Anda di halaman 1dari 17

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Padi Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae). Tanaman semusim, berakar serabut; batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang; daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang; bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula; buah tipe bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan adalah endospermium yang dimakan orang. Asal-usul padi budidaya diperkirakan berasal dari daerah lembah Sungai Gangga dan Sungai Brahmaputra dan dari lembah Sungai Yangtse. Di Afrika, padi Oryza glaberrima ditanam di daerah Afrika barat tropika. Padi pada saat ini tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh di hampir semua bagian dunia yang memiliki cukup air dan suhu udara cukup hangat. Padi menyukai tanah yang lembab dan becek. Sejumlah ahli menduga, padi merupakan hasil evolusi dari tanaman moyang yang hidup di rawa. Pendapat ini berdasar pada adanya tipe padi yang hidup di rawa-rawa (dapat ditemukan di sejumlah tempat di Pulau Kalimantan), kebutuhan padi yang tinggi akan air pada sebagian tahap kehidupannya, dan adanya pembuluh khusus di bagian akar padi yang berfungsi mengalirkan udara (oksigen) ke bagian akar. Setiap bunga padi memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala putik (stigma) bercabang dua berbentuk sikat botol. Kedua organ seksual ini umumnya siap reproduksi dalam waktu yang bersamaan. Kepala sari kadang-kadang keluar dari palea dan lemma jika telah masak.

Dari segi reproduksi, padi merupakan tanaman berpenyerbukan sendiri, karena 95% atau lebih serbuk sari membuahi sel telur tanaman yang sama. Setelah pembuahan terjadi, zigot dan inti polar yang telah dibuahi segera membelah diri. Zigot berkembang membentuk embrio dan inti polar menjadi endospermia. Pada akhir perkembangan, sebagian besar bulir padi mengadung pati di bagian endospermia. Bagi tanaman muda, pati berfungsi sebagai cadangan makanan. Bagi manusia, pati dimanfaatkan sebagai sumber gizi. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan manusia: Oryza sativa yang berasal dari daerah hulu sungai di kaki Pegunungan Himalaya (India dan Tibet/Tiongkok) dan O. glaberrima yang berasal dari Afrika Barat (hulu Sungai Niger). Pada awal mulanya O. sativa dianggap terdiri dari dua subspesies, indica dan japonica (sinonim sinica). Padi japonica umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah rebah, paleanya memiliki "bulu" (Ing. awn), bijinya cenderung panjang. Padi japonica biasanya agak lengket nasinya. Padi indica, sebaliknya, berumur lebih pendek, postur lebih kecil, paleanya tidak ber-"bulu" atau hanya pendek saja, dan biji cenderung oval. Walaupun kedua anggota subspesies ini dapat saling membuahi, persentase keberhasilannya tidak tinggi. Contoh terkenal dari hasil persilangan ini adalah kultivar IR8, yang merupakan hasil seleksi dari persilangan japonica (kultivar 'Deegeowoogen' dari Formosa dengan indica (kultivar 'Peta' dari Indonesia). Selain kedua varietas ini, dikenal pula sekelompok padi yang tergolong varietas minor javanica yang memiliki sifat antara dari kedua varietas utama di atas. Varietas javanica hanya ditemukan di Pulau Jawa. Budidaya padi yang telah berlangsung lama telah menghasilkan berbagai macam jenis padi akibat seleksi dan pemuliaan yang dilakukan orang. Dalam klasifikasi padi (Oryza sativa L.) digunakan untuk sintesis vairetas hybrid diantaranya: a. Japonica adalah golongan subpsesies padi yang berasal dari daerah subtropis dan telah banyak dikembangkan di daerah Asia Timur seperti Jepang, Korea, Cina dll. Dari berbagai macam golongan padi, golongan japonica ini dicirikan dengan bulir bulat atau tidak lonjong, warna daun ada tiga subspesies yang

lebih hijau, sudut bendera besar, kadar amilosa rata-rata 15% yang tergolong sangat pulen (Ilhami 2010). b. Indica adalah padi golongan subspesies yang berasal dari Asia tropis seperti Asia Tenggara, Asia Selatan. Golongan Indica atau cere yang paling dominan dikembangkan dan dibudidayakan di Indonesia. Ciri tanaman ini adalah gabah lonjong daun tegak (Ilhami, 2010). c. Javanica adalah golongan padi yang hampir digolongkan padi liar yang berasal dari Indonesia. Tanaman ini biasa disebut padi local dan berbulu. Tanaman ini biasanya juga disebut japonica tropis. Padi ini banyak dikenal teruma khas aroma, seperti Pandan-wangi, Ciganjur, Menthik wangi, Sintanur, Rojolele, dll. (Ilhami, 2010). Kajian dengan bantuan teknik biologi molekular sekarang menunjukkan, bahwa selain dua subspesies O. sativa yang utama, indica dan japonica, terdapat pula subspesies minor tetapi bersifat adaptif tempatan, seperti aus (padi gogo dari Bangladesh), royada (padi pasang-surut/rawa dari Bangladesh), ashina (padi pasang-surut dari India), dan aromatic (padi wangi dari Asia Selatan dan Iran, termasuk padi basmati yang terkenal). Pengelompokan ini dilakukan

menggunakan penanda RFLP dibantu dengan isozim. Kajian menggunakan penanda genetik SSR di inti sel dan dua lokus di kloroplas menunjukkan bahwa pengelompokan indica dan japonica adalah mantap, tetapi japonica ternyata terbagi menjadi tiga subspesies besar: temperate japonica (dari Cina, Korea, dan Jepang), tropical japonica (dari Nusantara), dan aromatic. Subspesies aus merupakan kelompok yang terpisah. Berdasarkan bukti-bukti evolusi molekular diperkirakan kelompok besar indica dan japonica terpisah sejak ~440.000 tahun yang lalu dari suatu populasi spesies moyang O. rufipogon. Domestikasi padi terjadi di titik tempat yang berbeda terhadap dua kelompok yang sudah terpisah ini. Berdasarkan bukti arkeologi padi mulai dibudidayakan (didomestikasi) 10.000 hingga 5.000 tahun sebelum masehi (Wikipedia.org., 2013).

2.2 Padi Hibrida Varietas hibrida merupakan F1, suatu persilangan sepasang atau lebih tetua (galur murni), yang mempunyai karakter unggul. Dengan demikian, benih varietas ini selalu harus disediakan melalui persilangan tetua tersebut. Penanaman benih vaietas hibrida pada generasi berikutnya (generasi F2 dan selanjutnya ) akan mengahasilkan tanaman yang rata-ratanya tidak unggul lagi, akibat adanya segregasi tanaman F2. Cina adalah pelopor padi hibrida, peneliti mereka berjasa menemukan sumber sterilitas polen pada padi liar sekitar tahun 1960-an kemudian gen tersebut ditransfer untuk membuat galur mandul jantan (GMJ). IRRI memulai penelitian padi hibrida pada tahun 1979 sedangkan Indonesia baru memulainya pada tahun 1984. Kini luas areal pertanaman padi hibrida di Cina kurang lebih 15 juta ha atau sekitar 50% dari luas total areal pertanaman padi yang menyumbang 60% dari total produksi padi nasionalnya (Syukur dkk., 2012). Kaeunggulan hibrida dikaitkan dengan peristiwa heterosis. Heterosis adalah keunngulan hibrida atau hasil persilangan (F1) yang melebihi nilai kisaran kedua tetuanya. Karakter unggul ini digunakan untuk memperoleh keuntungan komersial dari tanaman yang diusahakan. Gejala ini telah lama dikenal, bahkan jauh sebelumn mendel, dan merupakan hal menarik sehingga banyak penelitian yang dilakukan baikyang mempelajari besarannya maupun cara memperolehnya. Pada tahun 1908, shull dan Blast secara terpisah mengusulkan hipotesis tentang heterosis. Menurut mereka, terjadinya heterosis ini disebabkan oleh adanya rangsangan fisiologis terhadap pertumbuhan , yang semakin meningkat dengan besarnya perbedaan gamet yang menyatu. Oleh karena itu, mereka mengusulkan istilah rangsangan heterozigot (stimulus of heterozygosis) dan istilah heterosis. Penggunaan istilah ini bersaing selama betahun-tahun dengan teori dominansi dan dikenal dengan hipoesis overdominan dari heterosis. Pda saat ini istilah heterosis berlangsung. Pada saat ini istilah heterosis disamakan dengan keungulan hibrida (hybrid Vigor). Namun pada mulanya diusulkan oleh Whaley 1994 bahwa heterosis dan keunggulan hibrida berbeda artinya. Heterosis berarti rangsangan perkembangan

yang disebabkan oleh bersatunya gamet yang berbeda, sedangkan keunggulan hibrida merupakan manifestasi dari heterosis. Sampai saat ini terus dilakukan penelitian untuk mendapatkan jawaban yang lebih jelas tetntang penyebab gejala heterosis. Terdapat tiga teoriyang menerangkan terjadinya heterosis atas dasar genetic sebagai berikut. Menurut teori ini gen pendukung pertumbuhan dan keunggulan dalam kedaan dominan, sedangkan gen yang merugikan dalam keadaan resesif. Dua inbred yang akan digunakan untuk hibrida mengkin mempunyai dua set gen dominan yang berbeda. Setelah dilakukan persilangan, kesemua gen dominan dari tetua tesebut terkumpuldalam hibrida tersebut sehingga F1 mempunyai gen dominan yang lebih banyak dari kedua tetuanya. Dengan demikian banyak gen pendukung yang dominan menurut teor ini makin meningkatkan keunggulan.

2.2.1

Padi Tipe Baru PTB (F1) padi tipe baru adalah salah satu breakthrough atau terobosan baru

dalam peningkatan produksi padi di Indonesia. Padi ini merupakan hasil persilangan antara golongan Japonica tropical (javanica) dengan Indica (padi unggul). Padi tipe ini dicirikan oleh jumlah anakan yang sedikit (8-10 anakan) namun semua produktif malai lebat (gabah bernas >200/malai), daun tegak tebal, hijau tua, batang kuat perakaran dalam, tinggi tanaman 80-100 cm, umur 100-130 hari,dan tahan terhadap penyakit seperti wereng coklat. Dengan morfologi demikian, potensi padi PTB diharapkan 30-50% lebih tinggi dari varietas yang telah dilepas. Padi tipe baru yang dirancang peneliti IRRI pada tahun 1988 merupakan gabungan sifat Indica dan Javanica. IRRI mengeksploitasi gen pool plasma nutfah padi tipe javanica yang merupakan subspecies padi golongan subtropical. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman cukup tinggi sangat potensial untuk mendapatkan karakterPTB. Pemanfaatan plasma nutfah padi dari kelompok javanica, japonica tropical (padi bulu) dan japonica atau temperate japonica serta beberapa padi liar (wild rice) diharapkan akan

10

menghasilkan genotype rekombinan turunan yang memiliki postur yang diinginkan (Syukur et al., 2012) Teknologi PTB telah secara komersial diterapkan dibeberapa Negara benua Asia. PTB yang telah dirilis di Provinsi Yunan, Cina yaitu varietas Dianchio (DS1 dan DS3) telah ditanam seluas 5000 ha. Varietas keiga yaitu DS2 juga sangat diminati oleh petani Yuanan karena umur pendek, tahan hama dan penyakit, serta rasa nasi yang enak. Varietas Tkanari dan Milyang 23 merupakan PTB hasil persilangan padi Indica dan Javanica yang mampu memproduksi 10ton/ha di Jepang.

2.3 Male Sterility Secara umum kemandulan dapat diartikan sebagai ketidak mampuan tanaman membentuk biji karena kegagalan polen membuahi sel telur secara normal. Dengan demikian ketidak normalan perkembangbiakan dapat

menyebabkan kemandulan. Misalnya benag sari atau tangkai putik cacat, atau polen mungkin rusak, atau sel telur gagal atau abortus. Jadi yang dimaksud mandul jantan adalah tidak adanya atau tidak berfungsinya polen. Kemandulan pada tumbuhan terjadi karena ketidak-seimbangan nukeus atau sitoplasma akibat persilangan antar-spesies yang berbeda. Kesetimbangan akan pulih pada generasi berikutnya melalui mutasi dalam nucleus yang menghasilkan alel pemulih. Melalui pemuliaan tanaman telah berhasil dipindahkan sterilitas antar spesies melalui persilangan interspesifik. Alel pemulih mengkin dapat dipindahkan atau mungkin dapat tidak dipindahkan dari spesies donor dalam persilangan antar-spesies tersebut. Berikut beberapa hal yang menyebabkan terjadinya mandul jantan. a. Benang sari tidak ada atau tidak tumbuh. b. Kegagalan memproduksi polen disebabkan oleh terganggunya beberapa fase pertumbuhan. c. Polen terbentuk namun gagal dalam proses pematangan karena adanya penyimpangan susunan kepala sari.

11

2.3.1 Tipe Tipe Male Steril Sistem mandul jantan dibedakan menjadi 3 yaitu: mandul jantan genik, mandul sitoplasmik, dan mandul jantan sitoplasmik-genik. Mandul jantan yang karakter mandulnya dikendalikan oleh interaksi sitoplasma (sebagai penyebab mandul) dan gen pemulih dalam nucleus (sebagai penyebab fertilitas/memulihkan fertilitas) disebut mandul jantan sitoplasmik-genik. Kemandulan tipe ini terjadi jika sitoplasma steril, sedangkan alel pada lokus gen pemulih tidak ada. Saat ini kemandulan sitoplasmik masih diperdebatkan apakah bukan kemandulan sitoplasmik-genik yang gen pemulihnya belum diidentifikasi. Demikian juga kemandulan genik, apakah bukan kemandulan sitoplasmik-genik yang sitoplasma fertilnya belum diidentifikasi.

2.3.1(a) Genic Male Sterility (Mandul Jantan Genik) Mandul jantan genik (MJG) terjadi pada banyak spesies tanaman, baik tanaman menyerbuk sendiri maupun tanaman menyerbuk silang. MJG umumnya dikendalikan oleh lokus tunggal dengan sepasang alel (Ms, ms). Genotipe ms/ms umumnya mandul sedangkan Ms/ms dan Ms/ms adalah fertile(Virmani,2003). MJG dapat muncul secara spontan atau diinduksi secara buatan dengan mutagen fisik atau kimia. Pemeliharaan gen MJG dalam sebuah populasi dapat menjadi masalah. Sebuah populasi tanaman MJG tidak dapat dihasilkan tetapi gen-gen MJG dapat dibawa dalam frekuensi yang cukup tinggi pada tanaman menyerbuk sendiri jika benih dari tanaman MJG digunakan untuk menanam generasi selanjutnya (Syukur dkk. 2012). Mandul jantan dengan metode PGMS (Photoperiod Genik Male Sterility) telah dikonfirmasi gen yang mengatur mandul jantan pada padi varietas Nongken 58 (subspecies japonica) adalah sedangkan yang fertile

dan sebagai restorer atau gen pemulih sterilitas adalah (Virmani et al.,2003). Dengan pengertian jika sepasang gen Ms dominan walaupaun rf resesif maka akan menjadi tanaman fertile komplit tetapi jika Rf dominan tetapi ms resesif maka tanaman partial fertile dan jika ada

12

yang salah satu dominan heterozigot dalam 2 locus maka tanaman partial fertile serta jika tanaman steril berarti kedua alel resesif semua ms ms rf rf.

2.3.1(b) Cytoplasmic Male Sterility (Mandul Jantan Sitoplasmik) Mandul jantan sitoplasmik dikendalikan oleh adanya sitoplasma steril dan hampir sepenuhnya dikendalikan oleh kegiatan sitoplasma. Mandul jantan sitoplasmik sama sekali tidak menyangkut factor genetic, keculai bila sesuatu gen mempunyai pengaruh pada perubahan sitoplasma tertentu akan dapat

menyebabkan sterilitas bila disilangkan dengan tanaman lain yang normal. Keturunan hasil persilangan tersebut semuanya steril karena memiliki sitoplasma dari tetua betinanya. Kebanyakan mandul jantan sitoplasmik disebabkan oleh hibridisasi antara spesies yang berbeda, antara subspecies yang berbeda, antara varietas berbeda tetapi spesies sama. Mandul jantan sitoplasmik dikendalikan oleh sitoplasma maternal seehingga sterilitas ini ditemukan hanya pada keturunan dari tanaman tanaman yang mandul jantan saja. Sistem mandul jantan ini cukup stabil. Kasus yang saat ini yang digolongkan sebagai kasus mandul jantan sitoplasmik adalah kubis (Brassica oleracea) dan sampai saat ini belum ditemukan gen pemulih kemandulan pada kubis. Dalam pemuliaan tanaman, mandul jantan sitoplasmik banyak digunakan untuk memproduksi benih tanaman hias atau tanaman yang bagian vegetatifnya memiliki nilai ekonomi namun pada tanaman yang bijinya bernilai ekonomi, mandul jantan tidak dapat dimanfaatkan karena keturunan yang dihasilkan akan mandul jantan.

2.3.1(c) Cytoplasmic Genic Male Sterility (Mandul Jantan Sitoplasmik-genik) Kebanyakan sterilitas di alam adalah mandul jantan sitoplasmik-genik. Mandul jantan sitoplasmik-genik dikendalikan oleh interaksi antara sitoplasma dan gen dalam inti. Berdasarkan penemuan terkini, beberapa kasus yang semula diduga sebagai mandul jantan sitoplasmik kemudian dilaporan sebagai mandul jantan sitoplasmik-genik, contohnya adalah tanaman jagung, gula bit, dan petunia.

13

Pada kasus mandul jantan sitoplasmik-genik terdapat dua tipe sitoplasma yaitu: fertile normal (N), dan jantan steril (S), dan inti yang terdapat gen Ms yang dominan terhadap ms yang artinya gen Ms dominan mengontrol fertilitas sedangkan gen ms resesif mengontrol sterilitas. Sitoplasma diwariskan keturunan hanya dari tetua betina. Mandul jantan sitoplasmik-genik pada bawang merah dikendalikan oleh dua gen yang bersifat komplementer yaitu dan . Pada worel

dikendalikan dua gen duplikat yang bersifat komplementer (Kallo, 1998 dalam Syukur et al. 2012). Sistem mandul jantan sitoplasmik-genik pertama kali dgunakan untuk memproduksi benih pada bawang bombay. Pada galur bawang (Italian Red) ditemukan satu tanaman mandul kemudia tanaman tersebu diperbanyak menggunkan umbi lapisnnya . Semula dianggap sebagai mandul jantan sitoplasmik namun kemudan diketahui diketahui sebagai mandul jantan sitoplasmik-genik. Tanaman bawang steril tersebut disilangkan dengan tanaman fertile keturunan yang diperoleh semua steril, semua fertile, dan partial fertil serta partial steril. Pada tanaman jagung paling sedikitnya terdapat tiga sitoplasma steril yang telah diidentifikasi. Dua diantaranya yaiu sitoplasma T dan C yang merupakan system mandul jantan sitoplasmik-genik sporofit. Sitoplasma T dapat dipulihkan menjad fertile oleh dua gen dominan dari dua lokus berbeda Rf1 dan Rf2. Aksi kedua gen tersebut bersifat komplementer arinya agar sterilitas sitoplasma dapat dipulihkan kedua gen tersebut harus dalam kondisi dominan.

2.3.2 Aplikasi Mandul Jantan pada Pemuliaan Tanaman Sterilitas tepung sari sering digunakan untuk mengasilkan tanaman hibrida bagi spesies tanaman yangsulit disilangkan secara besar besaran. Dengan sterilitas tersebut akan dapat dipertanggung-jawabkan secara ekonomis karena tidak banyak menggunakan waktu, tenaga,dan biaya. Disamping itu mandul jantan juga dimanfaatkan untuk sterilitas genetic dan penghasil sterilitas plasma sel.

14

2.3.2(a) Sebagai Pengasil Sterilitas Genetik. Sebagaiman telah diutarakan sebelumnya, gen pengendalisterilitas dalam keadaan homozigot resesif. Untuk memperoleh susunan gen demkian pelu dicari melalui silang balik sebagai berikut. Dengan demikian heterozigot Msms digunakan untuk mempertahankan polen steril agar potensi tanaman sebagai hibrida tidakberubah maka tanaman heterozigot tersebut harus dari genotype yang sama.

2.3.2(b) Sebagai Pengasil Sterilitas Sitoplasma Sterilitas sitoplasma lebih luas digunakan untuk tujuan komersial karena jauh lebih mudah mempertahankan persediaan sterilitas polen, terutama untuk tanaman menyerbuk sendiri. Sterillitas ini mempunyai arti penting karena memungkinkan terjadi persilangan secara massal untuk memperoleh biji hibrida. Galur fertile dapat dipertahankan dengan menyerbuk sendiri atau melalui perkembangbiakan vegettif. Dari hasil persilangan diatas dihasilkan keturunan yang sama yaitu memiliki polen steril. Pada tanaman jagung penggunaan polen steril amat efektif untuk mengahsilkan biji hibrida karena tanpa dilakukan pemotongan bunga jantan lebih dulu. Masalah utama adalah bagaimana untuk memperbaiki sterilitas polen yang telah diketahui sejak tahun 1950 di Amerika, yaitu dari persilangan sorgum jenis milo sebagai tetua betina dan sorgum jenis katir sebagai jantan. Ternyata polen steril dihasilkan karena bertemunya kromosom sorgum jenis katir dengan plasma jenis milo. Pada tanaman padi penggunaan varietas hibrida amat tergantung dari tanaman dengan polen steril agar persilangan dapat dilakukan secara massal.

2.3.2.(c) Meningkatkan Penyerbukan Silang Alami dan Penghasil Benih Hibrida Mandul jantan juga dapat meningkatkan penyerbukan silang alami pada tanaman menyerbuk sendiri. Gen mandul jantan memberikan mekanisme untuk memberikan penyerbukan silang alami. Dengan penyerbukan manual atau dengan tangan seorang pemulia memiliki keterbatasan dalam jumlah penyerbukan silang yang dapat dibuatnya pada satu musim. Dengan menggunkan gen mandul jantan

15

kemampuan untuk mendapatkan kombinasi persilangan akan sangat meningkat. Terutama untuk penyerbukan silang diantara generasi-generasi yang bersegregasi. Pada persilangan untuk mengasilkan benih hibrida juga dapat meningkatkan penyerbukan silang alami pada tanaman menyerbuk sendiri. Pada persilangan untuk menghasilkan benih hibrida, tanaman A mempunyai polen steril sehingga polen sepenuhnya berasal dari tanaman B. Kedua tanaman ini dipilih sebagai tetua yang dapat menimbulkan heterosis pada F1. Pada pemuliaan tanaman mandul jantan dapat digunakan untuk menghindari pekerja emaskulasi sebelum hibridisasi. Emaskulasi pada program pemuliaan hibridisasi tanaman menyerbuk sendiri membutuhkan tenaga kerja dan waktu. Selain itu hal tersebut pentin artinya untuk menghasilkan benih hibrida terutama untuk tanaman yang sekali persilangan hanya menghasilkan satu atau sedikit biji.

2.4 Metode Sistem Mandul Jantan Secara garis besar metode system mandul jantan yang dikembangkan untuk produksi benih padi hybrid (F1) adalah a. Cytoplasmic Genetic Male sterility (CMS) b. Environment-sensitive Genik Male Sterility (EGMS) c. Chemical Induced Male Sterility (CHA)

2.4.1.Cytoplasmic Genetic Male Sterility Seperti penjelasan pada teori diatas sebelumnya bahwa mandul janan pada CMS ini dikontrol oleh interaksi antara factor sterilitas sitoplasma inti gen (s). telah diketahui bahwa sterilitas sitoplasma berada pada DNA mitokondria. Secara umum CMS ini dibagi menjadi 3 galur yaitu galur A sebagai galur steril, galur B sebagai galur perawat (maintance of sterility line), dan galur R sebagai galur pemulih sterilitas. Galur A akan steril jika sitoplasma yang mengontrol sterilitas mandul jantan ini steril (S) dan gen pemulih sterilitas yang ada pada inti sel juga resesif (rf). Galur perawat atau pelestari atau biasa disebut galur B adalah

sitoplasma bersifat normal atau fertile (N) dan gen pemulih sterilitas dalam kondisi resesif (rf) sehingga galur B ini disilangkan dengan galur A untuk

16

melestarikan galur A. Galur R adalah galur pemulih fertilitas yang mempunyai sitoplasma N dan gen pemulih sterilitas yang dominan homozigot atau heterozigot (Rf). Yang nantinya persilangan antara galur A dengan galur R mengasilkan varietas Hybrid (F1).

2.4.2 Environment-sensitive Genic Male Sterility Sistem,mandul jantan ini di kontrol oleh ekspresi inti gen yang dipengaruhi oleh factor lingkungan seperti temperature, panjang hari

(fotoperioditas), maupun interaksi keduanya. Sistem mandul jantan ini pertama kali diteliti pada tanaman papper oleh Martin dan Crawford pada tahun 1951 kemudian dikembangkan di tanaman yang berbeda. Bagaimanapun system ini kemudian dieksplorasi dan dikomersialkan pada tanaman padi oleh peneliti Pioneer yang ada di China. Fenomena EGMS ini awalnya belum digunakan untuk komersialisasi produksi benih hybrid. Tahun berikutnya Prof. Min Song Shi dari provinsi Hubei Cina menemukan mutasi spontan dengan sterility (PGMS) terhadap padi. photoperiod-sensitive genik male

Penemuan ini sebagai alternatif lain karena

sebelumnya mengunakan CMS untuk produksi benih hybrid (Siddiq, 1999) Sejak penemuan ini konsekuen dan kemudian didemonstrasikan bahwa penemuan ini berpotensi untuk produksi benih hybrid secara komersial. Perlahan tapi pasti penemuan ini mendapat tanggapan di seluruh dunia dan banyak peneliti peneliti lain yang mengembangkan seperti penemuan temperature male sterility (TGMS), interaksi photoperiod dan temperature (PTGMS) seperti di China, Jepang, India, IRRI, dan Filiphina (Siddiq, 1999).

2.4.2(a) Photoperiod-sensitive Genik Male Sterility (PGMS) Pembuatan male steril dengan perlakuan lama penyinaran diatas CSP (Critical Sterility Point) yaitu lebih dari 12 jam pada 15-25 hari sebelum pembungaan (heading). Ditemukannya EGMS pertama kali adalah photoperiod sensitive genik male sterility (PGMS) yang diterapkan pada padi golongan japonica varietas Nongken 58 pada tahun 1973. Lalu pada tahun 1999 telah

17

ditemukan juga pada padi golongan japonica varietas Zhenong 1 S. Varietas itu juga telah dikonfirmasi mandul jantan dengan perlakuan lama penyinaran 13.75 jam dan akan kembli fertile pada kondisi dibawah lama penyinaran 13.75. Pada PGMS titik kritis waktu penyinaran adalah 13,75-14 jam dengan intensitas penyinaran diatas 50 Lux, sedangkan pada TGMS titik kritis suhu udara adalah 23-29oC. Setiap galur/varietas biasanya memiliki titik kritis yang berbeda-beda, baik suhu dan waktu penyinaran. Biasanya tiap-tiap galur akan diuji coba untuk melihat galur mana yang sesuai dengan kondisi di daerah setempat. Untuk mendapatkan galur-galur PGMS dan TGMS mereka mengeksplorasi plasma nutfah yang dimiliki dan juga melakukan mutasi dengan radiasi sinar gamma. Gen-gen yang mengatur PGMS dan TGMS juga telah diidentifikasi ternyata dikendalikan oleh gen inti, sehingga upaya transfer gen baik dengan persilangan atau rekayasa genetik bisa dilakukan. Pewarisan PGMS ini diberada pada satu lokus dikontrol oleh gen Ps yang termsuk dalam gen minor. Sensivitas lama penyinaran tergantung dari genotype setiap tanaman. Dari studi studi sebelumnyajuga dijelaskan CSP (critical sterility point) pada setiap tanaman berbeda beda. Tanaman aka mandul jantan apabila gen ps ini dalam keadaan resesif homozigot dengan perlakuan sensivitas lama penyinaran diatas CSP maka tanaman tersebut akan mandul jantan. Ada juga tanaman mandul jantan yang sterilitasnya dipengaruhi oleh short day artinya durasi terang kurang dari 12 jam CSP. Tipe itu disebut rPGMS ( reverse Photoperiod-sensitive Male Sterility). Artinya, berkebalikan dengan yang sebenarnya. Anti PGMS akan steril pada saat ditanam di daerah dengan waktu penyinaran pendek, dan fertil pada daerah dengan waktu penyinaran panjang. Dengan sifat seperti itu produksi benih F1 hibrid bisa dilakukan di mana saja dengan kondisi cuaca apa saja. Hal ini akan memberikan peluang produksi benih padi F1 hibrid sebanyak-banyaknya. Sebagai contoh adalah padi golongan japonica CSA. Padi CSA ini adalah contoh padi anti-PGMS dimana tanaman ini akan steril pada kondisi lama penyinaran kurang dari 12 jam dan akan fertil jika lama penyinaran lebih dari 12 jam (Zhang et al., 2012). Padi ini adalah padi mutasi pada CSA (carbon starved anther) akibat radiasi yang mempengaruhi

18

transportasi dari sumber fotosintesis (source) menuju ke sink (anther) sehingga mempengaruhi terhadap kematangan pollen. CSA sendiri adalah suatu protein kinase yang bertugas untuk mentransportasikan hasil fotosintat ke sink (anther). Jadi gen yang mengekspresikan CSA ini akan sensitive atau aktif bila dalam keadaan terang atau diatas CSP dengan lama penyinaran lebih atau sama dengan 12 jam dan akan tidak aktif bila dalam keadaan gelap atau lama penyinaran kurang dai 12 jam. Gen ini dapat diwariskan sehingga dimungkinkan untuk dibuat galur anti-PGMS pada golongan atau galur padi lain dengan cara menyilangkan atau transfer gen. Cara ini telah dibuktikan dan telah dilaporkan pada padi Zhensan csa (indica) yang merupakan hasil persilangan antara Zhensan (indica) dengan CSA Japonica (Zhang et al., 2012). Dinegara 4 musim PGMS line dibuat pada pada musim panas untuk induksi mandul jantan dan pemulihan fertilitas dilakukan pada musim gugur pada kondisi temperature yang normal. Di China produksi benih hybrid dilakukan pada musim panas dan penggandaannya sangat mudah dilakukan pada musim gugur. Tetapi jika kondisi temperature rendah pada long day dan temperature tinggi pada short day dapat menginduksi partial fertile (setengah fertile) disetiap galur (Virmani, 2003). Teknologi ini merupakan terobosan teknologi untuk mengembangkan sayap perusahaan benih Cina di daerah tropis, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan lain-lain. Produksi galur A (galur steril) bisa dilakukan secara besar-besaran di Cina pada saat musim dingin atau di tempat yang memang selalu mengalami musim dingin (Cina bagina utara), sedangkan produksi benih hibridnya dilakukan setiap saat di daerah tropis yang suhu lingkungannya jauh melebihi ambang batas tanaman EGMS. Dengan teknik ini produksi benih tetap bisa dilakukan setiap tahun. Keberadaan galur CMS tetap aman karena hanya bisa diproduksi di Cina saja. Super hybrid rice mengacu pada pengertian produksi padi yang dihasilkan dari benih padi hibrida adalah sangat tinggi melebihi yang sudah ada. Di Indonesia, padi inbreed yang sudah dilepas saat ini rata-rata produksinya sekitar 7-8 ton/ha GKG. Pada hibrida saat itu memiliki kemampuan (potensi hasil) 8-10

19

ton/ga GKG, bahkan ada yang mengklaim bisa menghasilkan 12-15 ton/ha GKG. Namun pada kenyataan produksi yang dihasilkan tidak sebesar itu. Perakitan padi hibrida super lainnya adalah dengan cara meningkatkan heterositas dengan menyilangkan varietas yang berjarak genetik jauh. Upaya ini sebetulnya sudah dilakukan pada saat periode I dan II, namun tentu saja pada program padi hibrida super ini dikombinasikan dengan bioteknologi. Berbagai gen-gen dari padi varietas liar dimasukkan ke dalam tetua padi hibrida untuk mendongkrak produksi. Gen-gen C4 (dari tanaman Echinochloa crusgalli) untuk meningkatkan efisiensi fotosintesis juga dimasukkan melalui teknologi rekayasa genetika. Gen lain seperti Bt, cpc juga digunakan dalam program ini. MAS/MAB juga tak luput digunakan dalam program ini. Pada tahun 2001 penanaman secara luas padi hibrida super telah dilakukan dengan rata-rata hasil sekitar 13,5 ton/ha. Tahun-tahun berikutnya diharapkan akan lebih besar(Prasetiyono, 2012).

2.7 Kerangka Berpikir Benih padi hybrid diperoleh dari persilangan antara tetua galur murni yang saling memiliki sifat unggul yang mempunyai keragaman berbeda. Padi merupakan tanaman dioceous yaitu bunga jantan dan betina terletak pada satu tanaman dan dalam satu bunga. Agar tidak terjadi selfing ketika sintesis benih hybrid tentunya system mandul jantan mutlak diperlukan untuk meyilangkan kedua tetua galur murni tersebut dan agar benih yang disilangkan benar benar murni. Ada beberapa metode untuk membuat galur mandul jantan (male sterility line) diantaranya CMS (Cytoplsmic Genetic Male Sterility), EGMS (Environmentsensitive Genic Male Sterility) , dan CHA (Chemical Induced Male Sterility). CMS atau biasa disebut tree line hybrid rice adalah metode mandul jantan yang menggunkan 3 galur dimana galur A adalah galur mandul jantan dan galur B adalah galur pewaris yang digunakan untuk memperbanyak galur A sedangkan galur R adalah galur pemulih sterilitas mandul jantan yang nantinya galur R disilangkan dengan galur A yang akan menghasilkan benih hybrid (F1). EMGS atau biasa disebut two line hybrid rice adalah metode dengan menggunkan

20

sensitivitas gen yang diakibatkan oleh factor lingkungan seperti temperature, lama penyinaran, maupun interaksi keduanya sehingga tanaman akan bersifat mandul jantan galur ini dibagi menjadi dua galur saja dimana galur A (EGMS line) atau galur mandul jantan dan galur R adalah galur pemulih sterilitas. Sedangkan CHA adalah induksi mandul jantan dengan bahan kimia sehingga nantinya didapatkan tanaman mandul jantan. Dari ketiga metode system mandul jantan tersebut metode EGMS dibagi menjadi TGMS, PGMS dan PTGMS. Dari ketiga metode PGMS yang digunakan peneliti untuk mendapatkan tanaman mandul jantan yang nantinya didapatkan galur mandul jantan atau (PGMS line). PGMS adalah metode sintesis mandul jantan yang disebabkan oleh gen yang bermutasi secara resesif (male steril) terhadap sensitive lama penyinaran diatas 13 jam CSP (Critical Sterility Point) pada saat 15-25 hari sebelum pembungaan. Metode ini sukses dilakukan pada padi golongan Japonica dan pada golongan Indica metode TGMS ini lebih dominan. Padi tipe baru merupakan padi persilangan antara kedua golongan tersebut. Dari beberapa golongan padi manakah yang dapat menghasilkan tanaman mandul jantan. Pengaplikasian lama penyinaran diatas 13 jam CSP untuk mendapatkan tanaman mandul jantan pada saat 15-25 hari sebelum pembungaan (heading). Dari pengaplikasin tersebut apakah mempengaruhi terhadap sterilitas bunga jantan.

21

2.8 Hipotesis Penelitian Berdasarkan pernyataan diatas dapat ditarik suatu hipotesis sebagai barikut: : Tidak terdapat varietas atau tanaman yang didapatkan tanaman steril dengan lama penyinaran 14 jam. : Terdapat arietas atau tanaman yang didapatkan tanaman steril dengan lama penyinaran 14 jam. : Tidak terdapat pengaruh pada stadia umur berapakah sebelum pembungaan sehingga didapatkan tanaman male sterile. : Terdapat pengaruh pada stadia umur berapakah sebelum pembungaan sehingga didapatkan tanaman male sterile : Tidak ada pengaruh dari interaksi terhadap sterilitas bunga jantan. : Terdapat pengaruh interaksi terhadap sterilitas bunga jantan.

Anda mungkin juga menyukai