Anda di halaman 1dari 15

REALISASI IMAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

Shafira Amalia

Jurusan Ilmu Hadis Fakultas Ushuluddin dan Adab Universitas Islam Negeri Sultan Maulana
Hasanuddin Banten

Firmalia919@gmail.com

Abstrak

Rasulullah mengajarkan keimanan secara totalitas dengan hati, lisan, dan perbuatan.
Artinya kepercayaan dan keyakinan kepada Allah Swt harus dibarengi dengan perbuatan-
perbuatan yang baik (amal shalih) dalam setiap kesempatan dan di manapun berada. Iman
dalam konteks kehidupan sosial sebagaimana yang terekam dalam literature hadits memiliki
jangkauan yang luas dan ruang lingkup yang tak terbatas.  Dapat dikatakan bahwa iman
meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia. Akan tetapi walaupun segi-segi sosial
kemanusiaan yang berhubungan dengan iman cukup luas jangkauan dan ruang lingkupnya,
namun berdasarkan literature-literatur hadits yang merekam operasional dalam aktivitas
sosial Rasulullah dapat dirumuskan nilai-nilai esensial dan universal sehingga
memungkinkan untuk dimanifestasikan dalam konteks kekinian.

Pendahuluan

Salah satu aspek kajian terpenting dalam sejumlah besar hadits Nabi adalah persoalan
al-iman (kepercayaan dengan berbagai aspek kandungan di dalamnya. Hampir-hampir umat
Islam terfokus pada kajian iman dalam pengertian yang terbatas, parsial dengan melihat
aspek iman hanya persoalan teologis kepada Allah, Rasul, kitab-kitab, malaikat, hari kiamat
dan takdir. Iman bukan merupakan kata benda yang statis, tetapi iman adalah energi spiritual
yang mengendalikan dan mengarahkan ego seseorang untuk mengerti, memilih dan menjalani
kebenaran. Karena itu iman tidak berhenti pada pengakuan atau pernyataan akan kepercayaan
adanya Tuhan saja, lebih jauh lagi iman adalah aktualisasi dalam amal kesalehan, sehingga
iman yang tidak melahirkan kesalehan bertindak adalah dusta. Oleh karenanya mengkaji
keimanan sebagaimana dipraktikkan dan diajarkan oleh Rasulullah merupakan kajian
menarik dan akan selalu urgen dan tidak akan pernah purna dan sempurna bagi pecinta Allah
dan Rasulnya. 

Para sahabat dan ulama telah mendefinisikan istilah iman, sepeti diucapkan oleh Ali
bin Abi Thalib r.a “iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati
dan perbuatan dengan anggota” Aisyah r.a berkata “iman kepada allah itu mengakur dengan
lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota.” Imam al ghazali
menguraikan makna iman “pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu
dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota). Dengan demikian
yang dikatakan beriman itu keyakinan yang dibenarkan oleh hati, diikrarkan dengan lisan dan
dibuktikan dengan perbuatan.

Kata kunci: Realisasi,iman, sosial

Pembahasan

Iman dalam konteks kehidupan sosial memberi pengertian bahwa iman tidak hanya
mencakup aspek keyakinan beragama, yang meliputi keimanan kepada Allah, Malaikat-
malaikatNya, Kitab-kitabnya, Rasul-rasulNya, Hari Kiamat, dan Qadha’ dan Qadar. Iman
juga memberi petunjuk dan tuntunan serta menaruh perhatian besar terhadap realitas
kehidupan manusia. Dengan kata lain, iman yang benar-benar sebagai aspek keyakinan
berkorelasi positif dan memberi pengaruh kuat dan signifikan terhadap kualitas kehidupan
sosial dan kemanusiaan.
Berdasarkan riwayat hadits dari berbagai jalur periwayatan (sanad), Rasulullah secara
eksplisit menjelaskan keterkaitan antara iman dan kehidupan sosial Maka disini penulis akan
menyampaikan hadits-hadits yang berkaitan dengan aspek sosial kemanusiaan. Tujuannya
adalah untuk melihat bagaimana operasional iman dalam aktivitas sosial sehari-hari
sebagaimana terekam dalam literature-literatur hadits. Tentu sangat banyak segi-segi sosial
kemanusiaan yang terekam dari kehidupan pribadi Rasulullah, yang menjadi model
(uswah dan qudwah) dan behavior  (sunnah) bagi umatnya. Paling tidak kita dapat mengambil
nilai-nilai esensial yang bersifat universal, sehingga memungkinkan untuk dimanifestasikan
dalam konteks kehidupan.1
Allah Swt., telah menjelaskan kepada hamba-Nya mengenai hakikat keimanan yang
menjadi syarat diterimanya amal dan terwujudnya apa yang telah dijanjikan oleh Allah Swt.
Selanjutnya dikatakan bahwa hakikat iman adalah:
1.     Iman adalah Keyakinan dan Perbuatan
Iman yang berasal dari bahasa Arab ini memang mempunyai arti keyakinan, dan
tersirat adanya perbuatan. Iman yang diucapkan dengan lisan saja belum menghasilkan apa-

1
Jurnal Studi Hadis Volume 2 Nomor 2 2016
apa. Oleh karena itu, dalam realisasinya iman itu perlu adanya perbuatan sesuai dengan yang
kita yakini. Misalnya kita beriman adanya Allah Swt, maka untuk membuktikannya kita
harus mematuhi segala yang diperintahkan oleh Allah Swt.

Dalam surat Al-Hujurat ayat 15 Allah Berfirman:

ٓ
َ‫صُقون‬ َ ‫يل ٱهَّللِ ۚ أُ ۟و ٰل َئ‬
‫ِك ُه ُم ٱل ٰ َِّد‬ ِ ‫جَ َهدُوا۟ ِبأَ ْٰ َمولِ ِه ْم َوأَن ُف ِس ِه ْم فِى َس ِب‬
ٰ ‫ِين َءا َمنُوا۟ ِبٱهَّللِ َو َر ُسولِ ِۦه ثُ َّم لَ ْم َي ْر َتابُوا۟ َو‬
َ ‫ون ٱلَّذ‬
َ ُ‫إِنَّ َما ٱلْ ُم ْؤ ِمن‬

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman)
kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang
(berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka itulah orang-orang yang
benar”. (Q.S Al-Hujurat:15).
Dari ayat tersebut kita mengetahui bahwa iman yang diterima dan benar adalah
keyakinan yang tidak dicampuri dengan keraguan dan amalan yang diantaranya berupa jihad
dengan harta dan jiwa di jalan Allah Swt. Jadi iman yang benar adalah yang meliputi dua hal,
yaitu pertama, keyakinan kuat yang tidak dicampuri dengan keraguan; Kedua perbuatan yang
membuktikan keyakinan itu dan ia merupakan buahnya.
2.     Macam-macam Perbuatan
1. Perbuatan hati, misalnya kita takut kepada Allah, beribadah kepada-Nya dan bertawakal
kepada-Nya;
2. Perbuatan lidah, misalnya mengucapkan dua kalimat syahadat, bertasbih, beristighfar, dan
berdakwah;
3. Perbuatan anggota badan, misalnya shalat, zakat, puasa, jihad di jalan Allah, mencari
ilmu karena Allah, berdagang, bertani, dan bekerja di bidang industri dalam rangka
melaksanakan perintah Allah untuk mengelola bumi sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
A. Hadis Cinta sesama muslim sebagian dari Iman

ٍ ‫َع ْن إَن‬
‫ ال يؤمن احد كم حتى يحب ال خيه ما يحب لنفسهعنه‬: ‫َس رضئ اهلل عنه عن النبي صلي اهلل عليه و سلم قال‬

(‫)روه البخارو مسلم والنسائ‬

Dari Anas r.a. berkata bahwa nabi saw bersabda: “ Tidakah termasuk beriman seseorang
diantara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (H.R
Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa`i)
Hadis di atas menegaskan bahwa di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah
bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang
dimaksudkan disini termasuk di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya muslim
mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya muslim mendapat
kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya. Ketiadaan sifat seperti itu menurut
hadis di atas menunjukkan kurang atau lemahnya tingkat keimanan seseorang.
Dalam hadis lain disebutkan sebagai berikut:

‫ فو الدي نفسى بيده اليؤمن احدكم حتى اكون احب اليه‬:‫ قال النبي صلى اهلل عليه وسلم‬,‫عن ابي هريرة رضي اهلل عنه قال‬
)‫من والده وولده (رواه البخاري‬

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi Saw. telah bersabda: “demi zat yang diriku
ditangan-Nya, seseorang tidak beriman hingga aku lebih ia cintai dari pada orang tua dan
anaknya”. (H.R Bukhari).

Hadis di atas menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai persaudaraan dalam


arti sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan
bukan hal-hal lain, sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci.
Persaudaraan yang akan abadi seabadi imannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain,
persaudaraan yang didasarkan lillah.
Dalam kaitan ini Rachmat Syafi’i mengutip hadis riwayat Muslim:

‫اين المتحابون بجال لي‬:‫ان اهلل تعالى يقول يوم القيامة‬:‫قل رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬:‫عن ابى هريرة رضي اهلل عنه قال‬
)‫اليوم اظلهم في ظلي يوم ال ظل اال ظلي (روه مسلم‬

Dari Abu Hurairah r.a ia berkata: rasulullah Saw. telah bersabda: pada hari kiamat Allah Swt.
akan berfirman: “dimanakah orang yang saling berkasih sayang karena kebesaran-Ku, kini
aku naungi di bawah naungan-Ku, pada saat tiada naungan, kecuali naungan-Ku” (H.R
Muslim).

Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa dirinya
merupakan salah satu anggota masyarakat, yang harus membangun suatu tatanan untuk
kebahaiaan bersama. Apapun yang dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun
kesengsaraan, ia anggap sebagai kebahagiaan dan kesengsaraan juga. Dengan demikian,
terjadi keharmonisan hubungan antar individu yang akan memperkokoh persatuan dan
kesatuan. Dalam hadis lain rasulullah SAW menyatakan :
ِ ‫ِن َكالْبُ ْن َي‬
ُ ‫ان َي ُش ُّد َب ْع‬
ً ‫ض ُه َب ْع‬
‫ضا‬ ِ ‫ِن لِلْ ُم ْؤم‬
َ ‫إِ َّن الْ ُم ْؤم‬

“sesungguhnya antara seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan bangunan yang
saling melengkapi (memperkokoh) satu sama lainnya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Masyarakat seperti itu telah dicontohkan pada zaman Rasulullah SAW. Kaum anshor
dengan tulus ikhlas menolong dan merasakan penderitaan yang dialami oleh kaum muhajirin
sebagau penderitaannya. Perasaan seperti itu bukan didasarkan keterkaitan darah atau
keluarga, tapi didasarkan pada keimanan yang teguh. Tak heran kalau mereka rela
memberikan apa saja yang dimilikinya untuk menolong saudaranya dari kaum muhajirin,
bahkan ada yang menawarkan salah satu isterinya untuk dinikahkan kepada sudaranya dari
kaum muhajirin. Persaudaraan seperti itu sungguh mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya
keimanan seseorang. Ia selalu siap menolong saudaranya seiman tanpa diminta, bahkan tidak
jarang mengorbankan kepentingannya sendiri demi menolong saudaranya. Perbuatan baik
seperti itulah yang akan mendapat pahala besar di sisi Allah SWT, yakni memberikan sesuatu
yang sangat dicintainya kepada saudaranya, tanpa membedakan antara saudranya seiman
dengan dirinya sendiri. Allah SWT berfirman:

ٌ ‫ى ٍء َفِإنَّ ٱللَّ َه ب ِ ۦهِ َعل‬


‫ِيم‬ َ ‫َّى تُن ِف ُقوا۟ مِ َّما تُحِ ُّبونَ ۚ َو َما تُن ِف ُقوا۟ مِ ن‬
ْ ‫ش‬
ْ ۟ ُ َ
ٰ ‫لن تَنَالوا ٱل ِبرَّ حَت‬

“kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. An apa saja yang kamu nafkahkan maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (Q.S Al-imran: 92)

sebaliknya orang-orang mukmin yang egois, yang hanya mementingkan kebahagiaan


dirinya sendiri, pada hakikatnya tidak memiliki keimanan sesungguhnya. Hal ini karena
perbuatan seperti ini merupakan perbuatan orang kufur dan tidak disukai Allah SWT.
Tidaklah cukup dipandang mukmin yang taat sekalipun khusyuk dalam shalat atau
melakanakan semua rukun islam bila ia tidak peduli terhadap nasib saudaranya seiman.
Namun demikian, dalam mencintai seorang mukmin, sebagaimana dikatakan diatas harus
didasari lillah. 2

B. Hadis Tentang Ciri-Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain

‫ المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمهاجر من هاجر مانهى‬:‫عن عبداهلل بن عمر عن النبي صلى اهلل عليه وسلم قل‬
‫اهلل عنه‬

2
Syafe’i Rahmat, Al-Hadis, Bandung, Pustaka Setia: 2000., hal 37-38
(‫)روه البخاري وابو داود والنسائ‬

Dari Abdullah bin Umar berkata, bahwa Nabi saw, telah bersabda: “Seorang muslim adalah
orang yang menyebabkan orang-orang (islam yang lain) selamat dari lisan dan tangannya,
dan orang yang hijrah adalah orang yang berpindah dari apa yang telah dilarang oleh Allah
swt. (H.R Bukhari, Abu Dawud, dan Nasa`i)

Hadits di atas mengandung dua pokok bahasan, yakni tentang hakikat seorang
muslim, dalam membina hubungan dengan sesama muslim dalam kehidupannya sehari-hari.
Juga menjelaskan tentang hakikat hijrah dalam pandangan Islam.3 Seorang muslim dalam
bertindak dan bersikap senantiasa berbuat adil dan tidak menyinggung perasaan orang lain.
Dia sangat hati-hati dalam berbicara dan berbuat.

Seorang muslim idealnya tidak boleh menyakiti saudaranya sendiri, baik dengan cara
menghina, memfitnah maupun menjelek-jelekan saudaranya dihadapan orang lain. Dalam
hadis di atas adalah memberi motivasi agar umat Islam senantiasa berlaku baik terhadap
sesamanya muslim dan tidak menyakitinya, baik secara fisik maupun hati. Mengingat
pentingnya hubungan baik dengan sesama muslim, maka Rasulullah saw.
menggambarkannya sebagai ciri tingkat keislaman seseorang. Orang yang tidak memberikan
rasa tenang dan nyaman terhadap sesamanya muslim dikategorikan orang muslim sejati. Oleh
sebab itu, seorang muslim yang sejati harus mampu menjaga dirinya sehingga orang lain
selamat dari kezaliman atau perbuatan jelek tangan dan mulutnya. Dengan kata lain, ia harus
berusaha agar saudaranya sesama muslim tidak merasa disakiti oleh tangannya, baik fisik
seperti dengan memukulnya, merusak harta bendanya, dan lain-lain ataupun dengan lisannya.

Secara tekstual hadis di atas menyebutkan bahwa hijrah yang sesungguhnya adalah
meninggalkan apa yang dimurkai Allah swt. Pengertian itu pulalah yang terkandung dalam
hijrah Rasulullah saw., yaitu meninggalkan tanah tumpah darahnya karena mencari daerah
aman yang dapat menjamin terlaksananya ketaatan kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, orang
yang meninggalkan kampung halaman dan berpindah ke daerah yang tidak ada jaminan bagi
terlaksananya ketaatan kepada Allah tidak termasuk dalam pengertian hijrah dalam
pengertian syariat, meskipun secara bahasa mengandung pengertian tersebut.

Dalam hadits riwayat Tirmidzi disebutkan bahwa nabi telah bersabda:

‫ حدث حسن‬.‫ من حسن اسالم المرء تركه ما ال يعنه‬:‫قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬:‫عن ابى هريرة رضي اهلل عنه قال‬
3
Ibid hal 41-42
(‫)روه الترمدي وغيره‬

Dari Abi Hurairah r.a ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda : “Diantara baiknya keislaman
seseorang adalah ia meninggalkan apa yang tidak berguna baginya. Hadits Hasan ( H.R
Tirmidzi dan lainnya).4

Setiap muslim idealnya dapat mengisi waktunya dengan kegiatan yang membawa kepada
kebaikan dirinya di dunia atau di akhirat serta berpaling dari hal-hal yang tidak berguna
baginya, apalagi hal yang membahayakan dan menyakitkan dirinya, serta jangan pula ia ikut
campur urusan orang lain, karena itu semua merupakan pertanda sempurnanya keistiqamahan
dirinya.

C. Hadis Tentang Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu

‫ من كان يؤمن باهلل واليوم االخر فليكرم ضيفه ومن‬:‫ قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬:‫عن ابى هريرة رضي اهلل عنه قال‬
‫كان يؤمن بااهلل واليوم االخر فليحسن الى جاره ومن كان يؤمن باهلل واليوم االخر فليقل خيرا اوليصمت‬

Dari Abu Huarairah r.a. ia berkata, bahwa Rasulallah saw., bersabda: “Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menghormati tamunya, dan barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah bebuat baik kepada tetangganya,
dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia berkata
yang baik atau lebih baik diam (H.R Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis diatas, ada tiga perkara yang didasarkan atas keimanan kepada Allah dan
hari akhir, yakni memuliakan tamu, memuliakan tetangga dan berbicara baik atau diam.
Adapun alasan penyebutan dua keimanan yakni iman kepada Allah dan hari akhir karena
iman kepada Allah merupakan permulaan sedaga sesuatu dan tangannya lah segala kebaikan
dan kejelekan. Seaakan hari akhir merupakan akhir kehidupan dunia, yang didalamnya
mencakup hari kebangkitan, mahsyar, hisab, dan surga – neraka, dan banyak sekali yang
harus diimani pada hari akhir tersebut. Dengan demikian seandainya manusia betul-betu
beriman kepada allah dan hari akhir, ia akan berbuat kebaikan dan menjauhi segala
kemunkaran dan kemaksiatan. Namun demikian, tidak berarti bahwa orang yang tidak
memuliakan tamu dan tetangga, serta tidak berkata yang baik dianggap tidak beriman kepada
Allah dan Rasulnya, maksud beriman kepada Allah dan hari akhir adalah sebagai
penyempurnaan iman. Ketiga hal diatas sangat penting dalam kehidupan sosial.

4
Hadis arbain nawawi, Bandung, husain bandung:1992 hal 25
1. Memuliakan Tamu

Yang dimaksud dengan memuliakan tamu adalah memperbaiki pelayanan terhadap


mereka sebaik mungkin. Pelayanan yang baik tentu saja dilakukan berdasarkan kemampuan
dan tidak memaksakan di luar dari kemampuan. Dalam sejumlah hadis dijelaskan bahwa
batas kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari tiga malam. Pelayanan lebih dari tiga hari
tersebut termasuk sedekah.5 Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw.:

‫من ك••ان ي••ؤمن‬: ‫ سمعت رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم يق••ول‬:‫عن ابى شريح خويلد بن عمر و لخزاعي رضي اهلل عنه قال‬
‫فما كان وراء‬,‫يومه وليلته والضيافة ثالثة ايام‬:‫يا رسول اهلل؟وماجاىزته؟قال‬:‫قال‬,‫با اهلل واليوم االخر فاليكرم ضيفه جاىزته‬
‫دلك فهم صدقة عليه‬

Abu syuraih Khuwailid bin Amru Al-Khuzai’ir r.a., berkata, saya telah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda, “siapa yang percaya kepada Allah dan hari akhir, ia harus menghormati
tamunya pada bagian keistimewaannya. Sahabat bertanya, “apakah yang dimaksud dengan
keistimewaan itu? Jawab Nabi, “hormati tamu itu sampai tiga hari, sedangkan selebihnya dari
sadaqah”.

Diantara hal-hal yang harus diperhatikan dalam memuliakan tamu adalah memberikan
sambutan yang hangat. Hal ini akan lebih baik daripada disambut hidangan yang mahal-
mahal, tetapi dengan muka masam dan kecut. Namun, dalam menjamu tamunya ini haruslah
sesuai dengan kemampuannya. Seandainya kedatangan tamu yang bermaksud meminta
tolong tentang suatu masalah atau kesulitan, sebagai orang muslim kita harus memberinya
bantuan semampunya. Apabila tamunya tidak mengatakan suatu kebutuhan, tetapi kita
mengetahui bahwa tamu tersebut dalm keadaan fakir, sedangkan kita mampu, berilah bantuan
apalagi kalau tamu tersebut masih kerabat. Dan sebaliknya pihak tamu pun harus mengerti
ketentuan bertamu dalam islam.

2. Menghormati Tetangga

Maksud tetangga disini adalah umum, baik yang dekat maupun jauh, muslim, kafir,
ahli ibadah, orang fasik, musuh dan lain-lain. Yang bertempat tinggal dilingkungan rumah
kita. Berbuat baik kepada tetangga itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
memberikan pertolongan, menengoknya saat sakit, melayat saat ada keluarganya yang
meninggal dan lain-lain. Selain itu, diharuskan pula menjaga mereka dari ancaman, gangguan

5
Syafe’i Rahmat, Al-Hadis, Bandung, Pustaka Setia: 2000., hal 47
dan bahaya. Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Siti ‘Aisyah. Nabi
SAW. menggambarkan pentingnya memuliakan tetangga sebagai berikut:

ُ ‫ال أَ ْخ َب َرنِي أَبُو َب ْك ِر ب‬ ُ


‫ِش َة‬
َ ‫ْن ُم َح َّم ٍد َع ْن َع ْم َر َة َع ْن َعائ‬ َ ‫ْن َسعِي ٍد َق‬ ٌ ‫ال َح َّد َثنِي َمال‬
ِ ‫ِك َع ْن َي ْح َيى ب‬ ٍ ‫ْن أَِبي أ َوي‬
َ ‫ْس َق‬ ُ ‫اع‬
ُ ‫يل ب‬ ِ ‫َح َّد َثنَا إِ ْس َم‬

‫ار َحتَّى َظ َن ْن ُت أَنَّ ُه َسيُ َو ِّرثُه‬


ِ ‫يل ِبالْ َج‬
ُ ‫ْر‬
ِ ‫ُوصينِي ِجب‬ َ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َق‬
َ ‫ال َما َز‬
ِ ‫ال ي‬ َ ‫ض َي اهَّللُ َع ْن َها َع ْن النَّ ِب ِّي‬
ِ ‫َر‬

Isma’il bin Abi Uways telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik telah
menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Sa’id, ia berkata Abu Bakar bin Muhammad telah
mengabarkan kepadaku dari ‘Amrah, dari ‘Aisyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Malaikat
Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk memuliakan) tetangga sehingga aku menyangka
bahwa Jibril akan memberi kepada tetangga hak waris”. (H.R.Bukhari)6

3. Berbicara Baik atau Diam

Orang yang menahan banyak berbicara kecuali dalam hal-hal baik, lebih banyak
terhindar dari dosa dan kejelekan, daripada orang yang banyak berbicara tanpa membedakan
hal yang pantas dibicarakan dan yang tidak pantas dibicarakan. Sehubungan dengan hal ini
Rasulullah SAW. bersabda:

ُّ ‫اعلُ ُه ) أَ ْخ َر َج ُه اَلْ َب ْي َهق‬


َ ‫ِي فِي‬ ٌ ‫لص ْم ُت ِح ْك َم ٌة َو َقل‬
ِ ‫ِيل َف‬ ُ ‫ال َر ُس‬
َّ َ‫ول اَهَّللِ صلى اهلل عليه وسلم ( ا‬ َ ‫ َق‬:‫ال‬ ٍ ‫َو َع ْن أَن‬
َ ‫َس رضي اهلل عنه َق‬

ْ َ ‫ِن َق ْو ِل لُ ْق َم‬ ٌ ‫ص َّح َح أَنَّ ُه َم ْو ُق‬ ُّ َ‫ا‬


ِ ‫ان اَل َحك‬
‫ِيم‬ ْ ‫وف م‬ َ ‫ِيف َو‬
ٍ ‫ضع‬َ ‫لش َع ِب ِب َس َن ٍد‬

Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Diam itu bijaksana namun sedikit orang yang melakukannya”. Riwayat Baihaqi dalam kitab
Syu’ab dengan sanad lemah dan ia menilainya mauquf pada ucapan Luqman Hakim.7

Di zaman modern ini memang manusia dihadapkan kepada dua dilema, di satu sisi
kita disuruh untuk menghormati tamu, namun di sisi lain ada kekhawatiran bahwa tidak
setiap tamu berbuat baik. Ajaran islam dalam menghadapi seperti tersebut, kita harus tetap
menghormati tamu, tetapi bila ada hal-hal yang mencurigakan kitapun harus waspada. Oleh
karena itu Islam pun menganjurkan agar kita bisa menjaga diri, harta, agama, dan akal.
Sebagai muslim kita harus mengetahui bahwa berprilaku baik adalah merupakan keharusan
yang tak dapat ditinggalkan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw:

6
Ibid hal 48

7
Ibid hal 50
‫ البر حسن الخلق‬:‫ فقال‬.‫ سالت رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم عن البري واالثم‬:‫عن النواس بن سمعان رضي اهلل عنه قال‬
)‫واالثم ماحاك فى صدرك وكرهت ان يطلع عليه الناس (رواه مسلم‬

Dari An-Nawas bin Sam’an ra., berkata: saya bertanya kepada Rasulallah saw., tentang bakti
dan dosa, Rasulallah menjawab: “Bakti itu adalah baik budi pekerti dan dosa itu ialah semua
hal yang meragukan hati dan tidak suka diketahui orang” (H.R. Muslim).

Yang dimaksud dengan ungkapan al-Birru Husnul Khuluqi adalah semua tingkah laku atau
perbuatan dan perkataan yang baik (ma’ruf) itu, merupakan budi pekerti atau akhlak yang
terpuji, termasuk di dalamnya berbuat baik terhadap tetangga.

D. Selalu Membahagiakan Orang Lain

Membahagiakan orang lain merupakan perbuatan yang disenangi Allah dan manusia.
Perbuatan yang dapat membahagiakan orang lain tidak saja bersifat materi, tetapi juga
bisa bersifat non materi. Seperti:

1. Menampakan wajah yang simpati

Sesungguhnya pertemuan antar sesama muslim adalah sebaik-baiknya


pertemuan dimuka bumi ini. Didalamnya terkandung rasa cinta, keikhlasan,
kejujuran dan kegembiraan. Nabi Muhammad SAW menekankan kepada kita
akan pentingnya pertemuan. Sesuain dengan sabda nabi SAW :

)‫طلق (أخرجه مسلم‬


ٍ ‫ ولو أن تلقى أخاك بوجه‬,‫ال تحقرنّ من المعروف شيًئا‬

“ janganlah sedikitpun kamu menyepelekan kebaikan meski (hanya) dalam bentuk


menjumpi saudaramu dengan wajah yang berseri seri’ (HR. Muslim)

Syeikh ahma Ad daumi mengtakan, sesungguhnya muslim yang sebenarnya


itu jika berjumpa dengan saudaranya wajahnya akan berser-seri, senyumnya tulus,
pandangannya berbinar, kata-katanya bisa membuat keceriaan, ia merasa bahwa
cintanya amatlah dalam serta persaudaraannya sangatlah kuat. Seakan-akan
mereka adalah ranting-ranting cabang dari pohon satu. Mereka tak ubahnya satu
jiwa dalam banyak tubuh. Inilah hakekat kehidupan dan persaudaraan yang benar.

Urwah bin zubair Berkata hendaklah kamu memiliki wajah yang selalu
berseri-seri dan tutur kata yang halus maka kau akan dicintai manusia serta kamu
termasuk orang yang telah menjadi penderma bagi mereka. Alfudail bin iyad
berkata pandangan muslim pada saudaranya dengan wajah yang menggambarkan
perasaan cinta dan kasih sayang adalah ibadah. Dan bukankah wajah ceria
menandakan apa yang aa didalam hati? Bila hati telah menyatu maka kebaikan
akan dengan mudahnya mengalir dari kedua belah pihak. Masing-masing pun
menjadi bahagia.

2. Saling memberi nasehat

Memberi nasehat adalah bukti perhatian dan kecintaan seseorang kepada


orang yang ia nasehati. Dalam komunitas masyarakat muslim, nasehat adalah
kebutuhan mutlak, baik nasehat itu bersifat duniawi maupun ukhrawi. Bahkan
dalam hadis riwayat tamrin addari disebutkan, rasulullah SAW bersabda:

‫َّص ْيحَ ُة‬ ِّ ‫سلَّ َم َقالَ ال‬ ‫َأ‬ ٍ ‫ن َأ ْو‬ َ ‫ْ َأ‬


ِ ‫د ْينُ الن‬ َ ‫ي َصىَّل هللاُ عَلَ ْيهِ َوآلِهِ َو‬ ‫ىَل‬
َّ ‫ي هللاُ تَعَ ا عَ ْن ُه نَّ ال َّن ِب‬
َ ‫ض‬
ِ ‫سالدَّارِي َر‬ ِ ‫عَن بِي ُر َق َّية تَمِ ْيمٍ ْب‬
‫ ُق ْلنَا‬:

‫م‬ ‫َأِل‬ َ ‫ن ؟ قَا‬


ْ ِ‫مت ِه‬
َّ ‫ن وَعَا‬
َ ْ ‫مي‬
ِ ِ ‫سل‬
ْ ‫م‬
ُ ‫مةِ ال‬
َّ ‫سوْلِهِ وَ ِئ‬
ُ ‫ل للهِ وَل ِكِتَابِهِ وَل َِر‬ ْ ‫م‬
َ ِ‫ل‬

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya,
“Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi
pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR.
Muslim)

Diriwayatkan dari jabir bin abdullah r.a bahwasanya ia berkata: “aku berbai’at kepada
Rasulullah SAW untuk mendirikan shalat, membayar zakat, dan memberi nasehat
kepada setiap muslim,” (HR. Bukhari) Dengan nasehat seorang muslim yang hendak
melakukan kesalahan akan segera meninggalkannya. Bila terlanjur melakukannya
maka kesalahan yang dilakukannya tidak sampai menjadi kebiasaan.

3. Memenuhi undangan

Sungguh amat membahagiakan bila kita mengundang kawan dan kolega


dalam suatu acara yang kita selenggarakan kemudian mereka datang. Sebaliknya
akan kita sesalkan dan bahkan menyakitkan bia mereka menolak datang. Karena
itu, memenuhi undangan berarti membahagiakan orang lain, mematri hakekat
persaudaraan dan menambah kecintaan sesama muslim. Disamping itu juga
prtanda kemurnian jiwa. Untuk itu ajaran islam menekankan pentingnya masalah
ini. Diriwayatkan jabir bin abdulah r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“bila diantara kamu diundang makan maka penuhilah, bila menghendaki (untuk
makan) maka makanlah dan bila menghendaki (untuk tidak makan) maka
tinggalkanlah (jangan kamu makan)”. (HR. Muslim)

Bahkan ibnu umar r.a meriwayatkan dari Nabi SAW bahwa tidak memenuhi
undangan (yang dibenarkan syara)sebagi salah satu bentuk kemaksiatan kepada
Allah dan Rasulnya. (HR. Muslim) karena itu jika tidak ada udzur (yang
dibenarkan syara)hendaknya kita menghadiri undangan. Memenuhi undangan bisa
menghadirkan rasa cinta, kasih sayang dan ketulusan jiwa diantara sesama. Juga
dapat bermanfaat untuk saling mengenal dengan sesama undangan lain.

4. Menjenguk orang sakit

Dianta hak seorang muslim atas muslim lainnya, seperti ditegaskan dalam
hadis riwayat muslim adalah bila ia sakit maka ia berhak untuk dijenguk. Hak
adalah sesuatu yang harus dimiliki. Sehingga orang fakir miskin berhak atas
lsebagia harta orang-orang kaya. Maka orang sakit mesti dijenguk, sehingga
mendapatkan hak nya. Karena itu, akan sangat mulia bila lembaga-lembaga
keagamaan atau sosial memperhatikan orang-orang sakit terutama dari kalangan
fakir miskin dengan misalnya memberikan santunan obat-obatan dan makanan.
Rasululah SAW mengumpamakan orang yang menjenguk orang sakit dengan
sabdanya: “sesungguhnya seseorang itu bila menjenguk saudaranya yang sakit
senantiasa dalam khufatul jannah sampai ia pulang. Ditanykan wahai rasululah,
apakah yang dimaksud dengan khurfatul jannah? Nabi menjawab memetik buah
surga yang telah matang” (HR.Muslim)

5. Tidak menjadi beban orang lain

Termasuk yang dapat membahagiakan hati sesama muslim ialah tidak


memjadi beban baginya dlam urusan apapun. Karena itu dalam hubungan antar
sesama hendaknya kita selalu mengusahakan untuk bisa menolong dan membantu
orang lain. Bukan sebaliknya, selalu menghujaninya dengan berbagai permintaan
dan hal-hal yang membuatnya merasa sempit, tertekan dan merugi. Selalu
menggantungkan kepada orang lain dan menjadi beban baginya adalah perbuatan
tidak terpuji, bahkan lambat laun akan merusak hubungan kita dengam sesama.
Para salafus shaleh sangat menjaga diri untuk tidak merepotkan apalagi
menjadi beban orang lain. Suatu ketika, Abu Bakar r.a sedang berada diatas
untanya, tiba-tiba cambuknya terjatuh. Sahabat yang berada dibawahnya segera
hendak mengambilkannya tetapi abu bakar mencegah. Ia kemudian turun dan
mengambilnya sendiri karena tidak mau membuat repot orang lain.

6. Membayarkan hutang orang lain

Hutang bisa membuat hati resah-gelisah. Karena itu Rasulullah SAW memohon
perlindungan kepada Allah agar dibebaskan dari lilitan hutang. Dalam doanya:
“YaAllah sesungguhnya aku meminta perlindungan kepadamu dari kekhawatiran,
kesusahan, kemiskinan, ketakutan, terabaikannya hutang dan tekanan orang lain.”
(muttafaq alaih)

Lepas ari hutang berarti kebahagiaan dan ketenangan hidup. Maka termasuk
membahagiakan orang lain jika kita membayarkan hutang mereka. Dalam
kehidupan orang-orang shaleh dikisahkan masyruq pernah mempunyai hutang
yang sangat banyak. Tetapi secara diam-diam khaisamah membayarkan dan
melunasi hutang-hutang masyruq sehingga ia terbebas dari lilitan hutang. Dan
pada saat lain khaisamah juga mempunyai lilitan hutang yang amat banyaksecara
diam-diam pula masyruq yang sudah membaik perekonomiannya melunasi
seluruh hutang saudaranya tersebut. Dengan membayarkan hutang orang lain
berarti kita memudahkan kehidupannya juga keluarganya. Kita pun dengan
demikian insyallah akan dimudahkan Allah dalam kehidupan kita, baik didunia
maupun diakhirat.

7. Mendoakan orang islam

Diantara hal yang harus dimiiki oleh setiap muslim adalah rasa peduli kepada
sesamanya dengan selalu mendoakan mereka, baik yang masih hidup maupun
mereka yang sudah meninggal, Seperti berdoa untuk dirinya sendiri. Rasulullah
SAW bersabda: “Doanya seorang muslim untuk saudara muslim yang lain tanpa
sepengetahuannya adalah tidak ditolak”. (HR. al bazzar)

Abu Darda berkata, sesungguhnya aku benar-benar mendoakan 70 orang dalam


satu sujudku, aku sebut nama mereka atu persatu. Imam Muhammad Al ashafani
suatu kali pernah ditanya, siapakah saudara yang baik itu? Beliau menjawab, yaitu
saudara yang sedih atas kepergianmu saat keluargamu yang lain membagi-bagikan
dan bersenang-senang dengan harta warisanmu. Ia berdoa untukmu dikegelapan
malam, sedang dirimu dalam tanah basah. Marilah memperbanyak doa untuk
saudara-saudara kit sesama muslim. Bahkan meskipun mereka telah meninggal.8

Kesimpulan

Iman merupakan salah satu aspek kajian terpenting dalam sejumlah hadis Nabi
shalallahu alaihi wassalam. Dan iman ini berkenaan dengan hati dan tentunya tidak satupun
yang tau akan sesuatu yang ada didalam hati kecuali Allah SWT. Namun, sebagai orang yang
lemah manusia dapat menilai apakah seorang itu benar-benar beriman yang baik atau tidak
tentunya dapat dinilai dari perbuatan baik maupun buruk yang nyata dalam kehidupannya.
Karena iman tidak hanya cukup dengan pengakuan hati tetapi harus terealisasi dalam
kehidupannya. Bila baik perilakunya itu adalah indikasi bahwa imannya bagus, sebaliknya
bila jelak berarti imannya rusak.

Daftar Pustaka

Jurnal Studi Hadis Volume 2 Nomor 2 2016

Syafe’i Rahmat, Al-Hadis, Bandung: Pustaka Setia: 2000

8
Realisasi iman dalam kehidupn sosial,vol 9,no 1 januari 2012
Hadis arbain nawawi, Bandung, husain bandung:1992

Realisasi iman dalam kehidupn sosial,vol 9,no 1 januari 2012

Anda mungkin juga menyukai