Anda di halaman 1dari 28

Makalah Tentang

Memahami Konsep Iman, Islam dan Ihsan


Dalam Membentuk Insan Kamil

Dosen pengampu :
Dr. Khoirul Anam, S.H., S.Sy., M.H.I., C.L.A.

Disusun Oleh :

1. Fikri Ardiansyah (2362201100018)

2. Suci Anggun Hardiyanti (2362201100035)

3. Farah Salsabilla (2362201100038)

4. Ratih Shera Oky Krisdianto (2362201100051)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TULUNGAGUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai secara tepat waktu. Makalah
ini kami beri judul “Memahami Konsep Iman, Islam dan Ihsan Dalam Membentuk Insan
Kamil”

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama dari
dosen pengampu kami Bapak Dr. Khoirul Anam, S.H., S.Sy., M.H.I., C.L.A. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis
dan bagi para pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna. Maka dari
itu, kami terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar
tugas berikutnya bisa lebih baik lagi. Demikian, semoga makalah ini bisa bermanfaat.
Terimakasih.

Tulungagung, 5 Oktober 2023

Kelompok 4

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... II

DAFTAR ISI.................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 2

A. Pengertian Konsep Iman menurut Bahasa dan Istilah................ 2


B. Metode Mengamalkan Rukun Iman............................................ 3
C. Cara Menjaga Iman..................................................................... 4
D. Konsep Islam menurut Bahasa dan Istilah.................................. 4
E. Sejarah Munculnya Islam............................................................ 7
F. Penerapan Rukun Islam .............................................................. 10
G. Konsep Ihsan menurut Bahasa dan Istilah.................................. 11
H. Penerapan Rukun Iman................................................................ 13
I. Integrasi Iman, Islam dan Ihsan................................................... 13
J. Integrasi Iman, Ilmu da Amal...................................................... 15
K. Konsep Insan Kamil.................................................................... 17
L. Pengertian Insan Kamil............................................................... 19
M.Sejarah Munculnya Insan Kamil................................................. 20
N. Penerapan Insan Kamil dalam Kehidupan................................. 22

BAB III KESIMPULAN................................................................................ 23

A. Kesimpulan.................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 24

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Iman, Islam dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan yang lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Kemudian
diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam dengan cara ihsan, sebagai
upaya pendektan diri kepada Allah SWT dan menjadi seorang insan kamil. Namun,
hingga saat ini masih banyak umat Islam yang blum benar-benar paham mengenai
pengertian iman, Islam, ihsan dan insan kamil. Selain itu, banyak hal yang membuat
keimanan para umat Islam menjadi berkurang serta berimbas pada Islam dan ihsan
sehingga sulit menjadi seorang insan kamil. Oleh karena itu, untuk membantu umat
Islam menjadi umat yang lebih baik dan bisa menjadi seorang insan kamil perlu
memahami secara mendalam mengenai iman, Islam dan ihsan.

B. Rumusan Masalah
 Apa pengertian konsep iman , islam dan ihsan menurut bahasa dan istilah ?
 Apa saja metode mengamalkan rukun iman?
 Bagaimana menjaga iman?
 Bagaimana sejarah munculnya islam?
 Bagaimana penerapan rukun islam dan rukun iman dalam sehari hari?
 Bagaimana Integrasi iman, islam, ihsan?
 Bagaimana integrasi iman, ilmu, amal?
 Bagaimana konsep insan kamil?
 Apa yang dimaksud insan kamil?
 Bagaimana munculnya Insan kamil?
 Bagaimana penerapan Insan kamil dalam kehidupan sehari hari?

III
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Iman menurut Bahasa dan Istilah


Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan) atau pembenaran hati.
Sedangkan secara istilah, Iman adalah “Membenarkan dengan hati, mengikrarkan
dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan”. Penjelasan arti iman
‘Membenarkan dengan hati’ maksudnya adalah menerima segala apa yang dibawa
oleh Rasullullah, ‘Mengikrarkan dengan lisan’ maksudnya adalah mengucapkan dua
kalimat syahadat “Laa ilaha illallahu wa anna Muhammadan Rasullullah” yang
artinya tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahwa Nabi Muhammad
adalah utusan Allah, dan ‘Mengamalkan dengan anggota badan’ maksudnya adalah
hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, sedangkan anggota badan mengamalkan
dalam bentuk ibadah-ibadah sesuai dengan fungsinya.
Iman menurut pengertian yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap
kedalam hati, dengan penuh keyakinan tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi
pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Jadi, iman itu
bukan semata-mata ucapan lidah, bukan sekedar perbuatan dan bukan pula hanya
merupakan pengetahuan tentang rukun iman.1

Menurut Syekh Muhammad Amin al- Kurdi :


‫االف ال ف ف و اق ب ر ةق ب ق ق ق ب‬
“Iman ialah pembenaran dengan hati”

Menurut Hasbi As- Shiddiq:


‫اق ق و ل ب ا ق ق ر ا ل ل ا ق ب رة ق ب ا ق ب ق ا ل ل ا ق ع ف ق ب ا ا ال ر ف ال‬

“Iman ialah mengucapkan dengan lidah, membenarkan dengan hati dan


mengerjakan dengan anggota tubuh”

1
Studocu, “Iman Dalam Bahasa dan Istilah”. Diakses dari https://www.studocu.com/id/ilmu-tauhid /iman-
dalam-bahasa-dan-istilah/45278355 . (Diakses pada 7 Oktober 2023, pukul 11.34)

IV
B. Metode Mengamalkan Rukun Iman
Rukun iman merupakan pilar-pilar keimanan yang wajib dimiliki seorang
muslim yang berisikan 6 poin yang didasarkan dari ayat Al – Quran.2
6 poin diantaranya yaitu :
1) Iman Kepada Allah SWT
Iman kepada Allah SWT adalah percaya kepada Allah, orang yang
beriman kepada Allah akan mendapatkan ketenangan jiwa yang muncul dari
kalbu secara ikhlas. Contohnya adalah melakukan segala amalan yang sudah
diperintahkan oleh Allah SWT.
2) Iman Kepada para Malaikat
Iman kepada para Malaikat adalah percaya bahwa adanya malaikat. Secara
etimologis, kata malaikah adalah bentuk jamak dari ‘malak’, berasal dari Al-
Alukah artinya Ar-Risalah (missi atau pesan). Secara terminologis, Malaikat
adalah makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya dengan
wujud dan sifat sifat tertentu. Jumlah malaikat yang wajib kita tahu ada 10
dengan masing masing tugas yang Allah berikan kepadanya. Contohnya
adalah mengingat bahwa ada malaikat yang bertugas untuk mencatat amal
baik dan buruk dalam hidup dunia.
3) Iman Kepada Kitab-kitab Allah
Iman kepada kitab Allah adalah percaya bahwa seluruh kitab Allah adalah
ucapan-Nya. Secara etimologis, kata kitab adalah bentuk masdhar dari kata
ka-ta-ba yang berarti menulis. Setelah menjadi masdhar berarti tulisan, atau
yang ditulis. Secara terminologis, Al-Kitab adalah kitab suci yang diturunkan
oleh Allah SWT kepada para Nabi dan Rasul-Nya.
Adapun kitab-kitab yang wajib kita tahu ada empat yaitu:
•Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa AS.
•Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS.
•Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Dawud AS.
•Kitab Suci Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
Namun sebagai umat muslim kita wajib mengamalkan apa yang telah
terkandung didalam Al- Quran.
4) Iman Kepada para Rasul
2
Aldeta Kancah P, “Rukun Iman ada 6, Begini Cara Mengamalkan Dalam Kehidupan Sehari-hari”. Diakses
dari https://www.hops.id/trending/pr-2942879016/rukun-iman-ada-6-begini-cara-mengamalkan-dalam-
kehidupan-sehari-hari . (Diakses pada 7 Oktober 2023, pukul 11.42)

V
Iman kepada para Rasul adalah percaya bahwa Rasul adalah 25 laki laki
yang terpilih menjadi perantara membawa kebaikan untuk makhluk Allah.
Secara etimologis, Nabi berasal dari na-ba artinya ditinggikan, atau dari kata
na-ba-a artinya berita. Dalam hal ini seorang Nabi adalah seseorang yang
ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT dengan memberinya berita (wahyu).
Sedangkan Rasul berasal dari kata ar-sa-la artinya mengutus. Setelah
dibentuk menjadi Rasul berarti yang diutus. Dalam hal ini seorang Rasul
adalah seorang yang diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan misi,
pesan (ar-risalah). Secara terminologis, Nabi dan Rasul adalah manusia
biasa, laki-laki, yang dipilih oleh Allah SWT untuk menerima wahyu.
Contohnya adalah meniru sifat baik para 25 Rasul yang telah dipilih Allah.3
5) Iman Kepada Hari Kiamat
Iman kepada hari kiamat adalah mengimani segala sesuatu yang terjadi
dialam barzakh berupa fitnah kubur. Hari akhir adalah kehidupan yang kekal
sesudah kehidupan di dunia fana ini berakhir, termasuk semua proses dan
peristiwa yang terjadi pada hari itu, mulai dari kehancuran alam semesta
danseluruh isinya, serta berakhirnya seluruh kehidupan (Qiyamah),
kebangkitan seluruh umat manusia dari dalam kubur (Ba’ats),
dikumpulkannya seluruh umat manusia di padang mahsyar (Hasyr),
perhitungan seluruh amal perbuatan manusiadi dunia (Hisab).
6) Iman Kepada Qada dan Qadar
Iman kepada qada dan qadar adalah mengimani semua kejadian yang bak
maupun buruk berasal dari Allah SWT. Secara etimologis Qada adalah
bentuk masdhar dari kata kerja qadha yang berarti kehendak atau ketetapan
hukum. Dalam hal ini, Qada adalah kehendak atau ketetapan hukum Allah
SWT. terhadap segala sesuatu. Sedangkan Qadar secara etimologis adalah
bentuk masdhar dari qadara yang berarti ukuran atau ketentuan. Dalam hal
ini, Qadar adalah ukuran atau ketentuan Allah SWT terhadap segala sesuatu.
Secara terminologis, ada ulama yang berpendapat kedua istilah tersebut

3
Aldeta Kancah P, “Rukun Iman ada 6, Begini Cara Mengamalkan Dalam Kehidupan Sehari-hari”. Diakses
dari https://www.hops.id/trending/pr-2942879016/rukun-iman-ada-6-begini-cara-mengamalkan-dalam-
kehidupan-sehari-hari . (Diakses pada 7 Oktober 2023, pukul 11.42)

VI
mempunyai pengertian yang sama, dan ada pula ynag membedakannya.
Contohnya adalah selalu memiliki perasangka baik kepada Allah SWT.4

C. Cara Menjaga Iman


Iman merupakan bagian yang sangat diutamakan dalam kehidupan, karena
dengan imanlah orang tersebut memperoleh derajat dari Allah SWT, ikhlas
melakukan perintah Allah SWT, dan sabar menerima cobaan dari Allah SWT,
sehingga diperlukan cara atau langkah untuk menjaga iman tersebut. Banyak sekali
cara yang diajarkan dalam islam untuk memperkuat iman, agar iman tidak mudah
goyah.5
Cara agar manusia dapat meningkatkan iman dan taqwanya dalam kehidupan,
antara lain:
 Memperbaiki Shalat
 Mentadaburi Al-Qur’an
 Berusaha untuk lebih istiqamah dengan syariat islam
 Berkumpul dengan Orang Shaleh dan menjauhi perbuatan maksiat
 Membaca buku buku islam

D. Konsep Islam menurut Bahasa dan Istilah

Nama agama Islam merupakan istilah yang menunjukkan sikap dan sifat
pemeluknya terhadap Allah SWT. Nama Islam lahir bukan karena pemberian
seseorang atau sekelompok masyarakat, melainkan berasal dari sang Pencipta
langsung, Allah SWT.

Menurut bahasa, Al-Islam berarti tunduk. Kata Islam berasal dari “salima” yang
artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri atau
tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah SWT:

4
Aldeta Kancah P, “Rukun Iman ada 6, Begini Cara Mengamalkan Dalam Kehidupan Sehari-hari”. Diakses
dari https://www.hops.id/trending/pr-2942879016/rukun-iman-ada-6-begini-cara-mengamalkan-dalam-
kehidupan-sehari-hari . (Diakses pada 7 Oktober 2023, pukul 11.42)
5
Solo Peduli, “Cara Meningkatkan Dan Memperkuat Iman Kepada Allah SWT”. Diakses dari
https://www.solopeduli.com/konten-islam-1787-cara-meningkatkan-dan-memperkuat-iman-kepada-allah-
swt.html (Diakses pada 7 Oktober 2023, pukul 11.53)

VII
“Bahkan barang siapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia
berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhan-Nya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati” (QS. Al-Baqarah:112)

Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim.
Orang yang memeluk Islam berarti menyerhkan diri kepada Allah dan siap patuh
kepada ajaran-Nya. 6

Islam dalam Bahasa Arab merupakan mashdar dari kata aslama-yuslimu-


islaaman, yang artinya taat, tunduk, patuh, berserah diri kepada Allah. Sedangkan
jika dilihat dari asal katanya, Islam berasal dari kata assalmu, aslama, istaslama,
saliim, dan salaam. Masing-masing memiliki arti sebagai berikut:

1. Assalmu artinya damai, perdamaian. Maksudnya, Islam merupakan Agama


yang damai dan setiap muslim hendaknya menjaga perdamaian.
2. Aslama artinya taat, berserah diri. Maksudnya seorang Muslim hendaknya
berserah diri kepada Allah dan mengikuti ajaran Islam dengan taat.
3. Istaslana artinya berserah diri.
4. Saliim artinya bersih dan suci. Maksudnya gambaran dari hati seorang muslim
yang bersih, suci, jauh dari sifat syirik atau menyekutukan Allah.
5. Salaam artinya selamat, keselamatan. Islam adalah Agama yang penuh
keselamatan. Jika seorang muslim menjalankan ajaran Islam dengan baik,
maka Allah akan menyelamatkannya baik di dunia maupun di akhirat.7
Secara istilah dapat dikatakan Islam adalah Agama wahyu berintikan tauhid atau
keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia,dimanapun dan
kapanpun yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.8

6
Misbahuddin Jamal. “Konsep Al – Islam alam Al-Qur’an”, Jurnal Al Ulum, Vol. Volume, 11, Nomor 2,
Desember 2011 Hal. 283-310
7
Andre Kurniawan, “Memahami makna Islam yang sesungguhnya, muslim wajib tahu”. Diakses dari
https://m.merdeka.com/jabar/memahami-makna-islam-yang-sesungguhnya-muslim-wajib-tahu-kln.html .
(Diakses pada 7 Oktober, pukul 12.41)
8
Misbahuddin Jamal, “Konsep Al Islam dalam Al Qur’an”, Jurnal Al Ulum, Vol. Volume. 11, Nomor 2,
Desember 2011 Hal. 283-310

VIII
E. Sejarah Munculnya Islam
Kata sejarah secara etimologi dapat diungkapkan dalam bahasa Arab disebut
tarikh, yang bermakna ketentuan masa atau waktu, sedangkan ilmu tarikh berarti
ilmu yang mengandung atau membahas penyebutan peristiwa dan sebab-sebab
terjadinya peristiwa tersebut.
Adapun secara terminologi berarti keterangan yang telah terjadi dikalangannya
pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Sedangkan ilmu
tarikh ialah suatu pengetahuan yang gunanya untuk mengetahui keadaan-keadaan
atau kejadian-kejadian yang telah lampau maupun yang sedang terjadi dikalangan
umat. 9
Menurut Sidi Gazalba (1966: 11), Sejarah adalah gambaran masa lalu tentang
manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun secara ilmiah dan
lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang
memberi pengertian dan kepahaman tentang apa yang telah berlalu itu.
Sejarah Islam sangat erat sebagai agama penuntun maupun petunjuk bagi umat
Islam sehingga Islam dalam sejarah memberikan arti lebih penting bahkan
menentukan kehidupan umat manusia. Oleh karena itu sejarah Islam yang
sebenarnya berpangkal dan bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Dengan demikian,
pengertian sejarah peradaban Islam adalah keterangan mengenai pertumbuhan dan
perkembangan peradaban Islam dari satu waktu ke waktu lain, sejak zaman lahirnya
Islam sampai sekarang.10
Sejarah mencatat kondisi kebesaran Islam berkat kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, di mana pada waktu itu dunia Islam menjadi kiblat perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dunia (Mansur, 2004: 7).
Di kalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang saat dimulainya sejarah
Islam. Secara umum, perbedaan pendapat tersebut dapat dibedakan menjadi dua.
Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah Islam dimulai sejak Nabi
Muhammad saw diangkat menjadi rasul. Oleh karena itu, menurut pendapat ini,
selama 13 tahun Nabi Muhammad saw tinggal di Mekah telah lahir masyarakat
muslim meskipun belum berdaulat.Kedua, Sebagian sejarawan berpendapat bahwa

9
Dr. Din Muhammad Zakariya, M.Pd.I “Sejarah Peradaban Islam Prakenabian hingga Islam di Indonesia”
Juli 2018 Hal. 09
10
Dr. Din Muhammad Zakariya, M.Pd.I “Sejarah Peradaban Islam Prakenabian hingga Islam di Indonesia”
Juli 2018 Hal. 11

IX
sejarah umat Islam dimulai sejak Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah karena
masyarakat muslim baru berdaulat ketika Nabi Muhammad satinggal di Madinah.
Muhammad SAW tinggal di Madinah tidak hanya sebagai rasul, tetapi juga
merangkap sebagai pemimpin atau kepala negara berdasarkan konstitusi yang
disebut Piagam Madinah. Di samping perbedaan mengenai awal sejarah umat Islam,
sejarawan juga berbeda dalam menentukan fase-fase atau periodesasi sejarah Islam.
11

Menurut Usairy (2006: 4-8), periodesasi sejarah Islam secara lengkap dibagi
dalam periode-periode sebagai berikut:
1) Periode Sejarah Klasik (Masa Nabi Adam –sebelum diutusnya Nabi
Muhammad SAW). Periode ini merupakan fase sejarah sejak Nabi Adam dan
dilanjutkan dengan masa-masa para nabi hingga sebelum diutusnya
Rasulullah saw.
2) Periode Sejarah Rasulullah saw (570-632 M) . Dimulai dari tahun 52
sebelum hijriyah hingga tahun 11 H (570 M- 632 M). Di dalamnya
diungkapkan tentang berdirinya negara Islam yang dipimpin langsung oleh
Rasulullah SAW yang menjadikan Madinah al-Munawwarah sebagai pusat
awal dari semua aktivitas negara yang kemudian meliputi semua jazirah
Arabia.
3) Periode Sejarah Khulafa' Rasyidin (632-661 M). Periode ini dimulai sejak
tahun 11 H hingga 41 H (632-661 M). Pada masa itu terjadi penaklukan-
penaklukan Islam di Persia, Syam (Syiria), Mesir, dan lain-lain. Pada periode
sejarah Khulafa' Rasyidin manusia betul-betul berada dalam manhaj Islam
yang benar.
4) Periode Pemerintahan Bani Umaiyah (661-749 M). Periode ini dimulai sejak
tahun 41 H hingga 132 H (661-749 M). pada masa ini pemerintahan Islam
mengalami perluasan yang demikian signifikan. Hanya ada satu khalifah
dalam pemerintahan Islam yang demikian luasnya itu.
5) Periode Pemerintahan Bani Abbasiyah (749-1258 M). Masa ini dimulai sejak
tahun 132 H-656 H (749-1258 M). Periode ini merupakan masa kejayaan
bagi pendidikan Islam meskipun pada fase yang kedua terdapat beberapa
pemerintahan dan kerajaan yang independen, namun sebagiannya telah
11
Dr. Din Muhammad Zakariya, M.Pd.I “Sejarah Peradaban Islam Prakenabian hingga Islam di Indonesia”
Juli 2018 Hal. 15

X
memberikan kontribusi yang besar terhadap Islam. Misalnya pemerintahan
Saljuk, pemerintahan keturunan Zanki, pemerintahan bani Ayyub, Ghazni,
dan Murabithun. Pada masa ini pula muncul gerakan perang salib yang
dilakukan oleh negara-negara Eropa yang menaruh kebencian dan dendam
pada negara-negara Islam di kawasan Timur. Pemerintahan Abbasiyah
hancur bersamaan dengan penyerbuan orang-orang Mongolia yang
melumatkan pemerintahan bani Abbasiyah ini.12
6) Periode Pemerintahan Mamluk (1250-1517 M). Pemerintahan Mamluk
dimulai sejak tahun 648 H-923 H (1250-1517 M). Goresan sejarah Islam
paling penting di masa ini adalah berhasil dibendungnya gelombang
penyerbuan pasukan Mongolia ke beberapa belahan negeri Islam. Juga
berhasil dihabiskannya eksistensi kaum Salibis dari negara Islam.
7) Periode Pemerintahan Usmani (1517-1923 M). Pemerintahan Usmani
dimulai sejak tahun 923 H-1342 H (1517-1923 M). Pada awal pemerintahan
ini telah berhasil melakukan ekspansi wilayah Islam terutama di kawasan
Eropa Timur. Pada saat itu Hongaria berhasil ditaklukkan, demikian pula
dengan Beograd, Albania, Yunani, Romania, Serbia dan Bulgaria.
Pemerintahan ini juga telah mampu melebarkan kekuasaannya ke kawasan
timur wilayah Islam.
8) Periode Dunia Islam Kontemporer (1922-2000 M). Periode ini dimulai sejak
tahun 1342-1420 H (1922-2000 M). Periode ini merupakan masa sejarah
umat Islam sejak berakhirnya masa Dinasti Turki Usmani hingga perjalanan
sejarah umat Islam pada masa sekarang.13

F. Penerapan Rukun Islam


12
Dr. Din Muhammad Zakariya, M.Pd.I “Sejarah Peradaban Islam Prakenabian hingga Islam di Indonesia”
Juli 2018 Hal. 16

13
Dr. Din Muhammad Zakariya, M.Pd.I “Sejarah Peradaban Islam Prakenabian hingga Islam di Indonesia”
Juli 2018 Hal. 17

XI
Rukun Islam terdiri dari lima poin penting yang menjadi pondasi utama umat
muslim dalam meningkatkan keimanan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Untuk
memperkokoh pondasinya, sebagai umat muslim harus mengamalkan kelima rukun
islam dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: 14
1. Mengucap dua kalimat syahadat.
Jika seseorang telah mengucap dua kalimat syahadat, artinya bahwa orang
tersebut sudah bulat dalam memeluk agama Islam dan telah sah menjadi
seorang muslim. Dalam memeluk agama Islam, mengucapkan dua kalimat
syahadat menjadi hal yang wajib hukumnya.
2. Menjalankan sholat 5 waktu
Sholat 5 waktu terdiri dari sholat subuh, sholat dzuhur, sholat ashar, sholat
maghrib, dan sholat isya. Menjalankan sholat 5 waktu menjadi suatu
kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap muslim yang dilakukan setiap
hari
3. Mengerjakan puasa Ramadhan
Setiap satu tahun sekali, seluruh umat muslim bertemu dengan bulan suci
Ramadhan. Puasa menjadi salah satu kegiatan yang di mana umat muslim
harus menahan diri dari lapar, haus dan nafsu. Dengan menjalankan puasa,
maka setiap muslim bisa membentuk serta menanamkan sebuah sikap
teladannya dan juga meningkatkan ketakwaan pada Allah SWT.
4. Menunaikan zakat
Sebagai salah satu bentuk syukur atas kelancaran dari rezeki serta nikmat
yang sudah diberikan oleh Allah, maka setiap umat muslim diperintahkan
untuk menyisihkan sedikit rezekinya untuk berzakat. Melalui zakat,
mengajarkan seseorang agar bisa lebih peka kepada sekitar, menghargai
apapun bentuknya yang sudah didapatkan dan juga selalu bersyukur dengan
segala kondisi.
5. Pergi Haji Jika Mampu
Pergi haji menjadi rukun Islam terakhir. Namun, kewajiban ini harus
berlandaskan pada kemampuan seseorang, baik secara fisik maupun secara
finansial. Allah SWT tidak pernah mempersulit setiap umatnya. Lakukanlah

14
Nurul Ismi Humairoh, “5 Cara Mengamalkan Rukun Islam Ke Dalam Kehidupan Sehari-Hari”. Diakses dari
https://buku.kompas.com/read/3385/5-cara-mengamalkan-rukun-islamke-dalam-kehidupan-sehari-hari (Diakses
pada 7 Oktober 2023, pukul 13.26)

XII
sesuatu dengan niat serta tujuan yang baik, maka Allah akan langsung
mempermudahnya.

G. Konsep Ihsan menurut Bahasa dan Istilah

Ihsan secara bahasa lawan kata dari isa’ah yaitu (berbuat kejelekan). Ihsan
dari segi bahasa berasal dari kata bahasa Arab ihsanan. Kata ini adalah masdar yang
berasal dari lafadz ahsana-yuhsinu-ihsanan, yang memiliki arti kebaikan,
membaguskan, lebih bermanfaat, lebih indah, kesenangan. Ihsan juga dapat diartikan
sebagai memperbaiki atau menjadikan baik. 15

Ihsan yang merupakan aspek ketiga dari agama islam. Aspek ini demi
membangunkan manusia tatkala ia hendak menghubungkan islam, dan iman.
Hubungan iman,islam dan ihsan satu kesatuan yang tidak mampu dipisahkan.

Menurut al-Ghazali ihsan memiliki arti yang sama dengan muraqabah.16 Ihsan
dan muraqabah istilah yang saling terkait. Adapun buah dari muraqabah yaitu
penjagaan hati dengan memantau kerancuan yang ada di dalamnya. Selain itu,
muraqabah juga berbuah “sikap sopan terhadap Allah” sehingga menumbuhkan
rasa malu dalam diri.17

Secara Istilah Ihsan berarti sebagai upaya pengabdian diri kepada Allah
seolah-olah ia melihat-Nya dengan niat yang bersungguh-sungguh penuh keikhlasan
dan keridhoan, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang
tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.

H. Penerapan Rukun Iman

15
A.W. Munawwir, “Kamus al – Munawwir Arab-Indonesia” Hal.265
16
J. Mahyudin, “Etika Al-Ghazali: Etika Majemuk di dalam Islam” Hal. 200
17
Imam Abu Hamid Al-Ghazali, “Mihrab Kaum Arifin: Apresiasi Sufistik Para Salikin, terj. Masyhur Abadi dan
Hasan Abrori”, Hal 89

XIII
Berikut merupakan contoh penerapan rukun iman dalam kehidupan sehari-hari.18
1. Iman kepada Allah
Dengan melakukan sholat 5 waktu, melakukan kewajiban untuk zakat,
berbakti kepada orang tua,dan melakukan segala amalan yang sudah di
perintahkan oleh Allah .
2. Iman kepada malaikat Allah
Dengan meniru sifat baik dari malaikat yang selalu taat pada Allah.
3. Iman kepada Kitab Kitab Allah
Dengan membaca,menghafal dan mengamalkan apa yang terkandung dalam
Al-quran dalam kehidupan agar tidak tersesat.
4. Iman Kepada Rasul Allah
Dengan rajin membaca sholawat nabi setiap hari,menjalankan sunah dari rasul
yang telah diajarkan.
5. Iman Kepada Hari Kiamat
Dengan menjaga pikiran,sikap,dan perilaku dari akhlak tercela dan memupuk
perilaku dari akhlak terpuji.
6. Iman Kepada Qada dan Qadar
Dengan selalu berprasangka baik kepada Allah dan pandai bersyukur saat
mendapat musibah maupun kebahagiaan.

I. Integrasi Iman, Islam dan Ihsan

Iman menurut bahasa yaitu keyakinan, kepercayaan, keteguhan hati atau


ketetapan hati. Sedangkan menurut istilah, Iman adalah membenarkan dengan hati,
diikrarkan secara lisan dan dilaksanakan dengan perbuatan. 19

Iman adalah keyakinan, ketatapan dan kepercayaan dengan sepenuh hati yang
diimplementasikan melalu tindakan dan akan melahirkan aktivitas yang
konsisten.

18
Kumparan, “6 Rukun Iman dan Contoh Penerapannya dalam Kehidupan Manusia” Diakses dari
https://kumparan.com/berita-update/6-rukun-iman-dan-contoh-penerapannya-dalam-kehidupan-manusia
(Diakses pada 7 Oktober 2023 pukul 14.23)
19
Malyuna, S.I., & Lubis, M. “Integrasi Materi Pembelajaran Iman, Islam dan Ihsan dalam Upaya Mencegah
Dekadensi Moral di Era Digital” Hal 95

XIV
Keimanan manusia akan cenderung bertambah dan berkurang, yang menjadi
penyebab melemahnya iman seseorang adalah keraguan terhadap Allah, melakukan
hal-hal maksiat, dan berbagai hal yang tidak sesuai dengan ajaran islam.20

Kedua adalah Islam, Islam beraral dari bahasa Arab yang artinya selamat,
tunduk dan patuh. Islam berasal dari bahasa arab salima yang artinya selamat,
kemudian terbentuk kata aslama yang berarti menyerahkan diri, atau tunduk dan
patuh. Dari kata aslama maka terbentuklah kata Islam.

Ajaran islam dilihat dari dua segi yaitu nilai normatif dan nilai operatif.
Menurut Kupperman, nilai normatif yaitu standar atau patokan norma yang
menekankan pada benar atau salah, baik atau buruk, diridhoi atau sebaliknya serta
hak-batil yang akan memberikan pengaruh pikiran manusia dan kemudian lahir
cara-cara alternative tindakan. Nilai normatif sebagai cerminan dari pandangan diri
seorang dengan menekankan norma sebagai faktor eksternal yang dapat
mepengaruhi tingkah laku manusia.21 Al-Qur’an dan Hadist merupakan sumber
ajaran agama Islam bagi umat muslim.

Dalam ajaran agama Islam terdapat tiga pilar penting sebagai pedoman hidup
pemeluknya. Ketiga pilar tersebut adalah ibadah, akidah dan akhlak. Nilai akidah
adalah suatu nilai yang mengajarkan kepercayaan adanya Allah, yaitu Tuhan Yang
Maha Esa yang menciptakan alam semesta, bumi seisinya. Dengan begitu segala
perbuatan manusia di bumi akan selalu diperhitungkan dan diawasi oleh-Nya,
sehingga sebagai makhluk ciptaan Allah manusia wajib memperhatikan rambu-
rambu yang berlaku agar tercipta kehidupan yang selamat, damai, bahagia dan
tentram.

Ketiga adalah Ihsan, kata Ihsan berasal dari bahasa Arab yang artinya menurut
bahasa yaitu berbuat baik, maksudnya adalah perilaku seseorang yang baik dan
mencegah diri dari tindakan yang akan membawa dosa. 22 Ihsan dari kata hasuna
yang memilki arti baik atau bagus. Segala sesuatu menyangkut perbuatan manusia

20
Malyuna, S.I., & Lubis, M. “Integrasi Materi Pembelajaran Iman, Islam dan Ihsan dalam Upaya Mencegah
Dekadensi Moral di Era Digital” Hal 96
21
Malyuna, S.I., & Lubis, M. “Integrasi Materi Pembelajaran Iman, Islam dan Ihsan dalam Upaya Mencegah
Dekadensi Moral di Era Digital” Hal 97
22
Malyuna, S.I., & Lubis, M. “Integrasi Materi Pembelajaran Iman, Islam dan Ihsan dalam Upaya Mencegah
Dekadensi Moral di Era Digital” Hal 98

XV
yang bermanfaat dan tidak tergolong perbuatan yang buruk maka hal itu disebut
ihsan.

Korelasi di antara iman, Islam dan ihsan adalah secara teori atau istilah ketiga
aspek tersebut dapat dibedakan, namun dalam pelaksanaannya harus terintegritas
satu dengan yang lain masing-masing saling terikat. Iman adalah kepercayaan atau
keyakinan dalam hati, Islam adalah ketaatan, kepatuhan, keselamatan dan tunduk,
sedangkan Ihsan adalah perbuatan atau tingkah laku yang baik karena takut kepada
Allah. Seluruh tindak-tunduk seseorang dalam kehidupan tidak lepas dari
pengawasan Allah SWT.23

Ibarat rumah, Iman adalah pondasi, Islam adalah dinding yang menyelimuti dan
Ihsan adalah atap. Artinya adalah iman ibarat pondasi yaitu iman merupakan hal
yang mendasar, harus terbagun kokoh agar tidak mudah runtuh. Islam merupakan
dinding dalam sebuah rumah yang memuat aturan-aturan sebagai pedoman hidup
manusia agar selamat, damai dan bahagia dan tidak tersesat saat menuju surga Allah
Swt. Selanjutnya ihsan sebagai atap agar rumah nyaman untuk ditempati maka
dibutuhkan atap yang sempurna, maksudnya adalah ketika seseorang beriman
kepada Allah dan patuh terhadap segala perintah dan larangan-Nya maka akan
senantiasa berbuat baik dan takut melakukan kesalahan karena secara sadar apapun,
dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun semua tindak-tunduknya diawasi Allah
SWT. 24

Penanaman moral yang berkualitas dapat dilakukan sejak dini pada para pelajar
dan generasi muda dengan menumbuhkan dan Ihsan menguatkan keimanan dan
keIslaman dengan cara yang ihsan, yakni iman yang terletak dalam hati bertugas
mengendalikan tingkah laku seseorang. Apabila Iman, Islam dan Ihsan terintegrasi
dengan baik dalam diri seorang mahasiswa maupun generasi muda maka akan secara
langsung pengaruh yang signifikan pada peningkatan moral dan berkurangnya
kenakalan mahasiswa atau generasi muda yang terjadi.25

23
Malyuna, S.I., & Lubis, M. “Integrasi Materi Pembelajaran Iman, Islam dan Ihsan dalam Upaya Mencegah
Dekadensi Moral di Era Digital” Hal 98
24
Siregar, L & Daulay, R. P , “Hadis Jibril : Nilai-Nilai Pendidikan Iman, Islam dan Ihsan. Jurnal Sains Sosio
Humaniora” Hal. 803
25
Malyuna, S.I., & Lubis, M. “Integrasi Materi Pembelajaran Iman, Islam dan Ihsan dalam Upaya Mencegah
Dekadensi Moral di Era Digital” Hal 99

XVI
J. Integrasi Iman, Ilmu dan Amal
Dalam islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi
kedalam agama islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan.
Dalam agama islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syari’ah dan
akhlak. Sedangkan iman, ilmu dan amal barada didalam ruang lingkup tersebut.
Iman berorientasi terhadap rukun iman yang enam, sedangkan ilmu dan amal
berorientasi pada rukun islam yaitu tentang tata cara ibadah dan pengamalanya. 26
Akidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan sangat
menentukan terhadap nilai amal, karena akidah itu berurusan dengan hati. Akidah
sebagai kepercayaan yang melahirkan bentuk keimanan terhadap rukun iman, yaitu
iman kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rosul-rosul Allah,
hari kiamat, dan takdir.
Meskipun hal yang paling menentukan adalah akidah/iman, tetapi tanpa
integritas ilmu dan amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka keislaman seorang
muslim menjadi kurang utuh, bahkan akan mengakibatkan penurunan keimanan
pada diri muslim, sebab eksistensi prilaku lahiriyah seseorang muslim
melambangkan batinnya.
1. Hubungan iman dan ilmu .
Beriman berarti meyakini kebenaran ajaran Allah SWT dan Rasulullah
SAW. Serta penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. Untuk dapat menjalanan
perintah Allah SWT dan Rasul kita harus memahaminya terlebih dahulu supaya
tidak menyimpang dengan kehendak Allah dan Rasulnya, dengan cara selalu
mempelajari agama (Islam).
Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak
adanya.Dengan ilmu keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya dengan iman
orang yang berilmu dapat terkontrol dari sifat sombong dan menggunakan
ilmunya untukkepentingan pribadi bahkan untuk membuat kerusakan.
2. Hubungan Iman Dan Amal
Amal Sholeh merupakan wujud dari keimanan seseorang. Artinya orang
yang beriman kepada Allah SWT harus menampakan keimanannya dalam bentuk
amalsholeh. Iman dan Amal Sholeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan.Mereka bersatu padu dalam suatu bentuk yang menyebabkan ia
26
Ekky Wildan, “Keseimbangan antara Iman, Ilmu dan Amal” Hal 6. Diakses dari
https://www.scribd.com/document/489218713/JURNAL-Iman-Ilmu-Amal (Diakses pada 7 Oktober 2023, pukul
14.48)

XVII
disebut mata uang.Iman tanpa Amal Sholeh juga dapat diibaratkan pohon tanpa
buah.Dengan demikian seseorang yang mengaku beriman harus menjalankan
amalan keislaman, begitu pula orang yang mengaku islam harus menyatakan
keislamannya. Iman dan Islam seperti bangunan yang kokoh didalam jiwa karena
diwujudkan dalam bentuk amal sholeh yang menunjukkan nilai nilai keislaman.27
3. Hubungan Amal Dan Ilmu
Hubungan ilmu dan amal dapat di fokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu
adalah pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal boleh lurus dan
berkembang bila di dasari dengan ilmu. Dalam semua aspek kegiatan manusia
harus disertai dengan ilmu baik itu yang berupa amal ibadah atau amal perbuatan
lainnya. Kedua jika orang itu berilmu maka ia harus diiringi dengan amal. Amal
ini akan mempunyai nilai jika dilandasi dengan ilmu. Begitu juga dengan ilmu
akan mempunyai nilai atau makna jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak
dapat dipisahkan dalam perilaku manusia. Sebuah perpaduan yang saling
melengkapi dalam kehidupan manusia yaitu setelah berilmu lalu beramal.
Ajaran Islam sebagai mana tercermin dari Al-qur'an sangat kental dengan
nuansa-nuansa yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukanyang
sangat penting dalam ajaran islam. Keimanan yang di miliki oleh seseorang akan
jadi pendorong untuk menuntut ilmu, sehingga posisi orang yang beriman dan
berilmu berada pada posisi yang tinggi dihadapan Allah yang berarti juga rasa
takut kepada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk
beramal shaleh. Dengan demikian nampak jelas bahwa keimanan yang dibarengi
dengan ilmu akan membuahkan amal-amal shaleh. Maka dapat disimpulkan
bahwa keimanan dan amal perbuatan beserta ilmu membentuk segi tiga pola
hidup yang kokoh. Ilmu, Iman dan Amal shaleh merupakan faktor menggapai
kehidupan bahagia.
Tentang hubungan antara iman dan amal, demikian sabdanya,“Allah tidak
menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan
tanpa iman” [HR. Ath-Thabrani]
Menurut prespektif islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat keterkaitan
yang harmonis serta dinamis, kemudian terintegrasi kedalam satu sistem yang
27
Ekky Wildan, “Keseimbangan antara Iman, Ilmu dan Amal” Hal 7. Diakses dari
https://www.scribd.com/document/489218713/JURNAL-Iman-Ilmu-Amal (Diakses pada 7 Oktober 2023, pukul
14.48)

XVIII
disebut Agama Islam. Dimana terkandung di dalamnya tiga unsur pokok, yaitu
Akidah, syari’ah serta akhlak, dengan kata lain dapat juga diartikan iman, ilmu
dan amal. Islam adalah agama yang sempurna, karena transendenya dapat
digambarkan dalam keutuhan ajarannya.

K. Konsep Insan Kamil


Insan Kamil merupakan sebuah cerminan dari karakter manusia yang telah
memenuhi potensi dirinya, dengan tujuan untuk menemukan sebuah jalan menunju
Allah. Secara umum gambaran konsep ini berarti menunjukan bahwa pada
hakikatnya manusia merupakan mahluk sempurna yang tertutupi oleh nafsu
hayawani, sehingga menutupi potensi diri dan pada akhirnya menutupi jalan dia
untuk semakin dekat dengan penciptanya. 28
Dari sisi ontologi, Insan Kamil mencerminkan tentang status manusia sebagai
makro kosmos atau semua sifat-sifat alam ada dalam diri manusia sendiri. Ia
sebenarnya merupakan “buah” atau hasil akhir dari biologis alam serta merupakan
tujuan akhir dari penciptaan alam. Tetapi meski begitu manusia juga mengandung
seluruh unsur alam semesta. Sebagai analogi, jika dikaitkan dengan sebuah
tumbuhan, manusia layaknya pohon yang terdiri di dalamnya berbagai macam unsur
dari mulai akar, batang, cabang, dahan, ranting sampai dengan daun. Oleh sebab itu
manusia bisa dikatakan sebagai micro cosmos atau miniatur dari semesta alam.
Selain membahas manusia sebagai puncak tertinggi dari alam, dari sisi ontologis
juga terdapat teori “Nur Muhammad” yang mendeskripsikan bahwa nabi
Muhammad, memiliki posisi yang istimewa di mana ruh nya merupakan quthb bagi
seluruh alam; baik dari permulaan sampai akhir penciptaan. Dalam paham ini, Alam
merupakan realitas absolut dari nabi Muhammad. Berdasarkan pengutaraan Laily
Mansur, nabi Muhammad memiliki dua bentuk kejadian; kejadian pertama dalam
bentuk yang ada qadim dan azali. Ia merupakan asal kejadian dari seluruh alam
dunia, termasuk Insan Kamil terpancar dari Nur Muhammad merupakan miniatur
dari tentang sifat kesempurnaan dan bisa merefleksikan kejadian alam lainnya.
Sedangkan kejadian kedua ialah lahirnya jasad Muhammad sebagai manusia biasa
dengan pangkat kerasulan dan kenabian terakhir.

28
Nur Hadi Ihsan, Fachri Khoerudin & Amir Reza Kusuma, “Konsep Insan Kamil Al-Jilli dan Tiga Elemen
Sekularisme” Hal 56

XIX
Dari sisi epistimologi, ketika seorang manusia sudah mencapai derajat Insan
Kamil, Ia mampu untuk bertajalli secara sempurna. Meminjam perkataan dari
Mulyadhi Kartanegara, dalam pemahaman seorang sufi, sosok Insan Kamil yang
telah kasyaf dan bertajalli maka hamba itu berenang dalam falak sifat tersebut.
Kalau sifat ilmu Tuhan yang bertajalli pada diri hamba, maka ia akan mengetahui
objek ilmu-Nya dari awal sampai akhir. Jika as-Sam’a ia akan mendengar semuanya;
pembicaraan benda-benda mati, tumbuhan, hewan-hewan, serta percakapan
malaikat, juga bisa memahami bahasa yang berbeda-beda.29

Mungkin, meminjam bahasa Nicholshon, seseorang yang telah mencapai derajat


Insan Kamil akan memiliki visi langsung atas pengetahuan ketika kesadaran diri
menghilang darinya, kemudian Ia akan mendapatkan “the one true light” dalam
pengalamannya.

Hal yang sama juga diutarakan oleh al-Jilli. Menurutnya, apabila seseorang
telah bertajalli dengan asma-Nya ia akan tenggelam dalam sifat yang ia bertajalli
dengannya. Al-Jilli mencontohkan dalam pengalamannya ia pernah bertajalli sifat
al-Hayat kemudian berpindah ke sifat ‘alamiyah, oleh karena itu ia mengetahui
“segala sesuatu, bagaimana itu telah terjadi, bagaimana itu bisa terjadi dan
bagaimana hal tersebut akan terjadi. Kemudian ia juga mengetahui “sesuatu yang
tidak sedang terjadi, tidak pernah terjadi apa yang tidak tejadi, meskipun keadannya
tidak pernah terjadi, juga mengetahui bagaimana sesuatu itu terjadi”. Akhirnya,
seseorang akan bisa mengetahui sebuah ilmu secara global maupun terperinci.

Dari sisi aksiologis, seorang manusia harus mengaktualkan potensi-potensi diri


untuk mencapai derajat manusia sempurna. Maksudnya, segala sifat-sifat ar-Rahman
yang ada dalam diri manusia harus dilakukan dan dilaksanakan, hal ini berdasarkan
sebuah hadis yang berbunyi “khuliqa adam min shuratihi” di mana Allah
menciptakan nabi Adam memiliki potensi untuk menjalankan sifat-sifatnya. Oleh
karena itu, menurut al-Jilli, seseorang tidak boleh untuk melupakan dan
mengabaikan begitu saja sifat-sifat ini, agar dia dapat menjadi manusia sempurna
sebagai refleksi dari ar-Rahman itu sendiri.

29
Nur Hadi Ihsan, Fachri Khoerudin & Amir Reza Kusuma, “Konsep Insan Kamil Al-Jilli dan Tiga Elemen
Sekularisme” Hal 57
,

XX
Dengan ketiga ulasan singkat di atas mengenai konsep Insan Kamil yang
meliputi hampir semua aspek filsafat. Bahkan apabila ditinjau dari sisi tasawuf,
Insan Kamil dari al-Jilli ternyata juga mewakili seluruh corak tasawuf yakni tasawuf
amali, tasawuf akhlaqi dan tasawuf falsafi. Kesimpulan ini dapat terlihat dari
tingkatan (maqamat) yang dibuat oleh al-Jilli untuk mencapai derajat Insan Kamil.
Dengan kata lain, konsep Insan Kamil begitu sentral dalam diskursus tradisi tasawuf
dan pemikiran filsafat yang mengitarinya .30

Sebagai catatan, Insan Kamil tidak akan pernah bisa dicapai kecuali oleh
seorang khawasul khawas yakni seseorang -selain nabi- yang mencapai derajat wali
dan telah melewati berbagai macam tahapan untuk mengaktualisasikan sifat-sifat
Allah yang ada dalam dirinya.31

L. Pengertian Insan Kamil

Insan Kamil ialah manusia yang sempurna dari segi wujud dan pengetahuannya.
Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia merupakan manifestasi
sempurna dari citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-nama dan sifat Tuhan
secara utuh. Adapun kesempurnaan dari segi pengetahuannya ialah karena dia telah
mencapai tingkat kesadaran tertinggi, yakni menyadari kesatuan esensinya dengan
Tuhan, yang disebut makrifat.32

Kesempurnaan insan kamil itu pada dasarnya disebabkan karena pada dirinya
Tuhan ber-tajalli secara sempurna melalui hakikat Muhammad (al-haqiqah al
Muhammadiyah). Hakikat Muhammad (nur Muhammad) merupakan wadah tajalli
Tuhan yang sempurna dan merupakan makhluk yang paling pertama diciptakan oleh
Tuhan. Jadi, dari satu sisi, insan kamil merupakan wadah tajalli Tuhan yang
paripurna, sementara disisi lain, ia merupakan miniatur dari segenap jagad raya,
karena pada dirinya terproyeksi segenap realitas individual dari alam semesta, baik
alam fisika maupun metafisika.

Insan kamil jika dilihat dari segi fisik biologisnya tidak berbeda dengan manusia
lainnya. Namun dari segi mental spiritual ia memiliki kualitas-kualitas yang jauh
30
Kiki Muhammad Hakiki, “Insan Kamil dalam Perspektif Abd al- Kalim al-Jili dan Pemaknaan dalam
Konteks Kekinian” Jurnal Wawasan, Hal. 181
31
Nur Hadi Ihsan, Fachri Khoerudin & Amir Reza Kusuma, “Konsep Insan Kamil Al-Jilli dan Tiga Elemen
Sekularisme” Hal 58
32
Akilah Mahmud, “Insan Kamil Perspektif Ibnu Arabi” Hal 35

XXI
lebih tinggi dan sempurna dibanding manusia lain. Karena kualitas dan
kesempurnaan itulah Tuhan menjadikan insan kamil sebagai khalifah-Nya. Yang
dimaksud dengan khalifah bukan semata-mata jabatan pemerintahan lahir dalam
suatu wilayah negara (al-khilafah az-zahiriyyah) tetapi lebih dikhususkan pada
khalifah sebagai wakil Allah (al-khilafah al-ma’nawiyyah) dengan manifestasi
nama-nama dan sifat-Nya sehingga kenyataan adanya Tuhan terlihat padanya.

M. Proses Munculnya Insan Kamil


Munculnya insan kamil dapat ditelusuri melalui dua sisi. Pertama melalui tahap
tajalli Tuhan pada alam sampai munculnya insan kamil. Kedua melalui maqamat
(peringkat-peringkat kerohanian) yang dicapai oleh seseorang sampai pada
kesadaran tertinggi yang terdapat pada insan kamil. 33
Tajalli Tuhan dalam pandangan Ibn Arabi mengambil dua bentuk: pertama
tajalli gaib atau tajalli żati yang berbentuk penciptaan potensi, dan kedua tajalli
syuhudi (penampakan diri secara nyata), yang mengambil bentuk pertama, secara
intrinsic hanya terjadi di dalam esensi Tuhan tersendiri. Oleh karena itu, wujudnya
tidak berbeda dengan esensi Tuhan itu sendiri karena ia tidak lebih dari suatu proses
ilmu Tuhan di dalam esensi-Nya sendiri, sedangkan tajalli dalam bentuk kedua ialah
Ketika potensi-potensi yang ada di dalam esensi mengambil bentuk aktual dalam
berbagai fenomena alam semesta.
Tajalli żati, menurut Ibn Arabi, terdiri dari dua martabat: pertama martabat
ahadiyah dan kedua martabat wahīdiyah. Pada martabat ahadiyah, Tuhan
merupakan wujud tunggal lagi mutlak, yang belum dihubungkan dengan kualitas
(sifat) apapun, sehingga ia belum dikenal oleh siapapun. Esensi Tuhan pada
peringkat ini, begitu kata Ibn Arabi, hanya merupakan totalitas dari potensi
(quwwah) yang berada dalam kabut tipis (al-‘ama’) yakni awan tipis yang
membatasi “langit” ahadiyah dan “bumi”keserbagandaan makhluk, yang identik
dengan nafs ar-Rahman (nafas Tuhan yang Maha Pengasih). Wujud Tuhan dalam
martabat ahadiyah masih terlepas dari segala kualitas dan pluralitas apapun: tidak
terkait dengan sifat, nama, rupa (rasm), ruang, waktu, syarat, sebab dan sebagainya.
Ia betul-betul transenden atas segala-galanya. Didalam transendensi-Nya itu, ia ingin
dikenal oleh yang selain dari diri-Nya, maka diciptakan-Nya makhluk. Dari martabat

33
Akilah Mahmud, “Insan Kamil Perspektif Ibnu Arabi” Hal 37

XXII
ahadiyah tajalli Tuhan akan berlanjut pada martabat-martabat di bawahnya sampai
pada martabat dimana Tuhan dapat dikenal oleh makhluk.
Pada martabat wahidiyah Tuhan memanifestasikan diri-Nya secara ilahiah yang
unik di luar batas ruang dan waktu dalam citra sifat-sifat-Nya. Sifat-sifat tersebut
terjelma dalam asma Tuhan. Sifat-sifat dan asma itu merupakan satu kesatuan
dengan hakikat alam semesta yang berupa entitas-entitas laten (‘a’yan sabitah). Bila
sifat-sifat dan nama-nama itu dipandang dari aspek ketuhanan, ia disebut asma’
ilahiyah (nama- nama ketuhanan), bila dipandang dari aspek kealaman (makhluk), ia
disebut asma’ kiyaniyah (nama-nama kealaman). Aspek kedua, meski dipandang
satu dengan aspek pertama, ia juga merupakan tajalli dari aspek pertama, karena
pada asma’ kiyaniyah itu asma Tuhan mengambil bentuk entitas (‘ain). Oleh karena
itu, setiap kali asma ilahi muncul, ia senantiasa berpasangan dengan asma’ kiyaniyah
sebagai wadah tajallinya
Dari pembahasan hubungan antara tajalli bentuk pertama dan sesudahnya
merupakan bentuk peralihan dari sesuatu yang potensial kepada yang actual dan ini
terjadi secara, karena tajalli ilahi tidak pernah berhenti pada suatu batas perhatian.
Tujuannya ialah agar Tuhan dapat dikenal lewat nama-nama dan sifat-sifatnya pada
semesta. Akan tetapi alam semesta ini berada dalam wujud yang terpecah-pecah,
sehingga tidak dapat menampung citra Tuhan secara utuh, hanya pada manusia citra
Tuhan dapat tergambar secara sempurna, yaitu pada insan kamil. Martabat insan
kamil ini baru dapat dicapai setelah melalui beberapa maqâm.34

Maqamat adalah tahap-tahap perjalanan spiritual yang dengan gigih diusahakan


oleh para sufi untuk memperolehnya. Perjuangan ini pada hakikatnya merupakan
perjuangan spiritual yang panjang dan melelahkan untuk melawan hawa nafsu,
termasuk ego manusia yang dipandang berhala terbesar dan karena itu kendala
menuju Tuhan. Kerasnya perjuangan spiritual ini misalnya dapat dilihat dari
kenyataan bahwa seorang sufi kadang memerlukan waktu puluhan tahun hanya
untuk bergeser dari satu stasiun ke stasiun lainnya. Sedangkan “ahwal” sering
diperoleh secara spontan sebagai hadiah dari Tuhan.

Setelah menempuh segala maqam sampailah sufi kepada keadaan fana’ dan
baqa’. Dalam keadaan demikian, insan kembali kepada wujud asalnya, yakni wujud
mutlak. Fana’ adalah sirnanya kesadaran manusia terhadap segala alam fenomena,
34
Akilah Mahmud, “Insan Kamil Perspektif Ibnu Arabi” Hal 38

XXIII
dan bahkan terhadap nama-nama dan sifat-sifat Tuhan (fana’ ‘an sifat al-haqq),
sehingga yang betul-betul ada secara hakiki dan abadi (baqa’) di dalam
kesadarannya ialah wujud mutlak.35

Ketika sufi mencapai fana’ tahap keenam ia menyadari bahwa yang benar-benar
ada adalah wujud mutlak yang mujarrad dari segenap kualitas nama dan sifat seperti
permulaan keberadaan-Nya. Inilah perjalanan panjang sufi menuju ke asal.
Kesadaran puncak mistis seperti inilah yang dicapai insan kamil.

N. Penerapan Insan Kamil dalam Kehidupan


Membentuk manusia menjadi insan kamil hanya dapat dilakukan dengan ibadah
kepada Allah SWT karena peribadatan merupakan tujuan kesempurnaan seorang
manusia.36 Namun kita dapat menerapkan insan kamil dalam kehidupan sehari-hari,
antara lain :
1. Ilmu taubat dengan syarat – syaratnya menghindari dari yang menyebabkan
nafsu dengan mengawalnya dengan mendisiplinkan pergaulan dan harta serta
mengambilkan yang halal dan membelanjakan dalam perkara halal, kemudian
disertai dengan berhemat.
2. Berjaga – jaga supaya amalan tidak binasa oleh niat-niat yang merobohkannya
seperti ria digantikan dengan ikhlas.
3. Keadaan tergesa-gesa digantikan dengan sabar.
4. Tidak cermat digantikan dengan sifat cermat menyelamatkan diri daripada
kelesuan.
5. Dengan mengamalkan sifat harap dan takut, maksudnya harap bahwa Allah
akan menerima amalan dan menyelamatkan kita, takut kalau-kalau Allah tidak
mengampuni kita dan menerima amalan kita.

BAB III

KESIMPULAN

35
Akilah Mahmud, “Insan Kamil Perspektif Ibnu Arabi” Hal 39
36
Chairul Akhmad, “Meneladani Insan Kamil” Diakses dari
https://www.khazanah.republika.co.id/berita/meneladani-insan-kamil (Diakses pada 7 Oktober 2023, pukul
15.13)

XXIV
A. Kesimpulan
Iman adalah keyakinan dalam hati, ikrarkan dengan lisan dan diwujudkan
dengan amal dan perbuatan. Islam berarti ajaran yang harus dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Orang yang sudah masuk Islam dinamakan muslim, yaitu orang
yang menyatakan dirinya telah taar, menyerahkan diri dan patuh kepada Allah SWT.
Sedangkan Ihsan adalah ketika seseorang yang mneyembah Allah SWT seolah-olah
ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang
tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatanya.
Iman, Islam dan Ihsan merupkan inti pokok ajaran Islam. Ketiganya sangat
berhubungan erat dan saling mengisi, bahkan satu dengan yang lainnya tidak bisa
dipisahkan walaupun memiliki definisi dan istilah yang berbeda. Baru dengan
meraih keihlasan melalui peamalan keimanan dan keislaman, Insan Kamil dpat
diraih oleh manusia. Insan kamil sendiri pada umumnya diartikan sebagai manusia
yang sempurna baik dari segi wujud dan pengetahuannya. Kesempurnaan dari segi
wujudnya ialah karena dia merupakan manifestasi sempurna dari citra Tuhan, yang
pada dirinya tercermin nama-nama dan sifat Tuhan secara utuh.

XXV
DAFTAR PUSTAKA
Studocu, “Iman Dalam Bahasa dan Istilah”. Diakses dari https://www.studocu.com/id/ilmu-
tauhid /iman-dalam-bahasa-dan-istilah/45278355 . (Diakses pada 7 Oktober 2023, pukul
11.34)
Aldeta Kancah P, “Rukun Iman ada 6, Begini Cara Mengamalkan Dalam Kehidupan Sehari-
hari”. Diakses dari https://www.hops.id/trending/pr-2942879016/rukun-iman-ada-6-
begini-cara-mengamalkan-dalam-kehidupan-sehari-hari . (Diakses pada 7 Oktober 2023,
pukul 11.42)
Solo Peduli, “Cara Meningkatkan Dan Memperkuat Iman Kepada Allah SWT”. Diakses dari
https://www.solopeduli.com/konten-islam-1787-cara-meningkatkan-dan-memperkuat-
iman-kepada-allah-swt.html (Diakses pada 7 Oktober 2023, pukul 11.53)
Misbahuddin Jamal. “Konsep Al – Islam alam Al-Qur’an”, Jurnal Al Ulum, Vol. Volume, 11,
Nomor 2, Desember 2011 Hal. 283-310
Andre Kurniawan, “Memahami makna Islam yang sesungguhnya, muslim wajib tahu”.
Diakses dari https://m.merdeka.com/jabar/memahami-makna-islam-yang-sesungguhnya-
muslim-wajib-tahu-kln.html . (Diakses pada 7 Oktober, pukul 12.41)
Misbahuddin Jamal, “Konsep Al Islam dalam Al Qur’an”, Jurnal Al Ulum, Vol. Volume.
11, Nomor 2,Desember 2011 Hal. 283-310
Dr. Din Muhammad Zakariya, M.Pd.I “Sejarah Peradaban Islam Prakenabian hingga
Islam di Indonesia” Juli 2018 Hal. 09
Nurul Ismi Humairoh, “5 Cara Mengamalkan Rukun Islam Ke Dalam Kehidupan
Sehari-Hari”. Diakses dari https://buku.kompas.com/read/3385/5-cara-mengamalkan-
rukun-islamke-dalam-kehidupan-sehari-hari (Diakses pada 7 Oktober 2023, pukul
13.26)
A.W. Munawwir, “Kamus al – Munawwir Arab-Indonesia” Hal.265
J. Mahyudin, “Etika Al-Ghazali: Etika Majemuk di dalam Islam” Hal. 200
Imam Abu Hamid Al-Ghazali, “Mihrab Kaum Arifin: Apresiasi Sufistik Para Salikin,
terj. Masyhur Abadi dan Hasan Abrori”, Hal 89
Kumparan, “6 Rukun Iman dan Contoh Penerapannya dalam Kehidupan Manusia” Diakses
dari https://kumparan.com/berita-update/6-rukun-iman-dan-contoh-penerapannya-dalam-
kehidupan-manusia (Diakses pada 7 Oktober 2023 pukul 14.23)
Malyuna, S.I., & Lubis, M. “Integrasi Materi Pembelajaran Iman, Islam dan Ihsan dalam
Upaya Mencegah Dekadensi Moral di Era Digital” Hal 96
Siregar, L & Daulay, R. P , “Hadis Jibril : Nilai-Nilai Pendidikan Iman, Islam dan Ihsan.
Jurnal Sains Sosio Humaniora” Hal. 803
Ekky Wildan, “Keseimbangan antara Iman, Ilmu dan Amal” Hal 6. Diakses dari
https://www.scribd.com/document/489218713/JURNAL-Iman-Ilmu-Amal (Diakses pada
7 Oktober 2023, pukul 14.48)
Nur Hadi Ihsan, Fachri Khoerudin & Amir Reza Kusuma, “Konsep Insan Kamil Al-Jilli dan
Tiga Elemen Sekularisme” Hal 56
Kiki Muhammad Hakiki, “Insan Kamil dalam Perspektif Abd al- Kalim al-Jili dan Pemaknaan
dalam Konteks Kekinian” Jurnal Wawasan, Hal. 181
Akilah Mahmud, “Insan Kamil Perspektif Ibnu Arabi” Hal 35
Chairul Akhmad, “Meneladani Insan Kamil” Diakses dari
https://www.khazanah.republika.co.id/berita/meneladani-insan-kamil (Diakses pada 7
Oktober 2023, pukul 15.13)

XXVI
XXVII

Anda mungkin juga menyukai