Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH 1

Trombositosis pada Kanker Kolorektal

Oleh :

Hariyanto Wibowo Ramme

Pembimbing

dr. Erwin Syarifuddin, SpB, Subsp. BD(K)

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2024

BAB I
PENDAHULUAN

Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum
tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomi dan industri berkembang, angka kejadian
keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga
kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat.
Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus
kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki
peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari
berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati
angka 1,8 per 100.000 penduduk.
Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang
ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk,
terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan
Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di
Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita;
banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan
pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang
ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang
berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon
rektosigmoid.
Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid. Keluhan
pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari
lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic
anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat
berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.
Jenis kanker yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak
98%, sedangkan lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%) dan
sarkoma (0,3%).
Kanker kolorektal adalah suatu keganasan yang terjadi pada usus besar hingga ke
anus, umumnya berkisar 42.000 diagnosis baru setiap tahunnya yang terjadi di Inggris. Hasil
ini sangat meningkat dan secara signifikan berada di urutan kedua setelah kanker payudara .
Diagnosis awal mengarah terhadap kriteria rujukan yang lebih luas untuk CRC pada tahun
2015 dengan risiko CRC > 3% . Kanker kolorektal (CRC) adalah penyakit heterogen yang
menunjukkan hasil yang bervariasi . Upaya terbaru untuk yang dapat dibuktikan dari suatu
penelitian adalah dari profil ekspresi gen yang komprehensif menyebabkan identifikasi empat
subtype molekuler konsensus utama, masing-masing dari empat kelompok dalam klasifikasi
CMS memisahkan dalam kelompok biologis yang didefinisikan oleh gen set enrichmen
analyses . CMS1 didefiniskan oleh infiltrate kekebalan yang tinggi dan ekspresi yang
diregulasi oleh sistem kekebalan tubuh. Diketahui bahwa kadar trombosit berperan penting
alami pada kanker, dari pertumbuhan tumor hingga penyebaran kanker. Trombositosis
dikaitkan dengan peningkatan insiden beberapa kanker. Selain itu, trombositosis dikaitkan
dengan kelangsungan hidup spesifik kanker yang buruk. Interaksi kompleks antara sel tumor
dan trombosit yang bersirkulasi berperan penting dalam pertumbuhan dan penyebaran
kanker, dan semakin banyak bukti yang mendukung peran resptor trombosit fisiologis dan
agonis trombosit dalam metastasis kanker dan angiogenesis. Sejak Armand Trousseau
menjelaskan hubungan antara kanker dan pembekuan darah abnormal pada tahun 1865,
banyak penelitian menunjukkan bahwa trombosit berkontribusi terhadap trombosis terkait
kanker dan mempengaruhi hasil pengobatan kanker. Sel kanker dapat mengaktifkan
trombosit dan menyebabkan agregasinya dalam sirkulasi, sementara trombosit membantu
menjaga integritas pembuluh darah tumor dan berpartisipasi dalam berbagai langkah
metastasis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Histologi


Usus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon
descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus. Mukosa usus besar terdiri dari epitel
selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet, pada lapisan
submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan sebelah luar
longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli. Lapisan serosa
membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang disebut appendices
epiploicae. Di dalam mukosa dan submukosa banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat lipatan-
lipatan yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan lapisan submukosa ikut
pula lapisan otot sirkuler. Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra
coli, yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak
haustra in vivo dapat berpindah pindah atau menghilang.
Vaskularisasi kolon oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior dan arteri
mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang memberi cabang-
cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal arteri adalah arteri
ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae.
Hanya arteri colica sinistra dan arteri sigmoideum yang merupakan cabang dari arteri
mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica superior. Pada umumnya
pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri sigmoidae yang
terdapat didalam mesocolon transversum dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra
membentuk pangkal yang sama dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica.
Pembuluh darah vena mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica
superior dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe
mengalir menuju ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica media, nn. colica sinistra dan
nn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus intestinalis.
Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum pada fossa iliaca
dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal abdomen sebelah kanan, terletak di
sebelah ventral ren dextra, hanya bagian ventral ditutup peritoneum visceral. Jadi letak colon
ascendens ini retroperitoneal, kadang kadang dinding dorsalnya langsung melekat pada
dinding dorsal abdomen yang ditempati muskulus quadratus lumborum dan ren dextra.
Arterialisasi colon ascendens dari cabang arteri ileocolic dan arteri colic dextra yang berasal
dari arteri mesentrica superior.
Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra sampai
flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum dan pankreas di
sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih tinggi
daripada yang dextra yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam sudutnya dan
kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan facies visceralis hepar (lobus
dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya. Arterialisasi colon transversum
didapat dari arteri colica media yang berasal dari arteri mesenterica superior pada 2/3
proksimal, sedangkan 1/3 distal dari colon transversum mendapat arterialisasi dari arteri
colica sinistra yang berasal dari arteri mesenterica inferior.

Gambar 1. Arteri Mesenterica Superior

Mesokolon transversum adalah duplikatur peritoneum yang memfiksasi colon


transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal. Pangkal mesokolon transversa disebut
radix mesokolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli dextra.
Lapisan cranial mesokolon transversa ini melekat pada omentum majus dan disebut
ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal melekat pada pankreas dan
duodenum, didalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan syaraf. Karena panjang dari
mesokolon transversum inilah yang menyebabkan letak dari colon transversum sangat
bervariasi, dan kadangkala mencapai pelvis.
Gambar 2.Arteri Mesenterica Inferior

Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra sampai
fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena hanya
dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak pada muskulus quadratus lumborum
dan erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri
colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica
inferior.
Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya intraperitoneal,
dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix mesosigmoid mempunyai perlekatan yang
variabel pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang tergantung
isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam cavum pelvis
melalui aditus pelvis, bila kosong lebih pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan
dan akhirnya ke dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding
mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat dari cabang-
cabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri mesenterica
inferior. Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis
superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang
bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena haemorrhoidalis
superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi terdapat hubungan antara vena
parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang penting bila terjadi
pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga mengganggu
aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk huruf V dan
ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri iliaca communis sinistra
menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki huruf V ini terdapat reccessus
intersigmoideus.

II.2 Epidemiologi
Di dunia, kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan
mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal dengan
tingkat mortalitas lebih dari 50%. Ada 9,5 % pria penderita kanker terkena kanker kolorektal,
sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah penderita kanker.
Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia baru;
sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika Selatan dan Arab Israel. Di
Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada
pria dan wanita pada tingkat insidensi dan mortalitas.
Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk. Namun,
hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari perawatan di Rumah Sakit. Kanker
kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data yang
dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan salah
satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita. Insidensi kanker
kolorektal pada pria sebanding dengan wanita dan lebih banyak terjadi pada usia produktif.
Hal ini berbanding terbalik dengan data yang diperoleh di negara barat dimana banyak terjadi
pada usia lanjut. Perbandingan insidensi laki-laki dan perempuan adalah 3 berbanding 1 dan
kurang dari 50% kanker kolon dan rektum ditemukan di rektosigmoid.
Gambar 3. Insiden Kanker di Indonesia

II.3 Etiologi
Penyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan lingkungan :
 Sindroma kanker familial
Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan kolorektal.
Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal disebabkan oleh faktor ini.
Tabel 1. Sindroma kanker familial
TABLE 1 Hereditary Colorectal Cancer (CRC) Syndromes
% of
total Genetic Extracolonic
Syndrome Phenotype Treatment Notes
CRC basis manifestations
burden
Familial <1% Mutasi <100 CHRPE, TPC with Variants
adenomatous pada gen adenomatous osteomas, end- include Turcot
polyposis suppressor polyp; near epidermal cysts, ileostomy or (CNS tumors)
(FAP) tumor 100% with periampullary IPAA or and Gardener
APC CRC by age neoplasms TAC with (desmoids)
(5q21) 40 yr IRA and syndromes
lifelong
surveillance
Hereditary 5%–7% Defective Polyps At risk for Genetic High
nonpolyposis mismatch sedikit, uterine, ovarian, counseling; microsatellite
colorectal repair: predominant small intestinal, consider instability
cancer MSH2 and ly right- pancreatic prophylactic (MSI-H)
(HNPCC) MLH1 sided CRC, malignancies resections, tumors, better
(90%), 80% lifetime including prognosis than
MSH6 risk of CRC TAH/BSO sporadic CRC
(10%)
Peutz- <1% Kehilanga Hamartomas Mucocutaneous Surveillance Majority
Jeghers (PJS) n tumor throughout pigmentation, EGD and present with
suppressor GI tract risk for colonoscopy SBO due to
gene pancreatic q3 yr; resect intussuscepting
LKB1/STK cancer polyps >1.5 polyp
11 (19p13) cm
Familial <1% Mutasi Hamartomas Gastric, Genetic Presents with
juvenile SMAD4/D throughout duodenal and counseling; rectal bleeding
polyposis PC GI tract; >3 pancreatic consider or diarrhea
(FJP) (18q21) juvenile neoplasms; prophylactic
polyps; 15% pulmonary TAC with
with CRC by AVMs IRA for
age 35 yr diffuse
disease
AVM, arteriovenous malformation; CHRPE, congenital hypertrophy of retinal pigmented epithelium; CNS, central
nervous system; EGD, esophagogastroduodenoscopy; GI, gastrointestinal; IPAA, ileal pouch-anal anastomosis; IRA,
ileal-rectal anastomosis; TAC, total abdominal colectomy; TAH/BSO, total abdominal hysterectomy and bilateral
salpingo-oophorectomy; TPC, total proctocolectomy.

 Kasus sporadik
Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari seluruh keganasan
kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat diidentifikasi, namun
kekerabatan tingkat pertama dari pasien kanker kolorektal memiliki peningkatan
resiko 3-9 x untuk dapat terkena kanker.
 Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi lemak
jenuh meningkatkan resiko. Diet tinggi serat dapat menurunkan resiko terkena kanker.

Staging tumor menurut TNM


Prognosis dari pasien dari pasien kanker kolorektal berhubungan dengan dalamnya
penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening regional atau metastasis
jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang awalnya
diperhatikan oleh Dukes.
Dan diaplikasi dalam metode klasifikasi TNM dalam hal ini, T menunjukkan
kedalaman penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan kelenjar getah bening dan M ada
tidaknya metastase jauh.
Lesi superfisial yang tidak mencapai lapisan muskularis atau kelenjar getah bening
(KGB) dianggap sebagai stadium A (T1N0M0). Bila tumor yang masuk lebih dalam namun
tidak menyebar ke KGB dikelompokkan sebagai stadium B1 (T 2N0M0). Bila tumor terbatas
sampai lapisan muskularis disebut stadium B2 (T3N0M0). Bila tumor menginfiltrasi serosa
dan KGB disebut stadium C (TXN1M0), bila terdapat status anak sebar di hati, paru, atau
tulang mempertegas stadium D (TXNXM1). Bila status metastasis belum dapat dipastikan
maka sulit menentukan stadium. Oleh karena itu, pemeriksaan mikroskopik terhadap
spesimen bedah sangat penting dalam menentukan stadium. Umumnya rekurensi kanker
kolorektal terjadi dalam 4 tahun setelah pembedahan sehingga harapan hidup rata-rata 5
tahun dapat menjadi indikator kesembuhan. Indikator buruknya prognosis prognosis kanker
kolorektal setelah menjalani operasi.
Kanker kolorektal umumnya menyebar ke kelenjar getah bening regional atau ke hati
melalui sirkulasi vena portal. Hati merupakan organ yang paling sering mendapat anak sebar
kelenjar getah bening. Sepertiga kasus kanker kolorektal yang rekuren disertai metastase ke
hati dan duapertiga pasien kanker kolorektal ditemukan metastase ke hati pada waktu
meninggal. Kanker kolorektal jarang bermetastasis ke paru. KGB superklavikula tulang atau
otak tanpa ditemukan anak sebar di hati terlebih dahulu. Pengecualian terjadi bilamana tumor
dapat terletak di distal rektum, sel tumor dapat menyebar melalui pleksus vena paravertebra
kemudian dapat mencapai paru atau KGB superklavikula tanpa melalui sistem vena porta.
Rata-rata harapan hidup setelah ditemukan metastase berkisar 6 – 9 bulan (hepatomegali dan
gangguan pada hati) atau 20-30 bulan (nodul kecil di hati yang ditandai oleh peningkatan
CEA dan gambaran CT-scan).

 T – Tumor primer
 Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai
 T0: Tidak ada tumor primer
 Tis: Karsinoma insitu, invasi lamina propia atau intraepitelial
 T1: Invasi tumor di lapisan sub-mukosa
 T2: Invasi tumor di lapisan otot propria
 T3: Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke perikolik
yang tidak dilapisi peritoneum atau perirektal
 T4: Invasi tumor terhadap organ/struktur sekitarnya dan/atau peritoneum
viseral.

Gambar 9. Gambaran kedalaman tumor

 N – Kelenjar limfe regional


 Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai
 N0: Tidak didapatkan kelenjar limfe regional
 N1: Metastase di 1 – 3 kelenjar limfe perikolik atau perirektal
 N2: Metastase di 4 atau lebih kelenjar limfe perikolik atau perirektal
 N3: Metastase pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah dan atau pada
kelenjar apikal (bila diberi tanda oleh ahli bedah).
 M – Metastase jauh
 Mx: Metastase jauh tidak dapat dinilai
 M0: Tidak ada metastase jauh
 M1: Terdapat metastase jauh

Tabel 3. Stadium dan Prognosis Karsinoma Kolorektal


Stadium Deskripsi Bertahan 5
Dukes TNM Derajat histopatologis tahun (%)

A T1N0M0 I Kanker terbatas >90


pada
mukosa/submukosa
B1 T2N0M0 I Kanker mencapai 85
muskularis
B1 T3N0M0 II Kanker cenderung 70-80
masuk atau
melewati lapisan
serosa
C TxN1M0 III Metastasis 35-65
D TxNxM1 IV 5

II.4. Trombosit
Trombosit adalah sel darah berinti kecil (2-4 μm) yang dilepaskan dari megakariosit
sumsum tulang dengan jumlah normal berkisar antara 150x10 9/L hingga 350x109/L dalam
aliran darah. Mereka tidak hanya memainkan peran penting dalam hemostasis dan
pembentukan trombosis tetapi juga memodulasi respon inflamasi melalui interaksi dengan
granulosit dan patogen. Secara umum diterima bahwa tumor berperilaku seperti luka kronis
atau tidak dapat disembuhkan dan memicu peradangan. Sebagai respon pertama selama
peradangan kronis dan perkembangan kanker, trombosit memiliki keunggulan seperti
ukurannya yang kecil, jumlah yang besar dalam aliran darah dan sifat biofasik yang
serbaguna termasuk adhesi, agregasi, dan migrasi yang efisien. Trombosit yang teraktivasi
dapat berubah bentuk dan melepaskan butiran α, butiran padat, atau butiran lisosom sebagai
respon terhadap rangsangan yang berbeda. Butiran ini mengandung sitokin atau molekul
dengan fungsi berbeda.
Trombosit merupakan komponen darah pertama yang mengatasi kerusakan pembuluh
darah, tetapi trombosit juga berperan penting pada progresivitas dan metastasis kanker. Saat
sel kanker terlepas dari tumor primer dan masuk ke sirkulasi darah, trombosit adalah sel
pertama yang memberikan respon imunologi, namun sel kanker memiliki kemampuan untuk
menghindari sistem imun alamiah dan justru menjadikan trombosit sebagai penopang
kehidupannya. Proses metastasis kanker menimbulkan lesi pada sel. Akibatnya, akan terjadi
peningkatan dan penarikan trombosit ke daerah lesi untuk membentuk trombus. Selanjutnya,
penumpukan trombus memicu sel kanker membentuk jaringan vaskuler baru.

II.5 Produksi Trombosit akibat sel kanker


Sel kanker dapat menginduksi produksi trombosit. Penelitian awal menunjukan bahwa
ekspresi berlebih dari interleukin 1β (IL-1β) dan interleukin-6 (IL-6) pada penyakit ganas
berhubungan dengan trombositosis. Dalam penelitian selanjutnya, trombositosis ditemukan
disebabkan oleh IL-6 pada tumor penghasil Granulosit-Colony-Stimulasi Factor (G-CSF) dan
oleh kedua granulosit-CSF dan IL-6 pada Granulosit Macrophage-Colony-Stimulasi-Factor
(GM-Tumor penghasil CSF. Penelitian telah menunjukan bahwa tumor mampu menghasilkan
trombopoietin (TPO) dan IL-6. TPO adalah pengatur utama diferensiasi progenitor
megakariosit dan produksi trombosit, sedangkan trombopoiesis yang diinduksi IL-6
bergantung pada TPO. Pada tikus yang mengandung tumor, pengobatan dengan antibodi IL-6
membatalkan trombositosis dan menambah kemanjuran terapi paclitaxel. Penghentian IL-6
menurunkan jumlah trombosit dan mengurangi beban tumor pada model kanker terkait
kolitis.

II.6 Aktivasi Trombosit akibat sel kanker


Di dalam aliran darah, sel kanker menganggu lingkungan mikro di sekitarnya dan
menginduksi respons trombosit yang tidak normal melalui kontak langsung dengan sel atau
dengan melepaskan berbagai mediator. Mediator tersebut termasuk ADP, Tromboksan A2
(TXA2), faktor jaringan TF, trombin dan matriks metalloproteinase (MMPs). Selain itu, sel-
sel kanker dapat secara langsung memfasilitasi sekresi butiran padat trombosit, yang
diperlukan untuk agregasi trombosit yang diinduksi oleh sel kanker. Sebagai catatan, sitokin
inflamasi seperti TNFα, IL-6, dan IL-8 serta agonis trombosit seperti trombin dan ADP
dalam lingkungan mikro tumor dapat mendorong autofagi trombosit dan kemudian
mengaktifkan trombosit, yang menyebabkan trombosis dan metastasis kanker.
Tingkat ekspresi TF meningkat pada banyak jenis kanker, yang sangat terkait dengan
tingginya insiden kejadian trombotik. TF pada permukaan sel kanker dan mikropartikel yang
berasal dari tumor dapat memicu kaskade koagulasi ekstrinsik dan aktivasi trombosit. Selain
itu, sel kanker dapat menginduksi agregasi trombosit dan trombus dengan berikatan langsung
melalui podoplanin permukaan sel (PDPN) dengan reseptor lektin tipe C tipe 2 (CLEC-2)
pada trombosit.

II.7 Trombositosis pada kasus kanker


Dari data klinis, banyak pasien kanker yang dilaporkan memiliki jumlah trombosit
yang tinggi. Secara umum, trombositosis didefinisikan sebagai jumlah trombosit lebih dari
400x1009 L. Frekuensi trombositosis sebelum pengobatan bervariasi menurut jenis kanker,
4.0% hingga 21% pada pasien kanker lambung, 9.8% hingga 13.2% pada pasien kanker
kolorektal, dan 3.7% hingga 18.2% pada kanker payudara. Peningkatan jumlah trombosit
biasanya menunjukkan prognosis yang lebih buruk dan kelangsungan hidup yang lebih
pendek pada pasien dengan penyakit ganas.
Zhou, dkk, menyelidiki 6754 pasien kanker ovarium dan menemukan bahwa
peningkatan jumlah trombosit sebelum pengobatan menunjukan hasil kelangsungan hidup
yang buruk dan parameter klinikopatologis yang tidak menguntungkan. Pada kanker
lambung, pasien dengan trombositosis memiliki kelangsungan hidup yang lebih buruk secara
keseluruhan dan kekambuhan yang lebih tinggi. Trombositosis secara signifikan berhubungan
dengan metastasis kanker. Untuk pasien ovarium dengan trombosis sebelum operasi, obat
antikoagulan digunakan untuk menghambat pembentukan trombosis dan metastasis kanker.
Data terbaru dari pasien yang telah menjalani histerektomi radikal dan limfadenektomi
panggul menunjukkan bahwa trombositosis dapat menjadi salah satu prediktor metastasis
limfatik panggul pada tahap awal kanker serviks squamosa. Selain itu, jumlah trombosit
berkorelasi dengan invasi tumor dan metastasis jauh pada kanker lambung, kanker kolorektal,
dan keganasan paru. Dengan demikian, trombosit tampaknya berpartisipasi aktif dalam
penyebaran kanker, yang mungkin menjadi alasan utama prognosis buruk pada pasien kanker
dengan trombositosis.

II.8 Trombositosis pada kanker kolorektal (CRC)


Penelitian Zhu dkk di Cina tahun 2018 menunjukkan adanya peningkatan jumlah
trombosit pada kanker kolorektal dibanding adenoma kolorektal. Namun, pada penelitian
Zhang dkk didapatkan bahwa peningkatan jumlah trombosit tidak berhubungan dengan
overall survival (OS) penderita kanker kolorektal. Pada penelitian Josa dkk di Hungaria tahun
2015 didapatkan peningkatan jumlah trombosit setelah operasi kanker kolorektal
berhubungan dengan prognosis yang jelek.
Penelitian Liu dkk tahun 2019 di Cina didapatkan bahwa mean platelet volume
(MPV) dan platelet distribution width (PDW) merupakan prediktor independen OS pasien
kanker kolorektal stadium II dan III. Penelitian Li dkk di Cina tahun 2019 meneliti PDW
pada pasien kanker kolorektal yang metastasis hepar dan didapatkan hasil PDW lebih rendah
pada pasien kanker kolorektal metastasis dibandingkan nonmetastasis. Barth dkk tahun 2018
meneliti pasien kanker kolorektal stadium II,III dan IV yang mendapat kemoterapi adjuvan
atau paliatif, didapatkan hasil MPV yang rendah tidak berhubungan dengan OS yang lebih
pendek dan kadar MPV yang rendah tidak dapat memprediksi RFS (recurrence free survival)
yang lebih pendek. Berdasarkan beberapa penelitian di atas yakni adanya hasil penelitian
yang beragam mengenai indeks trombosit pada kanker kolorektal, maka perlu dilakukan
penelitian mengenai perbedaan indeks trombosit antara pasien kanker kolorektal
nonmetastasis dan metastasis sehingga dapat memprediksi progresivitas kanker dan resiko
metastasis yang mempengaruhi prognosis pasien kanker kolorektal di RSMH Palembang.

Hasil menunjukkan bahwa prevalensi kanker kolorektal nonmetastasis lebih banyak


pada jenis kelamin perempuan (60%) sedangkan prevalensi kanker kolorektal metastasis
lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki (55%). Namun secara keseluruhan dari 40 orang
pasien, jenis kelamin perempuan (52,5%) lebih banyak dibanding laki-laki (47,5%). Hasil
penelitian ini mirip dengan penelitian Setyorini dkk bahwa kanker kolorektal lebih banyak
pada perempuan (57,9%). Berbeda dengan penelitian Li di Cina dari 128 pasien kanker
kolorektal yang diteliti terdapat 79 orang (61,7%) jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibanding jenis kelamin perempuan.

Perbedaan indeks trombosit antara pasien kanker kolorektal nonmetastasis dan


metastasis. Jumlah trombosit pada pasien kanker kolorektal metastasis lebih tinggi daripada
pasien kanker kolorektal nonmetastasis. Kadar PDW dan MPW pada pasien kanker
kolorektal metastasis lebih rendah daripada pasien kanker kolorektal nonmetastasis.
Penelitian ini hanya melihat perbedaan indeks trombosit (jumlah trombosit, kadar PDW dan
MPW) pada kanker kolorektal dan belum menghitung nilai indeks trombosit untuk menilai
risiko metasatase pada kanker kolorektal. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk menetapkan nilai indeks trombosit dalam menghitung peluang terjadi metastase pada
kanker kolorektal.
BAB III
KESIMPULAN

Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian kedua setelah keganasan di


paru-paru di USA. diperkirakan pada tahun 2008 ditemukan 150.000 kasus baru dan 60.000
diantaranya meninggal karena karsinoma kolorektal. Tingginya angka kematian tersebut
menyebabkan berbagai upaya untuk menguranginya, salah satunya dengan kebijakan deteksi
dini atau skrining terhadap kelompok berisiko yang asimptomatis. Sebagian besar dari
modalitas skrining yang dimaksud adalah radiologic imaging: Flexible Sigmoidoscopy (FS),
Colonoscopy, Double Contrast Barium Enema dan CT Colonography (CTC). Pemilihan
modalitas skrining tersebut tergantung pada kondisi pasien, teknologi yang dimiliki, resiko
dan keuntungan modalitas terhadap pasien, serta kemampuan operator. Penanganan
karsinoma kolorektal membutuhkan kecermatan pemeriksaan preoperatif untuk dapat
memutuskan modalitas terapi baik pembedahan, kemoterapi maupun radioterapi. Penanganan
postoperatif dan follow-up sangat tergantung pada pemeriksaan dan penanganan yang dapat
dilakukan sebelumnya. Hal ini sangat ditentukan oleh staging karsinoma, yang salah satunya
dapat ditentukan oleh imaging seperti ultrasonografi, CT Scan, maupun MRI. Pada
prinsipnya, semakin dini diagnosis karsinoma kolorektal, semakin baik prognosisnya karena
penanganannya dapat dengan pembedahan kuratif.

Terdapat perbedaan indeks trombosit antara pasien kanker kolorektal nonmetastasis


dan metastasis. Jumlah trombosit pada pasien kanker kolorektal metastasis lebih tinggi
daripada pasien kanker kolorektal nonmetastasis. Kadar PDW dan MPW pada pasien kanker
kolorektal metastasis lebih rendah daripada pasien kanker kolorektal nonmetastasis.
Penelitian ini hanya melihat perbedaan indeks trombosit (jumlah trombosit, kadar PDW dan
MPW) pada kanker kolorektal dan belum menghitung nilai indeks trombosit untuk menilai
risiko metasatase pada kanker kolorektal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2018. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum. Dalam
Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-53.

2. Zinner, Schwartz, Ellis. 2021. Rectal Cancer. In Maingots’s Abdominal operation. 10 th


edition. 2021. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99
3. U.S. Cancer Statistics Working Group. United States Cancer Statistics: 2019. Incidence
and Mortality Report. Atlanta: U.S. Department of Health and Human Services, Centers
for Disease Control and Prevention and National Cancer Institute; 2019. Available at:
www.cdc.gov/cancer/nper/uscs/ Accessed June 27, 2019.
4. Marshall JL, Haller DG, Gramont Ad, Hochter HS, Lenz HJ, Ajani JA, et al. Adjuvant
Therapy for Stage II and III Colon Cancer: Consensus Report of the International Society
of Gastrointestinal Oncology. Gastrointerest Cancer Res. 2021.
5. Kemenkes RI, 2021. Panduan Pelayanan Klinis Kanker Rektum. Jakarta.
6. Vasily Giennakeas. 2022 . Trends In Platelet Count Among Cancer Paint. Giannakeas
Experimental Hematology & Oncology (2022) 11:16. https://doi.org/10.1186/s40164-
022-00272-3
7. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England Journal of
Medicine. 2019. Available from : www.pubmed.com p.348:919-932
8. Zahari A : Deteksi dan Diagnosa Dini Kanker kolon dan Rektum: Majalah Kedokteran
Andalas Vol 26.Ed Suplemen 2022;S63-70
9. Benson AB. Arnoletti JP. Chan E. Chen YJ. 2022. NCCN Clinical Practice Guidelines in
Oncology Colon Cancer Version 2. 2022. National Comprehensive Cancer Network
10. Alteri R, Bandi P, Brooks D. 2021. Colorectal Cancer Facts & Figures 2021-2023.
American Cancer Society.
11. J.Bailey, Hanbali ., et.al . 2020. Thrombocytosis helps to stratify risk of colorectal cancer
in patients referred on a 2-week-wait pathway . International Journal of Colorectal Disease
https://doi.org/10.1007/s00384-020-03597-9 /Published online: 1 May 2020. (2020)
35:1347–1350.
12. Michael Lam.,et.al. 2017. The potential role of platelets in the consensus molecular
subtypes of colorectal cancer . Springer Science+Business Media, LLC 2017.
13. Menter DG, Tucker SC, Kopetz S, Sood AK, Crissman JD, Honn KV. Platelets and
cancer: a casual or causal relationship: revisited. Cancer Metastasis Rev. 2014;33(1):231–
69.
14. Eva S, et.,al . 2021. Perbedaan indeks trombosit antara pasien kanker kolorektal
nonmetastasis dan metastasis di RSMH Palembang . Jurnal Kedokteran dan Kesehatan:
Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Volume 8, No.2, 2021/DOI:
10.32539/JKK.V8I2.13432 p-ISSN 2406-7431; e-ISSN 2614-0411.
15. W. Chen, R. Zheng, P. D. Baade et al Research ArticlePreoperative Neutrophil-to-
Lymphocyte Ratio, Platelet-to-Lymphocyte Ratio,and CEA as the Potential Prognostic

Biomarkers for Colorectal Cancer vol. 66, no. 2, pp. 115–132, 2016.

16. Giennakeas. 2022 . Trends In Platelet Count Among Cancer Paint. Giannakeas
Experimental Hematology & Oncology (2022) 11:16. https://doi.org/10.1186/s40164-
022-00272-3 3
17. Liuting Yu. 2021 . Bidirectional . Department of Pathology, University of Oklahoma
Health Sciences Center, Oklahoma City, OK, United States.
18. Hanbali, J.Bailey ., et.al . 2020. Thrombocytosis helps to stratify risk of colorectal cancer
in patients referred on a 2-week-wait pathway . International Journal of Colorectal Disease
https://doi.org/10.1007/s00384-020-03597-9 /Published online: 1 May 2020. (2020)
35:1347–1350.

Anda mungkin juga menyukai