuannya untuk mengetahui sudut
terbuka atau tertutup. Bila sudut tertutup bisa diberikan obat
kembali (obat diberiksan seumur hidup) atau bila pasien menolak
untuk mengkonsumsi obat bisa dilakukan trabekulektomi. Pada
pasien dengan sudut yang terbuka, bisa dilakukan iridektomi.
(kuratif,prefentif).

2.5.7 Prognosis
Glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total apabila tidak diobati
dengan baik. Apabila obat tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan

20
intraokular pada mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas,
prognosis akan baik. Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar
pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Atiyatul A. Penalataksanaan Glaukoma Akut. Repository FK Universitas Sumatera


Utara. 2018

2. Ilyas S. Glaukoma. Dalam : Ilyas S, Editor. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta :
Balai penerbit FKUI; 2008. Hal. 212-17.
3. The Eye M.D. Association. Glaucoma. In: Basic and Clinical Science Course
American Academy of Ophthalmology. Section 10. Singapore : LEO; 2008.
4. Vaughan D, Eva PR. Glaukoma. Dalam : Suyono YJ, Editor. Oftalmologi Umum.
Edisi 14. Jakarta: Widya Medika; 2000. Hal. 220-39.
5. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. InfoDATIN situasi dan analisis
glaucoma. Kementrian Kesehatan RI. 2015

6. Vaughan & Asbury, Eva PR.. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta:EGC; 2014. Hal.
212-13.
7. Yumori JW, Cadogan MP. Primary Open-Angle Glaucoma. SLACK Incorporated.
2011
8. Biggerstaff KS. Primary Open-Angle Glaucoma (POAG). Medscape ophthalmology.
2019
9. Vaughan, Asbury. General ophthalmology. Anatomi dan embriologi mata: Glaukoma.
19th ed. 2018

10. Weinreb RN, Aung T, Medeiros FA. The pathophysiology and treatment of
glaucoma: a review. JAMA 2014:311(18)
11. Chan KK, Tang F, Tham CCY, Young A, Cheung CY. Retinal vasculature in
glaucoma: a review. BMJ Open Ophth. 2017:1).

12. Kwon YH, Fingert JH, Kuehn MH, Alward WLM. Primary open-angle glaucoma:
mechanisms of disease review article. The New England Journal of Medicine.
2009:36(11)

21
13. Asia-Pacific Glaucoma Society. Asia-Pacific Glaucoma Guidelines. Kugler
Publication. 2016

14. Guyton AC, Hall JE. Fluid System of the Eye. In: Textbook of Medical Physiology.
11th Ed. Pennyslvania: Elsevier Inc; 2006. p 623-25.
15. Turgut B. pearls for correct assessment of optic disc at glaucoma diagnosis. US
Ophthalmic review. 2017;10(2)

16. Lang GK. Glaukoma. In : Ophtalmology : A Pocket Textbook Atlasy. Germany :


Georg Thieme Verlag; 2007. p 239-71.

22

Anda mungkin juga menyukai