Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SUMBER BIOLOGI FILOSOFIS TENTANG

IMAN ISLAM DAN IKHSAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7:


1. NABILA PUTRI RAMADHANI (D1A023040)
2. JULIA GISKA (D1B023047)
3. JOYA FEBRIANTI NST (D1B023035)
4. ANISA PADYLA (D1B023036)
5. YOGA KURNIA WIRA TAMBEGA (D1A023160)
6. RISA AULIA RAHMI (D1A023246)
7. DIAN WAHYU NINGSIH (D1A023050)
8. SITI NUR ASIYAH (D1A023282)
9. M.RIFKY GUNAWAN (D1A023102)
10. M.BINTANG DWICAHYA (D1A023210)

DOSEN PENGAMPU:
Dra. YUSFANETI M,E.

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidata, dan
inayah- Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Tugas Pendidikan
Agama Islam Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenunya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapa
memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah yang berjudul
Mengintegrasikan Iman Islam dan Ihsan dalam membentuk Insan Kamilini dapat
memberikan manfaat inspirasi terhadap pembaca.

JAMBI, 26 OKTOBER 2023

TIM PENULIS

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................ III


BAB I........................................................................................................................... 1
I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .......................................................................... 1
1.3 TUJUAN..................................................................................................... 1
BAB II ......................................................................................................................... 2
II PEMBAHASAN .................................................................................................. 2
2.1 DEFINISI IHSAN .................................................................................... 2
2.2 ASPEK POKOK DALAM IHSAN ........................................................... 2
2.3 TINGKATAN IHSAN .............................................................................. 5
2.4 IHSAN KAMIL.......................................................................................... 6
BAB III ....................................................................................................................... 10
III ISI......................................................................................................................... 10
3.1 KONSEP DAN URGENSI IMAN ISLAM DAN IHSAN....................... 10
3.2 PERSYARATAN MEMBENTUK IHSAN KAMIL................................ 10
3.3 ISLAM DAN IHSAN SEBAGAI PILAR AGAMA ISLAM .................. 11
3.4 KARAKTERISTIK IHSAN KAMIL........................................................ 12
BAB IV......................................................................................................................... 13
IV PENUTUP............................................................................................................ 13
4.1 KESIMPULAN......................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 14

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Iman, dalam Islam, merujuk pada keyakinan kuat seseorang terhadap ajaran-ajaran
agama Islam. Ini mencakup keyakinan kepada Allah, para rasul-Nya, kitab suci, hari
kiamat, dan takdir. Iman adalah pondasi utama dalam agama Islam, dan orang yang
beriman diharapkan untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-
hari.
Islam adalah agama samawi yang mengikuti ajaran yang diungkapkan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui wahyu dari Allah. Islam adalah ajaran monoteistik
yang menekankan pengabdian kepada Allah, kepatuhan terhadap hukum-Nya, dan
kasih sayang terhadap sesama manusia. Ajaran Islam juga mencakup pandangan etika,
moralitas, dan pandangan dunia yang mencakup seluruh aspek kehidupan.

Ihsan, dalam konteks Islam, mengacu pada konsep kebaikan, kecemerlangan, dan
keunggulan dalam beribadah kepada Allah. Ini adalah tingkat tertinggi dalam spiritualitas
Islam, di mana seseorang melakukan ibadah dengan kesadaran penuh akan Allah dan
dengan niat yang murni. Ihsan melibatkan hubungan yang mendalam antara individu dan
Tuhan.

Dalam Islam, konsep iman, Islam, dan ihsan membentuk kerangka kerja yang
mencakup keyakinan, tindakan, dan pengembangan spiritual. Mereka memainkan peran
penting dalam membimbing kehidupan seorang Muslim dan mencerminkan nilai-nilai
dasar agama ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.Apa Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis tentang Iman, Islam, dan Ihsan.

1.3 TUJUAN
1.Untuk mengetahui apa itu sumber ,teologis,historis,iman ,islam dan ihsan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI IHSAN

Ihsan ("kesempumaan" atau "terbaik") adalah seseorang

yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan

melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat

perbuatannya.

Ihsan adalah lawan dari isa'ah (berbuat kejelekan), yaitu seorang manusia mencurahkan

kebaikan dan menahan diri untuk tidak mengganggu orang lain. Mencurahkan kebaikan

kepada hamba-hamba Allah dengan harta, ilmu, kedudukan dan badannya.

Ihsan itu ialah bahawa “kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya,tetapi jika

kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihat kamu.”

Ihsan juga adalah melakukan ibadah dengan khusyuk,ikhlas dan yakin bahwa Allah

senantiasa mengawasi apa yang dilakukannya. Hadist riwayat muslim”dari Umar bin Khatab

ia berkata bahwa mengabdikan diri kepada Allah hendaklah dengan perasaan seolah-olah

anga melihat-Nya,maka hendaklah anda merasa bahwa Allah melihatmu.”

2.2 ASPEK POKOK DALAM IHSAN

Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah, muamalah,

dan akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan dalam ihsan.

1. Ibadah

Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah,

seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan

syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh

2
seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita

rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa

memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal

seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan inilah ia

dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari

ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw

yang berbunyi: “Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan

engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia

melihatmu. ”

Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka,

selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis

ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri,

meniatkan setiap yangmubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi. Oleh

karena itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti itu,

yaitu senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.

2. Muamalah

Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah swt. pada surah An-Nisaa’ ayat 36, yang

berbunyi sebagai berikut, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya

dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak

yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil

dan hamba sahayamu.”

Kita sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah dengan sikap

seakan-akan kita melihat- Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka Allah melihat

kita. Kini, kita akan membahas ihsan dari muamalah dan siapa saja yang masuk dalam

bahasannya. Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan ihsan tersebut:

3
a. Ihsan kepada kedua orang tua

b. Ihsan kepada karib kerabat

c. Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin

d. Ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat

e. Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya

f. Ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia

g. Ihsan dalam hal muamalah

h. Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang

3.Akhlak

Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah. Seseorang

akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang

menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu

menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka

sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba,

maka sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah

menjadi akhlak atau perilaku,

sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas dalam

perilaku dan karakternya.

Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang —yang diperoleh dari hasil maksimal

ibadahnya- maka kita akan menemukannya dalam muamalah kehidupannya. Bagaimana ia

bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya, dan

bahkan terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan ini semua, maka Rasulullah saw. mengatakan

dalam sebuah hadits, “Aku diutus hanyalah demi menyempumakan akhlak yang mulia.”

4
2.3 TINGKATAN IHSAN

Syaikh Shalih Alu Syaikh hafidzahullah memberikan penjelasan bahwa inti yang dimaksud

dengan ihsan adalah membaguskan amal. Batasan minimal seseorang dapat dikatakan telah

melakukan ihsan di dalam beribadah kepada Allah yaitu apabila di dalam memperbagus

amalannya niatnya ikhlas yaitu semata-mata mengharap pahala-Nya dan melaksanakan

amalannya sesuai dengan sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah kadar ihsan yang

wajib yang haras ditunaikan oleh setiap muslim. Adapun kadar ihsan yang mustahab

(dianjurkan) di dalam beribadah kepada Allah memiliki dua tingkatan, yaitu :

1. Tingkatan muraqabah.

Yakni seseorang yang beramal senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah dalam

setiap aktivitasnya. Ini berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam '

kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu). Tingkatan muroqobah yaitu

apabila seseorang tidak mampu memperhatikan sifat-sifat Allah, dia yakin bahwa Allah

melihatnya. Apabila seseorang mengerjakan shalat, dia merasa Allah memperhatikan apa

yang dia lakukan, lalu dia memperbagus

shalatnya tersebut. Hal ini sebagaimana Allah firmankan dalam surat Yunus :

‘‘Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Quran dan

kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu

kamu melakukannya” (Yunus: 61)

2. Tingkatan musyahadah

Tingkatan ini lebih tinggi dari yang pertama, yaitu seseorang senantiasa memperhatikan sifat-

sifat Allah dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan sifat-sifat tersebut. Inilah realisasi

dari sabda Nabi ( ‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya).Pada tingkatan

ini seseorang beribadah kepada Allah, seakan-akan dia melihat-Nya. Perlu ditekankan, bahwa

5
yang dimaksudkan di sini bukanlah melihat Zat Allah, namun melihat sifat-sifat-Nya, tidak

sebagaimana keyakinan orang-orang sufi. Yang mereka sangka dengan tingkatan

musyahadah adalah melihat Zat Allah. Ini jelas merupakan kebatilan. Yang dimaksud adalah

memperhatikan sifat-sifat Allah, yakni dengan memperhatikan pengaruh sifat-sifat Allah bagi

makhluk. Apabila seorang hamba sudah memiliki ilmu dan keyakinan yang kuat terhadap

sifat-sifat Allah, dia akan mengembalikan semua tanda kekuasaan Allah pada nama-nama dan

sifat-sifat-Nya. Dan inilah tingkatan tertinggi dalam derajat ihsan. (Lihat Syarh Arba ’in An-

Nawawiyah li Syaikh Shalih Alu Syaikh 32-33).

2.4 INSAN KAMIL

Definisi Insan Kamil

Insan kamil adalah konsep manusia paripurna. Manusia yang berhasil mencapai puncak

prestasi tertinggi dilihat dari beberapa dimensi.

Konsep Insan Kamil menurut Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad Saw disebut sebagai

teladan insan kamil atau istilah populernya di dalam Q.S. al- Ahdzab/33:21:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi

orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak

menyebut Allah

Perwujudan insan kamil dibahas secara khusus di dalam kitab-kitab tasawuf, namun konsep

insan kamil ini juga dapat diartikulasikan dalam kehidupan kontemporer.

Allah SWT tidak membiarkan kita untuk menginterpretasikan tata nilai tersebut semaunya,

berstandard seenaknya, tapi juga memberikan kepada kita, Rasulullah SAW yang menjadi

uswah hasanah. Rasulullah SAW merupakan insan kamil, manusia paripurna, yang tidak ada

satupun sisi-sisi kemanusiaan yang tidak disentuhnya selama hidupnya. Ia adalah ciptaan

terbaik yang kepadanya kita merujuk akan akhlaq yang mulia. Allah SWT berfirman:

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlaq yang mulia. ” (QS.

Al-Qolam:4)

6
“Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullaah suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu

orang-orangynengharapkan (keridhoan) Allah dan (kebahagiaan) hari akhirat, serta banyak

mengingat Allah. ” (QS. Al- Ahzab:21) “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari

Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itu Allah menunjuki orang-orang yang

mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah

mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan

seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. ” (Al Maidah 15-16).

Ciri-ciri Insan Kamil

Untuk mengetahui ciri-ciri Insan Kamil dapat ditelusuri pada berbagai pendapat yang

dikemukakan para ulama yang keilmuannya sudah diakui, termasuk di dalamnya aliran-

aliran. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:

1. Berfungsi Akalnya Secara Optimal

Fungsi akal secara optimal dapat dijumpai pada pendapat kaum Mu’tajzilah. Menurutnya

manusia yang akalnya berfunsi secara optimal dapat mengetahui bahwa segala perbuatan baik

seperti adil, jujur, berakhlak sesuai dengan esensinya dan merasa wajib melakukan hal semua

itu walaupun tidak diperintahkan oleh wahyu. Manusia yang berfungsi akalnya sudah merasa

wajib melakukan perbuatan yang baik. Dan manusia yang demikianlah yang dapat mendekati

tingkat insan kamil. Dengan demikian insan kamil akalnya dapat mengenali perbuatan yang

baik dan perbuatan buruk karena hal itu telah terkandung pada esensi perbuatan tersebut.

2. Berfungsi Intuisinya

Insan Kamil dapat juga dicirikan dengan berfungsinya intuisi yang ada dalam dirinya. Intuisi

ini dalam pandangan Ibn Sina disebut jiwa manusia (rasional soul). Menurutnya jika yang

7
berpengaruh dalam diri manusia adalah jiwa manusianya, maka orang itu hampir menyerupai

malaikat dan mendekati kesempurnaan.

3.Mampu Menciptakan Budaya

Sebagai bentuk pengamalan dari berbagai potensi yang terdapat pada dirinya sebagai insan,

manusia yang sempurna adalah manusia yang mampu mendayagunakan seluruh potensi

rohaniahnya secara optimal. Menurut Ibn Khaldun manusia adalah makhluk berfikir. Sifat-

sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya itu,

manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap

berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan

peradaban.

4.Menghiasi Diri Dengan Sifat-Sifat Ketuhanan

Manusai merupakan makhluk yang mempunyai naluri ketuhanan (fitrah). Ia cenderung

kepada hal-hal yang berasal dari Tuhan, dan mengimaninya. Sifat-sifat tersebut membuat ia

menjadi wakil Tuhan di muka bumi. Manusia seabagai khalifah yang demikian itu

merupakan gambaran ideal. Yaitu manusia yang berusaha menentukan nasibnya sendiri, baik

sebagai kelompok masyarakat maupun sebagai individu. Yaitu manusia yang memiliki

tanggung jawab yang besar, karena memiliki daya kehendak yang bebas.

5.Berakhlak Mulia

Insan kamil juga adalah manusia yang berakhlak mulia. Hal ini sejalan dengan pendapat Ali

Syari’ati yang mengatakan bahwa manusia yang sempurna memiliki tiga aspek, yakni aspek

kebenaran, kebajikan dan keindahan. Dengan kata lain ia memiliki pengetahuan, etika dan

seni. Semua ini dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaan dan kreativitas. Manusia yang

ideal (sempurna) adalah manusia yang memiliki otak yang briliyan sekaligus memiliki

8
kelembutan hati. Insan Kamil dengan kemampuan otaknya mampu menciptakan peradaban

yang tinggi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga memiliki

kedalaman perasaan terhadap segala sesuatu yang menyebabkan penderitaan, kemiskinan,

kebodohan, dan kelemahan.

6.Berjiwa Seimbang

Menurut Nashr, bahwa manusia modern sekarang ini tidak jauh meleset dari siratan Darwin.

Bahwa hakikat manusia terletak pada aspek kedalamannya, yang bersifat permanen, immortal

yang kini tengah bereksistensi sebagai bagian dari perjalanan hidupnya yang teramat panjang.

Tetapi disayangkan, kebanyakan dari merekan lupa akan immortalitas yang hakiki tadi.

Manusia modern mengabaikan kebutuhannya yang paling mendasar, yang bersifat ruhiyah,

sehingga mereka tidak akan mendapatkan ketentraman batin, yang berarti tidak hanya ke

seimbangan diri, terlebih lagi bila tekanannya pada kebutuhan materi kian meningkat, maka

keseimbangan akan semakin rusak.

9
BAB III

ISI

3.1 KONSEP DAN URGENSI IMAN ISLAM DAN IHSAN

Menurut Ibn Araby, ada dua tingkatan menusia dalam mengimani Tuhan.

1. Tingkat insan kamil. Mereka mengimani Tuhan dengan cara penyaksian. Artinya, mereka

— menyaksikan” Tuhan; mereka menyembah Tuhan yang disaksikannya.

2. Manusia beragama pada umumnya. Mereka mengimami Tuhan dengan cara

mendefinisikan. Artinya, mereka tidak menyaksikan Tuhan. Tetapi mereka mendefinisikan

Tuhan. Mereka mendefinisikan Tuhan berdasarkan sifat - sifat dan nama - nama Tuhan.

( Asma’ul Husna )

Tingkatan Insan Kamil

Abdulkarim Al - Jilli membagi insan kamil atas tiga tingkatan.

1.Tingkat Pemula ( al - bidayah ). Pada tingkat ini insan kamil mulai dapat merealisasikan

asma dan sifat - sifat ilahi pada dirinya.

2.Tingkat menengah ( at - tawasuth ). Pada tingkat ini insan kamil sebagai orbit kehalusan

sifat kemanusiaan yang terkait dengan realitas kasih Tuhan ( al - haqaiq ar - ramaniyyah ).

Pengetahuan yang dimiliki oleh insan kamil pada tingkat ini telah meningkat dari

pengetahuan biasa, karena sebagian dari hal - hal yang gaib telah dibukakan Tuhan

kepadanya.

3.Tingkat terakhir ( al - khitam ). Pada tinhgkat ini insan kamil telah dapat merealisasikan

citra Tuhan secara utuh. Iapun telah dapat mengetahui rincian dari rahasia penciptaan takdir

3.2 PERSYARATAN DALAM MEMBENTUK INSAN KAMIL

10
Apakah anda percaya akan adanya Allah ? Mereka semua memberikan jawaban yang sama

kami percaya akan adanya Allah, kami percaya akan adanya malaikat - malaikatnya dan

seterusnya. Kemudian jika ditanya lebih lanjut adakah manusia yang tidak percaya akan

adannya malaikat, dan adakah manusia yang tidak percaya adanya tuhan, dan serterusnya.

Hampir semua mahasiswa menjawab tidak ada seorang manusiapun yang tidak percaya akan

adanya Tuhan, tidak ada seorang manusiapun yang tidak percaya akan adanya malaikat, dan

seterusnya. Semua manusia percaya adanya Tuhan, dan seterusnya.

3.3 ISLAM DAN IHSAN SEBAGAI PILAR AGAMA ISLAM

1. Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Tentang Iman, Islam, dan Ihsan

sebagai Pilar Agama Islam

Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Umar Bin Khatab r.a diatas kaum muslimin

menetapkan adanya tiga unsur penting dalam agama islam yakni, iman, islam, dam ihsan

sebagai kesatuan yang utuh.

Akidah merupakan cabang ilmu agama untuk memahami pilar islam dan akhlak merupakan

cabang ilmu agama untuk memahami pilar ihsan.

2. Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Konsep Insan Kamil

Istilah Insan Kamil (manusia sempurna) pertama kali diperkenalkan oleh syekh Ibn Araby

( abad ke - 14 ). Ia menyebutkan ada dua jenis manusia, yakni insan kamil dan monster

setengah

manusia. Jadi, kata Ibn Araby, jika tidak menjadi insan kamil, maka manusia menjadi

monster setengah manusia. Insan kamil adalah manusia yang telah menanggalkan

kemonsteranya. Konsekuensinya, diluar kedua jenis manusia ini da manusia yang sedang

berproses menanggalkan kemonsterannya dalam membentuk insan kamil.

a. Konsep Manusia dalam Al-Quran.

Secara umum, pembicaraan tentang konsep manusia selalu berkisar dalam dua dimensi, yakni

dimensi jasmani dan rohani, atau dimensi lahir dan batin.

11
b.Unsur -unsur Manusia Pembentuk Insan Kamil

Secara ringkas, Al - Ghazali ( dalam othman, 1987: 31-33) menyebut beberapa instrumen

untuk mencari pengetahuan yang benar serta kapasitas untuk mencapainya. Pertama, panca

indra. Panca indra memiliki keterbatasan dan tidak bisa mencapai pengetahuan yanng benar,

setelah dinilai oleh akal. Kedua, akal. Dengan metode ini, dengan cara yang sama, seharusnya

orangpun menuilai tingkat kebenaran akal. Orang seharusnya menggunakan cara yang sama

dengan cara yang digunakan oleh akal ketika menulai kekeliruan panca indra.

3.Nur ilahi. Ketika Al- Ghazali sembuh dari sakitnya ia menuturkan, kesembuhannya dari

sakit karena adanya nur ilahi yang menembus dirinya. Kemudian Al- Ghazali

mengungkapkan pandangannya tentang nur ilahi sebagai berikut. Kapan saja Allah

menghendaki untuk memimpin seseorang, maka jadilah demikian. Dialah yang melapangkan

dada orang itu untuk berislam. ( QS: Al- An am/ 6:125. )

3.4 KARAKTERISTIK INSAN KAMIL

1. Karakteristik insan kamil

Insan kamil bukanlah manusia pada umumnya. Menurut ibnu araby meyebutkan adanya dua

jenis manusia yaitu insan kamil dan monster bertubuh manusia. Maksudnya jika tidak

menjadi insan kamil, maka manusia akan menjadi monster bertubuh manusia. Untuk itu kita

perlu mengenali tempat unsur untuk mencapai derajat insan kamil, diantaranya :

- Jasad

- Hati nurani

- Roh

- Sirr (rasa)

12
BAB IV

PENUTUP

4 .1 Kesimpulan

Untuk menapaki jalan insan kamil terlebih dahulu kita perlu mengingat kembali tentang 4

unsur manusia yaitu jasad atau raga, hati, roh dan rasa. Keempat unsur manusia ini harus di

fungsikan untuk menjalankan kehendak allah. Hati nurani harus dijadikan rajanya dengan

cara selalu mengingat tuhan

Jika sudah secara benar menjalankan 4 unsur tersebut, lalu mengkokohkan keimanan,

meningkatkan peribadatan, dan membaguskan perbuatan, sekaligus menghilangkan karakter-

karakter yang buruk.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kuliyatun, K. (2020). Kajian Hadis: Iman, Islam dan Ihsan dalam Perspektif Pendidikan
Agama Islam. Edugama: Jurnal Kependidikan Dan Sos (Placeholder1)ial
Keagamaan, 6(2), 110-122.

Masruroh, S., EQ, N. A., & Suhartini, A. (2021). Implementasi Nilai Iman, Islam Dan Ihsan
Pada Pendidikan Agama Di Perguruan Tinggi Umum. MUNTAZAM, 2(01).

Noegroho, I. R. (2019). Dasar-dasar memahami iman, islam, dan ihsan. Anak Hebat
Indonesia.

14

Anda mungkin juga menyukai