Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN SCC PEDIS DI RUANGAN

LONTARA 3 RSUP Dr WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

DI SUSUN OLEH:

MILY INDIYANA
2104015

CI INSTITUSI CI LAHAN

(Ns. Muh. Zukri Malik, S.Kep., M.Kep) ( …………………....................)

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

Kaki merupakan organ penting yang paling sering digunakan oleh manusia
untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu, dikaki terdapat bermacam
syara-syaraf penting. Penyakit tumor kaki ini jarang terjadi dan
perkembangannya jarang terlihat kecuali jika ukurannya sudah membesar dan
menimbulkan rasa tidak nyaman saat berjalan. Benjolan pada atau di dalam kulit
telapak kaki sangat umum ditemukan. Sebagian tumor kaki adalah jinak
(benigna). Namun demikian, penting untuk menentukan dengan cepat dan efektif
apakah suatu tumor bukan merupakan tumor ganas (maligna) atau mempunyai
potensi untuk menjadi ganas, karena keputusan tentang apa yang harus dilakukan
setelahnya sangat penting. Dalam laporan ini, akan dibahas mengenai tumor
pedis lebih lanjut agar hal tersebut dapat ditangani dengan cepat.
Karsinoma epidermoid (squamous cell carcinoma) adalah suatu
proliferasi ganas dari keratinosit epidermis yang merupakan tipe sel epidermis
yang paling banyak dan merupakan salah satu dari kanker kulit yang sering
dijumpai setelah basalioma. Insidensi diperkirakan 25% dari seluruh
keganasan kulit. Faktor predisposisi karsinoma epidermoid antaralain
radiasi sinar ultraviolet, arsenik, hidrokarbon, suhu, radiasi kronis, parut,
virus.
Karsinoma epidermoid lebih banyak dijumpai pada orang kulit putih dari
pada kulit berwarna dan lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding
wanita, terutama pada usia diatas 40 tahun. Insiden karsinoma epidermoid
meninggi dengan bertambahnya usia.
Karsinoma epidermoid memperlihatkan karakter keganasan
termasuk anaplasia, pertumbuhan cepat, invasi lokal dan potensial
metastasis. Insiden metastasis secara keseluruhan 2% - 3%. Lesi kanker ini
umumnya berlokasi di wajah, lengan, punggung dan dorsum manus.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI

A. DEFINISI
Karsinoma sel skuamosa merupakan salah satu jenis kanker yang
berasal dari lapisan tengah epidermis. Jenis kanker ini menyusup ke jaringan
di bawah kulit (dermis). Kulit yang terkena tampak coklat-kemerahan dan
bersisik atau berkerompeng dan mendatar, kadang menyerupai bercak pada
psoriasis, dermatitis atau infeksi jamur (Price Sylvia, 2005).
Karsinoma sel skuamosa dapat tumbuh dalam setiap epitel berlapis
skuamosa atau mukosa yang mengalami metaplasia skuamosa. Jadi bentuk
kanker ini dapat terjadi misalnya di lidah, bibir, esofagus, serviks, vulva,
vagina, bronkus atau kandung kencing. Pada permukaan mukosa mulut
mulut atau vulva, leukoplakia merupakan predisposisi yang penting. Tetapi
kebanyakan karsinoma sel skuamosa tumbuh di kulit (90-95%) (Price
Sylvia, 2005).
Karsinoma sel skuamosa adalah kanker sel-sel epidermis yang dapat
menyebar secara horizontal di kulit atau secara vertical ke dalam dermis
(Corwin, 2009).
B. KLASIFIKASI
1. Ulserasi iskemis
2. Penyakit bowen
3. Klitis aktinik
4. Verukosa
C. ETIOLOGI
Penyebab pasti belum diketahui dengan jelas, tetapi terdapat beberapa faktor
risiko yang terkait dengan perkembangan karsinoma sel skuamosa, meliputi
hal-hal berikut:
1. Faktor Genetik: Seseorang yang memiliki riwayat keluarga menderita
kanker memiliki risiko terkena kanker sebanyak 3 sampai 4 kali lebih
besar dari yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker.
2. Usia tua lebih dari 50 tahun.
3. Jenis kelamin laki-laki. Laki-laki leih cenderung mengalami karsinoma
sel skuamosa dibanding wanita, karena pajanan terhadap UV yang
lebih besar
4. Kulit putih terang, rambut pirang atau cokla terang, mata hijau, biru, atau
abu-abu. Queensland, Australia, memiliki angka kejadian kanker
kulit tertinggi di dunia karena jumlah pajanan UV yang tinggi dan
kebanyakan peduduknya adalah orang Inggris atau Irlandia yng
mempuya kulit sensitif UV
5. Kulit yang mudah mengalami luka bakar akibat sinar matahari (jenis
Fitzpatrick I dan II)
6. Geografi dekat ke katulistiwa)
D. PATOFISIOLOGI
Squamosa cell caecinoma (SCC) adalah tumor ganas pada keratinosit
epidermis. Beberapa kasus karsinoma sel skuamosa terjadi de novo (yaitu
dengan tidak adanya lesi precursor). Namun beberapa karsinoma sel
skuamosa berasal dari matahari yang disebabkan oleh lesi prakanker dikenal
sebagai keratosis actinic. Pasien dengan keratosis actinic multiple
memberikan manifestasi peningkatan risiko untuk pengembangan karsinoma
sel skuamosa. Karsinoma sel skuamosa yang mampu infiltrasi pertumbuhan
lokal, menyebar ke kelenjar getah bening regional, dan metastasis jauh, paling
sering ke paru-pare.
Karsinoma skuamosa invasif kebanyakan didapati pada tepi lateral lidah
dan dasar mulut, sangat jarang pada palatum dan dorsum lidah. Pulau-pulau
tumor yang invasif bermetastasis melalui pembuluh limfa dan mengenai
kelenjar getah bening supraomohioid dan servikal. Penyebaran melalui
pembuluh darah merupakan sekuele terakhir dan biasanya sebagai akibat
metastasis kelenjar getah bening yang menjalar ke duktus torakikus masuk
vena sistemik (Corwin, 2000).
E. MENIFESTASI KLIIS
Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul dengan nodul yang menebal,
bersisik, dan berulserasi serta kadang-kadang berdarah. Nodul ini biasanya
timbul pada kulit yang rusak karena matahari di daerah muka, kulit kepala,
telinga, leher, tangan, atau lengan. Seringkali nodul ini dikelilingi oleh
keratosis aktinik yang multiple, yang apabila tidak diobati dapat
berdegenerasi menjadi kanker sel skuamosa.
Klasifikasi dan gambaran klinis (Otto, 2005) Karsinoma sel skuamosa
diklasifikasikan berdasarkan gejala yang timbul, sumber jaringan, dan
perbedaan histologis.
1. Terjadi di mana saja pada kulit yang rusak karena sinar matahari dan atau
pada membrane mukosa dengan epitel skuamosa
2. Tampak sebagai lesi berbentuk bulat atau tidak beraturan, dengan ciri
seperti plakat atau noduler yang tertutup oleh sisik, dengan batas tidak
jelas, disertai eritema berbentuk nodul seperti kubah dengan bagian
tengah yang mengalami ulserasi
3. Berwarna merah pucat
4. Tumbuh dengan ekspansi dan infiltrasi dengan menyusuri daerah
jaringannyang berlainan
5. Menginvasi daerah di bawah kelenjar keringat dan memiliki tingkat
keganasan yang lebih tinggi
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu :
1. Pemeriksaan rontgen
Foto – foto rontgen tengkorak dan leher kadang-kadang dapat menunjukan
ikut sertanya tulang-tulang. Sedangakan foto thorax diperlukan untuk
penilaian kemungkinan metastasis hematogen.Pemeriksaan rontgen
glandula parotis dan submandibularis dengan bahan kontras (sialografi)
dapat menunjukan, apakah tumor yang ditetapkan klinis itu berasal dari
atau berhubungandengan kelenjer- kelenjer ludah tersebut. Pemeriksaan
ini penting untuk membedakan

antarasuatu tumor dengan radang (kronik), dan kalau dapat ditambah dengan
temografi. Metode ini kurang berguna untuk membedakan antara tumor
jinak dan ganas.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap, urin.
b. Laboratorium patologi anatomi
3. Pemeriksaan CT-Scan
Diagnosa dari suatu tumor dapat tergantung pada batas-batas tumor dan
hasil biobsi dari lesi. Kanker dari organ-organ visceral lebih sulit di diagnosis
dan di biobsi. Informasi daripemeriksaan CT-Scan dapat bermanfaat untuk
membantu mendiagnosis.
G. PENATALAKSANAAN

1. Pembedahan
2. Penyinaran (Radioterapi)
3. Pemakaian obat pembunuh sel kanker (kemoterapi)
4. Peningkatan daya tahan tubuh (imunoterapi)
5. Pengobatan dengan hormon
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian anamnesis, penting bagi perawat untuk
menanyaka riwayat yang sesuai dengan faktor-faktor presdiposisi. Timor
ini sering kal terlihat pada orang tua berkulit terang. Sinar matahari
merupakan faktor etiologi utama yang menyebabkan karsinoma sel
skuamosa. Orang-orang berkulit terang yang terpapar sinar matahari
secara kronik (petani, pelaut) rnemiliki insiden karsinoma sel skuamosa
yang tinggi.
Pada pengkajian anamnesis, pasien mengeluh adanya lesi berupa
pembesaran pada kulit. Keluhan pembesaran tersebut biasanya bersifat
lambat, tetapi beberapa lesi membesar dengan cepat. Keluhan lain yang
didapatkan pada pasien karsinoma sel skuamosa dapat berupa adanya
perdarahan pada sisi lesi, nyeri lokal, dan adanya kelembutan pada sisi
lesi terutama dengan tumor yang lebih besar, keluhan adanya anastesia
lokal, kesemutan atau kelemahan otot dapat mencerminkan keterlibatan
perineum!, dan ini merupakan pengkajian anamnesis riwayat yang
penting karena memberikan dampak negative terhadap proknosis
penyakit.
Pada pemeriksaan fisik, lesinya dapat bersifat primer karena timbul
pada kulit maupun memban mukosa, atau bisa sekunder dari suatu
keadaan keratosis aktinika, leukoplakia (lesi premalignant pada
membrane mukosa) atau lesi dengan pembentukan sikatriks atau ulkus.
Karsinoma sel skuamosa tarnpak sebagai -sebuah tumor yang kasar
tebal, dan bersisik tanpa memeberikangejalah (asimtomatik), teteapi bisa
menimbulkan perdarahan. Tapi lesinya dapat lebih besar, lebih
terinfiltrasi dan lebih memperlihatkan.
Reaksi inflamasi bila dibandingkan dengan karsinoma sel basal.
Daerah-daerah yang tterbuka, khususnya ekstremitas atas, muka, bibir
bawah, telingah, hidung, dan dahi merupakan lokasi kulit yang sering
terkena kanker ini. Bagian lain yang terserang karsinoma biasanya adalah
suatu kondisi metastasis seperti pada penis.
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Ansietas berhubungan dengan indakan operasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
3. Resiko infksi ditandai dengan insisi bedah
4. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
C. INTERVENSI
Diagnosa
keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi Keperawatan
No (SDKI) hasil (SLKI) (SIKI)
1 Ansietas Setelah dilakukan Observasi
berhubungan tindakan asuhan 1. Identifikasi saat tingkat
dengan kurang keperawatan selama ansietas berubah (mis :
terpapar 3x24 jam diharapkan kondisi, waktu,stressor).
informasi. tingkat ansietas pasien 2. Monitor tanda-tanda
menurun dengan ansietas (verbal dan
kriteria hasil: nonverbal).
 Perilaku gelisah Terapeutik
menurun 1. Ciptakan suasana
 Anoreksia menurun terapeutik untuk
 Perilaku tegang menumbuhkan
menurun kepercayaan
 Pola tidur membaik. 2. Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan
3. Tempatkan barang pribadi
yang memberikan
kenyamanan.
Edukasi
1. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
2. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
3. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat anti ansietas.
2 Nyeri akut Setelah dilakukan (1.08238)
b/d agen
tindakan keperawatan Observasi
pencedera fisik
(D.0077) selama 1x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
“tingkat nyeri”
frekuensi, kualitas,
(L.08066) menurun
intensitas nyeri
dengan kriteria hasil:
2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan
3. Identifikasi respins nyeri
nyeri menurun non verbal
2. Meringis 4. Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
3. Gelisah menurun memperingan nyeri
4. Kesulitan 5. Monitor keberhasilan

tidur menurun terapi komplementer yang


sudah diberikan
5. Frekuensi
6. Monitor efek samping
nadi membaik
penggunaan analgesik
6. Pola tidur
Terapeutik
membaik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis, hipnosis, terapi
musik, aromaterapi)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
3 Deficit Setelah dilakukan Observasi
pengetah tindakan keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan
uan selama … x 24 jam, kemampuan menerima
berhubun diharapkan status nutrisi informasi
gan membaik dengan kriteria 2. Identifikasi faktor-faktor
dengan hasil: yang dapat meningkat
kurangny 1. Kemampuan dan menurunkan
a menjelaskan motivasi perilaku hidup
informas pengetahuan tentang bersih dan sehat
i suatu topic
Terapeutik
meningkat
1. Sediakan materi dan
2. Perilaku sesuai
media pendidikan
dengan pengetahuan
menurun kesehatan
3. Persepsi yang keliru 2. Jadwalkan pendidikan
terhadap masalah kesehatan sesuai
menurun kesepakatan
3. Berikan kesempatan
untuk bertanya

Edukasi
1. Jelaskan faktor resiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
3. Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat.

4 Resiko Setelah dilakukan Observasi


infksi tindakan keperawatan 1. Monitor tanda dan
3x24 jam diharapkan gejala infeksi local dan
ditandai sistemik
tingkat infeksi menurun
dengan Terapeutik
dengan kriteria hasil:
1. Anjurkan batasi
insisi 1. Kebersihan tangan
pengunjung
meningkat
bedah 2. Ajarkan mencuci tangan
2. Kebersihan badan
sebelum dan sesudah
meningkat
kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
D. Implementasi
Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana
perawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
E. Evaluasi
1. Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar
2. Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan aspirasi
3. Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar, pasien
tidak menarik diri (minder)
4. Pola napas normal, TTV dalam batas normal
5. Ansietas pasien dan keluarga berkurang, pasien tampak tenang
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah, edisi
8 volume 2. Jakarta : EGC.

Corwin, Elizaberth. (2005). Buku saku patofisiologi, edisi 3. Jakarta: EGC

Depkes RI. (2006). Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi. Jakarta :


Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Departemen Kesehatan.

Jakarta : Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular.


Guyton, A.C., John E. Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
11.
Jakarta : EGC.
Nafrialdi. (2009). Antihipertensi. Sulistia Gan Gunawan (ed). Farmakologi
dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. DPP PPNI. Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. DPP PPNI. Jakarta Selatan
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standa rLuaran Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai