Anda di halaman 1dari 3

WAKTU MENJADI LEBIH DEWASA (SEBUAH RESOLUSI TAHUN BARU) Oleh : Umar Mubdi (Ketua OSIS SMAN 1 Praya).

Sophie Amundsend sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah. Ketika sampai di depan pasar swalayan, ia berbelok di tikungan tajam Clover Close. Saat sophie membuka pintu gerbang halamannya, dia memandang ke kotak surat. Hanya ada sebuah surat di kotak surat dan itu adalah untuk Sophie. Pada amplop putih tertulis: Sophie Amundsend, Clover Close. Didalam amplop tersebut hanya ada secarik kertas yang tidak lebih besar dari amplopnya sendiri. Bunyinya: Siapakah kamu? Dari mana dunia ini berasal? Dia tidak tahu. Dia adalah Sophie Amundsend, tentu saja, tapi siapakah Sophie itu? Bagaimana seandainya dia telah diberi nama lain? Anne Kutsen, misalnya. Apakah dia menjadi orang lain? Kisah-kisah semacam itu selalu memesonakan kita. Sebagaimana

dicobatunjukkan oleh Jostein Gaarder dalam bukunya yang telah diterjemahkan kedalam lebih dari 50 negara, Dunia Sophie, semuanya adalah contoh bagaimana seseorang memahami jati dirinya dan memaknai efesiensifitas waktu. Gede Prama, seorang motivator dari Bali, pernah juga menulis di sebuah surat kabar, tentang waktu. Di Bali ada cerita seorang anak yang pintar, cerdas, ganteng bernama Nyoman. Karena itu ia disayangi orang. Bosan dengan semua ini, ia datang ke hutan menemui penyihir. Dan diberilah Nyoman seruling waktu yang hanya bisa diputar ke depan. Dan mulailah ia bereksperimen.

Pertama-tama ia putar ke masa remaja. Tidak berapa lama ia bosan, diputar lagi seruling waktunya ke masa tua. Ia lihat seorang ayah dengan seorang istri yang menua. Ini lebih membosankan lagi, ia putar ke masa lebih tua lagi. Dan di sini baru timbul penyesalan. Ada banyak momen kekinian yang lupa dinikmati. Masa kanak-

kanak yang penuh tawa, masa remaja yang penuh persahabatan, masa kuliah yang penuh perdebatan. Dan menangislah Nyoman pergi ke hutan minta penyihir untuk mengembalikan Kalau boleh jujur, hidupnya. setengah lebih manusia berperilaku serupa Nyoman :

buru-buru ke masa depan. Dan sesampai di sana, baru menyesal ada banyak masa kini yang sudah jadi masa lalu lupa dinikmati. Manusia cerdas dan keras sekali mempersiapkan diri menyongsong masa depan. Namun sering gagal menikmati dan mensyukurinya. Dalam bahasa kawan yang suka mengeluh, dulu tidak bisa makan enak karena tidak punya uang. Sekarang juga tidak bisa makan enak karena keburu stroke. Kemudian sebagai pembanding lain ada laporan dari tim peneliti Insitut National de la Sante et dela Recgerche Medicale (Inserm), Prancis. Bahwa pada tahun 2045 : konon manusia tidak (harus) mati. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Sebagian ahli percaya, kelak manusia tidak hanya dapat mengatasi masalah penuaan, bahkan menghindari kematian, berkat lonjakan kemajuan teknologi di segala bidang. Salah seorang peneliti mengungkapkan, penelitian yang dilakukan berfokus pada peremajaan sel uzur sehingga sel-sel yang pada mulanya telah tidak aktif kemudian diregeneratifkan kembali. Sehingga sejauh hasil percobaan dapat diangankan tahun 2045 : manusia tidak (harus) mati.

Pada dasarnya, kehidupan ini akan bermula dari ketiadaan dan berakhir pula menuju ketiadaan. Sophie yang mencari jati diri sebenarnya akan sampai pada tingkat pemahaman, tergantung waktu yang dilaluinya seperti Nyoman, yang mencoba menjelajahi waktu untuk menemukan rahasia di balik kehidupan ini. Sehingga rahasia yang ditemukan adalah bagaimana menikmati dan mensyukuri kehidupan pada saat ini. Sedangkan peneliti Inserm berusaha keras melawan tua dan juga kebanyakan orang. Sebenarnya pada kata tua itu, memiliki banyak

sekali relasi dengan kehidupan ini, semakin tua seharusnya juga berarti semakin banyak menjalin relasi dengan kehidupan, sekaligus juga mampu memberikan pemaknaan terhadap kehidupan yang dijalani dalam durasi yang panjang itu, serta

dapat berperan menjadi contoh untuk generasi muda dalam menjalani kehidupan. Dan menjadi tua juga berarti waktu telah menempatkannya di tubir, di jurang ambang kematian. Sebab sejatinya hanya Tuhan Yang Maha Kekal. Memaknai waktu berarti memaknai jati diri, memaknai kehidupan dan meng-Esakan Tuhan Yang Kuasa. Jadi disitu terdapat kearifan. Dan pribadi yang dapat menghablur menjadi arif itu, bukanlah usia tua renta yang termakan waktu belaka, bukanlah jasmani yang digerogoti oleh senjakala, namun pribadi yang penuh aura kedewasaan, yang diantara penandanya adalah tumbuhnya karakter bagaimana berfikir dan bertindak yang dilandasi oleh self restrain, pengendalian diri yang terarah oleh prinsip-prinsip kebaikan. Tidak ore gade. Untuk menjadi dewasa, tidaklah harus menunggu menjadi tua renta. Betapa banyak situa renta yang dunia dalam kepribadiannya diisi oleh karakter kekanak-kanakan. Pribadi yang terkena syndrom infantilis : situa yang berkarakter Anak-anak, laiknya si tua bangka yang penuh kegenitan mengalami pubertas yang kesekian. Tentu kedewasaan tidak datang dengan otomatis seiring dengan proses penuaan jasmaniah, tetapi melewati milestone kecerdasan dan kearifan dalam memahami perjalanan kehidupan ini. Adalah menjadi benar aforisme yang mengatakan menjadi tua adalah sebuah keharusan sedangkan menjadi dewasa adalah sebuah pilihan (Anonim). Inilah mungkin resolusi yang elok untuk kita pancangkan di tahun baru ini : waktunya menjadi semakin dewasa sebagai diri pribadi dan komunitas! Insya Allah, ketika kedewasaan ini bertumbuh maka berbagai peristiwa buruk di sekitar kita, termasuk luka Bima tidak akan terjadi.

Praya, Desember 2011

Anda mungkin juga menyukai