Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KARSINOMA SEL SKUAMOSA (KSS)

A. Definisi

Karsinoma sel skuamosa adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit

epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan

merupakan salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah

basalioma. Faktor predisposisi karsinoma sel skuamosa (KSS) antara lain

radiasi sinar ultraviolet, bahan karsinogen, arsenic dan lain- lain. (Partogi,

2008)

Karsinoma sel skuamosa merupakan salah satu jenis kanker yang

berasal dari lapisan tengah epidermis. Jenis kanker ini menyusup ke jaringan

di bawah kulit (dermis). Kulit yang terkena tampak coklat-kemerahan dan

bersisik atau berkerompeng dan mendatar, kadang menyerupai bercak pada

psoriasis, dermatitis atau infeksi jamur (Price Sylvia, 2005).

Karsinoma sel skuamosa dapat tumbuh dalam setiap epitel berlapis

skuamosa atau mukosa yang mengalami metaplasia skuamosa. Jadi bentuk

kanker ini dapat terjadi misalnya di lidah, bibir, esofagus, serviks, vulva,

vagina, bronkus atau kandung kencing. Pada permukaan mukosa mulut mulut

atau vulva, leukoplakia merupakan predisposisi yang penting. Tetapi

kebanyakan karsinoma sel skuamosa tumbuh di kulit (90-95%) (Price Sylvia,

2005).
Squamous Cell Carcinoma atau disebut juga Karsinoma Sel Skuamosa

merupakan kanker yang sering terjadi pada rongga mulut yang secara klinis

terlihat sebagai plak keratosis, ulserasi, tepi lesi yang indurasi, dan kemerahan

B. Etiologi

Penyebab pasti belum diketahui dengan jelas, tetapi terdapat beberapa

faktor risiko yang terkait dengan perkembangan karsinoma sel skuamosa,

meliputi hal-hal berikut:

1. Faktor Genetik: Seseorang yang memiliki riwayat keluarga menderita

kanker memiliki risiko terkena kanker sebanyak 3 sampai 4 kali lebih

besar dari yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker.

2. Usia tua lebih dari 50 tahun.

3. Jenis kelamin laki-laki. Laki-laki leih cenderung mengalami karsinoma

sel skuamosa dibanding wanita, karena pajanan terhadap UV yang lebih

besar

4. Kulit putih terang, rambut pirang atau cokla terang, mata hijau, biru,

atau abu-abu. Queensland, Australia, memiliki angka kejadian kanker

kulit tertinggi di dunia karena jumlah pajanan UV yang tinggi dan

kebanyakan peduduknya adalah orang Inggris atau Irlandia yng

mempuya kulit sensitif UV

5. Kulit yang mudah mengalami luka bakar akibat sinar matahari (jenis

Fitzpatrick I dan II)

6. Geografi (lebih dekat ke katulistiwa)


7. Sejara kanker kulit nonmelanoma sebelumnya. Sekali terkena

karsinoma sel skuamosa, ada kemungkinan untuk seseorang tersebut

terkena kanker karsinoma sel skuamosa kembali

8. Paparan sinar UV matahari dengan kumulatif tinggi

9. Paparan karsinogen kimia (misalnya Arsen, Tar, merokok) 75% dari

seluruh kanker mulut dan faring di Amerika Serikat berhubungan

dengan penggunaan tembakau yaitu termasuk merokok dan

mengkonsumsi alkohol. Penggunaan alkohol dengan rokok bersama-

sama secara signifikan memiliki resiko yang lebih tinggi daripada

digunakan secara terpisah. Merokok cerutu dan merokok menggunakan

pipa mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap kanker mulut

dibandingkan dengan merokok kretek

10. Imunosupresi kronis.

11. Infeksi Human Papiloma Virus (HPV)

(Muttaqin, 2013)

C. Manifestasi Klinis

Karsinoma sel skuamosa yang belum menginvasi menembus membran

basal taut dermoepidermis (karsinoma in situ) tampak sebagai plak merah,

berskuama, dan berbatas tegas. Lesi tahap lanjut yang invasif tampak nodular,

dan memperlihatkan produksi keratin dalam jumlah bervariasi yang secara

klinis tampak sebagai hiperkeratosis dan mungkin mengalami userasi.

Karsinoma sel skuamosa invasif secara klinik ditandai lesi yang

ulseratif dan induratif. Sering daerah ulserasi menunjukkan tepi melingkar,


melipat dan mukosa yang berdekatan dapat menunjukkan batas-batas yang

tampak leukoplakia dan atau eritroplakia. Bila kelenjar servikal yang terkena

metastasis sudah mencapai dimensi cukup besar, dapat diraba, membengkak

dan melekat (berbeda dengan limadenopati yang dapat digerakkan, lunak dan

nyeri tekan bila sebagai akibat penyakit radang).

Secara mikroskopik, karsinoma skuamosa menunjukkan sarang-sarang

dan pulau-pulau sel epitel invasif dengan berbagai derajat diferensiasi

(misalnya keratinisasi). Stroma jaringan ikat biasanya memiliki infiltrasi sel-

sel radang mononuklear. Derajat radang dapat merupakan ukuran reaktivitas

imun terhadap antigen-antigen tumor. Beberapa penelitian menunjukkan

prognosis lebih baik pada tumor-tumor dengan radang hebat.

Tingkat permulaan dari karsinoma sel skuamosa, secara klinis tidak

memberikan gambaran yang jelas, dan hanya menimbulkan rasa nyeri yang

minimal. Karsinoma sel skuamosa memiliki beberapa variasi gambaran

klinis, yaitu:

1. Eksofitik

Lesi ini memiliki permukaan yang tidak rata dan berpapil-papil,

dengan warna yang bervariasi dari sama dengan jaringan sekitar

sampai merah keputihan, tergantung dari keratin yang terbentuk.

Permukaan seringkali mengalami ulserasi dan pada palpasi terasa

keras (indurasi)

2. Endofitik
Lesi ini berbentuk cekung dan ireguler, terdapat ulserasi, daerah

sentral dibatasi oleh penggiran yang meninggi berbentuk bulat

(rolled border) yang berwarna merah keputihan. Pinggiran yang

meninggi ini merupakan akibat dari tumor yang berinvasi ke

bawal dan laterl ke jaringan epitel di bawahnya.

3. Leukoplakia dan eritoplakia

Keadaan leukoplakia dan ertitroplakia merupakan keadaan awal

sebelum terbentuknya suatu masa atau ulserasi. Gambaran klinis

ini identik dengan lesi premalignansi. Permukaan mukosa secara

khas akan berubah dengan terbentuknya karsinoma endofitik atau

eksofitik. Bila terjadi destruksi pada lapisan tulang di bawahnya,

dapat menimbulkan rasa sakit dan terlihat pada gambaran

radologisnya sebagai ’moth eaten’ radiolusensi dengan tepi

bergerigi.

(Corwin, 2000)

D. Patofisiologi

Squamosa cell caecinoma (SCC) adalah tumor ganas pada keratinosit

epidermis. Beberapa kasus karsinoma sel skuamosa terjadi de novo (yaitu

dengan tidak adanya lesi precursor). Namun beberapa karsinoma sel

skuamosa berasal dari matahari yang disebabkan oleh lesi prakanker dikenal

sebagai keratosis actinic. Pasien dengan keratosis actinic multiple

memberikan manifestasi peningkatan risiko untuk pengembangan karsinoma

sel skuamosa. Karsinoma sel skuamosa yang mampu infiltrasi pertumbuhan


lokal, menyebar ke kelenjar getah bening regional, dan metastasis jauh, paling

sering ke paru-paru.

Karsinoma skuamosa invasif kebanyakan didapati pada tepi lateral

lidah dan dasar mulut, sangat jarang pada palatum dan dorsum lidah. Pulau-

pulau tumor yang invasif bermetastasis melalui pembuluh limfa dan

mengenai kelenjar getah bening supraomohioid dan servikal. Penyebaran

melalui pembuluh darah merupakan sekuele terakhir dan biasanya sebagai

akibat metastasis kelenjar getah bening yang menjalar ke duktus torakikus

masuk vena sistemik.

(Corwin, 2000)

E. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

mikroskopis melalui biopsi. Seringkali, biopsi ditunda karena keputusan dari

dokter maupun pasien, terdapat infeksi atau iritasi lokal. Tetapi, penundaan

tersebut tidak boleh lebih dari 3-4 minggu. Kadang, luasnya lesi menyulitkan

untuk melakukan biopsi yang tepat untuk membedakan displasia atau kanker.

Oleh sebab itu tambahan penilaian klinis lainnya dapat membantu

mempercepat biopsi dan memilih daerah yang tepat untuk melakukan biopsi.

Penggunaan cairan toluidine blue sangat berguna sekali, karena

keakuratannya (lebih dari 90%), murah, cepat, sederhana dan tidak invasif.

(Corwin, 2000)

Mekanisme kerjanya dengan afinitas atau menempelnya toluidine blue

dengan DNA dan sulfat mukopolisakarida, sehingga dapat dibedakan apakah


terjadi displasia atau keganasan dengan epitel yang normal dan lesi jinak.

Toluidine blue berikatan dengan membran mitokondria, dimana terikat lebih

kuat pada epitel sel displasia dan sel kanker daripada dengan jaringan normal.

(Corwin, 2000)

Sitologi eksfoliatif telah membantu dalam menentukan diagnosa.

Namun, kesulitan pengumpulan sel, waktu yang lama dan biaya yang mahal

telah membatasi penggunaannya. Teknik brush biopsy secara luas digunakan

pada sitologi dengan pengumpulan sel yang mewakili keseluruhan epitel

berlapis skuamosa. Prosedurnya tidak menyebabkan sakit, oleh sebab itu

tidak perlu penggunaan anestetikum. (Corwin, 2000)

F. Komplikasi

Kecacaan karena pembedahan terutama bila kanker kulit tersebut

kambuh ada wajah yang membutuhkan reseksi ulang, atau jika eksisi luas

dibutuhkan seperti halnya ada melanoma. Selain itu juga dapat terjadi

metastase penyakit ke otak biasanya fatal kecuali bila reseksi pembedahan

masih mungkin di lakukan. Serta dapat menimbulkan metastase tulang dan

dapat menimbulkan nyeri berat dan mengarah pada fraktur dan kompresi

medulla spinalis. (Corwin, 2000)

G. Penatalaksanaan

1. Eksisi Bedah

Tujuan utamanya adalah untuk mengankat keseluruhan tumor.

Cara yang terbaik untuk mempertahankan penampilan kosmetika


adalah dengan menempatkan garis insisi disepanjang garis tegangan

kulit yang normaldan garis anatomis tubuh yang dialami. Dengan cara

ini, jaringan parut yang terbentuk tidak akan mudah terlihat.

Ukuran insis tergantung pada ukuran dan lokasi tumor, kendati

biasanya meliputi rasio panjang terhadap lebar yaitu 3:1. Memadainya

eksisi dengan pembedahan dipastikan melalui evaluasi mikroskopik

terhadap potongan potongan specimen. Apabila tumornya berukuran

besar, pembedahan rekontruksi dengan menggunakan skin flap atau

graft kulit mungkin diperlukan. Luka insisi ditutup lapis demi lapis

untuk memperbesar efek kosmetika. Perban tekan dipasang pada luka

untuk penyangga. Infeksi jarang dijumpai sesudah tindakan eksisi yang

sederhana jika tindakan aseptic bedah yang benar tetap dipertahankan

selama dan sesudah operasi.

2. Terapi Radiasi

Terapi radiasi sering digunakan untuk kanker kelopak mata,

ujung hidung, dan daerah pada atau dekat stuktur yang vital (misalnya

nervus fasialis). Terapi ini hanya dikerjakan pada pasien yang berusia

lanjut karena perubahan akibat sinar-x dapat terlihat sesudah 5 hingga

10 tahun kemudian dan perubahan maliknan pada sikatriks dapat

ditimbulkan oleh sinar-x setelah 15 hingga 30 tahun kemudian.

Pasien harus diinformasikan bahwa kulit dapat menjadi merah

dan melepuh. Salep kulit yang netral (yang dureseokan oleh dokter)
dapat dioleskan untuk mengurangi gangguan rasa nyaman. Pasien juga

harus diingatkan agar kulitnya tidak terkena sinar matahari.

3. Kemoterapi

Formulasi kemoterapitopikal dari 5-fluorouracil (5-FU)

digunakan untuk pengobatan actinic keratosis dan dangkal karsinoma

sel basal. Keberhasilan pengobatan pada pasien dengan sel karsinoma

skuamosa juga telah dilaporkan. Karsinoma sel skuamosa invasif tidak

harus ditangangi dengan kemoterapi topical.

Suatu bentuk dari 5-FU (capesitabine), yang disetujui oleh food

and Drug Administration (FDA) dapat dipertimbangkan pada pasien

dengan sel karsinoma skuamosa situ dengan penyebaran daerah kulit

yang luas.

H. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri b.d. kerusakan jaringan paska eksisi bedah

2. Ansietas b.d. proknosis penyakit

3. Deficit pengetahuan b.d. intervensi diagnostic, intervensi radiasi,

kemoterapi, dan eksisi bedah


DAFTAR PUSTAKA

Partogi,Dona.2008.KarsinomaSelSkuamosa.http://repository.usu.ac.id/bitstream/h
andle/123456789/3431/08E00856.pdf?sequence=1&isAllowed=y
diakses pada rabu, 12 juli 2017 jam 12.02

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Proses-Proses Penyakit


Ed.6.Jakarta:EGC

Muttaqin, Arif. 2013. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta :


Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai