Anda di halaman 1dari 3

SARUNG KEIHKLASAN Oleh Umar Mubdi Wakil Ketua OSIS SMAN 1 Praya

Abu Said Abul Khayr dikenal sebagai sufi yang pertama kali mendirikan tarekat sufi. Ketika salah seorang pengikutnya menceritakan seorang suci yang dapat berjalan di atas air, ia berkata, "Sejak dahulu katak dapat melakukannya!" Ketika muridnya kemudian menyebut orang yang dapat terbang, ia menjawab singkat, "Lalat dapat melakukannya lebih baik." Lalu muridnya bertanya, "Guru, gerangan apakah ciri kesucian itu?" Ia menjawab, "Cara terbaik untuk mendekati Tuhan adalah dengan melakukan pengkhidmatan sebaik-baiknya kepada sesama manusia, memasukkan kebahagiaan ke dalam hatinya." Pesan yang pertama kita terima setelah membaca kisah yang banyak diceritakan dalam buku tasauf tersebut adalah kesaktian dan pamer kehebatan tidak dapat dijadikan penanda kebenaran sejati dan secara esensial bukan pula merupakan penanda capaian maqom spiritual tertentu. Pamer kehebatan dan kesaktian malah dapat berubah menjadi dasar dari karakter ananiah berupa keangkuhan dan kesombongan. Jadi bukan pamer kehebatan atau kesaktian yang bersifat adikodrati yang jadi tujuan kehidupan, tapi justru seharusnya manusia menjadi kodratnya sebagai manusia itu sendiri : bukan untuk terbang menyaingi lalat atau pun berenang menyerupai katak. Rasul menyatakan khairunnasi anfauhum linnas, bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang berguna untuk sesama. Albert Enstein pun pernah berkata bahwa berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna. Dalam sebuah esainya Goenawan Mohamad membuat metafor tentang sarung. Seorang jenius yang tak di kenal telah menemukan sebuah benda yang sangat berharga yang lalu dinamakan sarung. Kita mempergunakan sarung buat perhelatan, kita memakainya juga buat selimut penahan dingin. Kita mempergunakannya menjadi topeng,

kita juga mengerudungkannya untuk berlindung dari terik. Sarung, sebenarnya bisa elegan dan sekaligus casual seperti desain Calvin Klein desainer internasional Prancis karena kita bisa melihat sifatnya yang serbaguna sebagai tanda keleluasaan. Memang seorang jenius agaknya yang menemukan benda semacam itu. Si jenius ini bukanlah manusia yang berhasil, apabila ukuran keberhasilan adalah menjadi manusia dengan nama besar yang terkenal, populer, banyak harta, dan mendapat award sebagai tokoh inspiratif. Mungkin saja Si jenius pencipta sarung ini lebih menginginkan menjadi manusia yang berguna dan ikhlas membantu sesama. Hanya itu. Atau mungkin pencipta sarung ini ingin mingikuti Omar Khayyam yang diam. Dalam data sejarah konon tokoh Omar Khayyam sebagai penyair sufistik teramat sedikit diketahui orang, namun ada suatu kalimat menarik dalam risalah singkatnya tentang aljabar yang ia tulis di abad ke-12. Di situ Omar Khayyam menyelipkan satu keluhan : Kita adalah korban dari suatu zaman ketika para ahli ilmu di jatuhkan namanya Sejatinya Omar Khayyam adalah seorang ahli matematika, juga astronom terpandang. Dia seorang pengikut Ibnu Sina, dan dikenal pula sebagai seorang pemikir yang didatangi orang untuk bertanya jawab. Seperti kata-kata Rumi : hatinya penuh dengan isi. Tapi ia tak mencoba mengundang orang lain untuk bertukar pikiran. Omar Khayyam yang diam. Dengan cara mengelak yang agaknya khas melalui sajaknya, Khayyam berkata : sejak aku tiba di lembah air mata ini, Bahkan tak bisa kukatakan siapa diriku. Abul Khayr, Si jenius pencipta sarung dan Omar Khayyam adalah contoh figur menjadi manusia yang berguna, tanpa harus menjadi populer dan pamer. Acapkali untuk sebuah popularitas orang menafikan nilai-nilai keikhlasan. Jika kita mengandaikan kehidupan ini sebagai wahana ibadah dengan sajadah panjang, maka ia akan menjadi semu tanpa keikhlasan, karena keikhlasan semata-mata karena Tuhan akan menjadi ruh bagi segenap ibadah yang dilakukan. Itulah makna al-ikhlasu ruhul ibadah. Lalu berapa banyak diantara kita pada abad 21 ini membikin sejenis sarung yang lain, sesuatu yang berguna, hanya karena Tuhan semata?

Anda mungkin juga menyukai