Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Struktur Organisasi Dan Budaya Organisasi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Perilaku Organisasi

Disusun oleh :
(Kelompok 1)

Amril
Adi Victor Saputra
Dimas Andi Pratama
Cindy Andriani
Dani Sajia
Dwi Maya Lestari
Desnita

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIA
UNIVERSITAS ISLAM KUANTAN SINGINGI
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kami ucapkan puji dan syukur bagi Allah swt yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepad ummat manusia secara adil dan merata tanpa terbatas dan
terhitung, dan Dialah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tanpa pilih pandang.
Sepantasnya pula kita menyerahkan urusan kita terhadap-Nya sebagai suatu usaha
karena Dialah hakim yang bijaksana dari segala hakim yang ada di dunia. Begitu juga
shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabiullah Muhammad SAW yang
menuntun kita dari kegelapan kepada cahaya, dan yang memperjuangkan risalah-Nya.
Dan atas segala nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta maka kami dapat
menyelesaikan tugas Ujian Tengah Semester yang berjudul “STRUKTUR
ORGANISASI DAN BUDAYA ORGANISASI”.

Dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, kami tak luput dari berbagai
kesulitan. Untuk itu, kami menyadari bahwa dalam penulisan dan penyajian makalah ini
masih jauh dari sempurna, keadaan ini semata-mata karena keterbatasan kemampuan
yang ada pada diri kami, sehingga kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kemajuan bersama.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Taluk Kuantan, 03 November 2021

Kelompok 01
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................I

DAFTAR ISI............................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH............................................................1


B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................1
C. TUJUAN PENULISAN...............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN MATERI

A. .....................................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN............................................................................................
B. SARAN........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Organisasi atau perusahaan yang telah didirikan tentunya harus
membentuk struktur organisasi, sehingga tidak hanya sekedar gedung tempat
kerja, tetapi juga jelas organisasi yang dimaksud. Struktur organisasi sangat
penting bagi sebuah organisasi, di mana struktur tersebut menjelaskan setiap
tugas atau pekerjaan secara formal dibagi, dikelompokkan dan dikordinasikan.
Pada umumnya, suatu organisasi atau perusahaan memiliki struktur
organisasi yang berbeda dengan organisasi atau perusahaan lainnya. Struktur
organisasi yang tepat bagi suatu organisasi sangat bergantung pada strategi
bisnis yang dipilih, selain itu ada juga beberapa faktor penyebab perbedaan
struktur organisasi, yang akan dijelaskan dalam makalah ini.
Selain itu, makalah ini juga akan membahas mengenai pengertian
struktur organisasi, elemen utama struktur organisasi, bentuk-bentuk struktur
organisasi.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan struktur organisasional?
2. Apa yang dimaksud dengan budaya organisasi?
3. Bagaimana menciptakan organisasi yang breetika?
4. Bagaimana menciptakan budaya organisasi yang positif?
5. Apakah yang dimaksud dengan spiritualitas dan budaya organisasi?
6. Bagaimana implikasi global terhadap budaya organisasi?
C. TUJUAN PENULISAN
Dilihat dari rumusan masalah dalam penulisan makalah ini, maka tujuan
penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Menjelaskan tentang yang dimaksud dengan struktur organisasiona
2. Menjelaskan tentang yang dimaksud dengan budaya organisasi.
3. Menjelaskan tentang yang dilakukan oleh budaya.
4. Menjelaskan tentang menciptakan budaya organisasi yang positif.
5. Menjelaskan tentang yang dimaksud dengan spiritualitas dan budaya
organisasi.
6. Menjelaskan tentang implikasi global terhadap budaya organisasi.
BAB II

PEMBAHASAN MATERI

2.1 STRUKTUR ORGANISASI

Struktur organisasi akan mendefinisikan bagaiamana tugas para pekerjaan secara


formal dibagikan, dikelompokkan, dan dikoordinasikan.

Para manajer perlu membahas mengenai enam elemen utama ketika mereka
merancang struktur organisasi mereka : spesifikasi kerja, depertementalisasi, rantai
komando, rentang kendali, sentralisasi, dan desentralisasi, secara formalisasi.

A. Spesialisasi Kerja
Pada awal abad ke-20, Henry Ford menjadi kaya dengan membangun
otomobil pada lini perakitan. Setiap pekerj Ford diberikan tugas secara
spesifikasi dan berulang seperti menepatkan ban depan sebelah kanan atau
memasang pintu depan sebelah kanan. Dengan membagi pekerjaan ke dalam
tugas-tugas kecil yang terstandarlisasi dapat dijalankan dengan lebih dan lebih
baik. Ford dapat memproduksi sebuah mobil setiap 10 detik, dengan
menggunakan para pekerja yang memiliki keahlian yang relatif terbatas.
Ford menunjukkan bahwa kerja dapat dilaksanakan dengan lebih efisien jika
para pekerja diperbolehkan untuk spesialisasi. Saat ini, kita menggunakan istilah
spesialisasi kerja, atau pembagian tenaga kerja, untuk menggambarkan sampai
sejauh mana aktivitas dalam organisasi dibagi ke dalam pekerja-pekerjan secara
terpisah. Intisari dari spesialisasi kerja adalah untuk membagi pekerjaan ke
dalam sejumlah langkah, masing-masing diselesaikan oleh individu yang
berbeda. Secara esensi, para individu melakukan spesialisasi dalam mengerjakan
bagian dari sebuah aktivitas dan bukannya keseluruhan.
Pada akhir 1940-an, sebagian besar pekerjaan manufaktur dalam negara-
negara yang terondustri menampilkan spesialisasi kerja yang tinggi. Oleh karena
tidak semua pekerja dalam organisasi memiliki keahlian yang sama, maka
manajemen memandang spesialisasi sebagai sebuah sarana untuk membuat
pemanfaatan yang sangat efesien bagi keahlian para pekerjanya dan bahkan
dengan berhasil meningkatkan keahlian mereka melalui repetisi (berulang-
ulang). Terdapat lebih sedikit waktu yang dikeluarkan dalam perubahan tugas-
tugas, membereskan peralatan dan perlengkapan dari tahap sebelumnya, serta
mempersiapkan untuk berikutnya lagi. Tak kalah pentingnya, jauh lebih mudah
dan lebih murah biayanya untuk menemukan serta melatih para pekerja untuk
melakukan tugas yang murah biayanya untuk menemukan serta melatih para
pekerja untuk melakukan tugas yang spesifik dan repetitif, terutama dalam
operasional yang sangat canggih dan kompleks. Dapatkah Cessna memproduksi
1 buah pesawat jet Citation dalam waktu satu tahun jika seseorang yang akan
membangun keseluruhan pesawat tersebut sendirian? Tidak mungkin! Terakhir,
spesialisasi kerja dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas dengan
mendorong penciptaan penemuan khusus dan mesin-mesin.
Dimanapun peranan pekerja dapat dipecahkan menjadi tugas atau proyek
tertentu, maka spesialisasi dimungkinkan. Hal ini membuka secara pontensial
bagi para pekerja untuk memanfaatkan server online untuk menugaskan banyak
para pekerja atas tugas-tugas dari peranan fungsional yang lebih luas misalnya
pemasaran. Dengan demikian, sementara spesialisasi pada masa lampau
menitikberatkan pada pembagian tugas manufaktur, saat ini spesialisasi
membagi tugas berdasarkan elemen spesifik oleh teknologi, dengan keahlian,
dan sering kali secara global. Namun prinsip dasarnya tetap sama.
B. Departementalisasi
Ketika pekerja telah dibagi kedalam spesialisasi kerja, mereka harus
dikelompokkan sehingga tugas-tugas umum dapat dikoordinasikan. Basis yang
mana pekerjaan dikelompokkan disebut dengan depertementalisasi.
Salah satu cara yang paling terkenal untuk aktivitas kelompok adalah
dengan fungsi yang dikerjakan. Seorang manajer manufaktur akan
mengorganisasi pabrik ke dalam rekaya teknik, akuntansi, manufaktur,
personalia, dan depertemen spesialisasi pasokan.
Proses depertementalisasi berfungsi untuk memproses para konsumen
demikian pula produknya. Jika anda pernah pergi ke kantor kendaraan bermotor
milik negara untuk memperoleh surat izin mengemudi, maka anda harus melalui
prosedur pada beberapa depertemen sebelum mendapatkan surat izin
mengemudi.
C. Rantai Komando
Merupakan fondasi dasar dalam desain organisasi, memiliki manfaat
yang jauh lebih sedikit pentingnya saat ini. Tetapi para manajer yang
kontemporer masih mempertimbangkan implikasinya, terutama bagi industri-
industri yang berhubungan dengan situasi hidup atau mati yang potensial. Rantai
Komando merupakan garis kewenangan tak terputus yang membentang dari
organisasi puncak hingga pegawai terendah dan menjelaskan siapa yang
melaporkan kepada siapa.
Kita dapat membahas mengenai rantai komando tanpa membahas
otoritas dan kesatuan komando. Otoritas mengacu pada hak-hak inheren di
dalam posisi manajerial yang memberikan perintah dan mengharapkan mereka
untuk dipatuhi. Guna memfasilitasi koordinasi, maka tiap posisi manajerial
diberikan suatu tempat di dalam rainta komando, dan masing-masing manajer
diberikan tingkat otoritas agar memenuhi tanggung jawab. Prinsip dari kesatuan
komando membantu mengamankan konsep dari garis kewenangan yang tak
terputus. Seseorang hanya memiliki satu atasan yang mendapatkan
pertanggungjawaban dari dia secara langsung. Jika kesatuan komando pecah,
maka seorang pekerja harus mampu mengatsi tuntutan atau prioritas yang
bertentangan dari beberapa atasan, sebagaimana sering terjadi dalam diagram
struktur organisasi dengan garis terputus-putus dalam melaporkan hubungan.
D. Rentang Kendali
Asumsi bahwa dua organisasi masing-masing sekitar 4.100 para pekerja
level operasional. Rentang yang sempit atau kecil memiliki para pendukung
mereka. Dengan mempertahankan rentang kendali menjadi 5 atau 6 pekerja,
maka seorang manajer dapat mempertahankan kendali penuh. Tetapi rentang
yang sempit memiliki tiga kelemahan utama. Pertama, mereka berbiaya mahal
karena menambah jumlah level manajemen. Kedua, mereka melakukan
komunikasi secara vertikal dalam organisasi yang lebih kompleks. Level hierarki
yang ditambah akan memperlambat pengambilan keputusan dan cenderung
mengisolasi manajemen yang lebih atas. Ketiga, rentang yang sempit akan
mendorong terbukanya suprvisi yang ketat dan melemahkan kemandirian
pekerja.
Kecenderungan dalam tahun-tahun belakang ini telah mengarah pada
rentang kendali yang lebih lebar. Mereka konsisten dengan upaya perusahaan
untuk mengurangi biaya, memangkas biaya atas, mempercepat pengambilan
keputusan, meningkat fleksibilitas, semakin dekat dengan konsumen, dan
memberdayakan para pekerja. Namun, untuk memastikan tidak terjadi
penurunan kinerja karena rentang yang lebih lebar ini, maka organisasi telah
menanamkan modalnya yang sangat besar dalam pelatihan pekerja. Para manajer
mengakui bahwa mereka dapat menangani rentang yang lebih lebar dengan
sangat baik ketika para pekerja memahami pekerja mereka secara luar dan dalam
atau dapat berpaling ke para rekan sekerja ketika mereka memiliki pertanyaan-
pertanyaan.
E. Sentralisasi Dan Desentralisasi
Sentralisasi mengacu pada kondisi yang mana pengambilan keputusan
dipusatkan pada satu titik tunggal dalam organisasi. Dalam organisasi yang
tersentralisasi, para manajer puncak yang mengambil seluruh keputusan, dan
para manajer level rendah hanya melaksanakan pengarahan dari mereka. Dalam
organisasi pada sis ekstren lainnya, pengambilan keputusan yang
terdesentralisasi ditekankan pada para manajer yang terdekat kepada tindalan
atau bahkan kepada kelompok kerja.
Konsep dari sentralisasi hanya meliputi otoritas formal-yaitu, hak-hak
yang melekat pada suatu posisi. Organisasi yang dicirikan dengan sentralisasi
adalah yang pada dasarnya berbeda secara struktur dari sisi satunya yaitu
desentalisasi. Suatu organisasi yang terdesentalisasi dapat bertindak dengan
lebih cepat untuk memecahkan permasalahan, banyak orang yang akan
memberikan masukan kedalam keputusan, dan para pekerja sedikit cenderung
untuk mereka terasing dari mereka yang mengambil keputusan yang dapat
memengaruhi kelangsungan pekerjaan mereka. Riset terbaru mengindiksikan
bahwa efek dari sentralisasi dan desentralisasi dapat dipreduksi : organisasi yang
tersentralisasi lebih baik dalam mengindari kesalahan komisi (pilihan yang
buruk), sementara itu organisasi yang terdesentralisasi lebih baik dalam
menghindari kesalahan akibat kelalaian (kehilangan peluang).
Manajemen berupaya untuk membuat organisasi menjadi lebih fleksibel
dan responsif telah menghasilakan kecenderungan terbaru yang mengarah pada
pengambilan keputusan yang terdesentralisasi oleh para manajer level bawah,
yang lebih dekat dengan tindakan dan umumnya memiliki lebih banyak
pengetahuan yang terperinci mengenai permasalahan dari pada para manajer
puncak. Search dan JCPenney telah memberikan kepada para manajer gerai
mereka yang dipertimbangkan lebih bijaksana dalam memiliki barang dagangan
mana yang harus disimpan. Hal ini memungkinkan bagi gerai-gerai tersebut
untuk bersaing secara lebih efektif terhadap para pedang setempat.
F. Formalisasi
Formalisasi mengacu pada keadaan yang mana pekerjaan di dalam
organisasi telah tersentralisasi. Jika suatu pekerjaan sangat terformalisasi, maka
yang berkuasa memiliki sejumlah keleluasaan yang minimal atas apa yang akan
dilakukan dan bagaimana melakukannya. Para pekerja selalu dapat
mengharapkan untuk menagani input yang sama dengan cara yang sama persis
sama, menghasilkan output yang konsisten dan sama. Terdapat deskripsi
pekerjaan secara eksplisit, banyak sekali dalam organisasi, dan prosedur yang
didefinisikan secara jelas yang mana mencakup proses kerja dalam organisasi
yang mana terdapat formalisasi yang tinggi. Di mana tingkat formalisasinya
rendah, maka perilaku pekerjaan secara relatif terprogram, dan para pekerja
memiliki sejumlah besar kebebasan untuk menjalankan kebijakan dalam
pekerjaan mereka. Formalisasi bukan hanya menghilangkan kemungkinan para
pekerja untuk terlibat dalam alternatif-alternatif perilaku, tetapi bahkan
menghapuskan kebutuhan bagi para pekerja untuk mempertimbangka alternatif-
alternatif yang ada.
2.2 DEFINISI BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi mengacu pada suatu sistem berbagi arti yang
dilakukan oleh para anggota yang membedakan organisasi dari organisasi
lainnya. Tujuh karakteristik utama yang dapat menangkap intisari dari budaya
organisasi adalah sebagai berikut.
1. Inovasi dan Pengambilan Risiko. Tingkat para pekerja didorong untuk
menjadi inovatif dan mengambil risiko.
2. Memperhatikan Detail. Tingkat para pekerja diharapkan untuk
menunjukkan presisi, analisi, dan memperhatikan detail.
3. Orientasi Pada Hasil. Tingkat manajemen menitikberatkan pada perolehan
atau hasil dan bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk
mencapainya.
4. Orientasi Pada Orang. Tingkat pengambilan keputusan oleh manajemen
dengan mempertimbangkan efek dari hasil terhadap orang-orang di dalam
organisasi.
5. Orientasi Pada Tim. Tingkat aktivitas kerja diorganisir dalam tim daripada
individu.
6. Keagresifan. Tingkat orang-orang akan menjadi agresif dan kompetitif dan
bukannya santai.
7. yStabilitas. Tingkat aktivitas organisasional menekankan pada
mempertahankan status quo yang kontras dengan pertumbuhan.

Tiap-tiap karakter ini terjadi pada sebuah kontinum dari rendah ke tinggi.
Menilai organisasi pada mereka, kemudian, memberikan paduan gambaran dari
budayanya dan dasar untuk berbagi pemahaman kepada para anggota mengenai
organisasi, bagaimana segala sesuatunya dilakukan di dalamnya, dan cara
mereka seharusnya berperilaku.
Beberapa riset telah mengonseptualisasikan budaya ke dalam empat tipe
yang berbeda yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersaing, yaitu klan yang
kolaboratif dan kohesif, adhocracy yang inovatif dan dapat menyesuaikan diri,
hierarki yang terkendai dan konsisten, serta kompetitif dan konsumen yang
terfokus pada pasar. Suatu tinjauan dari 94 kajian menemukan bahwa tingkah
laku pekerja terutama positif dalam budaya yang didasarkan pada klan, inovasi
khususnya kuat dalam budaya pasar, dan kinerja keuangan yang terutama bagus
dalam budaya pasar. Meskipun kerangka nilai yang bersaing menerima beberapa
dukunga, para penulis tinjauan menyatakan bahwa kerja yang lebih teoritis
diperlukan untuk memastikan bahwa hal ini konsisten dengan nilai budaya
aktual yang ditemukan dalam organisasi.
Di dalam Islam Budaya merupakan norma, aturan atau nilai-nilai yang
harus di patuhi dan dilaksanakan oleh organisasi, selama norma dan aturan
tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam (Al-Qur’an dan Al-hadits).
Pengorganisasian atau organizing secara alamiah merupakan fase kedua
(setelah planning) Disamping secara faktual, dalam tataran syariah dari setiap
sistem organisasi besar atau sekecil apapun. Dikatakan secara alamiah sebab
fakta organizing tersebut secara logical ataupun factual berlaku dimanapun dan
kapanpun walaupun dalam bentuk sederhana.
2.2.1 Budaya Merupakan Istilah Yang Bersifat Deskriptif
Budaya organisasi mermperlihatkan bagaimana para pekerja dalam
memandang karakteristik dari budaya organisasi, bukan apakah mereka
menyukainya–inilah yang merupakan istilah yang bersifat deskriptif. Riset pada
budaya organisasi telah berupaya untuk mengukur bagaimana para pekerja
memandang organsasi mereka: apakah akan melumpuhkan inisiatif? Secara
berlawanan, kepuasan pekerjaan berupaya untuk mengukur bagaimana para
pekerja merasakan mengenai ekspektasi organisasi, memberikan imbalan atas
praktik, dan sebagainya. Meskipun dua istilah memiliki karakterisik yang
tumpang tindih, ingatlah bahwa budaya organisasi bersifat deskriptif, sedangkan
kepuasan kerja bersifat evaluatif.
Budaya organisasi merepresentasikan persepsi dari para anggota
organisasi yang sama. Oleh karenanya, kita akan mengharapkan para individu
dengan latar belakang yang berbeda atau pada level dalam organisasi yang
berbeda untuk menggambarkan budayanya dalam istilah yang sama.
Namun, hal ini bukan berarti bahwa tidak terdapat subkultur. Sebagian
besar organisasi yang besar memiliki sebuah budaya yang dominan subkultur
yang sangat banyak jumlahnya. Budaya yang dominan (dominant culture)
merupakan suatu budaya yang mengekspresikan nilai luhur yang diberikan oleh
mayoritas anggotanya dan hal itu memberikan organisasi kepribadiannya yang
berbeda. Nilai luhur (core value) merupakan nilai pokok atau dominan yang
diterima di seluruh organisasi. Sub kultur (subculture) merupakan budaya kecil
di dalam organisasi, umumnya didefinisikan denagn penunjukan departeman dan
pemisahan secara geografis serta subkultur cenderung berkembang dalam
organisasi yang besar mencerminkan permasalahan yang umum atau
pengalaman yang dihadapi oleh para anggota dalam departeman atau lokasi yang
sama. Departemen pembelian dapat memiliki subkultur yang meliputi nilai luhur
dari budaya yang dominan ditambah nilai tambahan yang unik dari para anggota
dari departemen tersebut.
Jika organisasi hanya terdiri atas subkultur yang sangat banyak
jumlahnya, maka budaya organisasi sebagai variabel yang independen akan
menjadi kurang ampuh secara signifikan. Ini merupakan aspek budaya “yang
berbagi arti” yang membuatnya menjadi perangkat yang ampuh untuk
membimbing dan membentuk perilaku. Hali inilah apa yang memungkinkan
bagi kita untuk mengatakan, sebagai contoh bahwa budaya Zappos menilai
kepedulian terhadap konsumen dan dedikasi melebii kecepatan dan efisiensi
serta menggunkan informasi tersebut agar dapat memahami dengan lebih baik
perilaku dari para eksekutif danpara pekerja Zappos. Namun, subkultur dapat
juga memengaruhi perilaku dari para anggota.
2.2.2 Fungsi Budaya
Pertama, budaya memiliki peranan untuk mendefinisikan batasan. Hal ini
menciptakan perbedaan antara salah satu organisasi dengan yang lainnya.
Kedua, menyampaikan suatu perasaan akan identitas bagi para anggota
organisasi. Ketiga budaya akan memfasilitasi komitmen pada segala sesuatu
yang lebih besar daripada kepentingan diri sendiri perorangan. Keempat,
mendorong stabilitas dari sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang
membantu mengikat organisasi secara bersama-sama dengan menyediakan
standar bagi apa yang seharusnya dikatakan dan dilakukan oleh para pekerja.
Terakhir, merupakan pengambilan perasaan dan mekanisme pengendalian yang
membimbing dan membentuk tingkah laku dan perilaku dari para pekerja.
Fungsi yang terakhir ini merupakan hal yang menarik bagi kita. budaya akan
mendefinisikan aturan aturan dari permainan.
Kecenderungan saat ini menuju pada organisasi yang terdesentralisasi
membuat buaya menjadi semakin penting daripada sebelumnya, tetapi secara
ironis juga membuat penciptaan dari suatu budaya yang kuat menjadi semakin
sulit. Ketika otoritas formal dan sistem kendali dikurangi, mka budaya yang
membagikan arti dapat menunjuk setiap orang dalam arahan yang sama. Namun,
para pekerja yang terorganisasi dalam tim akan memperlihatkan kepatuhan yang
semakin bedsr pada tim mereka dan nilainya daripada terhadap organisasi
sebagai suatu keseluruhan. Dalam organisasi-organisasi virtual, kurangnya
kontak berhadapan muka yang sering akan membuat penciptaan ari suatu
rangkaian norma yang umum menjadi semakin sulit. Kepemimpinan yang kuat
yang mengkomunikasikan dengan sering mengenai tujuan umum dan prioritas
yang sangat penting dalam organisasi yang inovatif.
2.2.3 Ringkasan: Bagaimana Budaya Terbentuk

Tampilan di atas meringkaskan bagaimana budaya organisasi dibentuk


dan dipertahankan. Budaya awal berasal dari filosofi pendiri dan sangat kuat
dalam memengaruhi kriteria perekrutan seiring dengan dengan tumbuhnya
perusahaan. tindakan dari para manajer puncak menetapkan iklim yang umum,
melipti apakah perilaku yang dapatditerima dan apa yang tidak. Cara para
pekerja dalam bersosialisasi akan bergantung pada tingkat keberhasilan yang
dicapai dalam menyetarakan antar nilai dari para pekerja yang baru dengan yang
ada pada organisasi saam proses selesai dan pilihan manajemen puncak atas
metode sosialisasi.

2.2.4 Menciptakan Budaya Organisasi Yang Beretika

Budaya organisasi sangat cenderung membentuk standar etika yang


tinggi di antara para anggotanya yang tinggi dalam toleransi risikonya, tingkat
keagresifan yang rendah hingga moderat, dan menitikberatkan pada sarana
demikian pula hasil. Tipe budaya ini memerlukan perspektif dalam jangka
panjang dan menyeimbangkan hak dari para pemangku kepentingan yang
banyak, meliputi para pekerja, para pemegang saham, dan komunitas. Para
manajer didorong untuk mengambil risiko dan berinovasi, mematahkan
semangat dari keterlibatan dalam kompetisi yang tak terkendali, dan dibimbing
untuk memperhatikan bukan hanya apakah tujuan yang akan dicapai melainkan
juga bagaimana.

Apa yang dapat para manajer lakukan untuk menciptakan suatu budaya yang
lebih beretika? Mereka dapat mengikuti prinsip-prinsip berikut ini.

1. Menjadi panutan yang terlihat


Para pekerja akan melihat tindakan dari para manajemen puncak sebagai
patokan atas perilaku yang layak. Kirimkan sebuah pesan yang positif.
2. Mengomunikasikan ekspektasi yang beretika
Meminimalkan ketidakjelasan dengan membagikan kode etik organisasional
yang menyatakan prinsip dasar organisasi dan aturan etika yang mana para
pekerja harus mematuhinya.
3. Menyediakan pelatihan yang beretika
Mengadakan seminar, lokakarya, serta program pelatihan untuk menegakkan
standar etika, menjelaskan apakah praktik-praktik yang diperbolehkan, dan
membahas mengenai dilema-dilema etis.
4. Pemberian imbalan atas tindakan beretika yang tampak dan memberikan
hukuman atas tindakan yang tidak beretika
Menilai para manajer mengenai bagaimana keputusan mereka yang diukur
atas kode etik organisasi. Meninjau sarana demikian pula dengan tujuan akhir.
Memberikan imbalan yang tampak bagi mereka yang bertindak secara etis dan
memberikan hukuman yang mencolok bagi mereka yang bertindak secara tidak
etis.
5. Menyediakan mekanisme perlindungan
Menyediakan mekanisme secara formal sehingga para pekerja dapat
membahas dilema-dilema etis dan melaporkan perilaku yang tidak etis tanpa
ketakutan atau teguran. Hal ini meliputi para penasihat yang beretika,
ombudspeople, atau para pejabat yang beretika.

2.3 MENCIPTAKAN BUDAYA ORGANISASI YANG POSITIF

Pada awalnya, menciptakan suatu budaya yang positif akan terdengar


naif tanpa harapan atau seperti konspirasi gaya Dilbert. Satu hal yang membuat
kita yakin akan kecenderungan ini adalah untuk bertahan, tetapi tanda-tanda
bahwa praktik manajemen dan riset perilaku organisasi akan bertemu di suatu
titik.
Suatu budaya organisasi yang positif menekankan pada membangun
kekuatan pekerja, memberikan imbalan yang lebih sering daripada memberikan
hukuman serta menekankan pada vitalitas dan pertumbuhan dari individu. Mari
mempertimbangkan tiap-tiap dari area tersebut.
1. Membangun Kekuatan Pekerja
Meskipun budaya organisasi yang positif tidak mengabaikan
permasalahan, hal ini menekankan untuk memperlihatkan kepada para pekerja
bagaimana mereka dapat mengapitalisasikan kekuatan mereka. Tidakkah lebih
baik berada dalam budaya organisasi yang membantu Anda menemukan
kekuatan Anda dan mempelajari bagaimana memperbanyak kekuatan tersebut?
Larry Hammond, CEO dari Auglaize Provico, sebuah agribisnis yang
bertempat di Ohio, menggunakan pendekatan ini pada waktu yang Anda tidak
diperkirakan: selama masa-masa kesuraman perusahaannya. Di tengah-tengah
perjuangan finansial terburuk perusahaan, ketika harus memberhentikan satu
perempat dari tenaga kerjanya, Hammond memutuskan untuk berusaha
melakukan pendekatan yang berbeda. Daripada melakukan apa yang salah, dia
mengambil keuntungan dari apa yang benar. Dengan bantuan dari konsultan
Gallup Barry Conchie, Hammonde menitikberatkan pada penemuan dan
menggunakan kekuatan dari pekerja untuk membantu perusahaan memutar
haluannya sendiri.
2. Memberikan Imbalan yang Lebih Sering Daripada Memberikan
Hukuman
Meskipun sebagian besar organisasi secara memadai menitikberatkan
pada pemberian imbalan secara ekstrinsik seperti misalnya gaji dan promosi,
mereka sering kali lupa dengan kekuatan dari pemberian yang sederhana (dan
murah) seperti isalnya pujian. Bagian dari penciptaan suatu budaya organisasi
yang positif akan “aelihat para pekerja untuk melakukan seala sesuatunya
dengan benar.” Banyak manajer yang menahan pujian karena mereka takut para
pekerja akan lulus dengan mudah atas karena mereka berpendapat bahwa pujian
tersebut tidak berharga. Para pekerja pada umumnya tidak meminta pujian, serta
para manajer tidak menyadari biaya dari kegagalan untuk memberikannya.
3. Menekankan pada Vitalitas dan Pertumbuhan
Tidak ada organisasi yang akan memperoleh hasil terbaik dari para
pekerja yang melihat mereka sendiri hanyalah sebagai roda pada mesin. Suatu
budaya yang positif akan menghargai perbedaan di antara pekerjaan dengan
karier. Ini mendukung bukan hanya apa yang pekerja berikan kontribusi bagi
efektivitas organisasional tetapi juga bagaimana organisasi dapat membuat para
pekerja menjadi lebih efektif – secara pribadi dan secara profesional. Para
perusahaan unggulan menghargai nila yang membantu orang untuk bertumbuh.
4. Batasan dari Budaya yang Positif
Apakah suatu budaya yang positif dapat menyelesaikan semuanya?
Meskipun banyak perusahaan telah merangkul semua aspek dari bdaya
organisasi yang positif, hal ini merupakan suatu gagasan yang cukup baru bagi
kita untuk menjadi bimbang mengenai bagaimana dan kapan akan bekerja
dengan sangat baik.

2.4 SPRITUALITAS DAN BUDAYA ORGANISASI

A. Apakah Yang Dimaksud Dengan Spiritualitas?


Spiritualitas di tempat kerja bukan mengenai praktik keagamaan yang
diorganisasi. Bukan mengenai Tuhan atau teologi. Spiritualitas di tempat
kerja adalah menyaadari bahwa orang-orang memiliki kehidupan batin yang
memelihara dan dipupuk oleh pekerjaan yang bermanfaat dalam konteks
komunitas.
B. Mengapa Spritualitas Sekarang?
Mitos dari rasionalitas mengasumsikan bahwa organisasi akan dijalankan
dengan baik akan menghilangkan perasaan. Perhatian mengenai kehidupan batin
seorang pekerja tidak memiliki peranan dalam model yang sangat rasional.
Namun, baru saja telah kita sadari sekarang ahwa kajian mengenai emosi akan
meningkatkan pemahaman kita mengenai perilaku organisasional, suatu
kewaspadaan mengenai spiritualitas yang membantu kita untuk lebih baik dalam
memahami perilaku pekerja pada abad ke-21.
C. Karakteristik Dari Suatu Organisasi Yang Spiritual
Meskipun riset masih berupa pendahuluan, beberapa karakteristik
kultural cenderung menjadi bukti dalam organisasi yang spiritual.
1. Kebajikan
Nilai dalam organisasi yang spiritual memperlihatkan kebaikan kepada
orang lain dan mempromosikan kebahagiaan bagi para pekerja dan para
pemegang saham bagi organisasional lainnya.
2. Kesadaran akan tujuan yang kuat
Organisasi yang spiritual membangun budaya mereka di sekitar tujuan
yang berarti. Meskipun keuntungan penting, hal tersebut bukanlah nilai
utama dari organisasi.
3. Kepercayaan dan penghormatan
Organisasi yang spiritual dicirikan dengan rasa saling percya,
kejujuran, dan keterbukaan. Para pekerja diperlakukan dengan
penghargaan diri dan nilai, yang konsisten dengan harga diri dari tiap-tiap
individu.
4. Sifat berpandangan terbuka
Organisasi yang spiritual akan menilai pemikiran yang fleksibel dan
kreativitas di antara para pekerjanya.
D. Mencapai Organisasi Yang Spiritual
Banyak organisasi telah meningkat ketertarikannya akan spiritualitas
tetapi memiliki kesulitan dalam menempatkan prinsip-prinsipnya ke dalam
praktik pelaksanaan. Beberapa tipe dari pelaksanaan dapat memfasilitasi suatu
tempat kerja yang spiritual, termasuk mereka yang mendukung keseimbangan
antara pekerjaan dengan kehidupan. Para pemimpin dapat mendemonstrasikan
nilai, tingkah laku, dan perilaku yang memicu motivasi secara instrinsik dan
perasaan untuk dipanggil melalui tempat kerja. Dalam mendorong para pekerja
untuk mempertimbangkaan bagaimana pekerjaan mereka memberikan kesadaran
mengenai tujuan melalui membangun komunitas juga dapat membantu mencapai
spiritualitas di tempat kerja; seringkali hal ini dilakukan melalui bimbingan
kelompok dan pengembangan organisasional.
E. Kritik Atas Spiritual
Kritikan atas gerakan spiritulitas di tempat kerja menitikberatkan pada
tiga permasalahan. Pertama adalahh mempertanyakan mengenai fondasi ilmiah.
Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan spiritualitas di tempat kerja? Apakah
hanya sebuah ungkapan dalam manajemen yang baru? Kedua, apakah organisasi
yang spiritual tersebut sah? Secara spesifik, apakah organisasi memiliki hak
untuk memaksakan nilai spiritualitas terhadap para pekerjanya? Ketiga adalah
mempertanyakan mengenai ekonomi: apakah spiritualitas dan keuntungan
tersebut sesuai?
Pertama, seperti yang daat Anda bayangkan, terdapat sedikit riset secara
komparatif mengenai spiritualitas di tempat kerja. Kita tidak mengetahui apakah
konsep tersebut akan bertahan atau tidak.
Pada poin yang kedua, sebuah penekanan akan spiritualitas dapat secara
jelas membuat beberapa para pekerja menjadi tidak nyaman. Kritikan-kritikan
telah menyatakan bahwa lembaga yang sekuler, terutama perusahaan bisnis,
tidak memiliki bisnis yang memaksakan nilai spiritual terhadap para pekerjanya.
Terakhir, spiritualitas dan keuntungan merupakan sasaran yang sesuai
tentu saja relevan bagi para manajer dan para investor dalam bisnis. Buktinya,
meskipun terbatas, mengindikasikan hal tersebut.

2.5 IMPLIKASI GLOBAL

Budaya-budaya organisasi sering kali mencerminkan budaya nasional. Budaya


pada AirAsia, sebuah maskapai penerbangan yang bertempat di Malaysia, menekankan
pada keterbukaan dan persahabatan.maskapai penerbangan pengangkut ini memiliki
banyak sekali pesta, manajemen pertisipatif, dan tidak ada kantor-kantor pribadi, yang
mencerminkan bahwa Malaysia relatif memiliki budaya yang kolektif. Budaya dari
banyak maskapai penerbngandi AS tidak mencerminkan informalitas pada tingkat yang
sama. Jika maskapai-maskapa penerbangan di AS bergabung dengan AirAsia, maka
mereka perlu memperhitungksn perbedaan budaya tersebut. Namun, perbedaan dalam
budaya organisasi tidak selalu sehubungan dengan perbedaan budaya internasional.salah
satu dari tantangan utama dari proses merger di antara US Airways dengan American
Airlines adalah penyatuan budaya “kerah terbuka” dari US Airways dengan budaya
“kancing-bawah” American Airlines.
Manajemen dari perilaku yang beretika merupakan salah satu area budaya
nasional dapat bersinggungan dengan budaya korporat. Para manajer di AS menyetuji
supremasi dari kekuatan pasar yang anonim dan secara implisit atau eksplisit
memandang memaksimalkan keuntungan sebagai sebuah kewajiban moral bagi
organisasi-organisasi bisnis. Cara pandang ini melihat penyuapan, nepotisme, dan
kontak pribadi yang menguntungkan sebagai perilaku yang sangat tidak beretika.
Tindakan apapun yang menyimpang dari memaksimalkan keuntungan akan
mengindikasikan bahwa perilaku yang tidak tepat atau merusak dapat terjadi . secara
kontras, para manajer dalam ekonomi yang sedang berkembang lebih cenderung untuk
memandang keputusan-keputusan yang beretika sebagai yang tertanam dala lingkungan
sosial.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Selain pada faktor individu dan kelompok, hubungan struktural yang mana
orang-orang bekerja harus menghadapi tingkah laku dan perilaku pekerja.
Tampilan di bawah ini menggambarkan budaya organisasi sebagi sebuah
variabel perantara. Para pekerja membentu keseluruhan persepsi organisasi yang
subjektif yang didasarkan pada faktor-faktor seperti misalnya tingkat toleransi atas
risiko, penekanan pada tim, dan mendukung para individu. Keseluruhan ppersepsi
ini menjadi karena budaya organisasi atau kepribadian serta memengaruhi kinerja
dan kepuasan pekerja, dengan budya yang lebih kuat akan memiliki dampak yang
lebih besar.

B. SARAN

Makalah ini belum sempurna, maka dari itu kami sebagai penyusun makalah
meminta kritik dan saran dari teman-teman agar makalah ini dapat sempurna seperti
yang kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Robbins P. Stephen, Timothy A. Judge. 2016. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba


Empat.

https://www.coursehero.com/file/14143946/Dasar-dasar-struktur-organisasi/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22833/Chapter%20II.pdf?
sequence=3&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai