Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“Iman Sebagai Faktor Internal dalam Hadis”

Dosen Pengampu:

Dra. Sarmida Hanum, M.Ag

Disusun oleh :
KELOMPOK 3

Azrina Rahmadhani 2115040129


Dwi Lestari Hutapea 2115040133
Lidya Kusmala 2115040156

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA-AGAMA
UIN IMAM BONJOL PADANG
1444 H/ 2022 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah‘Azza wa Jalla yang telah melimpahkan
nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
mengenai “Iman sebagai Faktor Internal dalam Hadis” dengan tepat waktu. Shalawat dan
salam kami limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang telah menjadi suri tauladan bagi umat
Islam di seluruh dunia dan semoga kita termasuk orang yang memperoleh syaa’at-Nya di hari
akhir.

Kami ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Ibu Sarmida Hanum M.Ag, selaku
dosen mata kuliah Perilaku Manusia dalam Hadis. Selain itu, ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Kami berharap makalah ini bermanfaat untuk kita semua dalam rangka menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan agar menjadi mahasiswa yang berguna bagi agama, bangsa dan
negara. Dan kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca agar tercipta
makalah yang lebih baik kedepannya.

Padang, 13 September 2022

Penulis

i
DATAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DATAR ISI........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1

1.3 Tujuan Masalah.....................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

2.1 Pengertian Iman......................................................................................................2

2.2 Pengertian Hadis.....................................................................................................7

2.3 Iman Sebagai Faktor Internal dalam Hadis...........................................................10

BAB III PENUTUP.........................................................................................................12

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................12

3.2 Saran...................................................................................................................12

DATAR PUSTAKA......................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam Islam sesuatu yang menyangkut kepercayaan dan keyakinan disebut dengan iman.
Pada dasarnya setiap manusia memiliki fitrah yaitu kepercayaan mengenai adanya dzat yang Maha
Kuasa, yang dalam agama dikenal dengan Tuhan. Fitrah manusia tersebut yaitu fitrah beragama
tauhid yang dijadikan Allah Swt. ketika manusia diciptakan. Sehingga dalam menyangkut hal
demikian, iman merupakan inti agama, terlebih agama Islam. Permasalahan iman ini sangat penting,
karena beriman merupakan salah satu ciri-ciri orang beragama. Manusia meyakini adanya Allah Swt.
dan meyakini bahwasanya Muhammad Saw. adalah utusan Allah. Kemudian pengakuan tersebut
diikrarkan dengan lisan, serta diamalkan dengan amal perbuatan.
Sedangkan hadis adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya dari Nabi
Muhammad Saw. yang dijadikan hukum syariat Islam selain Al-Qur’an. Hadis memiliki kedudukan
yang penting setelah Al-Qur’an dan telah menjadi perhatian para ulama sejak awal perkembangan
Islam hingga saat ini. Sebagaimana Al-Qur’an, hadis merupakan jaminan keselamatan hidup para
kaum Muslim. Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Turmudzi, Ibnu
Majah & Ahman bin Hambal bahwasanya islam itu adalah iman dan iman itu adalah islam. Ketika
disebut satu diantaranya maka yang lain juga ikut di dalamnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan iman?


2. Apa yang dimaksud dengan hadis?
3. Mengapa iman sebagai faktor internal dalam hadis?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian iman.


2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian hadis.
3. Untuk mengetahui dan memahami bahwa iman sebagai faktor internal dalam hadis.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Iman

Iman dilihat dari segi bahasa dapat diartikan sebagai pembenaran. Sebagian pakar
mengartikan iman sebagai pembenaran hati terhadap hal yang didengar oleh telinga.
Pembenaran akal saja tidak cukup, karena hal yang penting yaitu pembenaran hati.

Namun sebagian orang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata kerja amana-
yu’minu-imanan ( ‫اِ ْي َمانًا‬- ُ‫يُْؤ ِمن‬-‫ ) آ َمن‬yang artinya percaya. Sehingga, iman yang berarti percaya
menunjuk sikap batin yang terletak di dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya akan
adanya Allah Swt. dan selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, meskipun dalam sikap
kesehariannya tidak mencerminkan suatu ketaatan ataupun kepatuhan (taqwa) kepada yang
telah dipercayainya, masih disebut sebagai orang yang beriman. Hal demikian disebabkan
masih terdapatnya keyakinan mereka bahwa yang mengetahui terkait urusan hati manusia
yaitu Allah dan dengan membaca dua kalimat syahadat telah menjadi seorang Muslim.

Secara terminologi atau dalam istilah syar’i para ulama tafsir memiliki pendapat yang
bervariasi mengenai pengertian iman, antara lain:

 Muhammad Nawawi Al-Jawi menyatakan bahwa iman merupakan mereka yang percaya
dengan segenap hati mereka. Tidak dikategorikan untuk orang-orang yang berkata namun
tidak sesuai dengan hati mereka.
 Menurut al-Baidhawi, iman secara bahasa merupakan ungkapan terkait membenarkan sesuatu.
Kata iman berasal dari kata al-amn, yaitu orang yang membenarkan sesuatu, sehingga dia
akan mengutamakan hal yang diyakini kebenarannya itu dari pendustaan dan perbedaan.
 Menurut M. Quraish Shihab iman yang benar nantinya akan melahirkan suatu aktivitas yang
benar pula, sekaligus kekuatan untuk menghadapi yang namanya tantangan, bukannya
kelemahan yang menghasilkan angan-angan dan mengantar kepada keinginan terwujudnya
sesuatu yang tidak sejalan dengan ketentuan hukum-hukum Allah yang berlaku, atau
bertentangan dengan akal sehat dan hakikat ilmiah.
 Kemudian, Ibnu Katsir menyatakan bahwa iman yaitu membenarkan ucapan dengan
perbuatan, selanjutnya melakukan sholat dan menunaikan zakat dan apa yang dibawa oleh
Rasulullah Saw. juga apa yang telah dibawa rosul sebelumnya, serta keyakinan akan adanya
kehidupan akhirat.

Dalam surah Al-Baqarah ayat 165 [QS. 2: 165] dikatakan bahwa orang yang beriman
itu merupakan orang yang sangat mencintai Allah (asyaddu hubban lillah).

2
Artinya: “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan,
yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar
cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat
azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat
azab-Nya (niscaya mereka menyesal).”

Oleh karena itu, beriman kepada Allah artinya teramat rindu terhadap ajaran Allah,
yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Dikarenakan hal apapun yang dikehendaki Allah, menjadi
kehendak orang yang beriman, sehingga dapat menghasilkan tekad untuk mengorbankan
segalanya bahkan dapat mempertaruhkan nyawa.

Ibnu Majah Attahabrani meriwayatkan hadis mengenai defenisi iman, yaitu bahwa
iman adalah keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal
perbuatan.

Artinya: Dari Ali bin Abi Thalib r.a berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Iman itu mengetahui
dengan hati, mengucapkan dengan lisan, menjalankan dengan anggota badan.” (H.R Ibnu Majah).

Dengan demikian, iman adalah keselarasan antara hati, ucapan dan tingkah laku, atau
dapat juga dinyatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.

Istilah iman di dalam Al-Qur’an senantiasa dirangkaikan dengan kata lain, sehingga
memberikan corak dan warna mengenai sesuatu yang diimani, dapat kita lihat dalam Q.S An-Nisa’
ayat 51 [Q.S 4: 51] yang dikaitkan dengan jibti (kebatinan/ idealism) dan thaghut (realita/
naturalism).

3
Artinya: “Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Kitab (Taurat)?
Mereka percaya kepada Jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik
Mekkah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman.”

Sedangkan dalam QS. Al-Ankabut ayat 52 [Q.S 29: 52] dikaitkan dengan kata bathil,
yaitu walladziina aamanuu bil baathili. Bathil yang bermakna tidak benar menurut Allah.

Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Cukuplah Allah menjadi saksi antara aku dan kamu. Dia
mengetahui apa yang di langit dan di bumi. Dan orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar
kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang rugi.”

Pada surat lain dirangkaikan dengan kata kafir atau dengan kata Allah. Sementara
dalam Al-Baqarah ayat 4 [Q.S 2: 4], kata iman dirangkaikan dengan ajaran yang Allah
turunkan (yu’minuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila min qablika).

Artinya: “Dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad)
dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat.”

Sehingga, kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam Al-Qur’an
memuat arti positif. Oleh karena itu, kata iman yang tidak dipautkan dengan kata Allah atau
dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman haq. Sementara yang dikaitkan dengan selainnya,
4
disebut sebagai iman bathil.

 Tanda-tanda Orang Beriman Menurut Hadis

1. Menjauhkan Dari Kegiatan yang Sia-sia.

Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Saw., beliau bersabda,

‫ِم ْن ُح ْس ِن ِإ ْسالَ ِم ْال َمرْ ِء تَرْ ُكهُ َما الَ يَ ْعنِي ِه‬

Artinya: “Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.”
(HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih).

Dalam hadis ini, Imam al-Qori mengatakan bahwa makna dari “meninggalkan hal-hal
yang tidak bermanfaat”, maksudnya yaitu sesuatu yang tidak penting dan tidak baik untuk
dilakukan, baik itu dari ucapan atau tindakan dan baik itu sekedar melihat maupun
memikirkan.

2. Senang Mendengar Bacaan Ayat Al-Qur’an

Senang mendengar bacaan ayat Al-Qur’an termasuk tanda-tanda dari orang beriman.
Tidak hanya itu, keimanan dalam hati mereka juga akan semakin bertambah pada saat
mendengar ayat-ayat Allah swt.

‫صلٌي هٌللا ُ َعلَي ِه َو َسلٌم َمثَ ُل ال ُمو ِم ِن اٌلَ ِذي يَقَراُ القُرانَ َمثَ ُل اآلت ُر َج ِة‬ َ ِ ‫ل هٌللا‬uُ ‫ قَا َل َرسُو‬:‫ َرضي هٌللا ُ عَنهُ قَا َل‬u‫عَن اَبي ُم ُوسى‬
ِ ِ‫َمرة آلريَح لَهَا َوطَع ُمهَا حُل ٌو َو َمثَ ُل ال ُمنَاف‬
‫ق‬ َ ‫ طَيِبُ َو َمثَ ُل الم ُو ِم ِن اٌلَ ِذي آليَق َراٌ القُرانَ َك َمثَ ِل الت‬u‫ِري ُحهَا طيِبُ َوطَع ُمهَا‬
‫يس لَهَا‬
َ َ‫الحنُظلَ ِة ل‬ َ ‫اٌلَ ِذي يَق َرأ القُرانَ َمثَ ُل ال َّر ْي َحانَ ِة ِر ْي ُحهَا طَيّبٌ َوطَ ْع ُمهَا ُمرُّ َو َمثَ ُل ال ُمنَافق اّل ِذي ال يَ ْق َرُأ القُرْ انَ َك َمثِ ِل‬
ُّ‫ ُمر‬u‫ِري ُح وطعمها‬

(‫ وابن ماجة‬u‫)رواه البخارى ومسلم والنسائي‬

Artinya: Dari Abu Musa r.a berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Perumpamaan orang
mukmin yang membaca Al-Qur'an adalah seperti jeruk manis yang baunya harum dan rasanya
manis. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur'an adalah seperti kurma, tidak
berbau harum tetapi rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur'an adalah
seperti bunga, baunya harum tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak
membaca Al-Qur'an seumpama buah pare, tidak berbau harum dan rasanya pahit.” (HR. Al-Bukhari,
Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah).

Dalam Kitab adhail Qur’an karya Syeikh Maulana Zakariyya Al-Kandahlawy


diterangkan bahwa hadis di atas memperlihatkan perbandingan antara sesuatu yang abstrak
5
dengan yang nyata. Berakibat lebih mudahnya dibedakan antara orang yang membaca Al-
Qu’ran dan yang tidak membacanya. Jelas bahwa kelezatan tilawah Al-Qur’an jauh berbeda
dari kelezatan apapun di dunia, seperti jeruk dan kurma.

3. Menunaikan Zakat

Menunaikan zakat merupakan tanda-tanda orang yang beriman, karena dirinya sadar
bahwa dengan berzakat atau bersedekah adalah bukti akan keimanan seseorang. Orang-orang
beriman hendaknya melaksanakan kewajiban dan ibadah yang berhubungan dengan harta
dengan ikhlas, berguna dalam membersihkan harta dan menyucikan jiwa mereka.

Rasul pernah menerangkan terkait bukti keimanan seseorang dapat dilihat dari sholat
dan sedekahnya.

‫ص َدقَةُ بُرْ هَان‬


َّ ‫صاَل ةُ نُو ٌر َوال‬
َّ ‫َوال‬
Artinya: “Sholat adalah cahaya dan sedekah adalah bukti” (HR. Muslim no. 223).

4. Meneladani Rasul

Orang-orang yang beriman tidak hanya berciri pada menjalankan perintah Allah Swt.
saja, tetapi juga meneladani setiap perbuatan dan perkataan rasul. Dari Abu Hurairah r.a
berkata:

‫َاب هللاِ َو ُسنَّةَ َرسُوْ لِ ِه‬ ِ َ‫ت فِ ْي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬


َ ‫ ِكت‬: ‫ضلُّوْ ا َما تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما‬ ُ ‫َر ْك‬

Artinya: “Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang
kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R.
Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di
dalam At Ta’zhim wal Minnah il Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).

5. Memiliki Akhlak yang Baik

Pada ciri-ciri orang beriman lainnya yaitu memiliki akhlak yang baik. Orang beriman
tidak mungkin berakhlak yang buruk, dikarenakan dirinya akan selalu meneladani Rasul
yang memiliki akhlak yang mulia. Abu Darda’ r.a, Nabi Saw. bersabda,

َّ ‫ب‬
‫م‬uِ ْ‫و‬u‫الص‬ ِ ‫اح‬
ِ u‫ص‬ ِ uُ‫ ِن ْال ُخل‬u‫ُس‬
َ َ‫ ة‬u‫ ِه د ََر َج‬uِ‫ ُغ ب‬uُ‫ق لَيَ ْبل‬u ْ ‫بح‬ ِ uُ‫ ِن ْال ُخل‬u‫ُس‬
َ ‫ق َوِإ َّن‬u
َ ‫ا ِح‬u‫ص‬ ْ ‫ان َأ ْثقَ ُل ِم ْن ح‬
ِ ‫ُوض ُع فِى ْال ِمي َز‬
َ ‫َما ِم ْن َش ْى ٍء ي‬
‫صالَ ِة‬
َّ ‫َوال‬

6
Artinya: “Tidak ada sesuatu amalan yang jika diletakkan dalam timbangan lebih berat dari akhlaq
yang mulia. Sesungguhnya orang yang berakhlaq mulia bisa menggapai derajat orang yang rajin
puasa dan rajin shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2134. Syaikh Al-Abani mengatakan bahwa hadits
ini shahih. Lihat Shahih Al Jaami’ no. 5726).

Akidah islam berperan sebagai keyakinan akan membentuk tingkah laku dan
tentunya akan mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Maududi menyebutkan
bahwa tanda orang yang beriman yaitu sebagai berikut:

1. Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan licik


2. Memiliki kepercayaan akan diri sendiri
3. Senantiasa jujur, adil, dan amanah
4. Memiliki sifat rendah hati dan khidmat
5. Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi persoalan dan situasi dalam
kehidupan
6. Memiliki pendirian yang teguh, sabar, tabah dan optimis
7. Memiliki sifat yang satria, semangat dan tidak bergetar menghadapi resiko
8. Menerapkan sifat hidup damai dan ridha
9. Patuh, taat, disiplin dalam melaksanakan peraturan agama.

2.2 Pengertian Hadis

Hadis menurut bahasa adalah sesuatu yang baru artinya menunjukkan kepada waktu
yang dekat atau waktu yang singkat. Hadis juga secara bahasa berarti "sesuatu yang
dibicarakan dan dinukil", juga "sesuatu yang sedikit dan banyak". Adapun firman Allah Swt.

ِ ‫ بِ ٰه َذا ْال َح ِد ْي‬u‫م اِ ْن لَّ ْم يُْؤ ِمنُوْ ا‬uْ ‫ار ِه‬


‫ث اَ َسفًا‬ ٰ ٓ ٰ َ ‫اخ ٌع نَّ ْف َس‬ َ َّ‫فَلَ َعل‬
ِ َ‫ك عَلى اث‬ ِ َ‫ك ب‬

“Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah
mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an)”

Maksud hadis dalam ayat ini adalah Al-Quran.

Juga firman Allah Swt.


ْ ‫َواَ َّما بِنِ ْع َم ِة َربِّكَ فَ َحد‬
‫ِّث‬

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).”


Maksud hadis dalam ayat ini adalah sampaikan risalahmu, wahai Muhammad.

Hadis menurut istilah ahli hadis adalah apa yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad Saw. baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik

7
sebelum kenabian atau sesudahnya.

Para ahli memberikan defenisi (ta’rif) yang berbeda-beda sesuai dengan latar
belakang disiplin ilmunya. Seperti berikut ini:

Menurut ahli hadis, pengertian hadis ialah:

‫ وأفعاله وأحواله‬u‫أقوال النبي صلى هللا عليه وسلم‬

"Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya."

Yang dimaksud dengan "hal ihwal" ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi Saw.
yang berkaitan dengan himmah karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.

Ada juga yang memberikan pengertian lain:

‫ما أضيف إلى النبي صلى هللا عليه وسـلـم فـوالأو فعالً أو تقريرا أو صفة‬

"Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun
sifat beliau".

Sebagian muhadditsin berpendapat bahwa pengertian hadis di atas merupakan


pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan pengertian yang lebih
luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi Saw. (hadis marfu’) saja,
melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadis mauquf), tabi’in
(hadis maqtu’), sebagaimana disebutkan oleh Al-Tirmisi:

‫ إليه صلـى هللا عليه وسلم بل جاء بالموقوف وهو ما أضيف إلى الصحابي‬u‫أن الحديث ال يختص بالمرفوع‬
‫ وهو ما أضيف للتابعي‬u‫والمقطوع‬
"Bahwasanya hadis itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfü, yaitu sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Saw. melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf, yang disandarkan kepada
sahabat, dan yang maqtu', yaitu yang disandarkan kepada tabi'in."

Sementara para ulama ushûl memberikan pengertian hadis,

"Segala perkataan Nabi Saw. perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara' dan
ketetapannya".

Berdasarkan pengertian hadis menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadis adalah segala
sesuatu yang bersumber dari Rasulullah Saw. baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang
8
berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada
manusia. Selain itu tidak bisa dikatakan hadis. Ini berarti bahwa ahli ushul membedakan diri
Muhammad sebagai rasul dan sebagai manusia biasa. Yang dikatakan hadis adalah sesuatu
yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh nabi Muhammad Saw.
sebagai Rasulullah. Ini pun, menurut mereka harus berupa ucapan dan perbuatan beliau serta
ketetapan-ketetapannya. Sedangkan kebiasaan-kebiasaan, tata cara berpakaian, cara tidur dan
sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan
sebagai hadis. Dengan demikian, pengertian hadis menurut ahli ushul lebih sempit dibanding
dengan pengertian hadis menurut ahli hadis.

 Hadis Terdiri dari Tiga Macam Yaitu :

1. Hadis Qouliyah

Hadis Qauliyah adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada
Nabi Saw. dengan kata lain hadist tersebut berupa perkataan Nabi Saw. yang berisi berbagai
tuntutan dan petunjuk syara’, peristiwa-peristiwa dan kisah-kisah, baik yang berkaitan
dengan aspek akidah, syari’ah maupun akhlaq.

Contoh Hadis Qouliyah :

ِ َ‫ْال ُمْؤ ِمنُ لِ ْل ُمْؤ ِم ِن َكاْلبُ ْني‬


ُ ‫ان يَ ُش ُّد بَ ْع‬
‫ضهُ بَ ْعضًا‬
"Orang mukmin dengan orang mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan, satu sama lain saling
menguatkan". (H.R.Muslim)

2. Hadis Fi’liyah

Hadist taqririyah yaitu hadis yang berupa ketetapan Nabi Saw. terhadap apa yang
datang atau yang dilakukan oleh para sahabat Nabi Saw. membiarkan atau mendiamkan
suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah
beliau membenarkan atau mempersalahkannya.

Contoh Hadis Fi’liyah

َ‫ْضةَ نَ َز َل فَا ْستَ ْقبَ َل ْالفِ ْبلَة‬


َ ‫ت فَِإ َذا اَ َرا َد ْالفَ ِري‬ َ ُ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ي‬
ُ ‫صلِّى َعلَى َرا ِحلَتِ ِه َحي‬
ْ َ‫ْث تَ َو َّجه‬ َ ُ‫ع َْن َجابِ ٍر ْب ِن َع ْب ِد هللاِ قَا َل َكانَ َرسُوْ ُل هللا‬

“Dari Jabir berkata, bahwasanya Rasulullah pernah shalat di atas tunggangannya, kemana saja
tunggangannya itu menghadap. Apabila beliau hendak (melaksanakan shalat) fardhu, ia turun dan
menghadap ke kiblat” (HR. Bukhari-Muslim).

3. Hadis Taqririyah

9
Hadis taqririyah yaitu hadis yang berupa ketetapan Nabi Saw. terhadap apa yang
datang atau yang dilakukan oleh para sahabat Nabi Saw. membiarkan atau mendiamkan
suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah
beliau membenarkan atau mempersalahkannya. 

Contoh Hadis Taqririyah :

َ ‫صلِّي ََّّن ا َح ٌد ْال َعصْ َر اِالّ فِي بَنِي قُ َري‬


)‫ضهَ (روهالبخرى‬ َ ُ‫الَ ي‬

“Janganlah seorangpun shalat ashar kecuali nanti di bani Quraidhah”. (H.R Bukhari)

2.3 Iman Sebagai Faktor Internal dalam Hadis

Suatu ketika malaikat Jibril dalam rupa seorang manusia datang kepada Rasulullah Saw. dan
para sahabat untuk mengajarkan terkait pokok-pokok ajaran agama, yaitu Islam, Iman dan Ihsan.
Hadis ini dikenal dengan hadis Jibril, sebuah hadis yang dipandang oleh para ulama memiliki posisi
yang sangat penting dikarenakan telah mencakup semua amal baik secara lahir maupun batin serta
menjadi referensi ajaran islam itu sendiri.

 Hadis pertama

“…. Pada suatu hari kami berada di sisi Rasulullah Saw., tiba-tiba muncul di hadapan kami seorang
laki-laki berpakaian sangat putih dan warna rambutnya sangat hitam.” Tapi sama sekali tidak
nampak pada dirinya bekas perjalanan jauh. Tidak seorangpun di antara kami yang mengenalinya.
Dia duduk di dekat Nabi Saw. sambil menyandarkan kedua lututnya kepada kedua lutut Rasulullah
Saw. dia juga meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya sendiri. Lalu lelaki itu
berkata: “wahai Muhammad!”“Beritahukan kepadaku mengenai Islam ? Rasulullah Saw.
menjawab:”Islam yaitu hendaklah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan hendaklah

10
kamu bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah, hendaklah kamu mendirkan Shalat,
menunaikan Zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji jika kamu mampu
dalam perjalanan.” Lelaki itu berkata; “kamu benar.” ‘Umar berkata: “tentu saja kami heran, sebab
dia yang bertanya dia pula yang membenarkan.”Lelaki itu kembali bertanya; “beritahukan kepadaku
mengenai iman?” Rasulullah Saw. menjawab; “hendaklah kamu beriman kepada Allah, kepada
malaikat, kepada kitab-kitab, rasul-rasulnya, beriman kepada hari akhir dan juga kepada qadarNya
yang baik dan yang buruk.” Lelaki itu berkata; “kamu benar….”

 Hadis kedua

“…Pada suatu hari Rasulullah Saw. sedang tampak di hadapan orang-orang, tiba-tiba datang
kepadanya seorang laki-laki” dan bertanya: “Ya Rasulallah, apa itu iman?” “Rasul menjawab;
hendaklah kamu percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat, percaya kepada kitab-Nya,
percaya bertemu dengan-Nya, percaya kepada rasul-rasul-Nya, percaya kepada hari akhir. Lelaki itu
bertanya lagi; “apa itu islam?” Rasulullah saw. menjawab, “hendaklah kamu menyembah Allah dan
tidak mensekutukakan-Nya dengan sesuatu apapun, hendaklah kamu mendirkan Shalat pada waktu
yang telah ditentukan, hendaklah menunaikan Zakat yang difarduyang diwajibkan, berpuasa di bulan
Ramadhan…”

Setelah melihat dengan seksama kedua hadis ini saling berkatain satu sama lain
terutama mengenai absab al-wurudnya. Dengan demikian kita dapat mengetahui bagaimana
perbincangan antara Jibril, Rasulullah Saw. dan sahabat yang sudah dijelaskan masing-
masing dengan baik di dalam hadis tersebut.
Dengan dipaparkannya penjelasan hadis di atas dapat kita pahami bahwa islam itu
adalah iman dan iman itu adalah islam. Jika salah satu disebut maka yang lain juga ikut di
dalamnya. Islam sendiri memiliki dua sumber hukum utama yaitu Al-Quran dan Hadis yang
dapat juga dikatakan sebagai faktor internalnya. Sudah jelas bahwa iman juga adalah faktor
internal dalam hadis karena iman dan islam satu kesatuan yang tidak dapat dipecah dan yang
terpenting bahwa iman itu adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah.
 

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Islam adalah agama yang mengajarkan kepada pengikutnya untuk meyakini adanya Tuhan
Yang Maha Esa, yaitu Allah Swt. Dalam bahasa agama Islam keyakinan di sini dinamakan al-Iman
(iman). Dalam Islam, iman yang dimaksud di sini adalah iman kepada Allah Swt. karena pengertian
iman secara umum mempunyai makna yang luas. Orang yang mengaku sebagai muslim berarti dia
memiliki konsekuensi untuk mempertanggungjawabkan pengakuannya itu, yaitu kewajiban untuk
beriman kepada Allah Swt. Iman kepada Allah Swt. merupakan pondasi yang paling penting,
pertama, utama dan mendasar dalam Islam. Karena seseorang yang mengaku sebagai seorang muslim
tapi tidak beriman kepada Allah maka pengakuannya itu sia-sia saja. Orang yang tidak beriman
kepada Allah Swt. sekalipun melakukan amal kebajikan yang sangat banyak, maka amalnya itu sia-
sia di sisi Allah Swt.
Dalam hadis-hadis nabi, sangat banyak disebutkan tentang masalah keimanan. Tetapi sebagian
besar kaum muslim tidak memahami bahkan salah memahami bagaimana keimanan itu. Sehingga
banyak kaum muslim yang mengaku beriman tetapi mereka tidak sama sekali mengaplikasikan
substansi keimanan tersebut. Dengan demikian hadis yang merupakan sumber hukum kedua setelah
Al-Qur’an ini banyak menerangkan terkait iman, maka iman merupakan faktor internal dalam hadis
itu sendiri. Dikarenakan kedua konteks tersebut saling memiliki keterkaitan.

3.2 Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan sesuai dengan batas kemampuan yang sudah
kami usahakan sebaik-baiknya. Dengan harapan mudah-mudahan apa yang kami sajikan pada
makalah yang berjudul “Iman Sebagai Faktor Internal dalam Hadis” ini memberikan manfaat dan
menambah wawasan, sehingga menjadi bahan pembelajaran yang dapat kita gunakan sebaik
mungkin.
Kami pun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu
kami mengharapkan adanya berupa kritikan, saran, pemikiran dan ide-ide yang bersifat
membangun guna memperbaiki dan menciptakan makalah yang lebih baik kedepannya.
Demikianlah semoga bernilai ibadah disisi-Nya dan memberi kegunaan kepada para pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Syaikh Manna. (2004). Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Majid Khon, Abdul. (2008). Ulumul Hadis. Jakarta: Ahzah
Suparta, Manzier. (2016). Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Pers
Tolchah, Moch. (2015). Pendidikan Agama Islam. Jatim: Cita Intrans Selaras

13

Anda mungkin juga menyukai