Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

REALISASI IMAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL


Makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas pada mata kuliah
Al-Hadis
Dosen: Ddr.H.Safria Andy,MA
NIP: 197602292014111001

Disusun oleh :
Diva Mumtazah Putri Zulferry (0502201019)
Nabila Huwaidaa (0502201049)
Rizul Aulia (0502202004)
Haya Fadiyah Hanin (0502202021)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUMATRA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah
dan taufik-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Rahmat dan salam semoga
dilimpahkan-Nya kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan kepada para keluarganya,
para sahabatnya, serta para pengikutnya sampai hari kiamat.
Tentu saja dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan baik didalam
penyajiannya maupun teknis penyusunannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari berbagai pihak
yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan.

Medan, 3 November 2020

                                                                                                 Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................      i
DAFTAR ISI ..................................................................................................      ii
BAB 1       PENDAHULUAN.........................................................................      1
                  A. Latar Belakang..........................................................................      1
                  B. Rumusan Masalah.....................................................................      1
      C. Tujuan Penulisan .....................................................................       1
BAB II       PEMBAHASAN...........................................................................      2
A.    Hadis Tentang Mencintai Sesama Muslim ...................................................     2
B.    Iman dan Hakikatnya.....................................................................................      3
C.    Hadis Tentang Ciri-Ciri Seorang Muslim Tidak Menggangu Orang
Lain........................................................................................................................ 4
D.    Hadis Tentang Realisasi Iman dalam Menghadapi Tamu   ...........................     5
BAB III     PENUTUP .....................................................................................      9
                  A. Kesimpulan ...............................................................................      9
                  B. Saran ..........................................................................................     9
DAFTAR
PUSTAKA ......................................................................................................      10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seorang mukmin yang ingin mendapat ridha Allah Swt., harus berusaha untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang diridhain-Nya. Salah satunya adalah mencintai sesama saudaranya
seiman seperti ia mencintai dirinya. Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti
sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan bukan hal-hal
lain sehingga betul-betul merupakn persaudaraan murni dan suci. Orang yang mencintai
saudaranya karena Allah akan memandang bahwa dirinya merupakan salah satu anggota
masyarakat, yang harus membangun suatu tatanan untuk kebahagiaan bersama apapun yang
dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan.  Persaudaraan yang
mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya keimanan seseorang, ia selalu siap menolong
saudaranya seiman tanpa diminta bahkan tidak jarang mengorbankan kepentingannya sendiri
demi menolong saudaranya. Perbuatan baik seperti itulah yang akan mendapat pahala besar disisi
Allah Swt.

B. Rumusan Masalah

1.     Bagaimana Hadis tentang Mencintai Sesama Muslim?


2.     Bagaimanakah Hakikat Iman itu?
3.     Apa Hadis tentang Ciri-Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain?
4.     Bagaimana Hadis tentang Realisasi Iman dalam Menghadapi Tamu?

C. Tujuan Penulisan

1.     Supaya Kita Mengetahui Bagaimana Hadis-Hadis tentang Realisasi iman dalam


Kehidupan Sosial
2.     Agar Kita Lebih Mengetahui Bagaimana Cara Merealisasikan Iman dalam Kehidupan
Sosial
BAB II
PEMBAHASAN

REALISASI IMAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

A. Hadis Tentang Mencintai Sesama Muslim


ٍ َ‫ع َْن إَن‬  
)‫(متفق عليه‬. ‫ ال يؤمن احد كم حتى يحب ال خيه ما يحب لنفسه‬: ‫س رضئ هللا عنه عن النبي صلي هللا عليه و سلم قال‬
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Khadim (pembantu) Rasulullah saw. Dari nabi saw, beliau
bersabda: “tidakah seseorang  dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai saudaranya
sebagaimna ia mencintai dirinya sendiri. (muttafaq ‘alaihi).
Hadis tersebut dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, kitab al-Iman, Bab min
al-Iman an Yuhibba Liakhihi ma Yuhibbu Linafsihi, no. 13 dan Iman Muslim dalam shahih-nya,
kitab al-Iman, bab al-Dalil ‘Ala ana Min Khishal al-Iman an Yuhibba Liakhihi al-Muslim Ma
Yuhibbu Linafsihi Min al-Khairi, No. 45.
Hadis di atas menegaskan bahwa di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah
bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan
disini termasuk di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya muslim mendapatkan kebaikan
yang ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya muslim mendapat kesulitan dan musibah yang
ia sendiri membencinya. Ketiadaan sifat seperti itu menurut hadis di atas menunjukkan kurang
atau lemahnya tingkat keimanan seseorang.

Syarah Hadis
‫ال‬ ‫يؤ‬ ‫من‬ ‫احد‬ ‫كم‬ Artinya tidak sempurna iman salah seorang dari kamu sekalian. Penafsian
(peniadaan) di sini untuk menafikan (menindakan) kesempurnaan. Bukan manafikkan asal iman.
‫حتى‬ ‫يحب‬ Kata “‫ ”حتى‬bermakna sampai, berarti makna hadis di atas “n sampai ia mencintai
saudaranya.
‫ال‬ ‫خيه‬ Maksudnya adalah saudara semuslim
‫يحبما‬ ‫لنفسه‬ maknanya, sesuatu yang ia cintai untuk dirinya berupa kebaikan, keselamatan
dan pembelaaan kehormatan serta yang lainnya.
            Dalam hadis lain disebutkan sebagai berikut:
‫ه من‬jj‫ون احب الي‬jj‫تى اك‬jj‫دكم ح‬jj‫ فو الدي نفسى بيده اليؤمن اح‬:‫ قال النبي صلى هللا عليه وسلم‬,‫عن ابي هريرة رضي هللا عنه قال‬
)‫والده وولده (رواه البخاري‬                                                                                                                      
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi Saw. telah bersabda: “demi zat yang diriku
ditangan-Nya, seseorang tidak beriman hingga aku lebih ia cintai dari pada orang tua dan
anaknya”. (H.R Bukhari).
            Hadis di atas menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti
sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan bukan hal-
hal lain, sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci.
            Dalam kaitan ini Rachmat Syafi’i mengutip hadis riwayat Muslim:
‫اين المتحابون بجال لي اليوم‬:‫ان هللا تعالى يقول يوم القيامة‬:‫قل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه قال‬
)‫اظلهم في ظلي يوم ال ظل اال ظلي (روه مسلم‬                                                                                     
Dari Abu Hurairah r.a ia berkata: rasulullah Saw. telah bersabda: pada hari kiamat Allah Swt.
akan berfirman: “dimanakah orang yang saling berkasih sayang karena kebesaran-Ku, kini aku
naungi di bawah naungan-Ku, pada saat tiada naungan, kecuali naungan-Ku” (H.R Muslim).
B. Iman dan Hakikatnya

            Allah Swt., telah menjelaskan kepada hamba-Nya mengenai hakikat keimanan yang
menjadi syarat diterimanya amal dan terwujudnya apa yang telah dijanjikan oleh Allah Swt.
            Selanjutnya dikatakan bahwa hakikat iman adalah:

1.     Iman adalah Keyakinan dan Perbuatan


Iman yang berasal dari bahasa Arab ini memang mempunyai arti keyakinan, dan
tersirat adanya perbuatan. Iman yang diucapkan dengan lisan saja belum menghasilkan apa-
apa. Oleh karena itu, dalam realisasinya iman itu perlu adanya perbuatan sesuai dengan yang
kita yakini. Misalnya kita beriman adanya Allah Swt, maka untuk membuktikannya kita harus
mematuhi segala yang diperintahkan oleh Allah Swt.
Dalam surat Al-Hujurat ayat 15 Allah Berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang sepercaya
(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka itulah orang-
orang yang benar”. (Q.S Al-Hujurat:15).
Dari ayat tersebut kita mengetahui bahwa iman yang diterima dan benar adalah
keyakinan yang tidak dicampuri dengan keraguan dan amalan yang diantaranya berupa jihad
dengan harta dan jiwa di jalan Allah Swt.
Sebab keyakinan hati saja tidak cukup sebagai syarat diterimanya iman. Iblis saja
berkeyakinan dengan adanya Allah, sebagaimana ucapannya yang tercantum dalam Al-Qur’an:
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah Aku sampai hari mereka dibangkitkan". (Q.S
Shaad:79).
Sekalipun demikian, Allah telah mengkafirkannya karena kesombongannya sehingga ia
tidak mau melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Allah berfirman dalam surat
Al-Baqarah ayat 34:
  “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah[36] kamu kepada
Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk
golongan orang-orang yang kafir”.(Q.S Al-Baqarah:34).
Jadi iman yang benar adalah yang meliputi dua hal, yaitu pertama, keyakinan kuat yang
tidak dicampuri dengan keraguan; Kedua perbuatan yang membuktikan keyakinan itu dan ia
merupakan buahnya.

2.     Macam-macam Perbuatan
a.      Perbuatan hati, misalnya kita takut kepada Allah, beribadah kepada-Nya dan bertawakal
kepada-Nya;
b.     Perbuatan lidah, misalnya mengucapkan dua kalimat syahadat, bertasbih, beristighfar, dan
berdakwah;
c.      Perbuatan anggota badan, misalnya shalat, zakat, puasa, jihad di jalan Allah, mencari ilmu
karena Allah, berdagang, bertani, dan bekerja di bidang industri dalam rangka melaksanakan
perintah Allah untuk mengelola bumi sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
C. Hadis Tentang Ciri-Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain

‫انهى هللا‬jj‫اجر م‬jj‫اجر من ه‬jj‫ المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمه‬:‫عن عبدهللا بن عمر عن النبي صلى هللا عليه وسلم قل‬
)‫عنه (روه البخاري وابو داود والنسائ‬                                                                                                 
Dari Abdullah bin Umar berkata, bahwa Nabi saw, telah bersabda: “Seorang muslim adalah
orang yang menyebabkan orang-orang ( islam yang lain) selamat dari lisan dan tangannya, dan
orang yanghijrah adalah orang yang berpindah dari apa yang telah dilarangoleh Allah swt.
(H.R Bukhari, Abu Dawud, dan Nasa”i)
Penjelasan:
            Hadits di atas mengandung dua pokok bahasan, yakni tentang hakikat seorang muslim,
dalam membina hubungan dengan sesama muslim dalam kehidupannya sehari-hari. Juga
menjelaskan tentang hakikat hijrah dalam perspektif Islam.
            Seorang muslim dalam bertindak dan bersikap senantiasa berbuat adil dan tidak
menyinggung perasaan orang lain. Dia sangat hati-hati dalam berbicara dan berbuat.
            Seorang muslim idealnya tidak boleh menyakiti saudaranya sendiri, baik dengan cara
menghina, memfitnah maupun menjelek-jelekan saudaranya dihadapan orang lain. Dalam hadis
di atas adalah memberi motivasi agar umat Islam senantiasa berlaku baik terhadap sesamanya
muslim dan tidak menyakitinya, baik secara fisik maupun hati. Mengingat pentingnya hubungan
baik dengan sesama muslim, maka Rasulullah saw. menggambarkannya sebagai ciri tingkat
keislaman seseorang. Orang yang tidak memberikan rasa tenang dan nyaman terhadap
sesamanya muslim dikategorikan orang muslim sejati. Inilah ciri-ciri muslim yang tidak
mengganggu orang lain.
Oleh sebab itu, seorang muslim yang sejati harus mampu menjaga dirinya sehingga orang
lain selamat dari kezaliman atau perbuatan jelek tangan dan mulutnya. Dengan kata lain, ia harus
berusaha agar saudaranya sesama muslim tidak merasa disakiti oleh tangannya, baik fisik seperti
dengan memukulnya, merusak harta bendanya, dan lain-lain ataupun dengan lisannya.
Secara tekstual hadis di atas menyebutkan bahwa hijrah yang sesungguhnya adalah
meninggalkan apa yang dimurkai Allah swt. Pengertian itu pulalah yang terkandung dalam hijrah
Rasulullah saw., yaitu meninggalkan tanah tumpah darahnya karena mencari daerah aman yang
dapat menjamin terlaksananya ketaatan kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, orang yang
meninggalkan kampung halaman dan berpindah ke daerah yang tidak ada jaminan bagi
terlaksananya ketaatan kepada Allah tidak termasuk dalam pengertian hijrah dalam pengertian
syariat, meskipun secara bahasa mengandung pengertian tersebut.
            Dalam  hadits riwayat Tirmidzi disebutkan bahwa nabi telah bersabda:
‫ن‬jj‫دث حس‬jj‫ ح‬.‫ه‬jj‫ا ال يعن‬jj‫ه م‬jj‫رء ترك‬jj‫الم الم‬jj‫ن اس‬jj‫ من حس‬:‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه قال‬
)‫(روه الترمدي وغيره‬                                                                                                                         
Dari Abi Hurairah r.a ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda : “Diantara baiknya keislaman
seseorang adalah ia meninggalkan apa yang tidak berguna baginya. Hadits Hasan ( H.R
Tirmidzi dan lainnya).
                 Hadits di atas diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam az-Zuhd, Bab: “Hadis-Hadits
tentang siapa yang berbicara mengenai apa yang tidak berguna baginya”, 2318. Hadits ini shohih
berdasarkan berbagai syahidnya. Lihat cetakan Darul Makmun, hal 46.
Pelajaran yang Terkandung dalam Hadits di atas
            Setiap muslim idealnya dapat mengisi waktunya dengan kegiatan yang membawa kepada
kebaikan dirinya di dunia atau di akhirat serta berpaling dari hal-hal yang tidak berguna baginya,
apalagi hal yang membahayakan dan menyakitkan dirinya, serta jangan pula ia ikut campur
urusan orang lain, karena itu semua merupakan pertanda sempurnanya keistiqamahan dirinya.

D. Hadis Tentang Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu

‫ من كان يؤمن باهلل واليوم االخر فليكرم ضيفه ومن كان‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه قال‬
‫يؤمن باهللا واليوم االخر فليحسن الى جاره ومن كان يؤمن باهلل واليوم االخر فليقل خيرا اوليصمت متفق عليه‬          

Dari Abu Huarairah r.a. ia berkata, bahwa Rasulallah saw., bersabda: “Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menghormati tamunya, dan barng
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah bebuat baik kepada tetangganya,
dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia berkata yang
baik atau lebih baik diam (Hadits dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim).
Hadits di atas menerangkan bahwa ada tiga perkara yang didasarkan atas keimanan
seseorang kepada Allah dari hari akhir, yaitu :

1.      Memuliakan Tamu
Yang dimaksud dengan memuliakan tamu adalah memperbaiki pelayanan terhadap
mereka sebaik mungkin. Pelayanan yang baik tentu saja dilakukan berdasarkan kemampuan dan
tidak memaksakan di luar dari kemampuan. Dalam sejumlah hadis dijelaskan bahwa batas
kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari tiga malam. Pelayanan lebih dari tiga hari tersebut
termasuk sedekah. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw.:
‫ا هللا‬jj‫من كان يؤمن ب‬: ‫ سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول‬:‫عن ابى شريح خويلد بن عمر و لخزاعي رضي هللا عنه قال‬
‫ك فهم‬jj‫ان وراء دل‬jj‫ا ك‬jj‫فم‬,‫ام‬jj‫ة اي‬jj‫يافة ثالث‬jj‫ه والض‬jj‫يومه وليلت‬:‫يا رسول هللا؟وماجاىزته؟قال‬:‫قال‬,‫واليوم االخر فاليكرم ضيفه جاىزته‬
‫صدقة عليه‬                                                                                                                              
Abu syuraih Khuwailid bin Amru Al-Khuzai’ir r.a., berkata, saya telah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda, “siapa yang percaya kepada Allah dan hari akhir, ia harus menghormati tamunya
pada bagian keistimewaannya. Sahabat bertanya, “apakah yang dimaksud dengan keistimewaan
itu? Jawab Nabi, “hormati tamu itu sampai tiga hari, sedangkan selebihnya dari sadaqah”.
Jika ketentuan-ketentuan seperti disebutkan di atas dilaksanakan oleh segenap umat
Islam, maka dengan sendirinya terjalin keharmonisan di kalangan umat Islam. Keharmonisan di
antara umat Islam merupakan modal utama dalam menciptakan masyarakat yang aman dan
damai.

2.  Menghormati Tetangga
Maksud tetangga disini adalah umum, baik yang dekat maupun jauh, muslim, kafir, ahli
ibadah, orang fasik, musuh dan lain-lain. Yang bertempat tinggal dilingkungan rumah kita.
Berbuat baik kepada tetangga itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberikan
pertolongan, menengoknya saat sakit, melayat saat ada keluarganya yang meninggal dan lain-
lain.
Selain itu, diharuskan pula menjaga mereka dari ancaman, gangguan dan bahaya. Dalam
hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Siti ‘Aisyah. Nabi SAW. menggambarkan
pentingnya memuliakan tetangga sebagai berikut:
َ‫ك ع َْن يَحْ يَى ْب ِن َس ِعي ٍد قَا َل أَ ْخبَ َرنِي أَبُو بَ ْك ِر بْنُ ُم َح َّم ٍد ع َْن َع ْم َرةَ ع َْن عَائِ َشة‬ ٌ ِ‫س قَا َل َح َّدثَنِي َمال‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا إِ ْس َما ِعي ُل بْنُ أَبِي أُ َو ْي‬
ُ‫ت أَنَّهُ َسي َُو ِّرثه‬
ُ ‫ار َحتَّى ظَنَ ْن‬ ْ
ِ ‫صينِي ِجب ِْري ُل بِال َج‬ َّ ‫هَّللا‬
ِ ‫صلى ُ َعلَ ْي ِه َو َسل َم قَا َل َما زَ ا َل يُو‬ َّ َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهَا ع َْن النَّبِ ِّي‬
ِ ‫ َر‬ 
Isma’il bin Abi Uways telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik telah
menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Sa’id, ia berkata Abu Bakar bin Muhammad telah
mengabarkan kepadaku dari ‘Amrah, dari ‘Aisyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Malaikat
Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk memuliakan) tetangga sehingga aku menyangka
bahwa Jibril akan memberi kepada tetangga hak waris”. (H.R.Bukhari)

3.  Berbicara Baik atau Diam


Orang yang menahan banyak berbicara kecuali dalam hal-hal baik, lebih banyak terhindar
dari dosa dan kejelekan, daripada orang yang banyak berbicara tanpa membedakan hal yang
pantas dibicarakan dan yang tidak pantas dibicarakan. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah
SAW. bersabda:
‫اَ ْلبَ ْيهَقِ ُّي فِي‬ ُ‫ أَ ْخ َر َجه‬ ) ُ‫اعلُه‬ َّ ‫( اَل‬ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم‬:‫س رضي هللا عنه قَا َل‬
ِ َ‫ص ْمتُ ِح ْك َمةٌ َوقَلِي ٌل ف‬ ٍ َ‫َ َوع َْن أَن‬
ْ ْ ُ
‫وف ِم ْن قَوْ ِل لق َمانَ اَل َح ِك ِيم‬ َ
ٌ ُ‫َّح أنَّهُ َموْ ق‬
َ ‫صح‬َ ‫يف َو‬
ٍ ‫ض ِع‬ ِ ‫اَل ُّش َع‬ 
َ ‫ب بِ َسنَ ٍد‬
Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Diam itu bijaksana namun sedikit orang yang melakukannya”. Riwayat Baihaqi dalam kitab
Syu’ab dengan sanad lemah dan ia menilainya mauquf pada ucapan Luqman Hakim.
Di zaman modern ini memang manusia dihadapkan kepada dua dilema, di satu sisi kita
disuruh untuk menghormati tamu, namun di sisi lain ada kekhawatiran bahwa tidak setiap tamu
berbuat baik.
Ajaran islam dalam menghadapi seperti tersebut, kita harus tetap menghormati tamu,
tetapi bila ada hal-hal yang mencurigakan kitapun harus waspada. Oleh karena itu Islam pun
menganjurkan agar kita bisa menjaga diri, harta, agama, dan akal.
Sebagai muslim kita harus mengetahui bahwa berprilaku baik adalah merupakan
keharusan yang tak dapat ditinggalkan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw:
‫ البر حسن الخلق‬:‫ فقال‬.‫ سالت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن البري واالثم‬:‫عن النواس بن سمعان رضي هللا عنه قال‬
)‫واالثم ماحاك فى صدرك وكرهت ان يطلع عليه الناس (رواه مسلم‬                                                                  

Dari An-Nawas bin Sam’an ra., berkata: saya bertanya kepada Rasulallah saw., tentang bakti
dan dosa, Rasulallah menjawab: “Bakti itu adalah baik budi pekerti dan dosa itu ialah semua
hal yang meragukan hati dan tidak suka diketahui orang” (H.R. Muslim).
Yang dimaksud dengan ungkapan al-Birru Husnul Khuluqi adalah semua tingkah laku
atau perbuatan dan perkataan yang baik (ma’ruf) itu, merupakan budi pekerti atau akhlak yang
terpuji, termasuk di dalamnya berbuat baik terhadap tetangga.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam mencintai seorang mukmin, harus didasari lillah. Oleh karena itu, harus tetap
memperhatikan rambu-rambu syara’. Tidaklah benar, dengan alasan mencintai saudaranya
seiman sehingga ia mau menolong saudaranya tersebut dalam berlaku maksiat dan dosa kepada
Allah Swt. Ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia mencintai sesamanya seperti
mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan termasuk di dalam rasa bahagia jika
melihat sesamanya muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika
sesamanya muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan baik didalam penyajiannya
maupun teknis penyusunannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya
membangun senantiasa kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Syafe’i Rahmat, Al-Hadis, Bandung: Pustaka Setia: 2000


Sohari, dkk. Hadis Tematik, Jakarta: Diadit Media: 2006
http://windu2008.blogspot.com/2008/07/kiat-membahagiakan-orang-menurut.html

Anda mungkin juga menyukai